ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK PENGUSAHA KENA PAJAK PEDAGANG ECERAN TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK PENGUSAHA KENA PAJAK PEDAGANG ECERAN TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

  Dimas Median E Universitas Negeri Surabaya

   ABSTRACT

  Tax compliance is an adherence to the provisions or taxations rules that are

required or requested to be implemented. In a self- assesment system , taxpayers are

given the discretion to calculate, deposit, self reported tax obligation. This study aims to

analyze the factors that affect the level of revenue VAT retailers at KPP Pratama

Rungkut Surabaya. Factors to be variable in this study is the tax compliance,

examination tax and revenue of VAT retailers. This reasearch using quantitative data and

variable data in this study is secondary data obtained from KPP Pratama Rungkut

Surabaya. A data analysis technique was used multiple linear regression analysis and

they were analyzed using IBM SPSS software version 23. The result of this study

indicated that tax compliance has a significant negative on VAT receipts retailers,

examination tax has a not significant effect on VAT retailers.

  Keyword: tax compliance, examination tax, retailers, revenue, VAT PENDAHULUAN

  Pajak merupakan pendapatan terbesar di Indonesia pada saat ini. Sehingga pajak merupakan hal yang sangat penting dan menjadi sorotan. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) pendapatan negara penerimaan perpajakan untuk tahun 2016 mencapai Rp.1.565.784,1 Milliar Rupiah dimana merupakan pendapatan utama negara Indonesia. Pendapatan pajak dalam negeri terdiri atas pendapatan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), cukai, dan pajak lainnya. Target pendapatan pajak dalam negeri tahun 2016 adalah sebesar Rp.1.565.784,1 miliar, meningkat sebesar 5,1 persen jika dibandingkan dengan targetnya dalam APBNP tahun 2015 atau sebesar 14,8 persen jika dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2015. Faktor utama yang memengaruhi pendapatan pajak dalam negeri adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Perbandingan antara pendapatan pajak dalam negeri pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2015 dan RAPBN tahun 2016.

  Penerimaan tahun 2015 untuk Pajak Penghasilan (PPh) mencapai 47,2% dan 50,1 dari 100% hasil pendapatan negara. Kedua adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 40 % dan 37,6%. dan Pajak lainya 12,8 dan 12,3 % dapat dilihat Pajak Pertambahan Nilai merupakan nomor urut ke dua dalam pendapatan negara dalam pendapatan pajak dalam negeri. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalahyang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, karena pajak tersebut disetor oleh pihak lain sebagai pemungut, yang bukan penanggung pajak. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah

  

ang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP,

  dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya. Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. adalah melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi baik dari sumber pajak ataupun objek pajak. Kegiatan ekstensifikasi ini bertujuan untuk menggali potensi pajak yang selama ini belum tersentuh sekaligus merupakan bagian dari modernisasi administrasi perpajakan, sedangkan intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek dan subyek pajak yang telah tercatat dalam administrasi Direktorat Jendral Pajak. Ekstensifikasi dapat mengembangkan potensi pajak yang belum tersentuh dan merupakan salah satu objek pajak baru antara lain Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP PE).

  Data yang dilansir www.nasional.news.viva.co.id, pertumbuhan ritel modern (mini market) di Surabaya bagai cendawan di musim hujan, cenderung tidak terkendali. Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Surabaya mencatat, sampai akhir 2009 ini terdapat 346 mini market di Surabaya. Namun, DPD Aprindo Jatim mencatat ada 475 mini market. Pertumbuhan mini market memang sangat pesat di Jatim maupun secara nasional. Di Jatim ada 300-400 izin baru mini market. Sampai akhir 2009, terdapat 4.250 mini market di Jatim, naik 677 (18,62) persen dari 2008 yang 3.633 mini market. Akhir 2010, jumlahnya diprediksi meningkat 40 persen. Khusus Surabaya ada 30 izin baru mini market. Bisnis ini memang menggiurkan. Tahun 2008, Aprindo Jatim mencatat total omzet retail modern di Jatim mencapai Rp 9,41 triliun. Tahun 2009, jumlah omzet naik 20,03 persen menjadi Rp 11,49 triliun. Sedangkan tahun 2010, diprediksi peningkatan omzet berkisar 21,61 persen atau menjadi Rp 13,97triliun. Dalam portofolio nasional, selama kurun waktu 2003-2008 pertumbuhan gerai ritel modern cukup fenomenal, yakni 162 persen. Bahkan, pertumbuhan gerai mini market mencapai 254,8 persen, yakni dari 2.058 gerai pada 2003 menjadi 7.301 gerai pada 2008. Menggiurkannya bisnis mini market itulah yang membuat pertumbuhannya makin tak terkendali, termasuk di Surabaya. Dari 346 mini market di kota ini (data versi Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Surabaya), 40 persennya tidak berizin. Hal itu diakui Endang Tjaturahwati, kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Surabaya. Data pada tahun 2015 yang dilansir oleh LENSAINDONESIA.COM, saat ini jumlah minimarket sebanyak 667 yang berdiri di Surabaya. Rinciannya, Alfamart 234, Indomaret 293, Alfa Xpress 3, Rajawalimart 9, Superindo 7, Alfamidi 42, Circle K 15 dan lainnya berjumlah 64. Dan jumlah ini selalu bertambah dari tahun ke tahun. Dari jumlah tingginya PKP PE dapat digambarkan betapa tingginya daya beli konsumen pada barang kena pajak (BKP).

  Menurut PER - 58/PJ/2010 Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut, melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya, dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang dan pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya. Semua konsumen saat ini lebih cenderung lebih banyak melakukan transaksi dengan PKP PE karena berbagai keunggulan. Dimana PKP PE memiliki berbagai keunggulan dalam pemasaran dan penjualan barang ke konsumen akhir.

  PPN adalah pajak yang dipungut atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pengusaha dalam hal sistem yang dapat digunakan adalah multiple-stage levies.

  

Multiple-stage levies digunakan pada PPN dikenakan pada semua mata rantai distribusi dari

  produksi Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Setiap penyerahan barang dan jasa menjadi obyek PPN mulai tingkat pabrikan (manufactur) kemudian ditingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai nama dan bentuk sampai dengan tingkat pedangang eceran (retailer) .

  PKP PE termasuk pada system multiple-stage levies karena setiap rantai distribusi dikenakan sebagai objek PPN hingga pada konsumen. PKP PE yang semakin menjamur membuat besarnya kemungkinan tidak dibuatnya faktur pajak digunggung. Faktur digunggung (dijumlah) adalah faktur pajak yang tidak memuat identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual. Oleh karena itu ada beberapa Pedagang Eceran tidak melakukan pelaporan PPN nya. Padahal banyak diantaranya mencapai Omset yang fantastis . Dampak dari beberapa agen dan kios dapat mengakibatkan kemungkinan adanya potensial loss atas penerimaan PPN PKP PE.

KAJIAN PUSTAKA

  (Cognitive Dissonance Theory) Teori Disonansi Kognitif

  Solomon (1992:42), Teori Dissonansi Cognitive adalah salah satu dari pendekatan terhadap tingkah laku yang paling penting berdasarkan pada prinsip konsistensi. Menurut Solomon, Teori ini mengemukakan bahwa orang termotivasi untuk mengurangi keadaan negatif dengan cara membuat keadaan sesuai satu dengan yang lainya.

  Kepatuhan Wajib Pajak

  Kepatuhan Wajib Pajak Menurut kamus umum bahasa Indonesia istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran-ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

  Teori Ease of administration

  Agar pajak yang dipungut dapat berjalan sesuai dengan fungsingnya, asas-asas perpajakan harus diterapkan dengan baik.salah satu prinsip yang terkenal adalah four maxims yang dikemukakan oleh Adam Smith. Keempat prinsip yang perlu diperhatikan dalam mendesain sistem pemungutan pajak tersebut antara lain sebagai berikut (Smith,1976 : 350- 351)

  a) Equity/equality, pajak haruslah dipungut secara adil dan merata, dikenakan sesuai dengan kemampuan Wajib Pajak dan manfaat yang diterima sesuai dengan yang telah dibayarkan Wajib Pajak.

  b) Certainty, dalam memungut pajak harus sejelas mungkin dalam hal berapa jumlah yang harus dibayar, dan bagaimana cara membayarnya. Sehingga, pemungutan pajak tidak sewenang-wenang dalam melakukan pemungutan pajak.

  c) Convence, pajak haruslah dipungut pada saat yang tepat dan seminimal mungkin pajak tidak memberatkan Wajib Pajak selaku pembayar pajak. d) Economy/Efficiency ,prinsip ini berarti bahwa biaya pemungutan harus ditekan seminimal mungkin.baik bagi fiskus maupun bagi Wajib Pajak.

  Dasar pijakan penentuan

  Pemeriksaan Pajak

  Definisi dari pemeriksaan pajak tertera pada UU KUP pada pasal 1 ayat 25 yang berbunyi: Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,keterangan,dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

  Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai

  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak (Resmi, 2012). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 7 Tarif PPN: a.

  Tarif 10%, berlaku atas penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP adalah tarif tunggal.

  b.

  Tarif atas Ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0% (Nol Persen) pajak yang dikenakan atas BKP yang diekspor atau dikonsumsi diluar Daerah Pabean.

  c.

  Tarif pajak dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah (Undang-UndangPPN).

  Berdasarkan pada latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian serta tinjauan pustaka seperti yang telah diuraikan tersebut di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Terdapat pengaruh tingkat Kepatuhan Pajak PKP PE terhadap peningkatan penerimaan PPN pada KPP di Surabaya (H1). Terdapat Pengaruh tingkat Pemeriksaan Pajak terhadap peningkatan penerimaan PPN pada KPP di Surabaya (H2).

METODOLOGI PENELITIAN

  Jenis Penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif mempunyai tujuan untuk menguji teori, meletakkan teori menjadi landasan dalam penemuan dan pemecahan penelitian (Sugiyono, 2003:1). Data yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian dikumpulkan kemudian dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan alat uji statistik untuk mendapatkan kesimpulan atas rumusan masalah yang diajukan.

  Variabel Dependen (variabel Y), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Variabel independen (variabel X) adalah variabel yang diduga mempengaruhi variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini Kepatuhan Wajib Pajak (X

  1 ),

  Pemeriksaan Pajak (X 2 ).

  Populasi Penelitian ini dilakukan dengan mengabil Data di KPP Pratama di Surabaya. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel ditentukan dengan non

  

probability sampling method karena pengambilan sampel non probablitiy merupakan satu-

  satunya alternatif yang cocok (feasible) apabila populasi total tidak tersedia atau tidak diketahui peneliti, dengan kriteria pengambilan sampel adalah KPP Pratama Rungkut Surabaya.

  Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan metode dokumentasi, yaitu KPP Pratama Rungkut Surabaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda, yaitu dengan menguji model pengaruh dan hubungan variabel bebas yang jumlahnya lebih dari dua variabel terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005:79). Teknik analisis data yang dilakukan adalah uji asumsi klasik yang terdiri atas uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heterokedastisitas.

  HASIL Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas

  Berdasarkan uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,000 dan signifikan pada 0,05. Hal ini berarti Ho ditolak yang berarti data residual terdistribusi tidak normal. Hasil Uji ini konsisten dengan analisis grafik normal probability plot. Untuk Mengatasi distribusi tidak normal dilakukan screening data menggunakan data outlier pada observasi 24 dan 36. Berdasarkan uji One-Sample

  

Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,049

  dan signifikan pada 0,05. Hal ini berarti Ho ditolak yang berarti data residual terdistribusi tidak normal. Hasil Uji ini konsisten dengan analisis grafik normal probability plot. Data yang tidak terdistribusi normal dapat ditransformasi agar menjadi normal. Bentuk grafik yang terjadi pada data adalah subtansial positive skewness sehingga peneliti menggunakan bentuk transformasi menjadi LG10(x) atau logaritma 10 atau LN. Berdasarkan uji One-Sample

  

Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,200

  dan tidak signifikan pada 0,05. Hal ini berarti Ho diterima yang berarti data residual terdistribusi normal. Hasil Uji ini konsisten dengan analisis grafik normal probability plot. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

  Uji Multikolonieritas

  Uji Multikolonieritas menunjukkan bahwa sudah tidak terjadi multikolinieritas antara variabel independen ditunjukkan dengan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 dan nilai VIF yang tidak lebih dari 10.

  Uji Autokolerasi

  Diperoleh nilai DW sebesar 1,335. Nilai Durbin- Watson berdasarkan tabel dengan derajat kepercayaan sebesar 5% (α=0,05) dengan jumlah observasi (N) = 34 dan jumlah variabel independen (k) = 2 diperoleh nilai tabel dl = 1,39285 dan nilai tabel du = 1,51358.

  Nilai Durbin-Watson tidak memenuhi persamaan du < d < 4-du yaitu 1,51358 < 1,335 < positif atau negatif. Berdasarkan persamaan tersebut maka model regresi terjadi autokorelasi.

  Berdasarkan uji Durbin Watson tersebut agar tidak terjadi autokorelasi maka dilakukan uji Lagrange Multiplier. Hasil uji ini sebagai berikut : diperoleh nilai DW sebesar 1,743. Nilai Durbin- Watson berdasarkan tabel dengan derajat kepercayaan sebesar 5% (α=0,05) dengan jumlah observasi (N) = 34 dan jumlah variabel independen (k) = 2 diperoleh nilai tabel dl = 1,39285 dan nilai tabel du = 1,51358. Nilai Durbin-Watson memenuhi persamaan du < d < 4-du yaitu 1,51358 < 1,743 < 2,48642 , dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat korelasi positif atau negatif. Berdasarkan persamaan tersebut maka model regresi tidak terjadi autokorelasi.

  Uji Heteroskedastisitas

  Diketahui bahwa titik-titik data terlihat membentuk pola namun menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah atau disekitar angka 0 pada sumbu Y dan X. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.

  • 2,013 0,053 pemeriksaan pajak -0,081

  1 kepatuhan wajib pajak -3.510

  Model B t sig

  • 0,864 0,394

  2 )

  1 diterima).

  Ha

  1 ditolak

  Nilai Uji t untuk variabel kepatuhan wajib pajak adalah sebesar -2,013 dan tingkat signifikansi 0,053 berdasarkan dari hasil tersebut nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel kepatuhan wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPN PE. Namun peneliti ingin meningkatkan taraf signifikansi menjadi 10% karena peneliti menganalisis bahwa adanya kemungkinan keadaan sosial yang tidak stabil sehingga peneliti meningkatkan tingkat signifikansi tersebut. Pengaruh kepatuhan wajib pajak adalah negatif namun signifikan (Ho

   Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (X 1 )

  Berdasarkam tabel hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1.

  Pengujian Hipotesis secara Parsial (Uji t) Tabel 2. Hasil Uji t

  Berdasarkan Tabel ANOVA dapat dilihat bahwa nilai Fhitung = 2,050 dengan signifikansi 0,146 Hal ini menunjukkan bahwa signifikansi > 0,05 sehingga dapat disimpulkan variabel kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan pajak secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap penerimaan PPN PE. Namun peneliti ingin meningkatkan taraf signifikansi menjadi 10% karena peneliti menganalisis bahwa adanya kemungkinan keadaan sosial yang tidak stabil sehingga peneliti meningkatkan tingkat signifikansi tersebut. Dan pada hasil simultan ini tetap sama yaitu tidak signifikan.

  Residual Total

  b

  1 Regression 2,050 ,146

  Uji Hipotesis Tabel 1. Hasil Uji F Model F Sig.

2. Pemeriksaan Pajak (X

  Nilai Uji t untuk variabel kepatuhan wajib pajak adalah sebesar -0,0864 dan tingkat signifikansi 0,394 berdasarkan dari hasil tersebut nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 ataupun 0,1 sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel pemeriksaan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPN PE. Pengaruh kepatuhan wajib pajak

  

2

  2 adalah negatif namun tidak signifikan (Ho diterima Ha ditolak).

  Analisis Sensitivitas

  Pada tahap ini peneliti mengalami keraguan akan data yang terjadi dikarenakan kenaikan penerimaan pajak pada bulan desember sangatlah tinggi melebihi 100% dari bulan bulan biasanya oleh karena itu peneliti juga melakukan analisis sensitivitas ini dengan menghapuskan data pada bulan desember. Berdasarkan hasil analisis data pada tabel uji t yang dilakukan dua kali dengan pendukung analisis sensitivitas peneliti menyimpulkan bahwa adanya kesamaan hasil bahwa terdapat pengaruh pada kepatuhan wajib pajak sedangkan tidak terdapat pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak.

  PEMBAHASAN Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Penerimaan PPN PE

  Hasil penelitian ini menemukan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan PPN PE. Namun peneliti ingin meningkatkan taraf signifikansi menjadi 10% karena peneliti menganalisis bahwa adanya kemungkinan keadaan sosial yang tidak stabil sehingga peneliti meningkatkan tingkat signifikansi tersebut. Berdasarkan keputusan tersebut tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan PPN PE dengan p value 0,053 berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPN. Jika dilihat dari arah hubunganya memiliki pengaruh negatif yang artinya semakin tinggi kepatuhan wajib pajak maka semakin turun penerimaan pajak, hal ini disebabkan karena dimungkinkanya PPN hanya disetorkan dalam nominal yang kecil hanya untuk menghindari sanksi, PPN juga dipengaruhi oleh arus transaksi dari konsumen ke produsen atau sebaliknya . Sedangkan WP Efektif PE sangat dimungkinkan untuk mengundurkan diri dikarenakan banyaknya peraturan perpajakan yang membutuhkan data yang jelas. Hal ini dapat mempengaruhi hasil perhitungan kepatuhan yang akan dimungkinkan bahwa jumlah WP sebenarnya adalah sama, namun tertera bertambah dikarenakan WP Efektif dalam bulan tersebut ada yang keluar dan juga ada yang masuk.

  Jika pada suatu ketika ekonomi dan daya beli masyarakat melemah yang menyebabkan masyarakat tidak mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek PPN maka secara langsung menyebabkan penerimaan PPN pun akan menurun. Pengusaha kena pajak pastilah memiliki keinginan untuk meringankan beban pajaknya, sehingga dalam hal ini pasti PKP memilik trick atau disebut manajamen pajak untuk meringankan beban pajaknya hal ini diperkuat bahwa data penerimaan pada bulan januari hingga november selalu stabil namun penerimaan PPN PE bulan desember diketahui melonjak hingga 100% dari bulan bulan lain.Pada tahap ini peneliti mengalami keraguan akan data yang terjadi dikarenakan kenaikan penerimaan pajak pada bulan desember sangatlah tinggi melebihi 100% dari bulan bulan biasanya, oleh karena itu peneliti juga melakukan analisis sensitivitas. Untuk medukung hasil di atas dengan menghapuskan data pada bulan desember, dalam analisis sensitivitas setiap kemungkinan harus dicoba, yang berarti bahwa harus di analisa kembali setiap kali proses. Ini diperlukan karena analisa didasarkan pada proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Dan di temukan bahwa tingkat signifikansi jika dilakukan dengan menghilangkan data desember p value adalah 0,036 berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPN PE. Hal ini berarti terjadi hal yang konsisten pada analisis regresi pertama.

  Hal ini seharusnya merupakan salah satu tujuan dari intensifikasi pajak, penggalian potensi secara maksimal ini seharusnya dapat dilakukan. Sebagai contoh ketika ditemukan kewajiban untuk melakukan pembayaran pajak maka kegiatan pemeriksaan pajak dilanjutkan dengan penerbitan STP dan atau SKPKB. Pemeriksaan pajak merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengelolah data untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang undangan.

  Kenaikan penerimaan pajak pada bulan desember sangatlah tinggi melebihi 100% dari bulan biasanya, oleh karena itu peneliti juga melakukan analisis sensitivitas. Untuk medukung hasil di atas dengan menghapuskan data pada bulan desember. Ditemukan bahwa tingkat signifikansi jika dilakukan dengan menghilangkan data desember p value adalah 0,838 tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPN PE. Hal ini berarti terjadi hal yang konsisten pada analisis regresi pertama.

  SIMPULAN

  Berdasarkan hasil pengujian yang penulis lakukan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Kepatuhan wajib pajak dan pemeriksaan pajak secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai pedagang eceran

  2. Kepatuhan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai pedagang eceran. Yang berarti kepatuhan WP PKP PE tidak membuat penerimaan pajak bertambah ataupun berkurang.

  3. Pemeriksaan pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai pedagang eceran. Tinggi rendah nya pemeriksaan tidak memberikan dampak terhadap penerimaan yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah dalam upayanya melakukan intensifikasi pajak

DAFTAR PUSTAKA

  Abdul. Mujiyati. 2010. Perpajakan (PendekatanTeori Dan Soal latihan). Muhammadiyah University Press. Surakarta. Amir, Gunawan. 2005. Evaluasi Kinerja Sistem Perpajakan Indonesia. Jurnal Ekonomi. Amrullah,Ami

   Djarwanto,1998. Statistik Sosial Ekonomi Bagian Pertama Edisi 3. Yogyakarta: BPFE.

  Mardiasmo, (1999). Perpajakan. Yogyakarta : Andi Yogyakarta. Fuji. Nuri Hastuti. 2011. Pengaruh Kwalitas, Pelayanan Publik terhadap Penerimaan. Ghozali, Imam, 2009. AplikasiAnalisis Multivariate Dengan Program SPSS, EdisiKeempat, Penerbit UniversitasDiponegoro.

  Jensen, Michael C dan William H. Meckling. (1976). “Theory of the Firm : Manajerial Behavior

  ,Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics 3 (1976)305-360. North-Holland Publish Company. Jillian C. Sweeney, D. Hausknecht dan Geoffrey N. Soutar. 2000. “Cognitive Dissonance after Purchase:A Multidimensional Scale

  , Psychology and Marketing, Vol. 17. (15) Hal 369-385.

  Liem, Natalia Susan, David Paul Elia Saerang, Heince Wokas. 2015. “ Analisis Kepatuhan Wajib Pajak( Pengusaha Kena Pajak) Berdasarkan Realisasi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Bitung).

  Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi . Vol. 15 (04): hal. 447-457.

  Mansury.1994. Panduan Konsep Utama Pajak Penghasilan di Indonesia. Jakarta,PT.Bina Rena Parawisata. Mustikasari, Elia. 2007. “Kajian Empiris tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di

  Perusahaan Industri Pengelolahan di Surabaya”. Simposium Nasional Akuntansi

  (SNA) X. Unhas Makasar. 26- 28 juli. Rosdiana Haula dan Rasin Tarigan, 2005.Perpajakan: Teori dan Aplikasi, Jakarta;Raja Grafindo Persada. Santosa, Singgih. 2010. Statistik Multivariat. Jakarta: PT.Alex Media. Sekaran, Umar. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi keempat. Jakarta:Salemba empat. Subagyo, Pangestu. Djarwanto. 2009. Statistika Induktif Edisi 5. Yogyakarta: BPFE. Sugiono.2002. MetodologiPenelitian.Jakarta : PustakaBaru. Supadmi, Ni Luhzai.2009. Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Badan Melalui Kualitas Pelayanan. Universitas Udayana. Supomo, Indriatmako. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE. Suryadi. 2006. “Model Hubungan Kausal Kesadaran Pelayanan, kepatuhan Wajib Pajak dan

  Pengaruh nya terhadap Kinerja penerimaan pajak suatu Survei Di Wilayah Jawa Timur”. Jurnal Keuangan Publik. Vol.4 Hal 105-121

  Undang-Undang PPN pasal 4 Undang-UndangDasar No.42 tahun 2009 Waluyo. 2005. Perpajakan Indonesia edisi 5. Jakarta:SalembaEmpat Wato. Salip. 2006. Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak studi kasus di KPP Jakarta Kebon Jeruk. JKP. Volume 4: 61-81.

  Yin, Robert K. 2012. StudiKasus: Desain&Metode,Jakarta :PT.Rajagrafindo Persada. Yustinus Prastowo. 2009. Panduan Lengkap Pajak. Jakarta: Raih Asa Sukses