faktor yang mempengaruhi profitabilitas abortus

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator untuk melihat derajat kesehatan
perempuan, angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah di
tentukan dalam tujuan millenium development goals (MDGs) yiatu tujuan ke 5
yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun
2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu.(Menpan, 2013)
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 10.000 kelahiran
hidup, selama periode 1991-2007 AKI di Indonesia mengalami penurunan yaitu
dari 390 menjadi 228 per 10.000 kelahiran hidup, meskipun AKI tahun 1991 dan
2012 tidak jauh berbeda namun untuk mencapai target MGDs pada tahun 2015
102 per 10.000 kelahiran hidup diperkirakan sulit tercapai. (Kemenkes, 2014)
Penyebab utama kematian Maternal 30,3 % di sebabkan oleh perdarahan,
27,1 % disebabkan oleh hipertensi, 7,3 % disebabkan oleh infeksi, lain-lain 40,8
%, sedangkan partus lama merupakan penyumbang kematian terendah. Yang di
maksud lain-lain merupakan penyebab kematian ibu secara tidak langsung seperti

kondisi penyakit jantung, kanker, ginjal, tuberculosis dan penyakit lain yang di
derita ibu. (Kemenkes, 2014).
Kasus perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal dapat juga
terjadi pada masa kehamilan, perdarahan pada kehamilan muda salah satunya
merupakan keguguran atau

abortus, merupakan perdarahan pervaginam pada

1

kehamilan kurang dari 22 minggu, sedangkan perdarahan pada kehamilan lanjut
atau perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan setelah 22
minggu atau sampai sebelum bayi dilahirkan, yang termasuk ke dalam perdarahan
antepartum antara lain plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, gangguan
pembekuan darah (Saifuddin, 2010).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)
atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono, 2006)
Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai
viabilitas (usia kehamilan 22 minggu), tahap-tahap abortus spontan meliputi

abortus imminens (kehamilan yang dapat berlanjut), abortus insipiens (kehamilan
yang tidak akan berlanjut dana akan berkembang menjadi abortus komplit atau
inkomplit), abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan), abortus
komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan) (Saifuddin, 2010).
Diambil data dari penelitian yang di lakukan Handayani (2014), di Dunia
terjadi kasus 20 juta kasus abortus setiap tahun dan 70.000 wanita meninggal
karena abortus setiap tahunnya. Angka kejadian abortus di Asia Tenggara adalah
4,2 juta pertahun termasuk Indonesia, sedangkan frekuensi abortus spontan di
Indonesia adalah 10%- 15% dari 6 juta kehamilan setiap 1,5 juta setiap tahunnya,
2500 ibu hamil meninggal setiap tahunnya. (anshor, 2006), dan angka kejadian
abortus spontan di Jawa Barat merupakan 4.623 kasus atau 1,89 % dari semua
komplikasi kehamilan, persalinan, nifas (Dinkes Propinsi, 2012).

2

Kejadian abortus dapat disebabkan oleh beberapa faktor resiko
diantaranya faktor usia, frekuensi abortus secara klinis terdeteksi 12 persen pada
wanita yang usianya kurang dari 20 tahun, sedangkan pada wanita yang 35 tahun
keatas frekuensi abortus nya meningkat menjadi 26 persen, resiko abortus juga
meningkat sesuai dengan paritas dan riwayat abortus. (Cunningham, 2005)

Menurut penelitian Machonochi 2006, Risk factors for first trimester
miscarriage — results from a UK-population-based case–control study faktorfaktor yang meningkatkan resiko terjadinya abortus spontan yaitu

usia ibu,

riwayat abortus, terminasi kehamilan, infertilitas, indeks massa tubuh kurang,
mengkonsumsi alkohol, psikologis,

usia ayah, dan berganti-ganti

pasangan.

(Machonochi, 2006)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012), skripsi yang
berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus di wilayah
Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat Tahun 2012,
mendapatkan hasil bahwa usia ibu, pekerjaan, riwayat abortus, prilaku merokok,
indeks massa tubuh (IMT), dan asupan nutrisi mempunyai hubungan dengan
kejadian resiko abortus sedangkan umur suami, paritas, jarak kehamilan, usia
kehamilan, pendidikan ibu, sosial ekonomi, penyakit infeksi, dan usia menarch

ibu tidak ada hubungan dengan kejadian risiko abortus.
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti angka kejadian abortus di
Kutawaluaya tahun 2014 sebanyak 20 orang ibu hamil yang mengalami abortus
spontan. Pada saat peneliti sedang melakukan praktik kebidanan III di Puskesmas
Kutawaluya dalam kurun waktu 1 bulan terdapat 3 orang ibu hamil yang

3

mengalami abortus, hal tersebut cukup memcengangkan peneliti dikarenakan
selama peneliti melakukan praktik kebidanan kasus abortus spontan terbanyak
yang ditemukan peneliti yaitu Di Kutawaluya. Dari uraian di atas peneliti tertarik
melakukan penelitian tentang faktor terjadinya abortus pada Ny.R di Puskesmas
Kutawaluya.

1.2

Fokus Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah di uraiakan di atas dapat di

rumuskan fokus masalah penelitianya adalah menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi abortus ny. R.
1.3

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan rumusan

masalah dari penelitian ini adalah adakah hubungan abortus Ny. R dengan faktor
usia, faktor paritas, riwayat abortus, faktor lingkungan, faktor paternal?
1.4

Tujuan Penelitian

1.4.1

Tujuan Umum

Menganalisis faktor resiko yang berhungan dengan kejadian abortus pada ny. R

1.4.2


1.3.2.1

Tujuan Khusus

Menganalisis gambaran kejadian abortus pada ny. R

1.3.2.2 Menganalisis faktor usia Ny.R terhadap hubungannya dengan abortus
1.3.2.3 Menganalisis faktor paritas Ny. R terhadap hubungannya dengan abortus

4

1.3.2.4 Menganalisis riwayat abortus Ny. R terhadap hubungan nya dengan
abortus
1.3.2.5 Menganalisis faktor lingkungan Ny. R terhadap hubungan nya dengan
abortus
1.3.2.6 Menganalisis faktor Paternal Suami Ny. R terhadap hubungan nya dengan
abortus
1.5

Manfaat Penulisan


1.5.1

Bagi lembaga
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu upaya untuk

membantu tenaga kesehatan dalam pelayanan terhadap komplikasi dalam
kehamilan yang dikombinasikan dengan pendidikan kesehatan terkait pentingnya
pemantauan kehamilan bagi ibu hamil.
1.5.2

Bagi institusi
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat guna menambah pembendaharaan

ilmu pengetahuan khususnya di bidang Kebidanan dan sebagai perbandingan
untuk peneliti selanjutnya
1.5.3

Bagi peneliti
Melalui penelitian ini diharapkan peneliti mendapatkan pengalaman baru


dalam menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh selama menjalani
pendidikan, serta dapat menganalisa faktor yang mempengaruhi abortus

5

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. KAJIAN TEORI
2.1.1

Definisi Kehamilan
Kehamilan adalah dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan
pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan
keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan.
(Saifuddin, 2006)

2.1.2 Proses Kehamilan
2.1.2.1

Ovum (Sel Telur)
Pertumbuhan embrional oogonium yang kelak menjadi ovum terjadi

digenital ridge.
2.1.2.2

Spermatozoa (Sel Mani)
Sperma bentuknya seperti kecebong terdiri atas 4 bagian yaitu kepala yang

berisi inti (nukleus), leher, bagian tengah dan ekor yang dapat bergetar sehingga
sperma dapat bergerak dengan cepat, urutan pertumbuhan sperma yaitu
spermatogonium membelah dan spermatosit pertama membelah dua, spermatosit
kedua membelah dua, spermatid tumbuh menjadi spermatozoon.

6

2.1.2.3 Pembuahan (Konsepsi/Fertilisasi)

Pembuahan adalah suatu peristiwa persatuan antara sel mani dengan sel
telur dituba fallopi. Hanya satu sperma yang telah mengalami proses kapasitasi
dapat melintasi zona pellusida masuk ke villetus ovum. Setelah itu zona
pellusida mengalami perubahan sehingga tidak dapat dilalui sperma lain.
Persatuan ini dalam prosesnya diikuti oleh persatuan pronuklei, keduanya yang
disebut zygot yang terdiri dari atas acuan genetik dari wanita dan pria.
2.1.2.4

Nidasi (Implantasi)
Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi dalam

endometrium. Blastula diselubungi oleh sampai yang disebut trofoblas, yang
mampu menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai
rongga rahim, jaringan endometrium berada pada masa sekresi. Jaringan
endometrium ini banyak mengandung sel-sel desidua, yaitu sel-sel besar yang
banyak mengandung glikogen serta mudah dihancurkan oleh trofoblas.
2.1.2.5

Plasentasi
Pertumbuhan dan perkembangan desidua sejak terjadi konsepsi karena


pengaruh hormon terus tumbuh sehingga makin lama menjadi tebal.
(Rachmadini, 2013)
2.1.3 Fase kehamilan
Masa kehamilan dibagi menjadi 3 fase yaitu :
2.1.3.1 Trimester I (0-12 Minggu)
Tanda-tanda fisik yang kadang muncul dan dapat terjadi pada ibu adalah
sedikit (spotting) sekitar 11 hari setelah konsepsi, yakni pada saat embrio melekat

7

pada lapisan uterus, perdarahan ini biasanya kurang dari jumlah haid yang normal
setelah. 12 minggu kehamilan, pertumbuham janin dalam uterus dapat ibu rasakan
diatas sympisis pubis. Ibu juga mengalami kenaikan berat badan 1-2 kg selama
hamil trimester pertama
2.1.3.2 Trimester II (13-28 minggu)
Terjadi perubahan uterus, uterus akan semakin membesar. Pada saat usia
kehamilan 16 uterus biasanya ada di pertengahan pusat dan sympisis pubis. Ibu
juga mengalami kenaikan berat badan sekitar 0,4-0,5 kg per minggu.
2.1.3.3 trimester III (29-42 minggu)
pembesaran uterus semakin bertambah ,pada minggu ke 28 tinggi fundus
uteri berada pada 3 jari di atas pusat (Sulistyawati, 2012)
2.1.4 Tanda - Tanda Kehamilan
Untuk dapat menetapkan kehamilan harus dapat dicari atau dibuktikan
terdapat tanda kehamilan, yaitu :
2.1.4.1 Tanda tidak pasti kehamilan
disebut juga persumtif sign yaitu perubahan-perubahan fisiologis maternal
yang dapat dikenali dari pengakuan atau yang dirasakan oleh wanita hamil, yang
dimaksud persumtif sign yaitu Amenorhea (berhentinya menstruasi), Mual
(Nausea)

dan

muntah

(Emesis),

Mengidam

(menginginkan

jenis

makanan/minuman tertentu), Pingsang (Syncope), Tidak ada selera makan, lelah
(fatigue), Payudara tegang, Sering miksi, Konstipasi atau Obstipasi, Pigmentasi
pada kulit, Varises atau tampaknya pembuluh darah vena. (Sulistyawati, 2012)

8

2.1.4.2 Tanda mungkin hamil
Merupakan perubahan-perubahan fisiologis dan anatomis diluar semua
tanda presumtif yang dapat diketahui oleh pemeriksa dengan melakukan
pemeriksaan fisik pada ibu hamil. Tanda – tanda yang mungkin sudah timbul
pada kehamilan muda, tetapi dengan tanda mungkin kehamilan hanya boleh
diduga. Makin banyak tanda mungkin yang kita dapati, makin besar
kemuangkinan hamil. Yang termasuk tanda mungkin hamil yaitu Pembesaran
perut, Adanya tanda Piskacek, Tanda Hegar, Tanda Chadwick, Tanda goodell,
Adanya Braxton Hicks, teraba Ballothement, Reaksi kehamilan Positive.
(Sulistyawati, 2012)
2.1.4.3 Tanda Pasti Kehamilan
Adapun tanda-tanda pasti kehamilan yaitu adanya pergerakan janin, dapat
diraba dan dikenal bagian-bagian janin, dapat didengar denyut jantung janin,
terlihat rangka janin. (Sulistyawati, 2012)
2.1.5

Tanda Bahaya Kehamilan
Tanda bahaya pada kehamilan adalah gejala yang menunjukan bahwa ibu

dan bayi dalam keadaan bahaya. Tanda bahaya dalam masa kehamilan yaitu ibu
tidak mau makan dan muntah terus menerus, berat badan ibu hamil tidak
bertambah, Perdarahan, bengkak di tangan dan wajah, pusing, serta diikuti kejang,
gerakan janin berkurang atau tidak ada, Kelainan letak janin dalam rahim,
Ketuban pecah sebelum waktunya, Penyakit ibu yang memengaruhi kehamilan,
Demam tinggi (Safrudin, 2009)

9

2.2 Abortus
2.2.1 Definisi abortus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin
mampu bertahan hidup. (Cunningham, 2005)
2.2.2

Jenis abortus

2.2.2.1 Abortus spontan didefinisikan sebagai kehilangan produk konsepsi tanpa
disengaja sebelum usia gestasi 24 minggu.
2.2.2.2 Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai komplikasi infeksi, adanya
penyebaran kuman atau toksin ke dalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat
menimbulkan septikemia, sepsis atau peritonitis
2.2.2.3 Retensi janin mati (missed abortion) Perdarahan pada kehamilan muda
disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih.
Biasanya diagnosis tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan,
melainkan memerlukan waktu pengamatan dan pemeriksaan ulang.
2.2.2.4 Abortus tidak aman (unsafe abortion) Upaya untuk terminasi kehamilan
muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan
prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan pasien.
(Yeyeh, 2010)
2.2.3

Klasifikasi Abortus Spontan

2.2.3.1 Abortus Imminens
Terjadi perdarahan bercak yang menunjukan ancaman terhadap kelangsungan
suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut

10

atau dipertahankan, dalam kondisi seperti seperti ini kehamilan masih mungkin
berlanjut atau dipertahankan
2.2.3.2 Abortus Insipiens
Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil
konsepsi masih berada dalam kavum uteri. Kondisi ini menujukan proses abortus
sedang berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau komplit.
gejalanya berupa perdarahan sedang hingga masif/ banyak, terkadang keluar
gumpalan darah, serviks terbuka, uterus sesuai masa kehamilan, kram nyeri perut
bawah karena kontraksi rahim kuat.
2.2.3.3 Abortus Inkomplit
Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah
keluar dari kavum uteri melalui kanal servikalis
2.2.3.4 Abortus komplit
Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan
dari kavum uteri. (Saifudin, 2010)
2.2.4 Etiologi
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus
didahului oleh kematian janin. Faktor yang menyababkan terjadinya abortus yaitu:
2.2.4.1 Faktor Janin -- kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adlah
gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan biasanya
menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni :
1) Kelainan telur, telur kosong, (Blighted Ovum), kerusakan embrio, atau
kelainan kromosom (Monosomi, Trisomi, atau Poliploidi)

11

2) Embrio dengan kelainan lokal
3) Abnormalitas pembekuan plasenta (Hipoplasi Trofoblas)
2.2.4.2 Faktor Maternal keguguran spontan di awal kehamilan dapat disebabkan
oleh beberapa faktor maternal berikut ini :
1) usia maternal – resiko bertambah sejalan dengan bertambahnya usia ibu
2) abnormalitas struktur saluran genital -- meliputi retroversi uterus, uterus
bikornuat, dan fibroid
3) infeksi meliputi -- rubella, listeria, dan klamidia
4) penyakit maternal penatalaksanaan dan kontrol terhadap penyakit, seperrti
diabetes, penyakit ginjal, dan disfungsi tyroid dapat mengurangi resiko
keguguran pada ibu yang menderita penyakit tersebut. Jika penyakit ini
tidak terkontrol dengan baik, resiko keguguran akan tetap tinggi.
5) Faktor lingkungan konsumsi kopi dan alkohol yang berebihan disertai
merokok, termasuk perokok pasif, telah terbukti dapat meningkatkan
resiko keguguran.
6) Multigravida secara signifikan beresiko lebih besar dibandingkan dengan
primigravida,
7) Riwayat keguguuran merupakan indikator resiko pertama. (Franser, 2009)
2.2.4

Patofisiologis

2.2.4.1 Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan dalam desidua basalis, kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan disekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus

12

2.2.4.2 Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut
2.2.4.3 Pada kehamilan kurang dari 8 minggu vili korialis belum menembus
desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seutuhnya
2.2.4.4 Pada kehamilan 8-14 minggu penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan sempurana dan menimbulkan banyak perdarahan
2.2.4.5 Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu
daripada plasenta
2.2.4.6 Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap
2.2.4.7 Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur
2.2.4.8 Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk,
adakalanya kantong amnion kososng atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas,
mungkin pula janin telah mati lama, mola kruenta, maserasi, fetus kompresus.
(Handayani, 2005)
2.2.5

Faktor faktor resiko terjadinya abortus

2.2.6.1 faktor usia
Faktor kejadian terjadinya abortus spontan berpengaruh dengan faktor usia ibu,
ibu hamil pada usia 35 tahun keatas beresiko lebih tinggi dibanding ibu hamil
pada usia normal, yang biasanya terjadi pada usia 20 - 30 tahun. Kehamilan
beresiko tinggi dapat menyebkan ibu hamil dan bayi menjadi sakit dan/meninggal,
sebelum persalinan berlangsung. Bagi seorang perempuan, usia juga dapat
menyebabkan kemampuan untuk melahirkan (fertilitas) menurun.(sinsin, 2008)
Menurut penelitian Menurut penelitian Machonochi 2006, Risk factors for first
trimester miscarriage — results from a UK-population-based case–control study

13

75 % ibu hamil yang berusia > 35 tahun memiliki resiko lebih tinggi terjadi
abortus spontan, dibvandingkan dengan ibu hamil yang berusia 20 – 30 tahun.
2.2.6.2 Faktor Paritas
paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah
janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar jika wanita yang bersngkutan
melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin kembar lima, juga tidak lebih
rendahjika janin (- janin) atau lahir mati. (Cunnigham, 2009)
berdasarkan survei demografi kesehatan indonesia (SDKI) kematian ibu
berkaitan dengan 4 terlalu, yaitu terlalu muda hamil dan melahirkan, terlalu tua
untuk hamil kembali, terlalu pendek jarak hamil dan bersalin,terlalu banyak anak
merupakan penyebab kematian tidak langsung pada ibu. Paritas yang aman antara
2 dan 3, partitas yang lebih dari 3 mempunyai angka kematian yang lebih tinggi.
Resiko pada paritas 1 bisa di tangani dengan penanganan obstetri yang baik,
sedangkan pada paritas yang tinggi dapat di kurangi atau di cegah dengan
keluarga berencana (KB). Resiko abortus spontan meningkat seiring dengan
paritas serta usia ibu dan ayah. (Cunningham, 2005)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmani (2013), tentang skripsi
Faktor-faktor resiko terjdinya abortus di Rs Prikasih Jakarta Selatan pada tahun
2013, faktor paritas dengan kejadian abortus mempunyai hubungan yang
bermakna dengan kejadian abortus. (Rahmani, 2013)
2.2.6.3 faktor riwayat abortus
Menurut prawiroharjo (2009), dalam kutipan skripsi chairiyah riwayat
abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus

14

berulang kejadiannnya sekitar 3-5 %. Menurut ford (2009), dalam jurnal
Recurrent Pregnancy Loss: Etiology, diagnosis, and Therapy mengungkapkan
bahwa ibu hamil yang pernah mengalami 2 kali abortus 30 % akan mengalami
nya lagi pada kehamilan selanjutnya, sedangkan ibu hamil yang pernah
mengalami 3 kali abortus mempunyai kemungkinan lebih besar terjadi kembali
abortus. (Ford, 2009)
2.2.6.4 faktor lingkungan
Diperkirakan 1-10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi, dan umumnya berakhir dengan abortus. Misalnya paparan dari
anastesi dan tembakau. Sigret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik,
antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon momoksida juga menurunkan
pasokan oksigen ibu ke janin serta mamicu neurotoksin. Dengan adanya gangguan
pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi pertumbuhan janin yang berakibat
pada terjadinya abortus. (Hadijanto, 2009) tembakau, alkohol, kafein, radiasi,
kontrasepsi, merupakan juga merupakan zat-zat yang dilaporkan berperan dalam
insidensi abortus. (Hartanto, 2006)
2.2.6.5 riwayat paternal
Menurut Griffin (1995), dalam jurnal Rochebochart kemungkinan terjadinya
an-euploid yaitu terjadinya variasi jumlah kromosom yang berakibat bertambah
atau berkurangnya suatu kromosom pada laki-laki yang berusia diantara 50 tahun,
lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yang berusia 30 tahun. rupanya ada

15

hubungan antara resiko tidak sempurnanya perkembangan janin dari keturunan
dari ayah yang sudah tua, dikarnakan terjadinya mutasi.
Menurut hasil penelitian nya apabila usia perempuan lebih dari 35 tahun dan
usia pasangan nya lebih dari 40 tahun resiko terjadinya abortus menjadi semakin
tinggi.( Rochebochart, 2002)

16

2.3

Kerangka berfikir

Kejadian abortus

-

Faktor janin
-

Faktor paternal

Gangguan Pertumbuhan
Zigot,
Kelainan
Telur
()
Kelainan Embrio
Abnormalitas
Pembekuan
(obstetri wwiliams.)
Plasenta

-

Usia ayah
(obstetri williams, )

Faktor maternal
-

-

Infeksi
Abnormalitas
Struktur Saluran
Genital
Riwayat Penyakit

-

(myles, 2006)

17

faktor usia
faktor paritas
riwayat abortus
faktor lingkungan

Ket :

= faktor yang tidak di kaji
= faktor yang di kaji

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Tempat Penelitian
Penelitan ini dilakukan pada lahan praktik UPTD Puskesmas/Poned

Kutawaluya Dusun Krajan B 2 Desa Sampalan Kec. Kutawaluya Kab. Karawang
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di pakai dalam menganalisis kejadian abortus ini ialah
penelitian deskriptif

melalui pendekatan kualitatif. Karena peneliti ingin

mengungkap secara langsung Gambaran

kejadian

terjadinya abortus serta

faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian abortus yang terjadi pada
ny. R. Metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif ini dimaksudkan untuk
menganalisis data dengan cara menggambarkan data yang telah terkumpul untuk
membuat kesimpulan yang sesuai dengan kebutuhan peneliti. Data penelitian
dapat diperoleh peneliti dengan cara mengamati secara langsung dilapangan
dengan cara survei awal, observasi serta wawancara langsung dengan responden
dan informan.
3.3 Subyek Penelitian
Pada penelitian kualitatif kali ini subyek penelitian adalah Ny. R merupakan
pasien abortus spontan, suami, ibu bidan
3.4

Data dan Sumber Data

18

Data untuk memenuhi penelitian ini diperoleh secara langsung dari subyek
penelitian dilengkapi rekam medik yang merupakan arsip puskesmas kutawaluya
guna untuk melengkapi data primer maupun sekunder yang dilaksanakan selama
partisipan dilakukan tindakan.
3.5

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data peneliti tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar yang ditetapkan.
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data penelitian dengan
menggunakan cara observasi, wawancara studi literatur, subjek penelitian dan
dokumentasi.
3.4.1 Observasi
Observasi yang dilakukan dengan cara mengunjungi langsung tempat
penelitian yaitu UPTD Puskesmas Kutawaluya dan rumah Ny. R mengamati dan
mencatat hal- hal yang penting yang berhubungan dengan objek penelitian. Penelti
melakukan awal penelitian pada tanggal 27 maret 2015 sebagai observasi awal.
3.4.2

Wawancara
Wawancara yang bersifat terbuka dan lentur tidak terstruktur secara kaku,

sehingga bisa dilakukan berulang dengan informan yang sama. Wawancara ini
dilakukan oleh seorang pewawancara (peneliti) yang akan ditanyakan
menggunakan pedoman wawancara mendalam direkam dengan menggunakan alat
perekam suara agar tidak ada informasi yang tertinggal. Penggunaan alat perekam

19

ini dilakukan langsung oleh Ny. R, keluarga yang mendampingi saat bersalin dan
Bidan yang merujuk
3.4.3 Study Literatur
Study literatur ini dimaksudkan untuk mempelajari dari sumber kepustakaan
yang diperoleh baik dalam beberapa jurnal atau pun berupa buku dan internet
yang dapat membantu sebagai bahan referensi dalam hal-hal yang berhubungan
penyususnan penelitian analisis kejadian abortus komplit pada ny. R.
3.4.3 Mencatat dokumen
dokumentasi metrupakan teknik. pengumplan data dengan cara mempelajari
dokumen –dokumen penting yang berhubungan dengan penelitian yaitu bukubuku yang memuat tentang faktor-faktor resiko abortus, foto-foto maupun
rekaman audio. Dimaa foto-foto dan rekaman audio diambil dan didokumntasi
kan sendiri oleh peneliti.
3.5 Validasi Data
Uji validitas penelitian ini dilakukan dengan teknik triangulasi yaitu
Menggunakan informan yang berbeda-beda dengan melakukan observasi
langsung secara informal kemudian melakukan pencatatan dan merekam
dokumentasi
3.6 Teknik Analisa data
3.5.2

Pengumpulan Data
yaitu dengan mencatat dokumen rekam medik sebagai pelengkap data

yang sudah ada. Wawancara mendalam terhadap Ny. R, keluarga Ny. R dan Bidan
poned

20

3.5.3

Reduksi Data
Setelah melakukan wawancara mendalam terhadap informan kemudian

setiap data yang telah didapat dilakukan proses seleksi dari berbagai informasi
sehingga akan didapatkan penyederhanaan data yang terfokus dalam satu tujuan
penelitian.
3.5.4

Penyajian data dalam penelitian
Penelitian ini yaitu berbentuk narasi dengan dituangkan dalam bentuk

skema sehingga akan mempermudah memahami hasil.
3.5.5

Kesimpulan data : Memberikan kesimpulan dengan menyesuaikan tujuan
penellitian.

21