BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori Medis 1. Keluarga Berencana ( KB ) - Izzatun Nafsiyah BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori Medis

1. Keluarga Berencana ( KB )

  a. Pengertian Keluarga Berencana Menurut WHO Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk : 1) Mendapatkan objektif

  • –objektif tertentu 2) Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan 3) Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan 4) Mengantur interval diantara kehamilan. 5) Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri.

  6) Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

  (Hanafi.2004.h;27)

  b. Tujuan Keluarga Berencana Tujuan umumnya adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

  (Sulistiawati.2012.h;13) Tujuan umum lainnya yaitu untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi dan misi program KB yaitu membangun kembali

  11 dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB di masa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015.(Handayani.2010.h;29)

  2. Kontrasepsi

  Kontrasepsi adalah usaha

  • –usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha –usaha ini ada yang bersifat sementara dan ada yang bersifat permanen.(Sarwono.2007.h;534)

  Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk pengaturan kehamilan. (Saefuddin.2006.h;U-46).

  Adapun kontrasepsi yang ideal harus memenuhi syarat

  • –syarat sebagai berikut :

  a. Dapat dipercaya b. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan.

  c. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan.

  d. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan.

  e. Harganya terjangkau oleh semua masyarakat.

  f. Mudah pelaksanaannya.

  (Sarwono.2007.h;534)

  3. Pelayanan Kontrasepsi

  Ada 2 tujuan pelayanan kontrasepsi antara lain :

  a. Tujuan umum : Pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu dihayatinya NKKBS. b. Tujuan pokok : Penurunan angka kelahiran yang bermakna.

  Guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan mengkatagorikan tiga fase untuk mencapai sasaran yaitu : 1) Fase menunda perkawinan atau keseburan.

  2) Fase menjarangkan kehamilan. 3) Fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan.

  Maksud kebijaksanaan tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua.

  1) Fase menunda atau mencegah kehamilan Fase menunda kehamilan bagi PUS dengan usia istri kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya. Alasan menunda kehamilan :

  a) Umur di bawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai anak dulu karena berbagai alasan.

  b) Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral, karena peserta masih muda.

  c) Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan muda masih tinggi frekuensi bersenggamanya, sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.

  d) Penggunaan IUD-mini bagi yang belum mempunyai anak pada masa ini dapat dianjurkan, terlebih bagi calon peserta dengan kontra-indikasi terhadap pil oral.

  Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan :

  a) Reversibilitas yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin hampir 100%, karena pada masa ini peserta belum mempunyai anak.

  b) Efektifitasnya yang tinggi, karena kegagalan akan menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi dan kegagalan ini merupakan kegagalan program.

  2) Fase menjarangkan kehamilan Periode usia istri antara 20-30/35 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun.

  Alasan menjarangkan kehamilan :

  a) Umur antara 20-30 tahun merupakan usia yang terbaik untuk mangandung dan melahirkan.

  b) Segera setelah anak pertama lahir, maka dianjurkan untuk memakai IUD sebagai pilihan utama. c) Kegagalan yang menyebabkan kehamilan cukup tinggi namun disini tidak atau kurang berbahayanya karena yang bersangkutan berada pada usia mengandung dan melahirkan yang baik.

  d) Di sini kegagalan kontrasepsi bukanlah kegagalan program.

  Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan : a) Efektivitasnya cukup tinggi.

  b) Reversibilitas cukup tinggi kerena peserta masih mengharapkan punya anak lagi.

  c) Dapat dipaki 2 sampai 4 tahun yaitu sesuai dengan jarak kehamilan anak yang direncanakan.

  d) Tidak menghambat ASI, karena ASI adalah makanan terbaik untuk bayi sampai umur 2 tahun dan akan mempengaruhi angka kesakitan dan kematian anak. 3) Fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan.

  Periode umur istri di atas 30 tahun terutama di atas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak. Alasan mengakhiri kesuburan :

  a) Ibu-ibu dengan usia di atas 30 tahun dianjurkan untuk tidak hamil atau tidak punya anak lagi, karena alasan medis dan alasan lainnya.

  b) Pilihan utama adalah kontrasepsi mantap. c) Pil oral kurang dianjurkan kerena usia ibu relative tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya akibat sampingan dan komplikasi. Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan :

  a) Efektivitas sangat tinggi. Kegagalan menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak, di samping itu akseptor tersebut memang tidak mengharapkan punya anak lagi.

  b) Dapat dipakai untuk jangka panjang.

  c) Tidak menambah kelainan yang sudah ada. Pada masa usia tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, keganasan dan metabolik biasanya meningkat, oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan cara kontrasepsi yang menambah kelainan tersebut. (Hanafi.2004.h;30-32)

4. Metode Kontrasepsi

  a. Metode Kontrasepsi Sederhana Tanpa Alat 1) Metode Kontrasepsi Alamiah

  a) Metode Kalender atau Metode Ritmik Metode kalender adalah metode yang digunakan berdasarkan masa subur dimana harus menghindari hubungan seksual tanpa perlindungan kontrasepsi pada hari ke 8-19 siklus menstruasinya.

  (Handayani.2010.h;57) b) Metode Suhu Basal Badan (THERMAL) Suatu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan mengukur suhu tubuh untuk mengetahui suhu tubuh basal, untuk menentukan masa ovulasi. (Handayani.2010.h;60-61).

  c) Metode lendir serviks Metode kontrasepsi dengan menghubungkan pengawasan terhadap perubahan lendir serviks wanita yang dapat dideteksi di vulva.(Handayani.2010.h;63)

  d) Metode Sympto Thermal Metode kontrasepsi yang dilakukan dengan mengamati perubahan lendir dan perubahan suhu badan tubuh. (Handayani.2010.h;66)

  2) Metode Amenorea Laktasi (MAL) Metode Amenorhea Laktasi adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apa pun lainnya. (Saefuddin.2006.h;MK-1)

  3) Metode Senggama Terputus Metode kontrasepsi dimana senggama diakhiri sebelum terjadinya ejakulasi intra-vagina. Ejakulasi terjadi jauh dari genetalia eksterna. (Handayani.2010.h;70) b. Metode Sederhana Dengan Alat 1) Kondom

  Suatu selubung atau sarung karet yang terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastic (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis (kondom pria) atau vagina (kondom wanita) pada saat berhubungan seksual. (Handayani.2010.h;71-72)

  2) Spermisida Zat

  • –zat kimia yang kerjanya melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina sebelum spermatozoa bergerak kedalam traktus genetalia interna. (Handayani.2010.h;76-77)

  3) Diafragma Kap berbentuk bulat cembung, terbuat adari lateks (karet) yang dimasukkan ke dalam vagina sebelum melakukan hubungan seksual dan menutupi serviks. (Handayani.2010.h; 82)

  4) Kap Serviks Suatu alat kontrasepsi yang hanya menutupi serviks saja.

  (Handayani.2010.h;90) c. Metode Modern 1) Kontrasepsi Hormonal

  a) Pil Oral Kombinasi (1) Pengertian

  Pil Kombinasi merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormone sintesis estrogen dan progesterone.

  (Handayani.2010.h;98) (2) Jenis

  (a) Monofasik adalah pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen atau progestin dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif.

  (b) Bifasik adalah pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormonaktif estrogen atau progestin (E/P) dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif.

  (c) Trifasik adalah pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen atau progestin (E/P) dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif. (Saefuddin.2006.h;MK-28-29) b) Pil progestin (1) Pengertian

  Pil progestin merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormone sintetis progesterone.

  (2) Jenis (a) Kemasan dengan isi 35 pil : 300ig levonogestrel atau 350ig noretindron.

  (b) Kemasan dengan isi 28 pil : 75ig norgestrel.

  ( Handayani, 2010; h. 103 )

  c) Suntikan (1) Suntikan Kombinasi

  (a) Pengertian Suntik kombinasi merupakan kontrasepsi suntik yang berisi hormone sintetis estrogen dan progesterone. (Handayani.2010.h;106)

  (b) Jenis i. 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estradiol Sipionat yang diberikan injeksi I.M. sebulan sekali ( Cyclofem ). ii. 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg

  Estradiol Valerat yang diberikan sebulan sekali secara I.M.

  (Saefuddin.2006.h;MK-34)

  (2) Suntikan Progestin (a) Pengertian

  Merupakan kontrasepsi suntikan yang berisi hormone progesterone.(Handayani.2010.h;111) (b) Jenis i. Depo Medroksiprogesteron Asetat

  (Depoprovera), mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara injeksi I.M. (didaerah bokong). ii. Depo Noretisteron Enantat, (Depo

  Noristerat), yang mengandung 200 mg Noretindron Enatat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik I.M.

  (Saefuddin.2006.h;MK-41)

  d) Kontrasepsi bawah kulit (Implant) (1) Pengertian

  Salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas. (Handayani.2010.h;116)

  (2) Jenis (a) Norplant (6 batang) (b) Implanon (1 batang) (c) Indoplant dan jadena (2 batang) (d) Norplant-2 (2 batang)

  (Saefuddin.2006.h;MK-53-54) 2) AKDR (IUD)

  a) Pengertian Suatu alat yang dimasukkan ke dalam rahim wanita untuk tujuan kontrasepsi. (Handayani.2010.h;139) b) Jenis

  (1) AKDR CuT-380A Kecil, kerangka dari plastic yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat daritembaga (Cu). (2) AKDR NOVA T (schering).

  (Saefuddin.2006.h;MK-74) (3) AKDR dalam bentuk yang terbuka linear (Lippes loop, Saf-T-coil, Multiload 250, Cu-7, Cu-T, Cu T

  380 A, dan lain

  • –lain. Sedangkan AKDR dalam bentuk tertutup sebagai cicin antara lain Ota ring, Antigon F, Ragab ring dan lain –lain.

  (Sarwono.2008.h;558) 3) Kontrasepsi Mantap

  a) Pada wanita (MOW) Tubektomi Prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilisasi (kesuburan) seorang perempuan yaitu dengan mengoklusi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. (Saefuddin.2006.h;MK-81)

  b) Pada laki-laki (MOP) Vassektomi Upaya untuk menghentikan fertilisasi dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga.

  (Saefuddin.2006.h;MK-85)

5. Kontrasepsi Implant

  a. Definisi Salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas.(Handayani.2010.h;116)

  b. Jenis 1) Norplant

  Terdiri dari 6 pasang silastik lembut berongga dengan pajang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.

  2) Implanon Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira - kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-keto- desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun. 3) Jadena dan Indoplant

  Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.

  (Saefuddin.2006.h;MK-53-54)

  c. Norplant

  • – 2 Norplant – 2 adalah terdiri dari dua batang silastic yang padat, dengan panjang tiap batang 44 mm. Dengan masing- masing batang diisi dengan 70 mg Levonorgestrel di dalam matriks batangnya. Sangat efektif untuk mencegah kehamilan selama 3 tahun.

  Pada Implant

  • –2 tersebut, Levonorgestrel berfungsi melalui membran silastic dengan kecepatan yang lambat dan konstan. Dalam 24 jam setelah insersi, kadar hormone dalam plasma darah sudah cukup tinggi untuk mencegah ovulasi.

  Pelepasan hormone tiap harinya berkisar antara 50

  • –85 mcg pada tahun pertama, kemudian menurun 30
  • –35 mcg perhari untuk lima tahun berikutnya. (Hanafi.2004.h;180)

  d. Siklus Menstruasi 1) Fase folikel

  Pada akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan hormon gonadotropin. Hormon ini akan merangsang hipofisis untuk melepaskan FSH atau hormon pemicu pertumbuhan folikel. Pada awal siklus berikutnya pada hari pertama-14, folikel akan melanjutkan perkembangannya karena pengaruh FSH dalam ovarium. Setelah terbentuk folikel degraff dan menghasilkan hormon estrogen yang berfungsi menumbuhkan endometrium dinding rahim dan memicu sekresi lendir.

  2) Fase estrus Kenaikan estrogen digunakan untuk mempertahankan pertumbuhan dan merangsang terjadinya pembelahan sel-sel endometrium uterus. Selain itu juga berperan dalam menghambat pembentukan FSH oleh hipofisis untuk menghasilkan LH yang berperan dalam merangsang folikel degraff yang telah masuk untuk melakukan ovulasi.

  3) Fase luteal LH merangsang folikel yang telah kosong untuk membentuk corpus leteum. Selanjutnya corpus ini menghasilkan progesteron yang mengakibatkan endometrium menebal dan lembut serta banyak pembuluh darah. Uterus pada tahap ini siap menerima dan memberi sel telur yang telah dibuahi. 4) Fase menstruasi

  Apabila fertilisasi tidak terjadi produksi progesteron mulai menurun pada hari 26. Corpus luteum berdegenerasi dan lapisan uterus bersama dinding dalam rahim luruh sehingga terjadi perdarahan. Biasanya haid berlangsung 7 hari, setelah itu dinding uterus pulih kembali. (Manuaba.2010.h;72) e. Cara Kerja 1) Lendir serviks menjadi kental.

  Dalam 48 jam setelah pemberian progesteron sudah tampak lendir serviks yang kental, sehingga daya penetrasi dari spermatozoa sangat terhambat. 2) Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi.

  a) Pemberian progesteron, eksogenous dapat mengganggu kadar pucak FSH dan LH, walaupun terjadi ovulasi produksi progesteron yang berkurang dari corpus luteum menghambat implantasi.

  b) Pemberian progesteron secara sistemik dan untuk jangka waktu yang lama menyebabkan endometrium mengalami keadaan “istirahat” dan atrofi.

  3) Mengurangi transportasi sperma.

  a) Pengangkutan ovum dapat diperlambat bila diberikan progesteron sebelum fertilisasi.

  b) Pengangkutan ovum yang lambat dapat menyebabkan peningkatan insiden implantasi ektopik tuba. 4) Menekan ovulasi.

  Ovulasi dihambat karena terganggu fungsi proses hipotalamus, hypophyse, ovarium dan modifikasi dari FSH dan LH pada pertengahan siklus yang disebabkan oleh progesteron.

  (Hanafi.2004.h;99)

  f. Efektifitas Sangat efektif (kegagalan 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan).

  g. Keuntungan Kontrasepsi 1) Daya guna tinggi.

  2) Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun). 3) Pengembaliaan tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan yaitu 1-2 bulan setelah pencabutan.

  4) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam. 5) Bebas dari pengaruh estrogen. 6) Tidak mengganggu kegiatan senggama. 7) Tidak mengganggu ASI. 8) Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan.

  9) Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan.

  h. Keuntungan Nonkontrasepsi 1) Mengurangi nyeri haid 2) Mengurangi jumlah darah haid.

  3) Mengurangi atau memperbaiki anemia. 4) Melindungi terjadinya kanker endometrium. 5) Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara. 6) Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul.

  7) Menurunkan angka terjadinya endometrium.

  (Saefuddin.2006.h;MK-54) i. Kerugian

  1) Susuk KB atau implant harus dipasang dan diangkat oleh petugas kesehatan yang telah terlatih.

  2) Lebih mahal. 3) Sering timbul perubahan pola haid. 4) Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.

  5) Beberapa orang wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena kurang mengenalnya.

6) Implant kadang –kadang dapat terlihat oleh orang lain.

  (Hanafi.2004.h;190) j. Indikasi 1) Usia subur.

  2) Telah memiliki anak ataupun yang belum. 3) Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.

  4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi. 5) Pasca persalinan dan tidak menyusui. 6) Pasca keguguran. 7) Tidak menginginkan anak lagi, tetap menolak sterilisasi. 8) Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan darah, atau anemia.

  9) Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen.

  10) Sering lupa menggunakan pil. (Saefuddin.2006.h;MK-55) k. Kontra Indikasi 1) Hamil atau diduga hamil.

  2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabanya. 3) Benjolan atau kanker payudara atau riwayat kanker payudara.

  4) Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi. 5) Mioma uterus dan kanker payudara. 6) Gangguan intoleransi glukosa. (Saefuddin.2006.h;MK-55) 7) Penyakit hati akut.

  8) Tumor hati jinak atau ganas. 9) Penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus. (Hanafi.2004.h;182) l. Efek Samping dan Penanganannya

  Menurut Saefuddin.2006.H;MK 58-59 menyatakan bahwa efek samping dan penanganannya KB implant antara lain :

  Tabel. 2.1 Efek samping dan penanganannya Penanganan Efek Samping

1. Amenorea

  1.Pastikan hamil atau tidak dan bila tidak hamil, tidak memerlukan penanganan khusus, cukup konseling saja.

  2.Bila klien tetap saja tidak dapat menerima, angkat implant dan anjurkan menggunakan kontrasepsi lain.

  3.Bila terjadi kehamilan danklien ingin melanjutkan kehamilan cabut implant dan jelaskan bahwa progestin tidak berbahaya bagi janin. Bila diduga terjadi kehamilan ektopik klien dirujuk. Tidak ada gunanya memberikan obat hormone untuk memancing timbulnya perdarahan.

  2.Perdarahan bercak

  1.Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering (spotting) ringan ditemukan terutama pada tahun pertama.

  2.Bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apapun.

  3.Bila klien tetap saja mengeluh masalah perdarahan dan ingin melanjutkan pemakaian implant dapat diberikan pil kombinasi 1 siklus atau ibubrofin 3 x 800 mg selama 5 hari.

  4.Terangkan pada klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis.

  5.Jika terjadi perdarahan lebih banyak dari

  • – biasanya, berikan 2 tablet pil kombinasi untuk 3 7 hari dan kemudian dilanjutkan dengan satu siklus pil kombinasi.

  3. Ekspulsi

  

1.Cabut kapsul yang ekspulsi

  2.Periksa apakah kapsul yang lain masih di tempat dan apakah terdapat tanda

  • –tanda infeksi daerah insersi.

  3.Bila tidak ada insersi dan kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda.

  4.Bila ada infeksi cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada lengan yang lain atau anjurkan klien menggunakan metode kontrasepsi lain.

  4.Infeksi pada

  1.Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan

daerah insersi lengan dengan sabun dan air atau antiseptic.

  Berikan antibiotic yang sesuai untuk 7 hari. Implan jangan dilepas danklien diminta kembali satu minggu. Apabila tidak membaik, cabut implant dan pasang yang baru pada sisi lengan yang berbeda atau cari metode kontrasepsi lain.

  2.Apabila ditemukan abses, bersihkan dengan antiseptic, insisi dan alirkan pus keluar, cabut implant, lakukan perawatan luka dan berikan antibiotic oral 7 hari.

  

5.Berat badan naik Informasikan kepada klien bahwa perubahan

atau turun berat badan 1-2 kg adalah normal. Kaji ulang diet klien apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau lebih. Apabila perubahan berat badan ini dapat diterima, bantu klien mencari metode lain. m. Waktu mulai Menggunakan Implant 1) Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7.

  Tidak diperlukan metode kontrasepsi tambahan. 2) Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan. Bila diinsersi setelah hari ke-7 siklus haid, klien jangan melakukan hubungan seksual atau menggunakan metode kontrasepsi lain seperti pil atau kondom untuk 7 hari saja. 3) Bila klien tidak haid dapat dilakukan insersi setiap saat. 4) Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan, insersi dapat dilakukan.

  5) Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat.

  6) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi suntikan, implant dapt dilakukan pada saat jadwal kontrasepsi suntikan tersebut. 7) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin menggantinya dengan implant, implant dapat diinsersikan pada saat haid hari ke-7 dan klien jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau gunakan kontrasepsi lain seperti pil atau kondom untuk 7 hari saja. AKDR segera dicabut.

  8) Pasca keguguran implant dapat segera diinsersikan (Saefuddin.2006.h;MK-56) n. Prosedur Pemasangan 1) Persiapan alat

  • –alat yang diperlukan a) Meja periksa untuk berbaring pasien.

  b) Alat penyangga lengan.

  c) Batang implant dalam kantong.

  d) Kain penutup steril (Duk lubang) serta mangkok untuk tempat meletakkan implant.

  e) Sepasang sarung tangan karet yang sudah steril.

  f) Sabun untuk mencuci tangan.

  g) Larutan antiseptic untuk disenfeksi kulit.

  h) Zat anestesi local. i) Semprit (5-10 ml) dan jarum suntik. j) Trokar. k) Skalpel 11 dan 15. l) Kasa pembalut atau plester. Untuk renjatan anafilaktik (harus tersedia untuk keperluan darurat). m) Bak atau tempat instrument (tertutup)

  2) Konseling Pra Pemasangan

  a) Bimbing atau berikan kesempatan pada klien untuk bertanya tentang keterangan yang telah diberikan dan tentang apa yang akan dilakukan pada dirinya.

  b) Peragakan peralatan yang akan digunakan serta jelaskan tentang prosedur apa yang akan dikerjakan. c) Jelaskan bahwa klien akan mengalami sedikit rasa sakit saat penyutikan zat anastesi local, sedangkan prosedur insersinya sendiri tidak akan menimbulkan rasa nyeri.

  d) Prinsip

  • –prinsip dan tata cara pemasangan dan pencabutan implant secara umum adalah sama, baik implant yang menggunakan dua batang maupun satu batang.

  e) Tentramkan hati klien setelah tindakan insersi.

  (Saefuddin.2006.h;PK-16-17) 3) Persiapan Pemasangan

  a) Persilakan klien mencuci seluruh lengan dengan sabun dan air yang mengalir, serta membilasnya.

  Pastikan tidak terdapat sisa sabun (sisa sabun menurunkan efektifitas antiseptic tertentu). Langkah ini sangat penting bila klien kurang menjaga kebersihan dirinya untuk menjaga kesehatannya dan mencegah penularan penyakit.

  b) Tutup tempat tidur klien (dan penyangga lengan atau meja samping, bila ada) dengan kain bersih.

  c) Persilakan pasien untuk berbaring dengan lengan yang lebih jarang digunakan dan letakkan lengan pada penyangga lengan atau meja samping. Lengan harus disangga dengan baik dan dapat digerakkan lurus atau sedikit bengkok sesuai dengan posisi yang disukai klinisi untuk memudahkan pemasangan.

  d) Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm di atas lipatan siku.

  e) Siapkan tempat alat

  • –alat dan buka bungkus steril tanpa menyentuh alat –alat di dalamnya.

  f) Buka dengan hati

  • –hati kemasan steril implant dengan menarik kedua lapisan pembungkusnya dan jatuhkan seluruh kapsul dalam mangkok steril.

  4) Tindakan Sebelum Pemasangan

  a) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan kain bersih.

  b) Pakai sarung tangan steril atau DTT (ganti sarung tangan untuk setiap klien guna mencegah kontaminasi).

  c) Atur alat dan bahan

  • –bahan sehingga mudah dicapai. Hitung kapsul untuk memastikan jumlahnya.

  d) Persiapkan tempat insisi dengan larutan antiseptic.

  Gunakan klem steril untuk memegang kasa antisepstik. Kemudian mulai mengusap dari tempat yang akan dilakukan insisi kearah luar dengan gerakan melingkar sekitar 8

  • –13 cm dan biarkan kering (sekitar 2 menit) sebelum memulai tindakan.
e) Bila ada gunakan kain penutup (dok) yang mempunyai lubang untuk menutupi lengan. Lubang tersebut harus cukup lebar untuk memaparkan tempat yang akan di pasang kapsul. Dapat juga dengan menutupi lengan di bawah tempat pemasangan dengan kain steril.

  f) Setelah memastikan (dari anamnesis) tidak alergi terhadap obat anestesi, isi alat suntik 3 ml obat anestesi (1% tanpa epineprin).

  g) Masukkan jarum tepat di bawah kulit pada tempat insisi (yang terdekat dengan siku), kemudian lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk ke dalam pembuluh darah. Suntikan sedikit obat anestesi untuk membuat gelembung kecil di bawah kulit. Kemudian tanpa memindahkan jarum, masukkan ke bawah kulit (subdermis) sekitar 4 cm. Hal ini akan membuat kulit (dermis) terangkat dari jaringan lunak di bawahnya. Kemudian tarik jarum pelan

  • –pelan sehingga membentuk jalur sambil menyuntikan obat anestesi di tempat yang akan dipasang kapsul.

  5) Pemasangan Kapsul Sebelum membuat insisi, sentuh tempat insisi dengan jarum atau skalpel untuk memastikan obat anestesi telah bekerja. a) Pegang skalpel dengan sudut 45 , buat insisi dangkal hanya untuk sekedar menembus kulit.

  b) Trokar harus dipegang dengan ujung yang tajam menghadap ke atas. Ada 2 tanda pada trokar, tanda yang pertama dekat pangkal menunjukan batas trokar di masukkan ke bawah kulit sebelum memasukkan setiap kapsul. Tanda yang kedua dekat ujung menunjukkan batas trokar yang harus tetap di bawah kulit setelah mamasang setiap kapsul.

  c) Dengan ujung yang tajam menghadap ke atas dan pendorong di dalamnya masukkan ujung trokar melalui luka insisi dengan sudut kecil. Mulai dari kiri atau kanan pada pola seperti kipas, gerakkan trokar kedepan dan berhenti saat ujung tajam seluruh berada di bawah kulit (2

  • –3 mm dari akhir ujung tajam). Memasukkan trokar jangan dengan paksaan. Jika terdapat tahanan, coba dari sudut lainnya.

  d) Untuk meletakkan kapsul tepat dibawah kulit, angkat trokar ke atas sehingga kulit terangkat.

  Masukkan trokar perlahan

  • –lahan dan hati–hati kearah tanda (1) dekat pangkal. Trokar harus cukup dangkal sehingga dapat diraba dari luar dengan jari.
e) Saat trokar masuk sampai tanda (1), cabut pendorong dari trokar.

  f) Masukkan kapsul pertama ke dalam trokar.

  Gunakan ibu jari dan telunjuk atau pinset atau klem untuk mengambil kapsul dan memasukkan ke dalam trokar. Dorong kapsul sampai seluruhnya masuk ke dalam trokar dan masukkan kembali pendorong.

  g) Gunakan pendorong untuk mendorong kapsul ke arah ujung trokar sampai terasa ada tahanan.

  h) Pegang pendorong dengan satu tangan untuk menstabilkan. Tarik tabung trokar dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk ke arah luka insisi sampai tanda (2) muncul di tepi luka insisi dan pangkalnya menyentuh pegangan pendorong. i) Saat pangkal trokar menyentuh pegangan pendorong, tanda (2) harus terlihat di tepi luka insisi dan kapsul saat itu keluar dari trokar tepat berada di bawah kulit. Raba ujung kapsul dengan jari untuk memastikan kapsul sudah keluar seluruhnya dari trokar. j) Tanpa mengeluarkan seluruh trokar, putar ujung dari trokar ke arah lateral kanan dan kembalikan lagi ke posisi semula untuk memastikan kapsul pertama bebas. Selanjutnya geser trokar sekitar

  15-25 derajat. Untuk melakukan itu mula

  • –mula fiksasi kapsul pertama dengan jari telunjuk dan masukkan kembali trokar pelan
  • –pelan sepanjang sisi jari telunjuk tersebut sampai tanda (1). Bila tanda (1) sudah tercapai, masukkan kapsul berikutnya kedalam trokar dan lakukan seperti sebelumnya sampai seluruh kapsul terpasang.

  k) Pada pemasangan berikutnya untuk mengurangi resiko infeksi atau ekspulsi, pastikan bahwa ujung kapsul yang terdekat kurang lebih 5 mm dari tepi luka insisi. l) Sebelum mencabut trokar, raba kapsul untuk memastikan kapsul semuanya telah terpasang. m) Ujung dari semua kapsul harus tidak ada pada tepi luka insisi. Bila sebuah kapsul keluar atau terlalu dekat dengan luka insisi, harus dicabut dengan hati

  • –hati dan dipasang kembali di tempat yang tepat.

  n) Setelah kapsul terpasang semuanya dan posisi setiap kapsul sudah diperiksa, keluarkan trokar pelan

  • –pelan. Tekan tempat insisi dengan jari mengggunakan kasa selama 1 menit untuk menghentikan perdarahan. Bersihkan tempat pemasangan dengan kasa berantiseptik.

  6) Tindakan Setelah Pemasangan Kapsul

  a) Menutup luka insisi

  1. Temukan tepi kedua insisi dan gunakan plester dengan kasa steril untuk menutup luka insisi.

  2. Periksa adanya perdarahan. Tutup daerah pemasangan dengan pembalut untuk mengurangi memar.

  b) Perawatan Klien Amati klien lebih kurang 15 sampai 20 menit untuk kemungkinan perdarahan dari luka insisi atau efek lain sebelum memulangkan klien. (Saefuddin.2006.h;PK-19

  • – 27) o. Konseling pasca pemasangan

  1) Daerah insersi harus tetap dibiarkan kering dan bersih selama 48 jam pertama. Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi pada luka insersi. 2) Perlu dijelaskan bahwa mungkin terjadi sedikit rasa perih, pembengkakan atau lebam (kebiruan) pada daerah insisi.

  Hal ini tidak perlu dikhawatirkan. 3) Pekerjaan rutin harian tetap dikerjakan. Namun hindari benturan, gesekan atau penekanan pada daerah insisi.

  4) Balutan penekan jangan dibuka selama 48 jam, sedangkan plester dipertahankan hingga luka sembuh (biasanya 5 hari).

  5) Setelah luka sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan dicuci dengan tekanan yang wajar.

  6) Bila ditemukan adanya tanda

  • –tanda infeksi seperti demam, peradangan atau bila rasa sakit menetap selama beberapa hari, segera kembali ke klinik.

  (Saefuddin.2006.h;MK-57) p. Jadwal Kunjungan Ulang ke Klinik

  Klien tidak perlu kembali ke klinik, kecuali ada masalah kesehatan atau klien ingin mencabut implant. Klien dianjurkan kembali ke klinik tempat implant dipasang bila ditemukan hal

  • –hal sebagai berikut : 1) Amenorea yang disertai nyeri perut bagian bawah. 2) Perdarahan yang banyak dari kemaluan. 3) Rasa nyeri pada lengan. 4) Luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah. 5) Ekspulsi dari batang implant. 6) Sakit kepala hebat atau pengliatan menjadi kabur.

  7) Nyeri dada hebat. 8) Dugaan adanya kehamilan. (Saefuddin.2006.h;MK-57-58) q. Pemeliharaan Alat-Alat untuk Insersi dan Pengangkatan Implant

  1) Trokar harus dicuci dengan air hangat dan larutan antisepstik segera setelah insersi, kemudian di desinfeksi sebelum pemakaian berikutnya.

  2) Desinfeksi dapat dilakukan dengan : a) Autoclave selama 20 menit.

  b) Direbus dalam air mendidih selama 5-10 menit.

  c) Sterilisasi dingin dengan larutan germiside untuk sedikitnya 1 jam.

  3) Desinfeksi dengan autoclave merupakan cara yang paling efektif.

  4) Ketiga cara desinfeksi tersebut akan membunuh Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu virus penyebab AIDS.

  5) Merebus dengan air panas selama 5-10 menit atau sterilisasi

  • –dingin, tidak akan membunuh virus hebatitis B. Pada daerah endemik Hepatitis, alat
  • –alat harus di autoclave atau direbus dalam air selama 5-10 menit.

  6) Ujung trokar harus diperiksa setelah melakukan 10 insersi, dan bila diperlukan dapat diasah kembali.

  Dengan pemeliharaan yang baik, trokar dapat dipakai untuk melakukan kurang lebih 50 insersi.

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

1. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan

  Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Varney menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal tahun 1970. Proses ini memperkenalkan sebuah metode dengan pengorganisasian, pemikiran dan tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan.

  Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodik.

  Proses dimulai dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi, setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah- langkah yang lebih rinci dan ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan semua data dasar awal yang lengkap dengan cara mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu: a. Riwayat kesehatan.

  b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan.

  c. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya.

  d. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi.

  2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnostik yang spesifik.

  3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial Pada tahap ini diidentifikasi masalah atau diagnosa potensial ini berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial ini benar- benar terjadi.

  4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.

  Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi.

  5. Langkah V : Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah- langkah sebelumnya.

  Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini data dasar yang belum lengkap dapat dilengkapi.

  Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap klien tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya.

  6. Langkah VI : Pelaksanaan Pada langkah ini rencana asuhan yang menyeluruh harus dilaksanakan secara efisien dan aman. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien.

  7. Langkah VII : Evaluasi Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana yang telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosis. (Muslihatun.2009.h;114-119)

  Pendokumentasian manajemen kebidnan dengan menggunakan SOAP: a. S (Data Subjektif)

  Pengkajian data yang diperoleh melalui anamnesis, berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien.

  Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan yang dicatat sebagai kutipan langsung/ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis, data akan menguatkan diagnosis yang akan disusun.

  b. O (Data Objektif) Data berasal dari asuhan observasi yang jujur dari pemeriksaan pasien, pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan diagnostik lainnya. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukan dalam data objektif, data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnostik.

  c. A (Assesment) Pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi

  (kesimpulan) dari data subjektif dan data objektif. Analisis yang tepat dan akurat meliputi perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pasien, dapat terus diikuti dan diambil keputusan/tindakan yang tepat.

  Analisis merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut varney langkah kedua, ketiga, dan keempat yang menyangkut kebutuhan tindakan segera harus segera diidentifikasikan menurut kewenangan bidan (tindakan mandiri, kolaborasi, dan rujukan).

  d. P (planning) Perencanaan dibuat saat ini dan yang akan datang.

  Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data yang bertujuan untuk mengusahakan terciptanya kondisi pasien seoptimal. P(planing) menurut Hellen Varnay masuk pada langkah kelima, keenam, dan ketujuh. Pelaksanaan asuhan dengan rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien.

  (Muslihatun.2009.h;123-124)

2. Penerpan Asuhan Kebidanan

a. Pengkajian 1) Data subjektif

  a) Identitas Klien (1) Nama

  Identitas dimulai dengan nama pasien, yang harus jelas dan lengkap seperti: nama depan, nama tengah dan nama belakang agar tidak tertukar dengan pasien lain yang mungkin namanya sama.

  (Matondang,dkk.2009.h;5) (2) Umur

  Untuk mengetahui umur klien. Pada umur 20-35 tahun merupakan masa-masa reproduksi sehingga rentan terjadi kehamilan. Pada wanita berumur lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi apabila terjadi kehamilan, sehingga disarankan memakai alat kontrasepsi dengan tujuan untuk mengakhiri kesuburan. (Hartanto,Hanafi. 2003.h;31). (3) Agama

  Diberbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi.Sebagai contoh penganut katolik yang taat membatasi pemilihan alat kontrasepsi mereka pada KB alami. Sebagai pemimpin islam mengklem bahwa sterilisasi dilarang sedangkan sebagian lainnya mengijinkan. Walaupun agama islam tidak melarang metode kontrasepsi secara umum, para akseptor wanita mungkin berpendapat bahwa pola perdarahan yang tidak teratur yang disebabkan sebagai metode hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama haid, mereka dilarang bersembahyang. Di sebagian, wanita Hindu dilarang mempersiapkan makanan selama haid sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi masalah. (Handayani.

  2010.h;17). (4) Suku bangsa

  Semua tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kepada wanita di klinik keluarga berencana atau tempat lain perlu memahami sikap mereka sendiri, serta sikap mereka terhadap jenis etnik. (varney.2007.h;414)

  (5) Pendidikan Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana tapi juga pemilihan suatu metode. Dihipotesiskan wanita yang berpendidikan menginginkan keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagian metode kontrasepsi. (Handayani.2010.h;17). Pendidikan ditanyakan untuk mengetahui tingkat pendidikan pasien, karena akan membantu dalam penyampaian konseling terhadap pasien dan pemahaman pasien dalam merawat kontrasepsi yang digunakan. (Saefuddin.2006.h;U-3)

  (6) Pekerjaan Tinggi rendahnya sosial dan keadaan ekonomi penduduk di Indonesia akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program keluarga berencana di Indonesia.

  Contoh : keluarga dengan penghasilan cukup akan lebih mampu, mengikuti program keluarga berencana dari pada keluarga yang tidak mampu, karena bagi keuarga yang kurang mampu, keluarga berencana bukan merupakan kebutuhan pokok. (Handayani.2010.h;17).

  Calon pengguna implant ditanyakan pekerjaan untuk mengetahui jenis pekerjaan apakah ringan, sedang, atau berat karena efek samping implant adalah terjadinya ekspulsi, dan ekspulsi bisa terjadi akibat bekerja terlalu berat. (Varney.2007.h;31)

  (7) Alamat Tempat tinggal merupakan informasi yang penting dipastikan. Karena apabila seorang wanita tidak memilki tempat tinggal/tinggal dipenginapan, maka hal ini dapat menghambat tenaga medis dalam melakukan kunjungan ulang kerumah dan kepedulian klien dalam memperhatikan KB implant yang digunakannya. (Varney.2007.h;31)

  b) Alasan datang Untuk mengetahui alasan pasien tersebut mengunjungi tempat pemeriksaan. (varney.2007.h;32). c) Keluhan utama Untuk mengetahui kontrasepsi apa yang diinginkan oleh pasien, misalnya :

  (1) Ibu menginginkan kontrasepsi yang reversibilitas tinggi.

  (2) Ibu menginginkan alat kontrasepsi yang efektifitasnya tinggi.

  (3) Ibu menginginkan alat kontrasepsi yang dapat dipakai 2 sampai 5 tahun (untuk jangka panjang).

  (4) Ibu menginginkan alat kontrasepsi yang tidak memghabat air susu ibu.

  (varney.2007.h;32) (5) Ibu menginginkan alat kontrasepsi yang memiliki riwayat penyakit kanker payudara, kanker hati, hipertensi, jantung dan diabetes mellitus. (Hanafi.2004.h;182)

  d) Riwayat kesehatan (1) Penyakit sistemik yang pernah diderita

  Wanita yang pernah memiliki riwayat penyakit kanker payudara tidak dapat menggunakan kontrasepsi hormone karena hormone progesterone yang terdapat pada kontrasepsi implant dapat meningkatkan pembesaran payudara, wanita dengan penyakit mioma uterus tidak dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi implant karena dapat memicu pembesaran miom uterus, intoleransi gula seperti diabetes mellitus juga tidak dapat menggunakan KB implant karena dapat meningkatkan kadar gula dalam tubuh.

  (Saefuddin.2006.h;MK-55). (2) Penyakit yang pernah diderita keluarga

  Dikaji untuk mengetahui apakah orang tua, saudara atau suami ada yang menderita kanker payudara, diabetes mellitus atau hipertensi karena kemungkinan penyakit turunan dan merupakan kontra indikasi dari KB implant. (Hanafi.2004.h;182)

  (3) Penyakit gynekologi Pada penderita penyakit ginekologi seperti mioma uteri atau kanker payudara tidak diperkenankan menggunakan KB Implant, karena hormon progesteron yang ada di kandungan batang implant dapat meningkatkan pembesaran mioma uteri atau kanker payudara dan termasuk kontra indikasi dari KB implant. (Varney.2007.h;485)

  e) Riwayat menstruasi (1) Menarche