Studi fenomenologi tentang pengalaman kekerasan dalam pacaran pada perempuan - USD Repository
STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEKERASAN
DALAM PACARAN PADA PEREMPUAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Harinipta Hanitis Gilangsotya
NIM: 069114068
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEKERASAN DALAM PACARAN PADA PEREMPUAN
Oleh:
Harinipta Hanitis Gilangsotya NIM: 069114068
Telah Disetujui Oleh: Pembimbing Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. Yogyakarta, ......................
SKRIPSI STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEKERASAN DALAM PACARAN PADA PEREMPUAN
NIM: 069114068 Telah dipertahankan di depan panitia penguji
Pada tanggal 1 Maret 2012 Dan dinyatakan memenuhi syarat
Panitia Penguji Tanda tangan 1.
Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si.
........................
2. V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si.
........................
3. C. Siswa Widyatmoko, S.Psi., M.Si.
........................
Yogyakarta, Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Dekan,
Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si
iv
“if you want to make your dreams come true, the first thing you have to do is
wake up
” (anonim)
Karya ini ku persembahkan untuk setiap pribadi yang selalu bertanya dan menanti selesainya karya ini.
Kalian memberiku motivasi dan semangat walau tak jarang membuatku merasa
lelah.Namun yang terpenting, aku tahu kalian mengasihiku.
Terimakasih
v Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 Agustus 2012 Harinipta Hanitis Gilangsot
STUDI FENOMENOLOGI TENTANG PENGALAMAN KEKERASAN
DALAM PACARAN PADA PEREMPUAN
Harinipta Hanitis Gilangsotya
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan sebuah studi fenomenologi mengenai pengalaman kekerasandalam pacaran pada perempuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengalaman
kekerasan dalam pacaran yang dialami perempuan. Informan dalam penelitian ini adalah 5 (lima)
perempuan yang pernah mengalami kekerasan dalam pacaran. Pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan wawancara semi terstruktur, dimana pokok pertanyaan dalam wawancara ini
telah dipersiapkan sebelumnya namun probing yang diberikan akan disesuaikan dengan jawaban-
jawaban yang diberikan informan. Tahap analisis data yang digunakan yaitu mengorganisir
verbatim, membuat catatan pinggir berisi data yang penting, melakukan horizonaliting,
mengembangkan textural dan structural description, dan membuat penjelasan mengenai esensi
fenomena yang diteliti. Didapatkan tiga makna sebagai hasil dari penelitian ini. Makna yang
pertama menunjukkan bahwa kekerasan dalam pacaran membuat perempuan merasa tidak dihargai
sebagai perempuan, namun sebagai barang berharga yang dipamerkan. Makna kedua menunjukkan
bahwa perempuan akan merasa direndahkan, dilecehkan dan disakiti sebagai perempuan dengan
diajak berhubungan seksual berkali-kali dan dipukul saat menolak berhubungan seksual. Pada
makna ketiga menunjukkan perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran akan merasa
menyesal, beban dan merasa dibohongi oleh pacar mereka .Kata kunci: Fenomenologi, Kekerasan, Kekerasan dalam pacaran, Perempuan
vii
THE PHENOMOLOGY STUDY ABOUT DATING VIOLENCE
EXPERIENCES ON WOMAN
Harinipta Hanitis Gilangsotya
ABSTRACT
This phenomology study aims to describe dating violence experiences on woman.
Informan the research are 5 (five) womens who had experienced violence in relationship. This
research use semi-structured interviews to collect data, that the main questions in this interview
are already prepare but will be tailored to give a probing for informant. The analytic data stage
uses organize verbatim, arrange all important data, arrange horizonaliting, develope textural and
structural description, and also arrange explanation about phenomenon essence. There are three
meanings as a result of this study. The first meaning shows that dating violence makes women feel
disrespected as a woman, but as valuables on display. The second meaning suggest that women
will feel humiliated, harassedand abused were invited to have sex multiple times and beaten
whilerefusing to have sex. In the third meaning shows the women who experience dating violence would feel regret, the load and felt cheated by their boyfriends Keywords: Phenomonology, Violence, Dating Violence, Woman
viii Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Harinipta Hanitis Gilangsotya Nomor Mahasiswa : 069114068
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Studi Fenomenologi
Tentang Pengalaman Kekerasan Dalam Pacaran Pada Perempuan
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 12 Agustus 2012
Yang menyatakan, ( Harinipta Hanitis Gilangsotya )
KATA PENGANTAR
Berangkat dari rasa keingintahuan mengenai fenomena kekerasan dalam pacaran, peneliti kemudian mencoba untuk melakukan penelitian mengenai kekerasan dalam pacaran dari sudut pandang perempuan. Dalam proses awal hingga akhir penyusunan karya skripsi ini, peneliti banyak bertemu dengan pihak- pihak dan individu-individu yang turut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui ini, peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada: 1.
Tuhan Yesus Kristus, yang selalu memberi pengharapan saat semuanya terasa berat. Terimakasih atas penyertaan hingga aku merasa tidak sendirian.
2. Ibu Christina Siwi Handayani, selaku dosen pembimbing skripsi dan
Dekan. Terimakasih sebesar-besarnya saya ucapkan untuk ibu atas kesabaran dan bimbingan yang tak kenal lelah, juga atas semangat yang selalu diberikan saat saya terlihat putus asa. Terimakasih banyak Bu..
3. Bapak Didik Suryo Hartoko dan Bapak Siswa Widyatmoko selaku dosen penguji. Terimakasih atas masukan dan diskusi yang menambah pengalaman, pengetahuan dan wawasan.
4. Bapak Minta Istono dan Bapak Wahyudi yang telah membimbing saya secara akademik. Terimakasih atas bimbingan, semangat dan dorongan untuk segera menyelesaikan studi.
x
5. Keluarga „besar‟ ku: Bapak Banu Subagyo, Ibu Budi Wahyu Astuti dan Caranglaksita Abhimantra. Terimakasih atas pengertian, kesabaran, omelan, harapan dan sokongan dana yang diberikan untuk anak dan mbak mu yang galak ini.
6. Ibu Budi Wahyuni, yang telah mengenalkan saya pada kasus-kasus kekerasan pada perempuan. Terimakasih atas ilmu yang tak ternilai dan semangat yang selalu ditularkan. Tetap semangat Bewe!! 7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi. Terimakasih atas ilmu dan dinamika yang boleh saya rasakan selama masa perkuliahan.
8. Seluruh staf Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Pak Gie, Bu Nanik, Mas Doni, Mas Muji atas bantuan yang tak kenal lelah.
9. Alfri Fajar Gultom, laki-laki sabar yang tidak romantis. Terimakasih untuk waktu yang selalu tersedia dan tenaga yang tak pernah lelah untuk menemani mengerjakan skripsi.
10. Binggo dan Bagong, terimakasih atas kesetiaan yang tiada duanya dan pengusir jenuh yang ampuh. Aku sayang kalian.
11. Wayan, Mia, Windi, Nita, Sekar, Nobi terimakasih atas cerita persahabatan dan gosip-gosip yang dibagi. Mari kita lanjutkan kisah hidup masing-masing..cemangat!! 12. Teman-teman seperjuangan Dini, Bintang, dan Nadia. Akhirnya setelah mabok-mabok dan perjalanan yang serasa tak berujung sampai juga ya
xi kita. Terimakasih atas dinamika, bantuan dan gosip yang kita lalui bersama.
13. Tesa, Kezia, Mb Novi dan kalian semua tempat berbagi suka duka, terimakasih atas persahabatan yang selalu menguatkan. Semua terasa lebih mudah karena kalian.. Love U all..
14. Seluruh informanku dalam penelitian ini, terimakasih atas kepercayaan dan cerita yang boleh dibagi. Kalian perempuan kuat dan hebat, selamat menemukan cinta baru.
15. Teman-teman Psikologi angkatan 2006 yang tak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan cerita yang telah kita rangkai bersama.
Yogyakarta, 12 Agustus 2012 Penulis,
Harinipta Hanitis Gilangsotya
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ..i HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ....................................... ii HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ............................................... iii HALAMAN MOTTO ........................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................... vi ABSTRAK ........................................................................................................ vii ABSTRACT ..................................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... ix KATA PENGANTAR ......................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii DAFTAR GRAFIK........................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 8 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8 BAB II. LANDASAN TEORI ........................................................................... 10 A. Kekerasan dalam Pacaran ..................................................................... 10 B. Perempuan .............................................................................................. 15
xiii
xiv
1.Karakteristik fisiologi perempuan .......................................... 15 2. Perempuan dalam budaya patriarki .......................................... 17 C. Pengalaman ............................................................................................ 20 D.
Pengalaman Kekerasan dalam Pacaran pada Perempuan ..................... 21
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 24 A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 24 B. Batasan Istilah ....................................................................................... 27 C. Subjek Penelitian ................................................................................... 27 D. Teknik Pengambilan Data ...................................................................... 28 E. Analisis Data .......................................................................................... 29 F. Keabsahan Data ..................................................................................... 30 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 32 A. Pandangan Subjektif Peneliti mengenai Kekerasan dalam Pacaran pada Perempuan ..................................................................................... 32 B.
Proses Penelitian .................................................................................... 33 C. Hasil Penelitian ...................................................................................... 34 1.
Deskripsi Informan Penelitian ................................................. 34 2. Hasil Analisis Data Penelitian ................................................. 41 D. Pembahasan ........................................................................................... 65
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 71 A. Kesimpulan ............................................................................................ 71 B. Saran ...................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 73 LAMPIRAN ........................................................................................................ 76
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Jumlah Kekerasan Terhadap Perempuan Nasional Tahun 2001
- – 2010 .1 Grafik 2. Jumlah Kasus Kekerasan dalam Pacaran Tahun 2000
- – 2006 ............... 3
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Panduan Wawancara .............................................................................. 27 Tabel 2. Pengalaman Kekerasan dalam Pacaran ................................................. 42 Tabel 3. Sintesis Data Pengalaman ...................................................................... 57
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus kekerasan terhadap perempuan secara umum masih terjadi
secara luas di kalangan masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, jumlah kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia belum diketahui secara pasti. Berikut ini disajikan data kasus kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup nasional selama tahun 2001
- – 2010 yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan tahun 2011.
Grafik 1 Jumlah Kekerasan Terhadap Perempuan Nasional Tahun 2001
- – 2010
160000 143.586 140000 120000
105.103 100000 80000 54.425 60000 40000 25.522 20.39122.512 14.020 20000 7.787 3.169 5.163 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Melalui grafik di atas dapat dilihat bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan di tingkat nasional dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
1
2
yang cukup tajam. Puncaknya pada tahun 2009 Komnas Perempuan mencatat terjadi 143.586 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah kasus pada tahun 2008 yaitu sebanyak 54.425 kasus. Tahun 2010 Komnas Perempuan mencatat terjadi 105.103 kasus kekerasan terhadap perempuan, jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Lebih kecilnya angka kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2010 tidak dapat diartikan bahwa jumlah kasus kekerasan pada tahun 2010 telah berkurang.
Diakui oleh Komnas Perempuan, menurunnya angka kekerasan terhadap perempuan antara lain disebabkan karena keterbatasan lembaga dalam penjangkauan kasus kekerasan terhadap perempuan. Selain keterbatasan penjangkauan oleh lembaga, faktor lain yang menyebabakan menurunnya angka kekerasan terhadap perempuan adalah keengganan korban kekerasan untuk dicatat secara formal. Keengganan yang dirasakan korban ini dilatarbelakangi oleh kurangnya kesadaran korban akan kasus kekerasan dan kekawatiran mendapat stigma negatif dari masyarakat.
Pada tahun 2000
- – 2006 terdapat 2465 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke Rifka Annisa. Dari 2465 kasus tersebut 64% diantaranya adalah kasus kekerasan terhadap istri. Kasus kekerasan terbanyak kedua, yakni sebanyak 19% merupakan kasus kekerasan dalam pacaran. Perkosaan dan pelecehan seksual merupakan kasus kekerasan yang juga cukup mendapat perhatian dengan masing-masing mengambil proporsi 8% dan 5% dari total kasus kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan kasus kekerasan
3
yang lainnya digolongkan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga yang mengambil proporsi 3% ( Hidayat, 2009).
Melalui data di atas, nampak bahwa kasus kekerasan dalam pacaran merupakan kategori kekerasan paling serius kedua setelah kekerasan terhadap istri, dalam hal jumlah dan proporsinya terhadap angka kekerasan terhadap perempuan (Hidayat, 2009). Berikut ini akan disajikan data mengenai kasus
- – kekerasan dalam pacaran yang diterima oleh Rifka Annisa di tahun 2000 2006.
Grafik 2 Jumlah Kasus Kekerasan dalam Pacaran Tahun 2000
- – 2006
120 102
97
93 100
80
61
60
48
37
31
40
20 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Dalam tabel di atas, data awal menunjukkan adanya kasus kekerasan sebanyak 93 kasus yang dilaporkan pada Rifka Annisa pada tahun 2000. Pada tahun berikutnya, tahun 2001, terjadi peningkatan menjadi 102 kasus dan ini merupakan jumlah kasus tertinggi selama periode tahun 2000
- – 2006. Terjadi penurunan sebanyak 5 kasus di tahun 2002 dari tahun sebelumnya, pada tahun
4
tahun 2003 terjadi penurunan yang cukup tajam menjadi 61 kasus yang dilaporkan. Pada tahun 2004 dan 2005 masing
- – masing terdapat 48 dan 37 kasus yang diterima oleh Rifka Annisa. Pada tahun 2006 terdapat 31 kasus dimana angka ini merupakan angka terendah dalam periode tahun 2000 – 2006.
Sebagai kategori kekerasan yang memiliki kontribusi signifikan terhadap angka kekerasan terhadap perempuan, penurunan angka kekerasan dalam pacaran yang terlaporkan berpengaruh pada menurunnya angka kekerasan terhadap perempuan pada umumnya. Penurunan angka kekerasan ini menurut Komisioner Komnas Perempuan, Yustina Rostiawati, bukan dikarenakan jumlah kekerasan yang menurun namun karena penurunan kapasitas layanan yang disediakan negara dan akses keadilan yang masih mahal. Selain itu juga penurunan angka kekerasan dikarenakan masih banyak kasus yang tidak terjangkau dan tidak terlaporkan oleh lembaga-lembaga yang menangani masalah kekerasan ini.
Kekerasan dalam pacaran termasuk dalam kategori kekerasan terhadap perempuan, namun penelitian mengenai kekerasan dalam pacaran dengan fokus perempuan sebagai korban masih sangat jarang dilakukan. Penelitian yang ada selama ini lebih pada melihat motivasi, dampak atau bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran baik pada laki-laki maupun perempuan. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa tidak hanya perempuan yang bisa mengalami kekerasan dalam pacaran, laki-laki juga bisa mengalami hal tersebut. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Olshen (2007) dengan judul „Dating Violence, Sexual Assault, and Suicide Attempts Among Urban
5 Teenagers‟. Penelitian ini melibatkan 8080 siswa, 50% laki-laki dan 50%
perempuan, kelas 9-12 dari 87 sekolah umum di New York. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kekerasan dalam pacaran, serangan seksual dan bunuh diri di kalangan remaja kota. Hasil dari penelitian ini adalah 11,7% perempuan dan 7,2% laki-laki pernah melakukan usaha bunuh diri di masa lalu. Serangan atau kekerasan seksual di masa lalu dialami oleh 9,6% perempuan dan 5,4% laki-laki. Pengalaman kekerasan dalam pacaran diungkapkan oleh 10,6% perempuan dan 9,5% laki-laki. Temuan lain dalam penelitian ini adalah perasaan sedih yang ditekan, orientasi seksial, perilaku yang beresiko dan kekerasan dalam pacaran berhubungan dengan percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh remaja perempuan. Selain itu, serangan atau kekerasan seksual berhubungan dengan percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh remaja laki-laki.
Penelitian lain mengenai kekerasan dalam pacaran juga dilakukan oleh Kauran dan Allen (2004) dengan judul
„Dissatisfaction With Relationship
Power and Dating Violance Perpetration by Men and Women‟. Responden
dalam penelitian ini adalah 352 sarjana laki-laki dan 296 sarjana perempuan di Amerika. Pengambilan data menggunakan Conflict Tactics Scales dan
Relationship Power Scale. Hasil dari penelitian ini adalah ketidakpuasan dalam
keseimbangan relasi merupakan penyebab dari terjadinya kekerasan dalam pacaran pada laki-laki maupun perempuan. Selain itu, kekerasan yang dilakukan oleh orangtua mereka merupakan faktor terkuat kedua terjadinya kekerasan dalam pacaran. Hasil lain yang ditemukan adalah kekerasan dalam
6
pacaran yang dilakukan laki-laki disebabka karena kekerasan yang dilakukan oleh ibu mereka di masa lalu dan kekerasan yang dilakukan oleh perempuan disebabkan karena kekerasan yang dilakukan ayah mereka di masa lalu.
Dari kedua penelitian di atas, dapat dilihat bahwa kekerasan dalam pacaran tidak hanya dialami oleh perempuan, laki-laki juga bisa mengalaminya. Namun, perempuan lebih banyak mengalami kekerasan dalam pacaran dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terkait dengan aspek sosio budaya yang menanamkan peran jenis kelamin yang membedakan laki-laki dan perempuan. Norma umum yang terdapat dalam hampir semua kebudayaan terutama budaya patriarkhi menunjukkan pola relasi yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan. Rendahnya posisi perempuan dalam banyak kultur masyarakat membuat perempuan rentan terhadap berbagai tindakan kekerasan fisik maupun psikis (Rima, 2009).
Aspek sosio budaya dan norma umum masyarakat mengenai relasi yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan ini telah dihidupi bersama baik oleh laki-laki maupun perempuan sendiri, sehingga menjadi sesuatu yang wajar apabila terjadi kekerasan pada perempuan dalam relasi pacaran.
Perempuan memiliki keyakinan bahwa kekerasan yang dilakukan pacarnya merupakan hal yang wajar dan mereka memilih untuk memiliki pacar yang sesekali melakukan kekerasan daripada tidak memiliki pasangan sama sekali. Selain itu, ada perasaan takut bila pacar mereka membalas dendam dan mereka berharap bahwa suatu saat nanti pacar mereka akan berubah terutama bila telah memiliki anak (Susilowati, 2008).
7 Di sisi lain, kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai
kekerasan dalam pacaran membuat perempuan seringkali tidak menyadari dan tidak memahami kekerasan yang mereka alami, terutama saat mengalami kekerasan emosional. Kekerasan emosional memang banyak terjadi, namun seringkali tidak terlihat dan tidak disadari bahkan oleh korbannya sendiri (lbh- apik, 2010). Umumnya, perempuan sebagai korban kekerasan dalam pacaran akan tetap diam dan bertahan pada pasangannya bila mendapat kekerasan secara emosional, seperti misalnya dimaki, dikekang, dilarang bergaul dan sebagainya.
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa fenomena kekerasan dalam pacaran banyak dialami oleh perempuan. Relasi yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan membuat seolah-olah kekerasan merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Selain itu, perempuan seringkali tidak menyadari dan tidak paham akan kekerasan yang dialami. Oleh sebab itu, penguatan terhadap perempuan melalui informasi yang memadai mengenai kekerasan dalam pacaran sangat diperlukan. Sehingga perempuan sendiri yang dapat menghentikan kekerasan dalam pacaran yang mereka alami.
Sejauh ini penelitian yang mengkaji mengenai pengalaman kekerasan dalam pacaran dari sudut pandang perempuan masih terbatas. Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana pengalaman kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh perempuan. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena pengetahuan masyarakat mengenai kasus kekerasan dalam pacaran masih kurang, sehingga banyak kasus kekerasan dalam pacaran yang
8
terabaikan dan tidak terlaporkan. Apabila penelitian ini tidak dilakukan maka akan semakin banyak perempuan yang tidak menyadari telah menjadi korban kekerasan dalam pacaran. Sehingga angka kasus kekerasan dalam pacaran akan semakin tinggi karena perempuan yang tidak menyadari dan tidak memahami kekerasan yang dia alami.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengalaman kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh perempuan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh perempuan.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah keragaman penelitian penelitian psikologi mengenai pengalaman perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran.
2. Manfaat Praktis a.
Bagi Perempuan Memberikan informasi mengenai gambaran pengalaman perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran.
9 b.
Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan masyarakat dengan memberikan informasi mengenai pengalaman perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran.
BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dipaparkan teori yang sensitif terhadap fenomena
kekerasan dalam pacaran. Pada bagian yang pertama akan disajikan teori mengenai kekerasan dalam pacaran, dimana didalamnya mengandung unsur definisi, bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran dan dampak kekerasan bagi korban. Bagian kedua akan disajikan teori mengenai gender dan ketimpangan relasi gender pada perempuan.
A. Kekerasan dalam Pacaran
Kekerasan bukanlah sesuatu yang asing, hampir setiap hari kita melihat, mendengar atau membaca mengenai kekerasan melalui tayangan televisi atau media cetak. Secara etimologis, kekerasan atau violence berasal dari bahasa latin violentus yang berarti suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Tarigan (2009) mendefinisikan kekerasan sebagai perbuatan manusia yang membahayakan kehidupan atau kesehatan dalam arti yang luas. Tokoh Psikologi, Erich Fromm (dalam Sihotang, 2009) mengemukakan teori mengenai kekerasan, yakni sebagai suatu wujud dari kehampaan akan eksistensi diri sebagai manusia yang bertanggungjawab. Fromm membedakan dua sumber munculnya tindakan kekerasan dalam diri seseorang, yakni kekerasan yang muncul karena mempertahankan sesuatu yang berharga bagi dirinya sendiri atau agresi
10
11
defensif dan kekerasan yang terjadi karena kemauan sungguh-sungguh untuk menyengsarakan orang lain yang disebut sebagai agresi destruktif.
Kekerasan dapat terjadi pada siapa saja, termasuk pada perempuan. Saat ini, kasus kekerasan dalam perempuan mulai mendapat perhatian masyarakat. Dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 1993 (Hidayat, 2009), kekerasan terhadap perempuan didefinisikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan karena asumsi gendernya, yang menyebabkan atau akan menyebabkan penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis bagi perempuan, termasuk ancaman, pemaksaan atau pembatasan kebebasan bergerak, baik yang terjadi di dalam ataupun di luar rumah.
Penelitian yang dilakukan Hidayat (2009) pada sembilan perempuan korban kekerasan di Yogyakarta menemukan tujuh dampak kekerasan yang dialami oleh perempuan sebagai korban. Dampak yang dialami antara lain: a.
Kekerasan pada perempuan tidak bersifat tunggal, melainkan multidimensional dan kompleks.
b.
Berakibat pada kesehatan perempuan yang dapat berupa luka ataupun cacat fisik yang terdapat pada tubuh bagian luar.
c.
Secara spesifik kekerasan dapat menimbulkan gangguan dan kerusakan pada organ dan kemampuan reproduksi perempuan.
d.
Kekerasan selalu merupakan agresi terhadap jiwa dan emosi perempuan serta menghasilkan gangguan terhadap tatanan psikologis dan kejiwaan perempuan korbannya.
12 e.
Gangguan pada kesehatan jiwa perempuan dapat mendorong munculnya perilaku baru yang merugikan perempuan korban.
f.
Tekanan emosional, amarah dan ketakutan yang dialami perempuan korban dapat mempengaruhi orang-orang di sekitar korban.
g.
Kekerasan dapat menciptakan beban tambahan bagi ekonomi perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan mencakup pengertian yang luas. Salah satu bagian dari kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan dalam pacaran. Kekerasan dalam pacaran (Komnas Perempuan, 2011) menurut UU Perkawinan 1/1974, pasal 2 ayat (2), kekerasan dalam pacaran meliputi segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pasangan di luar hubungan pernikahan yang sah, termasuk kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami, mantan pacar/pasangan. Henton dkk (1983, dalam Molidor & Tolman, 1998) mengatakan bahwa dalam relasi pacaran sering diwarnai konflik dan kekerasan, dimana pasangan menjadi target fisik dari luapan rasa marah, cemburu dan kebingungan.
Pendapat yang diungkapkan oleh Henton menunjukkan bahwa kekerasan dalam pacaran terbatas pada serangan fisik yang diarahkan pada pasangan. Pada kenyataanya kekerasan dalam pacaran tidak hanya terbatas pada serangan fisik. Beberapa lembaga yang mengurusi masalah kekerasan terhadap perempuan turut menymbangkan pendapatnya mengenai bentuk-
13
bentuk kekerasan dalam pacaran. Menurut LBH APIK ada tiga bentuk kekerasan dalam pacaran, yaitu : a.
Kekerasan fisik, berupa pukulan, tamparan, tendangan dan serangan apapun yang bertujuan untuk melukai secara fisik b.
Kekerasan emosional, berupa pacar yang sering mengancam, pengabaian hubungan pacaran, cacian dan makian c.
Kekerasan seksual, berupa perkosaan, rabaan, sentuhan dan ciuman yang tidak dikehendaki dan pelecehan seksual.
Lembaga lain yang juga mengurusi masalah kekerasan terhadap perempuan yaitu Rifka Annisa menggolongkan kekerasan dalam pacaran ke dalam empat jenis kekerasan, yakni a.
Kekerasan secara emosional : Berupa cacian, makian, umpatan, hinaan, menjadikan kita bahan olok-olok dan tertawaan ataupun menyebut kita dengan julukan yang membuat sakit hati, cemburu berlebihan, melarang dan membatasi aktivitas kita, melarang kita berdandan, membatasi kita bergaul dengan siapa, larangan bertegur sapa atau ramah dengan orang lain serta memeras. Bentuk kekerasan ini sering terjadi namun tidak terlihat dan jarang disadari bahkan oleh korbannya sendiri.
b.
Kekerasan secara fisik : Misalnya memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong, menampar, menonjok, mencekik, menganiaya bagian tubuh, menyundut dengan rokok, , memaksa kita ke tempat yang membahayakan keselamatan diri kita.
14 c.
Kekerasan secara seksual : Bentuknya bisa berupa rabaan, ciuman, sentuhan yang tidak kita kehendaki, pelecehan seksual, memaksa kita untuk melakukan hubungan seks dengan beribu satu alasan tanpa persetujuan kita, apalagi dengan ancaman akan meninggalkan, atau akan menganiaya kita.
d.
Kekerasan secara ekonomi : bisa berupa pasangan yang menggantungkan hidupnya pada kita, meminjam uang secara terus menerus dan tidak pernah mengembalikan. Sears dkk (2006) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kekerasan fisik dan kekerasan emosional atau psikologis saling berhubungan. Mereka beranggapan bahwa kekerasan psikologis, seperti rasa cemburu dan keinginan untuk mengontrol, merupakan faktor penting dalam terjadinya kekerasan fisik.
Kekerasan dalam bentuk apapun akan membawa dampak negatif terutama bagi korban. Makepeace (1987, dalam Follingstad dkk, 1991) mengungkapkan bahwa dibandingkan laki-laki, perempuan lebih sering mengalami luka hingga membutuhkan pertolongan medis dalam kasus kekerasan dalam pacaran. Rasa sakit secara emosional akibat kekerasan dalam pacaran juga lebih berat dirasakan perempuan dibandingkan laki-laki.
Penelitian lain (Henton dkk, 1983, dalam Callahan dkk, 2003) menemukan bahwa Kekerasan Dalam Pacaran menimbulkan dampak rasa marah (60,3%), terluka (57,5%), terkejut atau menyesal (34,2%) dan takut (31,5%).
Melalui beberapa penjelasan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kekerasan dalam pacaran merupakan serangan dalam
15
bentuk emosional, fisik, seksual dan ekonomi. Serangan ini meninggalkan dampak negatif terutama bagi korban, seperti rasa marah, perasaan terluka, terkejut atau menyesal dan perasaan takut.
B. Perempuan 1.
Karakteristik fisiologis perempuan Secara biologis, manusia dibedakan menjadi dua yakni laki-laki dan perempuan, perbedaan inilah yang kemudian disebut dengan seks.
Moore dan Sinclair (1995, dalam Sunarto, 2004) mengemukakan bahwa seks menekankan pada perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan kromosom pada bayi, seperti yang dikutip berikut ini
“sex refers to the biological differences betwen men and women, the result of differences in the chromosomes of the embriyo”.
Menurut Echol dan Shadily (1983, dalam Nurhayati, 2012), seks adalah jenis kelamin, yaitu ciri kelamin perempuan dan laki-laki dari segi anatomi biologi seseorang, yang mencakup perbedaan komposisi hormon, pola genetik, struktur genital, anatomi fisik, anatomi reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Berdasarkan ciri ini, maka seseorang karena „penis‟ nya ia akan disebut laki-laki, dan karena „vagina‟ nya akan disebut perempuan di manapun dan kapanpun ia berada.
Pada masa pubertas, ciri seks sekunder pada perempuan maupun laki-laki akan mulai nampak tetapi organ-organ reproduksi belum sepenuhnya matang. Pada usia remaja kematangan seksual mulai muncul,
16
yaitu menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Ciri seks sekunder juga terus berkembang dan sel-sel diproduksi dalam organ seks (Nurhayati, 2012).
Organ seks perempuan terdiri dari payudara dan organ reproduksi yang terdiri dari organ reproduksi dalam dan luar. Organ tersebut mulai matang dengan datangnya menstruasi dan mulai memproduksi hormon. Ciri-ciri seks sekunder yang penting pada perempuan adalah pinggul bertambah lebar dan bulat, payudara membesar dan puting menonjol, rambut kemaluan mulai tumbuh, bulu ketiak dan bulu wajah mulai tumbuh, kulit lebih kasar, tebal dan berpori besar, kelenjar keringat lebih aktif sehingga mudah berjerawat, otot semakin besar dan kuat, serta suara semakin merdu (Nurhayati, 2012).
Perempuan secara fisik tampak khas dan berbeda dengan laki-laki. Fisik perempuan umumnya lebih lemah, tetapi sejak bayi hingga dewasa, perempuan memiliki ketahanan tubuh yang lebih kuat dan cenderung memiliki umur yang lebih panjang dibandingkan laki-laki (Parson, 1980, dalam Nurhayati, 2012). Ciri fisik lain yang membedakan antara perempuan dan laki-laki adalah fakta bahwa perempuan mengalami menstruasi, dapat hamil, melahirkan dan menyusui. Meskipun demikian, tidak semua perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Oleh karena itu, menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui bukanlah tugas perempuan namun potensi yang dimiliki oleh perempuan. Perempuan yang tidak memiliki potensi tersebut tetap disebut sebagai perempuan „normal‟
17
dalam batasan tertentu dan tetap berbeda secara fisiologis dan biologis dengan laki-laki umumnya (Nurhayati, 2012).
2. Perempuan dalam budaya patriarki
Pada umunya, perempuan dan laki-laki, dalam sistem patriarkis, dicitrakan dalam dimensi feminin dan maskulin. Handayani (2004) mengungkapkan berkaitan dengan dimensi maskulin, laki-laki dianggap lebih kompeten, berorientasi pada prestasi, kuat, mandiri, aktif, kompetitif, dan percaya diri. Sedangkan wanita dianggap terkait dengan dimensi feminin seperti tidak berkompeten, lemah, tergantung, pasif, tidak kompetitif, dan tidak percaya diri. Walaupun setiap jenis kelamin dihargai dengan berbagai sifat positif dalam atribut maskulin maupun feminin, namun ciri-ciri sifat maskulin yang dipersepsikan dimiliki oleh laki-laki dianggap lebih bernilai dibanding ciri-ciri sifat feminin yang dipersepsikan pada perempuan (Handayani, 2004).
Pencitraan maskulin-feminin yang bias tersebut telah melembaga terstruktur dalam budaya, hampir tanpa gugatan dan kritikan. Perempuan yang mengalami perubahan siklus hormon karena menstruasi dipersepsikan memiliki kepribadian yang tidak stabil yang berbeda dengan laki-laki (Nurhayati, 2012). Ketidak-stabilan hormonal yang memperngaruhi emosional dan mood perempuan menjadi stereotip yang dikembangkan di masyarakat hingga saat ini bahwa perempuan lemah dan tidak stabil sehingga membatasi ruang gerak perempuan dalam berbagai bidang.
18 Pemahaman yang salah terhadap tubuh perempuan oleh budaya
patriarki juga diungkapkan oleh Julia Kristeva (1986). Julia Kristeva (1986, dalam Handayani, 2010) mengungkapkan kekerasan terhadap perempuan berakar dari pemahaman yang salah terhadap tubuh perempuan. Menurut Kristeva, dalam proses penyapihan tubuh ibu akan dikotorkan dan dijijikkan agar bayi dapat lepas dari tubuhnya, dengan kata lain bayi dipaksa untuk berhenti menyusu. Kesan kotor dan jijik ini kemudian tersimpan dalam bawah sadar hingga dewasa. Persepsi kotor dan jijik ini kemudian oleh budaya patriarki dijadikan dasar untuk menempatkan perempuan sebagai masyarakat kelas kedua. Sebagai masyarakat kelas kedua, perempuan kemudian mendapatkan diskriminasi dan kekerasan dari masyarakat kelas satu atau laki-laki.
Akibat citra fisik yang dimiliki, perempuan dicitrakan sebagai makhluk yang tidak sempurna (the second class), makhluk yang tidak penting (subordinate), sehingga selalu dipinggirkan (marginalization), dieksploitasi dan mereka diposisikan hanya mengurusi masalah domestik dan rumah tangga. Walaupun pada kenyataannya dalam mengurusi masalah domestik sekalipun perempuan masih dikuasai oleh laki-laki dalam budaya patriarki sehingga mereka seringkali mendapatkan kekerasan secara fisik, seksual, ekonomi dan pelecehan (Nurhayati, 2012).
Perempuan yang menderita akibat sistem yang patriarkis dipandang lumrah dan wajar, sehingga perempuan tidak memiliki pilihan untuk tinggal di rumah atau keluar rumah, kedua dunia itu sama-sama tidak memberi
19
tempat yang aman dan nyaman bagi perempuan. Akibatnya banyak perempuan yang tetap bertahan dalam rumah tangganya, apapun keadaannya. Walker (1989, dalam Nurhayati, 2012) memberikan pendapat mengenai perempuan atau istri yang tetap bertahan dalam rumah tangga walaupun mengalami kekerasan. Menurut Walker, perempuan yang dianiaya sering merasakan ketidak berdayaan dan terjerat tetapi tetap berada dalam hubungan yang mengandung kekerasan. Mereka takut akan pembalasan atau mereka percaya bahwa suaminya (laki-laki) suatu saat akan berubah. Mereka tetap tidak berdaya dan tidak mampu melawan, dan yang paling buruk dari semua itu, mereka tidak lagi merasakan sakit.
Perempuan yang mampu bertahan dalam situasi yang menyakitkan ini dianggap sebagai citra perempuan yang memiliki sifat masokhism. Oleh karena masokhism dipandang sebagai citra perempuan, ini mengindikasikan penegasan akan kewajaran dominasi dan hegemoni laki-laki terhadap perempuan (Nurhayati, 2012). Menurut Stanford (1979, dalam Nurhayati, 2012), asal usul semua ini bukanlah dari perempuan sendiri, tetapi karena kebudayaan yang mendefinisikan peran perempuan secara picik, yaitu sebagai istri dan ibu saja serta lembaga sosial dan ekonomi yang menghalangi atau mempersulit usaha perempuan untuk keluar dari kekangan tradisi.
20 C.
Pengalaman
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung) (KBBI, 2003). Pengalaman atau experience dalam Oxfort Learning Dictionary (2000) merupakan pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari melakukan atau melihat sesuatu. Pengalaman akan sesuatu hal akan memunculkan perasaan tertentu atau sensasi fisik terhadap hal tersebut.
Kriyantono (2010) mengungkapkan, data pengalaman individu dalam ilmu Psikologi sering disebut sebagai Personal Document. Data ini merupakan bahan keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu sebagai anggota masyarakat tertentu yang menjadi objek penelitian. Data mengenai pengalaman individu dapat diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam. Melalui metode pengambilan data tersebut, peneliti dapat mengeksplorasi pengalaman- pengalaman pribadi individu yang bersifat subjektif dan mendalam.
Smith (2009) dalam bukunya mengungkapkan bahwa penelitian fenomenologi berurusan dengan pengalaman dan makna. Secara umum penelitian fenomenologi bertujuan untuk mengklarifikasi situasi yang dialami individu dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa dalam meneliti suatu fenomena, para individu menjadi pihak pertama dalam mendeskripsikan pengalaman kehidupan mereka. Analisis dalam penelitian fenomenologi berusaha melihat esensi psikologis dari fenomena. Dengan kata lain, fenomenologi berusaha menemukan makna-makna psikologis yang terkandung dalam fenomena melalui penyelidikan dan analisis dari pengalaman individu.
21 Melalui beberapa hal di atas, dapat dilihat bahwa pengalaman individu
merupakan bagian penting dalam penelitian psikologis fenomenologis. Husserl (tanpa tahun, dalam Smith, 2009) menolak pengandaian bahwa terdapat sesuatu di belakang atau di balik atau yang lebih mendasar ketimbang pengalaman dan kita harus memulai penyelidikan dari apa yang dialami oleh individu.