152 DETERMINAN PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUNAN ANGGARAN

  DETERMINAN PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUNAN ANGGARAN (Studi Pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah)

  Call for papers SNA XVII Mataram

  Oleh: Havid Sularso Yanuar E. Restianto Astari Elka Istiqomah

  DETERMINAN PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUNAN ANGGARAN (Studi Pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah) Havid Sularso Fakultas Ekonomi Unsoed

  Yanuar E. Restianto Fakultas Ekonomi Unsoed

  Astari Elka Istiqomah Fakultas Ekonomi Unsoed

  ABSTRACT

Purpose –This study analyzes factors that determine the behavior of

opportunistic budgeting at the district/city in Central Java. There are several

facts related irregularities (fraud) in the use of APBD, where the deviation of

the budgeting process begins allegedly because the practice of opportunistic

behavior of stakeholders.

  

Design/methodology/approach – Objects in this study is the opportunistic

behavior of budgeting (OPA), income (PAD), Excess of Budget Financing

(SiLPA), General Allocation Fund (DAU) at the district/city in Central Java.

  

Using multiple regression analysis techniques, research based on panel data

(time series and cross-sectional), the form of PAD, SiLPA, DAU and the

spread of expenditures in the budget at the district/city in Central Java fiscal

year 2010-2012.

  

Findings This study found the evidence to support several previous studies

associated with the factors that determine the behavior of opportunistic

budgeting at the district/city in Central Java. The findings of this study it can

be concluded that 1) the greater the amount of revenue (PAD) that is owned by

Regency/City in Central Java, the greater the opportunistic behavior of budget

preparation, 2) the greater amount of Excess of Budget Financing (SiLPA) in

APBD, the greater the budgeting opportunistic behavior, 3) the greater the

amount of DAU, the greater the opportunistic behavior of budgeting.

  

Practical Implication – Budgeting opportunistic behavior can be reduced by

improving the planning system, i.e. by carrying out participatory planning

involving the community so that a more transparent budget planning and

aspirational. Budgeting opportunistic behavior occurs because of chance or as

a reaction to weak regulation, therefore regulations should be made more firm

and clear.

  

Keywords: Excess of Budget Financing (SiLPA), General Allocation Fund

(DAU), Income (PAD), Opportunistic behavior of budgeting (OPA)

1. PENDAHULUAN

  Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang menentukan perilaku oportunistik penyusunan APBD pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Motivasi yang mendasari penelitian ini karena secara faktual banyak penyimpangan(fraud) dalam penggunaan dana APBD, dimana penyimpangan tersebut diawali dari proses penyusunan anggaran yang ditengarai karena praktek perilaku oportunistik para pemangku kepentingan. Berdasarkan data pada Polda Jawa Tengah tahun 2012 terdapat 26 pejabat pemerintahan yang tersangkut kasus penyimpangan APBD, tahun 2011 tercatat 78 kasus penyimpangan APBD dengan 86 tersangka, dimana jumlah tersebut naik sekitar 143% dari tahun 2010. Data lain yang dilansir oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan adanya penyalahgunaan dana APBD 2012 di seluruh Indonesia sebesar Rp 21 triliun.

  Dugaan adanya miss allocation dalam anggaran terjadi karena politisi memiliki kepentingan pribadi dalam penganggaran (Keefer & Khemani, 2003; Mauro, 1998; Tanzi & Davoodi, 1997). Alokasi sumberdaya dalam anggaran mengalami distorsi ketika politisi berperilaku korup, terutama terkait dengan peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi pada proyek-proyek yang akan dibiayai dengan anggaran pemerintah, yakni pengalokasian akan lebih banyak untuk proyek-proyek yang mudah dikorupsi (Mauro, 1998) dan memberikan keuntungan politis bagi politisi (Keefer dan Khemani, 2003).

  Proses penyusunan APBD merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup signifikan. Proses pengalokasian dalam anggaran merupakan ruang bagi legislatif atau DPRD untuk memasukkan kepentingan konstituen yang diwakilinya. Disisi lain sesuai Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pejabat eksekutif lebih dominan dan memiliki wewenang serta tanggung jawab yang lebih besar dalam menyusun APBD. Eksekutif juga memiliki

  

power yang lebih besar karena memiliki pemahaman terhadap birokrasi dan administrasi,

  seluruh aturan dan perundang-undangan yang melandasinya serta hubungan langsung dengan masyarakat yang telah berlangsung dalam waktu lama mengakibatkan penguasaan informasi eksekutif lebih baik dari pada legislatif (Florensia, 2009). Selain lebih dominan dalam proses penyusunan anggaran, pejabat eksekutif juga bertindak sebagai pelaksana anggaran, sehingga memiliki informasi keuangan yang lebih baik dibanding pejabat legislatif. Hal inilah yang memberi peluang kepada penyusun anggaran baik legislatif sekalipun (Maryono, 2013). Perilaku ini akan mengeksploitasi peluang keuntungan jangka pendek dengan mengorbankan keuntungan jangka panjang.

  Pelaksanaan otonomi daerah memberi kewenangan kepada daerah untuk menggali potensi pendapatannya seluas mungkin. Terdapat dua komponen utama pendapatan daerah yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. Dalam penentuan PAD legislatif akan mendorong eksekutif untuk selalu meningkatkan target sehingga dapat meningkatkan alokasi untuk program yang mendukung kepentingannya. Hal ini ditengarai sebagai perilaku oportunistik.

  Masalah lain dalam pengalokasian anggaran adalah tidak diperhatikannya jangka waktu penetapan perubahan APBD, yang biasanya dilakukan beberapa bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Hal ini menjadikan anggaran tidak efektif atau bahkan tidak terserap sepenuhnya saat tahun anggaran berakhir, dan berdampak pada tingginya SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran), dimana dana yang seharusnya dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat ternyata tidak terserap sepenuhnya. SiLPA ini memiliki pengaruh pada pengalokasian APBD periode selanjutnya, karena SiLPA akan digunakan untuk menyeimbangkan anggaran yaitu dengan menutupi pengeluaran pembiayaan.

  Peluang perilaku oportunistik lain ditengarai juga terjadi pada sumber pendapatan daerah yang berbentuk dana transfer pemerintah pusat, contohnya adalah Dana Alokasi Umum (DAU). DAU berperan sebagai pemerata fiskal antardaerah (fiscal equalization) dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. DAU merupakanblock grant yakni hibah yang penggunaannya cukup fleksibel atau tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu (Maryono, 2013). Dengan demikian kenaikan jumlah DAU dapat dimanfaatkan sebagai ruang untuk mengusulkan alokasi belanja yang baru, yang bisa berbeda dengan prioritas pengalokasian pada tahun sebelumnya.

  Berdasarkan fenomena tersebut diatas, penelitian ini akan menguji beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

  1. Apakah jumlah PAD berpengaruh terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah?

  2. Apakah jumlah SiLPA berpengaruh terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah?

3. Apakah jumlah Dana Perimbangan yaitu DAU berpengaruh terhadap perilaku

2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

  Perubahan PAD berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku oportunistik legislatif (Abdullah dan Asmara, 2006; Florensia, 2009). Secara konseptual perubahan APBD akan berpengaruh terhadap belanja, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikan dalam belanja. Perubahan APBD menjadi sarana bagi legislatif dan eksekutif untuk merubah alokasi anggaran secara legal. Perilaku oportunistik legislatif dan eksekutif saat perubahan APBD dapat mengakibatkan terjadinya misalokasi anggaran belanja pemerintah. Proporsi PAD yang rata-rata hanya 10% dari total penerimaan daerah memiliki kecenderungan bertambah saat perubahan anggaran. Hal ini membuka peluang bagi legislatif untuk merekomendasikan penambahan anggaran bagi program dan kegiatan yang menjadi preferensinya (Fathony, 2011).

  SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA akan terbentuk bila terjadi surplus pembiayaan neto. SiLPA yang merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja. Hasil penelitian Florensia(2009) menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh negatif terhadap perilaku oportunistik legislatif (OL). Namun demikian, penelitian yang dilakukan Ardhini (2011) bertolak belakang dengan hal tersebut dimana SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja modal pada periode anggaran selanjutnya, yang berarti dapat berpengaruh pada alokasi belanja tahun berikutnya sehingga hal ini memberi ruang bagi penyusun anggaran untuk mengalokasikan free cash flow tersebut untuk melakukan perilaku oportunistik.

  Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU memiliki proporsi yang paling besar pada penerimaan daerah, dimana seharusnya pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Keleluasaan tersebut berpontensi membuka ruang bagi perilaku oportunistik baik pada legislatif maupun eksekutif. Fathony (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dana alokasi umum dengan perilaku oportunistik. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2012) dan Maryono (2013) yang menyatakan bahwa dana perimbangan (Dana Alokasi Umum) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku oportunistik legislatif. oportunistik adalah kekuatan (power) dan kemampuan (ability) (Maryono, 2013). Perilaku oportunistik mengarah pada terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan

  moral hazard (penyalahgunaan wewenang).

  Berdasarkan bukti empiris tersebut di atas, penelitian ini mengembangkan sebuah model penelitian dan hipotesis sebagaimana gambar 1.

  PAD Perilaku Oportunistik

  SiLPA Penyusunan Anggaran

  DAU

  Gambar 1. Model Penelitian

  Hipotesis: H

1 : Semakin besar jumlah PAD semakin besar perilaku oportunistik penyusunan

anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

  H

2 : Semakin besar jumlah SiLPA semakin besar perilaku oportunistik penyusunan

anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

  

H : Semakin besar jumlah DAU semakin besar perilaku oportunistik penyusunan

  3 anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian danTeknik Sampling

  Obyek dalam penelitian ini adalah perilaku Oportunistik Penyusunan Anggaran (OPA), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Selisih Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Dana Alokasi Umum (DAU) pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah 135 APBD Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010- 2012, dimana semua populasi akan digunakan sebagai sampel. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel (time series dan cross sectional), berupa data PAD, SiLPA, DAU dan spread (penyebaran) anggaran belanja dalam APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2010-2012.

3.2. Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel 1) Variabel Perilaku Oportunistik Penyusunan Anggaran (OPA)

  Perilaku oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan cara ilegal sekalipun. Faktor yang mempengaruhi perilaku oportunistik adalah kekuatan (power) dan kemampuan (ability) (Maryono, 2013). Perilaku oportunistik mengarah pada terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan moral hazard (penyalahgunaan wewenang). Tahap pengukuran OPA dikembangkan dari penelitian Abdullah dan Asmara (2006) yaitu:

  Spread tahun berjalan (t) – APBD tahun sebelumnya (t-1)

  (Δ) = APBD = + + + + OPA

  • Pdk kes PU perum pen_ruang pbgnan perhub linghidup Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ + + + +
  • prtnhan pendcapi prmpnanak KBklg sos ktngkrjn kopUKM Δ penmodal +Δ kbdyn Δ pmdOR Δ ksbgpol Δ otda Δ pembermasy Δ + + + + + stat Δ +

  arsip

  • Δ Δ Δ + + + + +
  • komin prpus prtnian Δ khtanan Δ esdm Δ prwst Δ klautan Δ perdag Δ indus +Δ trans

  Dimana:

  

Pdk : spead kes : spread anggaran kesehatan,

  Δ anggaran pendidikan, Δ

  PU : spread an perum : spread anggaran perumahan,

  Δ ggaran pekerjaan umum, Δ

  pen_ruang : spread angga pbgnan : spread anggran

  Δ ran penataan ruang, Δ pembangunan, Δ perhub :spread anggaran perhubungan, Δ linghidup :spread anggaran lingkungan hidup,

  :spread :spread anggaran kependudukan

  Δ prtnhan anggaran pertanahan, Δ pendcapi

  prmpnanak :spread KBklg :spread

  dan capil,Δ anggaran perempuan dan anak, Δ anggaran Keluarga Berencana d sos :spread anggaran an Keluarga Sejahtera,Δ sosial,

  ktngkrjn :spread anggaran ketenagakerjaan, kopUKM :spread anggaran koperasi

  Δ Δ dan UKM, Δ penmodal :spread anggaran penanaman modal, Δ kbdyn :spread anggaran kebudayaan, anggaran pemuda dan olah raga,

  Δ pmdOR :spread Δ ksbgpol

  :spread anggaran kesatuan bangsa dan politik, :spread anggaran otonomi

  Δ otda daerah, :spread anggaran pemberdayaan masyarakat, :spread Δ pembermasy

  Δ stat anggaran statistik,

  arsip :spread anggaran kearsipan komin :spread anggaran komunikasi dan

  Δ , Δ informasi,

  prpus :spread anggaran perpustakaan prtnian :spread anggaran pertanian,

  Δ , Δ Δ khtanan :spread anggaran kehutanan , Δ esdm :spread anggaran energi dan sumberdaya mineral :spread anggaran pariwisata :spread

  , Δ prwst , Δ klautan anggaran kelautan,

  :spread anggaran perdagangan :spread anggaran industri,

  Δ perdag , Δ indus

  trans :spread anggaran ketransmigrasian

  2) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  PAD adalah Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, retribusi Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain. (Florensia, 2009) PAD = spread PAD APBD tahun berjalan (t) - APBD tahun sebelumnya (t-1)

  3) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)

  Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun terselesaikan dan sisa dana kegiatan lanjutan. (Florensia, 2009) SiLPA = spread SiLPA

  APBD tahun berjalan (t) - APBD tahun sebelumnya (t-1) 4) Dana Alokasi Umum (DAU)

  Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah transfer yang bersifat umum dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk mengatasi ketimpangan horisontal dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (Halim, 2007). DAU = spread DAU APBD tahun berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1) 3.3.

   Teknik Analisis Data

  1) Statistik deskriptif

  2) Uji asumsi klasik berupa uji normalitas, uji multikolonearitas, uji heterokedastisitas, uji autokorelasi

  3) Analisis Regresi Berganda

  OPA PAD SiLPA DAU + e

  = α + β 1 + β 2 + β

  3 Dimana,

  PAD : Pendapatan Asli Daerah SiLPA : Sisa Lebih Perhitungan Anggaran DAU : Dana Alokasi Umum

  4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tabel 1.Hasil Statistik Deskriptif OPA PAD SiLPA DAU

N Valid 135 135 135 135

Missing

Rerata 167.604.706.460 17.645.004.676 4.825.871.429 93.692.784.323

Standar Deviasi 55.715.465.015 33.054.539.400 44.542.245.752 2.683.201.794

Minimum 72.595.423.500 - 2.570.011.840 -201.330.000.000 40.298.843.500

Maksimum 333.490.735.002 183.272.815.851 70.745.000.000 148.339.827.000

  1

  a) Nilai t hitung variabel PAD sebesar 3,232 (t hitung > t tabel ) dan sig. t > α (0,003 > 0,05).

  sebesar 2,048, dimana n = 31 dan k = 3. Hasil uji t dapat dijelaskan sebagai berikut:

  tabel

  , dengan menggunakan uji t dengan tingkat kesalahan α = 0,05 dan degree of freedom (n – k), diketahui nilai t

  3

  , H

  2

  , H

  Berdasarkan pengujian secara parsial terhadap H

  Tabel 2. Hasil Uji Asumsi Klasik Jenis Uji Hasil Simpulan Panel A. Uji Normalitas

   Pengujian Hipotesis

  OPA = 1,394 + 0,831PAD + 0,644SiLPA+ 1,457DAU 4.2.

  Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa seluruh variabel independen memiliki pengaruh positif terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran, dengan persamaan sbb:

  4-dU 2,350 model persamaan regresi tidak mengandung masalah autokorelasi

  Durbin-Watson 1,779 terletak antara dU 1,650 dengan

  Panel C. Uji Heteroskedastisitas Nilai residual > α (sig. > 0,05) model regresi tidak terjadi gejala heteroskedastisitas Panel D. Uji Autokorelasi

  < 10 > 0,10 tidak terjadi multikolinearitas dalam persamaan model regresi

  VIF PAD, VIF SiLPA, VIF DAU tolerance

  Kolmogorov-Smirnov asymp.sig (2-tailed) 0,653 0,787 > α 0,05 data berdistribusi normal Panel B. Uji Multikolinearitas

  Hal tersebut berarti bahwa hipotesis pertama yang menyatakan semakin besar jumlah

  PAD semakin besar perilaku oportunistik penyusunan anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, didukung oleh penelitian ini.

  Nilai t Hal tersebut berarti bahwa hipotesis pertama yang menyatakan semakin besar jumlah SiLPA semakin besar perilaku oportunistik penyusunan anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, didukung oleh penelitian ini.

  b) hitung variabel SiLPA sebesar 3,690 (t hitung > t tabel ) dan sig.t < α (0,001 < 0,05).

  Nilai t Hal tersebut berarti bahwa hipotesis pertama yang menyatakan semakin besar jumlah DAU semakin besar perilaku oportunistik penyusunan anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, didukung oleh penelitian ini.

  c) hitung variabel DAU sebesar 6,654 (t hitung > t tabel ) dan sig. t < α (0,000 < 0,05).

  Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 30,115 dengan tingkat

  hitung

  kesalahan

  hitung >

  α = 0,05 dan degree of freedom (df) = (k – 1) dan (n – k), sehingganilai F F tabel (30,115 > 2,992) atau sig. (0,000) < 0,05. Meskipun pengujian secara silmultan tidak dihipotesiskan dalam penelitian ini akan tetapi dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi PAD, SiLPA dan DAU maka akan meningkatkan perilaku oportunistik penyusunan anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah,ditemukan oleh penelitian ini.

  Berdasarkan hasil pengujian Adjusted R Square diketahui bahwa nilai koefisien

  2

  determinasi (adjusted R ) sebesar 0,745, yang berarti bahwa 74,5% perubahan naik atau turunnya perilaku oportunistik penyusun anggaran di Kabupaten Kota Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh faktor-faktor pendorong Perilaku Oportunistik Penyusun anggaran yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). Sedangkan 25,5% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti.

4.3. Pembahasan

  Hasil penelitian ini menujukkan bahwa variabel PAD mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Abdullah dan Asmara (2006), Florensia(2009) yang menyatakan bahwa perubahan PAD berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku oportunistik legislatif. Secara konseptual, perubahan APBD akan berpengaruh terhadap belanja atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh legal. Perilaku oportunistik legislatif dan eksekutif saat perubahan APBD dapat mengakibatkan terjadinya misalocattion anggaran belanja pemerintah daerah. Penelitian ini menjelaskan bahwa meskipun proporsi PAD hanya 10% dari total penerimaan daerah, namun ada kecenderungan PAD menjadi meningkat pada saat perubahan anggaran. Hal ini membuka peluang bagi legislatif untuk merekomendasikan kepada legislatif untuk penambahan anggaran untuk program dan kegiatan yang menjadi preferensinya (Fathony, 2011). Lebih lanjut Abdullah dan Asmara (2006) menyatakan bahwa PAD merupakan jalan bagi penyusun anggaran untuk melakukan political corruption dalam kerangka regulasi yang sah (legal corruption), hal ini terlihat ketika perubahan atau kenaikan anggaran atau target PAD digunakan sebagai dasar untuk melakukan alokasi tambahan belanja.

  Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa SiLPA memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Florensia(2009) yang menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh negatif terhadap perilaku oportunistik legislatif. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA akan terbentuk bila terjadi surplus pembiayaan neto, dimana komponen penerimaan lebih besar dari komponen pengeluaran pembiayaan. Namun hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Ardhini (2011) yang menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja modal pada periode tahun anggaran selanjutnya, yang berarti dapat memberikan ruang bagi penyusun anggaran untuk mengalokasikan free cash flow tersebut untuk melakukan perilaku oportunistiknya.

  SiLPA yang merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung (belanja barang dan jasa, belanja modal, dan belanja pegawai) dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan.

  Hasil penelitian ini menemukan bahwa SiLPA memiliki proporsi tertinggi pada pembiayaan daerah. Hal tersebut terjadi karena proses penyusunan anggaran memungkinkan SKPD untuk melakukan penggelembungan (mark-up) belanja atau penurunan(mark-down) target pendapatan. Mark-up belanja maupun mark-down pendapatan yang menjadi salah satu penyebab terjadinya sisa anggaran, baik output digunakan bagi kegiatan lain pada tahun anggaran berikutnya atau free cash flow (Abdullah, 2012).

  Penelitian ini menunjukan bahwa DAU memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.Hasil ini konsisten dengan penelitian Fathony (2011), Abdullah (2012), dan Maryono (2013) yang menyatakan bahwa dana perimbangan (Dana Alokasi Umum) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku oportunistik legislatif. Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Penelitian ini menemukan bahwa DAU memiliki proporsi yang paling besar dalam penerimaan daerah. Pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana transfer untuk membiayai kegiatan pelayanan kepada masyarakat atau untuk kegiatan lain sesuai kepentingan politik legislatif maupun eksekutif. Keleluasaan menggunakan DAU memberikan peluang kepada para penyusun anggaran untuk berperilaku oportunistik.

5. SIMPULAN DAN IMPLIKASI 5.1. Kesimpulan

  Penelitian ini menemukan bukti yang mendukung beberapa penelitian sebelumnya terkait dengan faktor-faktor yang menentukan perilaku oportunistik penyusunan anggaran pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 1) semakin besar jumlah PAD yang dimiliki oleh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, maka akan semakin besar perilaku oportunistik penyusunan anggaran, 2) semakin besar jumlah SiLPA dalam APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, maka akan semakin besar perilaku oportunistik penyusunan anggaran, 3) Semakin besar jumlah DAU yang diterima Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, maka akan semakin besar perilaku oportunistik penyusunan anggaran.

5.2. Implikasi

  1) Perilaku opotunistik penyusunan anggaran dapat dikurangi dengan memperbaiki sistem perencanaan, yakni dengan melaksanakan perencanaanpartisipatif yang melibatkan masyarakat sehingga perencanaan anggaran lebih transparan dan aspiratif.

  2) Perilaku oportunistik penyusun anggaran terjadi karena adanya peluang atau sebagai reaksi terhadap regulasi yang lemah, oleh karena itu perlu disusunregulasi yang lebih tegas dan jelas, misalnya denganmempublikasikan RAPBD dan APBD secara lengkap (bukan hanya ringkasan RAPBD/APBD) melalui berbagai media seperti

  website atau media cetak.

DAFTAR PUSTAKA

  Abdullah, S. 2012. Perilaku Oportunistik Legislatif dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya: Bukti Empiris dari Penganggaran Pemerintah Daerah di Indonesia. Ringkasan Disertasi. Universitas Gajah Mada.

  Abdullah, S. dan Asmara, J.A. 2006. Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Makalah Simposium Nasional Akuntansi 9 . Padang: 23-26 Agustus 2006.

  Ardhini. 2011. Pengaruh Rasio Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal Untuk Pelayanan Publik Dalam Perspektif Teori Keagenan (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah). JurnalSkripsi. Universitas Diponegoro.

  Fathony, A.D. dan Abdul Rohman. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, SisaLebih Perhitungan Anggaran dan Dana Alokasi Umum terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (Studi kasus kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah).

  JurnalSkripsi . Universitas Diponegoro.

Florensia, T. M. 2009. Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah:

Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik, Tesis Program Pasca

  Sarjana Magister Sains Ilmu Ekonomi Universitas Gajah Mada.

  Ghozali, Imam, 2009, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS : Cetakan IV, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.

  Hariadi, P., Yanuar E.R., Icuk R.B. 2010.Pengelolaam Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. Keefer, P. dan Stutu Khemani. 2003. The Political Economy of Public Expenditures.

  Background paper for WDR 2004. Maryono, Riky. 2013. Pengaruh Perubahan Dana Alokasi Umum TerhadapPerilaku

  Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah. JurnalSkripsi. Universitas Negeri Padang

  Mauro, Paolo. 1998. Corruption and The Composition of Government Expenditure. Jurnal of Public Economics 69:263-279. Petrie, Murray. 2002. A framework for Public Sector Performance Contracting.OECD

  Jurnal On Budgetting: NO. Vol.3,p 117-153 Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

  Tanzi, V. Dan Hamid Davoodi. 1997. Corruption, Public Investment, and Growth. IMF Working paper.