BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peran Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Bersama Setelah Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Medan)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai dua aspek dalam kehidupannya, yaitu sebagai manusia

  pribadi dan sekaligus sebagai anggota masyarakat. Dua aspek itu tidak mungkin dapat dipisahkan, artinya bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendirian, harus bersama-sama dengan manusia lainnya.Hubungan antara sesama manusia tersebut menimbulkan berbagai macam kebutuhan,baik yang sangat sederhana misalnya saling berkomunikasi, kerja sama, dan sebagainya, ataupun membentuk hubungan

  1 kejenjang yang lebih serius, misalnya perkawinan.

  Salah satu yang menjadi kebutuhan hidup dasar manusia adalah membentuk

  2

  suatu rumah tangga melalui perkawinan. Perkawinan merupakan ikatan suci antara seorang pria dan wanita yang saling mencintai dan menyayangi.

  Perkawinan tersebut menimbulkan berbagai hubungan hukum, yaitu hubungan hukum antara suami-istri berupa hak dan kewajiban, kemudian dengan lahirnya anak mereka, menimbulkan hubungan hukum antara orang tua dan anak. Perkawinan juga akan menimbulkan hubungan hukum terhadap harta kekayaan yang dimiliki pasangan suami-istri tersebut.

  Perkawinan merupakan penyatuan dua manusia yang memiliki berbagai perbedaan diantaranya, berbeda latar belakang, sifat, watak, pendidikan dan pandangan hidup. Perbedaan ini terkadang dapat menimbulkan kerenggangan 1 H. Rusdi Malik, Peran Agama dalam Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2010), hal. 1. dalam perkawinan. Faktor kerenggangan dalam perkawinan tidak hanya berasal dari internal pasangan suami-istri tersebut, melainkan dapat juga berasal dari faktor eksternal yaitu lingkungan, keluarga besar, dan lain-lain. Faktor-faktor ini terkadang dapat memicu suatu permasalahan dalam perkawinan atau bahkan jika permasalahan tersebut menjadi lebih buruk dapat menimbulkan suatu perceraian.

  Setiap orang pasti menginginkan perkawinansekali dalam dalam seumur hidup, tidak pernah terbersit bila dikemudian hari harus bercerai lalu menikah lagi dengan orang lain, atau memilih untuk tetap sendiri. Namun pada kenyataannya, tidak sedikit pasangan suami-istri yang akhirnya harus memilih berpisah ataupun bercerai. Penyebab terjadinya perceraian antara lain, faktor ketidak cocokan,

  3 berbeda persepsi serta pandangan hidup.

  Pasal 38 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU No. 1 Tahun 1974), menentukan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, atau atas keputusan

4 Pengadilan. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan, baik itu

  karena suami yang telah menjatuhkan talak, ataupun karena istri yang menggugat

  5 cerai (cerai gugat).

  Perceraian dalam hukum Islam dapat terjadi ketika suami mengucapkan talak, maka pada saat itu juga suami-istri dianggap telah bercerai. Namun, karena masyarakat tersebut hidup dalam suatu negara yang memiliki hukum, maka perceraian pun dilakukan dengan turut campurnya negara untuk mengawasi dan mengatur tata cara perceraian sesuai dengan hukum positif yang berlaku dalam 3 4 Ibid .

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

  negara tersebut. Apabila seorang suami ingin menjatuhkan talak pada istrinya, harus dilakukan di depan Pengadilan. Tujuannya adalah untuk melindungi segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat hukum atas perceraian tersebut, begitu juga dengan anak yang telah ada selama perkawinan dan harta-harta yang dikumpulkan selama terikat dalam suatu perkawinan.

  6 Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa: 1.

  Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta besama; 2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing dari hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Perkawinan mengakibatkan adanya persatuan bulat harta kekayaan antara suami-istri, tetapi tidak menutup kemungkinan harta kekayaan dalam perkawinan terdapat harta milik pribadi masing-masing suami-istri.Pasal 85 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) menyebutkan bahwa adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup

  7 kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri.

  Pasal 86 KHI

  8

  menyebutkan bahwa: 1.

  Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan;

2. Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasi penuh olehnya, demikian

  6 juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya. 7 UU No. 1 Tahun 1974, Op.Cit., Pasal 35.

Pasal 85 Inpers Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

  Harta bersama diperoleh pada saat perkawinan berlangsung, tetapi jika perkawinan putus maka harta bersama akan dibagi antara suami dan istri, kecuali jika ada ketentuan lain pada perjanjian sebelum perkawinan terikat. Dalam kasus- kasus perceraian, harta perkawinan menjadi persengketaan antara suami-istri.

  Suami maupun istri merasa memiliki hak atas harta bersama pada saat perkawinan masih berjalan, sehingga kedua belah pihak menuntut bagiannya masing-masing.

  Tentunya status dan kepemilikan harta itu akan menjadi masalah tersendiri. Apakah harta itu merupakan harta yang diperoleh selama perkawinan dari usaha bersama ataukah harta tersebut merupakan harta masing-masing suami-istri sebelum perkawinan atau usaha sendiri.

  Pasal 88 KHI menyebutkan bahwa apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada 9 Pengadilan Agama . Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman sebagai pencari keadilan bagi yang beragama Islam, mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang. Tugas dan kewenangan Pengadilan Agama yaitu memeriksa, memutus, menyelesaikan perkara-perkara perdata bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang

  10 dilakukan berdasarkan hukum Islam yaitu wakaf dan shadaqoh.

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah dirubah dua kali dan yang terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan 9 10 Ibid, Pasal 88.

  Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty Kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

  11

  (selanjutnya disebut UU No. 7 Tahun 1989) Pasal 49 menyebutkan bahwa: 1.

  Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum

  Islam; c. . wakaf dan shadaqah

  Pengadilan Agama Medan menjadi lokasi penelitian dalam skripsi ini, sebagai instansi yang wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan topik yang dibahas dalam skripsi ini. Tempat tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan tempat tersebut memenuhi karakteristik untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang akan ditulis.

  Pengajuan permohonan pembagian harta bersama dan perceraian harus dipisahkan, hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2205 K/Pdt/1981, tidak benar menggabungkan gugatan perceraian dengan pembagian harta bersama. Dalam putusan itu, hukum acara tidak membolehkan penggabungan antara gugatan cerai dengan pembagian harta bersama. Alasan yang sering diajukan, antara kedua gugatan masing-masing berdiri sendiri.

  Gugatan perceraian berada didepan dan pembagian harta bersama berada dibelakang. Gugatan Harta Bersama berdasarkan hukum acara baru dapat muncul setelah gugatan perceraian memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap.

  Hukum Islam tidak mengatur masalah harta bersama, tetapi bukan berarti Pengadilan Agama tidak berwenang untuk menangani masalah harta bersama. Penyelesaian sengketa harta bersama yang didaftarkan ke Pengadilan Agama terlebih dahulu harus ditempuh dengan menawarkan proses mediasi.

  Pengintegrasian mediasi kedalam proses beracara di Pengadilan diharapkan agar para pihak yang bersengketa terlebih dahulu mengupayakan proses perdamaian.

  Proses mediasi di Pengadilandilakukan setelah sengketa perdata (gugatan) di daftarkan pada kepaniteraan Pengadilan, maka pada sidang pertama ketika para pihak yang bersengketa sudah dipanggil dan berada dalam ruang sidang, Hakimmewajibkan para pihak yang bersengketa terlebih dahulu mengupayakan perdamaian melalui mediasi. Mediasi adalah kegiatan menjembatani pertemuan antara dua pihak yang bersengketa untuk dapat menghasilkan kesepakatan. Kegiatan ini dilakukan oleh Meditor sebagai pihak yang ikut membantu mencari berbagai Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disingkat APS). Posisi Mediator dalam hal ini adalah mendorong para pihak untuk mencapai kesepakatan agar dapat mengakhiri persengketaan tersebut. Seorang Mediatortidak dapat memaksa para pihak untuk menerima tawaran penyelesaian sengketa darinya, tetapi para pihaklah yang menentukan kesepakatan apa yang mereka inginkan.

  Mediator hanya membantu mencari alternatif dan mendorong mereka secara

  12 bersama-sama ikut menyelesaikan sengketa.

  Mediasi dalam proses acaradi Pengadilanmerupakan suatu tahapan yang penting, sehinggaHakim dapat menunda proses persidangan perkara. Pada sidang pertama, Hakim wajib mendorong para pihak untuk melakukan proses mediasi dan memberikan penjelasan kepada para pihak mengenai prosedur dan biaya 12 Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum mediasi.Hal ini penting agar para pihak dapat mengetahui mekanisme, prosedur dan biaya mediasi yang harus dikeluarkan dalam proses mediasi. Para pihak bebas memilih Mediator yang disediakan oleh Pengadilan atau Mediator di luar Pengadilan. Untuk memudahkan memilih Mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar Mediator yang memuat sekurang-kurangnya 5 (lima) nama Mediator yang disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman Mediator. Apabila para pihak menunjuk Mediator yang berasal dari Hakim, maka tidak dikenakan biaya apapun, sedangkan apabila para pihak menunjuk Mediator yang berasal dari bukan Hakim, maka para pihak harus membayar jasa Mediator,

  13 yang jumlahnya tergantung pada kesepakatan.

  Mediasi di lingkungan Pengadilan pada prinsipnya dilakukan oleh Mediator yang berasal dari luar Pengadilan. Namun, mengingat jumlah Mediator yang sangat terbatas dan tidak semua Pengadilan tingkat pertama tersedia Mediator, maka Hakim dapat menjadi Mediator. Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf (d) Peraturan Mahkamah Agung Repubik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (selanjutnya disebut PERMA RI No. 1 Tahun

  14

  2008), Hakimpemeriksa perkara dapat menjadi Mediator. Mediator nonhakim dapat berpraktek di Pengadilan, apabila memiliki sertifikat Mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang terakreditasioleh Mahkamah Agung.

  Asas itikad baik para pihak sangat dibutuhkan untuk mencapai suatu kesepakatan dalam proses mediasi, sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) PERMA RI 13 14 Ibid, hal. 307-308.

Pasal 8 ayat (1) huruf (d) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1

  No. 1 Tahun 2008, menyebutkan bahwa para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik.

15 B. Rumusan Masalah

  Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, berdasarkan uraian latar belakang diatas yaitu:

  1. Bagaimana proses mediasi dalam penyelesaian sengketa pembagian harta bersama setelah perceraian?

  2. Bagaimana peran Mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta bersama setelah perceraian?

  3. Apa hambatan yang dihadapi Mediator dalam menyelesaikan sengketa pembagian harta bersama setelah perceraian?

C. Tujuan Penulisan

  Tujuan penulis dalam membahas peran Mediator dalam menyelesaikan sengketa pembagian harta bersama setelah perceraian adalah :

  1. Untuk mengetahui proses mediasi dalam menyelesaikan sengketa pembagian harta bersama setelah perceraian;

  2. Untuk mengetahui peran Mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta bersama setelah perceraian;

  3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta bersama setelah perceraian.

D. Manfaat Penulisan

  Manfaat yang diharapkan penulis dalam skripsi ini: 1.

  Manfaat secara teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca serta menambah literatur dunia akademisi, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan peran Mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta bersama setelah perceraian. Skripsi ini juga mendorong mahasiswa untuk mencoba mengembangkan teori yang pernah diperoleh dimasa perkuliahan dengan fakta-fakta yang ada diperaktek Peradilan perdata khususnya mengenai mediasi.

2. Manfaat secara praktis

  Manfaat penulisan skripsi ini ditinjau dari segi praktis, diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi pemerintah, praktisi hukum maupun masyarakat, berkaitan dengan masalah perceraian, harta bersama dan mediasi.

E. Metode Penelitian

  Metode penelitian yang digunakan untuk melengkapi penulisan skripsi iniagar penulisan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, yaitu: 1.

  Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan pembahasan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan Pengadilan serta

  16

  norma-norma hukum yang ada pada masyarakat. Metode ini digunakan agar dapat melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal

  17

  hasil penelitian, koran, majalah, situs internet, dan sebagainya. Kemudian melihat kesesuaian antara hal yang diatur dalam peraturan hukum tersebut dengan kenyataan dalam lapangan.

2. Data yang digunakan

  Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu: a.

  Data primer Data primer dalam skrispi ini adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat melalui wawancara. Penulis melakukan penelitian langsung ke lapangan mengenai efektifitas dari peraturan hukum yang berkaitan dengan topik skripsi penulis terhadap praktek di lapangan. Wawancara dilakukan antara penulis dengan HakimMediatordan profesional mediator yang melakukan mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Agama Medan.

  b.

  Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan topik yang diangkat dalam skripsi ini.

  Seperti : buku-buku hukum, makalah hukum, majalah hukum, surat kabar, artikel

16 Zinuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 105.

  hukum di internet, pendapat para sarjana yang di dunia hukum, dan bahan-bahan lainnya.

  3. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang berguna dalam penulisan skripsi ini yaitu: a.

  Studi kepustakaan Penelitian dilakukan dengan cara mempelajari berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan topik yang diangkat dalam skripsi ini, seperti mempelajari bahan hukum yang mengatur tentang masalah mediasi yang tercakup dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, buku-buku, artikel, jurnal dan lain-lainnya.

  b.

  Studi lapangan Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang ada di

  Pengadilan Agama Medan, beberapa kasus tentang pembagian harta bersama yang masuk ke Pengadilan Agama Medan mulai dari Tahun 2011- Mei 2015 dan mengklasifikasikannya menurut sejauh mana kasus tersebut sudah ditangai oleh pihak Pengadilan.

  4. Alat mengumpulkan data Alat mengumpulkan data yang dilakukan penulis yaitu melalui wawancara dengan HakimMediatorPengadilan Agama Medan dan pedoman wawancara adalah rumusan masalah dalam skripsi ini, serta PERMA RI No. 1 Tahun 2008.

  5. Analisa data yang dipakai adalah analisa kualitatif Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, metode kualitatif ini digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang

  18

  ditelitinya. Maka skripsi ini menggunakan metode analisis kualitatif agar lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan dari internet, kamus dan lain-lain yang berhubungan dengan judul skripsi yang dapat digunakan untuk menjawab soal yang dihadapi.

  F. Keaslian Penulisan

  Pembahasan skripsi ini dengan judul : “PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN (Studi di Pengadilan Agama Medan)” belum pernah ditulis dan belum pernah ada pembahasan sebelumnya.

  Langkah awal yang dilakukan penulis sebelum mengerjakan skripsi ini, adalah melakukan penelusuran terhadap judul skripsi yang terdapat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum / Perpustakaan cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat tertanggal 10 April 2015 menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama pada arsip Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

  G. Sistematika Penulisan

  Penulis menyajikan skripsi ini dalam beberapa bab yang saling berkaitan dan berkesinambungan, untuk mempermudah pembaca dalam memahami bagaimana 18 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia/UI- arah dan isi dari skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub bab. Garis besar dari setiap bab adalah sebagai berikut:

  BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, yaitu apa yang melatar belakangi penulis mengangkat judul ini. Perumusan masalah yaitu hal-hal yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, tujuan penulisan yaitu maksud dari penulis menulis skripsi dengan tujuan tersebut, manfaat penulisan yaitu apa yang menjadi manfaatnya bagi penulis dan setiap pembaca, metode penelitian yaitu metode yang penulis gunakan dalam mengkaji setiap permasalahan,keaslian penulisan yaitu penegasan bahwa skripsi ini dapat dijamin keasliannya dan bukan merupakan bentuk plagiat dari penulisan lain, dan sistematika penulisan yaitu uraian ringkas dari skripsi ini.

  BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN HARTA BERSAMA Bab ini memaparkan pengertian perceraian, alasan perceraian dan akibat hukum terhadap perceraian, pengertian harta bersama, kedudukan harta bersama dalam perkawinan dan kedudukan harta bersama setelah perceraian.

  BAB III : PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI Bab ini memaparkan pengertian mediasi, dasar hukum mediasi di luar Pengadilan, dasar hukum mediasi di Pengadilan, perubahan dan perbedaan PERMA RI No. 2 Tahun 2003 menjadi PERMA RI No. 1 Tahun 2008, proses penyelesaian sengketa perdata, pengertian dan persyaratan menjadiMediator.

  BAB IV : PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN PADA PENGADILAN AGAMA MEDAN Bab ini memaparkan proses mediasi dalam penyelesaian sengketa harta bersama setelah perceraian, peran Mediator dalam menyelesaikan sengketa pembagian harta bersama setelah perceraian dan hambatan yang dihadapi oleh Mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta bersama setelah perceraian.

  BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini memaparkan bagian akhir dari penulisan skripsi ini yaitu kesimpulan dari berbagai permasalahan yang dibahas sebelumnya. Setelah mendapat kesimpulan maka penulis dapat menyajikan beberapa poin saran dalam permasalahan tersebut.

Dokumen yang terkait

Fungsi Pesta Luhutan Bolon Tugu Raja Silahisabungan dalam Mempertahankan Integrasi Sosial Pomparan Raja Silahisabungan (Studi Kasus pada Masyarakat Silalahi Nabolak, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi)

0 0 10

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu - Fungsi Pesta Luhutan Bolon Tugu Raja Silahisabungan dalam Mempertahankan Integrasi Sosial Pomparan Raja Silahisabungan (Studi Kasus pada Masyarakat Silalahi Nabolak, Kecamatan Silahisabungan, Ka

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Fungsi Pesta Luhutan Bolon Tugu Raja Silahisabungan dalam Mempertahankan Integrasi Sosial Pomparan Raja Silahisabungan (Studi Kasus pada Masyarakat Silalahi Nabolak, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi)

0 0 31

Fungsi Pesta Luhutan Bolon Tugu Raja Silahisabungan dalam Mempertahankan Integrasi Sosial Pomparan Raja Silahisabungan (Studi Kasus pada Masyarakat Silalahi Nabolak, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi) SKRIPSI

0 0 11

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital - Implementasi dan Perbandingan Metode Alpha-Trimmed Mean Filter dan Adaptive Media Filter untuk Reduksi Noise pada Citra Digital

0 0 18

Implementasi Kriptografi Des pada File Gambar ke Dalam File Audio dengan Algoritma Steganografi LSB+1

0 1 20

Implementasi Kriptografi Des pada File Gambar ke Dalam File Audio dengan Algoritma Steganografi LSB+1

1 2 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan No 5 Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Di Kota Medan

0 0 41

Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan No 5 Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Di Kota Medan

0 1 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN HARTA BERSAMA A. Pengertian Perceraian - Peran Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Bersama Setelah Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Medan)

0 0 25