LAPORAN PENDAHULUAN WOUND INFECTION BBLR

LAPORAN PENDAHULUAN
WOUND INFECTION

A. Tinjauan Teori
1. Definisi Luka
Lazarus mengatakan bahwa Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis
normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal yang
mengenai organ tubuh (PerryPotter, 2011)
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan yang
disebabkan banyak hal atau berbagai faktor.
Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan
tulang atau organ tubuh lain (Kozier,dalam hidayat, 2012).
Luka adalah gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, dalam hidayat
2012).

2. Klasifikasi dan Etiologi
Jenis Luka
Etiologi
Berdasarkan kebersihan luka
 Clean Wounds (Luka bersih), luka yang Luka bedah tertutup yang tidak
mengenai

GIT,
Pernafasan,
tidak mengandung organisme patogen
Genetalia, saluran kemih yang tidak
terinfeksi atau rongga orofaring
 Clean contaminated wound (luka bersih
terkontaminasi), luka dalam kondisi Luka bedah pada GIT, pernafasan,
aseptik tetapi melibatkan rongga tubuh kandung kemih atau rongga
yang
secara
normal
mengandung orofaring pada kondisi yang
terkontrol
mikroorganisme
 Contaminated
wound
(luka
terbuka,
traumatik,
terkontaminasi), luka berada pada kondisi Luka

kecelakaan
,
luka
bedah
tanpa
tekni
yang mungkin mengandung mikro
aseptik yang baik.
organisme
 Dirty or infection wound (luka kotor atau
terinfeksi), terdpat bakteri pada luka, Setiap luka yang tidak sembuh
didalamnya
terdapt
biasanya lebih dari 105organisme/garan yang
pertumbuhan
organisme,
luka
jaringan
traumatik yang lama, dan insisi
bedah kearea yang infeksi (ruputur

usus).

 Terkolonisasi,
luka
mikroorganisme multipel

mengandung Luka kronis (ulkus)

Berdasarkan kualitas Deskriptif
 Laserasi
Jaringan tubuh yang robek tidak beraturan

Cedra traumatik yang berat(luka
akibat pisau kecelakaan kerja
akibat mesin, jaringan yang
terpotong pecahan kaca)

 Abrasi
Luka permukaan yang meliputi luka Luka akibat jatuh, luka akibat
prosedur tindakan dermatis untuk

potong atau lecet
membuang jaringan parut.
 Kontusio
Luka tertutup karena pukulan benda Pukulan benda tumpul, perdarahan
tumbul, konstusio atau memar yang dibawah luka.
ditandai dengan pembekkan perubahan
wartna kulit dan nyeri.
Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka
 Stadium I : Luka Superfisial (“NonBlanching Erithema): yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
 Stadium II : Luka “Partial Thickness”:
yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis.
Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau
lubang yang dangkal.
 Stadium III : Luka “Full Thickness”: yaitu
hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan
yang dapat meluas sampai bawah tetapi

tidak
melewati
jaringan
yang
mendasarinya. Lukanya sampai pada
lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi
tidak mengenai otot. Luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam
dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.
 Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang
telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan
yang luas.
a. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
 Luka akut : yaitu luka dengan masa Trauma akibat benda tajam
penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
 Luka kronis yaitu luka yang mengalami
kegagalan dalam proses penyembuhan, Ulkus

dapat karena faktor eksogen dan endogen

3. Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka melalui empat tahap, yaitu:
a.

Tahap Respon Inflamasi Akut tanpa Cidera
Tahap ini dimulai saat terjadinya luka. Pda tahap ini terjadi proses hemostasis
yang ditandai dengan pelepasan histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel
yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah
yang rusak.

b.

Tahap Destruktif
Pada tahap ini terjadi pembesihan jaringan yang mati oleh leukosit
polimorfonuklear dan makrofag.

c. Tahap Poliferatif
Pada tahap ini pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan

menginfiltrasi luka.
d. Tahap Maturasi
Pada tahap ini terjadi reepitelisasi, konstraksi luka dan organisasi jaringan ikat.
Selain itu tahapan penyembuhan luka menurut perry potter :
1. Penyembuhan primer
 Fase penyembuhan (reaksi)
Berlangsung selama 3 hari setelah cidera. Proses perbaikannya terdiri dari
mengontrol perdarahan(hemostatis),

mengirim darah dan sel

ke area yang

mengalami cedera(inflamasi) dan membentuk sel sel-epitel dan tempat cedera
(epiteliasasi). Selama proses hemostatis, pembuluh darah yang cedera akan
mengalami konstriksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan.
Bekuan – bekuan darah membentuk matriks fibrin yang nantinya akan menjadi
kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang rusak dan sel mast mensyekresi
histamin, yang menyebabkan vasodilatasi kapiler disekitarnya dan mengeluarkan
serum dan sel darah putih ke dalam jaringan yang rusak.


Leukosit (sel darah putih) akan mencapai luka dalam beberapa jam.
Leukosit utama yang bekerja pada luka adalah neutrofil, yang mulai memakan
bakteri dan debris yang kecil. Neutfofi mati dalam beberapa hari dan
meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri/membantu perbaikan
jaringan. Pada inflamasi kronik, neutrofil yang mati akan membentuk pus.
Leukosit penting kedua adalah monosit, yang berubah menjadi makrofag.
Makrofag akan melanjutkan proses pembersihan debris luka, menarik lebih
banyak makrofag dan menstimulasi pembentukan fibroblast. Setelah makrofag
membersihkan luka dan menyiapkannya untuk perbaikan jaringan, sel epitel
bergerak dari bagian tepi luka dibawah dasar bekuan darah/keropeng. Sel epitel
terus berkumpul di bawah rongga luka selama sekitar 48 jam. Akhirnya di atas
luka akan terbentuk lapisan tipis dari jaringan epitel dan menjadi barier terhadap
organisme penyebab infeksi dan dari zat-zat beracun. Hormon pertumbuhan
dilepaskan oleh trombosit dan makrofag

 Fase proliferasi (regenerasi)

Terjadi dalam waktu 3-24 hari. Fase regenerasi akan mengisi luka dengan
jaringan penyambung/jaringan granulasi yang baru dan menutup bagian atas luka

dengan epitelisasi. Fibroblast akan menutup defek luka. Fibroblast membutuhkan
vitamin B dan C, oksigen dan asam amino. Kolagen memberikan kekuatan dan
integritas struktur pada luka. Selama periode ini luka akan tertutup oleh jaringan
yang baru. Bersamaan dengan proses rekonstruksi yang terus berlangsung, daya
elastisitas luka meningkat dan risiko terpisah/ruptur luka akan menurun. Tingkat
tekanan pada luka mempengaruhi jumlah jaringan parut yang terbentuk.
Gangguan proses penyembuhan pada fase ini biasanya disebabkan oleh faktor
sistematik seperti usia, anemia, hipoproteinemia dan defisiensi zat besi.

 Maturasi (remodeling)
Memerlukan waktu lebih dari 1 tahun, tergantung pada kedalaman dan
keluasan luka. Jaringan parut kolagen terus melakukan reorganisasi dan akan
menguat setelah beberapa bulan. Namun luka yang telah sembuh biasanya tidak
memiliki daya elastisitas yang sama dengan jaringan yang digantikannya. Serat
kolagen mengalami remodeling/reorganisasi sebelum mencapai bentuk normal.
Biasanya jaringan parut mengandung lebih sedikit sel-sel pigmentasi (melanosit)
dan memiliki warna yang lebih terang dari pada warna kulit normal.

2. Penyembuhan Sekunder
Bila sel epitel dan jaringan penyambung tidak mampu menutup defek luka

maka akan terjadi kontraksi.

Kontraksi luka meliputi pergerakan dermis dan

epidermis pada setiap sisi luka. Kontraksi luka dimulai pada hari keempat dan terjadi
secara simultan dengan epitelisasi. Sel yang mendorong terjadinya kontraksi adalah
miofibroblast. Kontraksi luka mengakibatkan jaringan disekitarnya luka menipis,
dan ukuran serta bentuk jaringan parut pada akhirnya akan sama dengan garis
ketegangan di daerah yang rusak.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Menurut Perry Potter (2011) hal yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka
diantaranya adalah
a. Usia
Penuaan merupakan faktor yang tidak dapat di hindari karena penuaan
merupakan suatu fase kehidupan yang harus dilalui oleh seseorang. Usia lansia
dapat memperlambat penyembuhan luka karena pada usia lanjut secara
fisiologis semua organ tubuh mengalami penurunan fungsi seperti perubahan
vaskuler yang akan menggangu sirkulasi darah ke area luka. Penurunan fungsi
hati akan menggangu sintesis faktor pembekuan yang menyebabkan respon

inflamasi akan melambat, pembentukan antibodi dan limfosit menurun, serta
jaringan parut yang tidak elastis.
b. Malnutrisi
Malnutrisi akan memperlambat penyembuhan luka karena kurangnya nutrsi
menyebabkan sel-sel tidak mampu bekerja maksimal karena stres pada luka
atau trauma yang parah akan meninngkatkan kebutuhan nutrisi.
c. Obesitas
Jaringan lemak yang banyak pada orang obesitas menyebabkan jaringan lemak
kekurangan suplay darah untuk melawan bakteri dan mengirim nutrisi serta
elemen selular yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka, sehingga
menyebabkan penyembuhan luka terganggu.
d. Gangguan oksigenasi

Tekanan oksigen arteri yang rendah akan menganggu sintesis kolagen dan
pembentukan sel epitel sehingga serabut kolagen dan fibril tidak terbentuk
sempurana dan sel epitel tidak dapoat melapisi semua permukaan kulit yang
mengakibatkan penundaan penutupan luka. Jika sirkulasi lokal aliran darah
buruk maka jaringan gagal memperoleh oksigen yang dibutuhkan, sehingga
menyebabkan jaringan luka mengalami nekrosis, Penurunan Hb dalam darah
(anemia) akan mengurangi tingkat oksigen

arteri dalam kapiler dan

menggangu perbaikan jaringan.
e. Merokok
Merokok mengurangi jumlah Hb fungsional dalam darah sehingga
menurunkan oksigenasi jaringan, merokok menggangu mekanisme sel normal
yang dapat meningkatkan pelepasan oksigen ke dalam jaringa sehingga proses
penyembuhan luka akan terganggu, selain itu merokok juga menyebakan
hiperkoaguklasi dan meningkatkan agregasi trombosit.
f. Obat-obatan
Obat golongan steroid dapat menyebakan penurunan respon inflamasi dan
memperlambat sintesis kolagen sehingga menyebkan gangguan pada proses
penyembuhan luka. Sedangkan penggunaan antibiotik dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebkana terjadinya super infeksi. Penggunaan obatobatan anti inflamasi menghambat prose penyembuhan luka karena cara kerja
antiinflamasi menekan sintesis protein , kontraksi luka,epitelisasi dan
inflamasi yang kesemuanya merupakan tahapan proses penyembuhan luka.
Sedangakan pengguaan obat kemoterapi menekan fungsi sumsum tulang
sehingga menurunkan jumlah leukosit dan menggangu respon inflamasi.
g. Penyakit kronis
Penyakit kronik menyebabkan timbulanya penyakit pembuluh darah kecil
yang

menggangu

perfusi

jaringan.

Penyakit

diabetes

menyebabkan

hemoglobin memiliki afinitas yang lebih besar untuk oksigen, sehingga
hemoglobin gagal melepaskan oksigen ke dalam jaringan. Hiperglikemi
menggagu kemampuan leukosit untuk melakukan fagositosis dan juga
mendorong pertumbuhan infeksi jamur dan ragi yang berlebihan.
h. Radiasi
Proses pembentukan jaringan parut vaskuler dan fibrosa akan terjadi pada
jaringan kulit yang tidak terradiasi sedangkan pada jaringan yang kena radiasi

menyebkan jaringan mudah rusak dan kekurangan oksigen yang akan
menyebabkan perlambatan pada proses penyembuhan luka.
i. Stres luka
Muntah, distensi abdomen dan usaha pernafasan dapat menyebakan stres pada
jahitan operasi dan merusak lapisan luka. Tekanan mendadak yang tidak
terduga pada luka insisi akan menyebkan terhambatnya pembentukan jaringan
kolagen dan sel endotel.
5. Komplikasi Penyembuhan Luka
a. Hemoragi
Perdarahan pada area luka merupakan hal yang normal terjadi selama dan
sesaat setelah trauma. Hemostasis terjadi dalam beberapa menit kecuali jika
luka mengenai pembuluh darah besar dan pembekuan darah klien buruk.
Perdarahan setelah hemostasis menunjukkan lepasnya jahitan operasi,
keluarnya bekuan darah, infeksi atau erosi pembuluh darah oleh benda asing.
b. Infeksi
Terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau panas,
rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka mengeras, serta adanya
kenaikan leukosit.
c. Dehisens
Merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang dapat dipengaruhi
oleh berbagai factor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi, terjadinya trauma
dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (demam),
takikardia dan rasa nyeri pada daerah luka
d. Eviserasi
Menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui luka. Hal ini
dapat terjadi jika luka tidak segera menyatu dengan baik atau akibat proses
penyembuhan yang lambat.
e. Fistula
Adalah saluran abnormal yang berada di antara 2 buah organ atau di antara
organ dan bagian luar tubuh. Sebagian besar fistula terbentuk karena
penyembuhan luka yang buruk atau karena komplikasi suatu penyakit seperti
penyakit Chron atau enteritis regional. Fistula meningkatkan resiko terjadinya
infeksi dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan.

f. Penundaan Penutupan Luka
Adalah tindakan yang sengaja dilakukan oleh dokter bedah agar terjadi
drainase yang efektif dari luka yang terkontaminasi-bersih atau luka yang
terkontaminasi.
B. Luka Infeksi
1. Definisi infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cidera yang serius
pada sel atau jaringan, infeksi disebut asimtomatik (perry&potter, 2011)
2. Rantai Infeksi
Agen Infeksius

Reservoar

Pejamu

Agen Infeksius

Portal Keluar

Portal masuk

Agen Infeksius

Cara Menular

a. Agen Infeksius
Agen infeksius adalah mikroorganisme residen kulit tidak virulen dan hanya
menyebabkan infeksi minor. Namun mikroorganisme tersebut dapat menyababkan
infeksi serius apabila prosedur invasif/pembedahan memungkinkan mereka masuk ke
dalam jaringan.
b. Reservoar
Resevoar merupakan tempat kuman patogen mampu bertahan hidup, tetapi dapat atau
tidak dapat berkembang biak.
c. Portal Keluar

Portal keluar merupakan pintu keluar mikroorganisme setelah menemukan tempat
untuk berkembang biak, portal keluar biasanya melalui kulit, membran mukosa,
traktus respiratorius, trakttus gastrointestinal, traktus produktif dan darah
d. Cara penularan
Dapat secara kontak langsung, tidak langsung dan droplet, udara (droplet nukleus),
melalui peralatan yang terkontaminasi, makanan, maupn dengan cara vektor seperti
nyamuk, perpindahan mekanis eksternal (lalat)
e. Portal masuk
Mikroorganisme dapat masuk kedalam tubu host yang baru dengan cara yang sama
ketika keluar seperti saat jarum yang terkontaminasi mengenai kulit klien, kesalahan
pemakaian balutan steril pada luka yang terbuka memungkinkan patogen memasuki
jaringan yang tidak terlindungi.
f. Pejamu
Pejamu atau host adalah orang yang di infeksi oleh mikroorganisme. Seseorang
terkena infeksi tergantung kerentanan terhadap agen infeksius.
3. Klasifikasi Surgical Site Infection (SSI)
a. Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan infeksi
tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan
setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
1. Terdapat cairan purulen.
2. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
3. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
4. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
b. Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan
jaringan yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi
dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1. Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
2. Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda
inflammasi.
3. Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.

4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat
c.

Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu
bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka
atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
3. Ditemukan abses
4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin
lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan
kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus
dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan,
dan oleh nosocomial infection control team.

4. Penatalaksanaan Medis Surgical Site Infection (SSI)
Untuk pencegahan ILO pada pasien dilakukan dengan perawatan
praoperasi,
pencukuran rambut bila mengganggu operasi, cuci dan bersihkan
daerah sekitar tempat insisi dengan antiseptik pada kulit secara
sirkuler ke arah perifer yang harus cukup luas. Antibiotik proflaksis
terbukti mengurangi kejadian ILO dan dianjurkan untuk tindakan
dengan resiko infeksi yang tinggi seperti pada infeksi kelas II dan III.
Selain itu, antibiotik proflaksis juga diberikan jika diperkirakan akan
terjadi infeksi dengan resiko yang serius seperti pada pemasangan
implan, penggantian sendi, dan operasi yang lama. Pemberian
antibiotik

proflaksis

harus

mempertimbangkan

kemungkinan

terjadinya alergi, resistensi bakteri, superinfeksi, interaksi obat, dan
biaya. Pemberiannya dilakukan 30 menit sebelum insisi, atau pada
seksio sesaria diberikan segera setelah tali pusat diklem, dengan
jenis antibiotik disesuaikan dengan

jenis kuman yang paling sering mengakibatkan infeksi pada daerah
tersebut. Pada
umumnya adalah sepalosporin generasi I atau II.
Selain hal di atas, pada saat praoperatif harus juga diperhatikan
mengenai scrub suits, tindakan antisepsis pada lengan tim bedah,
gaun operasi dan drapping. Pada tahap intra operatif, yang harus
diperhatikan adalah bahwa semakin lama operasi, resiko infeksi
semakin

tinggi,

tindakan

yang

mengakibatkan

terbentuknya

jaringan nekrotik harus dihindarkan, kurangi dead space, pencucian
luka operasi harus dilakukan dengan baik, dan bahan yang
digunakan untk jahitan harus sesuai kebutuhan seperti bahan yang
mudah diserap atau monoflame.

C. Asuhan Keperawatan Konseptual
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik
Inspeksi : kaji dibagian tubuh mana yang terdapat luka
b. Pengakjian fokus luka
Inspeksi : bagaimana kondisi luka, kedalaman luka, karateristik luka, warna
luka, kebersihan luka, apaka ada pus atau tidak, jika ada pus tampak seperti
apa (serosa, purulen, serosangiunosa, sanguinosa) apakah ada muncul tandatanda infeksi atau tidak.
Palpasi : tekan area tepi luka untuk mengetahui adanya nyeri di area luka atau
tidak.
2. Diagnosa yang mungkin muncul
Kerusakan integritas jaringan
Resiko infeksi
Nyeri
Hambatan mobilitas fisik
Gangguan perfusi jaringan

Rencana Asuhan Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan
Diagnosa
Kerusakan
Integritas
Jaringan

Gangguan perfusi
jaringan

NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan Wound care
keperawatan 3X24 jam 1. Kaji karateristik luka, warna,
penyembuhan luka dengan
kedalam, bengkak.
kriteria hasil :
2. Ganti dresing luka dengan dresing
1. Perfusi jaringan normal
yang sesuai
2. Tidak ada tanda-tanda 3. Kaji apakah terdapat eksudat atau
infeksi
pus di di luka, catat warna dan
3. Ketebalan dan tekstur
karateristik eksudat
jaringan normal
4. Bersihkan luka dengan normal salin
4. Menunjukkan terjadinya
dengan teknik aseptik
penyembuhan luka
5. Pertahankan teknik steril selama
5. Jahitan luka menyatu
membersihkan luka
dengan baik
6. Posisikan pasien setiap 2 jam sekali,
6. Tidak ada nekrosis
jika memungkinkan
7. Dokumentasikan semua perubahan
pada luka
8. Ajarkan kepada pasien dan keluarga
untuk mengenal tanda-tanda infeksi
(rubor, dolor, kolor)
9. Bersihkan area sekitar luka dari
bulu atau rambut, jika diperlukan
10. Sarankan untuk merawat kulit
secara rutin
11. Hindari membasahi luka ketika
mandi
Skin surveillance
1. Kaji kulit dan membran mukosa
apakah ada kemerahan, hangat,
bengkak, atau eksudat
2. Inspeksi kondisi insisi bedah
3. Monitor wana dan suhu kulit
Insicion site care
1. Inspeksi bekas insisi apakah ada
kemerahan, bengkak, eviserasi, atau
dehiciens
2. Catat karateristik jika ada drainase
3. Bersihkan area insisi ddengan
cleansing
solution
jika
memungkinkan
4. Gunakan balutan untuk melindungi
area insisi
5. Ajarkan pasien merawat luka insisi
sebelum mandi
6. Ajarkan pasien cara meminimlisir

stres di sekitar area insisi
7. Ajarkan pasien dan keluarga untuk
mengenal tanda infeksi.

D.