Analisis Kasus Pelanggaran Etika Bisnis (2)
Analisis Kasus
Selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance
(GCG) kian populer. Tak hanya populer, tetapi istilah tersebut juga
ditempatkan di posisi terhormat. Hal itu, setidaknya terwujud dalam dua
keyakinan. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan
untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus
memenangkan persaingan bisnis global terutama bagi perusahaan yang
telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka.
Kedua, krisis ekonomi dunia, di kawasan Asia dan Amerika Latin yang
diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG. Di antaranya, Sistem
Regulatory yang payah, Standar Akuntansi dan Audit yang tidak konsisten,
praktek perbankan yang lemah, serta pandangan Board of Directors (BOD)
yang kurang peduli terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.
Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta
berimplikasi negatif bagi banyak pihak merupakan salah satu dampak
penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang buruk. Alhasil,
Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi
terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam
saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social
impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan
meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek.
Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai
kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu
fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam
mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen
Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest
oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat.
Dari kasus tersebut, apabila dikaitkan dengan Good corporate Governance,
Enron telah melakukan pelanggaran dalam prinsip-prinsip Good Corporate
Governance antaralain :
1. Adanya pelanggaran prinsip Keterbukaan Informasi
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam
proses
pengambilan
informasi
material
keputusan
dan
relevan
maupun
dalam
mengenai
mengungkapkan
perusahaan.
Dalam
mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan
informasi
yang
cukup,
akurat,
tepat
waktu
kepada
segenap
stakeholders-nya. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan
keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan.
Keterbukaan
dilakukan
agar
pemegang
saham
dan
orang
lain
mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat
ditingkatkan.
Pada kasus Enron ini terdapat data yang menyebutkan laporan
keuangan Enron memiliki laba bersih yang meningkat naik $100 juta
dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, tidak
menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus
(special
accounting
charge/expense)
sebesar
$1
miliar
yang
sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi
rugi $644 juta. Akibatnya, karena tidak adanya prinsip keterbukaan
tersebut, stakeholder
tidak dapat mengetahui risiko yang mungkin
terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan sehingga pada
akhirnya ketika Enron mengalami kebangkrutan, para stakeholder
perusahaan dirugikan karena tidak adanya keterbukaan dan keakuratan
informasi.
2. Adanya pelanggaran prinsip Pertanggungjawaban
Akuntabilitas
adalah
kejelasan
fungsi,
struktur,
sistem
pertangungjawaban
organ
perusahaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
Bentuk pertanggung jawaban perusahaan
sehingga
merupakan
dan
pengelolaan
kepatuhan
perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah
pajak,
hubungan
industrial,
kesehatan
dan
keselamatan
kerja,
perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang
kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.
Dalam kasus ini, Enron seakan sengaja memberikan dana pensiun yang
sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham. Dan dengan
adanya kasus ini harga saham Enron terus menurun sampai hampir
tidak
ada
nilainya,
pegawaipun
ikut
menanggung
kerugiannya.
Perusahaaan juga kurang memegang teguh kepercayaan masyarakat,
perusahaan hanya semata-mata bertanggungjawab pada kepentingan
klien dan tidak menitikberatkan pada kepentingan publik.
3. Adanya pelanggaran prinsip kemandirian
Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional
tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang
berlaku.
Pada kasus ini, Enron melakukan out sourcing secara total atas fungsi
internal
audit
perusahaan,
sehingga
dengan
mudahnya
konflik
kepentingan terjadi. Dimana audit yang seharusnya dilakukan dengan
professional dan obyektif namun demi keuntungan semata maka audit
dilakukan tanpa memfokuskan pada prinsip yang berlaku.
4. Adanya pelanggaran pada prinsip kewajaran
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai
perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang
berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal,
sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak
investor - khususnya pemegang saham minoritas - dari berbagai bentuk
kecurangan.
Pada
kasus
Enron,
perusahaan
mengijinkan
terjadinya
transaksi-
transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh Pihak
dalam perusahaan (insider trading) sehingga hanya menguntungkan
pihak perusahaan. Hal ini termasuk dalam kecurangan yang tidak
memberikan
perlakuan
yang
adil
pada
stakeholder
perusahaan,
khususnya para pemegang saham di pasar modal.
Enron juga melakukan manipulasi dalam laporan keuangannya melalui
KAP Arthur Andersen dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS
padahal
perusahaan
mengalami
kerugian.
Manipulasi
keuntungan
disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor,
hal
ini
menyalahi
prinsip
melanggar hak-hak pemodal.
kewajaran
dalam
akuntansi
sehingga
Selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance
(GCG) kian populer. Tak hanya populer, tetapi istilah tersebut juga
ditempatkan di posisi terhormat. Hal itu, setidaknya terwujud dalam dua
keyakinan. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan
untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus
memenangkan persaingan bisnis global terutama bagi perusahaan yang
telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka.
Kedua, krisis ekonomi dunia, di kawasan Asia dan Amerika Latin yang
diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG. Di antaranya, Sistem
Regulatory yang payah, Standar Akuntansi dan Audit yang tidak konsisten,
praktek perbankan yang lemah, serta pandangan Board of Directors (BOD)
yang kurang peduli terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.
Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta
berimplikasi negatif bagi banyak pihak merupakan salah satu dampak
penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang buruk. Alhasil,
Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi
terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam
saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social
impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan
meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek.
Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai
kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu
fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam
mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen
Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest
oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat.
Dari kasus tersebut, apabila dikaitkan dengan Good corporate Governance,
Enron telah melakukan pelanggaran dalam prinsip-prinsip Good Corporate
Governance antaralain :
1. Adanya pelanggaran prinsip Keterbukaan Informasi
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam
proses
pengambilan
informasi
material
keputusan
dan
relevan
maupun
dalam
mengenai
mengungkapkan
perusahaan.
Dalam
mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan
informasi
yang
cukup,
akurat,
tepat
waktu
kepada
segenap
stakeholders-nya. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan
keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan.
Keterbukaan
dilakukan
agar
pemegang
saham
dan
orang
lain
mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat
ditingkatkan.
Pada kasus Enron ini terdapat data yang menyebutkan laporan
keuangan Enron memiliki laba bersih yang meningkat naik $100 juta
dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, tidak
menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus
(special
accounting
charge/expense)
sebesar
$1
miliar
yang
sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi
rugi $644 juta. Akibatnya, karena tidak adanya prinsip keterbukaan
tersebut, stakeholder
tidak dapat mengetahui risiko yang mungkin
terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan sehingga pada
akhirnya ketika Enron mengalami kebangkrutan, para stakeholder
perusahaan dirugikan karena tidak adanya keterbukaan dan keakuratan
informasi.
2. Adanya pelanggaran prinsip Pertanggungjawaban
Akuntabilitas
adalah
kejelasan
fungsi,
struktur,
sistem
pertangungjawaban
organ
perusahaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
Bentuk pertanggung jawaban perusahaan
sehingga
merupakan
dan
pengelolaan
kepatuhan
perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah
pajak,
hubungan
industrial,
kesehatan
dan
keselamatan
kerja,
perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang
kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.
Dalam kasus ini, Enron seakan sengaja memberikan dana pensiun yang
sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham. Dan dengan
adanya kasus ini harga saham Enron terus menurun sampai hampir
tidak
ada
nilainya,
pegawaipun
ikut
menanggung
kerugiannya.
Perusahaaan juga kurang memegang teguh kepercayaan masyarakat,
perusahaan hanya semata-mata bertanggungjawab pada kepentingan
klien dan tidak menitikberatkan pada kepentingan publik.
3. Adanya pelanggaran prinsip kemandirian
Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional
tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang
berlaku.
Pada kasus ini, Enron melakukan out sourcing secara total atas fungsi
internal
audit
perusahaan,
sehingga
dengan
mudahnya
konflik
kepentingan terjadi. Dimana audit yang seharusnya dilakukan dengan
professional dan obyektif namun demi keuntungan semata maka audit
dilakukan tanpa memfokuskan pada prinsip yang berlaku.
4. Adanya pelanggaran pada prinsip kewajaran
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai
perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang
berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal,
sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak
investor - khususnya pemegang saham minoritas - dari berbagai bentuk
kecurangan.
Pada
kasus
Enron,
perusahaan
mengijinkan
terjadinya
transaksi-
transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh Pihak
dalam perusahaan (insider trading) sehingga hanya menguntungkan
pihak perusahaan. Hal ini termasuk dalam kecurangan yang tidak
memberikan
perlakuan
yang
adil
pada
stakeholder
perusahaan,
khususnya para pemegang saham di pasar modal.
Enron juga melakukan manipulasi dalam laporan keuangannya melalui
KAP Arthur Andersen dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS
padahal
perusahaan
mengalami
kerugian.
Manipulasi
keuntungan
disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor,
hal
ini
menyalahi
prinsip
melanggar hak-hak pemodal.
kewajaran
dalam
akuntansi
sehingga