Komunikasi Massa Efek dan Contoh Kasusny

Komunikasi Massa Efek dan Contoh Kasusnya
Komunikasi Massa
Komunikasi Massa adalah suatu proses dimana komunikator-komunikator menggunakan media
untuk menyebarluaskan pesan-pesan secara luas dan terus menerus menciptakan makna-makna serta
diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan beragam dengan melalui berbagai cara.

Komunikasi Massa Menurut Para Ahli
·

·

·

·

Menurut Joseph A. devito dalam buku Pengantar Komunikasi Massa oleh Nurudin, M.Si.,
dia mengemukakan definisi komunikasi massa sebagai berikut:
“First,mass communication is communication addressed to masses, to an extremely large
science. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads
or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally
rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio

and/or visual transmitter. Mass communication is perhaps most easily and most logically
defined by its forms: television, radio, newspaper, magazines, films, books, and tapes.”
(komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak
yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau
semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak
berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan.
Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar
yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis
bila didefinisikan menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan
pita).
Menurut Bittner (Rakhmat,seperti yang disitir Komala, dalam karnilh, dkk.1999), yakni:
komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada
sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass
medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa
komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi sekalipun komunikasi itu
disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang
dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa,
maka itu bukan komunikasi massa. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah
radio siaran, dan televisi- keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan
majalah- keduanya disebut dengan media cetak; serta media film. Film sebagai media

komunikasi massa adalah film bioskop.
Menurut Gerbner (1967) “Mass communication is the tehnologically and institutionally
based production and distribution of the most broadly shared continous flow of messages in
industrial societes”. (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan
teknologi lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam
masyarakat indonesia (rakhmat, seperti yang dikutip Komala, dalam Karnilah, dkk.1999).
Menurut Meletzke, komunikasi massa diartikan sebagai setiap bentuk komunikasi yang
menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak
langsung dan satu arah pada publik yang tersebar (Rakhmat seperti yang dikutip dalam
Komala, dalam Karlinah. 1999).
William R. Rivers dkk. membedakan antara communication dan communications.

·

·

Communication adalah proses berkomunikasi. Communications adalah perangkat teknis
yang digunakan dalam proses komunikasi, e.g. genderang, asap, butir batu, telegram,
telepon, materi cetak, siaran, dan film.
Menurut Edward Sapir: Communication = proses primer, terdiri dari bahasa,

gestur/nonverbal, peniruan perilaku, dan pola perilaku sosial. Communications = teknikteknik sekunder, instrumen dan sistem yang mendukung proses komunikasi, e.g. kode
morse, telegram, terompet, kertas, pulpen, alat cetak, film, pemancar siara radio/TV.
Menurut Wright : “This new form can be distinguished from older types by the following
major characteristic: it is directed toward relatively large, heterogeneus, and anonymous
audiences; messages aretransmitted publicly, often-times to reach most audience member
simultaneously, and are transeint in character; the communicator tends to be, or to operate
whitin, a complex organization thet may involve great expense” (Rakhmat seperti yang
dikutip dalam Komala, dalam Karlinah. 1999).
Sumber: http://mbegedut.blogspot.com/2011/06/pengertian-komunikasi-massamenurut.html.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Karakteristik Komunikasi Massa
Ditujukan ke khalayak luas, heterogen, tersebar, anonym serta tidak mengenal batas

geografis dan kultural.
Bersifat umum bukan perorangan.
Penyampaian pesan berjalan secara cepat dan mampu menjangkau khalayak yang luas
dalam waktu yang relatif singkat.
Penyampaian pesan cenderung berjalan satu arah.
Kegiatan komunikasi dilakukan secara terencana, terjadwal dan terorganisasi.
Kegiatan komunikasi dilakukan secara berkala tidak bersifat temporer.
Isi pesan mencakup berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, dll.
* Media Komunikasi Massa
·
Surat kabar
·
Majalah
·
Televisi
·
Radio
·
Film
* Fungsi Sosial Media Massa

·
Pengawasan Lingkungan
·
Korelasi Sosial
·
Sosialisasi
·
Hiburan
·
Memberikan status sosial
·
Memperkokoh norma-norma sosial

* Fungsi Media Massa Bagi Individu
·
Pengawasan atau pencarian informasi
·
Pengembangan diri

·

Fasilitas dalam hubungan sosial
·
Subtitusi dalam hubungan sosial
·
Membantu melegakan emosi/afeksi
·
Sarana pealrian dari ketegangan dan keterasingan
·
Bagian dari kehidupan ritual rutin
* Daya Tarik Isi Pesan Media Massa
·
·
·
·
·
·
·
·
·


Novalty
Jarak dekat atau jauh
Popularitas
Konflik
Komedi
Seks dan keindahan
Emosi/Afeksi
Nostalgia
Human interest

Sumber: http://sinaukomunikasi.wordpress.com/2011/11/05/komunikasi-massa-definisikarakteristik-dan-fungsi/

Kasus

Bukti Baru Kasus Munir
indosiar.com, Jakarta - Mabes Polri akan segera menyerahkan bukti baru
kepada Kejaksaan Agung terkait kasus pembunuhan Aktivis HAM Munir. Polisi
menyatakan ada bukti baru bahwa seseorang telah bersama Munir saat transit
di Bandara Changi, Singapura. Orang tersebut diduga yang memasukan
racun arsenik kedalam minuman Munir.

Menurut Kabareskrim Komjen Pol.Bambang Hendarso Danuri bukti itu berupa
hasil penyelidikan zat kimia yang membunuh Munir yakni arsen. Mabes telah
mengirim sampel organ Munir ke Laboratorium LLC di Seattle Amerika
Serikat.
Hasilnya diketahui bahwa arsen yang digunakan meracuni Munir ada dua jenis
yakni jenis tiga dan lima yang jangka waktu bereaksinya antara setengah
hingga satu jam. Polri juga telah melakukan pra rekonstruksi dengan aparat
keamanan di Singapura dan menetapkan 3 TKP. Yakni tempat perencanaan
pembunuhan, Bandara Changi Singapura dan Pesawat Garuda.
Sementara itu mengenai dua tersangka baru berinisial IS dan RA Kabareskrim
menyatakan, bahwa RA adalah seorang wanita. Sebelumnya diduga RA adalah
Ramelgia Anwar yang telah ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2005
silam.
Sementara RA yang kini ditetapkan sebagai tersangka adalah orang baru dan
pernah diperiksa sebagai saksi oleh tim Penyidik Mabes Polri. Disinyalir RA
yang disebut Kabareskrim adalah Rohainil Aini, Chief Sekretaris Pilot Airbus
330. (Astrid Farma Putri/Sri Indro/Sup)
1.Efek Komunikasi Massa.

·

·
·
·
·

Menurut McLuhan, bentuk media saja sudah mempengaruhi kita. “The mediumis the
message,” ujar McLuhan. Medium saja sudah menjadi pesan. Ia bahkan menolak pengaruh
pengaruh isi pesan sama sekali (lihat: McLuhan, 1964). Yang mempengauhi kita bukan apa
yang disampaikan media, tetapi jenis media komunikasi yang kita bukan apa yang
disampaikan media, tetapi jenis media , tetapi jenis media komunikasi jita pergunakaninterpersonal, media cetak, atau televisi.
Teori McLuhan, disebut teori perpanjangan alat indra (sense extension theory),
menyatakan bahwa media adalah perluasan dari alat indra manusia; telepon adalah
perpanjangan teliga dan telivisi adalah perpanjangan mata. Seperti Gatutkaca, yang
mampu melihat dan mendengar dari jarak jauh, begitu pula manusia yang menggunakan
media massa. McLuhan menulis, “secra operasional dan praktis, medium adalah pesan. Ini
berarti bahwa akibat-akibat personal dan social dari media yakni karena perpanjangan diri
kita timbul karena skala baru baru yang dimasukkan pada kehidupan kita oleh perluasan
diri kita atau oleh teknologi baru media adalah pesan karena media membentuk dan
mengenedalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia.” (McLuhan, 1964: 2324)
Menurut Steven H. Chaffee Efek Media Massa ada 5 macam :

Efek ekonomis
Efek sosial
Efek pada penjadwalan kegitan
Efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu
Efek pada perasaan orang terhadap media
2.Efek Kognitif Komunikasi Massa
Wilbur Schramm (1977:13) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu yang
mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternative dalam situsai.
Misalkan, seorang insinyur genetis dating dan memberitahukan bahwa makhluk itu adalah
“chimera’, hasil perkawinan gen manusia dengan gen monyet. Ketidakpastian Anda
berkurang, dan alternative tindakan yang harus anda lakukan juga berkurang. Bila setelah
Anda tanyakan makhluk itu ternyata jinak dan cerdas, maka makin sedikit alternative
tindakan Anda. Sekarang realitas itu sekarang tampak sebagai gambaran yang mempunyai
makna. Gambaran tersebut citra (image), yang menurut Roberts (1977) “representing the
totality of all information about the world any individual has processed, organized, and
stored” (Menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang diolah, diorganisasikan,
dan disimpan indivudu).
Citra adalah peta anda tentang dunia. Tanpa citra anda akan selalu berada dalam
suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu
sesuai dengan raelitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Walter Lippman (1965)

menyebutnya “pictures in orur head”. Kita agak banyak mengulas tentang citra, sebelum
membicrakan efek kognitif komunikasi massa. “Komunikasi tidak
secara langsung menimbulkan perilaku tertentu”, ujar Roberts (1977), “tetapi cenderung
mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan; dan citra inilah
yang mempengaruhi cara kita berperilaku.” Demikian pula komunikasi massa.
Kita akan mulai menelaah efek kognitif komunikasi pada pembentukan dan
perubahan citra. Setelah itu, kita akan memperkenalkan teori Agenda Setting, yang
sebelumnya merupakan sofistifikasi (percanggihan, penguraian) dari pembentukan citra.
Akhirnya, akan kita laporkan efek prososial kognitif media massa, yakni bagaimana media

massa membantu khalayak mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan
keterampilan kognitif.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dalam media massa
Amerika, kelompok minoritas sering ditamoilkan dalam stereotip yang merendahkan: Orang
Negro bodoh, malas, dan curang; rang Indian liar dan ganas, orang Asia umumnya pekerja
kasar, seperti pelayan, tukang cuci, dan tukang masak; oang kulit putih tentu sering
muncuol sebagai “yang punya lakon” (U.S. Commision on Civil Rights, 1977). Dalam filmfilm Indonesia wanitia sering ditampilkan makhluk cengeng, senang kemewahan, dan
seringkali cerewet (Belum didasarkan pada penelitian empiris). Penampilan seperti itu, bila
dilakukan terus-menerus, akan menciptakan stereotip pada diri khalayak komunikasi massa
tentang orang objek atau lembaga.
Di sinilah bahaya media massa terasa. Para kritikus social memandang komunikasi
massa sebagai ancaman terhadap nilai dan rasionalitas manusia. Ernest van den Haag
(1958) menulis dengan tajam :
All mass media in the end elienate people from personal experience and, though apprearing
to offset it, intensify their moral isolation from each other, from reality and from themselves.
One may turn to the mass media when lonely or bored. But mass media, once they become
a habit, impair the capacity for meaningful experience. ( Semua media massa pada
akhirnya mengasingkan orang dari pengalaman personalnya, dan walaupun tampak
menggocangkannya, media massa memperluas isolasi moral sehingga mereka terasing
dari yang lain, dan realitas dari diri mereka sendiri. Orang mungkin berpaling pada media
massa bila ia kesepian atau bosan. Tetapi sekali media massa menjadi kebiasaan, media
massa dapat merusak kemampuan memperoleh pengalaman yang bermakna).
Menurut van den Haag dan kritikus social lainnya, media massa menimbulkan
depersonalisasi dan dehumanisasi manusia. Media massa menyajikan bukan saja realitas
kedua, tetapi karena distorsi, media massa juga “menipu” manusia; memberikan citra dunia
yang keliru. Dalam terminology C. Wright Mills, media massa memberikan rumus hidup
yang didasarkan pada “pseudoworld’ (dunia pulasan), yang tidak “attuned to the
development of thehuman being” (Mills, 1968)- yang dengan perkembangan manusia.
Lee Loevionger (1968) mengemukakan teori komunikasi yamg disebutnya sebagai
“reflective-projective theory”. Teori ini beranggapan bahwa media massa adalah cermin
masyarakat yang mencerminkan suatu citra yang ambigu menimbulkan tafsiran yang
bermacam-macam sehingga pada media massa mencerminkan citra khalayak, dan
khalayak mempproyeksikan citranya pada penyajiannya media massa.
Klapper, tokoh controversial yamg menumbangkan “The Power ful Media”, melihat
bukan saja media mempertahankan citra khalayak; media lebih cenderung
menyokong status qua ketimbang perubahan. Informasi dipilih yang sedapat mungkin tidak
terlalu menggoncangkan status qua. Roberts (1977) menganggap kecenderungan ini timbul
karena tiga hal :
1. Reporter dan editor memendang dan menafsirkan dunia sesuai dengan citranya tentang
realitas kepercayaan, nilai, dan norma. Karena citra itu disesuai dengan norma yang ada,
maka ia cenderung tidak melihat atau mengabaikan alternative lain untuk mempersepsi
dunia.
2. Wartawan selalu memberikan respons pada tekanan hal;us yang memrupakn
kebijsaksanaan pemimpin media.
3. Media massa cenderung menghindari hal-hal yang controversial, karena khawatir hal-hal
tersebut akan menurunkan volume khalayaknya. Audience share (andil khalayak)dikhawatir
direbutoleh media saingan. Dengan begitu, yang paling aman ialah menampilkan dunia

sependapat mungkin seoerti yang diharapkan oleh kebanyakan khalyak.
Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang
memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa. Misalnya selama beberapa
tahun orang-orang Amerika memendang Nixon sebagai seorang pemimpin yang baik,
sampai dua orang wartawan membongkar skandal Watergate. Mereka harus mengubah
citranya. Mereka memprotes dan Nixon jatuh.
4.Efek Afektif Komunikasi Massa
Efek Afektif Komunikasi Komunikasi mempunyai efek sebagai berikut :
·

Pembentukan dan Perubahan Sikap
Pada tahun, Joseph Klapper melaporkan hasil penelitian yang komprehensif tentang
efek media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap,
pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum :
1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh factor-faktor seperti predisposisi personal,
proses selektif, keanggotan kelompok (atau hal-hal yang dalam buku ini disebut factor
personal).
2. Karena factor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan
pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of
change).
3.Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas
sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisin
masalah kesisi yang lain.
4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang –bidang dimana
pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.
5.Komunukasi massa cukup afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah
baru bial tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Oskamp, 1977:149).

·

Rangsangan Emosional
Anda mungkin mengalami atau melihat orang lain pernah mengalami perasaan
sedih dan menangis terisak-isak ketika menyaksikan adegan yang mengharukan dalam
sandiwara televise atau film. Kita mengenal film-film “cengeng” yang mendramatisasikan
tragedi. Kita juga mengetahui novel-novel melankolis yang dimaksud untuk meneteskan air
mata pembacanya. Jutaan rakyat India menangis menyaksikan siaran kematian Indira
Gandhi; jutaan rakyat Iran meneteskan air mata ketika kematian Ayatullah Mutahhari
dipancarkan stasiun radio dan televise; dan jutaan rakyat Amerika tidak sanggup menahan
keharuan yang mendalam kerika penembakan Kennedy nmereka saksikan dilayar televisi.
Suasana emosional yang mendahului terpaan stimuli mewarnai respons kita pada stimuli
itu.
Ada bebarapa factor yang mempengaruhi intensitas emosional diantara :
1. Menurut Penelitian Murray, Lueba, Lucas, Shachter dan Wheeler (1962) menemukan
bahwa subjek penelitian yang telah diberi obat yang merangsang system saraf
simpatetisnya menganggap adegan komedi lebih lucu daripada subjek-subjek yang diberi
placebo (pil yang tidak mengundang apa-apa). Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa
respons anda pada film, sandiwara televise, atau novel akan dipengaruhi oleh suasana
emosional anda. Misalnya, film-film sedih akan sangat mengharukan Anda, setelah anda
sendiri mengalami kekecewaan sebelumnya. Adegan-adegan lucu menyebabkan anda

tertawa terbahak-bahak bila anda menonton nya setelah mendapat keuntungan yang tidak
disangka-sangka.
2. Skema kognitif, ini adalah semacam “naskah” pada pikiran kita yang menjelaskan “alur’
peristiwa. Kita tahu bahwa dalam film, ”yang punya lakon” akan menang pada akhirnya.
Karena itu, kita tidak terlalu cemas ketika pahlawan kita jatuh dari jurang. Kita menduga
pasti ia akan tertolong juga. Menurut Walter weiss (1969, V: 93), “ Kesadaran bahwa sang
pahlawan dalam kebanyakan cerita, cenderung memoderatkan goncangan emosional
ketika sang pahlawan ditempatkan dalam situasi berbahaya menakutkan”. Karena alasan
inilah, kita mungkin sangat kecewa ketika kita mengetahui pada akhir cerita Mr. Horn
memporak perandakan skema kognotif kita, yang terbentuk dari pengalaman kita.
3. Suasana terpaan (seting of exposure). Anda akan sangat ketakutan menonton film horror
bila anda menontonnya sendirian dirumah tua, ketika hujan lebat, dan tiang-tiang rumah
berderik. Beberapa penelitian yang dilaporkan Weiss menunjukkan bahwa anak
mempengaruhi emosi Anda pada waktu memberikan respons. Ketakutan, juga emosi
lainnya, memang mudah menular.
4. Faktor predisposisi individual mengacu pada karakteristik khas individu. Orang yang
melankolis cenderung menanggapi tragedy lebih terharu daripada orang periang.
Sebaliknya orang periang akan lebih terhibur oleh adegan lucu daripada orang melankolis.
5. Faktor indentifikasi menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang
ditamoilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penonton, pembaca, atau pendengar
menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia ikut merasakan apa yang dirasakan tokoh .
karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa; ketika
identifikasi berhasil itu kalah, ia ikut gembira. Mungkin juga kita menganggap seorang tokoh
dalam televise atau film sebagai lawan kita. Yang terjadi sekrang ialah disidentifikasi. Dalam
posisi seperti ini, kita gembira bila diindentifikan celaka, dan jengkel bila ia berhasil .
Semuanya ini menunjukkan bahwa makin tinggi identifikasi (atau disidentifikasi) kita dengan
tokoh yang disajikan, makin besar intensitas emosional pada diri kita akibat terpaan pesan
media massa.
·

Rangsangan Seksual
Sejenis rangsangan emosional yang banyak dibicarakan orang adalah rangsangan
seksual akibat adegan-adegan merangsang dalam media massa. Bahan-bahan erotis
dalam televise, film, majalah, buku, dan sebagainya, biasanya disebut “pornografi”. Karena
istilah ini terlalu abstrak , beberapa orang ahli menggunakan istilah SEM (sexually explicit
materils0 atau erotica (Tan, 1981 : 231-242). Diduga oleh kebanyakan orang dan diyakini
oleh sejumlah orang bahwa erotica merangsang gairah seksual, meruntuhkan nilai-nilai
moral, mendorong orang gila seks, atau menggalakkan perkosaan.
Menurut Lembaga The Commission on Obscenity and Pornography di Amerika Serikat
menyimpulkan penelitiannya bahwa terpaan erotika, walaupun singkat bias membangkitkan
gairah seksual pada kebanyakan pria dan wanitia; disamping itu ia juga menimbulkan
reaksi-reaksi omosional lainnya seperti “resah”, “impulsive”, dan “gelisah”.
Stimuli erotis adalah stimuli yang membangkitkan gairah seksual internal dan eksternal.
Stimuli internal ialah perangsang yamg timbul dari mekanisme dalam tubuh organisme,
misalnya pada binatang ialah adanya perubahan hormonal pada bulan-bulan tertentu yang
merupakan musim berkelamin. Stimuli eksternal merupakan petunjuk-petunjuk (cues) yang
bersifat visual, berupa bau-bauan (olfactory), sentuhan (tactual), atau gerakan (kinesthetic).

Manusia juga dapat terangsang karena imajinasi. Byrne dan Lamberth melakukan
eksperimen untuk meneliti kekuatan beberapa stimuli erotis, dan gambar-gambar erotis.
Seringkali efek imajinasi ini dibantu oleh memori yang ada. Stimuli erotis pada media
massa menimbulkan tingkat rangsangan yang berlainan bagi orang yang mempunyai
pengalaman yang berbeda. Griffitt (1975) menunjukkan bahwa makin banyak pengalaman
seksual seseorang, makin mudah ia terangsang oleh adegan-adegan seksual. I pula
bahwa pada wanita hubungan antara pengalaman dan rangsangan itu sangat menonjol.
Pornografi tidak cukup didefinisikan sebagai gambar-gambar atau adegan-adegan yang
merangsang, sebab rangsangan sangat tergantung pada orangnya. Tetapi beberapa orang
peneliti telah menemukan foto-foto atau adegan-adegan yang secara universal
menimbulkan rangsangan seksual yang kuat. Baron dan Bryne (1979) melaporkan,
beberapa penelitian, baik di Amerika maupun di Jerman, yang menunjukkan hal-hal
tertentu. Misalnya, mereka mengutip penelitian Schmidt dan Sigusch yang
mengunakan slides, sejak slides yang mengambarkan orang yang berciuman sampai
coitus. Berbagai gambar ternyata menunjukkan tingkat rangsangan seksual yang berbeda.
4.Efek Behavioral Komunikasi Massa
Pada waktu membicarakan efek kehadiran media massa, secara sepintas kita juga
telah menyebutkan efek behavioral seperti pengalihan kegiatan dan penjadwalan pekerjaan
sehari-hari. Disitu, kita melihat pada media massa semata-mata sebagai benda fisik. Disini,
kita meneliti juga efek pesanmedia massa pada media massa pada perilaku khalayak.
Perilaku meliputi bidang yang luas; yang kita pilih dan yang paling sering dibicarakan ialah
efek komunikasi massa pada perilaku social yang diterima (efek prososial behavioral) dan
pada perilaku agresif.
Efek Prososial Behavioral
Salah satu perilaku prososial ialah memilki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan
bagi orang lain. Keterampilan seperti ini biasanya diperoleh dari saluran-saluran
interpersonal: orang tua, atasan, pelatih, atau guru.
Teori psikologi yang dapat menjelaskan efek prososial media massa adalah teori belajar
social . kita belajar bukan saja dari pengalamn langsung, tetapi dari peniruan atau
peneladanan (modeling) perilaku merupakan hasil factor-faktor kognitif dan lingkungan.
Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara
stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.(Bandura: 28)
Agresi sebagai Efek Komunikasi Massa
Menurut teori beljar social dari bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamati;
stimuli menjadi teladan untuk perilakunya. Orang belajar bahasa Indonesia yang baik
setelah mengamatinya dalam televise. Wanita juga meniru potongan rambut Lady Di yang
disiarkan dalam media massa. Selanjutnya, kita juga dapat menduga bahwa penyajian
cerita atau adegan kekerasan dalam media massa akan menyebabkan orang melakukan
kekerasan pula; dengan kata lain, mendorong orang menjadi agresif.
Secara singkat, hasil penelitian tentang efek adegan kekerasan dalam film atau televise
dapat disimpulkan pada tiga tahap:
1. Mula-mula penonton mempelajari metode agresi setelah melihat contoh (observational
learning);
2. Selanjutnya, kemampuan penonton untuk mengendalikan dirinya
berkurang (disinhibition)
3. Akhirnya mereka tidak lagi tersentuh oleh orang yang menjadi korban

agresi(desensitization). Jadi, film kekerasan mengajarkan agresi, mengurangi kendali moral
penontonnya, dan menumpulkan perasaan mereka.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2