Persepsi Akuntan Dan Mahasiswa Yogyakart

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

IDENTITAS DOKUMEN (Preview)
Judul

:

Nama Jurnal
Edisi
Penulis
Abstrak

:
:
:
:

keywords
Kesimpulan

:

:

Penerbit

:

Bahasa
Format
Web
Tag

:
:
:
:

PERSEPSI AKUNTAN DAN MAHASISWA YOGYAKARTA TERHADAP ETIKA
BISNIS
Jurnal Fenomena
Volume 6-Nomor 1-Maret 2008

Rifqi Muhammad
This research attempts to examine the difference perception of accountant scholars
and students to business ethics in the Private University in Jogjakarta. Beside, this
research also to examine the ethics contents in the accounting education based on
the accountant scholars and students. Data of this research is collected by
distributing questioner as much 128 students and 33 accountant scholars in the
Private University in Jogjakarta. The result of this research shows that there is a
significant difference perception to the business ethics between the new students
and the old one. According to the mean examine, the accountant scholars
perception to business ethics are better than students. Beside, most of the ethics
content in the accounting curriculum is not enough to give the student’s ethics. The
respondents suggest integrating the business ethics to any course (43%).
business ethics, difference perception, contents of ethics
Berdasarkan hasil analisis data dan diskribsi jajag pendapat, maka dapat diambil
suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian hipotesis 1 yang menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan
dengan mahasiswa terhadap etika bisnis tidak dapat diterima (ditolak). Hasil
pengujian hipotesis 1 dilakukan dengan independent sample t test
menghasilkan t value sebesar 0.016 (signifikan), karena nilai t value < 0.05

maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
persepsi akuntan dengan mahasiswa. Berdasarkan nilai mean pada independen
sample t test diperoleh nilai mean untuk akuntan sebesar 46.00 sedangkan
mean untuk mahasiswa adalah sebesar 47.40, karena nilai mean akuntan
pendidik lebih kecil dibandingkan dengan nilai mean pada mahasiswa, maka
dapat disimpulkan bahwa akuntan memiliki persepsi yang lebih baik terhadap
etika bisnis daripada mahasiswa. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Steven (1993), Ludigdo dan Machfoedz (1999) serta
Ekayani dan Putra (2003)
2. Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian hipotesis 2 yang menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan, mahasiswa
tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir tidak dapat diterima (hipotesis 2
ditolak). Hsil pengujian dengan mann willis diperolih nilai asym sig sebesar
0.023 (signifikan), karena nilai asym sig < 0.05, maka dapat disimpulkn bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama,
dan mahasiswa tingkat akhir terhadap etika bisnis. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Steven (1993), Ludigdo dan Machfoedz
(1999) serta Ekayani dan Putra (2003).
3. Kesimpulan yang dapat diambil dari diskribsi jajag pendapat adalah bahwa
cakupan muatan etika dalam perguruan tinggi pada Mata Kuliah Keahlian

(MKK), mata kuliah Auditing menempati urutan tertinggi, disusul dengan mata
kuliah Akuntansi Keuangan dan Perpajakan.
Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM)
Univervitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Indonesia
PDF
http://www.uii.ac.id ; http://dppm.uii.ac.id
Jurnal Penelitian dan Pengabdian

1

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

PERSEPSI AKUNTAN DAN MAHASISWA YOGYAKARTA
TERHADAP ETIKA BISNIS
Rifqi Muhammad
Universitas Islam Indonesia
ABSTRACT
This research attempts to examine the difference perception of accountant scholars and students
to business ethics in the Private University in Jogjakarta. Beside, this research also to examine the

ethics contents in the accounting education based on the accountant scholars and students. Data
of this research is collected by distributing questioner as much 128 students and 33 accountant
scholars in the Private University in Jogjakarta. The result of this research shows that there is a
significant difference perception to the business ethics between the new students and the old one.
According to the mean examine, the accountant scholars perception to business ethics are better
than students. Beside, most of the ethics content in the accounting curriculum is not enough to give
the student’s ethics. The respondents suggest integrating the business ethics to any course (43%).
Keywords: business ethics, difference perception, contents of ethics
PENDAHULUAN
Profesi akuntan Indonesia di abad 21 menghadapi tantangan yang semakin berat,
diantaranya adanya tiga tantangan antara lain: Pertama, WTO/GATT/GATS, sebagaimana dalam
putaran Uruguay (Uruguay Round) tidak saja dirundingkan perdagangan komoditi riil (goods) tetapi
juga sektor jasa (service). Adapun tujuan dan semangat hasil perundingan tersebut ialah pada
akhirnya semua jenis jasa dibuka bagi perdagangan dunia (broadening) dengan tingkat liberalisasi
(deepening) 100%. Kedua, akan diberlakukannya perdagangan bebas diantara negara-negara di
kawasan Asia-Pasific dalam kerangka kerjasama ekonomi APEC (Asia Pasific Economic
Cooperation) pada tahun 2000 untuk negaara berkembang seperti Indonesia. Ketiga,
diberlakukannya perdagangan bebas diantara negara-negara di kawasan ASEAN yaitu AFTA
(Asean Free Trade Area). Di dalam negeri sendiri paradigma peran profesi akuntan indonesia
berkaitan dengan Otonomi Daerah dan Good Corporate Governance. Untuk itu kesiapan yang

menyangkut profesionalisme profesi mutlak diperlukan. Profesionalisme suatu profesi yang
mensyaratkan tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota profesi tersebut yaitu
berkeahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Karakter menunjukkan personality seorang
profesionalisme, yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan pemakai jasa profesionalismenya
yang lain, akan menentukan keberadaannya dalam peta persainjgan diantara rekan profesi dari
negara lainnya.
Etika akuntan telah menjadi isu yang menarik. Di Indonesia isu ini berkembang seiring
dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang terjadi baik yang dilakukan oleh akuntan
publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Untuk kasus akuntan publik, beberapa etika
ini dapat ditelusuri dari laporan Dewan Kehormatan IAI dalam laporan pertanggungjawaban
pengurus IAI periode 1990-1994 yang menyebutkan adanya 21 kasus yang melibatkan 53 KAP
dan dari hasil penelitian BPKP terhadap 83 KAP tidak memenuhi Standar Profesional Akuntan
Publik, 82,39% tidak menerapkan sistem Pengendalian Mutu, 9,93% tidak memenuhi kode etik
dan 5,26% tidak memenuhi peraturan perundang-undangan.
Dan terdapat data yang
menunjukkan (Media Akuntansi, Edisi 27, 2002,5) ada 10 KAP yang melakukan pelanggaran saat
mengaudit bank-bank yang dilikuidasi tahun 1998.
Ini seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman
dan menerapkan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Pekerjaan
seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya

2

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Kemampuan seorang profesional untuk dapat
mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia
berada. Dalam hal ini Sudibyo dalam Ludigdo dan Machfoedz (1992:2) menyatakan bahwa dunia
pendidikan juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika akuntan.
Oleh karena itu sekaligus sebagai implementasi dari harapan yang semakin meluas di
kalangan praktisi dan akademisi terhadap pendidikan akuntansi, terdapatnya mata kuliah-mata
kuliah yang bermuatan ajaran moral dan etika sangat relevan untuk disampaikan kepada peserta
didik. Terlepas dari bagaimana wujudnya, pendidikan etika telah diakui mempunyai peranan yang
sangat penting dalam pengembangan profesi dibidang akuntansi. Pada tahun 1986 The American
Accounting Association’s (AAA) melalui Bedford Committee telah menekankan perlunya
memasukkan studi mengenai persoalan-persoalan etis (Ethical Issue) dalam pendidikan Akuntansi
(Mc. Nair & Milam, 1993). Selain itu Huss & Patterson juga mengungkapkan bahwa the National
Commition on fraudulent Financial Reporting melalui Treadway Commision (1987)
merekomendasikan untuk lebih diperluasnya cakupan etika dalam pendidikan akuntansi. Di
Indonesia keberadaan mata kuliah yang mengandung muatan etika tidak terlepas dari misi yang di
emban oleh pendidikan tinggi akuntansi sebagai subsistem pendidikan tinggi, yang tidak saja

bertanggungjawab terhadap pengajaran ilmu pengetahuan bisnis dan akuntansi (Transformasi ilmu
pengetahuan) semata kepada mahasiswanya tetapi juga bertanggungjawab mendidik
mahasiswanya agar mempunyai kepribadian (personality) yang utuh sebagai manusia. Pernyataan
ini selaras dengan tujuan Pendidikan Nasional (Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989),
yaitu menusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur,. Memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Mencermati hal diatas perlu kiranya untuk mengetahui bagaimana pemahaman akuntan
dan calon akuntan Yogyakarta terhadap persoalan-persoalan etika yang dalam hal ini berupa etika
bisnis yang mungkin telah atau mereka hadapi. Untuk itu dalam studi ini akan dilakukan observasi
terhadap persepsi mereka. Observasi terhadap persepsi dilakukan, selain karena alasan
kemudahan dalam proses pengumpulan data, juga berdasarkan suatu alasan bahwa persepsi
merupakan tanggapan langsung atas sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui panca Inderanya. Sedangkan observasi mengenai persepsi terhadap etika
bisnis dilakukan karena profesi akuntan merupakan profesi yang dalam aktivitasnya tidak
terpisahkan dengan aktivitas bisnis, sehingga selain harus memahami dan menerapkan etika
profesinya (Kode Etik Akuntan) seorang akuntan juga harus memahami dan menerapkan etika
bisnis. Penelitian ini perlu diangkat kembali dengan obyek penelitian di Yogyakarta dengan
mengadakan penggantian dari populasi dimana penelitian sebelumnya hanya mengambil sampel
dari mahasiswa perguruan tinggi negeri dan akuntan pendidik sedangkan penelitian ini mengambil

sampel dari mahasiswa perguruan tinggi swasta dan akuntan pendidik. Alasannya walaupun
kurikulumnya sama, namun proses belajar mengajar boleh dikatakan berbeda baik dalam sarana
dan prasarana, mutu dosen, peserta didik dan juga pengaruh diluar akademik yang pada
umumnya kebanyakan mahasiswanya sudah bekerja.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan
antara lain: Pertama, apakah ada perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dan
mahasiswa Yogyakarta terhadap etika bisnis. Kedua, apakah ada perbedaan yang signifikan
antara persepsi akuntan, mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir terhadap etika
bisnis. Ketiga, bagaimana cakupan muatan etika dalam kurikulum akuntansi pada perguruan
tinggi di Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk: Pertama, mengetahui tingkat signifikansi perbedaan persepsi
antara akuntan dan mahasiswa Yogyakarta terhadap etika bisnis. Kedua, mengetahui tingkat
signifikansi perbedaan antara akuntan, mahasiwa tingkat pertama, mahasiswa tingkat akhir di
Yogyakarta terhadap etika bisnis. Ketiga, mengetahui cakupan muatan etika dalam kurikulum
akuntansi pada perguruan tinggi di Yogyakarta.

3

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id


TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Landasan Teori
Studi tentang etika danpendidikan etika merupakan hal penting dalam rangka
pengembangan dan peningkatan peran profesi akuntan, terutama bila dikaitkan dengan rawannya
profesi ini terhadap perilaku tidak etis dalam bisnis. Pendidikan etika yang antara lain bertujuan
untuk mengenalkan persoalan-persoalan etika kepada peserta didik dan menimbulkan sense of
moral obligation kepada mereka (Callahan, 1980 dalam Ludigdo dan Machfoedz, 1999)
diharapkan dapat menumbuhkan karakter pribadi manusia seutuhnya sebagaimana yang
dikehendaki oleh masyarakat.
Dalam konteks pendidikan tinggi akuntansi, dilaksanakannya pendidikan etika diharapkan
dapat menumbuhkan pemahaman etika pada mahasiswa akuntansi sebagai calon sarjana dan
akuntan. Dengan demikian kelak juka mereka menekuni profesinya sebagai profesional di bidang
akuntansi, mereka dapat mengembangkan perilaku etisnya dalam rangka memelihara integritas
pribadi dan profesinya (Ludigdo dan Machfoedz, 1999).
Pengertian Persepsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) mendefinisikan sebagai tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal
melalui panca inderanya. Sedangkan Menurut Rakhmat (1993) disebutkan bahwa persepsi
merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Amun demikian karena persepsi tentang obyek atau peristiwa tersebut tergantung pada
suatu kerangka, ruang dan waktu, maka persepsi etika seorang akuntan atau mahasiswa
akuntansi juga akan sangat subyektif dan situasional (Ludigdo dan Machfoedz, 1999). Selain
secara implisit, sudah terlihat pada definisi diatas, argumentasi ini juga selaras dengan yang
dikemukakan oleh Rachmat (1993) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999) bahwa persepsi
ditentukan oleh faktor personal dan situasional yang disebut dengan faktor fungsional dan faktor
struktural. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang
termasuk dalam apa yang disebut sebagai faktor personal. Oleh karena itu yang menentukan
persepsii bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada
stimuli tersebut. Sedangkan faktor situasional atau struktural berasal semata-mata dari sifat fisik
dan efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu.
Pengertian Etika
Dalam banyak hal pembahasan mengenai etika tidak terlepas dari pembahasan mengenai
moral. Suseno (1987) mengungkapkan bahwa etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Menurut Theodorus M.
Tuanakotta (1997) menyatakan bahwa etik merupakan sifat-sifat manusia yang ideal atau disiplin
atas diri sendiri diatas atau melebihi persyaratan atau kewajiban menurut Undang-undang.
Sedangkan Menurut S. Munawir (1987), etik merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang
menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh
masyarakat umum sebagai perbuatan terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan
seseorang. Etik yang disepakati bersama oleh anggota suatu profesi disebut kode etik profesi.
Kode etik yang disepakati oleh anggota se profesi akuntan disebut kode etik akuntan. Kode etik
akuntan dimaksudkan untuk membantu para anggotanya dalam mencapai mutu pekerjaan yang
sebaik-baiknya.
Menurut Madjid (1992) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999) etika (etos) adalah
sebanding dengan moral (mos) dimana keduanya merupakan filsafat tentang adat kebiasaan
(sitten). Site dalam perkataan jerman menunjukkan arti moda (mode) tingkah laku manusia. Oleh
karenanya secara umum etika atau moral adalah filsafat ilmu atau disiplin tentang tingkah laku
manusia atau tindakan manusia. Ward (1993) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999)
mengungkapkan bahwa etika tidak hanya perkataan benar atau salah, baik atau buruk, lebih jauh
etika merupakan suatu proses penentuan yang komplek tentang apa yang harus dilakukan
4

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

seseorang dalam situasi tertentu, dimana proses itu meliputi penyeimbangan pertimbangan sisi
dalam dan luar yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran masingmasing individu.
Pengertian Etika Bisnis
Sedangkan etika bisnis merupakan bagian dari etika sosial yang tumbuh dari etika pada
umumnya. Menurut Raharjo, Etika bisnis beroperasi pada tingkat individual, organisasi dan
sistem. (Ludigdo dan Machfoedz, 1999). Beberapa prinsip etika bisnis antara lain adalah: (Keraf,
1998)
a. Prinsip otonomi yang merupakan sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan.
b. Prinsip kejujuran.
c. Prinsip keadilan.
d. Prinsip saling menguntungkan.
e. Prinsip integrasi moral.
Pendidikan Etika
Selanjutnya pada tahun 1986 dalam konteks pendidikan akuntansi, maraknya kajian
tentang pentingnya pendidikan etika bermula dari penekanan American Accounting Associations
(AAA) tentang perlunya memasukkan studipersoalan-persoalan etika dalam pendidikan akuntansi.
Kemudian pada tahun 1987 National Commission on Fraudulent Financial reporting melalui
treadway commission merekomendasikan untuk lebih memperluas cakupan etika dalam
pendidikan akuntansi. Menurut Grandz dan Hayes (1988) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999)
sebenarnya ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari dilaksanakannya pendidikan etika, tujuan
tersebut adalah:
a. Memupuk kesadaran terhadap komponen etis dalam pengambilan keputusan manajerial
b. Melegitimasi komponen etis sebagai bagian integral dari pengambilan keputusan
manajerial
c. Menentukan rerangka konseptual untuk menganalisa komponen-kpmponen dan membantu
individu menjadi yakin dalam menggunakannya
d. Membantu mahasiswa dalam menerapkan analisis etis untuk efektifitas bisnis
Sedangkan tujuan dilaksanakan pendidikan etika menurut Callahan (1980) dalam Ludigdo
dan Machfoedz (1999) yaitu:
a. Menstimulir imajinasi moral
b. Mengenal persoalan-persoalan etis
c. Menimbulkan suatu sense of moral obligation
d. Mengembangkan keahlian analitis
e. Menahan dan mengurangi disagreement dan ambiguity
Karena masing-masing profesi mensyaratkan perilaku etis tertentu bagi anggotanya, yang
mungkin hal itu berbeda dengan perilaku yang dikehendaki oleh profesi lainnya, maka tujuan
pendidikan etika di pendidikan akuntansipun seharusnya mempunyai komponen yang spesifik
pula. Oleh karena itu Loeb (1988) dalam Heltebeitel (1992) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999)
mengungkapkan beberapa tujuan pendidikan etika di pendidikan akuntansi yaitu:
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Menghubungkan pendidikan akuntansi kepada persoalan-persoalan moral
Mengenalkan persoalan-persoalan dalam akuntansi yang memiliki implikasi etis
Mengembangkan suatu perasaan bertanggung jawab moral
Mengembangkan kemampuan yang berkaitan dengan konflik etis
Belajar menghubungkan dengan ketidakpastian profesi akuntansi
Menyusun tahapan untuk suatu perubahan dalam perilaku etis

5

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

h. Mengapresiasikan dan memahami sejarah dan komposisi seluruh aspek etika akuntansi
dan hubungannya terhadap bidang umum dari etika
Menyimak uraian diatas sebenarnya di Indonesia dalam dimensi etika yang lebih luas
secara formal telah memasukkan komponen pendidikan etika ke dalam kurikulum pendidikannya.
Tidak hanya terbatasdi pendidikantinggi akuntansi tetapi bahkan untuk keseluruhan program studi
di perguruan tinggi. Hal ini tentunya menjukkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan etika di
kalangan akademisi dan praktisi di Indonesia.
Penelitian Sebelumnya
O’Clock & Okleshen (1993) mengadakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis,
membandingkan dan membedakan persepsi dan perilaku etis mahasiswa bisnis dan teknik di
tingkat sarjana dan pasca sarjana. Penelitian ini menggunakan survei dengan memodifikasikan
instrumen penelitian yang dikembangkan oleh Ruch & Newstrom (1975). Modifikasi instrumen ini
didesain untuk mengukur bagaimana mahasiswa bisnis dan teknik merasakan keyakinan etis dan
tindakan diri mereka dan bagaimana mereka merasakan keyakinan (beliefs) etis dan tindakan
kawan sebayanya. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa jebakan perseptual atau disparitas diri
(self) versus yang lain (others) ada untuk seluruh sampel. Kecuali dalam hal “Whistle Blowing’
dimana mahasiswa teknik lebih sensitif dibandingkan dengan mahasiswa bisnis, kedua kelompok
mahasiswa merasakan diri mereka menjadi lebih etis dibandingkan kelompok lainnya dalam
keyakinan (beliefs) dan tindakan.
Stevens dkk. (1993) melakukan penelitian tentang perbandingan evaluasi etis dari staf
pengajar dan mahasiswa sekolah bisnis (School of Business). Juga dengan menggunkan
instrumen yang dikembangkan oleh Ruch & Newstrom yang berisi 30 pertanyaan situasi
pengambilan keputusan etis, hasil analisis baik untuk perbandingan rata-rata sampel masingmasing item pertanyaan maupun untuk rata-rata sampel dari kombinasi ketiga puluh pertanyaan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan yang signifikan antara freshman dan faculty di 7 dari 30
pertanyaan, dan 4 dari 30 pertanyaan anatara seniors dan faculty. Namun demikian secara
keseluruhan tidak ada perbedaan signifikan diantara ketiga kelompok itu, walaupun ada
kecenderungan bahwa anggota faculty lebih berorientasi pada etis dibandingkan seniors dan
freshman. Hasil dalam penelitian ini juga menunjukkan adanya kecenderungan bahwa mahasiswa
senior lebih berorientasi etis dari pada freshman.
Glenn & Van loo (1993) melakukan penelitian untuk membandingkan keputusan dan sikap
etis mahasiswa bisnis dengan keputusan dan sikap etis praktisi, selain juga menguji tentang sikap
dan keputusan etis mahasiswa dan praktisi antar waktu (over time). Instrumen yang digunakan
adalah 13 pertanyaan yang berisi tentang informasi masalah sikap dan etis. Secara umum hasil
analisisnya menunjukkan bahwa mahasiswa membuat pilihan yang kurang etis dibandingkan
praktisi bisnis. Sedangkan berkaitan dengan analisis antar waktu (Over time) di dapatkan suatu
indikasi banwa mahasiswa pada tahun 1980-an membuat keputusan yang kurang etis
dibandingkan pada tahun 1960-an.
Mc. Nair & Milam (1993) meneliti tentang persepsi para pengajar akuntansi (dalam hal ini
meliputi profesor, Asosiasi Profesor dan Asisten Profesor) terhadap cakupan etika dalam kurikulum
akuntansi menghasilkan bahwa 202 profesor yang menjadi respondennya, mayoritas cenderung
untuk memasukkan materi etika ke dalam mata kuliah akuntansi pokok. Bahkan lebih dari 77%
dari mereka telah memasukkan materi kuliah tersebut ke dalam mata kuliah yang diajarkan.
Ludigdo (1999) dari Universitas Brawijaya meneliti tentang persepsi akuntan dan
mahasiswa terhadap etika bisnis dengan menggunakan instrumen sebanyak 32 pertanyaan. Dari
hasil penelitian ini diperoleh suatu kesimpulan bahwa terdapat perbedaan signifikan yang marjinal
antara persepsi akuntan dan mahasiswa terhadap etika bisnis, tidak adanya perbedaan yang
signifikan antara mahasiswa tingkat awal dan persepsi mahasiswa tingkat akhir, dan tidak adanya
perbedaan yang signifikan antara persepsi ketiga kelompok akuntan. Dan ironisnya akuntan
pendidik ternyata cenderung mempunyai persepsi terhadap etika bisnis paling rendah
dibandingkan dengan rekannya yang berpraktik di akuntan publik.
6

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

Tentang muatan etika dalam kurikulum pendidikan tinggi akuntansi, dari hasil penelitian
disimpulkan bahwa pendidikan etika yang lebih mendalam disarankan merupakan sesuatu yang
sangat penting bagi profesi akuntan dan diusulkan diintegrasikan ke mata kuliah lainnya.
Ekayani dan Putra (2003), meneliti persepsi akuntan dan mahasiswa di Bali terhadap etika
bisnis dengan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi mahasiswa dengan
akuntan di Bali, dimana mahasiswa mempunyai persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan
akuntan. Dan ada perbedaan persepsi antara mahasiswa tingkat pertama dengan mahasiswa
tingkat akhir di bali dimana mahasiswa tingkat akhir memiliki persepsi yang lebih baik
dibandingkan mahasiswa tingkat pertama. Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa
cakupan muatan etika dalam kurikulum perguruan tinggi akuntansi masih belum cukup
memberikan bekal bagi mahasiswa untuk terjun ke dunia kerja.
Berdasarkan pada latar belakang yang disebut diatas serta mengacu pada beberapa hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka diajukan dua hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian ini yaitu:
Ho1 : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dan
mahasiswa terhadap etika bisnis
Ho2 : Tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan,
mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir terhadap
etika bisnis.
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi Penelitian
Populasi merupakan sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang memiliki
karakteristik tertentu (Supomo dan Indriantoro, 1999). Populasi dalam penelitian ini meliputi
akuntan baik akuntan yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP), Akuntan Manajemen pada
perusahaan, maupun Akuntan pendidik dan mahasiswanya adalah mahasiswa Yogyakarta dari
perguruan tinggi swasta. Metode penentuan sampel menggunakan purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan kriteria tertentu (supomo
dan Indriantoro, 1999) Kriteria yang dimaksud adalah akuntan profesional, akuntan manajemen
maupun pendidik pada jurusan akuntansi yang memiliki gelar akuntan (Ak). Sedangkan untuk
mahasiswa yang dipilih adalah mahasiswa tahun pertama (semester awal) dan mahasiswa tahun
ke empat (semester akhir). Penggolongan mahasiswa menjadi dua kelompok yaitu semester awal
dan semester akhir dimaksudkan untuk membedakan persepsi mereka antara mahasiswa
semester aal yang belum menempuh mata kuliah etika bisnis dengan mahasiswa semester akhir
yang telah menempuh mata kuliah etika bisnis.
Dari masing-masing kelompok responden ini mereka yang mengembalikan kuesioner yang
telah diisi dengan benar akan dijadikan sampel penelitian. Oleh karena itu kuesioner dari
responden ini diseleksi terlebih dahulu untuk mendapatkan kuesioner yang terisi secara lengkap
sebagaimana dikehendaki peneliti untuk kepentingan analisis. Target minimal sampel diharapkan
didapat dan digunakan dalam analisis untuk masing-masing kelompok responden adalah 40 orang
responden.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang diberikan langsung
kepada calon responden. Penyebaran kuisioner dilakukan melalui ketua jurusan akuntansi di
perguruan tinggi swasta.
Pengembangan Instrumen
Kuesioner terdiri dari lima kelompok yaitu I pertanyaan tentang prinsip otonomi, kelompok II
7

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

tentang prinsip kejujuran, kelompok III tentang prinsip keadilan, kelompok IV tentang prinsip saling
menguntungkan, dan kelompok V yaitu tentang prinsip integritas moral yang masing-masing terdiri
dari 5 pertanyaan. Kuesioner diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Unti Ludigdo dan Mas’ud
Machfoez namun disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam etika bisnis tersebut
sehingga dari 32 pertanyaan disederhanakan menjadi 25 pertanyaan.
Pengujian Instrumen
Uji Validitas
Uji validitas dilakukan dengan maksud untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2002). Uji validitas
dilakukan dengan pearson correlation, yaitu dengan melihat p value masing-masing skor butir
pertanyaan, jika p value masing-masing butir pertanyaan < 0.05 (signifikan), maka dapat
disimpulkan bahwa butir pertanyaan adalah valid (Ghozali, 2002)
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator
variabel. Kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan
tersebut adalah konsisten dari waktu ke waktu (Ghozali,2002). Uji reliabilitas dilakukan dengan
menghitung cronbach alpha dari masing masing instrumen dalam satu variabel. Apabila nilai
cronbach alpha masing-masing instrumen > 0.6, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen adalah
reliabel, (Ghozali, 2002).
Teknik Analisis Data
Pengujian Normalitas Data
Pengujian normalitas data digunakan untuk menguji apakah data yang digunakan dalam
penelitian berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data menggunakan uji kolmogorov
smirnov, hasil pengujian akan menunjukkan tingkat signifikansi pada p value. Apabila p value >
0.05 (tidak signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal (Ghozali, 2002).
Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa data terdistribusi normal, maka pengujian hipotesis
akan menggunakan independent sample t test. Sedangkan apabila hasil pengujian menunjukkan
data yang tidak normal, maka pengujian hipotesis akan menggunakan mann whitney.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis 1 dan 2 dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pebedaan ratarata diantara dua kelompok sampel yaitu antara akuntan dengan mahasiswa. Karena diantara
masing-masing kelompok sampel yang diuji saling independen maka pengujiannya dilakukan
dengan alat analisis independen sampel t-test atau menggunakan mann whitney. Selain itu
pengujian dengan Mann Willis (H-test) dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
rata-rata di antara tiga kelompok yang diuji yaitu antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama serta
mahasiswa tingkat akhir.
Sedangkan berkaitan dengan cakupan etika dalam kurikulum, analisis dilakukan secara
deskriptif
yang meliputi pemeringkatan berdasarkan pendapat terbanyak dari responden
mengenai mata kuliah yang mencakup muatan etika. Selain itu adalah dengan mentabulasi
pendapat tentang kecukupan muatan etika yang telah ada dalam kurikulum, serta bagaimana
solusinya jika ternyata dianggap belum.
Terakhir dilakukan adalah dengan mendiskribsikan berbagai pendapat responden tentang
pendidikan etika yang peneliti ajukan. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner bersifat terbuka
dan hanya sebagai jajag pendapat bagi responden. Oleh karena itu peneliti akan mendiskribsikan
pendapat tersebut secara singkat berdasarkan arahnya. Dengan menganalisis arah pendapat
yang ada peneliti akan mencoba monggolongkan arah pendapat tersebut.
8

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Demografi Responden
Berdasarkan hasil survey, peneliti berhasil membagikan 33 kuesioner untuk responden
akuntan pendidik, sedangkan untuk golongan mahasiswa peneliti membagikan 150 kuesioner. Dari
150 kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa, hanya 128 kuesioner yang dikembalikan,
sehingga untuk mempermudah analisis data, kuesioner dari mahasiswa yang diolah adalah 128,
dari 128 kuesioner tersebut 80 kuesioner adalah mahasiwa semester awal dan sisanya 48
kuesioner adalah mahasiswa semester akhir. Data demografi responden dapat dilihat pada Tabel
4.4.
Berdasarkan hasil analisis data diatas dapat dijelaskan bahwa dari 33 responden akuntan
yang digunakan sebagai sampel penelitian 45 % adalah berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah
15 orang, sedangkan responden akuntan yang berpartisipasi adalah sebesar 55 % atau berjumlah
18 orang. Sedangkan untuk kelompok mahasiswa, jumlah responden yang paling banyak
berpartisipasi adalah wanita yaitu sebesar 67 % atau sejumlah 86 responden, untuk mahasiswa
laki-laki yang berpartisipasi adalah berjumlah 42 orang atau sebesar 33 %.
Berdasarkan hasil analisis data untuk tingkat pendidikan bagi akuntan pendidik adalah
seperti pada Tabel 4.2.
Berdasarkan tabel diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa prosentase terbanyak
responden yang berpartisipasi dalam pengisian kuesioner adalah akuntan yang memiliki tingkat
pendidikan S-2 dengan prosentase sebesar 85 %. Responden akuntan yang memiliki gelar S-1
yang berpartisipasi adalah sebesar 15 % atau sebanyak 5 orang responden. Responden yang
memiliki tingkat pendidikan S-3 yang berpartisipasi adalah sebanyak 3 orang atau sebesar 10 %.
B. Pengujian Instrumen
1. Pengujian Validitas.
Hasil pengujian validitas intrumen dilakukan dengan alat uji SPSS 12.0 for windows. Hasil
analisis ditunjukkan dengan nilai p value pada pearson correlation. Apabila nilai p value < 0.05
(signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa intrumen adalah valid. Apabila nilai p value pada
pearson correlation > 0.05 (tidak signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tidak valid.
Hasil pengujian validitas instrumen ditunjukkan dengan Tabel 4.3.
Hasil pengujian validitas instrumen menunjukkan bahwa semua nilai p value < 0.05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa semua instrumen yang digunakan adalah valid
2. Pengujian Reliabilitas
Pengujian Reliabilitas dilakukan dengan alat uji SPSS 12.0 for windows. Hasil pengujian
reliabilitas akan ditunjukkan dengan besarnya nilai cronbach alpha seperti pada Tabel 4.4.
Hasil pengujian reliabilitas untuk pertanyaan kelompok 1 (otonomi) ditunjukkan dengan nilai
cronbach alpha sebesar 0.621, karena nilai cronbach alpha lebih besar dari batas minimum yang
disyaratkan yaitu 0.60, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen kelompok 1 (otonomi) adalah
valid. Pengujian reliabilitas untuk pertanyaan kelompok II (Kejujuran) ditunjukkan dengan nilai
cronbach alpha sebesar 0.752, karena nilai cronbach alpha lebih besar daripada batas minimum
yang disyaratkan, maka dapat disimpulkan bahwa intrumen kelompok II (Kejujuran) adalah valid.
Pengujian reliabilitas untuk pertanyaan kelompok III (Keadilan) ditunjukkan dengan nilai cronbach
alpha sebesar 0.732, karena nilai cronbach alpha lebih besar daripada batas minimum yang
disyaratkan, maka dapat disimpulkan bahwa intrumen kelompok III (Keadilan) adalah valid.
Pengujian reliabilitas untuk pertanyaan kelompok IV (Saling Menguntungkan) ditunjukkan dengan
nilai cronbach alpha sebesar 0.666, karena nilai cronbach alpha lebih besar daripada batas
minimum yang disyaratkan, maka dapat disimpulkan bahwa intrumen kelompok IV (Saling
Menguntungkan) adalah valid. Pengujian reliabilitas untuk pertanyaan kelompok V (Integritas
Moral) ditunjukkan dengan nilai cronbach alpha sebesar 0.734, karena nilai cronbach alpha lebih
besar daripada batas minimum yang disyaratkan, maka dapat disimpulkan bahwa intrumen
kelompok V (Integritas Moral) adalah valid.
9

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

C. Pengujian Normalitas Data
Pengujian normalitas data dilakukn dengan uji kolmogorov smirnov, alat uji yang
dugunakan adalah SPSS 12.0 for windows. Kesimpulan dari pengujian ini dapat diambil
berdasarkan nilai pada asymp sig (2-tailed), apabila nilai pada asymp sig (2-tailed) lebih besar
daripada 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal. Apabila nilai
asymp sig (2-tailed) kurang dari 0.05 (signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa data tidak
terdistribusi secara normal.
Pengujian normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis akan diuji
dengan independent sample t test atau dengan mann whitney test. Apabila data terdistribusi
secara normal, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan independent sample t test, sedangkan
apabila data tidak terdistribusi secara normal, maka pengujian akan dilakukan dengan mann
whitney test. Hasil pengujian normalitas data ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Hasil pengujian data dengan kolmogorov smirnov menunjukkan bahwa nilai asymp sig (2tailed) adalah sebesar 0.391 (tidak signifikan), karena nilai asymp sig (2-tailed) lebih besar
daripada 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.
B. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil uji normalitas data yang menyimpulkan bahwa data adalah terdistribusi
secara normal, maka pengujian hipotesis selanjutnya digunakan pengujian independent sample t
test.
1. Pengujian hipotesis 1
Pengujian hipotesis 1 dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan antara
persepsi akuntan dengan mahasiswa tentang etika bisnis. Pengujian dilakukan dengan alat uji
SPSS 12.0 for windows. Pengujian dilakukan dengan independent sample t test, sedangkan
kesimpulan dapat diambil dengan melihat nilai t value pada output independent sample t test.
Apabila nilai t value kurang dari 0.05 (signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan rata-rata antara kedua sampel tersebut. Hasil pengujian independen sample t test
dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Hasil pengujian independent sample t test menunjukkan bahwa nilai p value sebesar 0.016
(signifikan), karena nilai t value < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara
kedua sampel yang diuji. Hal ini berarti terdapat perbedaan persepsi antara akuntan dengan
mahasiswa terhadap etika bisnis. (hipotesis 1 diterima). Hasil penelitian ini mendukung penelitian
yang dilakukan oleh steven (1993), Ludigdo dan Machfoedz (1999), Ekayani dan Putra (2003)
yang menyatakan bahwa persepsi antara akuntan pendidik dengan mahasiswa adalah berbeda.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah persepsi akuntan lebih tinggi atau lebih rendah
dibandingkan dengan persepsi mahasiswa, dapat dilakukan dengan melihat hasil mean output
pada independent sample t test. Apabila mean output lebih rendah, berarti persepsi mereka
terhadap letika bisnis adalah lebih tinggi. Apabila nilai mean output lebih tinggi hal ini berarti bahwa
persepsi mereka terjadap etika bisnis lebih rendah. Hasil pengujian mean dapat dilihat pada Tabel
4.7.
Dari hasil pengujian seperti pada tabel tersebut diatas terlihat bahwa nilai mean pada
akuntan adalah sebesar 46.06, sedangkan nilai mean pada mahasiswa adalah sebesar 47.69,
karena nilai mean pada akuntan lebih kecil daripada nilai mean pada mahasiswa, maka dapat
disimpulkan bahwa akuntan memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa.
Hal ini sudah sewajarnya terjadi karena akuntan adalah contoh yang paling mudah dan nyata yang
dapat dilihat langsung oleh mahasiswa. Sebagai panutan mahasiswa, akuntan pendidik akan
selaku mengedepankan moralitas dan etika dalam melakukan pekerjaannya.
Dari segi prinsip otonomi dapat dijelaskan bahwa akuntan lebih mudah memisahkan antara
jasa untuk kantor dengan jasa yang harus diterima untuk kepentingan pribadi, hal ini terjadi karena
akuntan telah memiliki pengalaman dalam pekerjaannya. Berdasarkan pengalaman yang telah
dilakukan, akuntan lebih realistis dalam pengambilan kebijakan, hal ini tercermin dalam setiap
pengambilan keputusan, meskipun akuntan pendidik memiliki kewenangan untuk pengambilan
10

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

keputusan, namun
segala keputusan tetap dikoordinasikan dengan atasan. Dalam hal
pengambilan keputusan ini persepsi akuntan lebih tinggi dibandingkan dengan persepsi
mahasiswa.
Dalam hal pemecahan masalah, akuntan memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan
dengn mahasiswa, hal ini terjadi karena akuntan lebih berpengalaman dalam menghadapi
masalah dan menemukan solusi permasalahan tersebut. Setiap permasalahan akan
dikonsultasikan dengan atasan untuk mencari solusi yang terbaik. Persepsi akuntan dalam hal
pemecahan masalah lebih tinggi dibandingkan persepsi mahasiswa , hal ini sesuai dengan
kenyataan bahwa semua permasalahan yang terjadi pada pekerjaan, hanya akuntan yang pernah
mengalami, sedangkan mahasiswa belum berpengalaman. Perbedaan persepsi juga terdadi
dalam penentuan fee dalam pekerjaan. Akuntan memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan
dengan mahasiswa. Dalam menentukan fee akuntan akan selalu menyerahkan kepada atasan
atau seniornya, berbeda dengan persepsi mahasiswa yang tidak menyerahkan keputusan kepada
seniornya.
Perbedaan persepsi juga terjadi pada prinsip kejujuran, dimana akuntan memiliki persepsi
kejujuran yang lebih baik dibandingkan dengan persepsi mahasiswa. Tingkat kejujuran dalam
penelitian ini diukur dengan kejujuran dalam hal pelanggaran hukum. Apabila terjadi pelangaran
hukum yang dilakukan oleh perusahaan tempat mereka bekerja, akuntan akan memberikan
persepsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang ditujukkan dengan melaporkan
segala kecurangan atau pelanggaran yang terjadi. Kemudian dalam hal pelaporan hasil audit,
dalam batas tertentu dan dangan konsekuensi tertentu mahasiswa masih masih bersedia untuk
mengatur hasil laporan keuangan auditan, sedangkan akuntan tidak setuju untuk mengatur hasil
laporan keuangan auditan., sehingga dalam hal ini akuntan memiliki persepsi terhadap kejujuran
yang lebih tinggi. Lebih lanjut dalam hal kepentingan pribadi, mahasiswa masih memiliki keinginan
untuk mengkopy software perusahaan untuk keperluan pribadinya, dalam hal ini akuntan memuliki
persepsi yang lebih baik. Kemudian akuntan juga akan lebih jujur untuk mengatakan ada apabila
mereka memang berar-benar berada dikantor, hal ini menunjukkan bahwa akuntan memiliki
persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa dalam hal etika kejujuran.
Akuntan memiliki persepsi terhadap keadilan yang lebih baik dibandingkan dengan
persepsi mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perasaan yang prihatin apabila kesalahan
yang dilakukan ternyata dihadapi atau ditanggung oleh orang lain. Kemudian berhubungan dengan
kesempatan, akuntan meliliki persepsi yang lebih baik dengan memberikan kesempatan
berprestasi kepada semua karyawan tidak hanya pada karyawan tertentu saja. Hal ini
menunjukkan bahwa akuntan pendidik memiliki persepsi terhadap keadilan yang lebih baik. Dalam
hal tender, akuntan juga memiliki persepsi yang lebih baik, hal ini ditunjukkan dengan persepsi
mereka bahwa mereka tidak akan menghalalkan segala cara untik memenangkan tender.
Akuntan memiliki persepsi terhadap prinsip yang saling menguntungkan lebih baik
dibandingkan dengan persepsi mahasiswa. Akuntan tidak akan mengulur-ulur waktu dalam
pekerjaan dengan harapan untuk memperoleh uang lembur. Berbeda dengan persepsi mahasiswa
yang memiliki persepsi untuk memperpanjang waktu mereka dalam pekerjaan, hal ini
menunjukkan bahwa akuntan pendidik memiliki persepsi yang lebih baik terhadap etika. Lebih
lanjut dapat dijelaskan mengenai persepsi terhadap penggunaan fasilitas kantor, akuntan memiliki
persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa, hal ini ditunjukkan dengan menghindari
pemakaian fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.
Akuntan memiliki persepsi yang lebih baik pada prinsip moralitas, hal ini ditunjukkan
dengan sikap yang sangat tidak setuju apabila ada karyawan yang sering datang terlambat masuk
kerja. Akuntan memiliki ersepsi yang tidak setuju apabila tidak mengungkapkan temuan-temuan
atas penyimpangan laporan auditan. Akuntan juga memiliki perhatian atas perngatan atau teguran
yang diberikan oleh atasan karena adanya kesalahan atau kekeliruan dalam pekerjaan, hal ini
membuktikan bahwa akuntan memiliki persepsi terhadap prinsip moralitas yang lebih baik
dibandingkan dengan mahasiswa.

11

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

2. Pengujian Hipotesis 2
Pengujian hipotesis 2 dilakukan untuk menguji apakah terdapat perbedaan persepsi etika
bisnis antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama serta mahasiswa tingkat akhir. Pengujian
hipotesis 2 dilakukan dengan bantuan program SPSS 12.0 for windows. Untuk mengetahui ada
atau tidaknya perbedaan persepsi ketiga sampel tersebut, pengujian dilakukan dengan uji mann
willis. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada nilai asym sig, apabila nilai asiym sig < 0.05
(signifikan), hal ini berarti bahwa terdapat berbedaan yang signifikan diantara ketiga sampel
tersebut. Sedangkan apabila nilai asym sig > 0.05 (tidak signifikan), hal ini berarti bahwa tidak
terdapat berbedaan yang signifikan antara ketiga sampel tersebut. Hasil pengujian mann willis
dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Berdasarkan hasil pengujian mann willis diperoleh nilai asym sig sebesar 0.31 (signifikan),
hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan, mahasiswa tingkat
pertama dan mahasiswa tingkat akhir dalam persepsi terhadap etika bisnis. Pengujian hipotesis
secara bersama-sama tersebut menunjukkan bahwa antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama
dan mahasiswa tingkat akhir memiliki perbedaan persepsi tentang prisip otonomi, prinsip
kejujuran, prinsip kadilan, prinsip saling menguntungkan, serta prinsip moralitas dalam etika bisnis.
Prinsip otonomi yang diantaranya adalah tentang wewenang dan pengambilan keputusan,
serta pemecahan suatu masalah, dipersepsikan berbeda baik oleh akuntan, mahasiswa tingkat
pertama dan mahasiswa tingkat akhir. Dalam hal ini baik akuntan pendidik, maupun mahasiswa
tingkat pertama dan tingkat akhir memiliki pedapat yang berbeda terhadap segala permasalahan
dan pengambilan keputusan kepada atasan langsung.
Prinsip kejujuran yang diantaranya adalah adanya tindakan yang tidak melaporkan
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan juga dipersepsikan berbeda baik oleh
akuntan, mahasiswa tingkat pertama, maupun mahasiswa tingkat akhir. Dalam hal ini baik akuntan
maupun mahasiswa tingkat pertama dan tingkat akhir memiliki pendapat yang berbeda yaitu tidak
setuju apabila tidak melaporkan kecurangan yang dilakukan perusahaan.
Prinsip keadilan yang diantaranya adalah sikap keprihatinan apabila kesalahan dilimpahkan
kepada orang lain, baik akuntan, mahasiswa tingkat pertama maupun mahasiswa tingkat akhir
memiliki persepsi yang berbeda. Dalam hal ini, akuntan, mahasiswa tingkat pertama, mahasiswa
tingkat akhir memiliki persepsi yang berbeda yaitu mereka sangat sangat tidak setuju apabila
kesalahan yang dilakukan ditanggung oleh orang lain.
Prinsip saling menguntungkan yang diantaranya adalah persepsi tentang pemanfaatan
fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini baik akuntan, mahasiswa tingkat pertama,
maupun mahasiswa tingkat akhir memiliki persepsi yang berbeda yaitu mereka tidak akan
memanfaatkan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.
Prinsip integritas moral yang diantaranya adalah tidak mengungkapkan temuan-temuan
atas penyimpangan laporan audit dipersepsikan berbeda oleh akuntan, mahasiswa tingkat
pertama, mahasiswa tingkat akhir. Dalam hal ini baik akuntan pendidik, mahasiswa tingkat
pertama, mahasiswa tingkat akhir memiliki persepsi yang berbeda yaitu akan mengungkapkan
temuan-temuan atas penyimpangan laporan auditan.
E. Diskripsi Jajak Pendapat
Dalam hal jajak pendapat mengenai cakupan muatan etika dalam kurikulum pendidikan
tinggi akuntansi, terdapat 4 pertanyaan yang diajukan pada responden. Pertanyaan pertama
tentang cakupan muatan etika pada mata kuliah yang disebutkan, dimana untuk pertanyaan ini
responden dimungkinkan untuk lebih memilih lebih dari satu jawaban. Berdasarkan banyaknya
pendapat responden urutan mata kuliah yang dianggap telah mencakup muatan etika adalah
sesuai dengan Tabel 4.9.
Berdasarkan tabel diatas, 6 urutan mata kuliah yang menurut mahasiswa telah mencakup
etika adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, Auditing, Akuntansi Keuangan, Ilmu
Budaya Dasar, dan Teori Akuntansi. Hasil ini merupakan suatu yang semestinya mengingat Mata
Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang antara lain terdiri dari mata kuliah Pendidikan Agama,
Pendidikan Pancasila, dan Ilmu Budaya Dasar memang dimaksudkan untuk membekali
12

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

mahasiswa dengan ajaran moral dan etika.
Demikian halnya dengan mata kuliah Auditing yang menempati urutan teratas untuk mata
kuliah keahlian (MKK) akuntansi, karena memang didalamnya ada bagian yang secara khusus
membahas masalah etika profesi. Hasil selanjutnya diikuti oleh mata kuliah Akuntansi Keuangan
dan Perpajakan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ludigdo dan
Machfoedz (1999) Ekayani dan Putra (2003) yang menempatkan mata kuliah auditing sebagai
mata kuliah yang menempati urutan pertama dalam hal cakupan muatan etika.
Pertanyaan kedua adalah tentang apakah kurikulum pendidikan tinggi akuntansi yang ada
sekarang sudah cukup mampu memberikan bekal etika bagi mahasiswa untuk terjun ke dunia
kerja. Untuk pertanyaan ini ada dua alternatif jawaban yaitu sudah atau belum. Dari 128
responden, 40 responden atau 30 % menjawab sudah, sedangkan sisanya 88 responden atau 70
% menjawab belum.
Pada pertanyaan ketiga, responden yang menjawab belum untuk pertanyaan kedua,
diminta untuk memberikan alternatif pemecahan yaitu dengan memilih 4 alternatif yang ditawarkan
peneliti. Keempat alternatif tersebut meliputi:
1) Diperluas dengan mengintegrasikan dengan mata kuliah-mata kuliah tertentu.
2) Diperluas dengan mengintegrasikan ke semua mata kuliah yang diajarkan
3) Diperluas dengan menyajikan secara terpisah sebagai mata kuliah tersendiri
4) Pendapat lainnya yang mungkin tidak tercover dalam pertanyaan sebelumnya
Jawaban dari 88 responden atas pertanyaan nomor 3 dijelaskan dalam Tabel 4.10.
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa menurut pendapat responden memperluas
cakupan dengan mengintegrasikan ke mata kuliah tertentu merupakan alternatif terbaik jawaban
ini dipilih oleh 38 responden atau sekitar 43 %, berikutnya adalah alternatif jawaban diperluas
dengan menyajikan secara terpisah sebagai mata kuliah tersendiri sebanyak 27 responden atau
sebesar 30 %. Alternatif jawaban terakhir adalah diperluas dengan mengintegrasikan ke semua
mata kuliah yang diajarkan sebanyak 23 responden atau 27 %.
Jawaban diatas konsisten dengan pendapat yang mereka berikan pada pertanyaan
keempat ketika peneliti meminta mereka untuk memaparkan secara singkat pendapat tentang
pendidikan etika di pendidikan tinggi akuntansi. Dari pendapat responden yang berhasil peneliti
rangkum, setidaknya ada lima hal yang mereka sampaikan yaitu:
1) Sebagian besar responden 40% menekankan pentingnya memperhatikan pendidikan etika
secara multidimensional dan perlunya mengintegrasikan pendidikan etika ke mata kuliah
yang diajarkan.
2) Sebagian responden 30 % menyatakan bahwa pendidikan etika sangat penting untuk
diterapkan, karena hal tersebut merupakan bekal yang sangat mendasar untuk
melaksanakan kerja sebagai profesional.
3) Sebagian responden 15 % menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan etika sangat
tergantung pada dimensi-dmensi lingkungan yang melingkaridunia pendidikan itu sendiri.
4) Sebagian responden 10 % menyatakan bahwa pendidikan etika yang ada sekarang masih
terbatas hanya pada mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila yang
pengajarannya terlalu normatif dan tidak mengarah pada substansi cara berpikir dan
berperilaku yang dihar

Dokumen yang terkait

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Dominating Set Dan Total Dominating Set Dari Graf-Graf Khusus

5 80 24

Integrated Food Therapy Minuman Fungsional Nutrafosin Pada Penyandang Diabetes Mellitus (Dm) Tipe 2 Dan Dislipidemia

5 149 3

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81

Analisis Pengaruh Lnflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Sbi, Dan Harga Emas Terhadap Ting Kat Pengembalian (Return) Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Pada Bei

14 85 113

Analisis Pengaruh Faktor Yang Melekat Pada Tax Payer (Wajib Pajak) Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan

10 58 124