UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS PADA KOMPETENSI D ASAR MENDESKRIPSIKAN PERJUANGAN PARA TOKOH PEJUANG MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DI KELAS V MIM KRAMAT - repository perpustakaan

  1. Hasil belajar

  a. Hakikat Belajar Menurut Djamarah (2008:14-15), belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Perubahan yang dimaksudkan tentu saja perubahan yang sesuai dengan perubahan yang dikehendaki oleh pengertian belajar. Oleh karena itu, seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar. Perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku.

  Menurut Slameto (2010:2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

  Kemudian menurut Gagne (Suprijono, 2011:2), belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.

  10 Berdasarkan pengertian-pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah pengembangan diri seseorang dalam berperilaku dan berkemampuan sebagai hasil dari pengalaman, aktivitas dan interaksi dengan lingkungannya yang ditandai dengan adanya perubahan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

  b. Hakikat Pembelajaran Menurut Sagala (2011:61), pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemauan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.

  c. Pengertian Hasil Belajar Menurut Abdurrahman (Jihad, 2010:14), hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.

  Sedangkan menurut Sudjana (2009:22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

  Menurut Usman (Jihad, 2010:16-20), menyatakan bahwa hasil belajar yang di capai siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang di rencanakan guru sebelumnya yang di kelompokan ke dalam tiga kategori, yakni dominan kognitif, afektif, dan psikomotor.

  Klasifikasi tiga aspek hasil belajar tersebut yaitu sebagai berikut: 1) Aspek Kognitif

  Aspek ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu (Sudjana, 2009:23): a) Pengetahuan , yaitu mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.

  b) Pemahaman , yaitu setingkat di atas pengetahuan. Mampu menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang di baca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain.

  c) Aplikasi , yaitu penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus.

  d) Analisis , yaitu usaha memilah suatu integritas menjadi unsur- unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. e) Sintesis , yaitu penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh.

  f) Evaluasi, yaitu pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil, dll. 2) Aspek Afektif

  Aspek afektif yaitu berkenaan dengan sikap dan nilai. Ada beberapa jenis kategori aspek afektif sebagai hasil belajar, dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks yaitu sebagai berikut (Sudjana, 2009:30): a) Reciving / attending , yaitu semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa.

  b) Responding atau jawaban , yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar.

  c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus.

  d) Organisasi, yaitu pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi.

  e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

  3) Aspek Psikomotoris Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Domain psikomotor terbagi atas lima aspek, yaitu sebagai berikut (Jihad, 2010:18):

  a) Menirukan, yaitu apabila ditunjukkan kepada anak didik suatu action yang dapat diamati, maka ia akan mulai membuat suatu tiruan terhadap action itu sampai pada tingkat sistim otot-ototnya dan dituntun oleh dorongan kata hati untuk menirukan.

  b) Manipulasi, yaitu anak dapat menampilkan suatu action seperti yang diajarkan dan juga tidak hanya pada seperti yang diamati. Anak didik mulai dapat membedakan antara satu set action dengan yang lain, menjadi mampu memilih action yang diperlukan dan mulai memiliki keterampilan dalam memanipulasi.

  c) Keseksamaan, yaitu meliputi kemampuan anak didik dalam penampilan yang telah sampai pada tingkat perbaikan yang lebih tinggi dalam mereproduksi suatu kegiatan tertentu.

  d) Artikulasi, anak didik telah dapat mengkoordinasikan serentetan action dengan menetapkan urutan secara tepat diantara action yang berbeda. e) Naturalisasi, yaitu tingkat terakhir dari kemampuan psikomotorik dimana anak telah dapat melakukan secara alami satu action atau sejumlah action yang urut.

  d. Tujuan Hasil Belajar Menurut Benjamin S. Bloon (Jihad, 2010:15), untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Setelah melalui proses belajar maka siswa diharapkan dapat mencapai tujuan belajar yang disebut juga sebagai hasil belajar yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah menjalani proses belajar.

  Tujuan Belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang baru. Selain itu kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, dan dapat menerima orang lain juga menjadi tujuan yang diharapkan.

  e. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Aunurrahman (2010:178-195), terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu:

  1) Faktor internal

  a) Ciri khas / karakteristik siswa Persoalan intern pembelajaran berkaitan dengan kondisi kepribadian siswa, baik fisik maupun mental.

  Berkaitan dengan aspek-aspek fisik tentu akan relativ lebih mudah diamati dan dipahami, dibandingkan dengan dimensi-dimensi mental dan emosional.

  b) Sikap terhadap belajar Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk berbuat. Sikap sesungguhnya berbeda dengan perbuatan, karena perbuatan merupakan implementasi atau wujud nyata dari sikap. Namun demikian sikap seseorang akan tercermin melalui tindakannya.

  c) Motivasi belajar Motivasi di dalam kegiatan belajar merupakan kekuatan yang dapat menjadi tenaga pendorong bagi siswa untuk mendaya gunakan potensi-potensi yang ada pada dirinya dan potensi di luar dirinya untuk mewujudkan tujuan belajar.

  d) Konsentrasi belajar Konsentrasi belajar merupakan salah satu aspek psikologis yang seringkali tidak begitu mudah untuk diketahui oleh orang lain selain diri individu yang belajar.

  Mengolah bahan belajar dapat diartikan sebagai proses berpikir seseorang untuk mengolah informasi-informasi yang diterima sehingga menjadi bermakna.

  e) Menggali hasil belajar Dalam kegiatan pembelajaran kita sering mendengar bahkan mengalami sendiri di mana kita merasakan kesulitan menggali kembali hasil belajar yang sebelumnya sudah kita temukan atau kita ketahui.

  f) Rasa percaya diri Rasa percaya diri merupakan salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran.

  g) Kebiasaan belajar Kebiasaan belajar adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukannya. 2) Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar siswa: a) Faktor guru.

  b) Lingkungan sosial (termasuk teman sebaya).

  c) Kurikulum sekolah.

  d) Sarana dan prasarana.

  2. Cooperative Learning (CL) Dalam proses pembelajaran, pengembangan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan guru dan sesama siswa yang dilandasi sikap saling menghargai harus perlu secara terus menerus dikembangkan di dalam setiap event pembelajaran. Kebiasaan-kebiasaan saling menghargai yang dipraktikan di ruang-ruang kelas dan dilakukan secara terus menerus akan menjadi bekal bagi siswa untuk dapat dikembangkan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat (Aunurrahman, 2010:7-9).

  Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu. Pendekatan pembelajaran merupakan aktifitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, atau dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan yang lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu. Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan (Sagala, 2011:68). Dalam penelitian ini model pembelajaran yang akan digunakan adalah pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning), model tersebut menekankan siswa untuk lebih aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

  Menurut Slavin (2010:8), Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.

  Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktifitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

  

Cooperative Learning merupakan suatu model pembelajaran yang

  saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain (Isjoni, 2009:16).

  Menurut Suprijono (2011:54), Cooperatif Learning adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk- bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.

  Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

  Cooperative Learning adalah suatu sikap atau perilaku bersama dalam

  bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari empat orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

  Menurut Stahl (Sholihatin dan Raharjo, 2009:7-9), ada beberapa konsep dasar yang harus diperhatikan dalam penggunaan cooperative

  learning : a. Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas.

  b. Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar.

  c. Ketergantungan bersifat positif.

  d. Interaksi yang bersifat terbuka.

  e. Tanggung jawab individu.

  f. Kelompok bersifat heterogen.

  g. Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif.

  h. Tindak lanjut. i. Kepuasan dalam belajar.

  Menurut Stahl dan Slavin (Isjoni, 2009:83-85), ada beberapa langkah-langkah dalam penggunaan model Cooperative Learning secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:

  a. Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang rencana program pembelajaran. Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapakan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran.

  b. Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil.

  c. Langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiatan mahasiswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar berlangsung.

  d. Langkah keempat, guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya.

  3. Tipe Make a match

  a. Pengertian tipe make a match (mencari pasangan) Menurut Lie (2002:55-56), make a match adalah teknik belajar mengajar mencari pasangan. Sedangkan menurut Suprijono

  (2011:94-95), hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajarannya di kembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu. Kartu tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

  Jadi, pembelajaran dengan menggunakan tipe make a match dapat diartikan sebagai strategi untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui peraga kartu.

  b. Kelebihan tipe make a match Tipe make a match memiliki kelebihan. Adapun kelebihan dari make a match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menarik dan menyenangkan.

  c. Langkah-langkah tipe make a match: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian). 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya, pemegang kartu yang bertuliskan LIMA akan berpasangan dengan pemegang kartu PERU. Atau pemegang kartu yang berisi nama KOFI ANNAN akan berpasangan dengan pemegang kartu SEKRETARIS JENDERAL PBB. 4) Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok. Misalnya, pemegang kartu 3+9 akan membentuk kelompok dengan pemegang kartu 3x4 dan 6x2.

  5) Setelah satu babak kartu diacak lagi diharapkan peserta didik tidak menerima kartu yang sama dari sebelumnya.

  Dari langkah-langkah make a match di atas, oleh peneliti di modifikasi yaitu guru meniup peluit pada saat pembelajaran make a

  match akan dimulai, hal tersebut agar masing-masing siswa dalam kondisi siap untuk mencari pasangan dari kartu yang telah diterima.

  Mengingat banyaknya model pembelajaran, penelitian yang akan dilakukan adalah pengaruh model sosial struktur pembelajaran kooperatif dan model sistem perilaku struktur mencari pasangan, yang disebut make

  a match . Pembelajaran dengan menggunakan tipe make a match bisa

  disajikan dengan menggunakan permainan kartu. Permainan dilakukan oleh semua manusia, dan merupakan suatu kebutuhan yang mendasar bagi anak-anak serta sesuatu yang sangat menarik.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semua permainan dalam pembelajaran akan menarik dan menimbulkan efek kreatif dalam pembelajaran. Aktifitas belajar dengan permainan akan memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih santai dan tidak membosankan. Peserta didik akan menjadi lebih berminat terhadap pelajaran yang disajikan. Kartu sendiri dapat diartikan sebagai media pembelajaran, alat peraga praktik, yang berfungsi memudahkan peserta didik dalam memahami konsep, sehingga hasil belajar peserta didik lebih baik.

  4. Media pembelajaran

  a. Pengertian Media Media berasal dari bahasa latin, yaitu bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.

  Makna umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.

  Association for Educational Communication and Teknology (AECT) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan (Solihatin dan Raharjo, 2009:22-23), media pembelajaran sifatnya lebih mengkhusus, maksudnya media pendidikan yang secara khusus digunakan untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang telah dirumuskan secara khusus.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah alat bantu belajar yang digunakan guru untuk mempermudah dalam menyampaikan materi sehingga dapat meningkatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik dalam pembelajaran guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaranakan lebih efektif dan efisien. Menurut Keemp dan Dayton (Solihatin dan Raharjo, 2009: 23-24), mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran:

  1) Menyampaikan materi dapat diseragamkan. 2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. 3) Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif. 4) Efisiensi dalam waktu dan tenaga. 5) Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. 6) Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.

  7) Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar.

  8) Mengubah peran guru kearah yang lebih positif dan produktif.

  b. Media Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda-Jepang.

  Dalam proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di kelas, guru lebih sering menyampaikan materi dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab, metode tersebut sering sekali digunakan guru dalam mengajar tapi dapat membuat jenuh dan bosan siswa, serta membuat siswa tidak mendengarkan penjelasan guru. Oleh sebab itu, guru harus dapat menciptakan metode pembelajaran yang menyenangkan agar peserta didik lebih kreatif.

  Dengan pembelajaran kooperatif penggunaan media kartu yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses kegiatan belajar mengajar dapat membuat peserta didik lebih aktif dan tidak membosankan karena lebih menarik. Sebagai alat peraga kartu permainan ini merupakan alat yang efektif untuk peserta didik yang bertujuan agar pengetahuan dan pemahaman peserta didik bertambah.

  Pada media kartu permainan ini, dapat berupa kartu soal dan pertanyaan. Dengan media permainan kartu ini dapat membuat peserta didik berpikir lebih kreatif dan mampu bekerja sama dengan kelompok untuk bisa menanamkan belajar berorganisasi.

  5. IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)

  a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu mata pelajaran atau program studi yang ada di dalam kurikulum persekolahan.

  Kurikulum adalah produk dari kebijaksanaan pemerintah hasil studi masyarakat yang selalu berubah. Kurikulum akan selalu berupa muatan yang berisi pesan nilai, norma, dan prinsip-prinsip moral yang sejalan dengan kebutuhan dan kepentingan pemerintah dan masyarakat. (Sapriya, 2007:5)

  b. Fungsi dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Mata pelajaran merupakan proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat.

  Dengan pendekatan tersebut, diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

  Salah satu karakteristik dari definisi IPS adalah bersifat dinamis, artinya selalu berubah sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat. Menurut Sapriya (2007:40) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan Negara Indonesia..

  Selain itu, Ilmu Pengetahuan Sosial juga bertujuan untuk membantu para remaja dalam mengembangkan potensinya agar menjadi warga negara yang baik dalam kehidupan masyarakat demokratis, maka IPS disajikan sebagai mata pelajaran untuk para siswa persekolahan dari mulai anak TK sampai para siswa tingkat SMA.

  Menurut Rosdijati, dkk (2010:59-60), untuk mengacu kepada tujuan pembelajaran IPS yang tercantum di dalam Standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan, maka pembelajaran IPS dilakukan agar peserta didik dapat mencapai kompetensi-kompetensi berikut:

  1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. 2) Memilki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

  Walau IPS memiliki tujuan yang mulia, kualitas pembelajaran

  IPS sering kali jauh dari harapan. Para guru menghadapi masalah klasik, seperti rendahnya prestasi siswa serta kurangnya motivasi atau keinginan terhadap pelajaran IPS di sekolah. Hal ini terjadi karena para siswa umumnya menganggap pelajaran IPS adalah pelajaran yang susah karena banyak materi yang harus dihafalkan, sehingga menyebabkan hasil belajar siswa terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mendapat nilai yang rendah.

  Pokok Bahasan Materi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas V, pada penelitian kali ini peneliti mengambil mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V dengan standar kompetensi menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan kompetensi dasar mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang yang semuanya terdapat pada semester II (genap). Kompetensi Dasar pada awal pertemuan pembelajaran adalah menceritakan kedatangan Belanda di Indonesia, menjelaskan sistem kerja paksa, dan menceritakan perjuangan para tokoh daerah dalam upaya mengusir penjajah Belanda. Materi dalam kompetensi dasar ini diajarkan pada awal tatap muka materi mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada penjajahan Belanda dan Jepang.

  Materi selanjutnya yaitu menjelaskan kedatangan Jepang di Indonesia, menjelaskan penderitaan rakyat pada masa pendudukan Jepang, dan menjelaskan perlawanan penjajahan Jepang. Materi pada kompetensi dasar ini diajarkan pada pertengahan materi mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada penjajahan Belanda dan Jepang. Materi ini juga termasuk materi yang memerlukan konsentrasi, pengetahuan dan pemahaman yang lebih, karena pada materi ini sangat membutuhkan daya ingat yang tinggi untuk mengingat tujuan Jepang datang ke Indonesia.

  Materi selanjutnya adalah mengetahui organisasi-organisasi yang digunakan para pemuda dalam melawan penjajahan dan menjelaskan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Kemudian materi yang terakhir adalah materi menjelaskan peranan sumpah pemuda dalam mempersatukan Bangsa Indonesia dan menyebutkan isi sumpah pemuda. Materi ini benar-benar materi yang harus dipahami oleh siswa agar siswa dapat mengetahui peranan sumpah pemuda dan dapat menyebutkan isi sumpah pemuda.

  Berdasarkan penelitian Nyoman (FKIP UMP) tahun 2010 yang berjudul Peningkatan Minat dan Hasil Belajar IPA pada materi Penyesuaian Hewan dengan Lingkungannya Melalui Pembelajaran model Make A Match pada Siswa Kelas V A SD Negeri Sokanandi Banjarnegara, menyimpulkan:

  1. Pembelajaran dengan menggunakan model make a match dapat meningkatkan hasil belajar, dalam penelitiannya menunjukan bahwa model make a match dapat meningkatkan hasil belajar dari 33,33% setelah tiga siklus menjadi 80%.

  2. Peningkatan minat siswa dalam pelajaran IPA mencapai 80%.

  Kondisi awal guru sebelum menggunakan tipe make a match pada

  pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas V pada materi mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang siswa kurang memperhatikan penjelasan dari guru dan banyak siswa yang bercerita sendiri sehingga dalam pelaksanaan evaluasi atau tes banyak anak yang dibawah KKM.

  Kondisi tersebut perlu adanya inovasi dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Dengan menggunakan tipe make a match siswa akan menjadi tertarik dan tidak merasa jenuh untuk mengikuti pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) karena dalam pembelajaran tersebut disajikan dengan menggunakan permainan kartu.

  Tipe make a match merupakan teknik mengajar yang sangat efektif dalam mendorong siswa untuk meningkatkan rasa keingintahuan sehingga siswa berani untuk mengungkapkan pendapat. Tipe ini berupa permainan kartu yang membuat para siswa menjadi senang dan tidak merasa jenuh dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran juga memiliki peran yang penting dalam proses belajar mengajar. Media Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat membuat proses pembelajaran lebih jelas, lebih interaktif, perhatian siswa lebih terpusat, siswa lebih termotivasi untuk belajar, merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif, dan informasi pelajaran yang disajikan dengan media yang tepat akan memberikan kesan yang mendalam dan lebih lama tersimpan dalam diri siswa.

  Bertitik tolak pada rendahnya hasil belajar peserta didik pada mata

  pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang ditunjukkan dengan rendahnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga hasil ulangan harian tidak sesuai harapan. Rendahnya hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS disebabkan oleh:

  1. Pembelajaran tidak menarik.

  2. Pembelajaran kurang melibatkan peserta didik secara aktif.

  3. Metode pembelajaran yang tidak bervariasi.

  4. Proses pembelajaran tidak membangkitkan hasil peserta didik.

  5. Kurangnya dorongan atau penguatan guru.

  Belum menggunakan Kondisi awal Hasil belajar rendah pembelajaran kooperatif tipe make

  a match

  Menggunakan pembelajaran Tindakan

  Siklus I kooperatif tipe

  make a match

  Siklus II

  1. Hasil belajar terhadap mata pelajaran meningkat

  2. Keaktifan dalam proses pembelajaran meningkat Kondisi akhir

  3. Nilai hasil ulangan meningkat Gambar 2.1

  Skema Kerangka berfikir penelitian Dari uraian kajian teori dan alur kerangka berpikir di atas, maka penerapan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tipe make a match diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi mendeskripsikan perjuangan para tokoh pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

  Berdasarkan perumusan masalah di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan adalah:

  1. Penggunaan tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada aspek kognitif pada kompetensi dasar mendeskripsikan perjuangan para tokoh pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

  2. Penggunaan tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada aspek afektif pada kompetensi dasar mendeskripsikan perjuangan para tokoh pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

  3. Penggunaan tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada aspek psikomotor pada kompetensi dasar mendeskripsikan perjuangan para tokoh pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

Dokumen yang terkait

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DAN TALKING STICK DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN

0 6 85

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH SISWA KELAS 5 SD NEGERI PANJANG 03 KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20162017

0 0 14

PENGARUH PENERAPAN TIPE MAKE A MATCH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PEMBELAJARAN IPS KELAS V

0 0 10

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH IPS DI KELAS V SD

0 0 13

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SENI MUSIK MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DI SMP

0 1 9

PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN TIPE MAKE A MATCH

0 0 8

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD 1 NGEMBAL KULON KUDUS

0 0 23

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS V SEMESTER II MIN SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - Test Repository

0 0 136

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP ISLAM DARUL HIKMAH MAKASSAR

0 0 113

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PERJUANGAN PARA TOKOH PEJUANG PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA KELAS V SD N BUMI II NO. 205 SURAKARTA TAHUN AJARAN 20172018

0 0 20