SKRIPSI PENGARUH INTENSITAS NAUNGAN DAN KONSENTRASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PORANG (Amorphophallus oncophyllus) Intan Rohma Nurmalasari H0708170 Pembimbing Utama

PENGARUH INTENSITAS NAUNGAN DAN KONSENTRASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PORANG (Amorphophallus oncophyllus)

Oleh : Intan Rohma Nurmalasari H0708170 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

ii

PENGARUH INTENSITAS NAUNGAN DAN KONSENTRASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PORANG (Amorphophallus oncophyllus) SKRIPSI

untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh : Intan Rohma Nurmalasari H0708170 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

commit to user

iii

PENGARUH INTENSITAS NAUNGAN DAN KONSENTRASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PORANG (Amorphophallus oncophyllus)

Intan Rohma Nurmalasari H0708170

Pembimbing Utama

Ir. Dwi Harjoko, MP. NIP 19610805 198601 1 001

Pembimbing Pendamping

Hery Widijanto, SP., MP NIP 19710117 199601 1 002

Surakarta, Juni 2012 Mengetahui Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H.Bambang Pujiasmanto, MSi NIP 19560225 198601 1 001

commit to user

iv

SKRIPSI PENGARUH INTENSITAS NAUNGAN DAN KONSENTRASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PORANG (Amorphophallus oncophyllus)

yang dipersiapkan dan disusun oleh Intan Rohma Nurmalasari H0708170

telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal: ……………….. dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi

Susunan Tim Penguji

Ketua

Ir. Dwi Harjoko, MP NIP 19610805 198601 1 001

Anggota I

Hery Widijanto, SP., MP NIP 19710117 199601 1 002

Anggota II

Muji Rahayu, SP., MP NIP 19780502 200501 2 004

commit to user

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan karunia, nikmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Intensitas Naungan dan Konsentrasi Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan dan Hasil Porang (Amorphophallus oncophyllus) ”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian UNS.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, sehingga penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.

2. Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi selaku Ketua Program Studi Agroteknologi FP UNS.

3. Ir. Dwi Harjoko, MP selaku Pembimbing Utama.

4. Hery Widijanto, SP., MP. selaku Pembimbing Pendamping.

5. Muji Rahayu, SP., MP selaku Dosen Penguji.

6. Dra. Sri Rossati, MSi selaku Pembimbing Akademik.

7. Keluarga yang saya banggakan : bapak, ibu, kakak yang selalu memberikan dukungan baik materi, semangat, dan doa.

8. Teman-teman Agroteknologi 2008 (SOLMATED) yang luar biasa.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan karya ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

commit to user

vii

A. Tinggi Tanaman ................................................................................... 15

B. Jumlah Daun ........................................................................................ 20

C. Luas Daun ............................................................................................ 22

D. Analisis Kandungan Klorofil ............................................................... 26

E. Berat Umbi ........................................................................................... 29

F. Berat Akar ............................................................................................ 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 36

A. Kesimpulan .......................................................................................... 36

B. Saran ..................................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 37 LAMPIRAN ....................................................................................................... 41

commit to user

viii

Tabel Judul dalam Teks Halaman

1. Hasil analisis ragam pada berbagai variabel pengamatan .............................. 15

2. Pengaruh naungan dan pupuk daun terhadap rata-rata tinggi tanaman ......... 16

3. Pengaruh naungan dan pupuk daun terhadap rata-rata jumlah daun.....……. 20

4. Pengaruh naungan dan pupuk daun terhadap rata-rata luas daun .................. 23

5. Pengaruh naungan dan pupuk daun terhadap rata-rata kandungan

klorofil ........................................................................................................... 27

6. Pengaruh naungan dan pupuk daun terhadap rata-rata berat umbi ............... 30

7. Pengaruh naungan dan pupuk daun terhadap rata-rata berat akar ................. 32

8. Komposisi pupuk daun .................................................................................. 43

9. Hasil analisis kimia tanah pada tanah Latosol (Desa Klangon, Nganjuk, Kabupaten Madiun) ........................................................................ 43

10. Tinggi tanaman porang pada 2-16 MST (cm) ................................................ 44

11. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas naungan dan konsentrasi pupuk daun terhadap tinggi tanaman ............................................................. 44

12. Jumlah anak daun (helai) saat tanaman berumur 4 MST- 12 MST ............. 45

13. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas naungan dan konsentrasi pupuk daun terhadap jumlah daun (helai) ...................................................... 45

14. Luas daun (cm 2 ) tanaman porang pada umur 12 MST .................................. 46

15. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas naungan dan konsentrasi

pupuk daun terhadap luas daun (cm 2 ) ............................................................ 46

16. Kandungan klorofil tanaman porang pada umur 6-15 MST .......................... 47

17. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas naungan dan konsentrasi pupuk daun terhadap kandungan klorofil....................................................... 47

18. Berat umbi tanaman porang ........................................................................... 48

19. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas naungan dan konsentrasi pupuk daun terhadap berat umbi .................................................................... 48

20. Berat akar tanaman porang ............................................................................ 49

commit to user

ix

pupuk daun terhadap berat akar ..................................................................... 49

commit to user

Gambar Judul dalam Teks Halaman

1. Pertumbuhan tinggi tanaman porang pada umur 2-16 MST .......................... 19

2. Kandungan klorofil tanaman porang pada umur 6-15 MST ........................ 29

3. Tanaman porang umur 2 MST di bawah intensitas naungan 75% ................ 50

4. Tanaman porang umur 4 MST di bawah intensitas naungan 75% ................ 50

5. Tanaman porang umur 6 MST di bawah intensitas naungan 75% ................ 50

6. Tanaman porang umur 2 MST di bawah intensitas naungan 65% ................ 50

7. Tanaman porang umur 4 MST di bawah intensitas naungan 65% ................ 50

8. Tanaman porang umur 8 MST di bawah intensitas naungan 65% ................ 50

9. Tanaman porang umur 2 MST di bawah intensitas naungan 25% ............... 51

10. Tanaman porang umur 4 MST di bawah intensitas naungan 25% ................ 51

11. Tanaman porang umur 6 MST di bawah intensitas naungan 25% ................ 51

12. Tanaman porang umur 8 MST di bawah intensitas naungan 25% ................ 51

13. Tanaman porang umur 10 MST di bawah intensitas naungan 25% ............. 51

14. Tanaman porang umur 12 MST di bawah intensitas naungan 25% .............. 51

15. Tanaman porang di bawah intensitas naungan 75% ...................................... 52

16. Tanaman porang di bawah intensitas naungan 65% ...................................... 52

17. Tanaman porang di bawah intensitasnaungan 25% ....................................... 52

18. Hasil umbi dan perakaran pada intensitas naungan 75% ............................... 52

19. Hasil umbi dan perakaran pada intensitas naungan 65% ............................... 52

20. Hasil umbi dan perakaran pada intensitas naungan 25% ............................... 52

commit to user

xi

Nomor Judul Halaman

1. Denah Penelitian ................................................................................... 42

2. Komposisi Pupuk Daun ........................................................................ 43

3. Konsentrasi Pupuk Daun ...................................................................... 43

4. Hasil analisis kimia tanah ..................................................................... 43

5. Dokumentasi Penelitian ........................................................................ 50

commit to user

xii

PENGARUH INTENSITAS NAUNGAN DAN KONSENTRASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PORANG

(Amorphophallus oncophyllus) Skripsi: Intan Rohma Nurmalasari (H0708170). Pembimbing: Dwi Harjoko, Hery Widijanto. Program Studi: Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Porang (Amorphophallus oncophyllus) sering ditemui di bawah tegakan hutan jati. Porang mampu menghasilkan glukomanan yang cukup tinggi. Glukomanan adalah polisakarida yang tersusun atas glukosa dan manosa yang bersifat multifungsi, dapat digunakan sebagai bahan makanan pokok, berbagai macam industri, dan obat-obatan. Meskipun banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman porang, namun banyak orang yang belum mengenal tanaman ini, bahkan masih sedikit para peneliti yang melakukan penelitian mengenai tanaman ini. Permasalahan tersebut menyebabkan keberadaan tanaman porang sulit dikembangkan, sehingga sebagai alternatif solusi dengan melakukan penelitian terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas naungan dan konsentrasi pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai bulan April 2012 bertempat di screen house Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Split Plot dengan dua faktor perlakuan yaitu intensitas naungan (75%, 65%, 25%) dan konsentrasi pupuk daun lengkap (0 mS/tanaman, 1 mS/tanaman, 2,5 mS/tanaman, 3,5 mS/tanaman). Variabel pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, kandungan klorofil, berat umbi, dan berat akar. Analisis data menggunakan uji F taraf 5% dan apabila terdapat beda nyata akan dilanjutkan dengan Duncan ’s Multiple Range Test (DMRT).

Penelitian menunjukkan bahwa pemberian naungan dengan intensitas 75%, 65%, 25% dan pupuk daun lengkap dengan konsentrasi 0, 1, 2,5, dan 3,5 mS/tanaman secara bersamaan belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil porang. Intensitas naungan 75% dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun tanaman porang. Intensitas naungan 65% meningkatkan kandungan klorofil tanaman porang, sedangkan intensitas naungan 25% mendukung peningkatan berat umbi, dan berat akar. Pupuk daun dengan konsentrasi 2,5 mS/tanaman mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan, luas daun tanaman porang

commit to user

xiii

THE EFFECT OF SHADE INTENSITY AND LEAF FERTILIZER CONCENTRATION ON THE GROWTH AND YIELD OF PORANG

(Amorphophallus oncophyllus) Thesis-S1: Intan Rohma Nurmalasari

(H0708170). Advisers: Dwi Harjoko, Hery Widijanto. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Porang (Amorphophallus oncophyllus) frequently found in teak forest. Porang can produce sufficiently high glucomanan. Glucomanan is polysaccharide composed of glucose and mannose with multifunctional property can be used as the staple, various industries, and medicines. Despite many benefits, many people had not been familiar with this plant, and a few researchers study about this plant. The problems make the porang plant to be difficult to cultivate and to develop; therefore as an alternative, a sustainable research was done on porang growth and yield. This research aims to find out the effect of several shade intensities and concentrate of leaf fertilizer on porang growth and yield.

This research was conducted from December 2011 to April 2012 in screen house of Agriculture Faculty, Sebelas Maret University. The research design used was Split Plot with two treatment factors: shade intensity (75%, 65%, 25%) and complete of leaf fertilizer concentration (0 mS/plant, 1 mS/plant, 2,5 mS/plant, 3,5 mS/plant). The variables included: plant height, leaf number, leaf width, chlorophyll content, tuber weight, and root weight. The data was analyzed using

F test with level 5%, if was found significantly, analyze will continue with Dun can’s Multiple Range Test (DMRT). This research showed that shade intensity (25%, 65%, 75%) and leaf fertilizer concentration (0, 1, 2,5, 3,5) mS/ plant, it applied together can not increase on the growth and yield of porang. Giving of 75% shade intensity can increase on plant height, leaf number, and leaf width of porang plant. Giving of 65% shade intensity can increase chlorophyll content of porang, beside that in shade intensity 25% can increase tuber weight and root weight. The complete leaf fertilizer with concentrate 2.5 mS/ plant can be increasing on plant height, leaf number, and leaf width of porang plant.

Dwi HarjokoHery Widijanto 2)

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan intensitas naungan dan konsentrasi pupuk daun yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman porang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai bulan April 2012 bertempat di screen house Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini menggunakan Rancangan Split Plot dengan dua faktor perlakuan yaitu intensitas naungan (N) dan konsentrasi pupuk daun (P). Analisis data menggunakan uji F taraf 5% dan apabila terdapat beda nyata akan dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Variabel penelitian meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, kandungan klorofil, berat umbi, dan berat akar. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian naungan dengan intensitas 25%, 65%, 75% dan pupuk daun lengkap dengan konsentrasi 0, 1, 2,5, dan 3,5 mS/tanaman secara bersamaan belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil porang. Intensitas naungan 75% dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun tanaman porang. Intensitas naungan 65% meningkatkan kandungan klorofil tanaman porang, sedangkan intensitas naungan 25% mendukung peningkatan berat umbi dan berat akar. Pupuk daun dengan konsentrasi 2,5 mS/tanaman mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun tanaman porang.

Kata kunci: porang, intensitas naungan, konsentrasi, pupuk daun

1) Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Staff pengajar, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

commit to user

A. Latar Belakang

Pembangunan pangan bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional agar seluruh penduduk Indonesia sejahtera (Sawit 2000). Merubah citra pangan secara alami inferior seperti porang, harus dilakukan melalui tahapan pengembangan produk menjadi bentuk komoditas baru yang lebih menarik, dan perlu diperkaya dengan nutrisi (Gunawan 1991). Tepung tapioka dan porang yang mengandung protein rendah sekitar 2% diperkaya dengan aneka daging dan ikan menjadi baso dan mie yang berprotein tinggi merupakan kombinasi pangan serasi, bergizi dan diminati semua kalangan masyarakat. Campuran tepung porang dan tepung dari ampas tahu (14-15 % protein) yang biasa untuk pakan ternak terbukti dapat dibuat menjadi krupuk yang renyah dan bergizi.

Salah satu tumbuhan yang dapat menjadi alternatif realisasi program diversifikasi konsumsi pangan nonberas berbasis sumber daya lokal adalah porang (Amorphopallus oncophyllus). Selain mudah didapatkan, porang juga mampu menghasilkan karbohidrat yang cukup tinggi berupa glukomanan. Budidaya umbi porang diyakini mampu meningkatkan taraf hidup warga yang tinggal di tepi hutan yang dinilai memiliki tingkat kesejahteraan rendah. Budidaya tanaman porang dapat dilakukan bekerjasama dengan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan. Hal ini disebabkan umbi porang hanya dapat tumbuh apabila berada di bawah tegakan hutan, terlebih pohon Sono dan Jati. Hingga pertengahan tahun 2008, luas kawasan hutan yang digunakan untuk budidaya porang telah mencapai 467 hingga 688 hektar. Produksi umbi porang mengalami perbedaan tiap tahunnya karena menyesuaikan dengan luas tegakan hutan yang berubah akibat penebangan berkala dan reboisasi hutan (Mastuti et al. 2008).

Tantangan pengembangan tanaman porang saat ini adalah kurang dikenal oleh masyarakat di luar kawasan perkebunan PERHUTANI, sedangkan pada kawasan wanatani itu sendiri yang saat ini terlihat adalah: (1) kurang pendidikan

commit to user

pengembangan tanaman porang secara produktif dan kompetitif. Rendahnya pengetahuan masyarakat menyebabkan kurangnya sumber daya dalam manajemen organisasi, sehingga kepentingan individu lebih diutamakan, ditambah dengan kurangnya promosi penggunaan porang oleh perusahaan dan pedagang perantara menyebabkan harga porang sangat ditentukan oleh pedagang perantara.

Dalam usaha budidaya tanaman, diperlukan penelitian mengenai faktor tumbuh tanaman karena orientasi sasaran berupa kualitas dan produktivitas. Selain kemampuan tanaman untuk beradaptasi pada faktor lingkungan, juga diperlukan pengetahuan tentang faktor-faktor pertumbuhan untuk mendapat produktivitas tanaman yang optimum. Faktor-faktor pertumbuhan tanaman yang perlu diperhatikan meliputi intensitas naungan dan ketepatan dosis dalam pemupukan.

Naungan dan pemupukan merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan budidaya disamping faktor-faktor pertumbuhan lainnya. Intensitas naungan, diharapkan berpengaruh langsung terhadap hasil produksi kandungan glukomanan dan pati yang tinggi. Untuk mengatur kebutuhan tanaman terhadap intensitas cahaya, sangat diperlukan adanya pengaturan naungan. Naungan berfungsi untuk mencegah sinar matahari dan air hujan yang langsung jatuh di bedengan, dan pada tanaman muda perlu pencegahan dengan naungan. Tanaman porang muda tidak tahan terhadap matahari yang terik karena dapat menyebabkan pucuk tanaman kering dan tumbuh kerdil (Sumarwoto 2005).

Besarnya jumlah hara yang diserap oleh tanaman sangat bergantung pada larutan pupuk yang diberikan, dimana hara yang diserap oleh tanaman akan dimanfaatkan untuk proses fotosintesis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan maupun hasil yang diperoleh (Sudjito, 1996). Pemupukan melalui daun ditentukan dua faktor yaitu media tumbuh yang digunakan dan teknik pemeliharaan tanaman sehingga pemupukan melalui daun pada umumnya berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Novizan 2002).

commit to user

Penggunaan pupuk daun dengan konsentrasi yang tepat dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk daun mempengaruhi produktivitas tanaman dan memiliki peran besar dalam keberhasilan budidaya tanaman. Selain konsentrasi pupuk daun yang tepat, penggunaan naungan dalam kesesuaian intensitas cahaya tanaman yang dibutuhkan lingkungan juga menentukan keberhasilan pertumbuhan suatu tanaman.

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara intensitas naungan dan konsentrasi pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang, terdapat pengaruh intensitas naungan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang, dan konsentrasi pupuk daun mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman porang.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui interaksi antara intensitas naungan dan konsentrasi pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil porang.

2. Mendapatkan intensitas naungan yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman porang.

3. Mendapatkan konsentrasi pupuk daun yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman porang.

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Porang

Tanaman porang memiliki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisio

: Magnoliophyta (berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub-kelas : Arecidae Ordo : Arales Famili

: Araceae (suku talas-talasan)

: Amorphophallus oncophyllus

(Lingga 1992). Porang merupakan tanaman herba, berbatang tegak, lunak, batang halus berwarna hijau belang-belang putih. Daun soliter, dengan tangkai panjang, berwarna hijau pucat. Helaian daun terbelah menjadi tiga, di tengah helaian daun ada umbi cokelat tua gelap yang kasar dan berbintil-bintil bernama bulbil atau katak (umbi gantung). Anak daun berbentuk lanset (kecil panjang) dengan banyak lekukan pada pinggir daun. Pembungaan soliter yang tumbuh dari umbinya ketika daun dorman, tangkai bunga silinder, permukaan licin, panjang, berwarna hijau mengkilat dengan bintik-bintik hijau muda (Pursglove 1972, Flach dan Rumawas 1996).

Porang memiliki organ penyimpanan bawah tanah berupa umbi yang biasanya berbentuk bulat pipih dan menjadi besar setelah mencapai tahap dewasa. Umbi berbentuk bulat dengan garis tengah umbi dapat mencapai sekitar 30 cm dan tebal 20 cm, beratnya dapat mencapai 20-25 kg, dan daging umbi berwarna putih kekuningan dengan kulit umbi berwarna cokelat gelap.

commit to user

generatif maupun vegetatif. Secara umum perkembangbiakan porang melalui berbagai cara, antara lain:

1. Perkembangbiakan dengan katak Katak adalah buah yang tumbuh pada percabangan daun. Pada masa panen, katak dikumpulkan kemudian disimpan sehingga bila memasuki musim hujan bisa langsung ditanam pada lahan yang telah disiapkan

2. Perkembangbiakan dengan biji tanaman Porang pada setiap kurun waktu empat tahun akan menghasilkan bunga yang kemudian menjadi buah atau biji. Dalam satu tongkol buah bisa menghasilkan biji sampai 250 butir yang dapat digunakan sebagai bibit porang dengan cara disemaikan terlebih dahulu.

3. Perkembangbiakan dengan umbi Umbi berukuran kecil diperoleh dari hasil pengurangan tanaman yang sudah terlalu rapat. Hasil pengurangan ini dimanfaatkan sebagai bibit, selanjutnya ditanam pada lahan yang telah disiapkan.

Penanaman porang dilakukan pada musim hujan dengan masa pertumbuhan pada bulan basah. Tanaman pertama baru dapat dipungut hasilnya pada umur tiga tahun, dan berikutnya tidak perlu menanam lagi karena di lokasi tersebut akan tumbuh tanaman baru yang berasal dari biji, bulbil, atau anakan dari umbi tetas (generatif) yang didapat pada pangkal cabang daun porang yang sudah tua atau dari buah yang jatuh, dan anak umbi di dalam tanah, hingga pelaksanaan pengaturan jarak tanam serta pemeliharaan.

Tanaman porang dapat tumbuh pada semua jenis tanah, namun demikian perlu diperhatikan syarat tumbuh tanaman agar usaha budidaya tanaman produktif dan ekonomis, terutama menyangkut iklim dan keadaan tanah. Tanaman porang memiliki toleransi tinggi terhadap naungan atau tempat teduh. Tanaman porang membutuhkan cahaya maksimum sampai 40%. Tanaman porang dapat tumbuh pada ketinggian 0-900 m dpl, paling baik pada daerah yang mempunyai ketinggian 100-600 m dpl, suhu 25-35ºC, dan curah hujan 1000-1500 mm/tahun.

commit to user

baik (Falch dan Rumawan 1996). Ciri porang yang telah siap panen adalah tanaman mulai layu, daun menguning, mengering, batang tumbang dan busuk. Panen dilakukan dengan cara digali agar umbi tidak luka, karena jika mengalami kerusakan dikhawatirkan menjadi sarana masuknya hama dan penyakit sehingga mempengaruhi bobot umbi yang seharusnya dapat mencapai lebih dari 3 kg. Di Cina dan Jepang, porang jenis konjac ditanam sebagai bahan pangan dan dipanen setahun sekali apabila umbi telah tua dan berasa manis. Untuk keperluan industri konjac dipanen setelah berumur tiga tahun.

Porang merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Porang juga mampu menghasilkan karbohidrat yang cukup tinggi berupa glukomanan. Glukomanan adalah polisakarida yang tersusun atas glukosa dan manosa yang bersifat multifungsi, dapat digunakan sebagai bahan makanan pokok, berbagai macam industri, laboratorium kimia, dan obat-obatan. Umbi segar diperoleh 13% materi kering yang terdiri atas 70% glukomanan dan 30% sisanya adalah pati (Keithley dan Swanson 2005).

Sebagai sumber bahan pangan dan bahan baku industri, porang memiliki komposisi utama yaitu karbohidrat 80%. Setiap 100 gram porang mengandung protein 1,2 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 19,0 g, kalsium 49 mg, besi 0,6 mg, fosfor (P) 22 mg, serat 0,8 g, dan 340 kalori (Depkes 1967, Flach dan Rumawas 1996).

Dapat kita lihat di sini bahwa budidaya tanaman porang itu sendiri mempunyai prospek yang baik dan bernilai ekonomis tinggi bagi masyarakat, sehingga dapat membantu masyarakat dalam membuka lapangan kerja serta usaha sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan masyarakat.

commit to user

Menurut Sitompul (2004), kenaikan intensitas cahaya matahari dari 30%

menjadi 50% dan 100% cahaya matahari penuh, memiliki akibat yang berbeda- beda terhadap tanaman. Pada tanaman dengan kapasitas fotosintesis tinggi, kenaikan intensitas cahaya matahari selalu menaikkan kecepatan fotosintesis bersih, tetapi pada tanaman terjadi penurunan fotosintesis, kenaikan intensitas cahaya matahari >30% (3000 fc) sudah tidak mampu menaikkan kecepatan fotosintesis bersih.

Mutiarasani (2008) menyatakan bahwa tanaman porang yang dibudidayakan di Jawa Timur, memiliki naungan yang ideal dengan kerapatan 40%, dimana semakin rapat naungan maka pertumbuhan porang semakin baik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penggunaan paranet dipilih memiliki intensitas naungan kurang dari 40 % yaitu 25 % dan lebih dari 40% sebesar 75%.

Tanaman yang tumbuh di bawah naungan umumnya tergolong tanaman

C 3. Tanaman porang secara empiris banyak dijumpai di bawah tegakan pohon jati, mahoni dan jenis pohon lainnya. Porang ialah tanaman berlintasan C 3 yang

memiliki fotosintesis maksimal pada cahaya lebih rendah dibandingkan tanaman

dengan cahaya penuh. Tanaman berlintasan C 3 dicapai pada radiasi cahaya matahari lebih rendah daripada tanaman C 2. Laju fotosintesis maksimal daun dicapai pada kejenuhan cahaya radiasi sekitar 300 - 400 Jm 2 /s (Sitompul dan Moenandi 2004). Tanaman porang tidak tahan terhadap intensitas cahaya tinggi dan membutuhkan naungan antara 50-60% untuk pertumbuhan yang optimal. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan porang adalah tanah liat berpasir dan liat berlempung dengan kisaran pH antara 6-7,5 dan kandungan humus yang tinggi. Naungan yang ideal untuk tanaman porang adalah jenis jati, mahoni, sono, dan lain-lain. Keutamaan naungan pada porang untuk mengurangi kemungkinan kebakaran. Tingkat kerapatan naungan minimal 40% sehingga semakin rapat semakin baik bagi pertumbuhan, perkembangan, dan produktivitas tanaman porang (Sutejo 2002).

commit to user

memerlukan cahaya matahari untuk aktivitas fotosintesis, dengan toleransi yang berbeda. Berlaku hampir untuk semua tanaman, bila jumlah sinar matahari yang diterima kurang pada tingkat tertentu, maka produktivitas dan mutunya cenderung menurun. Naungan bagi tanaman berfungsi untuk memperkecil proses transpirasi dan respirasi melalui pengurangan intensitas cahaya, kecepatan angin, dan temperatur udara. Intensitas cahaya makin tinggi menyebabkan lapisan palisade semakin panjang dan jumlah stomata semakin sedikit (Pitono et al 1996, Utami dan Juhaeti 2004).

Pada intensitas cahaya rendah, hasil CO 2 dari proses respirasi dapat melampaui jumlah CO 2 yang difiksasi melalui fotosintesis. Intensitas cahaya pada saat laju fiksasi CO 2 (fotosintesis) setara dengan laju pembebasan CO 2 (respirasi) disebut sebagai Titik Kompensasi Cahaya (Lakitan 1993).

C. Pengaruh Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan dan Hasil Porang

Pemupukan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kapasitas produksi tanah. Pemupukan tersebut dapat berupa pupuk organik, pupuk anorganik, atau campuran keduanya. Menurut Sutejo (1995), penggunaan pupuk organik biasanya ditujukan untuk memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah. Walaupun kandungan unsur hara dalam pupuk organik relatif lebih kecil dibanding pupuk anorganik namun bila sifat fisik menjadi baik maka sifat kimia tanah juga akan berubah.

Pupuk daun merupakan unsur yang diberikan melalui daun dengan cara penyemprotan atau penyiraman pada daun tanaman sehingga mencukupi kebutuhan nutrisi tanaman yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan (Sutejo dan Kartasapoetra 2002). Ada satu hal kelebihan yang paling mencolok dari pupuk daun, yaitu penyerapan haranya berjalan lebih cepat dibandingkan pupuk yang diberikan akar. Akibatnya tanaman akan lebih cepat menumbuhkan tunas dan tanah tidak mengalami kerusakan.

Keuntungan lain pupuk daun ialah didalamnya terkandung unsur hara mikro. Umumnya, tanaman sering kekurangan unsur hara mikro. Kandungan

commit to user

majemuk. Dalam pemakaian pupuk daun dikenal istilah konsentrasi pupuk atau kepekatan larutan pupuk. Besarnya konsentrasi pupuk daun dinyatakan dalam bobot pupuk daun yang harus dilarutkan ke dalam satuan volume air, misalnya pada kemasan pupuk daun tertera angka konsentrasi 2 gram/l, artinya pupuk sebanyak 2 gram dilarutkan ke dalam 1 liter air. Angka konsentrasi tertentu selalu dicantumkan pada kemasan pupuk. Jika konsentrasi pupuk daun yang digunakan melebihi konsentrasi yang disarankan, daun akan terbakar (Novizan 2002).

Pupuk daun umumnya mengandung unsur hara makro dan mikro sehingga pemakaiannya dapat lebih efektif dan efisien. Peran pupuk daun selain sebagai penyuplai nutrisi yang juga berperan sebagai komponen bioreaktor sangat kompleks. Fungsi yang telah teridentifikasi antara lain adalah penyuplai nutrisi melalui mekanisme eksudat. Selain itu mampu menjaga stabilitas tanah, menuju kondisi tanah yang ideal bagi pertumbuhan tanaman, bahkan kontrol terhadap penyakit yang menyerang tanaman.

Secara umum pupuk daun sangat baik diberikan dalam budidaya tanaman porang, sebab untuk tumbuh dan berproduksi tinggi, dengan kualitas kandungan glukomanan dan pati yang tinggi, porang membutuhkan tanah yang kaya akan hara dan humus. Salah satu pendukung adalah dengan pemberian pupuk daun sebagai sumber unsur hara juga karena kandungan tersebut mampu menekan terjadinya kekeringan pada tanah. Untuk lahan-lahan di Indonesia, pupuk umumnya diberikan 1 minggu sebelum tanam bersamaan waktu pengolahan tanah sebagai pupuk dasar sebanyak 10 ton/ha dengan cara dibenamkan sedalam 10 cm (Anonim 1990).

Dalam rangka mendapatkan hasil produksi porang yang maksimal, dengan mempelajari karakter porang terhadap asupan nutrisi yang lebih dibutuhkan untuk mempertahankan kualitas umbi dengan kandungan porang misalnya glukomanan, pati dan memperoleh rasa porang yang manis dan enak, maka tanaman porang menghendaki tanah yang gembur/subur serta tidak becek (tergenang air), karena kadar air yang terlalu tinggi berakibat cepat busuk akar, mempengaruhi perkembangan organ-organ tanaman, dan kualitas rasa pada umbi

commit to user

pendukung adalah dengan pemberian pupuk daun sebagai sumber unsur hara juga karena produktivitas tanaman yang bersumber pada bagian daun.

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Intensitas naungan 40% dan konsentrasi pupuk daun 2,5 mS/tanaman

mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman porang

2. Intensitas naungan 40% mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman porang.

3. Konsentrasi pupuk daun sebanyak 2,5 mS/tanaman meningkatkan pertumbuhan dan hasil bagi tanaman porang.

commit to user

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai bulan April 2012 bertempat di Screen House, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: umbi tanaman porang (siap tanam), media tanam, pupuk daun (nutrisi AB mix), fungisida (Dithane), air/ aquades.

2. Alat penelitian Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian antara lain: alat tulis, polybag ukuran 40 cm x 40 cm, timbangan analitik, kamera digital, pisau silet, pinset, label, paranet 75%, 65%, 25%, EC meter (Electroconductivity), klorofilmeter, luxmeter, mesin giling tanah, mikroskop, Lem PVC.

C. Cara Kerja Penelitian

1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot) yang disusun secara faktorial terdiri atas dua faktor perlakuan yaitu :

a) Faktor pertama sebagai main plot adalah intensitas naungan (N) yang terdiri atas 3 taraf, yaitu: N1 : intensitas naungan 75% N2 : intensitas naungan 65% N3 intensitas naungan 25%

b) Faktor kedua sebagai sub plot adalah pemberian pupuk daun lengkap (P) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu P0 : Tanpa pupuk daun P1 : Pupuk daun lengkap 1 mS/tanaman P2 : Pupuk daun lengkap 2,5 mS/tanaman P3 : Pupuk daun lengkap 3,5 mS/tanaman

11

commit to user

masing diulang sebanyak 3 kali.

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan Bahan tanam Bahan tanam dalam penelitian dengan menggunakan umbi. Umbi porang diperoleh di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

b. Persiapan Lahan Penelitian dilaksanakan di dalam screen house dengan berbagai intensitas naungan dan diberi naungan berupa paranet sesuai perlakuan.

c. Persiapan tanam Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah latosol. Setelah media tanam siap, maka media tanam tersebut dimasukkan dalam polybag sebanyak 3/4 bagian dan disiram dengan air.

d. Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara menanam bibit porang pada polybag dengan ukuran 40 cm x 40 cm, selanjutnya disiram dengan air. Umbi dipilih yang sehat atau bebas jamur, dengan berat umbi ±150 gram.

e. Pemeliharaan  Pemupukan Pemberian pupuk daun saat tanaman berumur 6 MST atau pada saat daun tanaman porang membuka sempurna, sebagai parameter pertumbuhan tanaman porang. Pupuk yang digunakan merupakan pupuk daun lengkap masing-masing 1mS/tanaman, 2,5 mS/tanaman, dan 3,5 mS/tanaman.

 Penyiraman Penelitian dilaksanakan saat musim hujan, sehingga penyiraman tanaman dengan memanfaatkan air hujan.  Penyulaman Penyulaman dilakukan jika tanaman yang mati sebelum umur 2 MST.

commit to user

Penyiangan dilakukan jika ada tumbuhan pengganggu yang tumbuh agar tidak mengganggu pertumbuhan porang.  Pengendalian Hama Penyakit

Pengendalian hama penyakit dilakukan apabila ditemukan hama atau penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan porang.

f. Pemanenan Tanaman porang dipanen pada saat tanaman telah berumur empat bulan.

3. Variabel Pengamatan Variabel pengamatan yang diamati dalam penelitian ini antara lain:

a. Tinggi tanaman Tinggi tanaman diukur pada bagian batang dua minggu sekali, dimulai satu minggu setelah tanam. Pengukuran dimulai dari permukaan tanah hingga titik tumbuh (mata tunas), kemudian setelah muncul batang dilanjutkan dengan pengukuran panjang batang, yang paling tinggi dengan menggunakan satuan cm.

b. Jumlah daun Menghitung jumlah daun tanaman pada saat daun berkembang sempurna FEL (full expanded leaf). Pengamatan dilakukan dua minggu sekali dengan menggunakan satuan helai.

c. Luas Daun Pengukuran luas daun dilakukan saat muncul daun bukaan sempurna menggunakan metode gravimetri. Metode ini dilakukan dengan menggambar daun pada sebuah kertas yang menghasilkan replika daun. Replika daun tanaman tersebut digunting dari kertasnya, berat dan luasnya sudah diketahui.

commit to user

daun dengan total kertas sebagai berikut:

Keterangan: Wr = Berat kertas replika daun Wt = Berat total kertas Lk = Luas total kertas.

d. Analisis Kandungan klorofil Analisis kandungan klorofil dilaksanakan saat tanaman berumur 6 MST atau pada saat daun membuka sempurna, dan pengamatan kandungan klorofil dilakukan tiap minggu, dengan menggunakan alat klorofilmeter.

e. Berat umbi Berat segar umbi diukur dengan menimbang berat segar umbi di akhir penelitian atau pada saat panen dengan menggunakan satuan gram.

f. Berat akar Mengukur berat akar tanaman yang ditanam saat panen atau di akhir pengamatan, dengan melakukan pembongkaran bagian akar di akhir penelitian.

4. Analisis Data Data dianalisis dengan uji F taraf 5% untuk mengetahui keragaman yang

ditimbulkan oleh perlakuan, dan apabila terdapat beda nyata akan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk membandingkan nilai rataan perlakuan pada masing-masing variabel pengamatan.

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis ragam, pertumbuhan dan hasil porang yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa intensitas naungan berpengaruh nyata terhadap semua variabel pengamatan. Konsentrasi pupuk daun berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah daun, dan berat umbi. Tidak terjadi interaksi antara intensitas naungan dan konsentrasi pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang. Tabel 1. Hasil analisis ragam pada berbagai variabel pengamatan

Variabel pengamatan

Naungan

Pupuk Daun

Interaksi Tinggi tanaman

ns

ns Jumlah daun

ns Luas daun

ns

ns Kandungan klorofil

ns

ns Berat umbi

ns Berat segar akar

ns

ns Keterangan ns = tidak beda nyata

* = beda nyata

A. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat (Sitompul dan Guritno 1995).

Tinggi tanaman digunakan sebagai indikator keberhasilan pertumbuhan tanaman porang. Persentase hidup porang secara visual berkaitan dengan faktor ekologi yaitu lingkungan yang didalamnya mencakup pengaruh suhu, kelembaban, cahaya matahari, keadaan media serta kecukupan unsur hara dan mineral yang dibutuhkan tanaman.

Hasil analisis ragam tinggi tanaman menunjukkan bahwa naungan berpengaruh nyata, sedangkan konsentrasi pupuk daun tidak berpengaruh nyata,

15

commit to user

daun terhadap tinggi tanaman porang (Lampiran 5; Tabel 11).

Tabel 2. Pengaruh intensitas naungan dan konsentrasi pupuk daun terhadap rata-

rata tinggi tanaman porang pada umur 2-16 MST Intensitas naungan

(N)

Konsentrasi pupuk daun (mS)

0 1 2,5 3,5 Rerata (cm) 75%

64,63 a 55,28 b 41,28 c

Rerata (cm) 53,32 pq

(-) Keterangan:

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada uji DMRT (Duncan) taraf 5% (-) = Tidak terdapat interaksi

Berdasarkan hasil analisis lanjutan yang disajikan Tabel 2, intensitas naungan memberikan hasil berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Pada konsentrasi pupuk daun terhadap tinggi tanaman, diketahui tanpa pupuk daun 0 mS/tanaman memberikan hasilvtidak berbeda nyata dengan konsentrasi pupuk daun 1 mS/tanaman, pupuk daun 2,5 mS/tanaman, maupun pupuk daun 3,5 mS/tanaman. Konsentrasi pupuk daun 1 mS/tanaman dan pupuk daun konsentrasi 3,5 mS/tanaman berbeda nyata dengan pupuk daun 2,5 mS/tanaman, dan tidak terdapat interaksi antara intensitas naungan 75%, 65%, dan 25% dengan konsentrasi pupuk daun, konsentrasi pupuk daun 1 mS/tanaman, konsentrasi pupuk daun 2,5 mS/tanaman, dan konsentrasi pupuk daun 3,5 mS/tanaman. Tinggi tanaman porang dengan intensitas naungan sebesar 75% menunjukkan hasil rata- rata tertinggi sebesar 64,63 cm, sedangkan intensitas naungan 65% hasil rata-rata sebesar 55,28 cm. Hasil terendah 41,28 cm dihasilkan pada intensitas naungan 25%.

Intensitas naungan 75% dapat menaikkan pertumbuhan dan hasil tanaman porang. Intensitas naungan 75% menunjukkan peningkatan laju fotosintesis,

sehingga laju translokasi lebih cepat dan memacu laju fiksasi CO 2 . Semakin tinggi fiksasi CO 2 , semakin efisien pula tanaman dalam mensintesis karbohidrat.

Perombakan protein dan asam-asam keton yang digunakan untuk memproduksi energi optimal. Energi yang diterima tersebut dimanfaatkan untuk pembelahan sel

commit to user

cahaya rendah cenderung tumbuh lebih tinggi, hal ini disebabkan pengaruh peningkatan aktivitas auksin pada meristem apikal. Kecepatan pembelahan sel dan pembentukan sel-sel baru tanaman intensitas naungan 75% menunjukkan hasil maksimal, tetapi dari segi kualitas sel-sel baru yang terbentuk relatif rendah dan berpengaruh pada kekuatan batang.

Pada intensitas naungan 25% dihasilkan tinggi tanaman terendah, disebabkan tanaman berada pada kondisi cekaman. Sinar matahari maksimal pada siang hari akan berpengaruh pada laju fotosintesis yang terlalu tinggi, sehingga menghambat

translokasi fotosintesis dalam memacu laju fiksasi CO 2 dalam mensintesis

karbohidrat. Proses pembentukan dan pembesaran sel lebih lama. Aktivitas auksin menurun, sehingga tanaman porang tumbuh lebih pendek, dan kecil. Lakitan (1993) menyatakan, tanaman dengan laju fotosintesis yang tinggi, juga menunjukkan laju translokasi fotosintesis yang tinggi pula. Jadi, translokasi

fotosintat yang cepat akan memacu laju fiksasi CO 2 . Tinggi rendahnya fiksasi CO 2 mempengaruhi efisiensi tanaman dalam mensintesis karbohidrat. Lakitan (1993) menyatakan bahwa tanaman ternaungi mencapai titik jenuh pada intensitas cahaya tinggi pada naungan 25% daripada tanaman pada intensitas cahaya rendah pada naungan 75%. Laju fotosintesis tanaman berintensitas naungan 75% lebih optimal dibandingkan tanaman berintensitas naungan 25%, dan titik kompensasi cahaya tanaman berintensitas naungan 75% lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan intensitas naungan 25%.

Monteith (1990) berpendapat bahwa semakin tinggi intensitas cahaya, kelembaban udara dan lengas tanah semakin rendah, sedangkan temperatur tanah dan temperatur udara semakin tinggi. Peningkatan intensitas cahaya pada naungan 25% menurunkan kelembapan udara, lengas tanah, serta menaikkan temperatur udara, temperatur tanah, dan pH tanah. Kelembapan udara, temperatur udara, temperatur tanah, pH tanah, konsentrasi larutan, dan tingkat aktivitas metabolisme tanaman mempengaruhi kualitas penyerapan pupuk daun. Kecepatan penyerapan pupuk daun juga dipengaruhi oleh status hara dan umur tanaman. Bila kadar hara dalam tanaman rendah maka penyerapan unsur hara melalui pupuk daun lebih

commit to user

bertambahnya umur tanaman. Penyerapan hara oleh daun dirangsang oleh adanya cahaya matahari. Keberadaan intensitas cahaya berpengaruh terhadap peningkatan temperatur dan penguapan. Intensitas cahaya tinggi pada naungan 25% menyebabkan penguapan lebih tinggi, sehingga proses pengeringan larutan pupuk daun yang disemprotkan menjadi lebih cepat (Afandie,2002)

Konsentrasi larutan tertinggi dalam penelitian ditunjukkan pada pemberian pupuk daun 3,5 mS/tanaman. Konsentrasi pupuk daun 3,5 mS/tanaman dianggap terlalu pekat, sehingga kurang mendukung pertumbuhan dan hasil porang. Konsentrasi larutan yang terlalu pekat dan melampaui batas toleransi, dikhawatirkan mengakibatkan keracunan pada tanaman.

Efisiensi konsentrasi larutan nutrisi berhubungan dengan kelarutan hara dan kebutuhan hara oleh tanaman. Bila konsentrasi terlalu tinggi maka larutan nutrisi semakin pekat, terjadi kerusakan pada organ tanaman khususnya daun seperti nekrotis dan cokelat terbakar, menurunkan tingkat penyerapan air dan potensial daun. Sebaliknya jika pengaturan EC terlalu rendah dan ketersediaan unsur hara sangat sedikit juga berdampak buruk bagi pertumbuhan tanaman, disebabkan defisiensi hara.

Ketersediaan dan penyerapan nutrisi pada konsentrasi pupuk daun 2,5 mS/tanaman menunjukkan kesesuaian terhadap batas toleransi tanaman porang, hal ini dapat dibuktikan pada Tabel 2 yang menunjukkan hasil tertinggi pada konsentrasi pupuk daun 2,5 mS/tanaman. Diduga bahwa pengaturan EC pada konsentrasi pupuk daun 1 mS/tanaman terlalu rendah bagi tanaman porang, sehingga efisiensi penyerapan dan penyimpanan unsur hara oleh tanaman akan menurun disebabkan terlalu rendah mengalami titik jenuh.

Tinggi tanaman porang dapat dihitung pada saat tanaman mulai berumur 2 MST, saat belum muncul batang utama, yakni pembesaran tunas petiole meruncing. Pengukuran tinggi tanaman berumur 2 MST tersebut, diukur dari permukaan tanah polybag sampai ujung tunas petiole, sedangkan tanaman berumur 4 MST telah memiliki bentuk batang sempurna. Pertumbuhan tinggi

commit to user

disajikan dalam gambar 1.

Gambar 1. Pertumbuhan tinggi tanaman porang pada umur 2-16 MST Pertumbuhan tanaman porang ditandai dengan tumbuhnya tunas pada umur 2 MST, kemudian muncul petiole yang dianggap batang porang pada umur 3 MST. Pertumbuhan tanaman tercepat terjadi pada minggu ke-4 sampai minggu ke-10, yaitu rata-rata mengalami kenaikan sebesar 15-20 cm per minggu, hal ini dikarenakan pada saat itu merupakan fase pertumbuhan awal tanaman porang sehingga kecepatan tumbuh lebih cepat. Pada minggu ke-11 sampai minggu ke-14 masih terjadi penambahan tinggi tanaman, namun lebih lambat dibandingkan fase sebelumnya atau pertumbuhan awal. Pertumbuhan tanaman masih berlanjut hingga 16 MST, namun penambahan tinggi hanya 3-5 cm tiap minggunya. Pada minggu 17 tidak terjadi peningkatan tinggi. Pada umur 17 MST dan selanjutnya, tanaman porang dianggap memasuki fase pertumbuhan generatif, ditandai munculnya bulbil (katak). Diduga fase vegetatif terhenti yang kemudian pertumbuhan beralih ke fase pembesaran umbi.

commit to user

Organ tanaman yang utama dalam menyerap nutrisi seimbang dan penyerapan radiasi matahari adalah daun. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang maksimal, tanaman harus memiliki cukup banyak daun dalam tajuk, sebagai penyerap sebagian besar radiasi matahari yang jatuh pada tajuk tanaman (Goldsworthy dan Fisher 1996).