MAKALAH PENETUAN WAKTU SHOLAT PROGRAM ST

MAKALAH PENETUAN WAKTU SHOLAT
Guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Falak

Dosen pengampu : Drs. Wahyu Widiana, M.A

Oleh
Nama: Mochammad Khoerul Ilham Rosyadi
Nim

: 11150440000147

PROGRAM STUDY HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2017

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam perspektif ajaran Islam masalah ibadah merupakan ajaran dasar yang dititahkan
kepada seluruh mukallaf. Sebagai ibadah yang disyari’atkan, maka merupakan keharusan untuk
dilakukan dengan sikap ikhlas dan semata-mata mengharap balasan dari Allah Swt. Dan idealnya
terhadap kewajiban ini, adalah dilakukan dengan bekal ilmu yang cukup, pengetahuan yang
benar dan pemahaman yang proporsionl. Baik dari segi dasar pensyari’atannya (landasan
normatif), maupun dari sisi pengamalan atau penerapannya.
Aslmau wajhahu (menyerahkan diri) pada dasarnya adalah memurnikan ibadah kepada
Allah dan wahuha muhsin (berbuat kebajikan) adalah mengikuti Rasul-Nya. Menurut Syaikhul
Islam3 ; inti agama ada dua hal pokok, yakni tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah, dan
tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan-tidak dengan bid’ah (lihat QS. alKahfi : 110)
Demikianlah misalnya shalat sebagai ibadah khusus, ia terikat oleh ketentuan-ketentuan
khusus yang wajib dipatuhi dalam pengamalannya yang dalam khazanah fikih lazimnya dikenal
nama “syarat dan rukun”. Para fukaha menetapkan bahwa syarat wajib shalat ada empat yaitu ;
suci, menutup aurat menghadap kiblat dan tiba waktunya. Khusus masalah waktu shalat alQur’an memberikan penegasan bahwa shalat adalah ibadah yang telah ditetapkan waktunya dan
kewajiban bagi orang-orang yang beriman (Q S. an-Nisa ; 103).
Atas dasar firman Allah pada surah an-Nisa ; 103 tersebut, maka telah menjadi suatu
kewajiban bagi umat untuk berusaha mengetahui dengan benar waktu-waktu ibadah yang
disyari’atkan, baik awal waktu maupun akhir waktu ibadah. Kini, dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi umat manusia semakin menemukan banyak kemudahan hidup bukan
hanya pada bidang mu’amalah tetapi juga pada masalah-masalah ibadah mahdah seperti

penetapan
Atas penjelasan tersebut maka pada makalah ini, penulis akan mengemukakan pokok
bahasan “bagaimana menentukan awal waktu shalat”, dengan dua sub bahasan; pertama;

bagaimana awal waktu shalat menurut syara’ dan kedua bagaimana awal waktu shalat menurut
perspektif sain-Astronomi (ilmu falak).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asal Mula Shalat Lima Waktu?
2. Perhitungan waktu shalat menurut Ilmu Hisab/ Sains
3. Contoh Waktu Shalat di wilayah Jakarta
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Asal Mula Shalat Lima Waktu
2. UntukMenentukan Awal Waktu Shalat Dengan Menurut Syara’danSains-Astronomi.
3. UntukmengetahuiHadits Yang Berkaitan Dengan Penetapan Waktu Shalat?

BAB II
PEMBAHASAN
A.
1)


ASAL MULA SHALAT 5 WAKTU
SHALAT SUBUH
Ketika Nabi Adam diturunkan ke dunia diwaktu malam, beliau merasa takut. Ia dan Siti
Hawa tidak diturunkan di satu tempat yang sama. Siti Hawa di Jeddah Saudi Arabia, sedangkan
Nabi Adam di bukit Ruhun di pulau Sailan atau kini dinamakan Sailandra. Setelah fajar terbit,
Nabi Adam 'Alaihi Sallam. sujud syukur dua kali sujud kehadirat Allah. Itulah sebabnya sholat
subuh dua raka’at mengingatkan akan Nabi Adam 'Alaihi Sallam sebagai orang yang pertama
sujud di muka bumi. Maka disunahkan sholat Isyraq ( Shalat isyraq adalah shalat dua rakaat
setelah matahari terbit dan meninggi, bagi yang shalat Fajar secara berjamaah di masjid
kemudian duduk di tempat shalatnya untuk berzikir kepada Allah Ta'ala hingga shalat dua rakaat.
Keutamaannya telah disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
ْ ‫اَ َحتّى ت‬
ّ ‫صلّى ْال َغدَاةَ فِي َج َما َع ٍة ثُ ّم قَ َع َد يَ ْذ ُك ُر‬
ْ ‫ َكان‬، ‫صلّى َر ْك َعتَي ِِْن‬
، ‫ تَا ّم ٍة‬، ‫ تَا ّم ٍة‬،‫ َو ُع ْم َر ٍة‬، ‫َت لَهُ َكأَجْ ِر َح ّج ٍة‬
َ ‫ ثُ ّم‬، ُ‫َطلُ َع ال ّش ْمس‬
َ ‫َم ْن‬
‫ك رضي ا عنه‬
ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬

ِ ‫ من حديث أَن‬586 ‫ رقم‬،‫تَا ّم ٍة )رواه الترمذي‬
"Siapa yang shalat Shubuh berjamaah, kemudian dia duduk berzikir kepada Allah
hingga matahari terbit, kemudian dia shalat dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umrha,
sempurna, sempurna." (HR. Tirmizi, no. 586, dari hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu)
Hadits ini diperselisihkan keshahihannya, sejumlah ulama menyatakan dha'if, sementara
yang lainnya menyatakan hasan. Termasuk yang menyatakan hasan adalah Syekh Al-Albany
rahimahullah dalam shahih Sunan Tirmizi.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya tentang hal tersebut, maka beliau berkata, 'Hadits
ini memiliki jalur periwayatan yang lumayan baik, maka dapat dikatakan sebagai hadits hasan
lighairihi. Maka shalat tersebut disunnahkan setelah matahari terbit dan meninggi seukuran
tombak, yakni kira-kira setelah sepertiga atau seperempat jam dari waktu terbitnya." (Fatawa

Syekh Ibnu Baz, 25/171)). Sujud pertama karena telah hilang rasa takutnya sebab gelapnya
malam, Sujud kedua karena syukur telah datangnya waktu siang.

2)

SHALAT DZUHUR
Manusiua pertama yang mengerjakan Sholat Dzuhur empat raka’at Nabi Ibrahim 'Alaihi
Sallam. Empat kali sujud dilakukan oleh Nabi Ibrahim dikarenakan, sujud pertama menyatakan

syukur kehadirat Allah, karena ia dan puteranya Ismail mampu menyelesaikan tugas berat dari
Allah. sujud ke dua, syukur atas kehadirat Allah karena beliau tidak terperdaya oleh bujukan
syetan. Sujud ke tiga, syukur kehadirat Allah karena Ismail adalah putera yang sabar dan ia
selamat tanpa luka apapun. Sujud ke empat, kurban itu kemudian diganti dengan seekor domba
gemuk.

3)

SHALAT ASHAR
Manusia pertama yang mengerjakan Sholat ashar adalah Nabi Yunus 'Alaihi Sallam.
Ketika Nabi Yunus berada di dalam perut ikan yang dapat dilakukannya hanyalah pasrah. Pada
saat itu malaikat Jibril mengajarkan beliau mengucap zikrullah: “Laa ilaaha anta subhaanaka
innii kuntu minazh zhoolimiin.”
Artinya: “Tidak ada Tuhan kecuali Engkau, Maha suci Engkau, sesungguhnya aku
daripada orang yang zhalim.”
Sujud pertama meyatakan syukur kehadirat Allah atas karunia beliau sudah terlepas
dari kegelapan pikiran sehingga beliau mendapat musibah ditelan ikan besar. Sujud ke dua
menyatakan syukur kehadirat Allah sudah terlepas dari bahaya maut terkubur dalam perut
ikan.Sujud ke tiga menyatakan syukur kehadirat Allah atas karunia-Nya sudah keluar dari dalam
laut yang dalam dan gelap. Sujud ke empat menyatakan syukur kehadirat Allah atas karunia yang

mengerakkan seekor kambing betina memberi minum air susunya tiap hari sehingga kekuatan
tubuhnya pulih kembali.

4)

SHALAT MAGHRIB
Manusia pertama yang mengerjakan sholat maghrib adalah Nabi Isa 'Alaihi Sallam. Hal
ini terjadi ketika Nabi Isa dikeluarkan oleh Allah dari kejahilan dan kebodohan kaumnya, sedang
waktu itu telah terbenamnya matahari. Bersyukurlah Nabi Isa 'Alaihi Sallam, lalu sholat tiga

rakaat karena diselamatkan dari kejahilan tersebut. Sujud pertama adalah ungkapan syukur
kehadirat Allah yang telah menyelamatkan ibunya dari tuduhan yang tidak benar, karena
kemu’jizatan beliau.
Sujud ke dua, syukur kehadirat Allah yang telah menyelamatkan ibunya dari
penganiayaan orang yahudi. Sujud ke tiga adalah syukur kehadirat Allah yang telah
menyelamatkan dirinya dari penghianatan muridnya yang akan menangkapnya untuk diserahkan
kepada raja Herodes dan akan dijatuhkan hukuman mati di palang kayu salib. Di saat itu adalah
waktu maghrib, beliau sujud tiga kali dan kemudian diangkat ke langit oleh Malaikat Jibril.
5)


SHALAT ISYA’
Manusia pertama yang mengerjakan sholat Isya adalah Nabi Musa 'Alaihi Sallam. Hal
ini terjadi ketika Nabi Musa 'Alaihi Sallam telah tersesat dan berusaha mencari jalan keluar dari
Negeri Madyan, sedang dalam dadanya penuh dengan duka cita. Allah menghilangkan semua
perasaan duka citanya itu pada waktu isya yang akhir. Lalu Nabi Musa mengerjakan sholat
empat rakaat sebagai tanda syukur Sujud pertama sebagai ungkapan syukur karena Allah
menyelamatkan beliau dari kejaran fir’aun. Sujud ke dua sebagai ungkapan syukur karena Allah
telah menolong beliau selama dalam perantauan di Madyan sampai beliau beristri puteri Nabi
Syu’aib,
Sujud ke tiga, sebagai ungkapan syukur kerena Allah telah memilih beliau sebagai Nabi
untuk menyelamatkan Bani Israil dari tindasan Fir’aun. Sujud ke empat, sebagai ungkapan
syukur karena Allah telah menerima permohonan beliau untuk menjadikan kakaknya (Nabi
Harun 'Alaihi Sallam) sebagai Nabi.

B. Awal Waktu Shalat menurut Sains, (Ilmu Hisab/Astronomi)
Dari petunjuk al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw., dapat dipahami bahwa ketentuan
waktu-waktu shalat berkaitan dengan posisi matahari pada bola langit. Maka dalam perspektif
sains (astronomi) untuk penentuan awal waktu shalat terdapat beberapa hal penting untuk
dipahami lebih awal, diantaranya adalah ; posisi matahari, terutama tinggi matahari(h), jarak


zenith (bu’du as-sumti), Zm = 900-h. Fenomena awal fajar (morning twislight), matahari terbit
(sunrise), matahari melintasi meridian (culmination), matahari terbenam (sunset) dan akhir senja
(evening twilight) berkaitan dengan jarak zenith matahari.
1. Waktu Zuhur.
Awal waktu Zuhur dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari meninggalkan meridian,
biasanya diambil sekitar 2 derajat setelah lewat tengah hari. Saat berkulminasi atas pusat
bundaran matahari berada di meridian.8 Atau dengan kata lain titik pusat matahari lepas dari
meridian setempat yang tingginya relatif terhadap deklinasi9 matahari dan lintang tempat.
Apabila matahari bergeser dari meridian, maka titik pusatnya juga bergeser. Begitu pula
kalau matahari bergeser dari titik zenith, otomatis kulminasinya bergeser juga. Dan yang
menyebabkan titik kulminasi itu bergeser adalah lintang tempat dan deklinasi matahari sehingga
lintang tempat dianggap sama harganya dengan jarak zenith dan titik pusat matahari pada saat
berkulminasi setelah dikurangi dengan deklinasi matahari.
Rumus yang digunakan saat kulminasi adalah ; = 12 - e., Rumus ini turunan dari Zm=(pd), karena tinggi matahari =900 , maka p=d juga. Dengan demikian hm = 900- (p-d), oleh karena
Zm, p, dan d harganya dianggap sama dengan 0, Dari proses inilah, awal waktu shalat zuhur
yang dipahami dari hadis dengan sebutan “tergelincir matahari”.1
Angka 12.00 dianggap sama dengan 900 karena matahari berada pada titik zenith, sedang
e adalah perata waktu (equation of time). Untuk mengetahui apakah data perata waktu dalam
almanac nautika itu bertanda positif atau negatif, perlu dilihat Mer Pas nya. Jika Mer Pass lebih
dari jam 12.00 berarti perata waktu bertanda negatif (-), dan jika Mer Pass kurang dari jam 12.00

berarti perata waktu bertanda positif (+). Data perata waktu yang menentukan saat matahari
“berkulminasi” setiap hari berubah, namun dari tahun ke tahun relatif sama. Dengan demikian,
saat matahari tergelincir yang dipahami sebagai awal waktu shalat zuhur adalah posisi dimana
matahari telah bergeser dari kulminasinya atau bergeser dari meridian.. atau dimana matahari
berkulminasi disitulah dipahami sebagai awal permulaan waktu zuhur.
Dengan data yang dibutuhkan waktu Dzuhur adalah sebagai berikut :
a. Mencari Lm yaitu dengan, Lm= 12’-ⅇ
1

Lihat Ali Parman,Ilmu Falak, (Ujung Pandang : Yayasan al-Ahkam, 2001), h.. 26.

b. Mencari KWD dengan, ℼtp - ℼdh / 15
c. Mencari waktu dzuhur yaitu, Lm – Kwd + ⅈ
Dengan ⅇ adalah perata waktu

2. Waktu Shalat Ashar.
Awal waktu shalat Ashar dalam ilmu falak dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari
sama dengan jarak zenith titik pusat matahari pada waktu berkulminasi ditambah bilangan satu.
Sesuai petunjuk hadis bahwa awal waktu shalat ashar adalah apabila bayangan suatu benda sama
panjang dengan bendanya, maka hal ini secara hisab-astronomi dapat dicapai dengan ; pertama

menentukan tinggi matahari pada waktu ashar (ho) dan kedua menentukan sudut waktu matahari.
(to). Rumus yang digunakan untuk ho adalah ;
Cotg h = tg (p-d) + 1
Maksud rumus ini adalah cotg hoA sama besarnya dengan tg jarak zenit titik pusat
matahari pada waktu berkulminasi ditambah satu. Sedang untuk sudut waktu matahari (to),
digunakan rumus ;
to, Cost t = -tg p.tg d + sin h : cos p : cos d
Selanjutnya, untuk keakuratan nilai ilmiah hasil perhitungan pada waktu shalat yang akan
dihitung, maka perlu dilakukan koreksi bujur atau penyesuaian bujur masing-masing daerah (BD
– Bt) dan selisih waktu antara daerah (: 15). Serta ihtiyat sebagai tanda hati-hati atau
pengaman/pembulatan hasil akhir perhitungan.
Dengan data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut yaitu :
Cotan ℎ ashar =

b+a b a
a = a + a = tan zm + i

Cotan ℎ ashar = tan zm + 1

3. Waktu Shalat Magrib.

Dalam ilmu falak waktu shalat Magrib berarti saat terbenam matahari (ghurub), yaitu
seluruh piringan matahari tidak kelihatan oleh pengamat. Piringan matahari berdiameter 32’
menit busur, setengahnya berarti 16 menit busur, selain itu di dekat horizon terdapat refraksi

(inkisar al-jawwi) yang menyebabkan kedudukan matahari lebih tinggi dari kenyataan
sebenarnya yang diasumsikan 34 menit busur.
Koreksi semidiameter (nishfu al-quthr) piringan matahri dan refraksi terhadap jarak
zenith matahari saat matahari terbit atau terbenam sebesar 50 menit busur.
Dengan demikian terbit dan terbenam secara falak ilmi di definisikan bila jarak zenit
matahari mencapai Zm = 90050’. Defenisi itu untuk tempat pada ketinggian di permukaan air
laut atau jarak zenith matahari Zm = 910 bila memasukan koreksi kerendahan ufuk akibat tinggi
posisi pengamat 30 m dari permukaan laut. Untuk penentuan waktu magrib, saat matahari
terbenam biasanya ditambah 2 menit karena ada larangan shalat tepat pada saat matahari terbit,
terbenam dan kulminasi atas.
Untuk hisab penentuan awal waktu Magrib, data-data yang diperlukan meliputi ; data
lintang, bujur tempat, bujur daerah, deklinasi, perata waktu dan tinggi matahari ( h= -1). Selain
data tersebut, juga dilakukan koreksi bujur, data hasil kulminasi matahari (rumus zuhur) dan
ihtiyat.Rumus yang digunakan dengan data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut, yaitu :
Lm = t/15 – KWD + 2
4. Waktu Shalat Isya
Secara astronomi, awal waktu shalat Isya ditandai dengan memudarnya cahaya merah
(asy-syafaq al-ahmar) di bagian langit sebelah barat yakni sebagai tanda masuknya gelap malam.
Substansi keterangan ini dapat dilihat dalam al-Qur’an pada surah al-Isra’ ayat 78. Dalam ilmu
falak, peristiwa tersebut dikenal sebagai akhir senja astronomi ((astronomical twilight). Tinggi
matahari pada saat itu adalah 180 di bawah ufuk (horizon), sebelah barat dan jarak zenith
matahari adalah 1080 ( 900 + 180), atau h= -180 derajat.
Dengan data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut, yaitu :
W isya = Lm + t/15 – KWD + ⅈ
Cost isya = - tan ℓ + tan destinasi tempat + sin -180’ : cos ℓ : cos destinasi tempat

5. Waktu Shalat Subuh
Awal waktu Shalat Subuh dipahami sejak terbit fajar sampai waktu akan terbit matahari.
Fajar shadik dalam ilmu falak dipahami sebagai awal astronomical twilight (fajar astronomi),
cahaya ini mulai muncul diufuk timur menjelang terbit matahari pada saat matahari berada pada

posisi sekitar 180 di bawah ufuk atau jarak zenith matahari 1080. Pendapat lain mengatakan
bahwa terbitnya fajar sidik dimulai pada saat posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk atau jarak
zenith matahari 110 derajat, bahkan ada pendapat 15 derajat.2
Dalam hal hisab waktu shalat subuh, data-data yang diperlukan pada dasarnya sama
dengan waktu-waktu shalat wajib yang lain, hanya saja akhir waktu shalat subuh perlu diketahui,
yakni matahari berada pada posisi -1 derajat ( h = -10) di bawah ufuk

Dengan data yang dibutuhkan untuk waktu Subuh adalah sebagai berikut :
W subuh = Lm – t/15 – KWD +ⅈ
Dengan ℎ Subuh = 110’ dan -20’

C. Contoh Penghitungan Waktu Sholat di Jakarta

1. Hitunglah awal waktu dzuhur di wilayah Jakarta dengan ( -6’ 10 ‘ LS , 106’ 49’ ) pada
tanggal 17 mei 2017
a. Lm = 12’ - ℓ
= 12’ – 0’ 12’’ 36 ‘’’
= 12’ 56’’ 24’’’

b. KWD = 106’ – 49’ = / 15
= 0’ 48’ 3’

c. Waktu dzuhur di wilayah Jakarta
Lm
KWD
Total
Ihtiyat
Total

=0
= 12
=0
= 12

= 12
: 48
: 8
:2
: 10

: 56
:3
: 21
: 21
: 21

: 24

Jadi waktu dzuhur diwilayah Jakarta pada tanggal 17 mei 2017 adalah pukul 12: 10
2

Lihat Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairi, dkk. Koreksi Awal Waktu Subuh, Cet. I; Malang :
Pustaka Qiblati, 2010,), h. 210-211.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.

Sebagai kesimpulan dari dua sub permasalahan tulisan ini adalah sebagai berikut : Menurut
syara’ Waktu Shalat Dhuhur, adalah apabila posisi matahri tergelincir, sedang waktu shalat
Ashar, apabila bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan bendanya. Sementara Waktu
shalat Magrib, adalah ketika matahari telah terbenam sampai megah merah belum hilang atau
selama megah merah masih ada. adapun waktu shalat Isya, yakni mulai ketika hilang megah
merah sampai terbit fajar, pada riwayat lain hingga tengah malam atau seperdua malam, dan
untuk waktu shalat Subuh, adalah apabila terbit fajar.

2. Selanjutnya, menurut sains (astronomi), penetapan hisab awal waktu shalat sangat dipengaruhi
oleh beberapa hal penting dalam tata ordinat di antaranya adalah deklinasi matahari dan perata
waktu. ; Awal waktu Zuhur; dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari meninggalkan
meridian, biasanya diambil sekitar 2 derajat setelah lewat tengah hari, Saat berkulminasi atas
pusat bundaran matahari berada di meridian. Awal waktu shalat Ashar; dalam ilmu falak
dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari sama dengan jarak zenith titik pusat matahari pada
waktu berkulminasi ditambah bilangan satu. Sedang waktu shalat Magrib; berarti saat terbenam
matahari (ghurub), yaitu seluruh piringan matahari tidak kelihatan oleh pengamat. Piringan
matahari berdiameter 32’ menit busur, setengahnya berarti 16 menit busur, Selanjutnya, awal
waktu shalat Isya; ditandai dengan memudarnya cahaya merah (asy-syafaq al-ahmar) di bagian
langit sebelah barat yakni sebagai tanda masuknya gelap malam, tinggi matahari pada saat itu
adalah 180 di bawah ufuk (horizon), sebelah barat dan jarak zenith matahari adalah 1080 ( 900 +
180), atau h = -180 . Adapun Awal waktu Shalat Subuh; dipahami sejak terbit fajar sampai waktu
akan terbit matahari. Fajar shadik dalam ilmu falak dipahami sebagai awal astronomical twilight
(fajar astronomi), cahaya ini mulai muncul diufuk timur menjelang terbit matahari pada saat
matahari berada pada posisi sekitar 180 di bawah ufuk atau jarak zenith matahari 1080. Pendapat

lain mengatakan bahwa terbitnya fajar sidik dimulai pada saat posisi matahari 20 derajat di
bawah ufuk atau jarak zenith matahari 110 derajat, bahkan ada pendapat 15 derajat.