MOTIVASI PERILAKU MERAWAT DIRI PADA LAKI-LAKI
MOTIVASI PERILAKU MERAWAT DIRI PADA LAKI-LAKI SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi Disusun Oleh:
Carolina Visca Ratnasari 079114020
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012
MOTTO :
Bersabar… karena semua pasti akan indah pada waktunya...Berhenti mengeluh… semakin banyak mengeluh hanya akan semakin banyak melepas apa yang dikejar… Jangan berhenti mengejar kesempatan.. karena kesempatan tidak datang pada mereka yang diam dan menunggu…
Dipersembahkan untuk : Tuhan Yesus Kristus Bapak Ir. Robertus Sugiharto dan ibu Margareta Wiwik Retno P.
Kedua kakak kandung saya Agustina Weni Christiningrum Dan Bernadeta Niken Ratnaningsih,
Dan orang-orang yang selalu ada bagi saya dan membuat saya bersyukur memiliki mereka dalam hidup saya.
MOTIVASI PERILAKU MERAWAT DIRI PADA LAKI-LAKI
Carolina Visca Ratnasari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi dan dinamikanya yang memunculkan
perilaku merawat diri pada laki-laki. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 7 laki-laki dengan
kriteria melakukan perawatan diri. Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat pengumpul data
yakni stimulus projektif berupa gambar dan menggunakan wawancara semi terstruktur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perilaku merawat diri pada laki-laki didominasi dengan munculnya
kebutuhan yang dapat berkembang menjadi dorongan (drive) dan kemudian menjadi motif atau
bahkan terkadang muncul dari kebutuhan dan menjadi motif tanpa melewati perubahan menjadi
dorongan terlebih dahulu. Maka motivasi yang muncul dalam perilaku tersebut adalah guna
memenuhi berbagai kebutuhan yang muncul dalam diri subjek yang kemudian berkembang
menjadi dorongan dan motif. Kebutuhan yang muncul dan dipenuhi dengan merawat diri
berdasarkan hasil adalah kebutuhan mendapatkan perhatian dan penghargaan (recognition),
kebutuhan untuk menghindari sakit fisik (harm avoidance), kebutuhan akan beristirahat dan
ketenangan (passivity), kebutuhan akan sensasi yang menyenangkan (sentience), kebutuhan untuk
melakukan hal-hal yang menyenangkan, (playmirth), kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan
orang lain (affiliation), kebutuhan untuk menghindari kesalahan berulang dan ketakutan penolakan
(blame avoidance), kebutuhan untuk melawan penghinaan (counteraction), kebutuhan untuk
memenuhi rasa ingin tahu (cognizance), kebutuhan untuk memuaskan kebutuhan orang lain
(nurturance), dan kebutuhan untuk menerima hinaan dan menyerah pada kekuatan luar
(abasement). Hasil penelitian dapat membantu masyarakat untuk lebih memahami motivasi laki-
laki melakukan perawatan sehingga dapat meminimalisir pandangan negatif mengenai perilaku
tersebut. Pada laki-laki yang melakukan perawatan diri diharapkan dapat mengimbangi dengan
sikap waspada dan jangan sampai menimbulkan ketergantungan untuk menutupi kekurangan dan
meningkatkan rasa percaya diri. Kata kunci : motivasi, merawat diri, laki-laki.THE MOTIVATION OF GROOMING ATTITUDE TOWARD MALE
Carolina Visca Ratnasari
ABSTRACT
This study is aimed to understand the motivation and it’s change that bring out grooming
attitude toward male. Subject of the study are seven male who do grooming. This study conducted
with the projective stimulant as the data collection method. It is formed in picture and supported
by semi-structural interview. The result of the study shows that this attitude is dominated by the
rise of grooming needs as the passion later (drive). Then it becomes a motive or sometimes it
comes from needs and turn into motive without being passion at all. Thus, the motivations that rise
in this attitude are used to fulfil the need of getting attention and respect (recognition), the need to
avoid physical illness (harm avoidance), the need to have a rest and calmness (passivity), the need
of pleasure sensation (sentience), the need of doing something enjoyable (playmirth), the need of
having relationship with others (affiliation), the need to avoid the repeated mistake and the fear of
rejection (blame avoidance), the need to fight any insult behaviour (counteraction), the need to
satisfy others need (nurturance), and the need of accepting the insult behaviour and giving up to
the outer power (abasement). The result of the study will be able to help the people to understand
the motivation of male who have grooming attitude. Therefore, it will eliminate the negative image
toward this attitude. The grooming attitude at male should be done in balance with the awareness
and avoid the risk of being addict of this attitude to cover the weakness and improving self
confident. Key word : motivation, grooming, male.KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang sering terupakan tapi tidak pernah meninggalkan dan selalu memberikan kekuatan luar biasa sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Motivasi Perilaku Merawat Diri Pada Laki-laki” merupakan salah satu prasyarat dalam mencapai tingkat Strata Satu (S1) pada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Segala proses pengerjaan penelitian ini melibatkan bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Dr. Tjipto Susana M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dari awal hingga akhir penelitian Terima kasih untuk waktu, ilmu, dan kesabaran yang telah ibu berikan.
3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik peneliti. Terima kasih atas bimbingan selama masa perkuliahan dan masukan untuk metode penelitian kualilatif dan alat tes dalam penelitian.
4. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik dan mengajar penulis selama masa perkuliahan.
5. Segenap karyawan Fakultas Psikologi: Mas Muji, Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Doni, Pak Gi yang telah banyak membantu peneliti selama masa perkuliahan, terima kasih atas pelayanannya.
6. Bapak dan ibu yang sudah banyak memberikan dukungan moral, materi, dan kekuatan serta terlebih kesabaran yang tidak pernah ada habisnya selalu diberikan bagi saya. Semoga selesainya skipsi ini bisa membawa ketenangan, kelegaan, kebahagiaan dan meringankan beban bagi bapak dan ibuku sayang.
7. Kedua kakak kandungku yang tidak pernah berhenti buat mengingatkan segera selesaikan studi ini. Makasih buat sindiran dan semua nasehat yang selalu disampaikan sebagai bentuk dukungan dan lecutan supaya segera terseselaikan tanggung jawab. Terutama untuk selalu siap sedia menemani merefresh pikiran saat sedang merasa tertekan dan terbebani oleh tugas ini.
8. Spesial teruntuk Mario Richardus yang selalu siap mem-back up setiap kali saya terjatuh dan merasa putus asa. Terimakasih atas semua kesabaran, dukungan, doa, suka dan duka serta waktu yang banyak kita bagi bersama.
9. Kepompong rempong terutama Niena, teman seperjuangan dalam tugas yang satu ini, Noy, Ndud Dea, Tata, Sella, makasih buat canda tawa dan waktu-waktu yang sudah dilewati bersama penuh suka duka.
10. Angga yang mau dan rela menginapkan laptopnya berbulan-bulan dirumah supaya skripsi ini bisa segera saya selesai dengan tuntas.
11. Mbak Jojo yang mau juga diajak mondar mandir bimbingan dan urus ini itu. Terimakasih untuk sharing pengalaman hidupnya. Ceritamu menjadi salah satu kekuatan dan pembelajaran buatku agar tidak mudah mengeluh.
12. Lili yang udah mau direpotin buat menumpangnya beberapa kali dikost buat kerjain revisi dan kejar waktu, 13. (Alm) Maria Goretti Diani Lukasari yang menjadi kekuatan buatku juga untuk jangan mudah mengeluh dan lakukan semuanya dengan setulus hati. Semoga perjuanganku ini bisa meneruskan perjuanganmu yang kemarin belum sempat kau sentuh dalam studimu dek.
14. Terimakasih juga untuk semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang membantu dan memperlacar terselesaikan tanggung jawab ini. Akhir kata, peneliti menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini dari pembaca semua. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ........................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................. vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. .xviii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................1 A. Latar Belakang Masalah .......................................................................
1 B. Rumusan Masalah ...............................................................................
9 C. Tujuan Penelitian .................................................................................
9 D. Manfaat Penelitian ..............................................................................
9 BAB II. DASAR TEORI ............................................................................... 11 A. Motivasi ..............................................................................................
11
1. Definisi Motivasi ..............................................................................
46 D. Subjek Penelitian .................................................................................
3. Pembahasan Hasil Stimulus Projektif .............................................. 112
82
79 2. Pembahasan Need ............................................................................
78 B. Hasil Penelitian ................................................................................... 79 1. Pembahasan Umum .........................................................................
78 A. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................
76 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................
60 G. Kredibilitas Penelitian .........................................................................
47 E. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 47 F. Prosedur Analisis Data .........................................................................
44 C. Fokus Penelitian ...................................................................................
11
44 B. Strategi Penelitian ...............................................................................
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................. 44
A. Jenis Penelitian ....................................................................................39 D. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 42
2. Faktor-faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Merawat Diri 33 C. Kerangka Penelitian ............................................................................
1. Definisi Perawatan Diri .................................................................... 30
30
3. Teori Murray ................................................................................... 24 B. Perawatan Diri .....................................................................................
2. Pengukuran Motivasi ....................................................................... 14
4. Pola Gambar dan Wawancara ......................................................... 118
5. Pembahasan Pola Umum ................................................................. 143
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 154
A. Kesimpulan ......................................................................................... 154 B. Saran Aplikatif .................................................................................... 155 C. Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 157DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 158
LAMPIRAN ................................................................................................... 161
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Panduan Wawancara .............................................................. 56 Tabel 2. Prosentase Need Subjek ....................................................................
83 Tabel 3. Prosentase Need Stimulus Projektif Gambar .................................... 112 Tabel 4. Daftar Kebutuhan Tiap Subjek ......................................................... 145
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh pola motivasi berdasarkan penggabungan dua cerita stimulus projektif ............................................................................
69 Gambar 2. Contoh pola motivasi berdasarkan satu cerita berdasarkan satu cerita stimulus projektif ..................................................................
71 Gambar 3. Contoh pola motivasi dari hasil wawancara subjek ....................... 76 Gambar 4. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 1 .......... 119 Gambar 5. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 1 .................... 119 Gambar 6. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 2 .......... 124 Gambar 7. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 2 ..................... 124 Gambar 8. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 3 .......... 127 Gambar 9. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 3 ..................... 127 Gambar 10. Pola motivasi berdasarkan data stimulus proyektif subjek 4 ....... 130 Gambar 11. Pola motivasi berdasarkan data wawancara projektif subjek 4 .... 130 Gambar 12. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 5 ........ 133 Gambar 13. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 5 ................... 134 Gambar 14. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 6 ........ 137 Gambar 15. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 6 ................... 137 Gambar 16. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 7 ........ 141 Gambar 17. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 7 ................... 141 Gambar 18. Pola umum .................................................................................. 146
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Modul Pengumpulan Data Stimulus Projektif ............................ 162 Lampiran 2. Alat Stimulus Projektif . .............................................................. 227 Lampiran 3. Subjek 1 ...................................................................................... 230 Lampiran 4. Subjek 2 ...................................................................................... 247 Lampiran 5. Subjek 3 ...................................................................................... 259 Lampiran 6. Subjek 4 ...................................................................................... 277 Lampiran 7. Subjek 5 ...................................................................................... 292 Lampiran 8. Subjek 6 ...................................................................................... 308 Lampiran 9. Subjek 7 ...................................................................................... 322
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan diri pada umumnya dilakukan oleh sebagian besar wanita
sejak jaman dahulu. Di dalam lingkungan Keraton misalnya, tradisi merawat kecantikan telah dilakukan oleh para perempuan yang berusaha memperoleh kecantikan luar melalui perawatan dari dalam (Tilaar dalam Asteria, 2002) dengan meminum jamu, sebagaimana ajaran dalam Kitab Primbon Jampi Jawi dari masa Kerajaan Mataram. Begitu pula untuk perawatan tubuh dari luar melalui perawatan rambut, wajah, dan tubuh. Sebagai Simbolisasi Budaya Jawa, ajaran mengenai perpaduan kecantikan terdiri dari kecantikan luar dan dalam terdapat dalam Serat Wulung Wanito yang ditulis Pakubuwono IX sekitar tahun 1889 Masehi, yang berisikan pedoman tingkah laku yang baik bagi perempuan yang antara lain adalah bersahaja, pintar menyesuaikan diri, rajin membersihkan rumah serta merawat kebersihan badannya (Asteria, 2002).
Bila menengok sejarah bangsa Mesir Kuno tentang perawatan tubuh terdahulu yakni sekitar 10.000 tahun sebelum masehi, terdapat cerita yang menarik karena tidak hanya kaum perempuan yang merawat tubuhnya, tetapi kaum pria juga menggunakan minyak wangi dan obat oles untuk membersihkan dan melembutkan kulit serta menghilangkan bau badan (Wolf, 1991). Selanjutnya dari sumber yang sama dikatakan bahwa di antara
2
penduduk suku bangsa Woodabe di Nigeria, perempuan menjadi pemegang kuasa ekonomi dan mereka yang tinggal di pedalaman ini tertarik pada kecantikan laki-laki. Laki-laki Woodabe menghabiskan waktu berjam-jam untuk menghias diri bersama-sama dan kemudian bersaing dengan mengenakan busana yang provokatif dan riasan wajah serta menunjukkan pinggang-pinggang mereka yang ramping dan memasang tampang menggoda. Mereka berlomba dalam kontes kecantikan yang jurinya adalah kaum perempuan (Wolf, 1991).Secara tidak langsung, kutipan tersebut menggambarkan bahwa salah satu pendorong atau motivasi perilaku merawat tubuh pada laki-laki adalah supaya dapat menarik perhatian lawan jenis dan pasangannya.
Kebiasaan merawat diri pada pria ternyata tidak hanya menjadi tradisi atau aktivitas jaman dulu. Perawatan dengan target segmentasi pria kini mengalami pertumbuhan tercepat di industri kecantikan. Menurut jurnal
Men’s must , segmentasi pria menghabiskan 14 miliar dolar setahun pada
produk perawatan. Peneliti pasar memperkirakan bahkan memprediksi akan terjadinya peningkatan tahunan sebesar 4,5 sampai 5 persen hingga 2008 (“Business Wire”, 2004). Di Tokyo, Jepang dilaporkan bahwa pasar untuk salon estetik laki-laki memiliki nilai sekitar 33.280.000.000 Yen pada tahun 2006, naik 16,7% dari fiskal tahun 2004 dan merupakan 8,2% dari seluruh industri estetik (Inagaki, 2007). Hal ini juga diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebanyak dua digit pada fiskal tahun 2007 dan 9% pertumbuhan pada fiskal tahun 2008. Selanjutnya masih dalam sumber yang sama
3 disebutkan bahwa laki-laki yang umumnya pergi ke Salon menghabiskan uang dan waktu untuk perawatan diri mereka sendiri, dan mereka tidak hanya mencari kepuasan dari luar namun juga relaksasi dan kepuasan internal. Artikel lain bahkan menyebutkan bahwa orang Jerman rata-rata menghabiskan waktu 30 menit per hari untuk melakukan perawatan tubuh dan kulit, dan merupakan potensi pasar yang besar bagi perkembangan produk kosmetik (Stone,2008).
Dewasa ini, berbagai produk perawatan juga mulai bermunculan khususnya bagi kaum laki-laki.Mulai dari sabun wajah hingga pelembab wajah khusus laki-laki dengan model iklan artis laki-laki kenamaan. Hal ini tampaknya mulai mendorong masyarakat untuk membuka pandangan bahwa perawatan diri tidak hanya bisa dilakukan oleh para wanita, tapi juga para lelaki sehingga kegiatan perawatan kecantikan tersebut tampak sudah menjadi hal yang biasa dan bahkan menjadi kebutuhan bagi kaum laki-laki. Meskipun demikian, produk kesehatan dan perawatan pasar saat ini masih didominasi oleh produk untuk kaum perempuan (Casey, 2009). Dalam sumber yang sama dinyatakan bahwa beberapa laki-laki memilih untuk sembunyi- sembunyi membeli produk perawatan diri dan kecantikan (bagi kaum perempuan) serta menggunakannya sebagai pemenuhan kebutuhan akan perawatan penampilan.
Beberapa salon dan tempat perawatan kini bahkan menawarkan kelebihan untuk menarik para pelanggan laki-laki. Di antaranya dengan pemberian minuman gratis serta jaminan tidak akan diketahuinya perilaku
4 pelanggannya dalam merawat diri oleh orang lain terutama para wanita (Scott, 2000). Hal ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa meskipun perawatan tubuh dan wajah sudah menjadi hal yang biasa, namun tetap masih menjadi kekhawatiran para laki-laki saat melakukan perawatan, yakni kekhawatiran diketahui melakukan perawatan tubuh dan wajah. Pro dan kontra dalam masyarakat ini berupa tanggapan dan pandangan yang beredar di tengah masyarakat mengenai perilaku merawat diri pada laki-laki. Artikel tersebut mencerminkan bahwa kebiasaan melakukan perawatan diri pada laki- laki terutama di salon-salon kecantikan masih belum bisa diterima secara wajar oleh lingkungan sekitar yang ditandai dengan munculnya rasa enggan dan malu ketika harus masuk dan bahkan mengantri bersama pelanggan- pelanggan lain yang notabene kebanyakan adalah kaum wanita. Sebuah artikemenyatakan bahwa meningkatnya popularitas produk perawatan laki-laki dan munculnya ketertarikan pria dalam mode telah mendukung dan menunjukkan sikap bahwa nilai-nilai tradisional maskulinitas berubah. Namun, penelitian baru menunjukkan bahwa tidak semua orang merasa nyaman dengan perubahan ini. Semua orang menyadari masalah feminisasi dan prihatin tentang hal ini sehingga di beberapa tingkat, muncul kekhawatiran tentang munculnya sisi feminin dalam perilaku mereka.
Beberapa fenomena mengenai kemunculan perawatan diri pada laki- laki seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, mengundang beberapa peneliti untuk kemudian melakukan penelitian terkait dengan perawatan diri pada laki-laki. Namun sejauh pencarian peneliti, belum banyak penelitian yang
5 mengangkat mengenai motivasi yang mempengaruhi perilaku merawat diri pada laki-laki. Peneliti sudah melakukan pencarian dalam jurnal-jurnal, skripsi, dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai perawatan diri, akan tetapi belum banyak ditemui penelitian yang menyangkut motivasi memunculkan perilaku merawat diri.
Penelitian yang ditemukan justru penelitian mengenai faktor-faktor internal yang mempengaruhi munculnya perilaku merawat diri, maupun yang sudah dikaitkan dengan salah satu faktor tertentu. Salah satunya adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Anandika Arya (2011) mengenai perilaku merawat diri terkait dengan gaya hidup. Hasil penelitian menyatakan bahwa perawatan diri yang difokuskan pada perawatan wajah kini juga dianggap sebagai kebutuhan untuk menunjang penampilan sebagai salah satu bagian dari usaha pencapaian eksistensi diri. Tercapainya eksistensi diri adalah ketika individu diterima dan diakui oleh kelompoknya (Arya, 2011). Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2011 dengan subjek 15 laki-laki mahasiswa Fisipol UGM yang melakukan perawatan wajah di sebuah salon perawatan yang sudah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Penelitian tersebut dilakukan dengan metode kualitatif dan pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi serta artikel-artikel terkait. Subjek penelitian tidak hanya menggunakan laki-laki sebagai responden utama, tapi juga menggunakan subjek wanita sebagai dasar pandangan masyarakat mengenai perilaku merawat diri pada laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa subjek laki-laki menyatakan bahwa penampilan yang baik
6 dianggap dapat meningkatkan rasa percaya diri dan menunjukkan identitas dirinya.
Penelitian lain mengenai perawatan diri pada laki-laki juga pernah dilakukan untuk mengukur tingginya pengaruh beberapa faktor internal dalam perilaku merawat diri. Penelitian dilakukan oleh Souiden dan Diagne (2009) dengan mengukur tinggi rendahnya pengaruh beberapa faktor internal dalam perawatan diri dan dibandingkan antara laki-laki Kanada dengan laki-laki Prancis. Faktor rinternal yang diteliti dapat disebut juga sebagai contoh penelitian mengenai motivasi merawat diri karena motivasi itu sendiri adalah dorongan atau hal-hal yang mempengaruhi munculnya perilaku, yang berasal dari dalam diri seseorang. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan menggunakan skala untuk mengukur beberapa faktor tertentu. Subjek yang digunakan berjumlah 223 dengan prosentase 53,8% laki-laki Kanada, dan 48,2% laki-laki Prancis yang mengkonsumsi produk perawatan. Subjek dipilih di daerah metropolitan yang dianggap lebih berpotensi dalam melakukan konsumsi terhadap produk perawatan dan dipilih dengan cara insidental.
Kedua penelitian tadi dapat dikatakan sebagai penelitian mengenai motivasi, namun kedua penelitian tersebut memiliki keterbatasan.
Keterbatasan penelitian yang pertama (Arya, 2011) adalah bahwa penelitian ini hanya membatasi pada subjek yang melakukan perawatan di sebuah salon tertentu yang sudah ditentukan oleh peneliti. Tujuan dan hasil penelitian juga dibatasi pada salah satu faktor saja yang diukur yaitu gaya hidup. Penelitian
7 mengenai tinggi rendahnya faktor internal (Souiden dan Diagne, 2009) yang mempengaruhi perilaku merawat diri pada laki-laki Kanada dan Prancis juga memiliki keterbatasan, yaitu hasil penelitian hanya menunjukkan tinggi dan rendahnya faktor internal yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi produk perawatan. Sedangkan dinamika kemunculan motivasi hingga menimbulkan suatu perilaku, tidak dapat dilihat dari penelitian tersebut. Hal ini dikarenakan penelitian dillakukan dengan metode kuantitatif menggunakan pengambilan data berupa skala.
Berdasarkan hasil pencarian dan mencermati penelitian-penelitian sebelumnya mengenai perawatan diri dan faktor-faktor internal serta motivasi yang mempengaruhi munculnya perilaku tersebut, maka didapatkan gambaran bahwa belum ada penelitian yang melihat mengenai motivasi perilaku merawat diri pada laki-laki dilihat dari dinamika psikologisnya, yaitu mulai dari kemunculannya hingga menjadikan dorongan tersebut menjadi suatu bentuk perilaku merawat diri. Hal ini menjadi salah satu dorongan bagi peneliti untuk kemudian memilih motivasi sebagai hal yang akan diteliti terkait dengan perilaku merawat diri dengan melihat lebih mendalam pada dinamika motivasinya mulai dari kemunculan dorongan hingga perkembangannya menjadi sebuah perilaku merawat diri.
Mengkritisi juga dari beberapa penelitian sebelumnya, maka peneliti melakukan penelitian mengenai motivasi merawat diri pada laki-laki dengan metode dan teknik yang berbeda. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan teknik pengumpulan data berupa alat stimulus projektif dan
8 wawancara semi terstruktur. Penelitian ini akan menunjukkan bagaimana proses dan alur munculnya motivasi yang tidak bisa dilihat dengan metode kuantitatif. Pengumpulan data dengan alat stimulus projektif berupa gambar juga akan dapat membantu meminimalisir munculnya perilaku menilai diri baik atau yang lebih dikenal dengan istilan faking good pada subjek, dalam hal ini menilai diri baik adalah subjek akan memberikan jawaban yang dinilai baik oleh norma-norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat sehingga tidak memunculkan citra yang negatif di lingkungan.
Kelebihan lain yang didapat adalah metode ini dapat mengungkap dorongan-dorongan yang mungkin tidak disadari oleh subjek itu sendiri.
Yang dimaksud dengan dorongan yang tidak disadari adalah bahwa subjek tidak melakukan faking good ataupun bentuk kebohongan lain, namun dorongan yang diungkapkan biasanya adalah dorongan-dorongan yang disadari, sehingga dorongan-dorongan yang tidak disadari kadang jadi tidak terlihat atau tidak diungkapkan oleh subjek secara tidak sengaja. Maka, dengan menggunakan metode ini, dorongan-dorongan yang bahkan tidak disadari kehadirannya oleh subjek sendiri dapat diungkap melalui imajinasi dan fantasi subjek.
Penggunaan alat stimulus projektif terinspirasi dari TAT yang menurut Murray, dapat dipahami sebagai metode untuk mengungkap dorongan-dorongan, emosi-emosi, sentimen-sentimen, kompleks-kompleks dan konflik-konflik yang mendominasi kepribadian subjek. Sedangkan menurut Bellak, dalam menginterpretasikan cerita TAT, kita harus berasumsi
9 bahwa kartu-kartu TAT merupakan serangkaian situasi sosial dan hubungan interpersonal. Subjek akan lebih menunjukkan kecenderungannya berperilaku terhadap gambar daripada terhadap orang lain yang sungguh-sungguh nyata. Dengan kata lain, proses projeksi akan lebih mudah terjadi dengan bantuan gambar. Kalau berhadapan dengan orang lain, individu cenderung terhambat untuk bicara secara terbuka. Namun kalau berhadapan dengan gambar, ia akan lebih bebas mengungkapkan dirinya. (lebih dapat mengungkap dengan gambar daripada menggunakan wawancara) (Prihanto, 1993).
B. Rumusan Masalah
Apa motivasi laki-laki melakukan perawatan diri baik di rumah, salon maupun pusat perawatan kecantikan ?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui motivasi serta proses psikologisnya hingga kemudian menghasilkan sebuah perilaku dalam bentuk dinamika motivasi pada laki-laki yang melakukan perawatan diri baik di rumah, salon maupun pusat perawaran kecantikan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Memperjelas pengetahuan dalam bidang Psikologi Sosial mengenai motivasi dan hal-hal yang mempengaruhi munculnya motivasi yang dalam
10 hal ini adalah motivasi pada perilaku merawat diri pada laki-laki. Penelitian ini akan memberikan pandangan mengenai dinamika motivasi, proses dan alur munculnya motivasi dalam sebuah perilaku.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat Membuka pandangan atau paradigma mengenai laki-laki yang melakukan perawatan kecantikan di pusat-pusat perawatan diri sehingga lebih memahami motivasi dan dorongan-dorongan sebenarnya yang menjadi latar belakang mengapa para laki-laki melakukan perawatan diri sehingga bisa menjadi salah satu bahan pertimbangan sebelum menjatuhkan penilaian tertentu terhadap laki-laki yang melakukan perawatan diri.
b. Bagi para laki-laki Membuka pandangan sehingga menyadari sepenuhnya motivasi yang mendorong untuk melakukan perawatan diri dan memunculkan kewaspadaan diri pelaku supaya tidak justru menimbulkan kerugian dan dampak negatif. Kerugian dalam hal ini adalah munculnya ketergantungan akan perawatan diri guna meningkatkan hal-hal tertentu yang dipandang hanya bisa didapatkan dengan merawat diri, misalnya adalah kepercayaan diri, perhatian, dll yang membuat individu tidak lagi menggali potensi diri yang lebih bersifat pengembangan diri, melainkan lebih pada sifat ketergantungan pada suatu perilaku tertentu.
BAB II DASAR TEORI A. Motivasi 1. Definisi Motivasi Menurut Terry, motivasi adalah keinginan di dalam diri individu yang mendorong untuk bertindak (dalam Moekijat, 2002). Sedangkan motivasi menurut Murray adalah kekuatan dinamis,
pemberi energi, dan pengarah perilaku manusia. Sumber yang lain, yaitu Prihanto (1993) menyatakan bahwa untuk berbicara tentang motivasi, tentu harus berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan. Teori mengenai motivasi yang terkait dengan adanya kebutuhan, didukung oleh salah satu tokoh yang meneliti mengenai kebutuhan-kebutuhan manusia, yaitu Murray. Masih dalam sumber yang sama, Murray juga menyatakan tentang prinsip motivasi, yakni Murray menolak pendapat bahwa manusia tidak mempunyai ketegangan, dan ia begitu yakin bahwa setiap manusia itu didorong oleh upaya untuk mencapai keseimbangan keadaan tubuh. Adanya kebutuhan-kebutuhan menimbulkan kekuatan yang ada di dalam wilayah otak yang mengorganisasi tindakan, dan mengarahkan tindakan tersebut ke suatu arah tertentu sebagai pencapaian suatu kondisi yang seimbang dalam tubuh.
12 Teori tersebut sesuai dengan pernyataan Sunaryo (2004), yang menyatakan bahwa motivasi itu sendiri berasal dari adanya keinginan dan kebutuhan pada diri individu, sehingga memotivasi individu tersebut untuk memenuhinya. Sumber yang sama menjelaskan bahwa kebutuhan adalah kekurangan adanya sesuatu dan menuntut segera pemenuhannya agar terjadi keseimbangan (homeostatis). Dalam pengertian lain, kebutuhan adalah dasar dari perbuatan bermotif.
Pengertian lain tentang motivasi dikemukaan oleh Koontz (dalam Moekijat, 2002) bahwa motivasi menunjukkan dorongan dan usaha untuk memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan. Dorongan yang muncul untuk memuaskan kebutuhan ini kemudian biasa disebut dengan istilah drive. Drive yang biasa diterjemahkan menjadi dorongan, diperkenalkan pertama kali pada tahun 1918 oleh Robert Session Woodworth (dalam Koeswara, 1986). Dorongan, sebagai konstruk motivasional, biasanya dikaitkan dengan pemeliharaan homeostatis organisme. Masih dalam sumber yang sama dijelaskan bahwa homeostatis itu sendiri adalah proses dimana mekanisme-mekanisme kebutuhan bekerja dengan tujuan mempertahankan keadaan fisiologis pada taraf yang optimal. Dorongan memiliki kaitan yang erat dengan kebutuhan-kebutuhan organisme. Jika organisme mengalami keadaan kekurangan fisiologis atau mengalami kebutuhan-kebutuhan, dorongan untuk
13 mengembalikan keadaan fisiologis itu akan aktif pada organisme tersebut (Woodworth & Scholsberg, dalam Koeswara, 1986).
Stevenson (2001) menyatakan pengertian lain mengenai motivasi, yaitu motivasi adalah semua hal verbal, fisik, ataupun psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respons (dalam Sunaryo. 2004). Dorongan yang bersifat psikologis itu sendiri biasa disebut dengan motif. Definisi lain menyebutkan bahwa motif adalah dorongan psikobiologis internal yang membantu munculnya pola perilaku tertentu (Schustak, 2006). Sedangkan menurut Sunaryo (2004), salah satu pengertian motif adalah “sesuatu kekuatan dasar yang terdapat dalam diri organisme, yang menyebabkan organisme itu bertindak atau berbuat untuk memenuhi adanya kebutuhan agar tercapai keseimbangan (homeostatis)”. Pada umumnya, motif dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial.
Melihat berbagai macam teori dan definisi mengenai motivasi, maka peneliti mendapatkan gambaran secara keseluruhan bahwa motivasi itu sendiri adalah sebagai suatu energi yang memberikan kekuatan atau daya dorong yang diawali dengan munculnya kebutuhan (need) yang menimbulkan dorongan bersifat fisik (drive) atau yang bersifat psikologis (motif) baik secara langsung maupun melalui drive dan selanjutnya akan memunculkan perilaku. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka motivasi tidak dapat
14 dipisahkan dari ketiga komponen tersebut karena adanya keterkaitan satu sama lain.
2. Pengukuran Motivasi
Motivasi dapat diukur dengan cara melihat ciri-ciri perilaku yang bertujuan yang termotivasikan (Winter, dalam Martaniah, 1984).
Ada tujuh perilaku yang diambil Winter dari pendapat Murray, McClelland, dan Klinger yang dapat dipakai sebagai patokan untuk mengukur motivasi.
Ciri-ciri itu adalah sebagai berikut :
a. Jika tujuan sudah dekat perilaku makin nyata, sehingga makin mudah untuk diramalkan.
b. Perilaku bervariasi menurut kondisinya, terutama jika terjadi halangan atau hambatan.
c. Peningkatan kemantapan yang dapat dilihat dari performasi yang menunjukkan kecepatan, koefisienan yang meningkat, atau peningkatan performasi yang lain.
d. Laporan dari individu yang termotivasikan, apakah menurut yang bersangkutan yang menjadi motif perilakunya.
e. Tanggapan emosional dalam menghadapi dan mencapai tujuannya.
f. Sifat pilihan dan perhatian.
g. Bagaimana gambaran kognitifnya yang mengandung tujuan dan bagaimana cara untuk mencapai tujuan itu, apakah antisipasinya
15 negatif atau positif, dan bagaimana kepekaan pengamatannya mengenai objek-objek yang bertujuan.
Murray pernah menggunakan ciri satu dan dua sebagai dasar pengukuran motivasi dengan mempelajari kecenderungan perilaku orang dengan cara observasi langsung dan memeriksa dokumen- dokumen mengenai orang tersebut. Sebagai data tambahan, digunakanlah metode eksperimen. Metode ini memiliki keuntungan jika dilakukan oleh orang-orang yang memang terlatih, maka hasil data dapat diandalkan. Di sisi lain, metode pengukuran ini memiliki kelemahan yaitu metode ini hanya dapat melihat sebagian kecil dari perilaku orang yang diperiksanya, sehingga pendapat peneliti memiliki kemungkinan keliru. Kelemahan lain adalah adanya kemungkinan para peneliti dipengaruhi oleh motif, prasangka, proyeksi atau oleh hubungan mereka dengan yang diteliti.
Ciri ketiga dapat digunakan sebagai patokan pengukuran motivasi dengan mengukur kecepatan atau keuletan, akan tetapi tidak semua motivasi akan menyebabkan aktifitas yang lebih cepat atau yang tahan lama sehingga metode ini kadang kurang tepat.
Ciri keempat dan keenam dapat diukur dengan memberikan daftar pertanyaan. Metode yang dapat digunakan dalam pengukuran ciri keempat dan keenam ini bisa dilakukan dengan cara pengajuan skala dengan hasil data kuantitatif. Salah satu penelitian dengan menggunakan metode ini adalah penelitian Suhaman (dalam Anima,
16 1998) yang berjudul Motivasi dan Kreativitas: Peran Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Kreativitas, menggunakan pengukuran berupa skala motivasi intrinsik-ekstrinsik menggunakan model skala Likert, yang berupa pernyataan-pernyataan tertulis dengan masing- masing memiliki empat pilihan bertingkat. Hal yang diukur dalam penelitian tersebut adalah tinggi rendahnya peranan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam bidang kreativitas.
Metode ini memiliki kelemahan berupa potensi kemunculan
faking yang cukup tinggi. Meskipun orang tahu akan dirinya sendiri
dan tujuan-tujuan yang akan dicapainya, tetapi biasanya orang tidak mau bersusah payah untuk mengumpulkan hal tersebut secara sistematis. Di samping itu, orang sering dipengaruhi oleh norma- norma dalam masyarakat, sehingga jawaban yang diberikan tidak menunjukkan motivasinya, akan tetapi motivasi yang kira-kira diharapkan dan diterima oleh masyarakat, sehingga tujuan-tujuan yang bertentangan dengan norma pribadi maupun norma masyarakat tidak akan terungkap (Winter, 1973 dalam Martaniah, 1984). Sehingga, jawaban yang diberikan subjek tidak menunjukkan motivasinya, akan tetapi motivasi yang kira-kira diharapkan dan diterima oleh masyarakat, sehingga tujuan-tujuan yang bertentangan dengan norma pribadi maupun norma masyarakat tidak akan terungkap (Winter, dalam Martaniah, 1984).
17 Untuk beberapa penelitian yang tidak terlalu menyinggung hal- hal yang normatif, kelemahan lain pun berpotensi muncul yakni tidak terungkapnya motivasi yang tidak disadari oleh subjek. Subjek tidak melakukan kebohongan atau memberikan jawaban yang bersifat normatif, namun motivasi yang diungkapkan subjek hanyalah motivasi-motivasi yang disadari, sedangkan motivasi yang tidak disadari oleh subjek, tidak terungkap melalui skala yang diajukan. Penelitian juga dilakukan dengan metode kuantitatif sehingga data dan hasil yang didapatkan berupa angka dengan tujuan mengukur tinggi rendahnya motivasi sehingga tidak dapat diketahui lebih mendalam mengenai proses bagaimana motivasi itu sendiri terbentuk.
Perilaku yang termotivasikan tentu diikuti oleh representasi, antisipasi, dan citra kognitif (ciri yang ketujuh), maka pengukuran dapat dilakukan dengan mencatat dan menganalisis jaringan asosiasi kognisi ini. Gambaran kognitif ataupun jaringan asosiasi kognisi (ciri ketujuh) dapat dilihat dari fantasi, ide, dan imajinasi yang muncul dalam diri individu. Menurut Freud, imajinasi dan fantasi bisa dilihat menggunakan teknik asosiasi bebas dan analisis mimpi. Maka salah satu cara yang bisa ditempuh untuk melihat fantasi dan imajinasi melalui teknik asosiasi bebas adalah dengan menggunakan stimulus yang bersifat ambigu yang dapat memunculkan fantasi dan imajinasi bebas. Penggunaan stimulus bersifat ambigu digunakan berupa gambar dengan situasi beragam yang bersifat ambigu terkait dengan
18 hal-hal yang ingin dilihat dalam penelitian. Penggunaan stimulus projektif berupa gambar terinspirasi dari TAT (Thematic Apperception
Test ).
Penggunaan TAT memiliki kelemahan, yaitu karena terlalu banyak menggunakan waktu, sehingga terkesan tidak efisien.
Murstein (1963 dalam Martaniah, 1984) mengemukakan adanya beberapa hal yang menjadi masalah dalam penggunaan TAT, yaitu: a. Apakah dalam TAT motivasi menunjukkan diri secara langsung ?
b. Karena TAT dianggap merefleksikan beberapa motivasi, bagaimana mengukur motivasi tertentu ? c. TAT tampaknya mempunyai reliabilitas yang rendah.
d. Tampaknya TAT sangat sensitif terhadap situasi dan suasana pada waktu tes diberikan.
Berbagai kelemahan tersebut mendapatkan penjelasan dan jawaban dari Janssen (1970) dalam buku TAT: Kumpulan Kuliah Maret s/d Oktober 1969. Kelemahan yang pertama mengenai kemunculan motivasi dalam menunjukkan diri dijelaskan bahwa dalam TAT, motivasi menunjukkan dirinya dengan dua cara dalam bentuk kebutuhan dan dorongan. Suatu dorongan atau kebutuhan menyatakan diri secara subjektif sebagai suatu impuls, suatu keinginan, suatu maksud atau dapat menyatakan diri secara ojektif, sebagai cara bertingkah laku.
19 Bagaimana kebutuhan dan dorongan ini nampak, ada dua cara pernyataan. Cara yang pertama adalah motivasi dapat menyatakan diri secara subjektif , yaitu kebutuhan menyatakan diri sebagai suatu impuls, keinginan, maksud atau sebagai suatu dorongan. Contohnya jika subjek menyatakan bahwa tokoh memiliki keinginan yang tinggi untuk mendapatkan suatu barang, maka motivasi sebenanrnya dapat berupa perasaan ketidakberdayaan subjek dalam mengekspresikan dan mendapatkan keinginannya. Sedangkan cara yang kedua adalah motivasi dapat menyatakan diri secara objektif , yaitu kebutuhan menyatakan diri sebagai suatu cara bertingkah laku yang tampak, bukan yang tidak disadari, bukan yang disembunyikan, jadi secara terbuka. Pada cara yang kedua ini, motivasi lebih bersifat terbuka dan muncul secara jelas dalam bentuk cerita subjek. Contohnya adalah tokoh dalam gambar yang dinyatakan subjek melakukan tindakan pembunuhan terhadap pasangan, maka motivasi yang terlihat adalah motivasi agresifitas terhadap lingkungan. Maka sebenarnya, motivasi dapat muncul secara tersembunyi atau tidak terlihat secara langsung dan ada juga yang diekspresikan oleh subjek secara langsung melalui kalimat-kalimat tertentu.
Kelemahan kedua yang dipertanyakan adalah mengenai bagaimana cara mengukur motivasi tertentu dalam TAT. Stimulus projektif dalam TAT dapat digunakan untuk mengukur berbagai macam motivasi melalui 20 kartu yang sudah disediakan dalam TAT.
20 Dari 20 kartu tersebut, hanya akan dipilih 10 kartu saja yang dianggap dapat merepresentasikan motivasi –motivasi tertentu yang ingin dilihat olehh peneliti. Misalnya adalah jika subjek dalam keadaan depresi, maka harus digunakan semua gambar yang mengarah pada agresifitas dan bunuh diri. Jika dalam kasus studi tampak bahwa depresi berhubungan dengan meninggalnya seseorang yang dekat dalam hubungan keluarga, maka gambar yang digunakan adalah gambar-gambar yang mengarah pada afiliasi atau kasih sayang yang pada TAT maka kartu yang dapat diajukan adalah kartu gambar nomor 15 (Janssen, 1970).
Berdasarkan penentuan penggunaan gambar stimulus projektif pada TAT itulah yang kemudian juga digunakan dalam penelitian ini.
Penentuan situasi dalam pembuatan gambar yang akan digunakan sebagai alat stimulus projektif ditentukan dengan berdasar pada situasi-situasi yang muncul dalam perawatan diri. Namun di sisi lain, situasi-situasi yang dimunculkan dalam gambar tetap bersifat ambigu, sehingga dapat memunculkan kebutuhan-kebutuhan dan dorongan- dorongan lain diluar situasi dalam gambar.