Pertumbuhan ekonomi kab empat lawang

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR
EKONOMI,
KAB EMPAT LAWANG
TAHUN 2009-2013 DITINJAU DARI
(LQ, TIPOLOGI KLASSEN, SHIFT SHARE DAN
INDEKS KETIMPANGAN)

DISUSUN OLEH:
SIGIT SATRIA
(01021181419047)
RATIH HETTY WARDHANI
(01021281419225)
JURUSAN:
EKONOMI PEMBANGUNAN
DOSEN PEMBIMBING:
DRS. FACHRIZAL BACHRI, M.SC

UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN AJARAN
2015/2016

KATA PENGANTAR

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Empat Lawang Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2009-2013 ini merupakan publikasi yang diolah dan disajikan
oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Empat Lawang. Publikasi ini menyajikan
informasi tentang PDRB Kabupaten Empat Lawang Menurut Lapangan Usaha baik atas
dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000.
Data pendapatan yang ditinjau dari LQ,TIPOLOGI KLASSEN, SHIFT SHARE
DAN INDEKS KETIPANGAN dapat memberikan gambaran tentang kondisi
perekonomian Kabupaten Empat Lawang yang mencakup produk seluruh kegiatan sosial
ekonomi, struktur dan tingkat pertumbuhan ekonomi serta perkiraan pendapatan perkapita
penduduk di wilayah ini.
Walupun makalah ini telah disiapkan sebaik-baiknya, kekurangan dan kesalahan
masih sangat mungkin terjadi. Untuk perbaikan guna mendapatkan hasil yang lebih baik
tanggapan dan saran–saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan dan
penyempurnaan hasil yang akan datang.
Akhirnya kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan data ini.
Hormat kami
penulis

ii | P a g e


DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................ii
Daftar isi...................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan.....................................................................................
1.1 pengertian PDRB.................................................................................1
1.2 Kegunaan PDRB..................................................................................2
1.3 Empat Lawang.....................................................................................3
BAB 2 Metode Analisis...............................................................................
2.1 LQ/location quetient............................................................................6
2.2 Tipologi Klassen..................................................................................6
2.3 Shift Share............................................................................................8
2.4 Indeks Ketimpangan............................................................................9
BAB 3 Pembahasan.....................................................................................
3.1 PDRB Empat Lawang dan Sumsel....................................................13
3.2 Analisis LQ........................................................................................14
3.3 Analisis Shift Share............................................................................15
3.4 Analisis Tipologi Klassen..................................................................17
3.5 Analisis Indeks Ketimpangan............................................................18
Daftar Pustaka..........................................................................................19


iii | P a g e

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto
Perencanaan pembangunan ekonomi, memerlukan bermacam data statistik sebagai dasar
berpijak dalam menentukan strategi kebijakan, agar sasaran pembangunan dapat dicapai
dengan tepat. Strategi dan kebijakan yang telah diambil pada masa-masa lalu perlu
dimonitor dan dievaluasi hasil-hasilnya. Berbagai data statistik yang bersifat kuantitatif
diperlukan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pada masa yang lalu dan masa
kini, serta sasaran-sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang.

Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja,
memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi
regional dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder
dan tersier. Dengan perkataan lain arah dari pembangunan ekonomi adalah
mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik, disertai dengan tingkat pemerataan
yang sebaik mungkin.


Untuk mengetahui tingkat dan pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan
statistik Pendapatan Nasional/Regional secara berkala, untuk digunakan sebagai bahan
perencanaan pembangunan nasional atau regional khususnya di bidang ekonomi. Angkaangka pendapatan nasional/regional dapat dipakai juga sebagai bahan evaluasi dari hasil
pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah
pusat/daerah, maupun swasta.

Apa yang Dimaksud dengan PDRB?

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto seluruh barang
dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara yang timbul
akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa memperhatikan
apakah faktor produksi yang dimiliki residen atau non-residen. Penyusunan PDRB dapat
dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan
1 |Page

pendapatan yang disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan (riil).
PDRB atas dasar harga berlaku atau dikenal dengan PDRB nominal disusun berdasarkan
harga yang berlaku pada periode penghitungan, dan bertujuan untuk melihat struktur
perekonomian. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (riil) disusun berdasarkan
harga pada tahun dasar dan bertujuan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi.


1.2 Kegunaan Produk Domestik Regional Bruto
Data pendapatan nasional adalah salah satu indikator makro yang dapat menunjukkan
kondisi perekonomian nasional setiap tahun. Manfaat yang dapat diperoleh dari data ini
antara lain adalah:

1. PDRB harga berlaku (nominal) menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi
yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Nilai PDRB yang besar menunjukkan
kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya.
2. PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan atau setiap kategori dari tahun ke tahun.
3. Distribusi PDRB harga berlaku menurut lapangan usaha menunjukkan struktur
perekonomian atau peranan setiap kategori ekonomi dalam suatu wilayah.
Kategori-kategori ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis
perekonomian suatu wilayah.
4. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDB dan PNB per
satu orang penduduk.
5. PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan
nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara.


2 |Page

1.3 EMPAT LAWANG
Empat Lawang terletak antara 3,250 hingga 4,150 Lintang Selatan serta antara 102,370
hingga 103,450 Bujur Timur. Pada tahun 2013, luas
wilayah Kabupaten Empat Lawang sebesar 2.256,44 Km2 yang terdiri dari 10 kecamatan
yaitu Tebing Tinggi (16,08 persen), Ulu Musi (14,61 persen), Lintang Kanan (11,72 persen),
Sikap Dalam (10,23 persen), Saling (10,10 persen), Pasemah Air keruh (9,66 persen), Muara
Pinang (8,59 persen), Pendopo (8,55 persen), Talang Padang (6,24 persen), dan Pendopo
Barat (4,22 persen).
Secara geografis, Kabupaten Empat Lawang berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas di
sebelah utara, Kabupaten Lahat dan Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu di
sebelah selatan, Kabupaten Lahat di sebelah timur, dan Kabupaten Rejang Lebong dan
Kabupaten Kepahyang Provinsi Bengkulu di sebelah barat.
Dengan posisinya yang sangat strategis, Kabupaten Empat Lawang menjadi daerah
perlintasan antar daerah atau antar kabupaten/kota karena merupakan jalur transportasi lintas
timur.
Kabupaten

Empat


Lawang adalah

sebuah kabupaten di provinsi

Sumatera

Selatan, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Tebing Tinggi.
Kabupaten Empat Lawang diresmikan pada 20 April 2007 setelah sebelumnya disetujui
oleh DPR dengan
disetujuinya
Rancangan
Undang-Undangnya
pada 8
Desember 2006 tentang pembentukan kabupaten Empat Lawang bersama 15
kabupaten/kota baru lainnya. Kabupaten Empat Lawang merupakan pemekaran
dari kabupaten Lahat.
Awal mula terbentuknya Kabupaten ini, pemerintah sebenarnya mencanangkan ibu
kotanya di wilayah Kecamatan Muara Pinang, namun karena terpilihnya HBA
sebagai Bupati ibu kota akhirnya dipindahkan di Kecamatan Tebing Tinggi.

Suku bangsa
Sebagian besar penduduk bermayoritas Suku Lintang / Jemo Lintang (55%, bermukim di
Muara Pinang, Lintang Kanan, Pendopo, Pendopo Barat, Ulu Musi, Sikap Dalam),
3 |Page

sedangkan Suku Melayu / Tebing (25% bermukim di Tebing Tinggi & Talang Padang) &
Suku Pasemah (19% bermukim di Pasemah Air Keruh), kemudian disusul dengan
minoritas seperti Jawa, sunda, dll
sejarah
Nama kabupaten ini, menurut cerita rakyat berasal dari kata Empat Lawangan, yang dalam
bahasa setempat berarti "Empat Pendekar (Pahlawan)". Hal tersebut karena pada zaman
dahulu terdapat empat orang tokoh yang pernah memimpin daerah ini.[2][3]
Pada masa penjajahan Hindia Belanda (sekitar 1870-1900), Tebing Tinggi memegang
peran penting sebagai wilayah administratif (onderafdeeling) dan lalu lintas ekonomi
karena letaknya yang strategis. Tebing Tinggi pernah diusulkan menjadi ibukota
keresidenan saat Belanda berencana membentuk Keresidenan Sumatera Selatan (Zuid
Sumatera) tahun 1870-an yang meliputi Lampung, Jambi dan Palembang. Tebing Tinggi
dinilai strategis untuk menghalau ancaman pemberontakan daerah sekitarnya, sepertiPagar
Alam, Pasemah dan daerah perbatasan dengan Bengkulu. Rencana itu batal karena Belanda
hanya membentuk satu keresidenan, yaitu Sumatera.

Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), Onderafdeeling Tebing Tinggi berganti nama
menjadi wilayah kewedanaan dan akhirnya pada masa kemerdekaan menjadi bagian dari
wilayah sekaligus ibu kota bagi Kabupaten Empat Lawang.
Wisata Alam
selain matapencarian petani, kabupaten 4 lawan mempunya wisata alam, yakni curug
tanjung alam yang ada di kecamatan lintang kanan, air lintang di kecamatan pendopo, yang
merupakan pertemuan air bayau dan air lintang.
Makanan khas
Seperti daerah lainya, kabupaten empat lawang mempunyai kuliner yang sangat khas dan
enak, selain empek-empek, ada Kelicuk, Lempeng, sanga duren, serabi, kue suba,lepat,
bubur suro, gonjing, serta gulai kojo.
Budaya
Dikir adalah arak-arakan untuk mengiring kedua mempelai menuju rumah dilakukan siang
hari atau malam hari sebelum ijab qabul

4 |Page

Wilayah kecamatan di daerah Empat Lawang

Table


Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Empat Lawang,
2014
1.1.1
Total Area by District in Empat Lawang Regency, 2014

Kecamatan
District
(1)

Luas Wilayah
Total Area
(km2)
(2)

Persentase terhadap
Luas Kabupaten
Percentage to Total
Area
(3)


01.

Muara Pinang

193,72

8,59

02.

Lintang Kanan

264,55

11,72

03.

Pendopo

192,86

8,55

04.

Pendopo Barat

95,20

4,22

05.

Pasemah Air Keruh

217,90

9,66

06.

Ulu Musi

329,62

14,61

07.

Sikap Dalam

230,76

10,23

08.

Talang Padang

140,90

6,24

09.

Tebing Tinggi

362,93

16,08

10.

Saling

228,00

10,10

2 256,44

100,00

Empat Lawang

Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Empat Lawang
Source : National Land Authority of Empat Lawang Regency

5 |Page

BAB 2 METODE ANALISIS
Metode analis yang digunakan dalam pembahasan ini adalah metode LQ, TIPOLOGI
KLASSEN, SHIFT SHARE, DAN INDEKS KETIMPANGAN
2.1 LQ/ Location Quotient
Logika dasar Location Quotient (LQ) adalah teori basis ekonomi yang intinya adalah
karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun
di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan
pendapatan bagi daerah. Secara umum metode analisis LQ dapat diformulasikan sebagai
berikut (Widodo, 2006).
LQ = (Vik/Vk) / (Vip/Vp)
Keterangan:
 Vik :Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misalnya) dalam
pembentukan Produk Domestik Regional Riil (PDRR) daerah studi k.
 Vk :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah studi k
 Vip :Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (provinsi misalnya) dalam
pembentukan PDRR daerah referensi p.
 Vp :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah referensi p.
Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ), dapat diketahui konsentrasi suatu
kegiatan pada suatu wilayah dengan kriteria sebagai berikut:
1. Nilai LQ di sector i=1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k
adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian
daerah referensi p;
2. Nilai LQ di sector lebih besar dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di
daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor
yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i
merupakan sektor unggulan daerah studi k sekaligus merupakan basis ekonomi
untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k; dan
3. Nilai LQ di sector lebih kecil dari 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di
daerah studi k adalah lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor
yang sama dalam perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian, sektor i
bukan merupakan sektor unggulan daerah studi k dan bukan merupakan basis
ekonomi serta tidak propektif untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k.

6 |Page

2.2 TIPOLOGI KLASSEN
Dalam rangka membangun daerah, pemerintah daerah perlu membuat prioritas kebijakan.
Penentuan prioritas kebijakan diperlukan agar pembangunan daerah dapat lebih terarah
serta berjalan secara efektif dan efisien, dibawah kendala keterbatasan anggaran dan
sumberdaya yang dapat digunakan.
Untuk menentukan prioritas kebijakan ini, khususnya kebijakan pembangunan ekonomi,
diperlukan analisis ekonomi (struktur ekonomi) daerah secara menyeluruh. Terkait dengan
hal tersebut, seri tulisan ini akan mencoba membahas beberapa teknik dan alat yang dapat
digunakan dalam menganalisis struktur ekonomi daerah. Untuk seri pertama tulisan ini,
akan membahas mengenai Tipologi Klassen.
Tipologi Klassen mendasarkan pengelompokkan suatu sektor, subsektor, usaha atau
komoditi daerah dengan cara membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan
pertumbuhan ekonomi daerah (atau nasional) yang menjadi acuan dan membandingkan
pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di
tingkat yang lebih tinggi (daerah acuan atau nasional). Hasil analisis Tipologi Klassen akan
menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi
pembentuk variabel regional suatu daerah.
Tipologi Klassen dengan pendekatan sektoral (yang dapat diperluas tidak hanya di tingkat
sektor tetapi juga subsektor, usaha ataupun komoditi) menghasilkan empat klasifikasi
sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut.

1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan
kuadran sektor dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan
pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan memiliki kontribusi
terhadap PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap
PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Klasifikasi ini biasa
dilambangkan dengan gi lebih besar dari g dan si lebih besar dari s. Sektor dalam kuadran I
dapat pula diartikan sebagai sektor yang potensial karena memiliki kinerja laju
pertumbuhan ekonomi dan pangsa yang lebih besar daripada daerah yang menjadi acuan
atau secara nasional.

2. Sektor maju tapi tertekan (Kuadran II). Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki
nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah
yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi memiliki kontribusi terhadap PDRB
daerah (si) yang lebih besar dibandingkan kontribusi nilai sektor tersebut terhadap PDRB
daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan
dengan gi lebih kecil dari g dan si lebih besar dari s. Sektor dalam kategori ini juga dapat
dikatakan sebagai sector yang telah jenuh.
7 |Page

3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini
merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih
tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi
kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi
sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s).
Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi lebih besar dari g dan si lebih kecil dari s.
Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang booming. Meskipun
pangsa pasar daerahnya relatif lebih kecil dibandingkan rata-rata nasional.
4. Sektor relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki
nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah
yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan sekaligus memiliki kontribusi tersebut
terhadap PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap
PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s).
2.3 SHIFT SHARE
Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk
menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah
administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut,
analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang berhubungan satu sama lain
yaitu : Pertama, pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national growth
effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap
perekonomian
daerah. Kedua, pergeseran
proporsional(proporsional
shift) yang
menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang
sama di referensi propinsi atau nasional. Pergeseran proporsional (proportional
shift) disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix). Pengukuran ini memungkinkan
kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada indutri-industri
yang
tumbuh
lebih
cepat
ketimbang
perekonomian
yang
dijadikan
referensi. Ketiga, pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan informasi
dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian
yang dijadikan referensi. Jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah posisitf,
maka industri tersebut relatif lebih tinggi daya saingnya dibandingkan industri yang sama
pada perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran diferensial disebut juga pengaruh
keunggulan kompetitif.
Formula yang digunakan untuk analisis shift share ini adalah sebagai berikut :
• Dampak riil pertumbuhan ekonomi daerah
 D ij = N ij + M ij + C ij atau E ij* - E ij
• Pengaruh pertumbuhan ekonomi referensi
 N ij = E ij x r n
8 |Page

• Pergeseran proporsional (proportional shift) atau pengaruh bauran industri
 M ij = E ij (r in – r n)
• Pengaruh keunggulan kompetitif
 C ij = E ij (r ij – r in)
Keterangan :
E ij = kesempatan kerja di sektor i daerah j
E in = kesempatan kerja di sektor i nasional
r ij = laju pertumbuhan di sektor i daerah j
r in = laju pertumbuhan di sektor i nasional
r n = laju pertumbuhan ekonomi nasional
2.4 INDEKS KETIMPANGAN
Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya
alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing – masing wilayah.
Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda.
Terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah ini selanjutnya membawa implikasi
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi
ini ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang
dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Karena itu,
aspek ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah ini perlu ditanggulangi melalui
formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
1. Penyebab Ketimpangan Ekonomi Antarwilayah
Pada bagian ini akan dibahas beberapa faktor utama yang menyebabkan atau memicu
terjadinya ketimpangan ekonomi antarwilayah. Analisis ini juga sangat penting artinya
karena hasilnya dapat memberikan informasi penting untuk pengambilan keputusan dalam
melakukan perumusan kebijakan pembangunan untuk menanggulangi atau mengurangi
ketimpangan ekonomi antarwilayah.

9 |Page

1. 1.

Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam

Penyebab pertama yang mendorong timbulnya ketimpangan ekonomi antarwilayah adalah
adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumber daya alam pada masing –
masing daerah. Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam ini
di Indonesia cukup besar.
Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan memengaruhi kegiatan produksi
pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup banyak
akan dapat memproduksi barang dan jasa tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan
dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih sedikit.
Dengan demikian, terlihat bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam ini dapat
mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi antarwilayah yang lebih tinggi pada suatu
negara.
1. 2.

Perbedaan Kondisi Geografis

Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi
antarwilayah adalah bilamana terdapat perbedaan kondisi demografis yang cukup besar
antardaerah. Kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur
kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi
ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang
dimiliki masyarakat daerah bersangkutan.
Kondisi demografis ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat pada
daerah bersangkutan, daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung
mempunyai tingkat produktivitas kerja yang lebih tinggi.
1. 3.

Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antardaerah dan migrasi baik
yang disponsori pemerintah ( transmigrasi ) atau migrasi spontan. Akibatnya, ketimpangan
ekonomi antarwilayah akan cenderung lebih tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak
dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit
mendorong kegiatan ekonominya.

10 | P a g e

1. 4.

Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat
konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa hal :
 Karena terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu
 Lebih meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut, udara, juga ikut
memengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antardaerah
 Kondisi demografis ( kependudukan ) juga ikut memengaruhi karena kegiatan
ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumber daya manusia tersedia
dalam jumlah cukup dan dengan kualitas yang lebih baik
1. 5.

Alokasi Dana Pembangunan Antarwilayah

Daerah yang mendapatkan alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau dapat
menarik lebih banyak investasi swasta ke daerahnya akan cenderung mempunyai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
Bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk ke suatu daerah tertentu ternyata
lebih rendah, sehingga kegiatan ekonomi dan pembangunan daerahnya kurang berkembang
baik. Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem
pemerintahan daerah yang dianut.
Bilamana sistem pemerintahan yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana
pemerintah akan lebih cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat,
sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah akan cenderung tinggi.
Sebaliknya, bilamana sistem pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau desentralisasi,
maka dana investasi pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga
ketimpangan ekonomi antarwilayah akan cenderung lebih rendah.
Kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah
keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah. Keuntungan lokasi ditentukan oleh
ongkos transport baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan
pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa
tanah.
Termasuk ke dalam keuntungan lokasi adalah keuntungan aglomerasi, tidaklah
mengherankan bilamana investasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi didaerah
11 | P a g e

perkotaan dibandingkan daerah pedesaan , dan menyebabkan daerah perkotaan cenderung
tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah pedesaan.

Formulasi Indeks Williamson
Menurut Sjafrizal (2012) Salah satu model yang cukup representatif untuk
mengukur tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah indeks williamson
yang dikemukakan oleh Williamson (1965). Williamson mengemukakan model Vw
(indeks tertimbang atau weighted index terhadap jumlah penduduk) dan Vuw (tidak
tertimbang atau un-weighted index) untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan per
kapita suatu negara pada waktu tertentu. Walaupun indeks ini mempunyai beberapa
kelemahan, yaitu antara lain sensitive terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam
perhitungan, namun demikian indeks ini lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan
pembangunan antar wilayah (Sjafrizal, 2012). Formulasi Indeks Williamson yang
digunakan menurut Sjafrizal (2012) yaitu:

12 | P a g e

BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 PDRB KAB EMPAT LAWANG DAN SUMSEL
PDRB KAB EMPAT LAWANG MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA
KONSTAN 2000
(2009-2013)
lapangan usaha

2009

2010

2011

2012

2013

1 PERTANIAN
2 PERTAMBANGAN
3 INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS DAN AIR
4 BERSIH
5 BANGUNAN

417.362
17.627
92.775

433.217
18.573
97.579

449.391
19.623
103.742

463.425
20.844
110.325

478.027
21.875
117.153

1.700
81.242

1.795
89.798

1.924
99.429

2.042
110.861

2.158
124.579

PERDAGANGAN, HOTEL
6 DAN RESTORAN
PENGANGKUTAN DAN
7 KOMUNIKASI
KEU. PERSEWAAN DAN
8 JASA PERUSAHAAN
9 JASA-JASA

120.615

129.172

139.292

150.772

161.435

31.002

33.908

37.244

40.703

43.438

43.757

47.555

52.073

57.426

62.803

100.065

106.770

113.786

121.418

128.938

PDRB DENGAN MIGAS

906.145

958.367

1.016.50
4

1.077.8
16

1.140.4
06

PDRB TANPA MIGAS

906.145

958.367

1.016.50
4

1.077.8
16

1.140.4
06

PDRB PROV SUMSEL th 2009-2014 MENURUT LAPANGAN UASAH ATAS
DASAR HARGA KONSTAN 2000
LAPANGAN USAHA
1 PERTANIAN
2 PERTAMBANGAN
3 INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS DAN AIR

4 BERSIH
5 BANGUNAN

PERDAGANGAN, HOTEL

6 DAN RESTORAN

PENGANGKUTAN DAN

7 KOMUNIKASI

KEU. PERSEWAAN DAN

8 JASA PERUSAHAAN
9 JASA-JASA
JUMLAH TOTAL
PDRB

13 | P a g e

2009

2010

2011

2012

2013

11.927.064

12.481.769

13.131.607

13.842.930

14.508.814

13.836.934

14.223.391

14.628.235

14.654.127

14.867.294

10.353.290

10.826.416

11.441.961

12.136.485

12.944.789

295.377

314.021

337.938

368.115

395.694

4.737.050

5.151.465

5.809.140

6.333.989

6.935.061

8.340.138

8.916.330

9.631.920

10.537.443

11.412.270

3.284.286

3.703.688

4.160.025

4.631.731

5.023.317

2.550.333

2.738.700

2.963.537

3.233.195

3.510.493

5.128.472

5.502.373

5.906.947

6.356.151

6.812.032

72.094.
166

76.409.
764

60.452.
944

63.858.
153

68.011.
310

3.2 Analisis LQ pdrb kab Empat Lawang menurut lapangan usaha
lapangan
usaha/industr
y
1 PERTANIAN
2 PERTAMBANGAN
INDUSTRI

3 PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS

4 DAN AIR BERSIH
5 BANGUNAN
6
7

8
9

PERDAGANGAN,
HOTEL DAN
RESTORAN
PENGANGKUTAN
DAN KOMUNIKASI
KEU.
PERSEWAAN
DAN JASA
PERUSAHAAN
JASA-JASA

2009
2,33
0,08

2010
2,31
0,09

2011
2,29
0,09

2012
2,24
0,10

2013
2,21
0,10

RATA
RATA
2,28
0,09

0,60

0,60

0,61

0,61

0,61

0,60

0,38
1,14

0,38
1,16

0,38
1,15

0,37
1,17

0,37
1,20

0,38
1,17

0,96

0,97

0,97

0,96

0,95

0,96

0,63

0,61

0,60

0,59

0,58

0,60

1,14
1,30

1,16
1,29

1,18
1,29

1,19
1,28

1,20
1,27

1,17
1,29

Pembahasan LQ
Data lq PDRB yang kami gunakan tidak menggunakan 9 sektor lapangan usaha melainkan
menjadi 17. Data tersebut sesuai dengan data bps atas tahun dasar 2010. Yang telah
dijelaskan di BAB 1
Analisa LQ dalam bidang ditinjau dari jumlah Tenaga Kerja per Lapangan Usaha
berdasarkan data tahun2006
:
LQ > 1 : merupakan sektor basis / unggulan untuk Empat Lawang
1. pertanian
2. bangunan
3. perusahaan
4. jasajasa
LQ < 1 : bukan sektor basis / sektor unggulan :
1. pertambangan
2.industri pengolahan
3. listrik gas dan air bersih
4.hotel dan restoran
5. pengangkutan dan komunikasi

14 | P a g e

3.3 analisis shift share kab Empat Lawang menurut lapangan usaha
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000
PDRB SUMSEL dan KAB EMPAT LAWANG tahun 2009-2013
(dalam juta rupiah)
PDRB SUMSEL
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Lapangan Usaha

PDRB (jutaan rupiah)
2009
2013

KAB EMPAT LAWANG
Perubahan

PDRB (jutaan rupiah)
2009
2013

Peru

Pertanian
Pertambangan dan
Penggalian
IndustriPengolahan
Listrik, Gas & Air
Bersih
Bangunan

11927064,00
13836934,00

14508814,00
14867294,00

Absolut
2581750,00
1030360,00

10353290,00
295377,00

12944789,00
395694,00

2591499,00
100317,00

25,03
33,96

4737050,00

6935061,00

2198011,00

46,40

81242,00

124579,00

43337,0

Perdagangan, Hotel,
&Restoran
Pengangkutan &
Komunikasi
Keuangan, Persewaan
& Jasa Perusahaan

8340138,00

11412270,00

3072132,00

36,84

120615,00

161435,00

40820,0

3284286,00

5023317,00

1739031,00

52,95

31002,00

43438,00

12436,0

2550333,00

3510493,00

960160,00

37,65

43757,00

62803,00

19046,0

Jasa – Jasa

5128472,00

6812032,00

PDRB

60.452.944,00

76.409.764,00

Persen
21,65
7,45

417362,00
17627,00

478027,00
21875,00

Absolut
60665,0
4248,0

92775,00
1700,00

117153,00
2158,00

24378,0
458,0

1683560,00

32,83

100065,00

128938,00

28873,0

15.956.820,00

26,40

9.06.145,00

1.140.406,00

234261,0

Analisis Shift-Share Klasik Untuk Kab Empat Lawang , 2009-2013 (Jutaan Rupiah)

Sektor/Industri

Komponen

Komponen

Komponen

Pertumbuhan

Bauran

Keunggulan

Kabupaten

Industri

Kompetitif

(Nij)

(Mij)

(Cij)

PDRB
(Dij)

(Rp Juta)
1

Pertanian

2
3

Pertambangan dan Penggalian
IndustriPengolahan

4

Listrik, Gas & Air Bersih

5
6
7
8
9

110.165
4.653

-19.822
-3.340

-29.678
-1.313

60.665
0

24.488

-1.266

1.156

24.378

449

129

-119

458

Bangunan
Perdagangan, Hotel, &Restoran
Pengangkutan & Komunikasi

21.444
31.837
8.183

16.252
12.592
8.232

5.640
-3.609
-3.980

43.337
40.820
12.436

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Jasa – Jasa

11.550

4.924

2.572

19.046

26.413

6.436

-3.976

239.181

24.138

-33.306

28.873
230.01
3

TOTAL

15 | P a g e

Dengan menggunakan analisis shift share diketahui bahwa selama kurun waktu 2009-2013,
PDRB Kabupaten empat lawang mengalami pertambahan nilai absolut atau mengalami
kenaikan kinerja perekonomian daerah sebesar Rp.234,161. Hal ini dapat dilihat dari nilai
D ij yang positif pada semua sektor kegiatan ekonomi kecuali pertambangan yang tidak
menyumbangkan nilai apapun yaitu sebesar 0(nol). Kenaikan kinerja perekonomian daerah
terseebut disumbangkan oleh 3 sektor ekonomi terbesar berikut ini :
1) pertanian
2) bangunan
3) perdangan hotel dan restoran
Berikut ini adalah sektor ekonomi yang kompetitif (C ij yang positif) di Kabupaten Empat
lawang selama periode pengamatan terdiri dari :
1) Sektor pengolahan
2) Sektor bangunan
3) Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
Ketiga sektor ekonomi di Kabupaten Empat Lawang tersebut selama periode pengamatan
telah menunjukkan tingkat kekompetitifan yang semakin tinggi dibandingkan dengan
sektor yang sama di tingkat perekonomian Propinsi sumsel. Nilai yang negatif
mengindikasikan
bahwa
sektor
ekonomi
tersebut
mengalami
penurunan competitiveness relatif terhadap sektor ekonomi yang sama di tingkat Propinsi.
Sektor ekonomi yang mengalami penurunan competitiveness selama periode pengamatan
di Kabupaten Empat Lawanng adalah :
1) Sektor pertanian
2) Sektor pertambangan dan penggalian
3) Sektor listrik dan air bersih
4) Sektor perdagangan, hotel dan restoran
5) Sektor pengangkutan dan komuunikasi
6) Sektor jasa-jasa
Sementara itu, output yang dihasilkan dari bauran industri (industry mix) dalam
perekonomian di Kabupaten Empat Lawang sebagai hasil interaksi antar kegiatan industri
dimana adanya aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan satu sama lain dan menyerupai
aktivitas-aktivitas yang lain sebagian besar berdampak negatuf. Namun ada beberapa
sektor ekonomi yang memiliki dampak bauran industri yang positif dalam perekonomian
Kabupaten Malang yaitu:

16 | P a g e

1. Listrik, Gas & Air Bersih
2. Bangunan
3. Perdagangan, Hotel, &Restoran
4. Pengangkutan & Komunikasi
5. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
6. Jasa – Jasa
Pertumbuhan ekonomi nasional (national growth effect), yang menunjukan bagaimana
pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian Kabupaten Empat
Lawang menunjukkan nilai positif (Nij) pada setiap sektor ekonommi dengan total nilai
output Rp. 239.181.
3.4 ANALISIS TIPOLOGI KLASSEN
daerah analisis (empat lawang)
lapangan usaha /
sektor

tahun
2009
417.362

2013
478.027

Pertambangan dan
Penggalian
IndustriPengolahan

17.627

21.875

92.775

117.153

Listrik, Gas & Air
Bersih
Bangunan
Perdagangan,
Hotel, &Restoran
Pengangkutan &
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan & Jasa
Perusahaan
Jasa – Jasa
Pdrb

1.700

2.158

81.242
120.615

124.579
161.435

31.002

43.438

43.757

62.803

Pertanian
1
2
3
4
5
6
7
8
9

daerah acuan( sumsel)

rata rata
pertumbuhan
%

rata-rata
kontribusi
%

2009

3,63

43,75

11.927.064

6,02

1,93

13.836.934

6,57

10,26

10.353.290

6,74

0,19

13,34

Tahun
2013
14.508.81
4
14.867.29
4
12.944.78
9

rata rata
pertumbuhan
%

rata-rata
kontribusi
%

5,41

19,32

2

1,86

20,97

4

6,26

17,02

4

8,49

0,50

4

295.377

395.694

10,06

4.737.050

11,60

8,53

1

8,46

13,78

8.340.138

6.935.061
11.412.27
0

9,21

14,43

4

10,03

3,64

3.284.286

5.023.317

13,24

6,07

4

10,88

5,21

2.550.333

3.510.493

9,41

4,43

1

5.128.472

6.812.032
76.409.76
4

8,21

8,72

2

74

100

100.065

128.938

7,21

11,19

906.145

1.140.406

73

100

60.452.944

TIPOLOGI KLASSEN
sektor maju dan tumbuh pesat (kuadran 1)
sektor maju tapi tertekan (kuadran2)
1.keuangan,persewaan dan jasa perusahaan.
1. pertanian, 2. jasa-jasa
2 bangunan
Sektor potensial atau masih dapat berkembang
dengan pesat (kuadran3)

xxxx

17 | P a g e

Sektor relatif tertingggal (Kuadran IV)

1.pertambangan dan penggalian, 2. industri
pengolahan, 3. listrik, gas dan air bersih, 4.
pengangkutan dan komunikasi, 5.
perdangangan hotel dan restoran

3.5 Analisis Indeks Ketimpangan

Indeks Ketimpangan Williamson
Data PDRB/ Kapita tahun 2011 di Provinsi Sumatera Selatan
No
1

Kab. Ogan Komering Ulu

322.673

2

Kab. Ogan Komering Ilir

727.334

4.557.741.01

0.08

3

Kab. Muara Enim

715.989

7.652.352.20

0.09

4

Kab. Lahat

369.198

6.579.125.56

0.02

5

Kab. Empat Lawang

221.065

4.338.090.61

0.05

6

Kab. Musi Rawas

525.180

4.748.848.01

0.06

7

Kab. Musi Banyuasin

560.882

8.408.185.68

0.12

8

318.061

3.996.088.80

0.07

609.522

3.840.714.53

0.11

10

Kab. Ogan Komering Ulu
Selatan
Kab. Ogan Komering Ulu
Timur
Kab. Ogan Ilir

377.629

4.546.790.63

0.06

11

Kota Palembang

1.452.456

11.115.655.14

0.40

12

Kota. Prabumulih

161.443

6.274.660.41

0.08

13

Kota Pagar Alam

125.939

4.811.853.36

0.03

14

Kota Lubuk Linggau

199.247

5.686.409.33

0.01

6.686.618.00

5.971.042.88

PROVINSI SUMATERA
SELATAN

18 | P a g e

Penduduk

Nilai Indeks
Wiliamson

PDRB
Perkapita
7.038.085.00

9

Kabupaten

0.04

Kesimpulan Indeks
Wiliamson
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan
Kecil Ketimpangan
Pembangunan

Daftar Pustaka
http://abstraksiekonomi.blogspot.co.id/2013/11/ukuran-ketimpangan-pembangunan.html
https://www.academia.edu/4075633/
Analisis_Shift_Share_Perekonomian_Mandailing_Natal_Sumut_dan_Prediksi_Tahun_201
6
http://junaidichaniago.blogspot.co.id/2009/05/mengenal-tipologi-klassen-seri-1.html
http://empatlawangkab.bps.go.id/
http://sumsel.bps.go.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Empat_Lawang

19 | P a g e