RANCANGAN MESIN PEMBUAT KUE TRADISIONAL ( KUE KARAH ) SECARA ERGONOMI ( Studi Kasus Di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat) - Repository utu

RANCANGAN MESIN PEMBUAT KUE TRADISIONAL

  ( KUE KARAH ) SECARA ERGONOMI ( Studi Kasus Di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat)

TUGAS AKHIR

  Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Teknik Pada Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

  Disusu Oleh : Nama : Khairul Anwar Nim : 07C10207021 Bidang : Manajemen Rekayasa & Sistem Produksi

  J U R U S A N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K U N I V E R S I T A S T E U K U U M A R M E U L A B O H 2 0 1 4

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Usaha kecil di bidang makanan ringan semangkin berkembang dan terbukti mampu mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Namun, industri skala kecil banyak sekali mengalami permasalahan khususnya dalam proses pembuatan produknya. Proses produksi secara manual sering kali kita temukan dalam industri rumah tangga, ( Sagala, A. Baginda, 2012 ).

  Menjalankan suatu pengembangan usaha tentu akan menghadapi beberapa resiko permasalahan yang dapat mempengaruhi hasil usahanya tersebut, apabila tidak diantisipasi maka bisa saja resiko permasalahan itu terjadi. Permasalahan itu terdapat dari faktor internal dan eksternal. (ya .com, 2011).

  Resiko permasalahan internal, dalam menjalankan usaha pada setiap suatu kelompok usaha kecil, dibutuhkan suatu perangkat untuk mendukung jalanya usaha tersebut yaitu sumber daya manusia (SDM) yang handal sesuai dengan kebutuhan. Hubungan lingkungan kerja yang aman dan nyaman patut diperhatikan sehingga menjadi timbal balik dengan lingkungan fisik dan ekosistem yang kondusif.

  Resiko permasalahan eksternal, kemajuan teknologi dapat membantu pihak pengelola dalam hal meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Apabila pihak produsen kurang memanfaatkan perkembangan teknologi , maka secara

  2 tidak langsung akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi, yang pada akhirnya akan kalah dalam bersaing dipasar, ya .com, 2011).

  Jenis-jenis kue tradisional Aceh, sangat banyak di jumpain di kota-kota besar di Aceh yang bergerak dalam bidang industri kecil rumah tangga, dari kue kering hingga kue basah diantaranya adalah kue kembang loyang, kue sepit, kue bhoi, kue lempat, pisang sale, hingga kue karah, kue tradisional aceh yang cukup populer salah satunya adalah kue karah, (Ridha., Fahmi, 2012).

  Kue karah adalah sejenis makanan ringan yang cukup populer dikalangan masyarakat Aceh, yang terbuat dari tepung beras, berbentuk segitiga sering juga berbentuk lipat dua. Masyarakat Aceh menjadikan kue ini juga sebagai bagian dari adat dan upacara-upacara tradisional, khususnya di Aceh Barat, pada upacara pernikahan dan juga acara-acara kematian. Misalnya, di Khanduri Peuet Ploeh. Namun, kue ini juga dikenal akrab oleh masyarakat di beberapa kabupaten lainya di Aceh, (

  Selama proses produksi pembuatan kue karah yang secara manual dan tradisional, operator terlihat pada sikap postur kerja yang dilakukan pada posisi duduk jongkok didepan wadah penggorengan, sehingga operator mengalami temperatur suhu badan yang berlebihan akibat lingkungan kerja yang panas, dan juga keluhan pada bagian tangan, lengan, bahu dan pinggang, dikarenakan sikap kerja yang cukup lama dan di lakukan terus-menerus secara berulang lebih kurang 4-5 jam per hari, (Pengakuan operator pembuat kue karah, 14 May 2014)

  Suatu penelitian terhadap pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, produktivitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja, hal tersebut

  3 dikarenakan adanya kontraksi otot selama melakukan proses tersebut. Otot-otot akan menegang dan pembuluh darah akan mengecil hingga menimbulkan keluhan musculoskeletal. Keluhan ini berupa rasa nyeri pada bagian-bagian otot skeletal yang mendapat pembebanan yang melebihi batas kemampuan operator, (Suma’mur, 1993).

  Agar seseorang dapat bekerja dengan baik maka perlu kenyamanan lingkungan tempat kerja, karena lingkungan kerja fisik yang tidak nyaman terutama bekerja pada tekanan panas dapat mengurangi kesehatan pekerja. Ketidaknyamanan kerja fisik mengakibatkan perubahan fungsional pada organ tubuh manusia. Kondisi panas yang berlebih-lebihan mengakibatkan rasa letih, kantuk, mengurangi kestabilan tubuh, yang pada akhirnya menimbulkan tingkat stres, (Grandjean, 1986)

  Suhu panas berakibat menurunya prestasi kerja fikir dan penurunan sangat hebat sesudah 23C. suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan otak, mengganggu koordinasi saraf perasa dan saraf motoris, (suma’mur, 1996).

  Paparan panas dilingkungan kerja meningkatkan aliran darah, untuk membawa panas tersebut kepermukaan tubuh. Akibat aliran darah tersebut, kulit tubuh mengalami dilidrasi dan membuka pori-pori untuk mengeluarkan panas pengeluaran keringat. Mekanisme penguapan mengakibatkan tubuh menjadi dingin dan temperatur tubuh menurun, (Prece 1994). Tubuh mempunyai kadar air yang tinggi. Komponen air di dalam tubuh dikenal sebagai cairan tubuh dan mengandung elektrolit dan mineral seperti sodium, potassium, kalsium dan

  4 klorida. Keseimbangan air tubuh diatur oleh hormon antidiuretik (ADH) yang mempertahankan issosmotik plasma. Peningkatan osmolalitas plasma merangsang rasa haus maupun pelepasan ADH. Kehilangan air melalui keringat dapat terjadi pada temperatur yang tinggi. Keluarnya keringat berarti keluarnya air dan elektrolit yang pada akhirnya mempengaruhi kesetimbangan garam diatur oleh hormon aldosteron dengan tujuan mempertahankan volume ekstrasellular (hipovolemia) mengganggu curah jantung, mengurangi alir balik vena ke jantung, (Prece 1994).

  Pengaruh bekerja terus-menerus secara berulang dalam jangka waktu yang lama dapat menaikan berat beban dan frekuensi yang tinggi, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kelelahan, karena otot menerima tekanan akibat beban kerja yang terus menerus secara berulang (repetitif), sehingga akan mengakibatkan rasa sakit yang berujung pada penurunan performans kerja. (Wignjosoebroto, Sritomo. 2000).

  Sikap kerja merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat kenyamanan kerja. Sikap kerja yang kurang sesuai dapat menyebabkan keluhan fisik seperti rasa nyeri pada otot. Adanya ketidaknyamanan kerja tentu meningkatkan beban kerja dan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Dari sudut pandang kesehatan, kondisi jongkok ataupun duduk jongkok pada ketinggian rendah (10 cm) posisi tulang punggung terlihat sangat membungkuk dan seluruh berat tubuh banyak ditopang oleh kaki, akibatnya terjadi pembebanan yang berlebihan pada otot kaki dan punggung, Hal ini merupakan salah satu penyebab munculnya keluhan Musculoskeletal pada tulang belakang dan sakit

  5 pinggang, (Sriwarno, A. Bagus 2008).

  Kegiatan manual material handling yang dilakukan secara repetitif pernah diteliti oleh Muslimah, Etika, (2006). Penelitian lain yang membahas mengenai beban kerja adalah penelitian dari Wignjosoebroto, Sritomo (2008). Penelitian ini bertujuan untuk merancang peralatan kerja yang ergonomis untuk mengatasi keluhan sakit pada bagian leher, punggung, dan pinggang ketika bekerja dengan menggunakan peralatan yang sebelumnya.

  Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia bekerja pada kondisi tidak nyaman dan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang di sebabkan penyakit atau yang di sebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300,000 kematian tejadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena akibat kerja dimana di pekirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan yang tidak aman dan nyaman, penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebagaimana pada grafik dibawah ini.

Gambar 1.1. Grafik Penyakit Yang Di Akibatkan Oleh Pekerjaan Di Dunia

  Dari gambar di atas, bahwa peyebab utama kematian adalah kanker, sedangkan kelompok penyebab lain adalah Pneumoconiosis penyakit neurogis dan

  6 penyakit gijal. Selain penyebab kematian, masalah kesehatan lain terutama adalah ketulian , gangguan Musculoskeletal, gangguan reproduksi, ( International Labor

  (ILO) Organization , 1999 ).

  Berdasarkan hasil rekapitulasi data yang didapat dari Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, terdapat 7 jenis penyakit terberat yang dialami pada tahun 2013 diantaranya adalah Common Cold, Sistem Jaringan Otot, ISPA ( Saluran Pernapasan ), Hypotensi, Lukak Lambng, Hypertensi, Penyakit Kulit. Sebagamana pada grfik dibawah ini.

Gambar 1.2. Grafik Jenis Penderita Penyakit Di Kecamatan Meureubo 2013

  Berdasarkan gambar diatas, ada 7 jenis penyakit terberat yang di alami Masyarakat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat 2013, jenis dan keterangan penyakit tersebut adalah.

  1. Common Cold, adalah penyakit flu yang mempengaruhi saluran pernafasan, dan memiliki gejala yang mirip seperti tenggorokan sakit, hidung tersumbat atau pun meler, hingga batuk.

  2. Sistem Jaringan Otot, adalah suatu kecederaan otot yang di akibatkan pada gangguan sistem tulang dan otot, seperti asam urat, jari kesemutan,

  7 keropos tulang ( Osteoporosis ), Nyeri otot, radang sendi, sakit pinggang, dan pegal-pegal di betis.

  3. ISPA ( Saluran Pernapasan ), adalah singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, dimana melibatkan organ saluran pernapasan mulai dari hidung, sinus, laring hingga alveoli. Saluran pernafasan adalah organ tubuh yang memiliki fungsi menyalurkan udara atmosfer ke paru-paru begitu pula sebaliknya.

  4. Hypotensi, adalah tekanan darah yang rendah sehingga tidak mencukupi untuk perfusi dan oksigenasi jaringan adekuat, Hipotensi timbul akibat penurunan curah jantung atau penurunan resitensi perifer

  5. Lukak Lambung, merupakan penyakit yang terjadi apabila dinding lambung rusak akibat mukus yang menyelimutinya rusak. Hal ini di akibatkan sesorang menderita penyakit maag kronis, yang tidak segera diobati sehingga menyebabkan luka atau tukak lambung.

  6. Hypertensi, adalah tekanan darah tinggi atau penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah.

  7. Penyakit Kulit, adalah suatu penyakit yang di akibatkan oleh adanya kontraksi infeksi seperti, bakteri, alergi, virus dan daya tahan tubuh lemah, sehingga menimbulkan penyakit seperti, panu, kadas, kurab, kudis, eksim, hingga jerawat.

  (www.google.com ) Data Rekapitulasi 7 jenis penyakit terbesar yang di alami Masyarakat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dapat di lihat pada Lampiran A.

  8 Mengacu kepada fenomena yang telah peneliti uraikan, maka peneliti tertarik untuk meneliti kasus tersebut dengan tema judul “RANCANGAN MESIN

  PEMBUAT KUE TRADISIONAL (KUE KARAH) SECARA ERGONOM (Studi Kasus Di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat)”. Pekerjaan pembuatan kue karah secara manual ini menarik untuk diteliti karena terlihat adanya sikap atau posisi kerja dan kondisi kerja tidak ergonomis dan tidak nyaman yang dirasakan operator akibat pekerjaan tersebut.

  1.2. Rumusan Masalah Permasalahan penelitian ini adalah fasilitas kerja yang tidak nyaman sehingga menimbulkan keluhan Musculoskeletal rasa sakit pada otot skeletal karena posisi kerja yang terlalu rendah, menyebabkan sikap postur kerja operator dalam posisi duduk jangkok dan membungkuk di depan wadah penggorengan dengan temperatur suhu yang tinggi atau panas, dalam jangka waktu yang lama dan di lakukan secara terus menerus selama lebih kurang 4-5 jam kerja, serta berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja dan menurunkan produktifitas kerja operator pembuat kue karah.

  1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis postur kerja operator pembuat kue karah dengan menggunakan metode QEC, serta merancang mesin kerja operator yang sesuai dengan pola kerja pembuatan kue karah

  9

1.4. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian tugas akhir ini adalah:

  1. Bagi perusahaan, hasil dari penelitian dapat digunakan oleh perusahaan sebagai bahan pertimbangan mengenai usulan fasilitas kerja, rancangan mesin pembuatan kue karah.

  2. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat agar mahasiswa dapat menerapkan prinsip-prinsip ergonomi yang telah dipelajari dalam merancang fasilitas kerja yang ergonomis.

  3. Bagi fakultas Teknik, khususnya jurusan teknik Industri. Diharapkan dapat menjadi referensi dan sumber bacaan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan kajian pembelajaran dan pengembangan penelitian selanjutnya.

  Batasan Masalah dan Asumsi

  1.5 Agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, maka perlu dilakukan pembatasan masalah dan asumsi. Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Penelitian difokuskan pada operator pembuat kue karah

  2. Penilaian postur kerja dilakukan dengan metode (QEC)

  3. Dalam penelitian ini, kekuatan pengelasan, dan proses manufaktur yang digunakan untuk membuat mesin bantu ini tidak dibahas.

  4. Usulan rancangan mesin pembuatan kue karah secara ergonomi dilakukan tanpa mempertimbangkan biaya.

  10

  5. Tidak mempertimbangkan faktor psikologis dan sosial.

  6. Pengukuran antropometri hanya dilakukan untuk beberapa dimensi tubuh yang dibutuhkan dalam merancang mesin.

  Sedangkan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data, dalam keadaan baik.

  2. Proses produksi berlangsung secara normal.

  Sistematika Penulisan Tugas Akhir

  1.6 Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika penulisan tugas sarjana ini akan disajikan dalam beberapa bab sebagai berikut :

  BAB I : PENDAHULUAN Menguraikan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi penelitian serta sistematikan penulisan tugas akhir.

  BAB II : LANDASAN TEORI Menampilkan teori-teori yang relevan dengan pemecahan masalah atau pencapaian tujuan penelitian. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Mengungkapkan langkah-langkah penelitian yang meliputi penjelasan tiap tahapan mulai dari awal penelitian hingga penyelesaian laporan secara ringkas disertai kerangka konseptual, Flow chart penelitian dan Flow Proses Chart proses produksi kue karah.

  11

  BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Menyajikan data hasil penelitian yang diperoleh dari perusahaan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pemecahan masalah.

BAB V : ANALISIS HASIL PEMECAHAN MASALAH Menganalisis hasil pengolahan data yang dilakukan dan dilanjutkan dengan pemecahan masalah. BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Membuat kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian ini serta rekomendasi saran-saran yang perlu bagi perusahaan.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Ergonomi

  Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “ergon” berarti kerja dan “nomos” berarti aturan atau hukum alam dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga sebagai “Human Factors”. Ergonomi juga digunakan oleh berbagai macam ahli/profesional pada bidangnya misalnya : ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk industri, fisika, fisioterapi, terapi pekerja, psikologi, dan teknik industri, ( Eko Nurmianto, 2004 ).

  Penerapan faktor ergonomi lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah untuk desain dan evaluasi produk. Produk-produk ini haruslah dapat dengan mudah diterapkan (dimengerti dan digunakan) pada sejumlah populasi masyarakat tertentu tanpa mengakibatkan bahaya/resiko dalam penggunaannya.

  Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja

  13 Secara menyeluruh termasuk peralatan kerja. Hubungan antara manusia pekerja dan mesin serta peralatan-peralatan dan lingkungan kerja dapat dilihat sebagai hubungan yang unik karena interaksi antara hal-hal di atas yang membentuk sistem kerja tidak terlampau sederhana bahkan melibatkan berbagai disiplin ilmu, salah satunya ilmu tentang tubuh manusia. Ilmu-ilmu terapan yang banyak berhubungan dengan fungsi tubuh manusia adalah anatomi dan fisiologi. Selain itu juga diperlukan pengetahuan dasar tentang sistem dan fungsi kerangka otot dan dimensi tubuh manusia, ( Eko Nurmianto, 2004 ).

  Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :

  1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

  2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontrak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

  3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

2.1.1. Tipe-tipe Masalah Ergonomi

  Masalah ergonomi dapat dikategorikan ke dalam bermacam-macam grup yang berbeda, bergantung kepada wilayah spesifik dari efek tubuh seperti :

  14 a. Anthropometric

  Antropometri berhubungan dengan dimensi antara ruang geometri fungsional dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan pengukuran dari dimensi tubuh secara linier, termasuk berat dan volume, jarak jangkauan, tinggi mata saat duduk, dan lain-lain. Masalah antropometri merupakan ketidaksesuaian antara dimensi terhadap desain ruang dan sarana kerja. Pemecahan masalah ini dengan memodifikasi desain dan menyesuaikan kenyamanan.

  b. Cognitive Masalah cognitive muncul ketika beban kerja berlebih atau berada di bawah kebutuhan proses. Keduanya dalam jangka waktu panjang maupun dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan ketegangan. Pada sisi lain fungsi ini tidak sepenuhnya berguna untuk pemeliharaan tingkat optimum.

  Pemecahan masalah ini dengan melengkapkan fungsi manusia dan mesin.

  c. Musculoskeletal Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini. Hal tersebut dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif. Pemecahan masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja atau mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai kemampuan manusia.

  d. Cardiovaskular Masalah ini diakibatkan oleh ketegangan sistem sirkulasi, termasuk jantung. Jantung memompa lebih banyak darah ke otot untuk memenuhi tingginya permintaan oksigen. Pemecahan masalah ini dengan mendesain

  15 kembali pekerjaan untuk melindungi pekerja dan melakukan rotasi pekerjaan.

e. Psychomotor Permasalahan dalam hal ini adalah ketegangan pada sistem psychomotor.

  Pemecahannya adalah dengan menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk disesuaikan dengan kemampuan manusia dan menyediakan bantuan performansi pekerjaan, ( Tarwaka, 2004 ).

2.2. Postur Kerja

  Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cedera dalam bekerja. Kenyamanan tercipta apabila pekerja telah melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja.

  Untuk itu, perlu adanya suatu penilaian terhadap suatu postur kerja pekerja untuk mengetahui sejauh mana postur ataupun sikap kerja pekerja mampu mempengaruhi produktivitas dan kesehatan fisik pekerja. Penilaian terhadap keefektifan postur kerja pekerja ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu:

  1. Ovako Working Postures Analysis system (OWAS)

  2. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)

  3. Rapid Entire Body Assesment (REBA)

  4. The Quick Exposure Check (QEC)

  16

2.3. Quick Exposure Check (QEC)

  Quick Exposure Check (QEC) adalah suatu alat untuk penilaian terhadap resiko kerja yang berhubungan dengan gangguan otot (work-related musculoskeletal disorders/WMDs) di tempat kerja. QEC menilai gangguan resiko yang terjadi pada bagian belakang punggung (back), bahu/lengan (shoulder/arm), pergelangan tangan (hand/wrist), dan leher (neck), ( Li, Guangyan dan Peter Buckle, 2005 ).

  Alat ini mempunyai fungsi utama sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi faktor resiko untuk WMDs

  2. Mengevaluasi gangguan resiko untuk daerah/bagian tubuh yang berbeda- beda.

  3. Menyarankan suatu tindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi gangguan resiko yang ada.

  4. Mengevaluasi efektivitas dari suatu intervensi ergonomi di tempat kerja.

  5. Mendidik para pemakai tentang resiko musculoskeletal di tempat kerja.

  Penilaian QEC dilakukan kepada peneliti dan pekerja. Selanjutnya dengan penjumlahan setiap skor hasil kombinasi masing-masing bagian diperoleh skor dengan kategori level tindakan, (Li, Guangyan dan Peter Buckle, 2005 ).

  Exposure Level (E) dihitung berdasarkan persentase antara total skor actual exposure (X) dengan total skor maksimum (X ) yaitu

  max u

  u

  t

  a

  g

  g

  u

  u

  t

  i

  s

  i

  g

  g

  g

  g

  n

  n

  a

  s

  i

  a

  

u

  a

  a

  t

  t

  a

  a

  a

  C

  d

  d

  a

  a

  P

  P

  C

  i

  T

  s

  r

  /

  /

  8

  8

  a

  a

  r

  m

  i

  i

  k

  k

  a

  a

  r

  m

  n

  T

  /

  t

  t

  n

  n

  m

  m

  /

  2

  n

  2

  1

  1

  ≥

  ≥

  t

  t

  u

  s

  i

  a

  S

  S

  a

  a

  d

  d

  a

  e

  d

  d

  i

  i

  g

  g

  g

  e

  t

  n

  i

  h

  h

  a

  a

  b

  b

  i

  g

  t

  g

  g

  g

  n

  n

  i

  i

  g

  n

  e

  g

  i

  p

  p

  i

  

i

  g

  g

  g

  n

  n

  n

  i

  i

  t

  t

  e

  i

  n

  i

  g

  i

  t

  t

  e

  e

  S

  S

  

g

  g

  n

  n

  a

  a

  g

  g

  g

  r

  i

  17 Dimana :

  B

  p

  p

  r

  r

  e

  e

  ( ( b b a a c c k k ) ) A A H H a a m m p p i i r r n n e e t t r r a a l l B

  u

  g

  g

  n

  n

  a

  a

  k

  u

  t

  a

  a

  e

  e

  C

  b b e e n n g g k k o o k k s s e e d d i i k k i i t t C

  u

  u

  a

  t

  t

  t

  a

  a

  r

  r

  a

  a

  k

  a

  n

  a

  o

  t

  t

  k

  k

  a

  F

  r

  F

  2.3. Tabel 2.1. Penilaian Observer QEC

  = 162) apabila tipe tubuh adalah statis, termasuk duduk atau berdiri dengan/tanpa pengulangan (repetitive) yang sering dan penggunaan tenaga/beban yang relatif rendah. Untuk pemberian skor maksimum (X max =176) apabila dilakukan manual handling, yaitu mengangkat, mendorong, menarik, dan membawa beban. Adapun tabel-tabel dalam penilaian postur kerja dengan menggunakan Quick Exposure Check (QEC) dapat dilihat pada Tabel 2.1, 2.2, dan

  max

  X max adalah konstanta untuk tipe-tipe tugas tertentu. Pemberian skor maksimum (X

  X max = total skor maksimum postur kerja (punggung + bahu/lengan + pergelangan tangan + leher).

  X = total skor yang diperoleh dari penilaian terhadap postur (punggung + bahu/lengan + pergelangan tangan + leher + vibrasi + visual + langkah + stres).

  o

  r

  l

  1

  l

  e

  e

  3 B B

  3

  2

  2

  1

  K

  e

  e

  d

  d

  o

  o

  K

  n

  d

  K

  b

  i

  g

  g

  a

  a

  b

  n

  a

  n

  a

  a

  k

  k

  a

  a

  i

  a

  r

  /

  K

  t

  

t

  n

  n

  m

  m

  /

  n

  3

  3

  ≤

  ≤

  B

  b b e e l l a a k k a a n n g g B

  n

  r

  e

  d

  g

  e

  e

  r

  r

  F

  b b e e r r p p u u t t a a r r a a t t a a u u b b e e n n g g k k o o k k F

  g

  n

  k

  n

  u

  u

  r

  r

  e

  e

  k

  u

  e

  p

  g

  g

  r

  r

  e

  e

  p

  i

  u

  i

  s

  s

  n

  n

  e

  e

  18

Tabel 2.1. Penilaian Observer QEC ( Lanjutan )

  F a k t o r K o d e

  1

  2

  3 F a k t o r K o d e

  1

  2

  3 G e r a k a n R e g u l e r / t e r a t u r G e r a k a n R e g u l e r / t e r a t u r

  D S e s e k a l i H a m p i r k o n t i n u

  D S e s e k a l i H a m p i r k o n t i n u

  b a h u / l e n g a n d e n g a n j e d a

  b a h u / l e n g a n d e n g a n j e d a

  P P o o s s t t u u r r

  H H a a m m p p i i r r p p e e r r g g e e l l a a n n g g a a n n E E B B e e n n g g k k o o k k / / b b e e r r p p u u t t a a r r

  l l u u r r u u s s

  t t a a n n g g a a n n / / t t a a n n g g a a n n

  P P e e r r g g e e r r a a k k a a n n F F ≤ ≤

  1 m m n n t t

  1

  1

  1

  1

  1

  2

  2 m m n n t t > >

  2

  • 2 m m n n t t -

  p e r g e l a n g a n

  p e r g e l a n g a n

  K a d a n g k a d a - n g

  K a d a n g k a d a n - g

  B e n g k o k / b e r p u t a r

  B e n g k o k / b e r p u t a r

  H a m p i r b e n g k o / b e r p u t a r

  H a m p i r b e n g k o / b e r p u t a r

  P o s t u r l e h e r G s e c a r a b e r l e b i h a n

  

P o s t u r l e h e r G s e c a r a b e r l e b i h a n

n n e e t t r r a a l l s s e e c c a a r r a a b b e e r r l l e e b b i i h h a a n n

  p a d a k e p a l a / l e h e r

  p a d a k e p a l a / l e h e r p p a a d d a a k k e e p p a a l l a a / / l l e e h h e e r r

  Sumber : www. hse.gov.uk

Tabel 2.2. Penilaian Pekerja QEC

  Faktor Kode

  1

  2

  3

  4 A < 5 kg 6 - 10 kg 11 - 20 kg >20 kg Beban

  B < 2 jam 2 – 4 jam > 4 jam Durasi Kekuatan

  C < 1 kg 1 - 4 kg > 4 kg tangan Tidak

  D Sedang Tinggi Vibrasi ada/kecil

  Diperlukan Tidak

  E untuk melihat Visual diperlukan detail

  Lebih F Tidak susah Kadang- kadang sering

  Langkah susah susah

  G Tidak ada Kecil Sedang Tinggi Tingkat stress

  Sumber : www. hse.gov.uk Penilaian skor QEC adalah dengan cara menghubungkan penilaian terhadap pekerja dan penilaian terhadap pengamat untuk mendapatkan penilaian

  19 pada bagian tubuh punggung, lengan, pergelangan tangan, dan leher. Kemudian terdapat penilaian terhadap getaran, langkah, penglihatan dan tingkat stres, (Li, Guangyan dan Peter Buckle, 2005 ).

  Contoh : Pada kuisioner QEC untuk penilaian skor pengamat diperoleh untuk postur punggung yaitu A3 dengan kategori sangat bengkok kemudian pada penilaian pekerja diperoleh untuk beban pengangkatan yang dilakukan secara manual yaitu H3 dengan kategori sangat berat. Maka pada tabel isian QEC akan diperoleh nilai 10, (Li, Guangyan dan Peter Buckle, 2005 ).

  PUNGGUNG A1 A2 A3

  6 H1 2 4

  8 H3

  6

  8

  10 H4 8 10 12 score 1

  10 Tabel 2.3. Nilai Level Tindakan QEC Persentase Total Skor Level

  Tindakan Skor Exposure Tindakan

  0-40% 32-70

  1 Aman Diperlukan beberapa

  41-50% 71-88

  2 waktu ke depan Tindakan dalam waktu

  51-70% 89-123

  3 dekat 71-100% 124-176

  4 Tindakan sekarang juga Sumber : www. hse.gov.uk

2.3.1. Keuntungan dan Kekurangan Metode ( QEC )

  Penilaian dengan metode QEC memiliki beberapa keuntungan dan

  20 juga beberapa kekurangan, yaitu ; Keuntungan metode QEC :

  1. Dapat mencakup sejumlah besar faktor fisik terhadap pekerjaan yang memiliki resiko gangguan otot.

  2. Mempertimbangkan kebutuhan dari pengguna dan dapat digunakan oleh pengguna yang belum berpengalaman.

  3. Mempertimbangkan kombinasi dan interaksi dari faktor resiko terhadap pekerjaan dengan banyak stasiun kerja.

  4. Memiliki tingkat sensitifitas dan kemudahan penggunaan yang baik.

  5. Memiliki tingkat reliabilitas antar dan intra peneliti yang baik.

  6. Mudah dipelajari dan cepat dipahami. Kekurangan metode QEC : 1. Metode ini hanya berfokus kepada faktor-faktor tempat kerja fisik.

  2. Skor penilaian antara hipotesis dengan tingkat tindakan yang disarankan perlu divalidasi lebih lanjut.

  3. Pelatihan tambahan mungkin diperlukan untuk pengguna pemula sebagai peningkatan penilaian reliabilitas.

2.4. Perancangan

  Perancangan secara umum dapat diartikan sebagai penggambaran, perencanaan, dan pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi. Perancangan dapat dibagi atas:

  21

  1. Design by innovation, artinya perancangan dengan menggunakan ide perusahaan sendiri.

  2. Design by imitation, artinya perancangan produk yang tidak menggunakan ide perusahaan sendiri, hanya meniru produk lain.

  ( Kim, K.Y.,Wang,Y. dan ,Muogboh,O.S, 2004 ). Dalam sebuah kalimat, kata "perancangan" bisa digunakan baik sebagai kata benda. Sebagai kata kerjanya yaitu merancang, dimana memiliki arti proses untuk membuat dan menciptakan objek baru. Perancangan digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk objek nyata. Proses perancangan pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan berbagai macam aspek lainnya, yang biasanya datanya didapatkan dari riset, pemikiran, brainstorming, maupun dari perancangan yang sudah ada sebelumnya, (Kim, K.Y.,Wang,Y. dan ,Muogboh,O.S, 2004).

2.4.1. Metode Perancangan Produk

  Metode perancangan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu metode kreatif dan metode rasional, (Cross, Nigel. 1994).

a. Metode Kreatif

  Metode kreatif adalah metode perancangan yang bertujuan untuk membantu merangsang pemikiran kreatif dengan cara meningkatkan produksi gagasan, menyisihkan hambatan mental terhadap kreativitas, atau dengan cara memperluas area pencarian solusi. Ada beberapa metode perancangan yang

  22 ditujukan untuk merangsang cara berpikir kreatif. Cara-cara yang terdapat dalam metode ini antara lain:

  1. Brainstorming Brainstorming adalah metode kreatif yang paling banyak dipakai. Ini adalah suatu metode untuk menghasilkan ide dalam jumlah banyak, yang sebagian besar kemudian akan dibuang, tapi beberapa ide yang menarik akan ditindak lanjuti. Brainstorming biasanya dilakukan dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 8 orang yang beraneka ragam, tidak hanya para ahli tapi juga mereka yang mengenal masalahnya. Tiap-tiap anggota memberikan idenya, kemudian ketua kelompok mengumpulkan semua ide untuk dievaluasi.

  2. Synectics Pemikiran yang kreatif seringkali digambarkan pada pemikiran analogis, pada kemampuan untuk melihat persamaan atau hubungan antara topik-topik yang jelas perbedaannya. Penggunaan pemikiran analogis yang terbentuk pada metode perancangan kreatif disebut sebagai Synetics. Seperti Brainstorming, Synetics adalah suatu kelompok aktivitas dimana sikap kritis sangat berperan, dan anggota kelompok berusaha untuk membangun, mengkombinasikan dan mengembangkan ide- ide penyelesaian kreatif dalam menyelesaikan masalah. Synetics berbeda dengan brainstorming, dimana kelompok mencoba untuk bekerja bersama untuk memperoleh solusi permasalahan, daripada membangkitkan banyak ide, (Cross, Nigel. 1994 ).

  3. Perluasan Daerah Penelitian Bentuk penghalang berpikir kreatif yang paling umum adalah

  23 mengasumsikan batasan yang lebih sempit dimana solusi dilihat. Teknik-teknik kreatif adalah bantuan untuk memperluas daerah penelitian. Beberapa teknik kreatif untuk memperluas area penelitian adalah transformation, random input, Why? dan counter planning, (Cross, Nigel. 1994 ).

4. Proses Kreatif

  Metode di atas dipakai untuk membangkitkan ide kreatif. Selain kreatif, ide orisinil dapat muncul secara spontan tanpa penggunaan bantuan untuk berpikir kreatif. Proses kreatif adalah munculnya suatu ide orisinal secara tiba-tiba.

b. Metode Rasional

  Metode rasional menganjurkan suatu pendekatan sistematis dalam perancangan. Tetapi metode rasional sering memiliki tujuan yang hampir sama dengan metode kreatif, seperti memperluas daerah pencarian untuk mendapat solusi potensial, atau memfasilitasi kelompok kerja dan kelompok pengambil keputusan. Jadi tidak sepenuhnya benar bahwa metode rasional merupakan lawan atau kebalikan dari metode kreatif. Beberapa perancang mencurigai metode rasional, mereka khawatir jika metode ini dapat mengekang kreativitas, (Cross, Nigel. 1994).

2.5. Teori Pengambilan Data ( Populasi dan Sampel ) Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita.

  banyaknya pengamatan suatu populasi disebut ukuran populasi. Seandainya ada 600 siswa disekolah itu yang akan kita golongkan menurut golongan darahnya, maka dikatakan kita memiliki populasi berukuran 600. (Moh.Nazir. 1983)

  24 Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian (sampel sendiri secara harafiah berarti contoh). Alasan perlunya pengambilan sampel adalah sebagai berikut : 1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.

  2. Lebih cepat dan lebih mudah.

  3. Memberi informasi yang lebih banyak.

  4. Dapat ditangani lebih teliti.

  (Moh.Nazir. 1983) Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan:

  1. Akurasi atau ketepatan yaitu tingkat ketidakadaan bias (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya bias atau kekeliruan adalah populasi.

  2. Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi.

  25

2.5.1. Rumus Pengambilan Sampel Penelitian

  Pada prinsipnya penggunaan rumus penarikan sampel penelitian digunakan untuk mempermudah teknis penelitian. Contoh misalnya, bila populasi penelitian terbilang sangat banyak atau mencapai jumlah ribuan atau wilayah populasi terlalu luas, maka penggunaan rumus pengambilan sample tertentu dimaksudkan untuk memperkecil jumlah pengambilan sampel atau mempersempit wilayah populasi agar teknis penelitian menjadi lancar dan efisien. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah menggunakan rumus Slovin (Sevilla, 1960).

  Rumus Slovin

  N  n

  2   

1 N d

  dimana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi

  2

  = galat pendugaan

  d

  Sebagai contoh, Jika yang akan kita teliti itu sebanyak 20.000 orang karyawan, Dari jumlah populasi tersebut dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian sebesar 10% , maka menurut rumus Slovin ini akan diperoleh sampel sebesar.

  20 . 000

20 . 000

   99 . 5  100 n sampel

  2

200 .

  01  20 . 000   .

  1

  1

  26

Tabel 2.4. Jenis penelitian dan Ukuran Sampel Minimum

  No Jenis penelitian Ukuran Sampel Minimum

  1 Deskriptif 10% dari populasi

  2 Korelasi 30 subjek

  3 Kausal-komperatif 30 subjek per kelompok

  4 Eksperiman 50 subjek per kelompok Sumber: Sumanto (1990) dalam Wirartha (2006)

2.6. Antropometri dalam Sistem Manusia-Mesin

  Jika disadari bahwa perancangan suatu produk juga dilakukan oleh manusia, maka perancangan sistem manusia-mesin juga tidak lepas dari faktor

  • faktor manusia karena sebagian dari kesalahan-kesalahan kerja yang terjadi disebabkan oleh rancangan produk yang tidak mempunyai kompatibilitas dengan manusia yang menanganinya. Karena itu seorang perancang produk mempunyai peran besar dalam mengurangi risiko bahaya akibat kesalahan kerja, ( Liliana Y.P. 2007 ).

  Persoalan yang muncul berkaitan dengan desain peralatan adalah berkaitan dengan antropometri orang Indonesia adalah kompatibilitasnya dengan antropometri tenaga kerja Indonesia. Permasalahan ini timbul karena semuanya itu didesain bukan oleh orang Indonesia dan tidak berdasarkan pada data antropometri tenaga kerja Indonesia, meskipun akhirnya hasil rancangan tersebut akan dioperasikan oleh orang Indonesia. Karena itu perlu dilakukan pengukuran data antropometri orang Indonesia untuk menjawab permasalahan yang timbul, ( Liliana Y.P. 2007 ).

  27 Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada lingkungan harus disesuaikan dengan manusia di lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan menimbulkan berbagai dampak negatif bagi penggunanya, (Liliana Y.P.

  2007 ).

  Peranan ergonomi dalam sistem kerja adalah untuk melindungi tenaga kerja dari pengaruh negatif akibat pemakaian peralatan atau mesin yang tidak serasi dengan gerakan kerja manusia. Dalam hal ini, ergonomi membuat peralatan sesuai dengan pengguna sehingga memungkinkan terjadinya sikap kerja yang alamiah pada tenaga kerja. Kondisi ini dapat mengurangi timbulnya penyakit akibat kerja dan bahaya kecelakaan. Dengan menerapkan prinsip ergonomi di tempat kerja dapat mengurangi beban kerja, yang artinya tenaga kerja dapat memaksimalkan sistem kerjanya. Dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya, ( Liliana

Y.P. 2007 ).

  Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan pekerja adalah dengan memperbaiki fasilitas kerja yang tidak ergonomis dalam arti desain yang tidak sesuai dengan antropometri pengguna. Melalui data antropometri akan didapatkan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang akan dirancang sesuai dengan pekerja yang akan menggunakan produk tersbut. Dalam hal ini, perancang produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil

  28 rancangannya tersebut. Secara umum, sekurang-kurangnya 90%-95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai produk haruslah mampu menggunakan dengan selayaknya, ( Liliana Y.P. 2007 ).

2.7. Antropometri

  Istilah Antropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Antropometri dapat diartikan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada umumnya memiliki bentuk, ukuran, berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan lainnya. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal : o Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain) o Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas, dan sebagainya. o Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer. o Perancangan lingkungan kerja fisik.