BAB II TINJAUAN PUSTAKA E. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Analogi Matematis - PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL ADVANCE ORGANIZER DENGAN PENDEKATAN CONCRETE-PICTORIAL-ABSTRACT (CPA) TERHADAP KEMAMPUAN ANALOGI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SOKARAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA E. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Analogi Matematis Kata “analogi” dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai persamaan atau

  persesuaian antara dua benda atau hal yang berlainan. Menurut Soekadijo (1991) analogi dapat dijadikan sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran, serta dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan sebuah kesimpulan berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ada, sedangkan Mundiri (2010) mendefinisikan analogi sebagai proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena pertama akan terjadi pula pada fenomena yang lain.

  Terdapat dua jenis analogi menurut Mundiri (2010) yaitu analogi deklaratif dan analogi induktif. Analogi deklaratif adalah analogi yang digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang belum diketahui atau masih samar, dengan menggunakan hal yang sudah dikenal, dan analogi induktif adalah analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsip dari dua hal yang berbeda, selanjutnya ditarik kesimpulan bahwa apa yang terdapat pada hal pertama terdapat pula pada hal yang kedua.

  Kemampuan analogi merupakan suatu kemampuan memahami dan menggunakan hubungan kesamaan antara dua situasi atau peristiwa, sehingga menghasilkan kesimpulan yang didorong oleh kesamaan-kesamaan (Gentner dan Smith, 2012). Holyoak (2012) mendefinisikan kemampuan analogi sebagai kemampuan untuk mengingat kembali pengetahuan terstruktur dari ingatan jangka panjang untuk menghasilkan kesimpulan baru dan menemukan struktur antara konsep yang abstrak. Kemampuan analogi atau yang disebut juga dengan kemampuan penalaran analogi dapat didefinisikan sebagai kemampuan dalam menarik kesimpulan berdasarkan keserupaan proses atau data (Soemarmo dan Hendriana, 2014). Lestari dan Yudhanegara (2015) mengartikan kemampuan analogi matematis sebagai kemampuan menarik kesimpulan dengan jalan membandingkan dua hal yang berlainan berdasarkan kesamaan memahami konsep, prinsip, sifat atau prosedur, sedangkan Novick (1991) mengartikan kemampuan analogi matematis sebagai kemampuan berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah target dengan menggunakan masalah sumber. Masalah sumber merupakan masalah yang harus diselesaikan oleh siswa terlebih dahulu sebagai bekal dalam menyelesaiakan masalah target.

  Stenberg (1977) mengatakan bahwa seseorang memiliki kemampuan analogi matematis jika dipenuhi indikator-indikator: a. Mampu mengidentifikasi masalah sumber dan masalah terget (Encoding).

  b. Mampu memecahkan masalah sumber dengan menggunakan konsep, rumus, definisi, dan strategi (Infering).

  c. Mampu menghubungkan struktur masalah sumber dengan masalah target (Mapping).

  d. Mampu menentukan solusi atau cara yang cocok untuk menyelesaikan masalah target (Applying).

  Selain Stenberg, Lestari dan Yudhanegara (2015) menjelaskan indikator- indikator kemampuan analogi matematis sebagai berikut.

  a. Mampu membuat relasi ekuivalen.

  b. Mampu mengorespondensikan objek matematika dengan objek di luar matematika.

  c. Mampu mengorespondensikan dua hal yang berlainan berdasarkan persamaan prinsip.

  d. Mampu mengorespondensikan dua hal yang berlainan berdasarkan persamaan prosedural.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa analogi merupakan proses membandingkan dua hal yang memiliki kesamaan, sedangkan kemampuan analogi matematis adalah kemampuan seseorang dalam berpikir yang dilakukan dengan membandingkan dua hal yang memiliki kesamaan, baik itu dari kesamaan prosedural, konsep, maupun sifat. Kemampuan analogi matematis siswa dapat diukur dengan memperhatikan indikator-indikator sebagai berikut.

  a. Mampu menunjukkan hubungan ekuivalen antara masalah sumber dengan masalah target.

  b. Mampu menghubungkan masalah sumber berupa objek matematika dengan masalah target yang berupa permasalahan di kehidupan sehari-hari.

  c. Mampu menghubungkan dua hal yang berlainan berdasarkan persamaan prinsip antara masalah sumber dengan masalah target.

  d. Mampu menghubungkan dua hal yang berlainan berdasarkan persamaan prosedural antara solusi masalah sumber dengan solusi masalah target.

2. Model Pembelajaran Advance Organizer

  Model pembelajaran advance organizer merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh David Ausubel. Advance organizer merupakan pembelajaran yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan baru dengan cara mengaitkannya pada pengetahuan yang telah ada pada pembelajaran, dan berperan sebagai kerangka pendukung bagi informasi baru (Suprijono, 2016).

  

Advance organizer adalah suatu rencana pembelajaran yang digunakan untuk

  menguatkan struktur kongnitif siswa ketika mempelajari konsep-konsep atau informasi yang baru dan bagaimana sebaiknya pengetahuan itu disusun serta dipahami dengan benar (Joyce dkk, 2016). Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, namun berusaha menghubungkan konsep-konsep itu untuk menghasilkan pemahaman yang utuh. Dalam menghubungkan apa yang telah diketahui oleh siswa dengan informasi baru yang akan disajikan dalam pelajaran, guru menyediakan materi pengait dalam bentuk organizer. Organizer ini merupakan konten penting dalam pembelajaran advance organizer, karena organizer merupakan konsep atau pernyataan hubungan yang sangat terkait dengan materi yang mendahuluinya, namun juga dapat diciptakan dari analogi bidang lain agar dapat memberikan perspektif baru (Joyce dkk, 2016). Sarana pendukung yang diperlukan advance organizer adalah materi yang terorganisasi dengan baik, yaitu materi yang saling berhubungan dengan materi terdahulu (Suprijono, 2016).

  Menurut Joyce dkk (2016), terdapat dua jenis advance organizer yaitu

  

expository dan comparative. Expository organizer memberikan tiang

  penyangga ideasional untuk materi yang tidak familiar, sehingga siswa akan “menggantungkan” informasi baru ketika mereka menghadapinya, sedangkan

  

comparative organizer dirancang untuk membedakan antara konsep lama dan

  baru agar dapat mencegah kebingungan yang disebabkan oleh kesamaan antara keduanya. Saat menggunakan comparative organize, dapat digunakan suatu analogi atau disebut juga dengan analogical organizer. Menurut Ausubel dan Joseph (Yuanhua dan Xiaoyu, 2016) penggunaan analogi untuk membandingkan pengetahuan baru dan pengetahuan lama tidak hanya mengingatkan siswa tentang pengetahuan yang telah dipelajari, tetapi juga dapat membantu menggabungkan materi baru yang memiliki kesamaan konsep.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

  

advance organizer adalah model pembelajaran yang menekankan pada

  pengaitan antara pengetahuan lama terhadap pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Menurut Suprijono (2016) sintaks pembelajaran advance organizer adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Advance Organizer

  Fase Langkah-Langkah Guru

  a. Menjelaskan tujuan pembelajaran b. Menyajikan Organizer berupa konsep atau

  Penyajian Advance 1 kerangka materi yang juga

  Organizer

  memuat materi pelajaran sebelumnya c. Memancing dan mendorong pengetahuan serta pengalaman siswa

  d. Menyajikan materi

  e. Mempertahankan perhatian Penyajian Bahan

  2

  f. Memperjelas pengolahan Pelajaran menjadi pembelajaran yang masuk akal

  g. Menggunakan prinsip- prinsip rekonsiliasi integratif, yaitu dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya h. Menganjurkan

  Penguatan struktur pembelajaran resepsi aktif,

  3 Kognitif yaitu dengan presentasi hasil diskusi kelompok i. Mengklarifikasi pengetahuan baru yang telah didapat siswa j. Meningkatkan kegiatan belajar dengan memberikan siswa latihan individu

  Terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan penggunaan model pembelajaran Advance Organizer. Keunggulan model pembelajaran Advance

  Organizer menurut Yuanhua dan Xiaoyu (2016) adalah :

  a. Advance Organizer dapat membantu siswa mengorganisasikan materi baru dengan cara mengubah dan merangkai gagasan utama dari materi baru tersebut berdasarkan apa yang telah diketahui siswa

  b. Advance Organizer menggunakan istilah dan konsep yang sudah dikenal untuk menghubungkan apa yang telah diketahui siswa dengan informasi baru yang akan dipelajari, sehingga membantu siswa dalam mentransformasikan pengetahuan dan menerapkan kreativitas di situasi tersebut c. Advance Organizer juga digunakan untuk membantu mengatur tahapan pengajaran di kelas Kelemahan dari model pembelajaran Advance Organizer adalah jika tidak ada kontrol yang intensif dari guru dalam situasi jumlah peserta didik yang terlalu banyak, sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif (Suprijono, 2016).

  3. Pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) a. Pengertian Pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA)

  Pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) atau yang sering disebut juga dengan Concrete-Representational-Abstract (CRA) dan

  Concrete-Semi Concrete-Abstract (CSA) merupakan pendekatan

  pembelajaran yang sesuai dengan teori Bruner. Bruner menyatakan bahwa terdapat tiga tahapan seseorang dalam mempelajari pengetahuan yaitu

  Enactiv, Iconic, dan Simbolic. Witzel (2005) mengemukakan bahwa

  pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) terdiri dari tiga tahapan, yaitu: Concrete (belajar melalui benda-benda nyata) - Pictorial (belajar melalui perwakilan gambar) - Abstract (belajar melalui notasi abstrak atau simbol). Pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang menggunakan tahapan hirarkis yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk merekonstruksi pengetahuannya sendiri.

  Menurut Sari (2015) pendekatan CPA menggunakan suatu model atau alat peraga sebagai jembatan pemahaman siswa, sehingga guru dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mempraktikkan dan mendemonstrasikan model atau alat peraga tersebut pada tahap konkrit.

  Aktivitas tersebut dapat membantu pemahaman materi ajar serta mampu mengeluarkan ide-ide matematis siswa dalam berpikir.

  b.

  

Tahapan Pendekatan Pembelajaran Concrete-Pictorial-Abstract (CPA)

  Menutur Hoong dkk (2015) pendekatan CPA mengajarkan siswa melalui tiga tahap belajar, yaitu: 1) Concrete

  Concrete yaitu tahapan dengan menggunakan objek konkret menjadi

  suatu model permasalahan. Pada tahap ini setiap konsep matematika dimodelkan dengan bahan konkret. Tahap concrete memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan menunjukkan penguasaan memanipulasi benda-benda konkret yang ada di lingkungannya atau melakukan aktivitas langsung yang berkaitan dengan konsep matematika.

  2) Pictorial Tahap pictorial yaitu tahapan “melihat” dengan menggunakan representasi atau benda semikonkret menjadi suatu model permasalahan. Pada tahap ini konsep matematika dimodelkan pada tingkat pictorial (semi konkret) yang melibatkan gambar yang mewakili objek konkret yang digunakan sebelumnya. Pada tingkat pemahaman representasi, siswa belajar untuk memecahkan masalah dengan menggambar. Gambar tersebut merepresentasikan objek konkret yang menjadi sumber informasi pengumpulan data oleh siswa.

  Hal ini tepat bagi siswa untuk mulai menggambar solusi dari masalah yang akan diselesaikan.

  3) Abstract Tahapan abstract merupakan tahapan “penyimbolan” dengan menggunakan lambang matematika yang abstrak menjadi suatu model permasalahan. Pada tahap ini, konsep matematik dimodelkan menggunakan angka dan simbol matematik. Dengan data yang diperoleh pada tahap concrete, siswa dapat menyimbolkan dengan istilah-istilah matematika yang biasa digunakan.

  Pendekatan CPA memberikan kerangka kerja yang secara konseptual membantu siswa untuk membentuk hubungan yang bermakna antara kemampuan dalam tingkat konkret, piktorial dan abstrak. Menurut Flores (2010) terdapat beberapa langkah penggunaan pendekatan CPA dalam pengajaran, yaitu: a. Pilih benda-benda konkret (manipulatif) yang akan digunakan untuk memperkenalkan pengertian konseptual tentang materi yang akan dipelajari peserta didik.

  b. Bimbinglah peserta didik untuk berpartisipasi secara mandiri dalam penggunaan benda-benda konkret (manipulatif) dengan cara memberikan petunjuk dan isyarat. c. Cek pemahaman siswa, jika siswa telah mampu melewati tahap konkret maka ganti penggunaaan benda-benda manipulatif dengan gambar atau lukisan.

  d. Gunakan strategi yang dapat membantu peserta didik mengingat langkah- langkah pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya.

  e. Dorong peserta didik hanya menggunakan angka atau simbol dalam menyelesaikan tugas matematika yang diberikan.

  f. Cek kembali pemahaman siswa, serta berikan siswa waktu untuk memproses informasi dari piktorial ke abstrak. Jika siswa belum menunjukkan penguasaan materi pada tahapan abstract, maka pembelajaran kembali pada tahapan pictorial.

4. Pembelajaran Advance Organizer dengan Pendekatan Concrete-Pictorial-

  Abstract (CPA)

  Pembelajaran Advance Organizer dengan pendekatan CPA terdiri atas tiga tahapan. Tahap pertama adalah tahap penyajian advance organizer, pada tahap ini terdiri atas penyampaian tujuan pembelajaran, dan penyajian organizer (kerangka materi). Pada tahap ini kerangka materi ditujukan untuk menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan pengalaman serta pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tahap kedua yaitu tahap penyajian bahan pelajaran. Pada tahap ini siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok heterogen dan diberikan benda manipulatif serta lembar kegiatan kelompok untuk memfasilitasi siswa memahami konsep matematika dalam bentuk konkrit, kemudian mengubahnya ke bentuk gambar, dan selanjutnya menemukan konsep dalam bentuk simbol (abstrak). Tahap yang ketiga adalah tahap penguatan struktur kognitif. Pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan membuat kesimpulan pelajaran, serta mengerjakan lembar individu sebagai penguat pemahaman tentang materi baru yang telah diajarkan. Dibawah ini merupakan langkah pembelajaran Advance Organizer dengan pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) :

Tabel 2.2 Pembelajaran Advance Organizer dengan Pendekatan CPA

  Sintaks Pembelajaran Kegiatan Penyajian Advance

  a) Siswa mendengarkan tujuan

  Organizer pembelajaran yang disampaikan oleh

  guru

  b) Siswa memperhatikan organizer berupa kerangka materi c) Siswa menghubungkan organizer dengan pengetahuan dan pengalamannya

  Penyajian Bahan

  d) Siswa membentuk kelompok diskusi Pelajaran

  e) Siswa memperoleh lembar kegiatan kelompok tentang materi yang akan dipelajari

  f) Siswa memperoleh alat peraga berupa benda nyata sesuai dengan materi yang akan dipelajari (tahapan konkrit)

  g) Siswa mengubah benda manipulatif tersebut kedalam gambar (tahap

  piktorial)

  h) Setelah siswa mampu mengubah ke dalam bentuk piktorial, siswa menemukan konsep berdasarkan gambar dengan menggunakan simbol dan notasi matematika (tahap abstrak)

  Penguatan Struktur i) Siswa mempresentasikan hasil Kognitif diskusi j) Siswa menarik kesimpulan tentang hasil diskusi dengan dibimbing guru k) Siswa mengerjakan latihan individu untuk memperkuat pemahaman tentang pengetahuan baru yang didapat

5. Materi

  Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah bangun ruang sisi datar kubus dan balok. Berikut ini adalah uraian standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang digunakan :

  Standar Kompetensi :

  5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya

  Kompetensi Dasar :

  5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian- bagiannya

  5.2 Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas

  5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas

  Indikator Pencapaian Kompetensi :

  Pertemuan Ke-1

  5.1.1 Menyebutkan unsur-unsur kubus

  5.1.2 Menentukan panjang diagonal bidang kubus

  5.1.3 Menentukan panjang diagonal ruang kubus

  5.1.4 Memecahkan masalah mengenai unsur-unsur kubus Pertemuan Ke-2

  5.2.1 Mendefinisikan pengertian jaring-jaring kubus

  5.2.2 Menemukan bentuk suatu jaring-jaring kubus

  5.2.3 Membuat jaring-jaring kubus

  5.2.4 Memecahkan masalah mengenai jaring-jaring kubus Pertemuan Ke-3

  5.3.1 Menentukan rumus luas permukaan kubus

  5.3.2 Memecahkan masalah mengenai luas permukaan kubus Pertemuan Ke-4

  5.3.5 Mendefinisikan pengertian volume bangun ruang

  5.3.6 Menentukan rumus volume kubus

  5.3.7 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan volume kubus Pertemuan Ke-5

  5.1.5 Menyebutkan unsur-unsur balok

  5.1.6 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur balok Pertemuan Ke-6

  5.2.5 Menemukan bentuk jaring-jaring balok

  5.2.6 Membuat jaring-jaring balok

  5.2.7 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan jaring-jaring balok Pertemuan Ke-7

  5.3.3 Menentukan rumus luas permukaan balok

  5.3.4 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan balok

  Pertemuan Ke-8

  5.3.8 Menentukan rumus volume balok

  5.3.9 Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan volume balok 6.

   Pengertian Pengaruh

  Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang berkuasa dan ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang (Poerwadarminta, 2007). Arikunto (2010) mendefinisikan pengaruh sebagai suatu hubungan antara keadaan pertama dengan keadaan yang kedua dan hubungan tersebut merupakan hubungan sebab akibat. Keadaan pertama diperkirakan menjadi penyebab yang kedua atau keadaan pertama berpengaruh terhadap keadaan yang kedua. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengaruh adalah sesuatu akibat yang ditimbulkan dari hal lain yang bisa berupa orang atau benda.

  Pada penelitian ini, model pembelajaran Advance Organizer dengan pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) dikatakan berpengaruh terhadap kemampuan analogi matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sokaraja jika rata-rata nilai kemampuan analogi matematis siswa yang diajar dengan model advance organizer dan CPA lebih baik daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran langsung.

7. Penelitian Relevan

  Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan model pembelajaran Advance Organizer dan pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) antara lain :

  a. Penelitian Ryanto (2014) mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran advance organizer terhadap kemampuan penalaran matematis, hal tersebut ditunjukkan dengan rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa yang mengikuti pembelajaran advance

  organizer lebih baik dari rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa

  yang mengikuti pembelajaran langsung. Siswa kelas eksperimen memiliki keunggulan untuk memberikan gagasan, serta siswa dapat membangun keterampilan sosial yang mereka miliki.

  b. Penelitian Putri (2015) mengungkapkan bahwa : 1) pencapaian dan peningkatan kemampuan representasi matematis mahasiswa secara keseluruhan yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan CPA lebih baik daripada mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional; 2) kemampuan spatial sense mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan CPA secara keseluruhan lebih baik daripada mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional; 3) pencapaian dan peningkatan self-efficacy mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan CPA secara keseluruhan lebih baik daripada mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

  Dari penelitian di atas, terdapat kesamaan hal yang dikaji yaitu untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran advance organizer dan pendekatan

  

CPA . Namun, terdapat perbedaan dari kedua penelitian di atas dengan penelitian yang ingin peneliti laksanakan. Perbedaan tersebut terletak pada subyek, dan objek penelitian. Pada penelitian Ryanto, obyek penelitian yaitu kemampuan penalaran, sedangkan objek penelitian yang akan peneliti kaji yaitu kemampuan analogi matematis. Perbedaan lain terletak pada subyek penelitian yang digunakan. Ryanto menggunakan subyek siswa SMP Negeri 3 Ajibarang, sedangkan subyek yang akan digunakan peneliti yaitu siswa SMP Negeri 2 Sokaraja.

  Pada penelitian Putri juga terdapat perbedaan antara subyek dan obyek penelitian. Subyek penelitian Putri yaitu mahasiswa calon guru SD di salah satu universitas di Jawa Barat, sedangkan subyek yang akan digunakan peneliti yaitu siswa SMP Negeri 2 Sokaraja. Obyek yang dikaji juga berbeda, Putri mengkaji tentang pengaruh CPA terhadap kemampuan representasi matematis,

  

spatial sense dan self-efficacy sedangkan peneliti ingin mengkaji tentang

  pengaruh CPA terhadap kemampuan analogi matematis. Hal lain yang menjadi perbadaan antara penelitian Ryanto dan Putri dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan yaitu pada penelitian Ryanto hanya mengkaji tentang pengaruh pembelajaran advance organizer, dan Putri hanya mengkaji tentang pengaruh pendekatan, sedangkan peneliti ingin menggabungkan antara kedua hal tersebut yaitu tentang pengaruh model pembelajaran advance organizer dengan pendekatan CPA.

8. Kerangka Pikir

  Model pembelajaran advance organizer merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengaitan antara pengetahuan lama yang telah dimiliki siswa terhadap pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Pembelajaran advance

  

organizer dapat dipadukan dengan pendekatan yang mampu memfasilitasi

  siswa untuk mendemonstrasikan materi yang sedang dipelajari secara langsung, yaitu pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA).

  Pembelajaran advance organizer dengan pendekatan CPA merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan pengetahuan lama yang telah dimiliki siswa sebagai pengait terhadap materi baru, pengaitan tersebut dibantu dengan menggunakan alat peraga manipulatif benda konkrit. Dengan menggunakan benda alat peraga dapat menjembatani siswa untuk memperoleh konsep baru. Konsep baru yang akan diperoleh siswa tidak hanya melalui pengamatan benda konkrit, melainkan harus melewati tahapan piktorial atau mengubah benda konkrit ke dalam bentuk gambar, kemudian tahap abstrak yaitu mengubah gambar ke dalam simbol dan notasi matematika serta menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan konsep yang telah diperoleh.

  Pembelajaran advance organizer dengan pendekatan CPA terdiri atas tiga tahapan yaitu penyajian advance organizer, penyajian bahan pelajaran, dan penguatan struktur kognitif. Pada tahap penyajian advance organizer siswa diberikan suatu organizer berupa kerangka materi yang berisi tentang konsep informasi baru yang akan dipelajari dan materi terdahulu yang dapat dijadikan pengait dengan materi baru. Organizer ini tidak hanya berisi tentang konsep baru, tetapi juga dapat berisi tentang pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dari bidang-bidang lain. Melalui penyajian organizer siswa dapat menghubungkan pengalaman serta pengetahuan yang telah dimiliki dengan materi baru yang akan diajarkan, sehingga kemampuan menunjukan hubungan yang ekuivalen antara materi yang dipelajari dengan pengalaman siswa tersebut dapat mendorong serta memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan analoginya.

  Tahap kedua yaitu tahap penyajian bahan pelajaran. Pada tahap penyajian bahan pelajaran, siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok belajar yang heterogen dan diberikan lembar kegiatan kelompok. Lembar kegiatan kelompok didesain dengan suatu tahapan dari konkrit, piktorial, kemudian abstrak serta pada tahap ini siswa diberikan alat peraga dengan tujuan agar siswa dapat mendeteksi kesamaan hubungan antara materi yang sedang dipelajari dengan benda konkrit tersebut. Setelah memahami kesamaan antara materi baru dengan benda konkrit, siswa diarahkan untuk mengubah benda konkrit ke dalam bentuk gambar atau piktorial (dua dimensi) untuk memudahkan siswa dalam menemukan konsep yang sedang dipelajari. Dalam mengubah benda konkrit menjadi piktorial, siswa diminta untuk mampu menghubungkan kesamaan-kesamaan sifat dan prinsip dari benda konkrit dan gambar. Begitupun dalam membaca gambar dan mengubahnya ke dalam bahasa matematika yang berisi simbol dan operasi matematika, siswa harus mampu menghubungkan kesamaan prinsip maupun prosedur pada hasil gambar dengan hasil konsep yang ditemukan nantinya.

  Tahap ketiga adalah tahap penguatan struktur kognitif. Pada tahap ini siswa diminta untuk mempresentasikan temuannya untuk kemudian ditarik kesimpulan. Kegiatan presentasi merupakan kegiatan siswa dalam memaparkan langkah-langkah penemuannya, yaitu dari langkah mengamati benda konkrit, kemudian mengubah benda konkrit menjadi gambar, dan kemudian dihasilkan konsep berupa simbol dan notasi matematika. Setelah siswa melakukan presentasi, siswa diberikan latihan individu sebagai penguat pemahaman.

  Latihan individu yang diberikan tidak hanya tentang objek di dalam matematika, namun juga berkaitan dengan objek diluar matematika seperti permasalahan sehari-hari. Dengan latihan individu, siswa dapat menghubungkan penemuannya dengan permasalahan yang memiliki kesamaan prosedural dan permasalahan di luar objek matematika.

  Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa terdapat keterkaitan antara pembelajaran Advance Organizer dengan pendekatan Concrete-Pictorial-

  

Abstract (CPA) terhadap kemampuan analogi matematis siswa. Dengan

  demikian, diduga bahwa pembelajaran Advance Organizer dengan pendekatan

  

Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) dapat mempengaruhi kemampuan analogi

matematis siswa.

9. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, kerangka pikir, dan hasil penelitian relevan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut. Model pembelajaran Advance Organizer dengan pendekatan Concrete-

  

Pictorial-Abstract (CPA) berpengaruh terhadap kemampuan analogi matematis

siswa.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA KELAS VIII PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL VAK BERBANTUAN POHON MATEMATIS

5 39 662

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI QUANTUM TEACHING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 RAMBAH HILIR

0 0 5

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN-BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH RAMBAH

0 0 5

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP N 2 RAMBAH HILIR

0 30 6

PENERAPAN PENDEKATAN CONCRETE-REPRESENTATIONAL- ABSTRACT (CRA) BERBASIS INTUISI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

0 1 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Model Pembelajaran a. Definisi Model Pembelajaran - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII MATERI PRISMA DAN LIMAS DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL

1 1 38

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 01 SELAKAU

0 2 13

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANYUMAS PRINGSEWU - Raden Intan Repository

0 1 108

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 3 SOKARAJA TAHUN AJARAN 2012-2013

0 0 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 3 SOKARAJA TAHUN AJARAN 2012-2013 - repository perpustaka

0 3 25