Analisis Perilaku Impulse Buying dan Loc
M I M BAR , Vol. XXVII, No. 2 (Desember 2011): 125-132
Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control”
pada Konsumen di Carrefour Bandung
LI SA WI DAWATI
Fakult as Psik ologi, Universit as I slam Bandung, Jl. Tam ansari No.1 Bandung
em ail : l_wid o@y ahoo. co.id
Abst ra ct . I n m odern econom y, credit card syst em subst it ut ed cash- paym ent syst em
as w ell. Such sit uat ion affect s people in m any w ay s. A w eak self- cont r ol in using
credit card has result ed on im m at ure and unplanned buying. Such was t he case of 60
Car refour consum er s in Bandung w hich w er e car efully chosen as r esear ch r espondent s. Em ploying I m pulse Buy ing concept of Rook & Verplanken, com bined wit h Locus of Cont rol concept as proposed by Root er, t his descr ipt iv e r esear ch result ed in
som e conclusions. One of t he m ain conclusion t o be found here is t he fact t hat lot s of
consum er t end t o hav e low I m pulse Buy ing w it h I nt er nal Locus of Cont r ol. Meanwhile, t here were also a group of consum ers who showed High I m pulse wit h Ext ernal
Locus of Cont rol.
Keywords:
I m pulse Buying, Locus of Cont rol, Consum er Behavior, Credit Card
Abst ra k . Dalam ekonom i m odern, sist em pem bayaran kart u kredit t elah m enggant ikan
sist em pem bayaran t unai. Sit uasi sem acam ini m em beri dam pak di kalangan konsum en
t erhadap proses pem belian yang t idak m at ang dan t idak t erencana, akibat kurangnya
kendali diri. Kaj ian deskript if t erhadap 60 sam pel yang diam bil secara aksident al pada
k on sum en sw alay an Car r efour di Bandung, m engg unak an k onsep I m p ulse Buy ing
dar i Rook & Ver plank en yang dik om binasik an dengan Locus of Cont r ol dar i Root er
m enghasilk an sej um lah kesim pulan. Per t am a, sebagian besar sam pel m enunj uk kan
per il ak u I m pul se Bu y in g r en dah d eng an Locus of Cont r ol in t er nal. Kedua, m esk i
dem ik ian, m asih dit em uk an pula k onsum en dengan per ilaku I m pulse Buy ing t inggi
dengan Locus of Cont rol ekst ernal.
Kat a Kunci:
I m pulse Buying, Locus of Cont rol,
Pendahuluan
Be r b ag ai u sah a d i la k u k an o le h p a r a
produsen untuk menj ual sebanyak- banyaknya
barang kepada konsumen dengan menggunakan
b e r b ag ai car a p e m a sa r a n d e n g an t u j u a n
mendapatkan profit yang tinggi. Konsumen saat
ini banyak dijejali oleh berbagai stimulasi informasi
yang intensif terkait dengan produk-produk yang
disajikan. I nformasi tersebut dapat berupa iklan,
tulisan, ataupun gambar yang memiliki pesan sarat
akan berbagai kegunaan dan keuntungan dari
setiap produk barang yang dijual disertai cara
k em u d ahan dalam h al p em b elian n ya. Pad a
umumnya berbagai informasi yang ditampilkan
cenderung tanpa diimbangi dengan sisi kelemahan
dari produk yang dijual.
Cara pembelian yang berkembang saat ini
bukan hanya dapat dilakukan secara langsung
tunai, namun juga dapat dilakukan melalui cicilan
ataupun kartu kredit yang disediakan oleh pihak
‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010
Perilaku Konsum en, Kart u Kredit
penj ual, melalui kerjasam a dengan lembagalembaga keuangan atau perbankan. Di satu sisi
ca r a i n i m em u d ah k a n k o n su m en u n t u k
mempercepat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
yang dirasakan oleh kon sum en t anpa h arus
dipusingkan dengan ket ersediaan dana tunai,
nam u n di sisi lain j ust r u d ap at m enj ad ik an
bumerang bagi konsumen karena menjadikan
muncul keputusan pembelian kurang terkendali dan
terencana.
Pada dasarnya proses pembelian dapat
t er j adi k arena adany a kebu t uhan konsu m en
terhadap suatu produk atau barang yang diikuti
d eng an k et er sediaan an g gar an d ana u nt u k
membelinya. Pada masa kini, konteks ketersediaan
anggaran dana bukan hanya dalam bentuk tunai,
namun juga dapat berbentuk layanan fasilitas kartu
kredit atau kartu belanja. Dengan situasi demikian
maka para konsumen tidak harus terlebih dahulu
m em iliki uang t unai u nt uk dapat m elakukan
transaksi.
125
LISA WIDAWATI Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control” pada Konsumen di Carrefour ...
Kondisi t ersebut juga t erj adi pada para
konsumen di Carrefour. Dalam salah satu fokusnya
untuk memuaskan konsumen, Carrefour sebagai
salah satu hypermarket terbesar dan terlengkap
di I ndonesia telah menerbitkan kartu belanja yang
berfungsi memberikan kemudahan baik dalam hal
p em belian at au pu n sist em pem b ayarann ya.
Dengan adanya kemudahan tersebut, konsumen
y an g m en g g u n ak an f asilit as in i m en in g k at
jumlahnya.
Di sisi lain, peningkatan penggunaan kartu
belanja ternyata tidak serta merta diikuti dengan
kelancaran pem bayaran yang dilakukan oleh
konsum en sesuai dengan kew ajibannya. Saat
ditelaah lebih lanjut, membengkaknya besaran
tagihan yang muncul lebih disebabkan karena
ad an y a p r o se s p e m b el ia n y a n g d il ak u k an
konsumen t anpa t erkendali. Beberapa produk
banyak yang dibeli secara tidak terencana, bersifat
insidental dan sesaat karena adanya pengaruh
stimulasi kuat yang disodorkan oleh Carrefour, yang
bersumber dari beberapa hal, diantaranya adanya
diskon yang diberikan, serta kemudahan sistem
pembayarannya. Berdasarkan waw ancara pada
konsumen, diperoleh gambaran bahw a mereka
merasa sulit untuk mengabaikan suatu produk yang
telah dilihat atau disentuhnya, perilaku tersebut
muncul terutama setelah memahami bahwa ada
kemungkinan kemudahan yang dapat dilakukan
dengan sist em p em b ayaran nya t an pa har us
dikaitkan dengan ketersediaan anggaran secara
t unai. Saat it upun pada um umnya konsumen
kurang dapat menjelaskan alasan rasional ataupun
f ungsional yang m endasari terjadinya proses
pembelian tersebut sehingga yang dilakukan lebih
sebatas pembelian yang bersifat spontan. Jika
dit elusuri lebih m endalam , perilaku m em beli
spontan tersebut pada umumnya lebih dilandasi
oleh persoalan-persoalan perasaan ataupun emosi
yang mudah tergugah sebagai akibat pengaruh
stimulasi kuat dari faktor eksternal, tanpa mampu
membendungnya.
Kondisi ini menjadi menarik untuk dikaji
secara mendalam, karena ketika konsumen berada
dalam situasi yang rasional, mereka sebenarnya
menyadari bahwa proses pembelian yang tidak
terencana tersebut di sisi lain merugikan karena
dalam kenyataannya barang yang telah mereka beli
sebenarnya bukan menjadi prioritas kebutuhan
utama sehingga barang tersebut menjadi mubazir
karena tidak terpakai. Di satu sisi mereka sebenarnya
sadar bahwa membeli tanpa pertimbangan hanya
akan membuang anggaran belanja untuk produk yang
tidak penting, namun dalam kenyataannya, sekalipun
menyadari kelemahan tersebut, mereka kerap kali
terjebak kembali pada situasi-situasi tersebut dan
berulang melakukan proses pembelian barang yang
bersifat impulsif tanpa pertimbangan kendali rasional
yang matang.
126
Da r i i n d ik asi y a n g d id ap at k a n p a d a
fenomena tersebut, maka karakteristik perilaku
m em b eli y an g d id o m in asi o leh em o si at au
pembelian secara impulsif itu dikenal dengan impulse buying. Menurut Dittmar dan Drury (2000)
impulse buying dapat menjadi berlebihan, bahkan
menurut O’Guinn dan Faber (1989) impulse buying tersebut dapat pula mengarah pada indikasi
patologis. Perilaku pembelian ini prinsip kerjanya
di luar dari model um um keput usan mem beli
se ca r a b er t a h a p , k ar en a k o n su m en t id ak
mengetahui alasan yang mendasarinya. I mpulse
buying didef inisikan sebagai “ suat u per ilaku
pembelian yang tidak terencana dan spontan, yang
dilakukan langsung ditempat, diikuti oleh keinginan
kuat dan perasaan nikmat dan senang” (Rook,
1987).
Lebih lanj ut Verplank en dan Herabadi
(2001), menjelaskan impulse buying terdiri dari 2
(dua) elemen, yaitu: elemen kognisi, dalam hal
kurangnya perencanaan dan pertimbangan serta
elemen emosi dalam hal adanya perasaan nikmat
dan senang.
Meski demikian, dari data di lapangan pada
beberapa konsumen, stimulasi kuat dari faktorfaktor eksternal yang ada belum tentu secara kuat
menggugah perasaan dan emosinya untuk dengan
m u dah m em b ang kit kan keing inann ya dalam
membeli barang atau produk yang disodorkan.
Beberapa dari mereka menyatakan bahwa mereka
m a m p u k o n sist e n u n t u k t e t a p m e la k u k a n
pembelian barang sesuai dengan rencana semula
se j a la n d e n g an k eb u t u h an y an g t e la h
dirancangnya. Sekalipun ada stimulasi kuat dari
lingkungan, mereka tetap mampu mengendalikan
diri tidak membuat tindakan pembelian.
De n g an
m el ih at
p er t i m b an g a n pertimbangan yang mendasari munculnya perilaku
membeli spontan ataupun yang terkendali tersebut,
maka hal itu tidak terlepas dari konsep ataupun
variabel-variabel psikologis yang mew arnainya.
Konsep yang paling mendekati persoalan tersebut
dapat diindikasikan sebagai konsep locus of control. Locus of control (Rotter, 1960) yang disebut
dengan istilah kendali atau kontrol berhubungan
dengan pendekatan kognitif yang digunakan. Rotter
mem andang locus of control sebagai variabel
sentral dalam struktur kepribadian yang implisit
dalam proses belaj ar, dan akan mem engaruhi
tingkah laku aktual, mewarnai sikap dan kehidupan
perasaan, pusat hirarki dalam pola pikir, serta
mendasari tingkah laku penyesuaian diri maupun
antisipasi, termasuk dalam konteks ini tingkah laku
atau perilaku keputusan membeli.
Lo cu s o f co n t r o l m e r u p a k a n asp e k
kepribadian yang kontinuum (Lefcourt, 1982),
sehingga setiap individu memiliki locus of control
internal ataupun eksternal, akan tetapi dari kedua
locus of control ini akan muncul salah satu locus
ISSN 0215-8175
M I M BAR , Vol. XXVII, No. 2 (Desember 2011): 125-132
of control yang paling kuat sehingga tatkala ia
m e n a m p il k a n su at u t i n g k a h la k u d al am
lingkungannya menggunakan salah satu aspek
kepribadiannya baik itu locus of control internal
maupun locus of control eksternal. I ndividu dengan
locus of control eksternal lebih mudah terstimulasi
oleh stim ulus yang berasal dari luar dirinya,
sehingga pengaruh orang lain, iklan, atau dari
produk itu sendiri memiliki peran dalam tingkah
laku membelinya.
Sedangkan individu dengan
locus of control internal lebih selektif terhadap
stimulus eksternal.
Dengan melihat fenomena serta paparan di
atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih
mendalam bagaimana gambaran perilaku I mpulse
Buying pada Konsumen Pengguna Kartu Belanja
Carrefour di Bandung, serta bagaimana pula
Locus of Controlnya. Tujuan tulisan ini untuk
mengetahui bagaimana gambaran ataupun profil
mengenai I mpulse buying dan locus of control yang
umumnya dimiliki para konsumen pengguna kartu
belanja di Carrefour Bandung, serta mengkaji
apakah keduanya memiliki keterkaitan atau tidak.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif analitik, dengan subjek penelitian
konsumen pengguna kartu belanja sebanyak 60
orang yang ditentukan secara accidental karena
jumlah populasi yang tidak terbatas (Sugiyono,
2004). Alat ukur yang digunakan untuk variabel
I mpulse Buying, dimodifikasi melalui pengukuran
elemen-elemen kognisi dan emosi dari Verplanken
dan Herabadi (2001) sedangkan untuk variabel
locus of control adalah dari Rotter I -E Scale dari
Julian Rotter (1960).
“I mpulse Buying” dan “Locus of Control”
Bila mengacu pada istilah I mpulse Buying
maka istilah tersebut dapat diartikan sebagai suatu
perilaku pembelian yang tidak terencana dan
spontan, yang dilakukan langsung ditempat, diikuti
oleh keinginan kuat dan perasaan nikmat dan
senang (Rook, 1987). Dalam pandangan Engel &
Blackw ell, (1995), perilaku tersebut dinyatakan
sebagai suatu perilaku pembelian yang muncul
tanpa dilandasi oleh adanya kebutuhan sert a
rencana pembelian yang terarah. Artinya, perilaku
tersebut dapat muncul secara spontan, belum tentu
dilandasi oleh adanya kebutuhan, serta proses
t erj adinya t idak diikut i oleh t ahapan-t ahapan
seperti halnya proses pembelian model umum
yang ada. Meski dilakukan secara spontan, Rook
( 1 9 8 7 ) m en j ela sk an b ah w a ad a p er a saan perasaan yang menyertainya setelah perilaku
tersebut dilakukan, yakni senang dan nikmat diikuti
puas yang sifatnya sesaat.
Lebih lanj ut Rook m enj elaskan adanya
karakteristik dari I mpulse Buying, adalah (a)
Spontanitas; (b) Merupakan kekuatan, dorongan/
‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010
tekanan, dan timbul perasaan yang hebat; (c)
Munculnya perasaan senang dan terangsang; (d)
Adanya pengabaian terhadap konsekuensi yang
akan diterima.
Dengan pemahaman akan karakteristik dari
perilaku tersebut, maka apa yang ditampilkan oleh
konsumen saat m elakukan proses pembelian
tersebut pada akhirnya lebih banyak diw arnai oleh
bekerjanya variabel-variabel emosi atau perasaan
yang muncul secara tiba-tiba dalam dirinya dan
dilandasi oleh kekuatan dorongan yang muncul.
Situasi tersebut oleh Rook (1987) digambarkan
sebagai berikut “I mpulse buying occurs when a
consumer experiences a sudden, often powerful
and presistent urge to buy something immediately”.
Dalam konteks yang lebih spesifik, I mpulse buying dapat diidentifikasikan sebagai tipe perilaku
psikologis khusus yang berbeda secara signifikan
dari bentuk keputusan membeli konsumen yang
bersifat umum atau “normal.”
Verplanken dan Herabadi (2001) mencoba
untuk memetakan perilaku tersebut sebagai suatu
konsep perilaku yang dapat dikenali melalui 2 (dua)
elemen, yakni kognisi dan emosi.
Elemen Kognisi
Pada model umum, Engel & Blackwell (1993)
menyatakan konsumen dianggap sebagai pemikir
logis dan rasional disertai evaluasi kognitif saat
memutuskan tingkah laku pembelian. Namun tidak
demikian pada perilaku impulse buying, konsumen
justru tidak m enggunakan elem en kognitifnya
secara tajam untuk mengkalkulasikan untung rugi
yang akan diperoleh dari tindakan pembelian yang
dilakukan. Demikian pula dasar pertim bangan
rasional baik dalam hal sisi psikologis maupun
ekonomis, tidak menyertainya, sehingga beberapa
ahli bahkan menyatakannya sebagai perilaku yang
bersifat “ mindless”. Artinya, perilaku tersebut
dilakukan tanpa dilandasi oleh kontrol kesadaran
berpikir rasional yang kuat.
Dalam beberapa literatur ditemukan bahwa
tipe pembelian ini melibatkan: (a) Perasaan gembira
atau senang; (b) Keinginan tidak terduga dan
spontan untuk membeli secepatnya sesuatu yang
terlihat oleh mata; (c) Tekanan motivasi intens yang
cukup kuat dengan mengesampingkan sem ua
pertim bangan; (d) Mengabaikan kemungkinan
konsekuensi yang membahayakan sehingga dapat
mengarah kepada penyesalan.
Elemen Emosi
Hal yang menonjol dari sisi elemen emosi
dari perilaku impulse buying menurut Rook (1987)
adalah ketika konsumen tiba-tiba mengalami efek
positif ketika berhadapan dengan suatu produk,
yang menghasilkan munculnya keinginan seketika
untuk memilih produk akibat dari reaksi afektif
127
LISA WIDAWATI Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control” pada Konsumen di Carrefour ...
tersebut. Perasaan emosi yang kuat dan bergairah
mendominasi individu untuk melakukan pembelian
dengan pertimbangan sadar yang minimal. Selain
it u j u g a k ar en a ad an y a u n su r em o si y an g
menggerakkan individu sehingga tindakan yang
dilakukannya jauh di luar perencanaan. Dengan
dominasi elemen emosi yang tinggi maka profil
impulse buying dapat dinyatakan ke dalam empat
kualitas perilaku yang bersifat otomatisasi, yakni
intensionalitas rendah, kontrol rendah, pengerahan
sumber daya dan impulsivitas tinggi.
Proses otomatisasi perilaku impulse buying
yang terjadi disebabkan adanya stimulasi kuat dari
lingkungan yang muncul sedemikian rupa tanpa
dilandasi oleh pertimbangan kebutuhan secara
rasional. Akibat lebih lanjut dari tindakan-tindakan
em o sio n al in i ad al ah m u n cu ln y a p e r asa an
penyesalan (regret) yang merujuk pada perasaan
rugi atau sedih atas t indakan pembelian yang
belum tentu benar dan tepat . Meski demikian
Dittmar dan Drury (2000), menjelaskan bahw a
konteks penyesalan ini sifatnya sangat individual,
dalam arti dapat menyesal pada satu aspek, namun
belum tentu pada aspek yang lain.
Bila m engacu pada f akt or- f akt or yang
dapat memengaruhi munculnya impulse buying
maka Loudon & Bitta (1993), menemukan halhal di baw ah ini dapat dipandang sebagai faktorfaktor tersebut, yakni (1) Karakteristik produk;
(2) Faktor marketing (3) Karakteristik konsumen,
( ant ar a l ain :
Ke p r i b a d i a n k o n su m e n ,
Demografis; karakteristik demografis terdiri dari
j e n i s k e l a m i n , u si a , st a t u s p e r k a w i n a n ,
p e n g h a si l a n , p e k e r j a a n , d a n p e n d i d i k a n ,
Karakterist ik sosio-ekonomi yang dihubungkan
dengan t ingkat impulse buying).
Lebih lanjut , meruj uk pada faktor yang
memengaruhi munculnya I mpulse Buying, salah
sat uny a adalah b ersum ber dari karakt erist ik
konsumen, dalam hal ini aspek kepribadian, maka
konsep Locus of Control merupakan konsep atau
variabel psikologis yang paling mendekati untuk
dipetakan sebagai salah satu faktor yang secara
kuat memberi w arna. Menurut Rotter, perilaku
dibentuk melalui variabel eksternal (reinforcement)
maupun variabel internal (proses kognitif ).
Rotter menjelaskan bahw a pada dasarnya
teori Locus of Control membahas lokasi kendali
dalam kepribadian seseorang dalam hubungannya
dengan lingkungan dan lebih banyak menjelaskan
mengenai bagaimana tingkah laku dikendalikan dan
diarahkan melalui fungsi kognitif. Hal tersebut
m enurut
Ph ar es
( 1976)
t idak
lu p u t
p em b en t u k a n n y a seb ag ai h asil k o n sist en si
mendidik orang tua melalui proses internalisasi
standart nilai yang akan mengarahkan terbentuknya
locus of control internal atau eksternal. Standar
n il ai t e r seb u t sel an j u t n y a a k an m en d asar i
penyesuaian diri dan pemantapan tingkah laku
128
t e r a m p il d al am r an g k a ek sp lo r a si d an
manipulasinya di lingkungannya. Selanj ut nya,
Lefcourt (1982) dan Petri (dalam Lina, 1997),
menjelaskan karakteristik individu dengan locus of
control eksternal, yaitu: (a) Memiliki sifat patuh;
(b) Lebih nyaman terhadap otoritas atau pengaruhpengaruh yang ada; (c) Lebih mudah dipengaruhi
dan tergantung pada petunjuk orang lain.
Sedangkan karakteristik individu dengan
locus of control internal, yaitu (a) Lebih mandiri,
ulet , mempunyai daya tahan yang kuat, lebih
tahan dalam menghadapi pengaruh sosial; (b)
Lebih mampu menunda pemuasan, t idak mudah
t erpengaruhi, dan lebih m am pu m enghadapi
kegagalan; (c) Lebih aktif dan ulet dalam mencari
dan menggunakan informasi yang relevan untuk
menguasai keadaan.
Bila dikaitkan dengan munculnya perilaku
impulse buying yang tinggi, maka mereka yang
memiliki kecenderungan untuk secara spontan,
emosional dan melakukan keputusan pembelian
y ang t in g g i t anp a per en can aan m er u p ak an
pencerminan dari ciri atau karakter orang-orang
y a n g m em il ik i l o cu s o f co n t r o l e k st e r n al .
Sebaliknya, pada orang-orang yang perilaku impulse buyingnya rendah, hal tersebut terjadi karena
ia mampu mengatur dan mengendalikan dirinya
terhadap pengaruh lingkungan. Nilai-nilai diri yang
m e n e t a p m a m p u m e n g ar ah k a n r a si o n y a
sedem ikian rupa unt uk dapat secara selekt if
memilih stimulasi mana yang sejalan dan sesuai
dengan keinginannya. Berdasarkan pendapat
Verplanken dan Herabadi (2001) faktor personal
m e n j ad i sa la h sa t u p en en t u an p er il ak u
pembeliannya, dimana locus of control sebagai
variabel kepribadian berkaitan dengan faktor internal konsumen.
Konsum en dengan kont rol tingkah laku
eksternal lebih mudah terstimulasi oleh faktor diluar
dirinya, sehingga peran keluarga, teman, saran
ahli, iklan, tampilan kemasan produk, sampel
produk, dll. menj adi det erm inan t ingkah laku
pembeliannya. Sebaliknya individu dengan kontrol
tingkah laku internal lebih selektif dalam menerima
st im ulasi dari luar dir iny a ( Lef cour t , 1982 ) ,
sehingga usaha, ingatan, motif, dll. lebih menjadi
determinan tingkah laku membelinya.
Pengukuran Variabel “I mpulse Buying”
dan “Locus Of Control” serta Tabulasi
Silang
Berdasarkan dat a yang diperoleh, dari
sej u m lah sam pel penelit ian, pada um u m nya
konsumen masih memiliki perilaku I mpulse Buyin g yang r end ah , d en gan Locus Of Co nt ro l
cenderung int ernal. Dari dat a t abulasi silang
tergambar hampir sebagian besar konsumen yang
berperilaku I mpulse Buying rendah pada umumnya
ISSN 0215-8175
M I M BAR , Vol. XXVII, No. 2 (Desember 2011): 125-132
Tabel 1
Tabulasi Silang Data Perilaku “I mpulse Buying” dan “Locus of Cont rol”
Locus of
Control
Impulse Buying
Rendah
%
1. Internal
22
36,70%
2. Eksternal
9
15%
31
51,70%
memiliki Locus of Control internal sedangkan
kelompok konsumen yang berperilaku I mpulse
Buying tinggi, pada umumnya memiliki Locus Of
Control eksternal. Namun demikian, diperoleh pula
g am b ar an , t i d ak o t o m at is k o n su m en y an g
berperilaku I mpulse Buying rendah, memiliki Locus Of Control internal, demikian pula sebaliknya.
Tinggi
9
20
29
%
15%
33,30%
48,30%
N
%
31
29
60
51,70%
48,30%
100%
0,01 taraf signifikansi (á) dengan arti H0 ditolak
dan H1 diterima. Dari hasil tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa terdapat hubungan statistik yang
signifikan antara locus of control dengan impulse
buying atau sebaliknya. Nilai r sebesar 0,481
menunjukkan terdapat hubungan yang posit if
pada taraf sedang atau cukup erat antara locus
of control dengan impulse buying pada konsumen
pengguna Kartu Carrefour BCA di Bandung.
Tabulasi Silang Demografi
Usia
Berdasarkan t abulasi silang didapat kan
gambaran bahwa justru proporsi konsumen yang
perilaku impulse buying tinggi paling banyak pada
individu yang berada pada kelompok usia di atas
42 tahun, dibanding dengan yang berusia di bawah
42 tahun.
Gambar 1
Gambaran tentang data “I mpulse Buying” (kiri)
dan “Locus of Control” (kanan)
Bila mengacu pada data tabulasi di atas,
maka gambaran tersebut mencerminkan adanya
k e ce n d e r u n g a n y a n g m en g a r a h ad a n y a
keterkaitan dari kedua variabel tersebut, sehingga
peneliti melakukan perhitungan statistik untuk
m en g e t a h u i se ca r a j e la s ap ak ah t er d a p a t
siginikansi kaitannya. Rumus Spearman digunakan
karena dat a yang diperoleh bersif at ordinal.
Ber dasark an p er hit u ng an st at ist ik ( t ab el V)
diperoleh nilai r = 0,481 dengan nilai p 0,00 <
Jenis Kelamin
Berdasarkan pada Tabel 3, tabulasi silang
didapatkan proporsi perilaku impulse buying yang
tinggi lebih banyak di kelompok w anita dibanding
pria, meski secara umum pada kelompok wanita
umumnya impulse buying yang rendah masih lebih
besar.
Status Pernikahan
Ber d asar k an Tab el 4 , t ab u lasi si lan g
d id ap at k an hasil p ad a k elo m p o k ko n su m en
menikah memiliki impulse buying tinggi yang lebih
besar dibanding pada kelompok konsumen yang
tidak menikah.
Tabel 2
Tabulasi Silang “I mpulse Buying” dan Usia
Usia
1. Dibawah 42 th
2. Diatas 42 th
Impulse Buying
Rendah
%
Tinggi
22
36,70%
12
9
15%
17
31
51,70%
29
‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010
%
20%
28,30%
48,30%
N
%
34
26
60
56,70%
43,30%
100%
129
LISA WIDAWATI Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control” pada Konsumen di Carrefour ...
Tabel 3
Tabulasi Silang “I mpulse Buying” dan Jenis Kelamin
Impulse Buying
Rendah
%
Tinggi
8
13,30%
10
23
38,30%
19
31
51,70%
29
Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Wanita
%
16,70%
31,70%
48,30%
N
%
18
42
60
40%
60%
100%
Tabel 4
Tabulasi Silang “I mpulse Buying” dan Status Pernikahan
Impulse Buying
Tinggi
Rendah
%
1. Menikah
16
26,70%
22
7
2. Tidak Menikah
15
25%
29
31
51,70%
Status Pernikahan
%
36,60%
11,70%
48,30%
N
%
38
22
60
63,30%
36,70%
100%
Tabel 5
Tabulasi Silang “I mpulse Buying” dan Penghasilan
Impulse Buying
Rendah
%
Tinggi
1. Dibawah 1 juta
0
0%
0
2. 1 – 3,5 juta
15
25%
9
3. 3,5 – 7 juta
11
18,30%
12
4. Diatas 7 juta
5
8,30%
8
31
51,70%
29
Penghasilan
Penghasilan
Berdasarkan tabulasi silang didapatkan hasil
bahwa pada konsumen dengan penghasilan 3,5 –
7 juta adalah kelompok yang memiliki proporsi
im pulse buying tinggi paling besar dibanding
k e lo m p o k k at ag o r i p en g h asila n y an g lai n .
Sedangkan jumlah proporsi impulse buying rendah
t er dapat pada kelo m p ok k o nsum en d en gan
penghasilan 1 – 3,5 juta.
Pembahasan
Konsumen pada umumnya membeli barang
di toko dikarenakan adanya suatu kebutuhan yang
harus dipu askan. Nam u n serin gkali perilaku
membeli yang ditampilkan belum tentu dilandasi
oleh adanya kebutuhan tersebut sehingga apa yang
diputuskan menjadi tidak efektif atau tidak tepat
sasaran. Pembelian yang tidak efektif, meski secara
personal memberi kesan memenuhi kebutuhan dan
kepuasan sesaat, namun efek jangka panjang
ad al ah p en in g k at an a n g g a r a n at au p u n
130
%
0%
15%
20%
13,30%
48,30%
N
%
0
24
23
13
60
0%
40%
38,30%
21,70%
100%
pemborosan biaya belanja. Bila dikaitkan dengan
variabel psikologis, m enurut Verplanken dan
Herabadi (2001) faktor personal merupakan salah
satu faktor yang menentukan munculnya perilaku
pembelian konsumen. Locus of Control sebagai
salah satu aspek kepribadian yang menjadi faktor
p e r so n al y an g b e r a r t i d a la m m e n e n t u k an
munculnya perilaku pembelian konsumen.
Lebih lanjut, mengacu pada konsep Locus
of Control yang dikemukakan oleh Rotter (1960,
1967) terdapat perbedaan-perbedaan antara Locus of Control eksternal dan internal. Konsumen
dengan kontrol tingkah laku eksternal lebih mudah
terstimulasi oleh faktor diluar dirinya, sehingga
peran keluarga, teman, saran ahli, iklan, tampilan
kemasan produk, sampel produk, dll. m enjadi
faktor yang penting dalam memunculkan tingkah
laku pembelian, dikarenakan individu dengan locus of control eksternal meyakini bahwa dirinya
dikendalikan oleh hal-hal diluar dirinya. Sedangkan
individu dengan kontrol tingkah laku internal lebih
selektif dalam menerima stimulasi dari luar dirinya
ISSN 0215-8175
M I M BAR , Vol. XXVII, No. 2 (Desember 2011): 125-132
(Lefcourt, 1982), sehingga usaha, ingatan, motif,
dll. menjadi faktor yang penting dalam tingkah laku
membelinya. Konsumen dengan locus of control
internal akan selektif terhadap stimulus, mampu
menunda kepuasan & tidak mudah terpengaruhi,
mampu menahan keinginan dan perasaan sesaat,
lebih mampu mengontrol keinginan atau impulsenya, serta lebih tahan pengaruh sosial (Petri, dalam
Lina 1997). Gambaran di atas menggambarkan
adanya keterkaitan dari kedua variabel tersebut
yang tercermin dari hasil uji signifikansi keterkaitan
antara keduanya dalam katagori yang cukup erat.
Bila m elih at dat a t abu lasi silang yang
t e r g am b ar, m ak a h a sil n y a seb ag ian b esar
m enggam barkan apa yang diuraikan di at as.
Sek a lip u n j u m lah sam p el p en eli t ian m asih
menunjukkan lebih banyak yang memiliki perilaku
impulse buying rendah dengan locus of control int ernal, nam un j u ga perlu m enj adi per hat ian
mengingat sekitar 33,3% sampel penelitian masih
tergolong pada konsumen yang memiliki perilaku
impluse buying tinggi dengan locus of control
eksternal.
Sit uasi t ersebut diperm udah pula oleh
adanya kemudahan sistem pembayaran yang ada
melalui fasilitas kartu belanja ataupun kartu kredit
yang disediakan oleh toko. Penggunaan kartu
tersebut oleh konsumen dengan Locus of Control
ek st er n al ak an m em p er b esar k em u n gk in an
p e m b eli an se car a im p u lsif d a la m p er i la k u
berbelanja, dan apabila impulse buying tersebut
diabaikan secara berkelanjutan dapat saja perilaku
tersebut mengarah pada munculnya patologis, hal
ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
O’Guinn dan Faber (1989).
Merujuk pada data tabulasi silang yang
mengacu pada data demografi, data yang tersedia
antara lain: usia, jenis kelamin, status pernikahan,
tingkat pendidikan dan penghasilan. Sebaran data
demografi m enjadi menarik untuk dipaparkan,
sejalan dengan konsep teori yang menjelaskan
mengenai faktor-faktor demografi sebagai salah
sa t u f ak t o r k a r a k t er ist i k k o n su m en y an g
memengaruhi munculnya perilaku I mpulse Buying
(Loudon & Bitta, 1993)
Berdasarkan data hasil tabulasi silang antara
usia dengan impulse buying, didapatkan sebaran
bahw a justru sampel dengan usia di atas 42 tahun,
lebih banyak yang menunjukkan perilaku I mpluse
Buying yang tinggi dibanding sampel yang berusia
di bawah 42 tahun. Kondisi ini menjadi menarik,
mengingat bila merujuk pada tahap perkembangan
manusia, pada masa usia di atas 42 tahun, adalah
masa dew asa madya, pada masa ini, manusia
memiliki kebutuhan untuk menampilkan eksistensi
diri melalui kemapanan dari sisi st atus sosial.
Dengan status sosial dan ekonomi yang mapan,
memberi peluang bagi konsumen untuk dengan
m u d a h m e n e n t u k an p er il ak u p e m b el ia n .
‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010
Kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan sisi
pengakuan atau penghargaan sosial menjadi hal
yang signifikan penting untuk dipenuhi, dan hal
t ersebu t m em beri peluang unt uk m elakukan
pem belian-pembelian secara spont an. Hal ini
se j a la n d e n g an d a t a d em o g r af i m e n g en ai
penghasilan yang menyatakan bahwa konsumen
dengan penghasilan yang besar, lebih banyak yang
menunjukkan perilaku impulse buying yang tinggi.
Sedangkan dari data jenis kelamin diperoleh
gambaran, bahwa sejalan dengan sifat wanita yang
menyenangi belanja, maka dibanding sampel lakila k i , k o n su m en w an it a t e t a p m e m i li k i
kecenderungan impulse buying tinggi yang lebih
banyak dibanding konsumen laki-laki. Sisi emosi
yang cenderung mendominasi perasaan dan pikiran
wanita menjadi sumber mengapa mereka menjadi
mudah tergugah oleh stimulasi dari lingkungan
yang ditaw arkan, sekalipun mereka menyadari
bahw a bar ang - baran g t ersebut belum t en t u
dibutuhkan. Aspek lain terkait dengan kebutuhan
yang tinggi dan bervariasi yang menjadi sumber
munculnya I mpulse Buying tinggi adalah status
pernikahan. Hasil penelit ian m enggam barkan
bahwa umumnya konsumen yang berstatus telah
menikah memiliki kecenderungan berperilaku I mpulse Buying tinggi dibanding konsumen yang
belum menikah. Hal tersebut dapat dipahami,
mengingat dengan status menikah, jumlah anggota
keluarga bertambah sehingga jenis kebutuhan
barangpun akan makin beragam. Kebutuhan yang
bertambah, diperkuat dengan kemudahan sistem
pembayaran melalui penggunaan kartu belanja
ataupun kartu kredit mendorong konsumen secara
kuat dan intensif tergugah pikiran dan perasaannya
untuk membuat keputusan-keputusan pembelian
tanpa perencanaan yang matang dan rasional.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
sim p u lan , b ah w a secar a u m u m , ko n su m en
pengguna kartu belanja ataupun kartu kredit di
Carrefour masih menunjukkan perilaku I mpulse
Buying yang rendah dengan disertai Locus Of
Control I nternal, meski demikian m asih besar
pula proporsi konsumen yang memiliki I mpulse
Buying tinggi dengan disertai Locus Of Control
Eksternal. Selain it u kedua variabel t ersebut
memiliki keterkaitan yang cukup erat. Sedangkan
berdasarkan data demografi, dapat disimpulkan
bahw a konsumen dengan segmen impulse buying tinggi paling banyak memiliki karakteristik:
berusia di atas 42 tahun, berjenis kelamin w anita,
telah m enikah, dengan st at us sosial ekonomi
tinggi.
Berdasarkan hasil penelit ian yang t elah
dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah
Pen ceg ah an per ilak u im p u lse bu y ing d ap at
131
LISA WIDAWATI Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control” pada Konsumen di Carrefour ...
dilakukan sejak dini, dimulai dari sosialisasi secara
intensif mengenai dampak negatifnya.
Pada konsumen dengan I mpulse Buying
tinggi dan Locus of control eksternal dapat diberikan
saran agar selalu m embuat/ merancang daft ar
b elan j a t er lebih dah u lu d en g an m elib at k an
lingkungan terdekat sebagai pengendali.
Daftar Pustaka
Beatty. S.E.: Ferrell, M.E. (1998). “I mpulse Buying: Modelling I ts Precursors.” Journal of Retailing.
Busseri, M.A.; Lefcourt, H.M.; Kerton, R.R. (1998).
“Locus of Control for Consumer Outcomes:
Predicting Consumer Behavior.” Journal of
Applied Social Psychology.
Dittmar, H.; Drury, J. (2000). “Self-I mage – I s it in
the Bag? A Qualitative Comparison between
“Ordinary” amd “Excessive” Consumers.” Journal of Economic Psychology.
Engel, J.; Blackw ell, R. (1995). “ Consumer Behavior”. Chicago, I L; Dryden Press.
Herabadi, A.G. (2003). “ Buying I mpulses – A
Study on I mpulsive Consumption”. Doctoral
Thesis; University of Nijmegen.
Lefcourt, H. (1982). “Locus of Control: Current
132
Trends in Theory and Reserach”, 2nd ed.;
Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Lina, H. (1997). “Perilaku Konsumtif Berdasarkan
Locus of Control pada Remaja Putri”, Jurnal
Psikologika. Yogyakarta: Universit as Gajah
Mada.
Loudon, D.L.; Bitta, A.J. (1993). “Consumer Behavior Concept and Application”. 4th ed.;
Singapore: McGraw Hill.
O’Guinn; Thomas C.; Ronald J. Faber. (1989).
“Compulsive Buying: A Phenomenological Exploration.” Journal of Consumer Research.
Phares, E. Jerry. (1976). “Locus of Control in Personality.” N.J: General Learning Press.
Rook, D. W. (1987). The Buying I mpulse. Journal
of Consumer Research.
Rotter, J.B. (1960). Social Learning and Clinical
Psychology . New York: Prentice–Hall.
Sieg el, S. ( 1994 ) .“ St at ist ik Non - Param et r ik”.
Cetakan ke-7; Jakarta: Gramedia.
Sugiyono. (2004). “ Statistika untuk Penelitian”.
Cetakan ke-6; Bandung: Alfabeta.
Verplanken, B.; Herabadi, A.G. (2001). “I ndividual
Differences in I mpulse Buying Tendency: Feeling and no Thinking.” European Journal of Personality; John Wiley & Sons, Ltd.
ISSN 0215-8175
Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control”
pada Konsumen di Carrefour Bandung
LI SA WI DAWATI
Fakult as Psik ologi, Universit as I slam Bandung, Jl. Tam ansari No.1 Bandung
em ail : l_wid o@y ahoo. co.id
Abst ra ct . I n m odern econom y, credit card syst em subst it ut ed cash- paym ent syst em
as w ell. Such sit uat ion affect s people in m any w ay s. A w eak self- cont r ol in using
credit card has result ed on im m at ure and unplanned buying. Such was t he case of 60
Car refour consum er s in Bandung w hich w er e car efully chosen as r esear ch r espondent s. Em ploying I m pulse Buy ing concept of Rook & Verplanken, com bined wit h Locus of Cont rol concept as proposed by Root er, t his descr ipt iv e r esear ch result ed in
som e conclusions. One of t he m ain conclusion t o be found here is t he fact t hat lot s of
consum er t end t o hav e low I m pulse Buy ing w it h I nt er nal Locus of Cont r ol. Meanwhile, t here were also a group of consum ers who showed High I m pulse wit h Ext ernal
Locus of Cont rol.
Keywords:
I m pulse Buying, Locus of Cont rol, Consum er Behavior, Credit Card
Abst ra k . Dalam ekonom i m odern, sist em pem bayaran kart u kredit t elah m enggant ikan
sist em pem bayaran t unai. Sit uasi sem acam ini m em beri dam pak di kalangan konsum en
t erhadap proses pem belian yang t idak m at ang dan t idak t erencana, akibat kurangnya
kendali diri. Kaj ian deskript if t erhadap 60 sam pel yang diam bil secara aksident al pada
k on sum en sw alay an Car r efour di Bandung, m engg unak an k onsep I m p ulse Buy ing
dar i Rook & Ver plank en yang dik om binasik an dengan Locus of Cont r ol dar i Root er
m enghasilk an sej um lah kesim pulan. Per t am a, sebagian besar sam pel m enunj uk kan
per il ak u I m pul se Bu y in g r en dah d eng an Locus of Cont r ol in t er nal. Kedua, m esk i
dem ik ian, m asih dit em uk an pula k onsum en dengan per ilaku I m pulse Buy ing t inggi
dengan Locus of Cont rol ekst ernal.
Kat a Kunci:
I m pulse Buying, Locus of Cont rol,
Pendahuluan
Be r b ag ai u sah a d i la k u k an o le h p a r a
produsen untuk menj ual sebanyak- banyaknya
barang kepada konsumen dengan menggunakan
b e r b ag ai car a p e m a sa r a n d e n g an t u j u a n
mendapatkan profit yang tinggi. Konsumen saat
ini banyak dijejali oleh berbagai stimulasi informasi
yang intensif terkait dengan produk-produk yang
disajikan. I nformasi tersebut dapat berupa iklan,
tulisan, ataupun gambar yang memiliki pesan sarat
akan berbagai kegunaan dan keuntungan dari
setiap produk barang yang dijual disertai cara
k em u d ahan dalam h al p em b elian n ya. Pad a
umumnya berbagai informasi yang ditampilkan
cenderung tanpa diimbangi dengan sisi kelemahan
dari produk yang dijual.
Cara pembelian yang berkembang saat ini
bukan hanya dapat dilakukan secara langsung
tunai, namun juga dapat dilakukan melalui cicilan
ataupun kartu kredit yang disediakan oleh pihak
‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010
Perilaku Konsum en, Kart u Kredit
penj ual, melalui kerjasam a dengan lembagalembaga keuangan atau perbankan. Di satu sisi
ca r a i n i m em u d ah k a n k o n su m en u n t u k
mempercepat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
yang dirasakan oleh kon sum en t anpa h arus
dipusingkan dengan ket ersediaan dana tunai,
nam u n di sisi lain j ust r u d ap at m enj ad ik an
bumerang bagi konsumen karena menjadikan
muncul keputusan pembelian kurang terkendali dan
terencana.
Pada dasarnya proses pembelian dapat
t er j adi k arena adany a kebu t uhan konsu m en
terhadap suatu produk atau barang yang diikuti
d eng an k et er sediaan an g gar an d ana u nt u k
membelinya. Pada masa kini, konteks ketersediaan
anggaran dana bukan hanya dalam bentuk tunai,
namun juga dapat berbentuk layanan fasilitas kartu
kredit atau kartu belanja. Dengan situasi demikian
maka para konsumen tidak harus terlebih dahulu
m em iliki uang t unai u nt uk dapat m elakukan
transaksi.
125
LISA WIDAWATI Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control” pada Konsumen di Carrefour ...
Kondisi t ersebut juga t erj adi pada para
konsumen di Carrefour. Dalam salah satu fokusnya
untuk memuaskan konsumen, Carrefour sebagai
salah satu hypermarket terbesar dan terlengkap
di I ndonesia telah menerbitkan kartu belanja yang
berfungsi memberikan kemudahan baik dalam hal
p em belian at au pu n sist em pem b ayarann ya.
Dengan adanya kemudahan tersebut, konsumen
y an g m en g g u n ak an f asilit as in i m en in g k at
jumlahnya.
Di sisi lain, peningkatan penggunaan kartu
belanja ternyata tidak serta merta diikuti dengan
kelancaran pem bayaran yang dilakukan oleh
konsum en sesuai dengan kew ajibannya. Saat
ditelaah lebih lanjut, membengkaknya besaran
tagihan yang muncul lebih disebabkan karena
ad an y a p r o se s p e m b el ia n y a n g d il ak u k an
konsumen t anpa t erkendali. Beberapa produk
banyak yang dibeli secara tidak terencana, bersifat
insidental dan sesaat karena adanya pengaruh
stimulasi kuat yang disodorkan oleh Carrefour, yang
bersumber dari beberapa hal, diantaranya adanya
diskon yang diberikan, serta kemudahan sistem
pembayarannya. Berdasarkan waw ancara pada
konsumen, diperoleh gambaran bahw a mereka
merasa sulit untuk mengabaikan suatu produk yang
telah dilihat atau disentuhnya, perilaku tersebut
muncul terutama setelah memahami bahwa ada
kemungkinan kemudahan yang dapat dilakukan
dengan sist em p em b ayaran nya t an pa har us
dikaitkan dengan ketersediaan anggaran secara
t unai. Saat it upun pada um umnya konsumen
kurang dapat menjelaskan alasan rasional ataupun
f ungsional yang m endasari terjadinya proses
pembelian tersebut sehingga yang dilakukan lebih
sebatas pembelian yang bersifat spontan. Jika
dit elusuri lebih m endalam , perilaku m em beli
spontan tersebut pada umumnya lebih dilandasi
oleh persoalan-persoalan perasaan ataupun emosi
yang mudah tergugah sebagai akibat pengaruh
stimulasi kuat dari faktor eksternal, tanpa mampu
membendungnya.
Kondisi ini menjadi menarik untuk dikaji
secara mendalam, karena ketika konsumen berada
dalam situasi yang rasional, mereka sebenarnya
menyadari bahwa proses pembelian yang tidak
terencana tersebut di sisi lain merugikan karena
dalam kenyataannya barang yang telah mereka beli
sebenarnya bukan menjadi prioritas kebutuhan
utama sehingga barang tersebut menjadi mubazir
karena tidak terpakai. Di satu sisi mereka sebenarnya
sadar bahwa membeli tanpa pertimbangan hanya
akan membuang anggaran belanja untuk produk yang
tidak penting, namun dalam kenyataannya, sekalipun
menyadari kelemahan tersebut, mereka kerap kali
terjebak kembali pada situasi-situasi tersebut dan
berulang melakukan proses pembelian barang yang
bersifat impulsif tanpa pertimbangan kendali rasional
yang matang.
126
Da r i i n d ik asi y a n g d id ap at k a n p a d a
fenomena tersebut, maka karakteristik perilaku
m em b eli y an g d id o m in asi o leh em o si at au
pembelian secara impulsif itu dikenal dengan impulse buying. Menurut Dittmar dan Drury (2000)
impulse buying dapat menjadi berlebihan, bahkan
menurut O’Guinn dan Faber (1989) impulse buying tersebut dapat pula mengarah pada indikasi
patologis. Perilaku pembelian ini prinsip kerjanya
di luar dari model um um keput usan mem beli
se ca r a b er t a h a p , k ar en a k o n su m en t id ak
mengetahui alasan yang mendasarinya. I mpulse
buying didef inisikan sebagai “ suat u per ilaku
pembelian yang tidak terencana dan spontan, yang
dilakukan langsung ditempat, diikuti oleh keinginan
kuat dan perasaan nikmat dan senang” (Rook,
1987).
Lebih lanj ut Verplank en dan Herabadi
(2001), menjelaskan impulse buying terdiri dari 2
(dua) elemen, yaitu: elemen kognisi, dalam hal
kurangnya perencanaan dan pertimbangan serta
elemen emosi dalam hal adanya perasaan nikmat
dan senang.
Meski demikian, dari data di lapangan pada
beberapa konsumen, stimulasi kuat dari faktorfaktor eksternal yang ada belum tentu secara kuat
menggugah perasaan dan emosinya untuk dengan
m u dah m em b ang kit kan keing inann ya dalam
membeli barang atau produk yang disodorkan.
Beberapa dari mereka menyatakan bahwa mereka
m a m p u k o n sist e n u n t u k t e t a p m e la k u k a n
pembelian barang sesuai dengan rencana semula
se j a la n d e n g an k eb u t u h an y an g t e la h
dirancangnya. Sekalipun ada stimulasi kuat dari
lingkungan, mereka tetap mampu mengendalikan
diri tidak membuat tindakan pembelian.
De n g an
m el ih at
p er t i m b an g a n pertimbangan yang mendasari munculnya perilaku
membeli spontan ataupun yang terkendali tersebut,
maka hal itu tidak terlepas dari konsep ataupun
variabel-variabel psikologis yang mew arnainya.
Konsep yang paling mendekati persoalan tersebut
dapat diindikasikan sebagai konsep locus of control. Locus of control (Rotter, 1960) yang disebut
dengan istilah kendali atau kontrol berhubungan
dengan pendekatan kognitif yang digunakan. Rotter
mem andang locus of control sebagai variabel
sentral dalam struktur kepribadian yang implisit
dalam proses belaj ar, dan akan mem engaruhi
tingkah laku aktual, mewarnai sikap dan kehidupan
perasaan, pusat hirarki dalam pola pikir, serta
mendasari tingkah laku penyesuaian diri maupun
antisipasi, termasuk dalam konteks ini tingkah laku
atau perilaku keputusan membeli.
Lo cu s o f co n t r o l m e r u p a k a n asp e k
kepribadian yang kontinuum (Lefcourt, 1982),
sehingga setiap individu memiliki locus of control
internal ataupun eksternal, akan tetapi dari kedua
locus of control ini akan muncul salah satu locus
ISSN 0215-8175
M I M BAR , Vol. XXVII, No. 2 (Desember 2011): 125-132
of control yang paling kuat sehingga tatkala ia
m e n a m p il k a n su at u t i n g k a h la k u d al am
lingkungannya menggunakan salah satu aspek
kepribadiannya baik itu locus of control internal
maupun locus of control eksternal. I ndividu dengan
locus of control eksternal lebih mudah terstimulasi
oleh stim ulus yang berasal dari luar dirinya,
sehingga pengaruh orang lain, iklan, atau dari
produk itu sendiri memiliki peran dalam tingkah
laku membelinya.
Sedangkan individu dengan
locus of control internal lebih selektif terhadap
stimulus eksternal.
Dengan melihat fenomena serta paparan di
atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih
mendalam bagaimana gambaran perilaku I mpulse
Buying pada Konsumen Pengguna Kartu Belanja
Carrefour di Bandung, serta bagaimana pula
Locus of Controlnya. Tujuan tulisan ini untuk
mengetahui bagaimana gambaran ataupun profil
mengenai I mpulse buying dan locus of control yang
umumnya dimiliki para konsumen pengguna kartu
belanja di Carrefour Bandung, serta mengkaji
apakah keduanya memiliki keterkaitan atau tidak.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif analitik, dengan subjek penelitian
konsumen pengguna kartu belanja sebanyak 60
orang yang ditentukan secara accidental karena
jumlah populasi yang tidak terbatas (Sugiyono,
2004). Alat ukur yang digunakan untuk variabel
I mpulse Buying, dimodifikasi melalui pengukuran
elemen-elemen kognisi dan emosi dari Verplanken
dan Herabadi (2001) sedangkan untuk variabel
locus of control adalah dari Rotter I -E Scale dari
Julian Rotter (1960).
“I mpulse Buying” dan “Locus of Control”
Bila mengacu pada istilah I mpulse Buying
maka istilah tersebut dapat diartikan sebagai suatu
perilaku pembelian yang tidak terencana dan
spontan, yang dilakukan langsung ditempat, diikuti
oleh keinginan kuat dan perasaan nikmat dan
senang (Rook, 1987). Dalam pandangan Engel &
Blackw ell, (1995), perilaku tersebut dinyatakan
sebagai suatu perilaku pembelian yang muncul
tanpa dilandasi oleh adanya kebutuhan sert a
rencana pembelian yang terarah. Artinya, perilaku
tersebut dapat muncul secara spontan, belum tentu
dilandasi oleh adanya kebutuhan, serta proses
t erj adinya t idak diikut i oleh t ahapan-t ahapan
seperti halnya proses pembelian model umum
yang ada. Meski dilakukan secara spontan, Rook
( 1 9 8 7 ) m en j ela sk an b ah w a ad a p er a saan perasaan yang menyertainya setelah perilaku
tersebut dilakukan, yakni senang dan nikmat diikuti
puas yang sifatnya sesaat.
Lebih lanj ut Rook m enj elaskan adanya
karakteristik dari I mpulse Buying, adalah (a)
Spontanitas; (b) Merupakan kekuatan, dorongan/
‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010
tekanan, dan timbul perasaan yang hebat; (c)
Munculnya perasaan senang dan terangsang; (d)
Adanya pengabaian terhadap konsekuensi yang
akan diterima.
Dengan pemahaman akan karakteristik dari
perilaku tersebut, maka apa yang ditampilkan oleh
konsumen saat m elakukan proses pembelian
tersebut pada akhirnya lebih banyak diw arnai oleh
bekerjanya variabel-variabel emosi atau perasaan
yang muncul secara tiba-tiba dalam dirinya dan
dilandasi oleh kekuatan dorongan yang muncul.
Situasi tersebut oleh Rook (1987) digambarkan
sebagai berikut “I mpulse buying occurs when a
consumer experiences a sudden, often powerful
and presistent urge to buy something immediately”.
Dalam konteks yang lebih spesifik, I mpulse buying dapat diidentifikasikan sebagai tipe perilaku
psikologis khusus yang berbeda secara signifikan
dari bentuk keputusan membeli konsumen yang
bersifat umum atau “normal.”
Verplanken dan Herabadi (2001) mencoba
untuk memetakan perilaku tersebut sebagai suatu
konsep perilaku yang dapat dikenali melalui 2 (dua)
elemen, yakni kognisi dan emosi.
Elemen Kognisi
Pada model umum, Engel & Blackwell (1993)
menyatakan konsumen dianggap sebagai pemikir
logis dan rasional disertai evaluasi kognitif saat
memutuskan tingkah laku pembelian. Namun tidak
demikian pada perilaku impulse buying, konsumen
justru tidak m enggunakan elem en kognitifnya
secara tajam untuk mengkalkulasikan untung rugi
yang akan diperoleh dari tindakan pembelian yang
dilakukan. Demikian pula dasar pertim bangan
rasional baik dalam hal sisi psikologis maupun
ekonomis, tidak menyertainya, sehingga beberapa
ahli bahkan menyatakannya sebagai perilaku yang
bersifat “ mindless”. Artinya, perilaku tersebut
dilakukan tanpa dilandasi oleh kontrol kesadaran
berpikir rasional yang kuat.
Dalam beberapa literatur ditemukan bahwa
tipe pembelian ini melibatkan: (a) Perasaan gembira
atau senang; (b) Keinginan tidak terduga dan
spontan untuk membeli secepatnya sesuatu yang
terlihat oleh mata; (c) Tekanan motivasi intens yang
cukup kuat dengan mengesampingkan sem ua
pertim bangan; (d) Mengabaikan kemungkinan
konsekuensi yang membahayakan sehingga dapat
mengarah kepada penyesalan.
Elemen Emosi
Hal yang menonjol dari sisi elemen emosi
dari perilaku impulse buying menurut Rook (1987)
adalah ketika konsumen tiba-tiba mengalami efek
positif ketika berhadapan dengan suatu produk,
yang menghasilkan munculnya keinginan seketika
untuk memilih produk akibat dari reaksi afektif
127
LISA WIDAWATI Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control” pada Konsumen di Carrefour ...
tersebut. Perasaan emosi yang kuat dan bergairah
mendominasi individu untuk melakukan pembelian
dengan pertimbangan sadar yang minimal. Selain
it u j u g a k ar en a ad an y a u n su r em o si y an g
menggerakkan individu sehingga tindakan yang
dilakukannya jauh di luar perencanaan. Dengan
dominasi elemen emosi yang tinggi maka profil
impulse buying dapat dinyatakan ke dalam empat
kualitas perilaku yang bersifat otomatisasi, yakni
intensionalitas rendah, kontrol rendah, pengerahan
sumber daya dan impulsivitas tinggi.
Proses otomatisasi perilaku impulse buying
yang terjadi disebabkan adanya stimulasi kuat dari
lingkungan yang muncul sedemikian rupa tanpa
dilandasi oleh pertimbangan kebutuhan secara
rasional. Akibat lebih lanjut dari tindakan-tindakan
em o sio n al in i ad al ah m u n cu ln y a p e r asa an
penyesalan (regret) yang merujuk pada perasaan
rugi atau sedih atas t indakan pembelian yang
belum tentu benar dan tepat . Meski demikian
Dittmar dan Drury (2000), menjelaskan bahw a
konteks penyesalan ini sifatnya sangat individual,
dalam arti dapat menyesal pada satu aspek, namun
belum tentu pada aspek yang lain.
Bila m engacu pada f akt or- f akt or yang
dapat memengaruhi munculnya impulse buying
maka Loudon & Bitta (1993), menemukan halhal di baw ah ini dapat dipandang sebagai faktorfaktor tersebut, yakni (1) Karakteristik produk;
(2) Faktor marketing (3) Karakteristik konsumen,
( ant ar a l ain :
Ke p r i b a d i a n k o n su m e n ,
Demografis; karakteristik demografis terdiri dari
j e n i s k e l a m i n , u si a , st a t u s p e r k a w i n a n ,
p e n g h a si l a n , p e k e r j a a n , d a n p e n d i d i k a n ,
Karakterist ik sosio-ekonomi yang dihubungkan
dengan t ingkat impulse buying).
Lebih lanjut , meruj uk pada faktor yang
memengaruhi munculnya I mpulse Buying, salah
sat uny a adalah b ersum ber dari karakt erist ik
konsumen, dalam hal ini aspek kepribadian, maka
konsep Locus of Control merupakan konsep atau
variabel psikologis yang paling mendekati untuk
dipetakan sebagai salah satu faktor yang secara
kuat memberi w arna. Menurut Rotter, perilaku
dibentuk melalui variabel eksternal (reinforcement)
maupun variabel internal (proses kognitif ).
Rotter menjelaskan bahw a pada dasarnya
teori Locus of Control membahas lokasi kendali
dalam kepribadian seseorang dalam hubungannya
dengan lingkungan dan lebih banyak menjelaskan
mengenai bagaimana tingkah laku dikendalikan dan
diarahkan melalui fungsi kognitif. Hal tersebut
m enurut
Ph ar es
( 1976)
t idak
lu p u t
p em b en t u k a n n y a seb ag ai h asil k o n sist en si
mendidik orang tua melalui proses internalisasi
standart nilai yang akan mengarahkan terbentuknya
locus of control internal atau eksternal. Standar
n il ai t e r seb u t sel an j u t n y a a k an m en d asar i
penyesuaian diri dan pemantapan tingkah laku
128
t e r a m p il d al am r an g k a ek sp lo r a si d an
manipulasinya di lingkungannya. Selanj ut nya,
Lefcourt (1982) dan Petri (dalam Lina, 1997),
menjelaskan karakteristik individu dengan locus of
control eksternal, yaitu: (a) Memiliki sifat patuh;
(b) Lebih nyaman terhadap otoritas atau pengaruhpengaruh yang ada; (c) Lebih mudah dipengaruhi
dan tergantung pada petunjuk orang lain.
Sedangkan karakteristik individu dengan
locus of control internal, yaitu (a) Lebih mandiri,
ulet , mempunyai daya tahan yang kuat, lebih
tahan dalam menghadapi pengaruh sosial; (b)
Lebih mampu menunda pemuasan, t idak mudah
t erpengaruhi, dan lebih m am pu m enghadapi
kegagalan; (c) Lebih aktif dan ulet dalam mencari
dan menggunakan informasi yang relevan untuk
menguasai keadaan.
Bila dikaitkan dengan munculnya perilaku
impulse buying yang tinggi, maka mereka yang
memiliki kecenderungan untuk secara spontan,
emosional dan melakukan keputusan pembelian
y ang t in g g i t anp a per en can aan m er u p ak an
pencerminan dari ciri atau karakter orang-orang
y a n g m em il ik i l o cu s o f co n t r o l e k st e r n al .
Sebaliknya, pada orang-orang yang perilaku impulse buyingnya rendah, hal tersebut terjadi karena
ia mampu mengatur dan mengendalikan dirinya
terhadap pengaruh lingkungan. Nilai-nilai diri yang
m e n e t a p m a m p u m e n g ar ah k a n r a si o n y a
sedem ikian rupa unt uk dapat secara selekt if
memilih stimulasi mana yang sejalan dan sesuai
dengan keinginannya. Berdasarkan pendapat
Verplanken dan Herabadi (2001) faktor personal
m e n j ad i sa la h sa t u p en en t u an p er il ak u
pembeliannya, dimana locus of control sebagai
variabel kepribadian berkaitan dengan faktor internal konsumen.
Konsum en dengan kont rol tingkah laku
eksternal lebih mudah terstimulasi oleh faktor diluar
dirinya, sehingga peran keluarga, teman, saran
ahli, iklan, tampilan kemasan produk, sampel
produk, dll. menj adi det erm inan t ingkah laku
pembeliannya. Sebaliknya individu dengan kontrol
tingkah laku internal lebih selektif dalam menerima
st im ulasi dari luar dir iny a ( Lef cour t , 1982 ) ,
sehingga usaha, ingatan, motif, dll. lebih menjadi
determinan tingkah laku membelinya.
Pengukuran Variabel “I mpulse Buying”
dan “Locus Of Control” serta Tabulasi
Silang
Berdasarkan dat a yang diperoleh, dari
sej u m lah sam pel penelit ian, pada um u m nya
konsumen masih memiliki perilaku I mpulse Buyin g yang r end ah , d en gan Locus Of Co nt ro l
cenderung int ernal. Dari dat a t abulasi silang
tergambar hampir sebagian besar konsumen yang
berperilaku I mpulse Buying rendah pada umumnya
ISSN 0215-8175
M I M BAR , Vol. XXVII, No. 2 (Desember 2011): 125-132
Tabel 1
Tabulasi Silang Data Perilaku “I mpulse Buying” dan “Locus of Cont rol”
Locus of
Control
Impulse Buying
Rendah
%
1. Internal
22
36,70%
2. Eksternal
9
15%
31
51,70%
memiliki Locus of Control internal sedangkan
kelompok konsumen yang berperilaku I mpulse
Buying tinggi, pada umumnya memiliki Locus Of
Control eksternal. Namun demikian, diperoleh pula
g am b ar an , t i d ak o t o m at is k o n su m en y an g
berperilaku I mpulse Buying rendah, memiliki Locus Of Control internal, demikian pula sebaliknya.
Tinggi
9
20
29
%
15%
33,30%
48,30%
N
%
31
29
60
51,70%
48,30%
100%
0,01 taraf signifikansi (á) dengan arti H0 ditolak
dan H1 diterima. Dari hasil tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa terdapat hubungan statistik yang
signifikan antara locus of control dengan impulse
buying atau sebaliknya. Nilai r sebesar 0,481
menunjukkan terdapat hubungan yang posit if
pada taraf sedang atau cukup erat antara locus
of control dengan impulse buying pada konsumen
pengguna Kartu Carrefour BCA di Bandung.
Tabulasi Silang Demografi
Usia
Berdasarkan t abulasi silang didapat kan
gambaran bahwa justru proporsi konsumen yang
perilaku impulse buying tinggi paling banyak pada
individu yang berada pada kelompok usia di atas
42 tahun, dibanding dengan yang berusia di bawah
42 tahun.
Gambar 1
Gambaran tentang data “I mpulse Buying” (kiri)
dan “Locus of Control” (kanan)
Bila mengacu pada data tabulasi di atas,
maka gambaran tersebut mencerminkan adanya
k e ce n d e r u n g a n y a n g m en g a r a h ad a n y a
keterkaitan dari kedua variabel tersebut, sehingga
peneliti melakukan perhitungan statistik untuk
m en g e t a h u i se ca r a j e la s ap ak ah t er d a p a t
siginikansi kaitannya. Rumus Spearman digunakan
karena dat a yang diperoleh bersif at ordinal.
Ber dasark an p er hit u ng an st at ist ik ( t ab el V)
diperoleh nilai r = 0,481 dengan nilai p 0,00 <
Jenis Kelamin
Berdasarkan pada Tabel 3, tabulasi silang
didapatkan proporsi perilaku impulse buying yang
tinggi lebih banyak di kelompok w anita dibanding
pria, meski secara umum pada kelompok wanita
umumnya impulse buying yang rendah masih lebih
besar.
Status Pernikahan
Ber d asar k an Tab el 4 , t ab u lasi si lan g
d id ap at k an hasil p ad a k elo m p o k ko n su m en
menikah memiliki impulse buying tinggi yang lebih
besar dibanding pada kelompok konsumen yang
tidak menikah.
Tabel 2
Tabulasi Silang “I mpulse Buying” dan Usia
Usia
1. Dibawah 42 th
2. Diatas 42 th
Impulse Buying
Rendah
%
Tinggi
22
36,70%
12
9
15%
17
31
51,70%
29
‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010
%
20%
28,30%
48,30%
N
%
34
26
60
56,70%
43,30%
100%
129
LISA WIDAWATI Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control” pada Konsumen di Carrefour ...
Tabel 3
Tabulasi Silang “I mpulse Buying” dan Jenis Kelamin
Impulse Buying
Rendah
%
Tinggi
8
13,30%
10
23
38,30%
19
31
51,70%
29
Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Wanita
%
16,70%
31,70%
48,30%
N
%
18
42
60
40%
60%
100%
Tabel 4
Tabulasi Silang “I mpulse Buying” dan Status Pernikahan
Impulse Buying
Tinggi
Rendah
%
1. Menikah
16
26,70%
22
7
2. Tidak Menikah
15
25%
29
31
51,70%
Status Pernikahan
%
36,60%
11,70%
48,30%
N
%
38
22
60
63,30%
36,70%
100%
Tabel 5
Tabulasi Silang “I mpulse Buying” dan Penghasilan
Impulse Buying
Rendah
%
Tinggi
1. Dibawah 1 juta
0
0%
0
2. 1 – 3,5 juta
15
25%
9
3. 3,5 – 7 juta
11
18,30%
12
4. Diatas 7 juta
5
8,30%
8
31
51,70%
29
Penghasilan
Penghasilan
Berdasarkan tabulasi silang didapatkan hasil
bahwa pada konsumen dengan penghasilan 3,5 –
7 juta adalah kelompok yang memiliki proporsi
im pulse buying tinggi paling besar dibanding
k e lo m p o k k at ag o r i p en g h asila n y an g lai n .
Sedangkan jumlah proporsi impulse buying rendah
t er dapat pada kelo m p ok k o nsum en d en gan
penghasilan 1 – 3,5 juta.
Pembahasan
Konsumen pada umumnya membeli barang
di toko dikarenakan adanya suatu kebutuhan yang
harus dipu askan. Nam u n serin gkali perilaku
membeli yang ditampilkan belum tentu dilandasi
oleh adanya kebutuhan tersebut sehingga apa yang
diputuskan menjadi tidak efektif atau tidak tepat
sasaran. Pembelian yang tidak efektif, meski secara
personal memberi kesan memenuhi kebutuhan dan
kepuasan sesaat, namun efek jangka panjang
ad al ah p en in g k at an a n g g a r a n at au p u n
130
%
0%
15%
20%
13,30%
48,30%
N
%
0
24
23
13
60
0%
40%
38,30%
21,70%
100%
pemborosan biaya belanja. Bila dikaitkan dengan
variabel psikologis, m enurut Verplanken dan
Herabadi (2001) faktor personal merupakan salah
satu faktor yang menentukan munculnya perilaku
pembelian konsumen. Locus of Control sebagai
salah satu aspek kepribadian yang menjadi faktor
p e r so n al y an g b e r a r t i d a la m m e n e n t u k an
munculnya perilaku pembelian konsumen.
Lebih lanjut, mengacu pada konsep Locus
of Control yang dikemukakan oleh Rotter (1960,
1967) terdapat perbedaan-perbedaan antara Locus of Control eksternal dan internal. Konsumen
dengan kontrol tingkah laku eksternal lebih mudah
terstimulasi oleh faktor diluar dirinya, sehingga
peran keluarga, teman, saran ahli, iklan, tampilan
kemasan produk, sampel produk, dll. m enjadi
faktor yang penting dalam memunculkan tingkah
laku pembelian, dikarenakan individu dengan locus of control eksternal meyakini bahwa dirinya
dikendalikan oleh hal-hal diluar dirinya. Sedangkan
individu dengan kontrol tingkah laku internal lebih
selektif dalam menerima stimulasi dari luar dirinya
ISSN 0215-8175
M I M BAR , Vol. XXVII, No. 2 (Desember 2011): 125-132
(Lefcourt, 1982), sehingga usaha, ingatan, motif,
dll. menjadi faktor yang penting dalam tingkah laku
membelinya. Konsumen dengan locus of control
internal akan selektif terhadap stimulus, mampu
menunda kepuasan & tidak mudah terpengaruhi,
mampu menahan keinginan dan perasaan sesaat,
lebih mampu mengontrol keinginan atau impulsenya, serta lebih tahan pengaruh sosial (Petri, dalam
Lina 1997). Gambaran di atas menggambarkan
adanya keterkaitan dari kedua variabel tersebut
yang tercermin dari hasil uji signifikansi keterkaitan
antara keduanya dalam katagori yang cukup erat.
Bila m elih at dat a t abu lasi silang yang
t e r g am b ar, m ak a h a sil n y a seb ag ian b esar
m enggam barkan apa yang diuraikan di at as.
Sek a lip u n j u m lah sam p el p en eli t ian m asih
menunjukkan lebih banyak yang memiliki perilaku
impulse buying rendah dengan locus of control int ernal, nam un j u ga perlu m enj adi per hat ian
mengingat sekitar 33,3% sampel penelitian masih
tergolong pada konsumen yang memiliki perilaku
impluse buying tinggi dengan locus of control
eksternal.
Sit uasi t ersebut diperm udah pula oleh
adanya kemudahan sistem pembayaran yang ada
melalui fasilitas kartu belanja ataupun kartu kredit
yang disediakan oleh toko. Penggunaan kartu
tersebut oleh konsumen dengan Locus of Control
ek st er n al ak an m em p er b esar k em u n gk in an
p e m b eli an se car a im p u lsif d a la m p er i la k u
berbelanja, dan apabila impulse buying tersebut
diabaikan secara berkelanjutan dapat saja perilaku
tersebut mengarah pada munculnya patologis, hal
ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
O’Guinn dan Faber (1989).
Merujuk pada data tabulasi silang yang
mengacu pada data demografi, data yang tersedia
antara lain: usia, jenis kelamin, status pernikahan,
tingkat pendidikan dan penghasilan. Sebaran data
demografi m enjadi menarik untuk dipaparkan,
sejalan dengan konsep teori yang menjelaskan
mengenai faktor-faktor demografi sebagai salah
sa t u f ak t o r k a r a k t er ist i k k o n su m en y an g
memengaruhi munculnya perilaku I mpulse Buying
(Loudon & Bitta, 1993)
Berdasarkan data hasil tabulasi silang antara
usia dengan impulse buying, didapatkan sebaran
bahw a justru sampel dengan usia di atas 42 tahun,
lebih banyak yang menunjukkan perilaku I mpluse
Buying yang tinggi dibanding sampel yang berusia
di bawah 42 tahun. Kondisi ini menjadi menarik,
mengingat bila merujuk pada tahap perkembangan
manusia, pada masa usia di atas 42 tahun, adalah
masa dew asa madya, pada masa ini, manusia
memiliki kebutuhan untuk menampilkan eksistensi
diri melalui kemapanan dari sisi st atus sosial.
Dengan status sosial dan ekonomi yang mapan,
memberi peluang bagi konsumen untuk dengan
m u d a h m e n e n t u k an p er il ak u p e m b el ia n .
‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010
Kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan sisi
pengakuan atau penghargaan sosial menjadi hal
yang signifikan penting untuk dipenuhi, dan hal
t ersebu t m em beri peluang unt uk m elakukan
pem belian-pembelian secara spont an. Hal ini
se j a la n d e n g an d a t a d em o g r af i m e n g en ai
penghasilan yang menyatakan bahwa konsumen
dengan penghasilan yang besar, lebih banyak yang
menunjukkan perilaku impulse buying yang tinggi.
Sedangkan dari data jenis kelamin diperoleh
gambaran, bahwa sejalan dengan sifat wanita yang
menyenangi belanja, maka dibanding sampel lakila k i , k o n su m en w an it a t e t a p m e m i li k i
kecenderungan impulse buying tinggi yang lebih
banyak dibanding konsumen laki-laki. Sisi emosi
yang cenderung mendominasi perasaan dan pikiran
wanita menjadi sumber mengapa mereka menjadi
mudah tergugah oleh stimulasi dari lingkungan
yang ditaw arkan, sekalipun mereka menyadari
bahw a bar ang - baran g t ersebut belum t en t u
dibutuhkan. Aspek lain terkait dengan kebutuhan
yang tinggi dan bervariasi yang menjadi sumber
munculnya I mpulse Buying tinggi adalah status
pernikahan. Hasil penelit ian m enggam barkan
bahwa umumnya konsumen yang berstatus telah
menikah memiliki kecenderungan berperilaku I mpulse Buying tinggi dibanding konsumen yang
belum menikah. Hal tersebut dapat dipahami,
mengingat dengan status menikah, jumlah anggota
keluarga bertambah sehingga jenis kebutuhan
barangpun akan makin beragam. Kebutuhan yang
bertambah, diperkuat dengan kemudahan sistem
pembayaran melalui penggunaan kartu belanja
ataupun kartu kredit mendorong konsumen secara
kuat dan intensif tergugah pikiran dan perasaannya
untuk membuat keputusan-keputusan pembelian
tanpa perencanaan yang matang dan rasional.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
sim p u lan , b ah w a secar a u m u m , ko n su m en
pengguna kartu belanja ataupun kartu kredit di
Carrefour masih menunjukkan perilaku I mpulse
Buying yang rendah dengan disertai Locus Of
Control I nternal, meski demikian m asih besar
pula proporsi konsumen yang memiliki I mpulse
Buying tinggi dengan disertai Locus Of Control
Eksternal. Selain it u kedua variabel t ersebut
memiliki keterkaitan yang cukup erat. Sedangkan
berdasarkan data demografi, dapat disimpulkan
bahw a konsumen dengan segmen impulse buying tinggi paling banyak memiliki karakteristik:
berusia di atas 42 tahun, berjenis kelamin w anita,
telah m enikah, dengan st at us sosial ekonomi
tinggi.
Berdasarkan hasil penelit ian yang t elah
dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah
Pen ceg ah an per ilak u im p u lse bu y ing d ap at
131
LISA WIDAWATI Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control” pada Konsumen di Carrefour ...
dilakukan sejak dini, dimulai dari sosialisasi secara
intensif mengenai dampak negatifnya.
Pada konsumen dengan I mpulse Buying
tinggi dan Locus of control eksternal dapat diberikan
saran agar selalu m embuat/ merancang daft ar
b elan j a t er lebih dah u lu d en g an m elib at k an
lingkungan terdekat sebagai pengendali.
Daftar Pustaka
Beatty. S.E.: Ferrell, M.E. (1998). “I mpulse Buying: Modelling I ts Precursors.” Journal of Retailing.
Busseri, M.A.; Lefcourt, H.M.; Kerton, R.R. (1998).
“Locus of Control for Consumer Outcomes:
Predicting Consumer Behavior.” Journal of
Applied Social Psychology.
Dittmar, H.; Drury, J. (2000). “Self-I mage – I s it in
the Bag? A Qualitative Comparison between
“Ordinary” amd “Excessive” Consumers.” Journal of Economic Psychology.
Engel, J.; Blackw ell, R. (1995). “ Consumer Behavior”. Chicago, I L; Dryden Press.
Herabadi, A.G. (2003). “ Buying I mpulses – A
Study on I mpulsive Consumption”. Doctoral
Thesis; University of Nijmegen.
Lefcourt, H. (1982). “Locus of Control: Current
132
Trends in Theory and Reserach”, 2nd ed.;
Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Lina, H. (1997). “Perilaku Konsumtif Berdasarkan
Locus of Control pada Remaja Putri”, Jurnal
Psikologika. Yogyakarta: Universit as Gajah
Mada.
Loudon, D.L.; Bitta, A.J. (1993). “Consumer Behavior Concept and Application”. 4th ed.;
Singapore: McGraw Hill.
O’Guinn; Thomas C.; Ronald J. Faber. (1989).
“Compulsive Buying: A Phenomenological Exploration.” Journal of Consumer Research.
Phares, E. Jerry. (1976). “Locus of Control in Personality.” N.J: General Learning Press.
Rook, D. W. (1987). The Buying I mpulse. Journal
of Consumer Research.
Rotter, J.B. (1960). Social Learning and Clinical
Psychology . New York: Prentice–Hall.
Sieg el, S. ( 1994 ) .“ St at ist ik Non - Param et r ik”.
Cetakan ke-7; Jakarta: Gramedia.
Sugiyono. (2004). “ Statistika untuk Penelitian”.
Cetakan ke-6; Bandung: Alfabeta.
Verplanken, B.; Herabadi, A.G. (2001). “I ndividual
Differences in I mpulse Buying Tendency: Feeling and no Thinking.” European Journal of Personality; John Wiley & Sons, Ltd.
ISSN 0215-8175