PENGARUH METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA SEMEN BEKU SAPI FH (Friesian holstein)

  PENGARUH METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA SEMEN BEKU SAPI FH (Friesian holstein) Oleh : Adya Dian Pradana H0507012 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user

  

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii KATA PENGANTAR .................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii

RINGKASAN ................................................................................................. ix SUMMARY .................................................................................................... xi

  I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ...................................................................................

  1 B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian ...............................................................................

  3 D. Manfaat Penelitian .............................................................................

  3 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4

  A. Sapi FH (Friesian Holstein) .............................................................. 4 B. Semen dan Spermatozoa ....................................................................

  5 C. Pejantan sebagai Penghasil Semen ....................................................

  7 D. Pengenceran Semen ........................................................................... 8 E. Semen Beku dan Thawing .................................................................

  9 F. Evaluasi Kualitas Spermatozoa ......................................................... 10

  HIPOTESIS ............................................................................................. 12 III. MATERI DAN METODE ......................................................................

  13 A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 13

  B. Bahan dan Alat Penelitian .................................................................. 13

  C. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 13

  D. Analisis Data ..................................................................................... 16

  

commit to user

  

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................

  17 A. Motilitas Spermatozoa ....................................................................... 17

  B. Spermatozoa Hidup ............................................................................ 19

  C. Spermatozoa Normal ......................................................................... 20

  D. Membran Plasma Utuh Spermatozoa ................................................ 21 V. KESIMPULAN .......................................................................................

  24 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

  25 LAMPIRAN ....................................................................................................

  27

  

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

  1. Rerata motilitas spermatozoa (%) ................................................................

  17 2. Rerata spermatozoa hidup (%) .....................................................................

  19

  3. Rerata spermatozoa normal (%) ................................................................... 21

  4. Rerata membran plasma utuh spermatozoa (%) .......................................... 22

  

commit to user

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

  1. Diagram batang rerata motilitas spermatozoa ..............................................

  18 2. Diagram batang rerata spermatozoa hidup ...................................................

  20

  

commit to user

  

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

  1. Rincian pengadaan semen beku dari BBIB Singosari ................................ 28

  2. Gambar pejantan sapi FH ............................................................................ 29

  3. Gambar hasil pengamatan peubah penelitian .............................................. 31

  4. Tabulasi data hasil pengamatan thawing. .................................................... 33

  5. Analisis variansi dan uji lanjut motilitas spermatozoa. ............................... 35

  6. Analisis variansi dan uji lanjut spermatozoa hidup. .................................... 37

  7. Analisis variansi spermatozoa normal ......................................................... 39

  8. Analisis variansi membran plasma utuh spermatozoa. ............................... 40

  

commit to user

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

  Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan. Salah satu komoditas dari subsektor peternakan yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah peternakan sapi perah, meskipun produksi susu dalam negeri yang berasal dari peternakan sapi perah belum mampu untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri.

  Suplai susu nasional saat ini masih lebih banyak berasal dari impor. Berdasarkan Road Map perbibitan (2008) produksi sapi perah dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30% dari kebutuhan konsumen, sehingga sisanya (70%) dipenuhi melalui impor dalam bentuk susu bubuk. Pemenuhan kebutuhan susu secara nasional diperlukan upaya melalui produksi dalam negeri, antara lain dengan meningkatkan populasi dan produktivitas sapi perah (Ditjen Peternakan, 2009). Alternatif penyelesaian masalah tersebut salah satunya adalah dengan penerapan teknologi Inseminasi Buatan (IB). Teknologi ini digunakan untuk meningkatkan populasi dan memperbaiki mutu genetik ternak serta sebagai sarana dalam pelaksanaan program pengembangbiakan ternak.

  Tujuan IB adalah sebagai suatu sarana yang diciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pembekuan), pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada ternak betina.

  

commit to user Perkembangan teknologi telah memungkinkan preservasi benih dalam bentuk semen beku. Penggunaan semen beku sangat menguntungkan karena praktis dan dapat disimpan dalam nitrogen cair untuk waktu yang lama. Semen mengalami berbagai kejadian pengolahan yang dikerjakan manusia sejak diejakulasikan sampai penempatannya dalam saluran reproduksi betina. Kejadian pengolahan tersebut misalnya penampungan, pengujian, pengenceran dan penyimpanan. Prosedur thawing apabila dilakukan dengan cara yang tidak tepat akan merusak kualitas semen. Cara penanganan yang tidak tepat ini dapat menurunkan angka konsepsi dan mengakibatkan tujuan

  IB tidak tercapai (Gustari dan Prihatno, 2010).

  Thawing adalah proses pencairan kembali semen beku sebelum

  dideposisikan ke dalam saluran reproduksi betina. Thawing semen beku dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai medium. Berbagai pendapat tentang suhu untuk thawing semen beku yang dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain: Salisbury dan VanDemark (1978) cit Gustari dan Prihatno (2010) menyatakan thawing pada suhu 5 C menghasilkan pergerakan spermatozoa yang lebih baik dibanding thawing pada suhu 38

  C. Sedangkan menurut Toelihere dan Taurin (1979), thawing semen beku dilakukan dalam air kran memberikan hasil yang lebih baik daripada thawing memakai air es.

  Selain faktor suhu, faktor waktu thawing juga perlu diperhatikan. Pelaksanaan IB di lapangan seringkali memerlukan waktu yang cukup lama sejak straw dikeluarkan dari kontainer sampai dideposisikan ke dalam saluran reproduksi betina. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tidak adanya portable container, jarak yang ditempuh sebelum melaksanakan IB, serta ketrampilan inseminator. Hal tersebut dapat menurunkan kualitas semen yang ada didalamnya. Penelitian Gustari (1993) menunjukkan adanya penurunan persentase motilitas spermatozoa seiring dengan bertambahnya waktu thawing, yaitu 45-48%, 44-46% dan 35-40% jika lama thawingnya berturut-turut 5, 10 dan 15 menit.

  commit to user Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh metode thawing terhadap kualitas spermatozoa semen beku sapi FH.

  B. Rumusan Masalah

  Peningkatan produktivitas ternak dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan perkawinan silang, perbaikan manajemen, pemberian pakan tambahan, serta penerapan assisted reproductive technology (ART) diantaranya Inseminasi Buatan (IB). Keberhasilan IB dipengaruhi berbagai hal diantaranya ketepatan deteksi estrus, kualitas semen, penanganan semen dan deposisi semen yang tepat. Penanganan semen dalam hal ini meliputi penyimpanan, transportasi dan thawing. Thawing adalah proses pencairan kembali semen beku dengan tujuan supaya dapat dideposisikan ke dalam saluran reproduksi betina. Dibutuhkan suhu dan waktu yang tepat untuk melakukan thawing terhadap semen beku sapi FH. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari penurunan motilitas dan daya hidup spermatozoa, sehingga service per conception dan conception rate dapat diperbaiki serta tujuan IB dapat tercapai.

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode thawing yang terbaik dilihat dari kualitas spermatozoa semen beku sapi FH dalam meningkatkan keberhasilan IB.

  D. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui metode thawing yang terbaik sehingga menghasilkan spermatozoa yang lebih berkualitas dalam pelaksanaan IB.

  2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang kualitas spermatozoa setelah thawing sehingga dapat digunakan sebagai pedoman inseminator di lapangan.

  

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi FH (Friesian Holstein)

  Populasi sapi perah di Indonesia dalam dasawarsa terakhir jumlahnya cukup mengalami fluktuasi dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, rata-rata 1,2% pertahun (wilayah Asia hanya 0,48% dan dunia 0,51%). Menurut Ditjen Peternakan jumlah populasi sapi perah di Indonesia tahun 2010 adalah 409.281 ekor. Populasi sapi perah di propinsi Jawa Tengah yaitu 14.280 ekor. Kondisi ini menunjukkan bahwa perbaikan kualitas sapi perah telah berjalan dengan baik meskipun belum mencapai angka yang optimal.

  Sapi FH tergolong bangsa sapi perah yang dewasa kelaminnya (sexual

  

maturity ) lambat. Sapi FH betina umumnya baru dapat dikawinkan pertama

  kali pada umur 18 bulan, sehingga beranak pertama kali adalah pada umur 28-30 bulan. Fungsi reproduksi sapi ini rata-rata baik, persentase kemandulan yang rendah dan gangguan siklus reproduksi serta kesukaran melahirkan (partus) jarang dijumpai. Sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang berbadan besar (large breeds). Rata-rata bobot badan induk sapi betina adalah 675 kg dan sapi jantannya mencapai bobot antara 900-1100 kg. Bobot badan maksimum dapat dicapai setelah sapi tersebut mencapai umur antara 6-7 tahun. Demikian pula pedet yang dilahirkan dapat mencapai bobot lebih kurang 8% dari bobot induknya, yaitu rata-rata ± 42 kg (35-50 kg) (Mukhtar, 2006).

  Bangsa ternak sapi perah di Jawa Tengah pada umumnya adalah bangsa sapi perah FH dan peranakannya. Bangsa sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang memiliki tingkat produksi tertinggi dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya. Tingkat produksi susu rata-rata setiap satu masa laktasi (10 bulan) adalah sekitar 3.050 liter atau sekitar 10 liter/ekor/hari, di tempat asalnya produksi susu tiap masa laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter perhari. Rendahnya tingkat produksi ini menyebabkan

  commit to user

  peternak memerlukan input produksi yang tinggi untuk mempertahankan usaha ternak dan pencapaian produksi optimal (Syarief dan Sumoprastowo, 1984 cit Putranto, 2006).

  Reproduksi pada sapi betina ditandai dengan timbulnya birahi pertama dan kesanggupan untuk menghasilkan sel telur, dan pada sapi jantan ditandai dengan kemampuan berkopulasi dan menghasilkan sel mani. Efisiensi reproduksi sangat penting dalam manajemen sapi perah. Indikator efisiensi reproduksi tersebut diantaranya adalah umur pertama beranak yaitu 24 bulan, umur dari kawin pertama adalah 15 bulan, bobot badan dara dikawinkan >270 kg, jarak beranak 12-13 bulan, S/C = 1,0-1,5, lama laktasi 10 bulan, lama pengeringan 2 bulan (BBPTU Sapi Perah Baturaden, 2009). Berdasarkan penelitian Dudi et al., (2006) berkaitan dengan sifat reproduksi sapi perah rakyat diperoleh bahwa umur pertama beranak, lama kering kandang, service per conception (S/C) dan calving interval (CI) sapi FH di wilayah Sumedang berturut-turut nilainya adalah 3,5 tahun (3-4 tahun), 45-60 hari, S/C : 2 dan 15-16 bulan.

B. Semen dan Spermatozoa

  Semen atau mani dalam ilmu reproduksi hewan adalah zat cair yang keluar dari tubuh melalui penis sewaktu kopulasi yang terdiri dari bagian yang berupa sel dan bagian yang tidak bersel. Sel-sel yang hidup dan bergerak disebut spermatozoa sedangkan cairan dimana sel-sel itu berenang disebut seminal plasma (Partodihardjo, 1982). Salisbury dan VanDemark (1985) menyatakan bahwa spermatozoa normal memiliki kepala, leher, badan dan ekor. Apabila diamati menggunakan mikroskop bagian dinding depan kepala tampak sekitar 2/3 bagian tertutup oleh akrosom. Tempat sambungan dasar akrosom dan kepala disebut cincin nukleus, diantara kepala dan badan terdapat sambungan pendek yaitu leher yang berisi sentriole proksimal, disebut sebagai pusat kinetik aktifitas spermatozoa. Bagian badan mulai dari leher dan berlanjut ke cincin sentriol. Bagian badan dan ekor mampu bergerak bebas, meskipun tanpa kepala. Ekor serupa cambuk, membantu spermatozoa bergerak maju.

  

commit to user Morfologi spermatozoa terbagi atas bagian kepala dan ekor. Kepala spermatozoa dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah akrosom anterior yang dibungkus oleh tudung akrosom dan daerah post akrosomal posterior. Barth dan Oko (1989) cit Arifiantini et al., (2005) menyatakan bahwa ekor sperma terbagi atas tiga bagian yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama (principal piece) dan bagian ujung (endpiece). Bagian tengah spermatozoa adalah bagian yang dimulai dari distal bagian penghubung sampai annulus yaitu suatu struktur yang membentuk batas antara bagian tengah dengan bagian utama. Bagian utama ekor sperma merupakan bagian yang dimulai dari annulus sampai ke bagian ujung sedangkan bagian ujung ekor merupakan bagian akhir dari aksonema yang meruncing sempurna.

  Menurut pendapat Salisbury dan VanDemark (1985), Spermatozoa sapi jantan memiliki ukuran panjang keseluruhan 70µ. Kepalanya yang berisi bahan chromatin, berukuran panjang 8-10µ, lebarnya sekitar 4µ, tebalnya sekitar 1µ. Sedangkan bagian badan memiliki panjang 8-10µ, tetapi tebalnya hanya 1µ. Ekornya yang berkurang garis tengahnya secara bertahap dari sambungan dengan bagian badan di cincin sentriol ke ujungnya, kira-kira panjangnya 50µ. Kepala spermatozoa mengandung inti yang berisi kromosom yang mengandung DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) yang bersenyawa dengan protein sebagai pembawa formula genetik. Bagian ekor berfungsi sebagai penggerak. Sesuai dengan morfologi spermatozoa dan pola metabolismenya dengan dasar produksi energi, spermatozoa hidup dapat mendorong dirinya sendiri maju ke depan di dalam lingkungan zat cair.

C. Pejantan sebagai Penghasil Semen

  Inseminasi buatan sebagai salah satu bioteknologi dalam bidang reproduksi merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk meningkatkan produksi ternak secara intensif. Keberhasilan IB sangat ditentukan oleh persentase kebuntingan yang dihasilkan, dimana kebuntingan ini dipengaruhi oleh kualitas semen (faktor pejantan), kualitas sel telur yang sangat

  

commit to user berhubungan dengan status reproduksi ternak betina (faktor betina) dan waktu inseminasi (Situmorang et al., 2001 cit Hidayatin, 2002).

  Salisbury dan VanDemark (1985) berpendapat bahwa pada umumnya konsentrasi sejalan dengan perkembangan seksual dan kedewasaan sapi jantan, sesuai dengan kualitas makanan yang diberikan dan pengaruh kesehatan reproduksi dan ukuran testis. Selain itu terdapat perbedaan- perbedaan mengenai konsentrasi spermatozoa dari pejantan yang satu dengan yang lain, perbedaan diantara kelompok umur pejantan yang berbeda, perbedaan musim dalam satu tahun dan perbedaan tempat geografis.

  Berkaitan dengan volume yang diejakulasikan Salisbury dan VanDemark (1985) menyatakan bahwa volume air mani sapi jantan yang diejakulasikan tidaklah sama antara sapi jantan yang satu dengan yang lain, atau pada tiap-tiap jantan itu sendiri. Pada umumnya volume air mani, akan bertambah banyak sesuai dengan umur, besar tubuh, perubahan keadaan kesehatan reproduksinya, daya kekuatan dan frekuensi penggunaannya. Sapi jantan yang masih muda akan menghasilkan air mani sedikit, yaitu 1 sampai 2 ml atau lebih rendah dari itu, sedangkan sapi jantan yang telah dewasa dan potensial serta memiliki bobot badan 907,2 kg atau lebih, dapat menghasilkan air mani tiap ejakulasi 10-15 ml serta akan semakin menurun setelah mencapai puncak kedewasaannya.

  Sapi jantan normal menghasilkan 12 sampai 17 juta dan domba 12 juta spermatozoa per gram testis per hari. Babi menghasilkan 25 sampai 30 juta sperma per gram testis per hari karena waktu spermatogenesis yang relatif singkat dan banyak spermatozoa yang dihasilkan dari spermatogonia tipe A. Jadi produksi harian untuk seekor sapi jantan dengan satu testis seberat 400 gram, domba dengan satu testis dengan berat 250 gram dan babi dengan satu testis dengan berat 300 gram masing-masing mencapai 12 milyar, 7 milyar dan 15 milyar spermatozoa. Jumlah spermatozoa mempunyai korelasi tinggi dengan berat dan ukuran testis (Feradis, 2010).

  commit to user

D. Pengenceran Semen

  Menurut Partodihardjo (1982), pada pengenceran semen perlu diketahui asal mula dan syarat pengencer, pengencer harus dapat menjamin kebutuhan fisik dan kimia semen selama pendinginan. Pengencer merupakan media yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan kimia spermatozoa yang mempunyai fungsi memperbanyak volume semen, penyedia zat makanan dan bakteriostatik.

  Fungsi pengenceran semen adalah untuk memperbanyak volume, memberi media yang cocok untuk hidup spermatozoa, menjaga pH, tekanan osmotik dan sebagai perlindungan (krioproktektan). Pengenceran semen perlu menghindari adanya panas yang berlebihan, bahan kimia toxic, berhubungan dengan udara luar, sinar matahari langsung dan guncangan (Lindsay et

  al .,1982 cit Sari, 2008). Syarat utama pengencer adalah harus mengandung

  energi (fruktosa, glukosa), buffer atau penyangga (Tris, Na2HCO3, Na2, HPO4), isotonis (tekanan osmose di dalam sel sama dengan di luar sel), mineral, antibiotik, tidak bersifat racun, murah dan mudah disiapkan, memberikan kemungkinan untuk uji kualitas, serta mengandung

  cryoprotectani. Ditinjau dari komposisi bahan penyusunnya dikenal berbagai

  pengencer semen antara lain : fosfat kuning telur, sitrat kuning telur, corne

  university extender (CUE), illini variable temperature (IVT), air susu, kuning

  telur-air kelapa dan berbagai pengencer komersial, seperti spermasol dan laichipos (Toelihere, 1985 cit Hidayatin, 2002).

  Khasiat kuning telur terletak pada lipoprotein dan lechitin yang terkandung di dalamnya yang bekerja mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein dari sel spermatozoa. Kuning telur juga mengandung glukosa, yang lebih banyak digunakan oleh sel-sel spermatozoa sapi untuk metabolisme dari fruktosa yang terdapat di dalam semen, berbagai protein, vitamin-vitamin yang larut dalam air maupun yang larut dalam minyak, dan mungkin memiliki viskositas yang mungkin menguntungkan spermatozoa (Feradis, 2010).

  

commit to user

E. Semen Beku dan Thawing

  Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya dibekukan pada suhu tertentu yang bertujuan untuk menghambat aktifitas dan metabolisme spermatozoa. Keuntungan semen beku adalah semen yang berasal dari pejantan unggul dapat dipakai secara efisien sepanjang tahun, dapat mengatasi hambatan waktu dan jarak, memungkinkan perkawinan selektif dengan pejantan unggul untuk wilayah yang luas, biaya pengangkutan relatif murah. Sedangkan beberapa kerugian dari semen beku adalah biaya produksi dan penyimpanan yang cukup tinggi, dari beberapa pejantan 10-20% menghasilkan semen yang tidak tahan terhadap pembekuan serta dapat berpotensi menyebarluaskan penyakit-penyakit bakterial dan viral (Partodihardjo, 1982).

  Semen beku sapi adalah semen yang berasal dari pejantan sapi terpilih yang diencerkan sesuai prosedur proses produksi sehingga menjadi semen beku dan disimpan di dalam rendaman nitrogen cair pada suhu -196 C pada kontainer. Pejantan unggul merupakan pejantan sapi yang sudah diseleksi berdasarkan standar bibit yang berlaku yaitu garis keturunannya (pedigree/silsilah), kemampuan produksi dan reproduksi keturunannya (progeny). Mutu semen beku sapi yang memenuhi standar harus didukung oleh penanganan yang baik dan benar agar mutu semen beku sapi dapat dipertahankan hingga siap untuk diinseminasikan (SNI, 2005).

  Hasil survei di Kabupaten Blora, Jawa Tengah diketahui bahwa para inseminator melakukan thawing lebih dari 1 menit (>60 detik) yaitu 900-1800 detik (15-30 menit) dengan menggunakan air sumur atau PDAM. Menurut pendapat mereka hal tersebut tidak ber akibat pada kualitas semen yang diinseminasikan walaupun pada kenyataannya angka service per conception di wilayah tersebut tinggi (2,7-2,8%) yang membuktikan sering terjadinya kawin berulang pada sapi induk yang diinseminasikan sehingga berakibat pada rendahnya angka kebuntingan yaitu <60% (Affandhy et al., 2006).

  Berbagai penelitian tentang metode thawing telah dilakukan oleh

  

commit to user biasanya dilakukan dengan memasukkan straw ke dalam air es yang bersuhu

  5 C selama 5-6 menit (Toelihere dan Taurin, 1979). Menurut DeJarnette dan Marshall (2005) thawing menggunakan air hangat 35 C menghasilkan tingkat motilitas yang lebih tinggi dibandingkan thawing di udara yaitu straw diambil dari kontainer dan langsung dimasukkan ke dalam gun IB (75% vs 71%). Sedangkan menurut Pratiwi et al., (2006), kualitas terbaik diperoleh pada perlakuan lama thawing 0 menit (45 detik) dengan menunjukkan persentase motilitas dan sel hidup spermatozoa pada straw beku Limousin sebesar 41,50% dan 66,50% dan straw beku Brahman sebesar 40% dan 29,58%.

F. Evaluasi Kualitas Spermatozoa

  Evaluasi semen terdiri dari uji makroskopis, mikroskopis, biokemis dan biologis. Uji yang rutin digunakan dalam suatu Balai Inseminasi Buatan (BIB) adalah uji makroskopis dan uji mikroskopis. Uji makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, dan bau. Volume semen dalam uji ini mencapai (2-10 ml), semen yang normal berwarna putih kekuningan, sedangkan yang abnormal berwarna kuning atau coklat, dan semen memiliki bau yang spesifik. Uji mikroskopis terdiri dari motilitas massa dan individu, viabilitas, konsentrasi dan abnormalitas (Hunter, 1982 cit Sari, 2008).

  Motilitas dan daya hidup spermatozoa sangat penting digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas spermatozoa. Kualitas spermatozoa dikatakan baik apabila tingkat motilitas dan daya hidup spermatozoanya tinggi karena sangat penting artinya dalam proses fertilisasi dan dapat meningkatkan keberhasilan IB. Dalam hal semen beku, apabila tingkat motilitas setelah thawing kurang dari 20% akan menghasilkan tingkat konsepsi yang rendah, sedangkan untuk ukuran normal tingkat motilitasnya minimal 40-45% (Roberts, 1986 cit Gustari dan Prihatno, 2010).

  Gerakan-gerakan individual spermatozoa dapat terlihat dibawah perbesaran mikroskop 45 x 10 pada selapis tipis semen di atas gelas objek yang ditutupi gelas penutup. Gerakan individual spermatozoa yang baik adalah pergerakan progresif atau gerakan aktif maju ke depan. Gerakan

  

commit to user melingkar dan gerakan mundur sering merupakan tanda-tanda cold shock atau media yang tidak isotonik dengan semen. Gerakan berayun atau berputar ditempat sering terlihat pada semen yang tua, apabila kebanyakan spermatozoa telah berhenti bergerak maka dianggap mati (Feradis, 2010).

  Ada dua macam spermatozoa abnormal yang diperiksa (Salisbury dan VanDemark, 1985) yaitu abnormalitas primer yang meliputi kelainan pada kepala seperti kepala tanpa ekor, ekor ganda, kerusakan akrosom, makrosefalus, mikrosefalus, ekor melingkar, kepala pyriform, tapered head dan asesoris bagian tengah. Sedangkan abnormalitas sekunder meliputi kerusakan ekor, ekor melipat, ekor melengkung, butiran sisa sitoplasma, kepala tanpa ekor atau ekor tanpa kepala.

  Penilaian persentase Membran Plasma Utuh (MPU) dilakukan dengan menggunakan metode Hypoosmotic Swelling (HOS Test). Medium hipoosmotik dibuat dengan melarutkan 0,3 g fruktosa dan 0,7 g Na Citrat ke dalam 100 ml aquabidest. Setelah dicampurkan, sediaan diinkubasi dalam

  

waterbath bersuhu 37 C selama 30 menit. Evaluasi dilakukan di bawah

  mikroskop cahaya pada perbesaran 400 kali. Penilaian dilakukan dengan sistem skor 0 sampai 100%. Spermatozoa yang terpapar pada medium hipoosmotik dan memperlihatkan pembengkokan ekor adalah spermatozoa yang normal menurut Casper et

   al. (1996) cit Arifiantini et al., (1999).

  Semen beku harus disimpan dan terendam penuh dalam nitrogen cair suhu -196 C pada kontainer kriogenik. Penyimpanan semen beku dalam kontainer tersebut dapat menggunakan canister dan goblet sesuai jenis/tipe kontainer. Persentase jumlah pergerakan spermatozoa hidup dan bergerak maju/progresif memiliki nilai berkisar antara 0%-100%. Pemeriksaan semen beku segera sesudah dicairkan kembali (post thawing) pada suhu 37 C selama 30 detik harus menunjukkan spermatozoa hidup dan bergerak maju (motil

  

spermatozoa ) minimal 40 (empat puluh) persen dan gerakan individu

spermatozoa minimal 2 (dua) (SNI, 2005). commit to user

III. MATERI DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 September sampai 5 Oktober 2011, B.

   Bahan dan Alat Penelitian

  Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen beku sapi FH, diperoleh dari Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, Malang (Lampiran 1). Semen beku yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 3 pejantan yaitu Prime, Yecha dan Mohze (Lampiran 2). Peralatan yang digunakan antara lain mikroskop, mikropipet, gelas obyek, ependorff tube, pewarna eosin-nigrosin, larutan hipoosmotik , alkohol, aquabidest, termometer, inkubator, kontainer, N 2 cair, hand counter dan alat tulis.

C. Pelaksanaan Penelitian

  1. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan thawing masing-masing diulang sebanyak 15 kali.

  Peubah yang diamati meliputi motilitas spermatozoa, spermatozoa hidup, spermatozoa normal, membran plasma utuh spermatozoa (MPU). Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil analisis data menunjukkan adanya pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan’s (DMRT). Adapun perlakuan thawing yang diberikan adalah : S37W0,5 = dengan air bersuhu 37 C selama 0,5 menit S27W1 = dengan air bersuhu 27 C selama 1 menit S27W5 = dengan air bersuhu 27 C selama 5 menit

  

o

  S27W10 = dengan air bersuhu 27 C selama 10 menit SUW1 = dengan metode thawing di udara selama 1 menit

  

commit to user Pemakaian suhu dan waktu thawing pada penelitian ini berdasarkan atas beberapa alasan. Suhu 37 C dipakai karena merupakan suhu yang sesuai dengan keadaan dari saluran reproduksi betina sedangkan suhu

  27 C dipakai karena merupakan suhu air kran sehingga akan lebih efisien dan praktis bagi para inseminator di lapangan tanpa memakai air hangat. Sedangkan waktu thawing yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pelaksanaan oleh para inseminator yang membutuhkan waktu berbeda- beda, tergantung kondisi yang ada di lapangan.

  2. Pengambilan Data

  a. Motilitas Spermatozoa Persentase motilitas adalah persentase spermatozoa yang bergerak ke depan, dihitung dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 400 kali. Penilaian dilakukan dengan menghitung secara subyektif persentase spermatozoa yang pergerakannya progresif maju ke depan dibandingkan dengan yang tidak bergerak. Menggunakan standar penilaian 0-100% (Toelihere, 1993). Hasil pengamatan motilitas spermatozoa dapat dilihat pada gambar 8, lampiran 3.

  b. Spermatozoa Hidup Satu tetes semen diteteskan di atas objek glass dan ditambahkan dengan satu tetes eosin-nigrosin, kemudian dibuat preparat ulas dan dikeringkan. Selanjutnya diamati ± 100 spermatozoa menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali dan dihitung spermatozoa yang hidup (tidak menyerap warna) dan spermatozoa yang mati (berwarna merah bagian kepala) kemudian dihitung persentasenya (Feradis, 2010). Hasil pengamatan spermatozoa hidup dapat dilihat pada gambar 6, lampiran 3.

  commit to user c. Spermatozoa normal Perhitungan persentase spermatozoa normal dilakukan dengan menggunakan pewarna yang digunakan untuk pemeriksaan persentase spermatozoa hidup di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Perhitungannya adalah dengan membandingkan antara spermatozoa yang normal dengan total spermatozoa yang diamati pada luas pandang yang sama (Feradis, 2010). Hasil pengamatan spermatozoa normal dapat dilihat pada gambar 9, lampiran 3.

  d. Membran Plasma Utuh Sebanyak 0,02 ml semen yang telah dilakukan thawing dicampur dengan 1,0 ml larutan hipoosmotik, kemudian diinkubasi

  o

  selama 30 menit pada suhu 37

  C, kemudian diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali kemudian dihitung persentase spermatozoa bengkak diantara ± 100 spermatozoa yang diamati. Hasil pengamatan membran plasma utuh spermatozoa dapat dilihat pada gambar 7, lampiran 3.

  Dasar rnetode penghitungan ini adalah hukum osmosis. Bila spermatozoa terpapar pada medium hipoosmotik, maka air akan mengalir ke dalam spermatozoa sampai tercapai keseimbangan osmotik antara larutan di dalarn dan di luar spermatozoa, sehingga spermatozoa menjadi bengkak. Spermatozoa yang terpapar pada medium hipoosmotik dan memperlihatkan pembengkokan ekor adalah spermatozoa yang normal. Menurut Casper et

   al. (1996) cit Arifiantini et al ., (1999). commit to user

D. Analisis Data

  Data hasil evaluasi kualitas spermatozoa ditabulasi (Lampiran 4) kemudian dianalisis dengan Sidik Ragam. Apabila didapatkan hasil berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan’s (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar mean (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Pengolahan data menggunakan program SAS versi 9.1 (Lampiran 5, 6, 7 dan 8). Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :

  = µ + + Y ij i ij τ ε

  Keterangan : Yij = Nilai pengamatan pada satuan perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = Nilai tengah perlakuan τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j.

  

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

  70

  70

  13

  70

  65

  75

  75

  75

  12

  80

  60

  70

  70

  80

  11

  75

  65

  75

  75

  80

  10

  80

  60

  70

  75

  65

  80

  A

  37 C selama 0,5 menit menyebabkan meningkatnya laju metabolisme dalam spermatozoa sehingga persentase pergerakkan spermatozoa yang prograsif maju ke depan akan meningkat pula. Sedangkan rerata persentase motilitas spermatozoa terendah yaitu pada S27W10 dengan nilai 69,67%. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu berpengaruh sangat

  Motilitas merupakan salah satu kriteria untuk menilai kualitas spermatozoa sehingga layak untuk digunakan dalam IB. Berdasarkan tabel 1 didapatkan rerata persentase motilitas spermatozoa tertinggi yaitu pada S37W0,5 dengan nilai 77,33%. Hal ini diduga karena thawing dengan suhu

  B

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata.

  73,00

  B

  69,67

  B

  71,67

  B

  71,00

  75 Rerata 77,33

  75

  65

  75

  70

  75

  15

  80

  70

  75

  70

  75

  14

  70

  

commit to user

   Motilitas Spermatozoa

  70

  75

  4

  65

  80

  70

  70

  80

  3

  65

  75

  70

  70

  75

  2

  60

  80

  65

  70

  80

  1

  S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW1

  Ulangan Perlakuan

  Persentase motilitas spermatozoa yang mendapatkan perlakuan suhu dan waktu dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rerata motilitas spermatozoa (%)

  70

  80

  80

  7

  60

  75

  75

  75

  8

  75

  65

  75

  70

  80

  75

  70

  75

  70

  70

  80

  6

  70

  80

  70

  65

  80

  5

  9 nyata terhadap persentase motilitas spermatozoa (P<0,01) dengan nilai P sebesar 0,0013 (Lampiran 5).

  Gambar 1. Diagram batang rerata motilitas spermatozoa Hasil uji Beda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan S37W0,5 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan SUW1, S27W5, S27W1 dan

  S27W10 tetapi perlakuan SUW1, S27W5, S27W1 dan S27W10 saling berbeda tidak nyata. Toelihere (1981) menyatakan bahwa penilaian motilitas semen sebaiknya dilakukan pada suhu 37

  C, hal ini disebabkan karena kadar metabolisme dan motilitas spermatozoa berbeda-beda menurut suhu. Setiap peningkatan 10 C diatas suhu lingkungan akan meningkatkan kadar metabolisme dua kali lipat atau lebih dan mengurangi daya tahan hidup dua kali lipat pula.

  Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa menurut Ichwandi (2004) antara lain temperatur, pH, viskositas dan faktor mekanik (misalnya pengocokan dan sentrifugasi). Persentase motilitas dari perlakuan antara suhu dan waktu dapat dinyatakan memenuhi ketentuan uji setelah thawing yaitu

  ≥ 40%, sesuai dengan pendapat Zenichiro et al., (2002)

  

cit Sari (2008). Presentase motilitas spermatozoa dengan perlakuan suhu 37 C

  dan waktu 30 detik memberikan hasil yang terbaik, hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1993) bahwa thawing pada suhu 38 C sampai 40 C

  commit to user

B. Spermatozoa Hidup

  93

  13 96 100

  99

  85

  99

  99

  98

  12

  93

  92

  98

  98

  97

  11

  96

  97

  98 96 100

  10

  99

  97

  96

  B

  Berdasarkan tabel 2 didapatkan rerata persentase spermatozoa hidup

  B

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata.

  96,13

  C

  91,27

  A

  98,87

  98,53

  14 97 100

  B

  94 Rerata 97,47

  95

  98

  15 99 100

  97

  88

  99

  96

  

commit to user

  menghasilkan daya tahan hidup spermatozoa yang lebih baik bila dibandingkan dengan thawing pada suhu rendah.

  99

  98

  91 4 100

  84

  99

  3 99 100

  97

  91

  2 98 100

  90

  93

  97

  S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW1 1 100 100 100

  Ulangan Perlakuan

  Persentase spermatozoa hidup yang mendapatkan perlakuan suhu dan waktu dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Rerata spermatozoa hidup (%)

  spermatozoa minimal 2 (dua) atau sedang. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan motilitas spermatozoa dengan perlakuan suhu dan waktu thawing pada penelitian ini memenuhi persyaratan dari SNI semen beku sapi sehingga layak digunakan dalam pelaksanaan IB.

  spermatozoa ) minimal 40 (empat puluh) persen dan gerakan individu

  Berdasarkan SNI semen beku sapi (2005), pemeriksaan semen beku segera sesudah dicairkan kembali (post thawing) pada suhu 37 C selama 30 detik harus menunjukkan spermatozoa hidup dan bergerak maju (motil

  98

  96

  99

  99 97 100

  98

  9

  98

  94

  98

  97

  98 8 100

  96

  7

  5 96 100 100

  98

  97

  98

  94

  87

  6

  99

  74

  98 spermatozoa hidup terendah yaitu pada S27W10 dengan nilai 91,27%. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu berpengaruh sangat nyata terhadap persentase spermatozoa hidup (P<0,01) dengan nilai P sebesar 0,0001 (Lampiran 6).

  Gambar 2. Diagram batang rerata spermatozoa hidup Hasil uji Beda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan S27W5 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan S27W1, S37W0,5, SUW1 dan S27W10.

  Perlakuan S27W1, S37W0,5, SUW1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan S27W10 tetapi perlakuan S27W1, S37W0,5 dan SUW1 saling berbeda tidak nyata. Sanjaya dan Toelihere (1975) cit Toelihere dan Taurin (1979) melakukan penelitian mengenai berbagai macam metode thawing, menyimpulkan bahwa untuk Indonesia, metode thawing yang paling baik dan paling praktis adalah thawing dengan air kran, dengan catatan bahwa semen beku yang sudah dicairkan kembali harus segera diinseminasikan dalam waktu kurang dari 5 menit.

  Persentase spermatozoa hidup dengan perlakuan suhu dan waktu pada penelitian ini menunjukkan nilai yang layak untuk digunakan pada IB. Pernyataan ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Toelihere (1993), bahwa semen yang baik memiliki persentase spermatozoa hidup diatas 50%.

  commit to user

  

commit to user

C.

  75

  78

  90

  85

  88

  88

  11

  94

  87

  91

  85

  91

  10

  94

  78

  83

  78

  76

  9

  96

  94

  12

  84

  87

  94

  78 Rerata 83,53 86,47 85,27 86,73 83,73 Keterangan : Tidak berbeda nyata.

  87

  83

  86

  87

  15

  81

  91

  87

  94

  89

  14

  80

  83

  87

  77

  89

  13

  87

  84

  94

  94

   Spermatozoa Normal

  80

  92

  75

  93

  67

  3

  78

  84

  82

  98

  2

  4

  88

  85

  79

  90

  74

  1

  S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW1

  Ulangan Perlakuan

  Persentase spermatozoa normal yang mendapatkan perlakuan suhu dan waktu dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Rerata spermatozoa normal (%)

  70

  74

  8

  80

  95