HUBUNGAN TUGAS KELUARGA DALAM PELAKSANAAN PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA GAMPONG MATANG RAYEUK PEUDAWA PUNTONG KECAMATAN IDI TIMUR KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2017

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

HUBUNGAN TUGAS KELUARGA DALAM PELAKSANAAN PERILAKU HIDUP

BERSIH SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA GAMPONG

MATANG RAYEUK PEUDAWA PUNTONG KECAMATAN IDI TIMUR

KABUPATEN ACEH TIMUR

TAHUN 2017

  1 Muhammad Khairurrozi

  1 Dosen Program Studi Keperawatan

  STIKes Bina Nusantara

  

ABSTRAK

  Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tersebut harus dimulai dari tatanan rumah tangga, karena rumah tangga yang sehat merupakan aset modal pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Beberapa anggota rumah tangga mempunyai masa rawan terkena penyakit infeksi dan non infeksi, oleh karena itu untuk mencegahnya anggota rumah tangga perlu diberdayakan untuk melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

  Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan tugas keluarga dalam pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita Di Desa Gampong Matang Rayeuk Peudawa Puntong Kecamatan Idi Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017.

  Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari 42 responden, mayoritas tidak ada kejadian diare pada balita dalam waktu 3 bulan terakhir yaitu 29 (69%) dan mayoritas Tugas Keluarga tentang PHBS berada pada kategori Positif yaitu 27 responden (64,3%). dan berdasarkan analisa bivariat didapatkan bahwa dari 42 keluarga, 27 responden (100%) Tugas Keluarga tentang PHBS berada pada kategori positif dan tidak ada kejadian Diare dalam 3 bulan terakhir. Dan dari 15 (100%), 13 (86,7%) Tugas Keluarga tentang PHBS berada pada kategori negatif dan ada kejadian diare. Dengan nilai Pvalue = 0,000. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Tugas Keluarga tentang PHBS dengan kejadiaan diare.

  Diharapkan keluarga dapat menerapkan PHBS pada Balita dan keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan pada tatanan keluarga Kata kunci : Tugas Keluarga, Perilaku Hidup Bersih Sehat, Diare

  

PENDAHULUAN perbedaan pada tingkat kualitas

  hidupnya. Usia harapan hidup serta Selain ditinjau dari perbedaan jumlah wanita lansia yang lebih tinggi jumlah dan angka harapan hidupnya, dari pria Lansia. Namun, Dragomirecka lansia pria dan wanita juga memiliki & Selepova (2002) dalam studinya

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

  mengungkapkan bahwa kualitas hidup pria lansia lebih tinggi dari pada wanita lansia. Pada pria lansia dilaporkan secara signifikan bahwa pria lansia memiliki kepuasan yang lebih tinggi dalam beberapa aspek yaitu hubungan personal, dukungan keluarga, keadaan ekonomi, pelayanan sosial, kondisi kehidupan dan kesehatan. Wanita lansia memiliki nilai yang lebih tinggi dalam hal kesepian, ekonomi yang rendah dan kekhawatiran terhadap masa depan. Perbedaan gender tersebut ternyata memberikan andil yang nyata dalam kualitas hidup lansia. Perlu adanya suatu upaya peningkatan kualitas hidup terhadap lansia, terutama wanita lansia mengingat usia harapan hidup yang lebih tinggi serta jumlah wanita lansia yang lebih banyak. Meningkatnya jumlah lansia tentu tidak lepas dari proses penuaan beserta masalahnya.

  Pertambahan jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia dalam kurun waktu 1990 sampai 2025 diperkirakan sebagai pertumbuhan lansia yang tercepat di dunia. Jumlah lansia di Indonesia mencapai 16 juta jiwa pada tahun 2002. Data sensus badan pusat statistik pada tahun 2000 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia sebanyak 15.054.877 jiwa dengan jumlah lansia wanita 52,42% dan pria 47,58%. Tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,96 juta jiwa (Statistik Indonesia, 2010).

  Menurut Darmojo dan Martono (2006) pertambahan lansia di Indonesia dipengaruhi oleh perbaikan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan sosio-ekonomi, yang pada akhirnya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidup.

  Hasil survei united nation

  development program

  (UNDP) dalam rentang tahun 1980 sampai 2008 menunjukkan peningkatan angka harapan hidup masyarakat Indonesia dari 54,4 tahun sampai 70,4 tahun. Pada tahun 1995 sampai tahun 2000, usia harapan hidup pria meningkat menjadi 63,33 tahun dan wanita 69 tahun (Hardywinoto & Setiabudhi, 2005). Menurut Bappenas (2009) proyeksi angka harapan hidup pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 73,7 tahun. Proses penuaan merupakan proses fisiologis yang pasti dialami individu dan proses ini akan diikuti oleh penurunan fungsi fisik, psikososial dan spiritual. Perubahan dari segi biologis pada wanita lansia identik dengan gejala menopause, antara lain ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang- kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan dan berdebar-debar (Hurlock, 1992).

  Selain itu terdapat perubahan yang umum dialami lansia. Misalnya perubahan sistem imun yang cenderung menurun, perubahan sistem integumen yang menyebabkan kulit mudah rusak, perubahan elastisitas arteri pada sistem kardiovaskular yang dapat memperberat kerja jantung, penurunan kemampuan metabolisme oleh hati dan ginjal serta penurunan kemampuan penglihatan dan pendengaran (Watson, 2003). Penurunan fungsi fisik tersebut ditandai dengan ketidakmampuan lansia untuk

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

  beraktivitas atau melakukan kegiatan yang tergolong berat. Perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan tersebut akan menyebabkan berbagai gangguan secara fisik sehingga mempengaruhi kesehatan, serta akan berdampak pada kualitas hidup lansia. Beberapa gejala psikologis yang menonjol pada wanita lansia adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang (Kuntjoro, 2002).

  Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia erat kaitannya dengan perubahan fisik, lingkungan tempat tinggal dan hubungan sosial dengan masyarakat (Miller, 2002 dalam Stanley & Beare, 2007). Sebagian besar lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Teori disengagement menyatakan bahwa lansia berangsur-angsur menarik diri dalam berinteraksi dengan orang lain dan kehidupan sosialnya (Darmojo & Martono, 2006). Stressor psikososial yang berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian keluarga dekat, dapat menyebabkan perubahan psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis.

  Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan semakin matangnya lansia dalam kehidupan keagamaan. Agama dan kepercayaan terintegrasi dalam kehidupan dan terlihat dalam pola berfikir dan bertindak sehari-hari (Nugroho, 2000). Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun merumuskan arti dan tujuan keberadaannya dalam kehidupan. Perubahan spiritual merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kualitas hidup lansia (WHO, 1996). Pengaruh yang muncul akibat berbagai perubahan pada lansia tersebut jika tidak teratasi dengan baik cenderung akan mempengaruhi kesehatan lansia secara menyeluruh. Perlu adanya suatu pelayanan untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia dan meningkatkan kualitas hidup lansia.

  Salah satu solusi yang dilakukan perawat untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dengan cara melakukan promosi kesehatan untuk mengorganisasi dan memberikan asuhan keperawatan bagi lansia (Stanley & Beare, 2007). Stanley & Beare (2007) menyatakan bahwa lansia lebih banyak memraktikkan prilaku promosi kesehatan dari pada kelompok usia lainnya. Menurut hasil penelitian Indarwati (2006) peran perawat pada pelayanan komunitas posyandu lansia meliputi mediator pemberi informasi, mediator pemeriksaan fisik, mediator bagi lansia utuk mempertahankan status

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

  kesehatan melalui kegiatan senam, mediator tenaga medis yang memberikan pengobatan pada lansia.

  Pemenuhan kebutuhan sosial lansia di komunitas cenderung lebih baik daripada di panti, karena interaksi lansia di komunitas pada dasarnya lebih luas dari pada lansia di panti. Lansia di komunitas dapat berinteraksi dengan keluarga, teman, dan masyarakat, sedangkan interaksi lansia dipanti terbatas pada penghuni panti serta petugas panti saja. Aspek lingkungan yang dipengaruhi kualitas dan keterjangkauan sarana kesehatan, keadaan tempat tinggal, sumber finansial, serta kesempatan rekreasi pada lansia panti dan komunitas juga akan mempengaruhi kesehatan lansia. Pengaruh yang menyeluruh terhadap kehidupan lansia akibat perbedaan jenis pelayanan yang didapatkan oleh lansia, tentunya akan mempengaruhi kesehatan biologis, psikologis, sosial, dan lingkungan. Dampak yang menyeluruh tersebut akan memengaruhi kualitas hidup lansia. Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisinya di dalam kehidupan dalam konteks budaya sebuah sistem nilai dimana mereka tinggal dan dalam hubungannya dengan tujuan mereka, harapan, standar dan kepedulian (WHO, 1996). Jenis kelamin juga cenderung memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2006) menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecemasan antara lansia pria dan wanita terhadap aspek kehidupannya. Lansia wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi terhadap seluruh aspek kehidupannya daripada lansia pria. Kualitas hidup digunakan untuk mengukur kesejahteraan lansia secara menyeluruh. Kualitas hidup yang baik diperlukan lansia untuk melewati sisa hidupnya dengan sejahtera, sehat dan bermartabat.

  Menurut WHO (1994) dalam (Bangun 2008), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan system nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka.Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.

  Di dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit, kualitas hidup dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan (Wilson dkk dalam (Larasati, 2012). Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam (Larasati, 2012) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Kualitas hidup individu tersebut biasanya dapat dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis, hubungan sosial dan lingkungannya WHOQOL Group (1998) dalam (Larasati, 2012).

  Kualitas hidup ditetapkan secara berbeda dalam penelitian lain. Namun dalam penelitian ini kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan kualitas hidup seorang individu yang dapat dinilai berdasarkan konsep WHOQOL Group (1998) dari

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

  kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.

  2. Dimensi – Dimensi Kualitas Hidup Menurut WHOQOL group

  Lopez dan Sayder (2004) (dalam Sekarwiri 2008), kualitas hidup terdiri dari enam dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan spiritual. Kemudian WHOQOL dibuat lagi menjadi instrument WHOQOL – BREF dimana dimensi tersebut diubah menjadi empat dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan.

  Dalam hal ini dimensi fisik yaitu aktivitas sehari-hari, ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas kerja. Menurut Tarwoto dan Martonah (2010) aktivitas sehari – hari adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak dalam memenuhi kebutuhan hidup dimana aktivitas dipengaruhi oleh adekuatnya system persarafan, otot dan tulang atau sendi.

  Ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis yaitu seberapa besar kecenderungan individu menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Energi dan kelelahan merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan mobilitas merupakan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Kemudian sakit dan ketidaknyamanan menggambarkan sejauh mana perasaan keresahan yang dirasakan individu terhadap hal-hal yang menyebabkan individu merasa sakit (Sekarwiri, 2008).

  Menurut Tarwoto dan Martonah (2010) istirahat merupakan suatu keadaan dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang- ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. Kapasitas kerja menggambarkan kemampuan yang dimiliki individu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

  Bodily dan appearance menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya. Perasaan negative menggambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Perasaan positif merupakan gambaran perasaan yang menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Self – esteem melihat bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri. Berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi dimana keadaan kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar dan menjelaskan fungsi kognitif lainnya (Sekarwiri, 2008).

  Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan merupakan sejauhmana individu memiliki kesempatan dan dapat bergabung untuk berkreasi dan menikmati waktu luang. Sedangkan lingkungan fisik

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

  menggambarkan keadaan lingkungan tempat tinggal individu (keadaan air, saluran udara, iklim, polusi, dll). Transportasi yaitu sarana kendaraan yang dapat dijangkau oleh individu (Sekarwiri, 2008).

  3. Pengukuran Kualitas Hidup Skevington, Lotfy dan O’

  Connell (2004) dalam Sekarwiri (2008) pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh atau hanya mengukur domain tertentu saja (kualitas hidup diukur hanya melalui bagian tertentu saja dari diri seseorang. Pengukuran kualitas hidup oleh para ahli belum mencapai suatu pemahaman pada suatu standar atau metoda yang terbaik.

  Pengukuran kualitas hidup alat WHOQOL – BREF merupakan pengukuran yang menggunakan 26 item pertanyaan. Dimana alat ukur ini mengunakan empat dimensi yaitu fisik, psikologis, lingkungan dan sosial.

  4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

  Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power, 2003), persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal. Hal ini juga sesuai degnan apa yang dikatakan Fadda dan Jiron (1999) bahwa kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota/ wilayahsatu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut. Berbagai penelitian mengenai kualitas hidup menemukan beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu : a. Gender atau Jenis Kelamin

  Moons, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009)mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk (2003) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Bertentangan dengan penemuan Bain, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Ryff dan Singer (1998) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.

  b. Usia Moons, dkk (2004) dan

  Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, & Lett (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek- aspek kehidupan yang penting bagi

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

  individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998) dalam (Nofitri, 2009), individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, dkk (2001) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua terhadap kualitas hidup subjektif.

  c. Pendidikan Moons, dkk (2004) dan

  Baxter (1998) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk (2007) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.

  d. Pekerjaan Moons, dkk (2004) dalam

  (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu). Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.

  e. Status pernikahan Moons, dkk (2004) dalam

  (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi. Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal Glenn dan Weaver (1981) dalam (Nofitri, 2009) .Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa baik pada pria maupun wanita, individu dengan status menikah atau kohabitasi memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi.

  f. Penghasilan Baxter, dkk (1998) dan

  Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.

  g. Hubungan dengan orang lain Baxter, dkk (1998) dalam

  (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

  subjektif. Kahneman, Diener, & lain dalam menghayati kualitas Schwarz (1999) dalam (Nofitri, hidupnya. 2009) mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat

  Rumusan Masalah

  dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang Rumusan masalah dalam saling mendukung maupun melalui penelitian ini adalah bagaimana pernikahan, manusia akan memiliki hubungan tugas keluarga dalam kualitas hidup yang lebih baik baik pelaksanaan PHBS dengan kejadian diare pada balita Di Desa Gampong secara fisik maupun emosional.

  Matang Rayeuk Peudawa Puntong Penelitian yang dilakukan oleh

  Kecamatan Idi Timur Kabupaten Aceh Noghani, Asgharpour, Safa, dan

  Timur Tahun 2017? Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan bahwa faktor

  Tujuan penelitian

  hubungan dengan orang lain

  1. Tujuan Umum memiliki kontribusi yang cukup Untuk mengetahui Hubungan Tugas keluarga dalam pelaksanaan besar dalam menjelaskan kualitas PHBS dengan kejadian diare pada balita hidup subjektif. Di Desa Gampong Matang Rayeuk

  h. Standard referensi Peudawa Puntong Kecamatan Idi Timur

  O’Connor (1993) dalam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017

  (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa

  2. Tujuan Khusus kualitas hidup dapat dipengaruhi a. Untuk mengetahui tugas keluarga oleh standard referensi yang dalam pelaksanaan PHBS dengan kejadian diare pada balita digunakan seseorang seperti b. Untuk mengetahui kejadian diare harapan, aspirasi, perasaan pada balita mengenai persamaan antara diri c. Untuk mengetahui hubungan tugas individu dengan orang lain. Hal ini keluarga dalam pelaksanaan PHBS sesuai dengan definisi kualitas dengan kejadian diare pada balita hidup yang dikemukakan oleh

  WHOQoL (Power, 2003) dalam (Nofitri, 2009), bahwa kualitas

  Desain Penelitian

  hidup akan dipengaruhi oleh Desain yang digunakan adalah harapan, tujuan, dan standard dari bersifat korelasi dengan rancangan cross masing-masing individu. Glatzer

  sectional yaitu suatu penelitian untuk

  dan Mohr (1987) dalam (Nofitri, mempelajari variabel dependent dan 2009) menemukan bahwa di antara variabel independent secara bersamaan berbagai standard referensi yang untuk mengetahuihubungan perilaku hidup digunakan oleh individu, komparasi bersih sehat dengan kejadian diare pada anak Di Desa Gampong Matang Rayeuk sosial memiliki pengaruh yang kuat Peudawa Puntong Kecamatan Idi Timur terhadap kualitas hidup yang Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017 dihayati secara subjektif. Jadi, individu membandingkan kondisinya dengan kondisi orang

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

  1. Populasi

  Berdasarkan analisa bivariat didapatkan bahwa dari 42 keluarga, 27responden (100%) Tugas Keluarga tentangPHBS berada pada kategori positif dan tidak ada kejadian Diare dalam 3 bulan terakhir. Dan dari 15 (100%), 13 (86,7%) Tugas Keluarga tentangPHBS berada pada kategori negatif dan ada

  Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari 42 responden, mayoritas tidak ada kejadian diare pada balita dalam waktu 3 bulan terakhir yaitu 29 (69%) dan mayoritas Tugas Keluarga tentangPHBS berada pada kategori Positif yaitu27 responden (64,3%) .

  4.2 . Pembahasan

  3.Hubungan Tugas Keluarga tentang Perilaku Hidup Bersih Sehat Dengan Kejadian Diare Pada Anak

  Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan bahwa dari 42 responden, mayoritas tugas keluarga dalam Perilaku hidup bersih sehatberada pada kategori Positif yaitu27 responden (64,3%) dan minoritas negatif yaitu 15 responden (35,7%)

  Sumber : Data Primer (Tahun 2017)

  Jumlah 2100

  5 64,3 35,7

  27

  2. Positif Negatif

  Keluarga F% 1.

  No Tugas

Tabel 5.2 Distribusi FrekuensiTugas Keluarga tentang Perilaku Hidup Bersih Sehat

  2.Tugas Keluarga tentang Perilaku hidup bersih sehat

  2 Sumber : Data Primer (Tahun 2017) Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa dari 42 responden, mayoritas tidak ada kejadian diare pada balita dalam waktu 3 bulan terakhir yaitu 29 (69%) dan minoritas ada kejadian diare 13 responden (31 %).

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil Penelitian

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare

  Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga atau kepala keluarga yang memiliki balita Di Desa Gampong Matang Rayeuk Peudawa Puntong Kecamatan Idi Timur Kabupaten Aceh Timur Berjumlah 42 keluarga (data diperoleh dari bidan desa)

  2. Sampel

  Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode total sampling. Total sampling adalah suatu cara pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi, cara ini dilakukan jika populasinya kecil(Alimul, 2002). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 42 keluarga/kepala keluarga.

  Berdasarkan hasil dari pengumpulan data yang telah dilakukan mulai28 Juli – 4 Agustus 2017 Di Desa Gampong Matang Rayeuk Peudawa Puntong Kecamatan Idi Timur Kabupaten Aceh Timur, dengan jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian sebanyak42keluarga, dimana penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan perilaku hidup bersih sehat dengan kejadian diare pada anak di Desa Beringin kecamatan Pereulak Barat Kabupaten Aceh Timur tahunDi Desa Gampong Matang Rayeuk Peudawa Puntong Kecamatan Idi Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2017.

  1. Kejadian Diare

  31 Jumlah 4 100

  69

  F % 1.

  2. Tidak ada Ada

  2

  9

  1

  3

  No Kejad ian Diare

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

  kejadian diare5. Dengan nilai Pvalue = 0,000. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Tugas Keluarga tentangPHBS dengan kejadiaan diare.

  Hasil penelitian Artini (2010) tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orangtua dengan Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di puskesmas Pasundan Samarinda Kalimantan Timur, menunjukkan bahwa ada hubungan antara Pengetahuan dengan Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan besarnya hubungan antara Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan pengetahuan adalah sebesar 0,471 atau 47,1 %. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa pengetahuan ternyata memiliki pengaruh terhadap penerapan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat di daerah tersebut.

  Penelitian lain yang dilakukan Sulastri (2008) tentang Hubungan Pengetahuan dengan Sikap terhadap Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Rumah Tangga di Puskesmas Sidomulyo, menunjukkan adanya hubungan bermakna antara pengetahuan terhadap penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Rumah tangga, dengan nilai p value 0,033 ≤ 0,05, maka pengetahuan berhubungan dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ternyata berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat

  Hasil penelitian Amalia (2009) menemukan adanya hubungan tingkat pendidikan masyarakat dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian Kusumawati (2004) mengemukakan bahwa ada hubungan antara pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan ini juga diperkuat dari hasil penelitian Pratiwi Simanungkalit (2011) bahwa kepala keluarga yang berpendidikan tinggi lebih memiliki perilaku lebih sehat dari pada kepala keluarga yang berpendidikan menengah dan sekolah dasar, dan kepala keluarga yang berpendidikan menengah memiliki perilaku lebih sehat dari pada kepala keluarga berpendidikan sekolah dasar.

  Asumsi Peneliti bahwa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga merupakan salah satu upaya strategis untuk menggerakan dan memberdayakan keluarga atau anggota rumah tangga untuk hidup bersih dan sehat. Melalui ini setiap anggota rumah tangga diberdayakan agar tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri dibidang kesehatan dengan mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi terutama diare yang akan terjadi pada anak, serta memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Setiap rumah tangga juga digerakkan untuk berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat

  PENUTUP

  a. Kesimpulan

  Berdasarkan hasil dari pengumpulan data yang telah dilakukan mulai 9 - 13 Agustus 2017Di Desa Gampong Matang Rayeuk Peudawa Puntong Kecamatan Idi Timur Kabupaten Aceh Timur, dengan jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian sebanyak42keluarga, dapat disimpulkan bahwaMayoritas keluargatidak ada kejadian diare pada balita dalam waktu 3 bulan terakhir yaitu 29 (69%).

  1. Mayoritas Tugas Keluarga tentangPHBS berada pada kategori Positif yaitu27 responden (64,3%)

  2. Berdasarkan analisa bivariat didapatkan bahwa dari 42 keluarga, 27responden (100%) Tugas Keluarga tentangPHBS berada pada kategori positif dan tidak ada kejadian Diare dalam 3 bulan terakhir. Dan dari 15

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

b. Saran

  Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta:

  jiwa lansia. Diakses pada tanggal

  E. (2009). Development psychology (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga. Kuntjoro, Z.S. (2002). Masalah kesehatan

  New Jersey: Prentice Hall Hurlock,

  Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2003). Family Nursing, Research, Theory and Practice.

  Keluarga. Jakarta : EGC

  Friedman, M. (1998). Keperawatan

  3 Oktober 2013 dari http://adl.aptik.or.id/default.aspx?t abID=61&src=k&id=124555

  Quality Of Life Pada Lanjut Usia Studi Perbandingan pada Janda atau Duda Lansia antara yang Tinggal di Rumah Bersama Keluarga dengan yang Tinggal di Panti Werdha. Tesis Universitas Atma Jaya. Diakses pada Tanggal

  16 Juli 2012 dari http://books.google.co.id/books?id =LKpz4vwQyT8C&pg=PT233&d q=tugas+kesehatan+keluarga+men urut+bailon+dan+maglaya&hl=id &sa=X&ei=dWUDUIvQGcLmrAe 30dCTBg&ved=0CDcQ6AEwAA Hardywinoto & Setiabudhi. (2006).

  Salemba Medika. Diakses pada tanggal

  Effendi, F., Makhfudli. (2009).

  (100%), 13 (86,7%) Tugas Keluarga tentangPHBS berada pada kategori negatif dan ada kejadian diare 5. Dengan nilai Pvalue = 0,000. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Tugas Keluarga tentangPHBS dengan kejadiaan diare.

  Diakses pada tanggal 22 Juni 2013dari http://www.medicine.ox.ac.uk/ban dolier/painres/download/whatis/W hatisQOL.pdf

  ISBDdetail.pl?biblionumber=3490 Donald, A. (2009). What is Quality of life? . UK : Hayward Group Ltd.

  1 Oktober 2013 dari http://www.perpustakaan.depkes.g o.id/cgi-bin/koha/opac-

  Lanjut Usia bagi Petugas Kesehatan. Diakses pada Tanggal

  Diakses pada tanggal 17 Juni 2013 . (2010). Pedoman Puskesmas Santun

  Departemen Kesehatan. (2008). Jumlah Penduduk Lanjut Usia Meningkat .

  pada Lansia. Jakarta : EGC

  Darmojo dan Martono(2006) Fisioterapi

  3. Bagi Orang Tua Memberikan informasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat sehingga masyarakat khususnya orang tua dapat mengetahui dan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

  2. Bagi Pelayanan Keperawatan Sebagai bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah kesehatan mengenai pencegahan penyakit dan sebagai bahan informasi dalam mengoptimalkan program-program perilaku hidup bersih dan sehat.

  1. Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan dalam pengembangan keperawatan khususnya keperawatan keluarga Serta memberikan gambaran pengetahuan orang tua tentang perilaku hidup bersih dan sehat pada keluarga

DAFTAR PUSTAKA

  Muhammad Khairurrozi, Hubungan

  17 Juni 2013 dari http://www.e- Pascasarjana Fakultas Psikologi psikologi.com/epsi/lanjutuisa_detai UI. l.asp?id=182-17k- Sutikno, E. (2012). Hubungan Fungsi

  Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Jilid

  Keluarga dengan Kualitas Hidup

1. Jakarta : Media Aesculapius Lansia . Tesis UNS Solo. Diakses

  Martono, H. (2011). Lanjut Usia dan pada Tanggal 28 September 2012

  Dampak Sistemik Dalam Siklus dari http://pasca.uns.ac.id/?p=1627 Kehidupan. Diakses pada tanggal 2 WHO. (1994). Department of Psychiatry

  Oktober 2013 dari Centre for Participant Report http://www.komnaslansia.or.id/mo Outcomes. Diakses pada tanggal 17 dules.php?name=News&file=print Juni 2013 dari &sid=63 http://www.psychiatry.unimelb.edu

  Tarwoto dan Martonah (2010). Buku Ajar .au/centres-units/cpro/index.html Ilmu Keperawatan Komunitas 2.

  Jakarta : CV. Sagung Seto Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi

  Penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka

  Cipta Nugroho, W. (2008). Keperawatan

  Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC.

  Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan

  Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 3 . Jakarta :

  Salemba Medika Maryam, (2008). Fisioterapi pada Lansia. Jakarta : EGC Putri, W.A.R. & Iman, P. (2012).

  Hubungan Fungsi Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia di Kelurahan Wirobrajan Yogyakarta. Diakses pada Tanggal

  28 September 2012 dari W Amilia Rosmita Putri - FKIK (Pendidikan Dokter), 2012 - publikasi.umy.ac.id

  Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) .

  Gambaran Kualitas Hidup Dewasa Muda Berstatus Lajang melalui Adaptasi Instrumen WHOQOL- BREF dan SRPB. Depok: