ekonomi pariwisata berbasis ekonomi kreatif
Nama: Reza Veronika
Nim : 125110800111012
Antropologi pariwisata ( A )
Sosialisasi Kurang, Mengakibatkan Terganggunya Perekonomian di Tarekot,
Malang.
Abstrak
Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor yang berperan dalam proses
pengembangan suatu wilayah, yaitu memberikan kontribusi bagi pendapatan suatu daerah
serta masyarakat sekitar. Kontribusiyang diberikan dapat memberi pemasukan dalam
rangka pembangunan kegiatan di wilayah sekitar tempar wisata. Salah satu tempat wisata di
kota Malang adalah Tarekot yang terletak dibelakang balai kota Malang, dimana disana
dulunya merupakan TPS dan dirubah menjadi taman kota agar sampah- sampah tidak
mencemari sungai yang ada disana. Dalam perkembangannya memiliki dampak yang
langsung pada pedagang disana dan manfaat ekonomi kurang sepenuhnya dirasakan oleh
masyarakat sekitar. Permasalahan yang muncul adalah kurangnya minat masyarakat sekitar
terhadap peluang yang disediakan oleh pemerintah dengan dibangunnya tarekot tersebut.
Untuk mencapai sasaran maka pendekatan studi menggunakan metode kualitatif.
Pembahasan
Pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis untuk membantu pembangunan
suatu wilayah atau daerah yang memiliki potensi objek wisata. Dari industri wisata disuatu
daerah, arus urbanisasi ke kota besar dapat lebih ditekan. Ini disebabkan pariwisata
memiliki 3 aspek yaitu ekonomis, aspek sosial, dan aspek budaya ( hartono, 1974:45) 1.
Adanya sektor pariwisata harus memperoleh dukungan dari pihak pemerintah daerah
sebagai pengelola, masyarakat disekitar objek wisata serta partisipasi swasta sebagai
pengembang. Pariwisata tidak jauh berbeda dengan sektor ekonomi yaitu dalam proses
perkembangannya juga memiliki dampak dan pengaruh positif maupun negatif, maka dari
itu dibutuhkan suatu rencana agar masyarakat dapat terlibat dalam rencana dan
pengenbangan wisata. kegiatanberpariwisata juga memiliki pengaruh terhadap aspek
ekonomi yaitu terbukanya peluang atau kesempatan kerja di dalam kawasan yang dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, hal tersebut sesuai juga dengan ungkapan
James J. Spillan ( 1987 : 138 – 141 )2 bahwa pariwisata akan membawa berbagai hal yang
menguntungkan dan sekaligus merugikan. Walaupun sebenarnya tujuan pemerintah
1
Sunaryati Hartono, Hukum ekonomi pembangunan Indonesia (Bandung: Bina cipta, 1974), hal 45
2
James . J. Spillan, Ekonomi pariwisata, sejarah dan prospeknya (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal 138 - 141
memajukan suatu daerah wisata adalah untuk kemakmuran danpeningkatan pendapatan
masyarakat setempat .
Demikian, dengan daerah tujuan wisata yang terdapat di wilayah malang kota yaitu,
kawasan wisata Taman rekreasi kota atau tareko yang dinilai mampu meningkatkan
ekonomi kota malang, karena letaknya yang berada dibelakang kantor balai kota malang
jadi sangat strategis untuk kunjungan wisata. Namun dengan adanya sektor wisata yang
baru, tareko mulai kehilangan pamornya, maka tareko memerlukan suatu dukungan dari
pemerintah dan masyarakat sekitar. Seperti halnya toko, restoran,warung makan dan
industri cindera mata, ternyata minim pengunjung. Selain itu tarekot akan ramai ketika
akhir pekan atau hari libur jadi perekonomian disana kurang stabil, di lain sisi fasilitas
umum kurang memadai, seperti wawancara yang saya lakukan kepada salah satu pedagang
disana yaitu bapak wasis (83 tahun, penjual telur puyuh dan kacang, asal kepanjen).
Saya: pak, asmane sinten?
Pedagang: kulo wasis.
Saya: sadean jajan sampun pirang tahun?
Pedagang: ket umur kulo 16 tahun, jaman awal londo mriki.
Saya: penghasilane pinten?
Pedagang: niki setunggal 2000, nggeh mboten tentu.
Saya: saben dinten rame pak?
Pedagang: rame nggeh minggu, kulo teng mriki lagek 2 tahun.
Saya: biasane sadean teng pundi?
Pedagang: biasane ndek tugu.
Dari hasil wawancara tersebut dapat menjelaskan tarekot rame di hari tertentu dan
pedagang banyak yang muncul ketika akhir pekan, dan wawancara selanjutnya saya
lakukan kepada pedagang yang menyewa gazebo, yaitu ibusiti hamidah (48 tahun,
pedagang makanan dan minuman, asal malang kota).
Saya: bu, disini kok sepi? Pedagang yang lain kemana?
Pedagang: iya mbak, yang lainnya sudah tidak bisa bertahan lagi.
Saya: kenapa tidak bisa bertahan?
Pedagang: soalnya pengunjungnya mulai sepi, ndak kayak dulu.
Saya: ibu sudah jualan berapa lama?
Pedagang: sejak 2005, ya di hitung sendirilah mbak sudah berapa lama.
Saya: yang masih bertahan tinggal dua ini ya?
Pedagang: iya.
Saya: penghasilan rata- ratanya berapa?
Pedagang: ndak menentu mbak, kalau ramai ya lumayan kalau sepi ya di
terima saja.
Saya: biaya sewa sebulannya berapa?
Pedagang: sebulannya 300.000 tapi kalau ramai atau hari libur seperti
lebaran sewanya di naikkan 10.000 sehari dalam seminggu.
Saya: cara ibu menempati gazebo dulu bagaimana?
Pedagang: dulu itu kepala taman disini buat acara kayak lomba masak terus
yang menang bisa pilih tempat.
Saya: iya bu, namanya siapa?
Pedagang : siti hamidah.
Berdasarkan wawancara tersebut, dapat dijelaskan bahwa dari 7 gazebo yang
disediakan tersisa 2 pedagang yang masih bertahan dengan biaya sewa 300.000 per bulan
dengan tambahan 10.000 sehari selama seminggu ketika tarekot ramai dan ada hari besar,
berbeda dengan penuturan ibu fitri (30 tahun, kepala KTU UPT Tarekot) yang menyatakan
dalam penyewaan gazebo pedagang dikenakan biaya sewa 300.000 per bulan tanpa
tambahan apapun. Selain gazebo, pihak tarekot juga menyediakan stand- stand untuk
menjual produk unggulan di setiap kecamatan kota Malang. Stand- stand tersebut bernasib
sama dengan gazebo yang terletak di bawah, stand yang berjumlah 7 yang buka hanya 5.
Pembangunan stand tersebut bertujuan untuk memperkenalkan produk unggulan di tiap
kecamatan yang ada di kota Malang, namun salah satu stand menjual snack dan minuman
dan salah satunya ada yang menjual nasi rawon. Selain itu minat pengunjung untuk mampir
ke stand- stand yang berderet juga kurang, saat sore banyak anak kecil yang bermain- main
di stand pembuatan tato kontemporer, untuk menempati stand tersebut tidak dikenakan
biaya sewa karena tujuan utamanya adalah seperti yang sudah disebutkan. Masyarakat
sekitar kurang memperhatikan peluang yang disediakan tersebut, selain itu pemerintah juga
terlihat kurang memberikan sosialisasi.
Lokasi stand- stand tersebut berada di pinggir jalan keluar dari tarekot sedangkan
gazebo berada di bawah dekat kandang binatang dan sungai brantas, keadaan gazebo yang
rusak semakin memperburuk pemandangan. Keadaan tersebutlah yang memungkinkan
kurangnya minat pengunjung untuk mampir kesana dan berpengaruh terhadap ekonomi
disana, selain itu munculnya berbagai tempat wisata baru juga mempengaruhi jumlah
pengunjung yang datang. Keadaan tarekot sendiri yang agak kurang perhatian pemerintah
menyebabkan banyak problematika, karena biaya untuk merealisasikan rencana perubahan
berasal dari APBD dan anggaran tersebut pun kurang. Pendapatan UPT Tarekot diperoleh
dari uang sewa gazebo, parkir dan biaya masuk kolam renang. Biaya parkir di tarekot
sebesar Rp 2.000 untuk kendaraan roda empat dan Rp 1.000 untuk roda dua, dan untuk
menikmati kolam renang pengunjung hanya perlu membayar biaya Rp 2.500 per orang saat
hari biasa tetapi ketika akhir pekan atau hari besar pengunjung dikenakan biaya Rp 3.500
per orang. Tindakan pengunjung juga patut untuk untuk diperhatikan, karena pengunjung
bukan hanya sekedar menikmati apa yang sudah disediakan oleh pihak pengelola tetapi
pengunjung juga memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungan tempat wisata. Tindakan
pengunjung yang membuang sampah sembarang serta mencoret- coret fasilitas yang ada
semakin memberi kesan tidak menarik terhadap tarekot. Seharusnya dalam pembangunan
tarekot diperlukan beberarapa aspek menurut Inskeep (1991)3sebagai berikut:
1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya.
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.
3) Menjamin kepuasan pengunjung.
4) Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di
sekitar kawasan dan zona pengembangannya. Jadi dalam merencanakan tempat berwisata
memerlukan fokus yang menyeluruh terhadap aspek lain selain sumberdaya yang ada
sehingga pembangunan dan perkembangan objek wisata disuatu daerah mampu
menggerakkan roda ekonomi dan di harapkan dapat berperan untuk menjaga pelestarian
lingkungan hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitar dengan
melibatkannya secara langsung dalam pengembangan pariwisata.
Menurut Butler (2006)4dalam beberapa konsep yang diungkapkannya, yaitu terdapat
tahap pelibatan (involvement) dan tahap konsolidasi (consolidation) dalam pariwisata.
Tahap pelibatan masyarakat diajak untuk mengambil inisiatif dengan menyediakan
pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan
dalam beberapa periode,. Masyarakat dan pemerintah lokal sudah mulai melakukan
sosialiasi atau periklanan dalam skala terbatas, pada musim atau bulan atau hari-hari
tertentu misalnya pada liburan sekolah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar,
dalam kondisi ini pemerintah lokal mengambil inisiatif untuk membangun infrastruktur
pariwisata namun masih dalam skala dan jumlah yang terbatas. Sedangkan tahap
konsolidasi sektor pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada suatu
kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang
peranannya pada kawasan wisata atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan masih
menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara
perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan pemerintah
lokal mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan reorganisasional, dan balancing peran dan tugas antara sektor pemerintah dan swasta.
Hubungan antara swasta (MNC dan Nasional) dan pemerintah daerah semakin meningkat
baik hubungan Government to Government (G2G), Business to Business (B2B), dan
Business to government (B2G).
3
Edward Inskeep, Tourism planning: an integrated and sustainable development approach (New York: Van
Nostrand Reinhold, 1991)
4
Richard W. Butler, The Tourism Area Life Cycle: Application and modification ( vol 1; England: Channel view
publications, 2006) hal 3
Kesimpulan
Permasalah yang muncul dan mempengaruhi perekonomian pedagang di Tarekot
disebabkan karena fasilitas yang kurang memadai, berkurangnya jumlah pengunjung,
koleksi fauna dan flora yang tidak seperti dahulu. Selain itu pemerintah kurang merespon
dan tanggap terhadap permasalahan yang dialami oleh pihak UPT Tarekot Malang dan
kurangnya sosialisasi pemerintah ke tiap kecamatan di kota Malang untuk mempromosikan
produk unggulan kecamatan masing-masing dan kurangnya kerja sama kedua belah pihak.
Referensi
Butler, R. (2006). The Tourism Area Life Cycle: Vol 1 Application and Modification. In R.
W. Butler, The Tourism Area Life Cycle: Vol 1 Application and Modification (p. 3).
England: Channel View Publications.
hartono, s. (1974). Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia. Bandung: Bina cipta.
Inskeep, E. (1991). Tourism planning: an integrated and sustainable development
approach. New York: Van Nostrand Reinhold.
Spillan, J. J. (1987). Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius.
Nim : 125110800111012
Antropologi pariwisata ( A )
Sosialisasi Kurang, Mengakibatkan Terganggunya Perekonomian di Tarekot,
Malang.
Abstrak
Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor yang berperan dalam proses
pengembangan suatu wilayah, yaitu memberikan kontribusi bagi pendapatan suatu daerah
serta masyarakat sekitar. Kontribusiyang diberikan dapat memberi pemasukan dalam
rangka pembangunan kegiatan di wilayah sekitar tempar wisata. Salah satu tempat wisata di
kota Malang adalah Tarekot yang terletak dibelakang balai kota Malang, dimana disana
dulunya merupakan TPS dan dirubah menjadi taman kota agar sampah- sampah tidak
mencemari sungai yang ada disana. Dalam perkembangannya memiliki dampak yang
langsung pada pedagang disana dan manfaat ekonomi kurang sepenuhnya dirasakan oleh
masyarakat sekitar. Permasalahan yang muncul adalah kurangnya minat masyarakat sekitar
terhadap peluang yang disediakan oleh pemerintah dengan dibangunnya tarekot tersebut.
Untuk mencapai sasaran maka pendekatan studi menggunakan metode kualitatif.
Pembahasan
Pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis untuk membantu pembangunan
suatu wilayah atau daerah yang memiliki potensi objek wisata. Dari industri wisata disuatu
daerah, arus urbanisasi ke kota besar dapat lebih ditekan. Ini disebabkan pariwisata
memiliki 3 aspek yaitu ekonomis, aspek sosial, dan aspek budaya ( hartono, 1974:45) 1.
Adanya sektor pariwisata harus memperoleh dukungan dari pihak pemerintah daerah
sebagai pengelola, masyarakat disekitar objek wisata serta partisipasi swasta sebagai
pengembang. Pariwisata tidak jauh berbeda dengan sektor ekonomi yaitu dalam proses
perkembangannya juga memiliki dampak dan pengaruh positif maupun negatif, maka dari
itu dibutuhkan suatu rencana agar masyarakat dapat terlibat dalam rencana dan
pengenbangan wisata. kegiatanberpariwisata juga memiliki pengaruh terhadap aspek
ekonomi yaitu terbukanya peluang atau kesempatan kerja di dalam kawasan yang dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, hal tersebut sesuai juga dengan ungkapan
James J. Spillan ( 1987 : 138 – 141 )2 bahwa pariwisata akan membawa berbagai hal yang
menguntungkan dan sekaligus merugikan. Walaupun sebenarnya tujuan pemerintah
1
Sunaryati Hartono, Hukum ekonomi pembangunan Indonesia (Bandung: Bina cipta, 1974), hal 45
2
James . J. Spillan, Ekonomi pariwisata, sejarah dan prospeknya (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal 138 - 141
memajukan suatu daerah wisata adalah untuk kemakmuran danpeningkatan pendapatan
masyarakat setempat .
Demikian, dengan daerah tujuan wisata yang terdapat di wilayah malang kota yaitu,
kawasan wisata Taman rekreasi kota atau tareko yang dinilai mampu meningkatkan
ekonomi kota malang, karena letaknya yang berada dibelakang kantor balai kota malang
jadi sangat strategis untuk kunjungan wisata. Namun dengan adanya sektor wisata yang
baru, tareko mulai kehilangan pamornya, maka tareko memerlukan suatu dukungan dari
pemerintah dan masyarakat sekitar. Seperti halnya toko, restoran,warung makan dan
industri cindera mata, ternyata minim pengunjung. Selain itu tarekot akan ramai ketika
akhir pekan atau hari libur jadi perekonomian disana kurang stabil, di lain sisi fasilitas
umum kurang memadai, seperti wawancara yang saya lakukan kepada salah satu pedagang
disana yaitu bapak wasis (83 tahun, penjual telur puyuh dan kacang, asal kepanjen).
Saya: pak, asmane sinten?
Pedagang: kulo wasis.
Saya: sadean jajan sampun pirang tahun?
Pedagang: ket umur kulo 16 tahun, jaman awal londo mriki.
Saya: penghasilane pinten?
Pedagang: niki setunggal 2000, nggeh mboten tentu.
Saya: saben dinten rame pak?
Pedagang: rame nggeh minggu, kulo teng mriki lagek 2 tahun.
Saya: biasane sadean teng pundi?
Pedagang: biasane ndek tugu.
Dari hasil wawancara tersebut dapat menjelaskan tarekot rame di hari tertentu dan
pedagang banyak yang muncul ketika akhir pekan, dan wawancara selanjutnya saya
lakukan kepada pedagang yang menyewa gazebo, yaitu ibusiti hamidah (48 tahun,
pedagang makanan dan minuman, asal malang kota).
Saya: bu, disini kok sepi? Pedagang yang lain kemana?
Pedagang: iya mbak, yang lainnya sudah tidak bisa bertahan lagi.
Saya: kenapa tidak bisa bertahan?
Pedagang: soalnya pengunjungnya mulai sepi, ndak kayak dulu.
Saya: ibu sudah jualan berapa lama?
Pedagang: sejak 2005, ya di hitung sendirilah mbak sudah berapa lama.
Saya: yang masih bertahan tinggal dua ini ya?
Pedagang: iya.
Saya: penghasilan rata- ratanya berapa?
Pedagang: ndak menentu mbak, kalau ramai ya lumayan kalau sepi ya di
terima saja.
Saya: biaya sewa sebulannya berapa?
Pedagang: sebulannya 300.000 tapi kalau ramai atau hari libur seperti
lebaran sewanya di naikkan 10.000 sehari dalam seminggu.
Saya: cara ibu menempati gazebo dulu bagaimana?
Pedagang: dulu itu kepala taman disini buat acara kayak lomba masak terus
yang menang bisa pilih tempat.
Saya: iya bu, namanya siapa?
Pedagang : siti hamidah.
Berdasarkan wawancara tersebut, dapat dijelaskan bahwa dari 7 gazebo yang
disediakan tersisa 2 pedagang yang masih bertahan dengan biaya sewa 300.000 per bulan
dengan tambahan 10.000 sehari selama seminggu ketika tarekot ramai dan ada hari besar,
berbeda dengan penuturan ibu fitri (30 tahun, kepala KTU UPT Tarekot) yang menyatakan
dalam penyewaan gazebo pedagang dikenakan biaya sewa 300.000 per bulan tanpa
tambahan apapun. Selain gazebo, pihak tarekot juga menyediakan stand- stand untuk
menjual produk unggulan di setiap kecamatan kota Malang. Stand- stand tersebut bernasib
sama dengan gazebo yang terletak di bawah, stand yang berjumlah 7 yang buka hanya 5.
Pembangunan stand tersebut bertujuan untuk memperkenalkan produk unggulan di tiap
kecamatan yang ada di kota Malang, namun salah satu stand menjual snack dan minuman
dan salah satunya ada yang menjual nasi rawon. Selain itu minat pengunjung untuk mampir
ke stand- stand yang berderet juga kurang, saat sore banyak anak kecil yang bermain- main
di stand pembuatan tato kontemporer, untuk menempati stand tersebut tidak dikenakan
biaya sewa karena tujuan utamanya adalah seperti yang sudah disebutkan. Masyarakat
sekitar kurang memperhatikan peluang yang disediakan tersebut, selain itu pemerintah juga
terlihat kurang memberikan sosialisasi.
Lokasi stand- stand tersebut berada di pinggir jalan keluar dari tarekot sedangkan
gazebo berada di bawah dekat kandang binatang dan sungai brantas, keadaan gazebo yang
rusak semakin memperburuk pemandangan. Keadaan tersebutlah yang memungkinkan
kurangnya minat pengunjung untuk mampir kesana dan berpengaruh terhadap ekonomi
disana, selain itu munculnya berbagai tempat wisata baru juga mempengaruhi jumlah
pengunjung yang datang. Keadaan tarekot sendiri yang agak kurang perhatian pemerintah
menyebabkan banyak problematika, karena biaya untuk merealisasikan rencana perubahan
berasal dari APBD dan anggaran tersebut pun kurang. Pendapatan UPT Tarekot diperoleh
dari uang sewa gazebo, parkir dan biaya masuk kolam renang. Biaya parkir di tarekot
sebesar Rp 2.000 untuk kendaraan roda empat dan Rp 1.000 untuk roda dua, dan untuk
menikmati kolam renang pengunjung hanya perlu membayar biaya Rp 2.500 per orang saat
hari biasa tetapi ketika akhir pekan atau hari besar pengunjung dikenakan biaya Rp 3.500
per orang. Tindakan pengunjung juga patut untuk untuk diperhatikan, karena pengunjung
bukan hanya sekedar menikmati apa yang sudah disediakan oleh pihak pengelola tetapi
pengunjung juga memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungan tempat wisata. Tindakan
pengunjung yang membuang sampah sembarang serta mencoret- coret fasilitas yang ada
semakin memberi kesan tidak menarik terhadap tarekot. Seharusnya dalam pembangunan
tarekot diperlukan beberarapa aspek menurut Inskeep (1991)3sebagai berikut:
1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya.
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.
3) Menjamin kepuasan pengunjung.
4) Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di
sekitar kawasan dan zona pengembangannya. Jadi dalam merencanakan tempat berwisata
memerlukan fokus yang menyeluruh terhadap aspek lain selain sumberdaya yang ada
sehingga pembangunan dan perkembangan objek wisata disuatu daerah mampu
menggerakkan roda ekonomi dan di harapkan dapat berperan untuk menjaga pelestarian
lingkungan hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitar dengan
melibatkannya secara langsung dalam pengembangan pariwisata.
Menurut Butler (2006)4dalam beberapa konsep yang diungkapkannya, yaitu terdapat
tahap pelibatan (involvement) dan tahap konsolidasi (consolidation) dalam pariwisata.
Tahap pelibatan masyarakat diajak untuk mengambil inisiatif dengan menyediakan
pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan
dalam beberapa periode,. Masyarakat dan pemerintah lokal sudah mulai melakukan
sosialiasi atau periklanan dalam skala terbatas, pada musim atau bulan atau hari-hari
tertentu misalnya pada liburan sekolah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar,
dalam kondisi ini pemerintah lokal mengambil inisiatif untuk membangun infrastruktur
pariwisata namun masih dalam skala dan jumlah yang terbatas. Sedangkan tahap
konsolidasi sektor pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada suatu
kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang
peranannya pada kawasan wisata atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan masih
menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara
perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan pemerintah
lokal mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan reorganisasional, dan balancing peran dan tugas antara sektor pemerintah dan swasta.
Hubungan antara swasta (MNC dan Nasional) dan pemerintah daerah semakin meningkat
baik hubungan Government to Government (G2G), Business to Business (B2B), dan
Business to government (B2G).
3
Edward Inskeep, Tourism planning: an integrated and sustainable development approach (New York: Van
Nostrand Reinhold, 1991)
4
Richard W. Butler, The Tourism Area Life Cycle: Application and modification ( vol 1; England: Channel view
publications, 2006) hal 3
Kesimpulan
Permasalah yang muncul dan mempengaruhi perekonomian pedagang di Tarekot
disebabkan karena fasilitas yang kurang memadai, berkurangnya jumlah pengunjung,
koleksi fauna dan flora yang tidak seperti dahulu. Selain itu pemerintah kurang merespon
dan tanggap terhadap permasalahan yang dialami oleh pihak UPT Tarekot Malang dan
kurangnya sosialisasi pemerintah ke tiap kecamatan di kota Malang untuk mempromosikan
produk unggulan kecamatan masing-masing dan kurangnya kerja sama kedua belah pihak.
Referensi
Butler, R. (2006). The Tourism Area Life Cycle: Vol 1 Application and Modification. In R.
W. Butler, The Tourism Area Life Cycle: Vol 1 Application and Modification (p. 3).
England: Channel View Publications.
hartono, s. (1974). Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia. Bandung: Bina cipta.
Inskeep, E. (1991). Tourism planning: an integrated and sustainable development
approach. New York: Van Nostrand Reinhold.
Spillan, J. J. (1987). Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius.