Laporan praktikum metode Kirbiy Bauer da

PENGUJIAN SENSITIVITAS BAKTERI TERHADAP
ANTIBIOTIC : METODE KIRBY-BAUER DAN METODE MIC

Oleh :
Nama
NIM
Kelompok
Rombongan
Asisten

: Silviyatun Ni’mah
: B1J013016
:2
:I
: Tedi Septiadi

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO
2015

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroorganisme adalah makhluk hidup yang memiliki aktivitas untuk tumbuh dan
berkembang. Kadang kala pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme tersebut dapat
terganggu akibat pengaruh dari luar maupun dari mikroba itu sendiri. Salah satu pengaruh
yang paling berkompeten adalah senyawa antimikroba. Antimikroba adalah senyawa yang
dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme (Gobel, 2008). Zat antimikroba

merupakan suatu senyawa berupa komponen alami semisintetis atau sintetis yang
dapat membunuh mikroorganisme atau menghambat mikroorganisme. Antibiotik
adalah senyawa kimia organik yang dihasilkan oleh mikroba dan memiliki berat
molekul rendah. Senyawa tersebut akan menghambat pertumbuhan bakteri dalam
konsentrasi yang rendah. Antibiotik akan menghambat membran sel, sintesis asam
amoni, sintesis protein dan menghambat dinding sel (Soekardjo, 1995).
Menurut Soekardjo (1995), suatu antibiotik dikatakan ideal apabila memenuhi
syarat-syarat berikut:
1.


Mempunyai

kemampuan

untuk

mematikan

atau

menghambat

pertumbuhan

mikroorganisme secara luas.
2.

Tidak menyebabkan terjadinya resistant terhadap mikroorganisme patogen.


3.

Tidak menimbulkan efek samping yang buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan
saraf, iritasi lambung dan sebagainya.

4.

Tidak mengganggu keseimbangan flora normal, seperti flora usus atau flora kulit.
Menurut Erlindawati (2015), kemampuan antibiotik dalam melawan bakteri dapat

diukur menggunakan dua metode, yaitu :
a.

Metode konvensional, contohnya dilusi (agar atau kaldu), difusi (Kirby-Bauer) dan

b.

Etest.
Metode komersial. Contoh metode komersial menurut Singleton (2006), yaitu:
1. Metode mikrodilusi perbenihan cair (broth microdilution methods). Secara umum

metode ini didesain untuk inokulum tertentu dan diinkubasi pada kondisi sesuai
petunjuk penggunaan, biasanya untuk pembacaannya memerlukan alat semi
otomatis.
2. Agar dilusi derivatif (agar dilution derivations). Penanaman bakteri pada metode ini
dimulai dari tepi perbenihan dengan satu goresan tegak lurus. Difusi antibiotik akan
tampak zona hambat dari konsentrasi tinggi (pusat lingkaran) ke rendah (tepi).
3. Difusi pada agar derivatif (diffusion in agar derivations). Metode ini digunakan
untuk perbenihan Muller Hinton dengan strip antibiotik yang diletakkan di atasnya
secara melingkar.

4. Sistem pengujian otomatis (automated antimicrobial susceptibility test system).
Contoh metode pengujian otomatis ini adalah Vitek legacy system dan vitek 2
system. Persiapan inokulum dan penanamam bakteri pada metode ini dilakukan
secara otomatis. Cara pembacaan dan interpretasi kategori menggunakan sistem
algoritma.
5. Metode pengujian alternatif dan suplemen. Metode pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui mekanisme resistantsi.
6. Metode yang langsung mendeteksi mekanisme resistantsi spesifik.
7. Metode dengan pengukuran antimikroba berdasarkan keberadaan mekanisme
khusus,


misalnya

berdasarkan

metode

fenotip,

deteksi

asetil-transferase

chloramphenicol.
8. Metode khusus untuk mendeteksi kompleks interaksi antimikroba organisme.
9. Tes kombinasi aktivitas antimikroba.
10. Spiral Gradient Endpoint Test (SGE), merupakan uji kepekaan pada satu agar terdiri
dari 15 suspensi mikroba yang digoreskan secara swab dengan arah memutar melalui
beberapa konsentrasi. Teknik ini digunakan untuk menghilangkan keterbatasan
metode konvensional dimana setiap media agar hanya satu konsentrasi, menghemat

waktu dan bahan karena satu plate SGE sama dengan 8 plate pada metode
konvensional. Metode ini membutuhkan software untuk menghitung konsentrasi
sebenarnya dari setiap mikroba yang dihambat pertumbuhan.

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini yaitu melakuakn uji sensitivitas senyawa antagonis
secara kualitatif dan kuantitatif.

II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan pada acara praktikum kali ini yaitu cawan petri,
tabung reaksi, rak tabung, jarum inokulasi, kertas cakram diameter 6 mm yang
mengandung 8 macam antibiotik, penggaris, forsep, drugalski, kertas label/spidol
transparansi, microwell plate (24 well), pipet.
Bahan-bahan yang digunakan pada acara praktikum kali ini yaitu kultur
bakteri Gram Negatif (Escherichia coli), bakteri Gram Positif (Staphylococcus
aureus), akuades, medium Nutrient Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB), etanol,
larutan blanko 5 mL steril, larutan blanko 9,9 mL steril, amoxicilin, eritromisin.
B. Metode
Metode Uji Kualitatif Kirby-Bauer:

1. Disiapkan masing-masing satu biakan pour plate Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus.
2. Cawan petri dibagi enjadi dua bagian, masing-masing bagian tersebut untuk ekdua
jenis Antibiotic yang digunkan yaitu amoxicillin dan eritromysin.
3. Setiap bagian diberi satu kertas cakram yang mengandung antibiotik di bagian
tengahnya. Pengujian dilakukan pada biakkan E. coli dan S. aureus.
4. Cawan uji diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24-48 jam.
5. Setelah masa inkubasi, diukur zona penghambatan yang terbentuk pada masingmasing antibiotik terhadap biakan bakteri S. aureus dan E. coli.
6. Hasil pengukuran dibandingkan dan ditentukan dengan

standar

zona

penghambatan dari maing-masing antibiotik dan ditentukan pengaruh sensitivitas,
resisten, dan intermediet dari bakteri uji terhadap masing-masing antibiotik.
Metode Minimum Inhibitory Concentration (MIC):
1.

Secara aseptis 0,8 mL medium NB dimasukkan ke dalam tiap sumuran dalam 24


2.

sumuran microwell plate steril.
Setiap kultur ditambahkan 0,1 mL ke dalam 9,9 mL larutan blanko steril

3.

sehingga diperoleh pengenceran 10-2.
Sebanyak 0,1 mL pengenceran 10-2 dari S. aureus ditambahkan ke dua baris 6

4.

sumuran, sehingga diperoleh baris A dan baris B diinokulasi dengan S. aureus.
Pekerjaan yang sama dilakukan inokulasi E.coli terhadap dua baris 6 sumuran

5.

yang lain, sehingga diperoleh baris C dan D diinokulasi dengan E.coli.
Disiapkan pengenceran masig-masing Antibiotic sehingga diperoleh konsentrasi

640, 320, 160, 80, 40 , dan 20 μg/mL. pengenceran dibuat dengan cara: 64 mg

antibiotik ditambahkan ke dalam 10 mL air steril, dikocok agar larut. Kemudian
ditambahkan 1 mL larutan ini ke 9 mL air steril untuk menghasilkan konsentrasi
640 μg/mL. sebanyak 5 mL larutan ini ke 5 mL air steril untuk mendapatkan
6.

konsentrasi 320 μg/mL. Dmikian seterusnya untuk konsentrasi lainnya.
Sebanyak 0,1 mL larutan amoxicillin ditambahkan ke baris A dan C dengan
urutan konsentrasi tertinggi A1 dan C1 dan konsentrasi terendah pada A6 dan

7.

C6.
Pekerjaan yang sama dilakukan untuk larutan eritromicyn terhadap baris B dan
D, dengan konsentrasi tertinggi pada B1 dan D1 sedangkan konsentrasi terendah
pada B6 dan D6. Dengan menambahkan 0,1 mL ke 0,9 mL maka akan diperoleh

8.
9.


baris dengan konsentrasi antibiotik 640, 320, 160, 80, 40, dan 20 μg/mL.
Plate diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam.
Setelah masa inkubasi, setiap sumuran diamati terjadinya kekeruhan. Bila
terbentuk kekeruhan/terjadi pertumbuhan menunjukkan bahwa organisme
resisten terhadap antibiotik pada konsentrasi yang dicobakan. Pencatatan:

pertumbuhan + dan pertumbuhan -.
10. Dari hasil pengamatan dapat ditentukan konsentrasi minimum (MIC) setiap
antibiotik terhadap spesies bakteri. MIC diinterpretasikan pada sumuran pertama
yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan dan bukan pada sumuran terakhir
dimana pertumbuhan terjadi.

B. Pembahasan
Menurut Erlindawati et al. (2015), antibiotik salah satu contoh produk
metabolit sekunder yang dihasilkan suatu organisme tertentu dalam jumlah
sedikit dan bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain. Bagi bakteri,
senyawa metabolit sekunder tersebut digunakan untuk pertahanan diri dalam
menghadapi lingkungan yang kurang menguntungkan.


Berdasarkan toksisitas

selektifnya, senyawa antibiotik dapat bersifat bakteriostatik dan bakteriosidal.
Kelompok pertama menghambat pertumbuhan atau perkembangan bakteri,
sedangkan kelompok kedua bekerja mematikan bakteri. Bakteriosidal merupakan
antibiotik yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau permeabilitas
membran, sedang bakteriostatik adalah antibiotik yang bekerja pada sintesis protein.
Antibiotik dalam melakukan efeknya harus dapat mempengaruhi bagianbagian vital sel seperti membran

sel, enzim-enzim dan protein struktural.

Menurut Usmiati (2012), cara kerja senyawa antibiotik dalam melakukan efeknya
terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut :
1.

Menghambat metabolisme sel
Mikroba

membutuhkan

asam

folat

untuk

kelangsungan

hidupnya.

Mikroba patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino
benzoat (PABA) untuk hidupnya Antibiotik seperti sulfonamide secara
struktur mirip dengan PABA, asam folat dan akan berkompetisi dengan
PABA untuk membentuk asam folat. Jika senyawa antibiotik yang menang
bersaing dengan PABA, maka akan terbentuk asam folat non fungsional
yang akan mengganggu kehidupan mikroorganisme. Contoh antibiotik yang
bekerja dengan mekanisme ini adalah Sulfonamid, trimetoprim, asam paminosalisilat.
2.

Menghambat sintesis dinding sel
Antibiotik golongan ini dapat menghambat biosintesis peptidoglikan,
sintesis

mukopeptida

atau

menghambat

sintesis

peptida

dinding

sel,

sehingga dinding sel menjadi lemah dan karena tekanan turgor dari dalam,
dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri akan mati. Contoh
antibiotik yang bekerja dengan mekanisme ini adalah penisilin, sefalosporin,
sikloserin, vankomisin, basitrasin dan antifungi golongan Azol.
3.

Menghambat sintesis protein
Sel mikroba memerlukan sintesis berbagai protein untuk kelangsungan
hidupnya. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA
dan tRNA. Ribosom bakteri terdiri atas dua subunit yang berdasarkan
konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 3OS dan 5OS. Supaya
berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada
pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS. Antibiotik akan menghambat
reaksi transfer antara donor dengan aseptor atau menghambat translokasi t-

RNA peptidil dari situs aseptor ke situs donor yang menyebabkan sintesis
protein terhenti. Contoh antibiotik yang bekerja dengan mekanisme ini adalah
chloramphenicol, tetrasiklin, erythromycin, klindamycin dan pristinamycin.
4.

Menghambat sintesis asam nukleat
Contoh antibiotik yang bekerja dengan mekanisme ini adalah kelompok
rifamphycin dan golongan kuinolon. Salah satu derivat rifamphycin yaitu
rifampisin berikatan dengan enzim polimerase-RNA (pada subunit), sehingga
menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut

5. Mengganggu keutuhan membran sel
Polimyxin dan golongan polien serta berbagai kemoterapeutik lain seperti
antiseptik surface active agents merupakan senyawa antimikroba yang dapat
mengganggu keutuhan membrane sel mikroba. Polimyxin sebagai senyawa
amonium-kuartener dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan
fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Polimyxin tidak efektif
terhadap bakteri Gram positif karena jumlah fosfor bakteri ini rendah.
Bakteri Gram negatif menjadi resistant terhadap polimyxin ternyata jumlah
fosfornya menurun.
Menurut Stringer (2006), antibiotik memiliki mekanisme kerja terhadap
bakteri, diantaranya yaitu:
1. Menghambat sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik
dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan
menghambat tahap-tahap sintesis protein.
2. Menghambat sintesis dinding sel bakteri memiliki efek bakterisidal dengan cara
memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel.
Contohnya antara lain golongan β-Laktam seperti penisilin, sefalosporin,
karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti
vancomysin, basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin.
3. Menghambat sintesa folat mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti
sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi
harus membuat asam folat dari PABA (asam para amino benzoat), dan glutamat.
Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat
menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk
senyawa-senyawa antimikroba.

4. Mengubah permeabilitas membran sel memiliki efek bakteriostatik dan
bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran dan oleh karena
hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis.
5. Mengganggu sintesis DNA mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti
metronidasol,

kinolon,

novobiosin.

Obat-obat

ini

menghambat

asam

deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis DNA.
Menurut Pelczar dan Chan (1986) beberapa hal yang mempengaruhi kerja
antibiotik adalah sebagai berikut :
1.

Konsentrasi atau intensitas antibiotik
Semakin tinggi konsentrasi antibiotiknya, maka semakin banyak bekteri yang
akan terbunuh dan lebih tepat bila konsentrasi senyawa tersebut lebih tinggi.

2.

Jumlah mikroorganisme
Semakin banyak jumlah mikroorganisme yang ada, maka semakin banyak
pula waktu yang diperlukan untuk membunuhnya.

3.

Suhu
Kenaikan suhu dapat meningkatkan keefektifan senyawa antibiotik. Hal ini
disebabkan senyawa kimia dapat merusak mikroorganisme melalui reaksi kimia
dan laju reaksi kimia dapat dipercepat dengan meninggikan suhu.

4.

Spesies mikroorganisme
Spesies mikroorganisme menunjukkan

ketahanan yang berbeda-beda

terhadap suatu bahan kimia tertentu.
5.

Adanya bahan organik .
Adanya bahan organik asing dapat dapat menurunkan keefektifan zat
antibiotik dengan cara menonaktifkan bahan kimia tersebut, misalnya bakteri
Enterococcus sp. yang mampu menggunakan timin dan asam folat hasil
metabolisme untuk menghindari pengaruh aktivitas sulfoamida dan trimetroprim
yang dihambat oleh jalur metabolik asam folat.
Erythromycin adalah antibiotik yang dikelompokkan ke dalam golongan

makrolida yang bersifat bakteriostatik atau bakteriosidal, tergantung dari jenis bakteri
dan kadarnya dalam darah (Rahman, 2011). Mekanisme aksi Erythromycin adalah
dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dengan jalan berikatan secara
reversible dengan ribosom subunit 50 S. Antibiotik ini memiliki spektrum cukup luas
terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes dan
Streptococcus pneumoniae) dan Gram negatif (Haemophilus influenzae, Pasteurella

multocida, Brucella dan Rickettsia) maupun mikoplasma (Chlamydia), namun tidak
memiliki aktivitas terhadap virus, ragi ataupun jamur (Katzung et al., 2014).
Eritromisin adalah macrolide antibiotika yang memiliki sifat anti mikroba
dengan spektrum lebih luas dari penisilin. Antibiotik ini sering digunakan untuk
orang-orang yang alergi terhadap penisilin, infeksi saluran pernapasan. Eritromisin
bertindak dengan menembus membran sel bakteri dan

mengikat ribosom pada

subunit 50 bakteri atau situs donor. Sehingga pengikatan tRNA ke situs donor
diblokir (Shweta, et al., 2012). Amoxycilin merupakan antibiotik yang umum
digunakan untuk menonaktifkan bakteri penyebab penyakit. Amoxycillin merupakan
antibiotik golongan penicillin yang mekanisme kerjanya dengan jalan merusak
sintesis dinding sel bakteri. Antibiotik ini efektif untuk bakteri H. Influenzae, N.
Gonorrhoea, E. Coli, Pneumonia, Streptococcus dan beberapa Staphylococcus
(Pelczar dan Chan, 2005).
Menurut Singleton (2006), salah satu metode konvensional yang digunakan
untuk menentukan sensitivitas bakteri adalah metode difusi kertas cakram. Metode
ini merupakan metode pengujian sensitivitas bakteri secara kualitatif. Menurut
Cappucino dan Sherman (1983), metode kertas cakram merupakan metode yang
biasa digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba suatu antibiotik terhadap
mikroorganisme patogen penyebab penyakit. Metode ini lebih dikenal dengan
metode Kirby-Bauer. Inokulum bakteri pada metode ini ditanam secara merata pada
permukaan agar. Kertas cakram yang mengandung antibiotik diletakkan pada
permukaan agar dan dibiarkan berdifusi ke dalam media sekitarnya. Hasilnya dilihat
zona hambat antibiotik terhadap pertumbuhan bakteri. Ukuran zona jernih tergantung
kepada kecepatan difusi antibiotik, derajat sensitivitas mikroorganisme dan
kecepatan pertumbuhan bakteri. Zona hambat cakram antibiotik pada metode difusi
berbanding terbalik dengan MIC, semakin luas zona hambat maka semakin kecil
konsentrasi daya hambat minimum MIC. Adanya zona hambat pada media
menunjukkan aktivitas antibiotik dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Metode Kirby-Bauer atau kertas cakram memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dari metode ini adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan
khusus dan relatif murah, sedangkan kelemahannya adalah ukuran zona bening yang
terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi serta
ketebalan medium. Apabila keempat faktor tersebut tidak sesuai maka hasil dari
metode kertas cakram relatif sulit untuk diintepretasikan. Selain itu, metode kertas

cakram ini tidak dapat diaplikasikan pada mikroorganisme yang pertumbuhannya
lambat dan mikroorganisme yang bersifat anaerob obligat (Hastowo, 1992).
Resistant adalah kemampuan dari bakteri atau mikroorganisme lain untuk
menahan efek antibiotik. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri dapat merubah
diri sedemikian rupa hingga dapat mengurangi efektivitas dari suatu obat, bahan
kimia ataupun zat lain yang sebelumnya dimaksudkan untuk menyembuhkan atau
mencegah penyakit infeksi. Akibatnya bakteri tersebut tetap dapat bertahan hidup &
bereproduksi sehingga makin membahayakan. Menurut Soleha (2015), resistensi
bakteri dapat terjadi melalui mekanisme berikut ini:
1.
2.
3.
4.
5.

Pengurangan akses antibiotik ke target porin pada membran luar.
Inaktivasi enzim β-lactamase.
Modifikasi atau proteksi target resistantsi terhadap β-lactamase.
Kegagalan aktivasi antibiotik.
Efluks aktif antibiotik.
Pengenceran antibiotik pada metode MIC dilakukan dengan penurunan

setengah konsentrasinya. Wellplate diinkubasi pada suhu 370C selama 2 x 24 jam dan
diamati terjadinya kekeruhan pada well. Konsentrasi terendah antibiotik pada
masing-masing well ditunjukan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak
ada pertumbuhan mikroba) (Singleton, 2006). Menurut Soleha (2015), metode dilusi
seperti metode MIC memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode ini
adalah memungkinkan penentuan sensitivitas antibiotik secara kualitatif dan
kuantitatif dilakukan bersama-sama. MIC dapat membantu dalam penentuan tingkat
resistensi dan dapat menjadi petunjuk penggunaan antibiotik. Kekurangan metode ini
adalah tidak efisien karena pengerjaannya yang rumit, memerlukan banyak alat dan
bahan serta dalam pengerjaannya memerlukan konsentrasi antibiotik yang bervariasi.
Berdasarkan hasil pengamatan uji sensitivitas bakteri menggunakan metode
Kirby-Bauer didapatkan zona jernih pada S. aureus baik menggunakan antibiotik
Amoxycilin dan Erythromycin lebih besar dengan zona bening yang dihasilkan oleh
E. coli. Hasil interpretasi zona jernih E.coli

pada kelompok 1,3 dan 5 baik

menggunakan amoxycilin maupun erythromycin adalah resistant. Zona bening S.
aureus pada kelompok 2, 4 dan 6 menggunakan amoxycilin secara berturut-urut
adalah susceptible, intermediet dan susceptible. Sensitivitas bakteri S.aureus pada
antibiotik erythromycin kelompok 2 dan 4 adalah resistant, sedangkan pada
kelompok 6 susceptible.

Berdasarkan hasil pengamatan uji sensitivitas bakteri menggunakan metode
MIC, konsentrasi terendah penghambatan bakteri pada kelompok 1 dengan isolat S.
aureus menggunakan antibiotik amoxycilin adalah 80 µg (susceptible), sedangkan
E.coli 160 µg (susceptible), pada antibiotik erythromycin baik S.aureus maupun
E.coli hasilnya adalah resistant. Konsentrasi terendah penghambatan bakteri pada
kelompok 2 dengan isolat S. aureus maupun E.coli menggunakan antibiotik
amoxycilin adalah 40 µg (susceptible), sedangkan konsentrasi hambat terendah pada
S.aureus dengan antibiotik erythromycin adalah 20 µg, sedangkan pada E.coli 640
µg. Hasil kelompok 3 menggunakan antibiotik amoxycilin baik pada S.aureus
maupun E.coli hasilnya susceptible. Konsentrasi antibiotik terendah dalam
penghambatan S.aureus yaitu 80 µg, E.coli 160 µg, sedangkan pada antibiotik
erythromycin baik pada S.aureus maupun E.coli hasilnya resistant. Konsentrasi
terendah penghambatan bakteri pada kelompok 4 dengan isolat S. aureus
menggunakan antibiotik amoxycilin adalah 320 µg (susceptible), sedangkan E.coli
160 µg (susceptible), pada antibiotik erythromycin baik S.aureus maupun E.coli
konsentrasi hambat terendahnya adalah 320 µg. Konsentrasi terendah penghambatan
bakteri pada kelompok 5 dengan isolat S. aureus menggunakan antibiotik amoxycilin
adalah 40 µg (susceptible), sedangkan E.coli 160 µg (susceptible), pada antibiotik
erythromycin S.aureus hasilnya resistant dan E.coli susceptible dengan konsentrasi
hambat terendahnya adalah 640 µg. Konsentrasi terendah penghambatan bakteri pada
kelompok 6 dengan isolat S. aureus menggunakan antibiotik amoxycilin adalah 80
µg (susceptible), sedangkan E.coli 160 µg (susceptible), pada antibiotik
erythromycin baik S.aureus maupun E.coli hasilnya adalah resistant. Resistant
dikategorikan apabila medianya keruh, sedangkan susceptible dikategorikan apabila
medianya jernih.
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
(kokobasil) berukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm. E.coli memiliki flagel dan beberapa
strain memiliki kapsul. E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa
dipakai di laboratorium mikrobiologi. E. coli bersifat mikroaerofilik. E. coli bersifat
aerob dan juga fakultatif anaerob serta dapat memfermentasi laktosa (Levinson,
2004). Beberapa strain E. coli menghasilkan hemolisis agar darah (Jawetz et al.,
2005).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bola
dengan diameter 1 μm yang tersusun dalam bentuk cluster yang tidak teratur seperti

anggur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad dan berbentuk rantai juga tampak dalam
biakan cair. S.aureus bersifat patogen, nonmotil dan memproduksi katalase. .
S.aureus tumbuh baik dalam kaldu pada suhu 37°C. Batas-batas suhu
pertumbuhannya ialah 15°C dan 40°C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah
35°C, bakteri ini bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang
hanya mengandung hidrogen dan pH optimum untuk pertumbuhan ialah 7,4 (Jawetz
et al., 2005).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Uji sensitivitas bakteri secara kualiatatif dapat dilakukan dengan menggunakan
metode difusi kertas cakram (Kirby-Bauer), sedangkan uji sensitivitas bakteri
secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode MIC.
2. Hasil yang diperoleh pada uji sensitivitas menggunakan metode Kirby-Bauer
yaitu E.coli lebih resistant daripada S.aureus baik pada antibiotik amoxycilin

maupun erythromycin, begitupun dengan metode MIC yaitu E.coli rata-rata lebih
resistant dibandingkan dengan S.aureus yang susceptible.
B. Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah antibiotik yang digunakan lebih
bervariasi.

DAFTAR REFERENSI
Cappuccino, J. G., & Sherman N. 1983. Microbiology A Laboratory Manual. New
York: Addison-Wesley Publishing Company.
Gobel, Risco. 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Makassar: Universitas
Hasanuddin,
Erlindawati, Puji A., & Afghani J. 2015. Identifikasi dan Uji Aktivitas Antibakteri
dari Tiga Isolat Tanah Gambut Kalimantan Barat. JKK. 4 (1): 12-16.
Soleha, T.U. 2015. Uji Kepekaan terhadap Antibiotik. Juke Unila . 5 (9): 118-123.
Usmiati, S. 2012. Daging Tahan Simpan dan Bakteriosin. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 34 (2): 12-14.
Jawetz, E. Melnick, J. Adelberg. E. 1995. Mikrobiologi untuk Kedokteran. ECG:
Jakarta.

Katzung, Bertram G et al. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Pelczar, M.J., E.C.S. Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta
Shweta, K., K. Ganesh, K. Preeti. 2012. Development and in-vitro characterization of
ocular insert containing erythromycin. International Research Journal Of
Pharmac 3(8):246-250.
Soekardjo, S., B. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press, Jakarta.
Stringer, J.L. 2006. Konsep Dasar Farmakologi Panduan untuk mahasiswa,
terjemahan oleh Huriawati Hartanto. Jakarta : EGC