BAB 1 & 2 YOPI FERNANDO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dimasyarakat akhir-akhir ini banyak yang

  berubah dengan mengkonsumsi banyak kadar makanan yang tinggi akan lermak, tinggi garam, serta perilaku masyarakat yang masih melakukan kebiasaan merokok dan juga aktivitas yang tidak mengenal batas dan waktu sedang trend saat ini yang mengurangi aktifitas fisik masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya (Evadewi dan Luh, 2013). Hal tersebut mengakibatkan kurangnya aktifitas fisik yang sehat berdampak munculnya berbagai penyakit kronis yang ada di masyarakat salah satunya adalah hipertensi atau sering dikenal dengan tekanan darah tinggi.

  Hipertensi adalah tekanan darah tinggi diatas batas normal tekanan darah seseorang dan diukur paling tidak ada tiga kesempatan yang berbeda.

  Tekanan darah dikatakan normal bila tekanan darah hasil sistolik 120 mmHg sedangkan untuk hasil diastolik didapatkan hasil 80 mmHg jadi 120/80 mmHg sedangkan untuk tekanan darah dianggap hipertensi adalah hasil dari sistolik > 140 mmHg dan untuk hasil diastolik > 90 mmHg seperti 140/100 mmHg (Corwin 2009).

  Hampir 1 milyar orang diseluruh dunia memiliki tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah salah satu penyebab utama kematian dini diseluruh dunia. Hipertensi membunuh hampir 8 miliyar orang setiap tahun di dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap tahunnya di kawasan Asia Timur-Selatan. Sekitar sepertiga dari orang dewasa di Asia Timur-Selatan menderita hipertensi (WHO, 2015).

  Pravelensi Hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada kelompok umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8 %. Pravelensi hipertensi pada setiap provinsi di Indonesia pada kelompok umur ≥ 18 tahun tergolong cukup tinggi. Sebagai contoh pravelensi hipertensi dibeberapa provinsi antara lain pada tahun 2013 rata-rata di atas 29,4 %. Sedangkan pravelensi hipertensi pada kelompok umur ≥ 18 tahun di Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 26,4. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan. Terdapat 13 provinsi yang persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di propinsi Bangka elitung (30,9 %) atau secara absolut seanyak 30,9 % x 1.380.762 jiwa = 426.655 jiwa (kemenkes RI, 2014)

  Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya kejadian hipertensi masuk dalam 10 penyakit terbanyak dan menempati urutan Kedua dengan jumlah 41.819 kasus (Dinas KesehatanPalangka Raya, 2016). Pada

  

tahun 2016 di RSUD Jaraga Sasameh Buntok total kasus hipertensi sebanyak 2.013

kasus, dan pada tahun 2017 sebanyak 2.646 kasus dan pada tahun 2018 sebanyak

  1.283 kasus. Meskipun ada sedikit penurun jumlah penderita hipertensi dari tiga tahun sebelumnya penyakit hipertensi tetap menduduki penyakit Ketiga

  Hal yang perlu dilakukan untuk mengurangi angka kejadian hipertensi yang terus meningkat perlu dilakukan penatalaksanaan. Penatalaksanaan hipertensi yang sudah terjadi bisa dengan mengurangi jumlah asupan natrium atau garam dalam tubuh dan memperbanyak konsumsi buah yang segar seperti jeruk dan buah lainnya. Menghindari makanan yang diawetkan dalam kaleng karena dapat meningkatkan kadar natrium, berhenti merokok serta berhenti mengkonsumsi alkohol, perbanyak olahraga, hindari stress dapat mengurangi angka tekanan darah tinggi diluar batas normal (Corwin, 2009). tekanan darah dalam batas normal serta teratur mengkonsumsi obat antihipertensi (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2010).

  Obat antihipertensi terbukti dapat mengontrol tekanan darah pasien yang menderita hipertensi dalam batas stabil. Obat antihipertensi berperan dalam menurunkan angka kejadiaan komplikasi yang bisa terjadi akibat tidak stabilnya tekanan darah pasien. Komplikasi yang bisa terjadi akibat penyakit hipertensi salah satunya adalah stroke dengan prevalensi pasien yang memiliki riwayat hipertensi sebanyak 95% pasien. (Burhanuddin, Wahiduddin, dan Jumriani, 2012).

  Penggunaan antihipertensi tidak akan cukup untuk mengontrol tekanan darah untuk jangka panjang bila tidak didukung dengan kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi tersebut. Problem ketidakpatuhan pasien dalam minum obat tersebut umum ditemui pada pasien yang memiliki penyakit kronis dan memerlukan pengobatan jangka panjang. Harus ada kronis seperti pasien yang memiliki tekanan darah atau hipertensi untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan obat pada pasien hipertensi tersebut (Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih, 2013).

  Keberhasilan pasien dalam pengobatan pada pasien hipertensi banyak yang mempengaruhi proses penyembuhan tersebut salah satu faktor keberhasilan penyembuhan tersebut yaitu kepatuhan pasien dalam minum obat. Pasien hipertensi dapat mengendalikan tekanan darahnya dalam keadaan stabil. Tetapi banyak pasien yang tidak patuh mengkonsumsi obatnya dengan kesehatan untuk mengkonsumsi obat hipertensi dimana banyak pasien hipertensi tidak dapat mengontrol tekanan darahnya dan berujung pada kematian pasien (Morisky dan Munter, 2009).

  Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien hipertensi dalam mengkonsumsi obat antihipertensi. Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat banyak yang mempengaruhi kepatuhan tersebut khususnya pada penderita hipertensi yaitu pendidikan, pengetahuan, motivasi, hubungan antar pasien dengan tenaga kesehatan, dukungan dari keluarga, dukungan lingkungan sekitar maupun sosial (Evadewi dan Luh, 2013). Jarak pelayanan kesehatan (keterjangkauan pelayanan kesehatan), serta dukungan dari petugas kesehatan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien hipertensi (Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, 2013).

  Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 8 Maret 2019 di RSUD Jaraga Sasameh Buntok, peneliti melakukan wawancara memiliki tingkat kepatuhan yang rendah tidak rutin meminum obat antihipertensi dengan alasan (7 responden) menyatakan karena tidak merasakan adanya keluhan kembali/merasa sehat, (2 responden) lupa mengingat waktu kontrol pengobatan dan (1 responden) sibuk dengan aktivitas atau pekerjaanya. Dari hasil studi pendahuluan juga diketahui (10 responden) memiliki tingkat pemahaman yang rendah tentang obat hipertensidi karenakan responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah (6 responden tamat SD dan 3 responden tamat SMP dan 1 responden tidak

  Dari uraian di atas, peneliti melihat adanya fenomena tentang tingkat kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat antihipertensi yang didukung oleh rendahnya tingkat pendidikan dari pasien untuk menyerap informasi terkait konsumsi obat antihipertensi. Namun, data yang peneliti dapatkan hanyalah data ringkas dan belum dapat digeneralisir secara keseluruhan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melanjutkannya kedalam studi yang lebih mendalam tentang “Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Ketidakpatuhan Pasien Hipertensi Mengkonsumsi Obat Antihipertensi di RSUD Jaraga Sasameh Buntok 2019”.

B. RumusanMasalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Ketidakpatuhan Pasien Hipertensi MengkonsumsiObat

C. TujuanPenelitian

  1. TujuanUmum

  Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran faktor-faktor penyebab ketidakpatuhan pasien Hipertensi mengkonsumsi obat antihipertensi di RSUD Jaraga Sasameh Buntok 2019.

  2. Tujuan Khusus a.

  Mengidentifikasi gambaran ketidakpatuhan minum obat antihipertensi pada pasien Hipertensi berdasarkan pengaruh obat

  b.

  pada pasien Hipertensi berdasarkan akses informasi

  c. Mengidentifikasi gambaran ketidakpatuhan minum obat antihipertensi

  pada pasien Hipertensi berdasarkan dukungan keluarga

  d. Mengidentifikasi gambaran ketidakpatuhan minum obat antihipertensi

  pada pasien Hipertensi berdasarkan keyakinan e. Mengidentifikasi gambaran ketidakpatuhan minum obat antihipertensi pada pasien Hipertensi berdasarkan harapan minum obat

D. ManfaatPenelitian

  1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengembangan keilmuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam kepatuhan konsumsi obat pada penderita hipertensi.

  2. ManfaatPraktis

  Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi mengenai gambaran faktor-faktor penyebab ketidakpatuhan pasien meminum obat antihipertensi serta untuk menambah kepustakaan.

  b. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perencanaan dan evaluasi

  c. Bagi Responden Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah keingintahuan responden untuk patuhminum obat dan responden sadar akan pentingnya dalam mengkonsumsi obat serta menjaga tekanan darah dalam batas stabildan untuk menurunkan angka terjadi komplikasi dikemudian hari akibat tekanan darah tinggi atau hipertensi tersebut

  d. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.

  e. Bagi Peneliti lain Penelitian ini sebagai bahan atau sumber data bagi penelliti selanjutnya dan bahan pembanding untuk melakukan penelitian

E. Keaslian Penelitian

1. Evadewi, dan Sukmayanti (2013) dalam penelitianya yang berjudul

  “Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Pasien Hipertensi Di Denpasar Ditinjau Dari Keperibadian Tipe A Dan Tipe B“. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepatuhan mengkonsumsi obat pasien hipertensi. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode komparasi. Tehnik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tehnik sampling yang digunakan yaitu purposive random sampling. Hasil penelitian menunjukan terhadap perbedaan kepatuhan mengkonsumsi obat antara pasien hipertensi dengan kepribadian tipe A dan B dan analisis kepatuhan mengkonsumsi obat berdasarkan usia, jenis kelamin, lama mengalami hipertensi. Persamaan dalam penelitian ini kepatuhan mengkonsumsi obat pasien hipertensi dengan menggunakan penelitian kuantitatif, meneliti data demografi yang mencakup usia, jenis kelamin dan lama menggalami hipertensi. Perbedaan dalam penelitian ini adalah tempat lokasi penelitian, waktu penelitian serta menggunakan tehnik sampling yang digunakan yaitu purposive random sampling dan dalam pengambilan sampel dengan cara total sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

2. Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih (2013) dalam penelitiannya

  yang berjudul “Kepatuhan Pengguanan Obat pada Pasien Hipertensi di Puskesmas“ tujuan penelitian ini mengetahui kepatuhan penggunaan obat pada pasien hipertensi dipuskesmas. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional potong lintang dengan melibatkan responden pasien hipertensi mengunakan pengukuran tingkat kepatuhan kuesioner MMAS (Morisky Medication Adherence Scale) dengan 8 pertanyaan yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Hasil dari penelitian ini dari jumlah 215 responden yang dilibatkan dalam penelitian diketahui 62,3% patuh menggunakan obat antihipetensi. Persamaan penelitian ini adalah instrumen yang digunakan yaitu pengukuran tingkat kepatuhan kuesioner dengan MMAS (Morisky Medication Adherence Scale) 8. Perbedaan dari penelitian ini adalah tempat lokasi penelitian, waktu penelitian dan jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional potong lintang sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka

  1. Konsep Hipertensi

  a. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah salah satu jenis penyakit pembunuh paling dahsyat di dunia saat ini. Usia merupakan salah satu faktor resiko hipertensi. Lebih banyak dijumpai bahwa penderita penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi pada usia senja (Anggraeni, 2012).

  Hipertensi adalah faktor penyebab timbulnya penyakit berat seperti serangan jantung, gagal ginjal, dan stroke. Kolesterol tinggi juga sering disebut sebagai penyebab utama penyakit hipertensi disamping karena adanya faktor keturunan (Susilo & Wulandari, 2011).

  Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg dianggap tinggi tetapi bagi usia 60-70 tahun, tekanan sistolik 150-155 mmHg dianggap masih normal (Sudarta, 2013).

  Berdasarkan definisi diatas hipertensi adalah salah satu penyakit pembunuh di dunia dan menyebabkan timbul penyakit berat seperti serangan jantung, gagal ginjal, dan stroke. Dikatakan hipertensi jika tekanan darah lebih dari 150/90 mmHg pada pengukuran berulang.

  b. Etiologi Hipertensi hipertensi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu : 1) Hipertensi Esensial

  Sekitar 90-95% penderita hipertensi adalah hipertensi primer. Hipertensi ini biasanya terjadi pada akhir 30-an dan awal 50-an yang secara bertahap dan akan menetap. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hipertensi primer dini didahului oleh peningkatan curah jantung, kemudian menetap dan menyebabkan peningkatan tahanan tepi pembuluh darah total.

  2) Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah atau organ tertentu. Secara sederhana, hipertensi sekunder disebabkan karena penyakit lain. Berbeda dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder sudah diketahui penyebabnya seperti disebabkan oleh penyakit kerusakan ginjal akan menyebabkan hipertensi. Kondisi hipertensi yang ditimbulkan akan semakin memperparah kondisi kerusakan ginjal. Sekitar 80% penderita hipertensi pada anak- anak disebabkan oleh penyakit ginjal; hipertensi renovaskular menyebabkan gangguan dalam vaskularisasi darah ke ginjal seperti arterosklerosis. Penurunan pasokan oksigen akan menyebabkan produksi renin pisilateral dan meningkatkan tekanan darah, sering diatasi secara farmakologis dengan ACE renovaskular; gangguan aldosteron primer (endokrin) berpengaruh terhadap hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rendahnya kadar renin mengakibatkan kelebihan natrium dan air sehingga berdampak pada meningkatnya tekanan darah; dan obat- obatan yang dapat menyebabkan hipertensi adalah kontrasepsi, kortikosteroid, dan anti depresi trisiklik. Kebanyakan alat kontrasepsi mengandung kombinasi estrogen dan progesteron dalam proporsi yang bervariasi dan mungkin bertentangan dengan sistem renin-angiotensin yang menjaga keseimbangan regulasi cairan tubuh.

  c. Patofisologi Hipertensi Meningkatnya tekanan darah dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri. Darah dipaksa melewati pembuluh darah yang sempit yang menyebabkan kenaikan tekanan. Ini yang terjadi pada lansia, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterioskalierosis.

  Tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon dalam darah. Kelainan fungsi pada ginjal sehingga tidak mampu membuang meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.

  Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan fungsi ginjal dan sistem saraf otonom. Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.

  Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, oleh karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.

  Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar); meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut tertentu; mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal; sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh; melepaskan hormon adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepinefrin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah. Faktor stress merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya peningkatan tekanan darah dengan proses pelepasan kedua hormon tersebut (Triyanto, 2014).

  Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Tekanan darah membutuhkan aliran darah melalui pembuluh darah yang ditentukan oleh pompa jantung (cardiac output) dan tahanan perifer. Sedangkan CO dan tahanan perifer dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berinteraksi yaitu natrium, stress, obesitas, genetik, dan faktor resiko hipertensi lain. Menurut Anies dalam Widyanto dan Triwibowo (2013) peningkatan tekanan darah melalui mekanisme: jantung memompa darah lebih kuat sehingga mengalirkan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga tidak dapat mengembang saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu, darah dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dan menyebabkan naiknya tekanan darah. Penebalan dan kakunya dinding arteri terjadi karena adanya arterosklerosis. Tekanan darah juga meningkat saat terjadi vasokontriksi akibat rangsangan saraf atau hormon; dan bertambahnya cairan dalam sirkulasi dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini dapat terjadi karena kelainan fungsi ginjal sehingga volume darah dalam tubuh meningkat yang menyebabkan takanan darah meningkat. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

  d. Gejala Hipertensi Hipertensi biasanya tampa gejala atau tanda-tanda peringatan sehingga sering disebut “silent killer”. Pada hipertensi berat gejala yang dialami klien antara lain: sakit kepala (rasa berat di tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, vomiting, ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur atau ganda, tinitus (telinga berdenging), dan kesulitan tidur (Udjianti, 2011).

  e. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO (2013), batas normal tekanan darah adalah diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan The Joint National Commite VIII (2014) tekanan darah dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu. Diantaranya adalah:

  

Tabel 1. Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National

Commite VIII Tahun 2014

  Batasan tekanan darah (mmhg)

  Kategori ≥150/90 mmHg Usia ≥60 tahun tanpa penyakit diabetes dan cronic kidney disease ≥140/90 mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta ≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal ≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit diabetes Sumber: The Joint National Commite VIII (2014).

  American Heart Association (2014) menggolongkan hasil pengukuran tekanan darah menjadi:

  

Tabel 2. Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart

Association Kategori tekanan darah Sistolik Diastolik

  Normal <120 mmhg < 80 mmHg Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg Hipertensi stage 3 (keadaan gawat)

  ≥ 180mmHg ≥ 110 mmHg Sumber: American Heart Assosiation (2014).

  Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare, 2002, yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi stres (Udjianti, 2010).

  f. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi Menurut Susilo & Wulandari (2011), ada beberapa faktor yang menyebabkan hipertensi yaitu :

  1) Toksin adalah zat-zat sisa pembuangan yang seharusnya dibuang karena sisa racun. Apabila hati dan ginjal terganggu maka pembersihan toksin juga terganggu. Toksin masuk kedarah dan menyebar tidak ternetralisir sehingga menyebabkan kematian

  2) Faktor Genetik pada individu dengan orang tua penderita hipertensi mempunyai risiko dua kali lipat lebih besar dari pada yang tidak mempunyai keluarga penderita hipertensi. 3) Umur juga termasuk pencetus terbesar terjadi hipertensi. Individu diatas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg.

  4) Jenis kelamin yang berbeda juga memiliki struktur organ dan hormon yang berbeda. Laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Sedangkan perempuan rentan hipertensi pada usia diatas 50 tahun.

  5) Etnis memiliki khas masing-masing, hipertensi sering terjadi pada kulit hitam dari pada kulit putih. Karena pada kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas vasopresin yang lebih besar. kerja jantung dan menyebabkan peningkatan tekanan darah. 7) Kegemukan juga merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi. Penelitian epidemiologi menyebutkan adanya hubungan antara berat badan dengan tekanan darah baik pada pasien hipertensi maupun normotensi. Kegemukan tubuh bagian atas dengan peningkatan jumlah lemak diperut yang sangat mempengaruhi tekanan darah.

  8) Nutrisi terutama konsumsi garam yang menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Asupan garam yang lebih dari 14 gram/hari (2 sendok makan) perubahan tekan darah dapat terdeteksi. 9) Merokok adalah faktor risiko yang dapat dimodifikasi berdasarkan penelitian terbaru.

  11) Alkohol 12) Kafein 13) Kurang olahraga memicu kolesterol tinggi dan adanya tekanan darah yang terus menguat sehingga memunculkan hipertensi.

  14) Kolesterol tinggi dapat menyebabkan timbunan pada dinding pembuluh darah.

  Faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi menurut Pikir dkk (2015) ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak dapat dimodifikasi Tidak dapat dimodifikasi:

  1) Jenis Kelamin Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan usia. Namun pada usia tua resiko hipertensi meningkat tajam pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hipertensi berkaitan dengan indeks masa tubuh. Laki-laki obesitas lebih mempunyai risiko hipertensi lebih besar dibandingkan perempuan obesitas dengan berat badan yang sama. Di Amerika Serikat, tekanan darah sistolik rerata lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan sepanjang dewasa awal, walaupun pada individu lebih tua peningkatan terkait usia lebih tinggi pada perempuan. 2) Usia

  Tekanan darah sistolik meningkat progresif sesuai usia dan orang lanjut usia dengan hipertensi merupakan risiko besar kardiovaskular meningkat sesuai peningkatan tekanan darah sistolik dan diatolik, tetapi pada individu diatas usia 50 tahun, tekanan sistolik dan tekanan nadi merupakan prediktor komplikasi yang lebih baik dibandingkan tekanan darah diastolik

  .

  3) Genetik Hipertensi pada orang yang mempunyai riwayat hipertensi dalam keluarga sekitar 15-35%. Suatu penelitian pada orang kembar hipertensi terjai 60% pada laki-laki dan 30-40% pada perempuan. Hipertensi usia dibawah 55 tahun terjadi 3,8 kali lebih sering pada orang dengan riwayat hipertensi dalam keluarga. Hipertensi dapat disebabkan mutasi gen tunggal, diturunkan berdasarkan hukum mendel. Glukokortikoid remedible aldosteronism (aldosteron yang dapat diperbaiki oleh glukokortikoid) merupakan penyebab dominan autosomal dari hipertensi tahap awal dengan aldosteron normal atau tinggi dan renin yang rendah.

  4) Ras Orang Amerika Serikat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan darah lebih tinggi dibandingkan bukan kulit hitam dan keseluruhan angka mortilitas terkait hipertensi lebih tinggi pada kulit hitam.

  Dapat dimodifikasi :

  1) Pendidikan Hipertensi berhubungan terbalik dengan tingkat edukasi, orang berpendidikan tinggi mempunyai informasi kesehatan termasuk hipertensi dan lebih mudah menerima gaya hidup sehat seperti diet sehat, olahraga, dan memelihara berat badan ideal. Di Prancis tahun 2002 dilakukan penelitian oleh Guademaris dkk pada 17.359 laki-laki dan 12.267 wanita, secara signifikan hubungan antara pendidikan rendah dengan prevalensi hipertensi

  2) Kontrasepsi Oral Peningkatan kecil tekanan darah terjadi pada kebanyakan perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral, hal ini disebabkan ekspansi volume karena peningkatan sintesis hepatik substrat renin dan aktivasi sistem renin-angitensinaldosteron.

  Hipertensi terkait kontrasepsi lebih sering pada perempuan di atas 35 tahun, pada mereka yang menggunakan kontrasepsi lebih dari 5 tahun dan individu gemuk. 3) Diet Garam (Natrium)

  Natrium intraselular meningkat dalam sel darah dan jaringan lain pada hipertensi primer. Hal ini disebabkan abnormalitas pertukaran Na-K dan mekanisme reseptor Na lain. Pasien dengan tekanan darah normal atau tinggi sebaiknya konsumsi tidak lebih dari 100 mmol garam per hari (2,4 gram natrium, 6 gram natrium polos vaskular, oleh karena itu asupan garam berlebih dapat menyebabkan hipertensi.

  4) Obesitas Obesitas terjadi pada 64% pasien hipertensi. Lemak badan mempengaruhi tekanan darah dan hipertensi. Obesitas adalah kombinasi disfungsi pusat makan diotak, ketidakseimbangan asupan energi dan pengeluaran, dan variasi genetik. BMI >24,4 Kg/m3 dihubungkan dengan peningkatan penyakit

  5) Dislipidemia Dislipidemia adalah satu prediktor kuat dari penyakit kardiovaskular. Pada keadaan ini terjadi pada kerusakan endotel, dan hilangnya vasomotor fisiologis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan tekanan darah.

  6) Alkohol Konsumsi alkohol akan meningkatkan risiko hipertensi, namun mekanismenya belum jelas mungkin akibat meningkatnya transport kalsium ke dalam sel otot polos dan melalui peningkatan katekolamin plasma.

  7) Rokok Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida, suatu vasokontriktor poten menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan tekanan darah juga melalui peningkatan menyebabkan aktivasi simpatetik, stress oksidatif, dan efek vasopresor akut yang dihubungkan dengan peningkatan marker inflamasi, yang akan menyebabkan disfungsi endotel, cedera pembuluh darah, dan meningkatnya kekakuan pembuluh darah.

  Setiap batang rokok dapat meningkatkan tekanan darah 7/4 mmHg.

  8) Kopi (kafein) Kopi dapat meningkatkan secara akut tekanan darah dengan norefinefrin plasma.

  9) Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAIN) Prevalensi hipertensi meningkat pada usia lanjut, juga disebabkan pengunaan obat OAIN. OAIN menghambat sintesa prostagladin (vasodilator yang kuat, sehingga menghambat prostagladin akan meningkatkan tahanan perifer) dan meningkatkan sintesa endotelin-1 (vasokontriksi). 10) Stress Mental

  Prevalensi tinggi dari hipertensi pada individu obesitas terkait dengan faktor psikososial, termasuk stress kronik. Aksis hipotalamus-hopofisis-adrenal merupakan kunci mekanisme yang menghubungkan obesitas, hipertensi, stres kronis. Oleh karena itu, orang seharusnya mengurangi stres untuk menghindari lingkaran setan tersebut.

  Menurut (Udjianti, 2011) berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial/primer dan hipertensi sekunder. 1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer.

  Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial a) Genetik : individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko tinggi mendapatkan penyakit ini.

  b) Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.

  c) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.

  d) Berat badan: obesitas (>25% di atas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.

  e) Gaya hidup: merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah, bila gaya hidup menetap.

  2) Hipertensi Sekunder Menurut Corwin (2009) salah satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular renal, yang terdiri akibat

  Stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasan renin, dan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II secara langsung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan TPR, dan secara tidak langsung dengan meningkatkan sintesis aldosteron dan reabsorpsi natrium. Apabila dapat dilakukan perbaikan pada stenosis, atau apabila ginjal yang terkena diangkat, tekanan darah akan kembali ke normal. feokromositoma, yaitu tumor penghasil epinefrin di kelenjar adrenal, yang menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, dan penyakit chusing, yang menyebabkan peningkatan volume sekuncup akibat retensi garam dan peningkatan TPR karena hipersensitivitas sistem saraf simpatis. Aldosteronisme primer (peningkatan aldosteron tanpa diketahui penyebabnya) dan hipertensi yang berkaitan dengan kontrasepsi oral juga kehamilan dianggap sebagai hipertensi sekunder.

  g. Komplikasi Hipertensi Stroke dapat timbul akibat perdarahan di otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik. Gejala terkena stroke adalah sakit kepala tiba-tiba, salah satu bagian tubuh

  Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

  Demikian juga hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

  Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain yang disebut edema. Cairan di paru- paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak (edema tungkai). Ensefalopati dapat terjadi terutama hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan diseluruh susunan saraf pusat, neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma (Triyanto, 2014).

  h. Pengkajian Hipertensi Beberapa pemeriksaan diagnostik untuk mengdiagnosa hipertensi menurut Udjianti (2011) adalah sebagai berikut:

  1) Hitung darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan indikator faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia menandakan penurunan perfusi renal; serum glukosa: hiperglisemia akibat dari peningkatan kadar katekolamin; kadar kolesterol: peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi pembentukan plaqueatheromatus; kadar serum aldosteron: menilai adanya aldosteronisme primer; studi tiroid (T3 dan T4): menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi; dan pemeriksaan asam urat: hiperurisemia merupakan implikasi faktor resiko hipertensi. 3) Elektrolit meliputi pemeriksaan serum potasium atau kalium

  (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteron atau efek samping terapi diuretik); serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi

  4) Urin: analisis urin adanya darah, protein, glukosa dalam urin mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes

  Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah hipertensi menurut Dewi dkk (2013) yaitu sebagai berikut : 1) Mengurangi konsumsi garam, kebutuhan garam per orang yaitu 5 gram (1 sdt) setiap hari.

  2) Mencegah kegemukan. 3) Membatasi konsumsi lemak. 4) Olahraga teratur. 5) Makan buah dan sayuran segar.

  7) Latihan relaksasi atau meditasi. 8) Berusaha membina hidup positif j. Penatalaksanaan Hipertensi

  Prinsip penatalaksanaan klien dengan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah sampai normal atau sampai nilai terendah yang masih dapat ditoleransi, meningkatkan kualitas hidup dan mencegah komplikasi. Penatalaksanaan hipertensi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

  1) Terapi Non Farmakologis Terapi non farmakologis dalam mengatasi hipertensi ditekankan pada berbagai upaya berikut: Mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan berlebih; latihan fisik (olahraga) secara teratur; pemberian kalium dalam bentuk makanan dengan konsumsi buah dan sayur; mengurangi konsumsi garam dan lemak jenuh; berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol; dan menciptakan keadaan rileks.

  2) Terapi Farmakologis Terapi farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat anti hipertensi yang secara khusus diharapkan: Mempunyai bioavailabilitas yang tinggi dan konsisten sehingga efektivitasnya dapat diperkirakan (predictable); mempunyai paruh waktu yang panjang sehingga diharapkan mempunyai efek pengendalian kadar puncak plasma setelah 6-12 jam untuk mengurangi kemungkinan efek mendadak seperti takikardia; dan meningkatkan survival dengan menurunkan risiko gagal jantung dan mengurangi recurrent infark miokard.

  Jenis obat anti hipertensi yang biasa digunakan adalah sebagai berikut: Diuretik thiazide adalah obat yang membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan diseluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah, diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium. Diuretik sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut usia, kegemukan, dan penderita gagal jantung; penghambat adrenergik adalah obat yang menghambat efek sistem saraf simpatik yang merupakan sistem saraf yang meningkatkan tekanan darah, obat jenis ini yang paling sering digunakan adalah beta-blocker yang efektif diberikan pada klien usia muda, riwayat serangan jantung, klien dengan denyut jantung cepat, angina pektoris, dan sakit kepala migran; ACE-inhibitor (angiotensinconverting enzyme) adalah obat yang menurunkan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri, obat ini efektif diberikan pada orang kulit hitam, usia muda, klien gagal jantung, klien proteinuria karena penyakit ginjal menahun, dan klien Angiotensin-IIbloker adalah obat yang cara kerjanya sama dengan ACEinhibitor; Antagonis kalsium adalah obat yang menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang berbeda, obat ini efektif diberikan kepada orang kulit hitam, lansia, penderita angina pektoris, takikardi dan sakit kepala migren. Obat ini dapat menyebabkan hipotensi sehingga pemberiannya harus diawasi ; dan vasodilator langsung bekerja dengan cara melebarkan pembuluh darah, obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti hipertensi lain (Wydianto & Triwibowo, 2013). k. Diet Hipertensi

  Diet hipertensi menurut Dewi dkk (2013) sebagai berikut: 1) Rendah garam < 2 gram 2) Rendah lemak ≤ 35% dari total energi

  4) Energi: 35-50 kkal/kg berat badan 5) Asupan kalsium per hari menurut RDA: 800 mg/hari untuk laki- laki dan 1000 mg/hari untuk wanita.

  6) Konsumsi kalium sesuai kebutuhan. l. Kondisi Klien Hipertensi

  Keperawatan memandang manusia merupakan makhluk yang unik dan kompleks yang terdiri atas berbagai dimensi. Dimensi yang komprehensif pada manusia itu meliputi dimensi fisik, psiklogis, seseorang sakit, berikut ini adalah kondisi-kondisi seseorang yang dimensinya berubah karena penyakit:

  1) Fisik Secara fisik hipertensi memiliki hubungan dengan mobilitas dan aktivitas fisik, gejala yang sering muncul seperti sakit kepala, pusing, sakit pada leher/tengkuk, sulit tidur, badan yang kaku dan pegal-pegal. Pada umumnya penderita hipertensi juga mengalami kelebihan berat badan atau obesitas dan hanya sepertiga yang mempunyai indeks massa tubuh yang normal (Heymann et al, 2011). 2) Psikologi

  Kondisi psikologi orang yang menderita hipertensi antara lain mengalami deperesi (prevalensi depresi pada pasien dengan hipertensi adalah tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan orang rendah dibandingkan dengan kelompok sebaya mereka yang sehat); persepsi negatif terhadap kesehatan (Chang et al, 2013) dan stress akut yang dipicu melalui sistem saraf simpatik dan sumbu hipotalamushipofisis-adrenocortical dan meningkatkan curah jantung, denyut jantung, dan resistensi perifer (Rainforth et al, 2007).

  3) Sosial Gangguan sosial berkaitan erat dengan gangguan fisik dan pada fisik dan psikologis maka kondisi sosial penderita juga akan terganggu, sebagai contoh rasa nyeri pada kepala dan perubahan emosi yang biasa dirasakan penderita hipertensi dapat menimbulkan gangguan hidup penderita karena adanya disabilitas yang signifikan dengan kehilangan waktu untuk bekerja dan berinteraksi sosial. Masalah sosial lain yang juga muncul pada penderita hipertensi termasuk mengubah gaya hidup (kebiasaan makan), pasien sering memilih untuk absen dari pertemuan keluarga untuk menghindari asupan makanan yang tidak memadai. Kondisi ini dapat mengakibatkan berbagai kerugian dalam hubungan sosial (Heymann et al, 2011 & Carvalho et al, 2012). 4) Spiritual

  Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Kebutuhan spiritual mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf dan dengan Tuhan. Terpenuhinya kesehatan spiritual pasien akan dapat membantu mereka beradaptasi dan melakukan koping terhadap sakit yang dideritanya. Bahkan pada pasien hipertensi menunjukkan efektifitas yang baik dengan ter jadinya pencapaian tekanan darah normal setelah mendapat pemberian perawatan spiritual islami (Ilhamsyah, 2014).

  2. Kepatuhan Minum Obat

  a. Pengertian Kepatuhan pasien dalam minum obat atau medication adherence didefinisikan sebagai tingkat ketaatan pasien untuk mengikutianjuran pengobatan yang diberikan. Kepatuhan minum obat sangat penting terutama bagi pasien penyakit kronis. Kepatuhan minum obat dapat dipengaruhi oleh faktor demografi, faktor pasien, faktor terapi dan hubungan pasien dengan tenaga kesehatan. Salah satu indikator dari kepatuhan pasien minum obat antihipertensi adalah pengendalian tekanan darah (Anhony J, 2011) Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan adalah menuruti suatu perintah atau suatu aturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat,dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Kepatuhan (compliance atau adherence) aturan dalam pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh tenaga kesehatan (Sutanto, 2010). 1) Kepatuhan konsumsi obat antihipertensi

  Penderita dengan obat antihipertensi kemungkinan besar akan terus mengkonsumsi selama hidup, karena penggunaan 11 obat antihipertensi dibutuhkan untuk mengendalikan tekanan darah sehingga komplikasi dapat dikurangi dan dihindari.

  Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan9 bulan (Depkes RI, 2006). 2) Kepatuhan Pemeriksaan Rutin

  Pemeriksaan rutin merupakan suatu kegiatan atau aktivitas penderitahipertensi untuk melakukan perawatan, pengendalian dan pengobatan, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak satu manajemen hipertensi yang perlu dilakukan untukpengelolaan hipertensi. Pemeriksaan rutin hipertensi sebaiknya dilakukan minimal sebulan sekali, guna tetap menjaga atau mengontrol tekanan darah agar tetap dalam keadaan normal (Purwanto, 2006)

  b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal nilai, sikap dan emosi yang disebabkan oleh penyakit. Adapun faktor eksternal meliputi dampak pendidikan kesehatan, hubungan antara penderita dengan petugas kesehatan dan dukungan dari keluarga, petugas kesehatan dan teman (Jaya, 2009)

  1) Demografi Meliputi usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio- ekonomi dan pendidikan. Umur merupakan faktor yang penting dimana anak anak terkadang tingkat kepatuhannya jauh lebih tinggi daripada remaja.Tekanan darah pria umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Faktor kognitif serta pendidikanseseorang dapat juga meningkatkan kepatuhan. terhadap aturan perawatan hipertensi (Purwanto, 2006). 2) Penyakit

  Faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan adalah ketidakmampuan pasienbaik fisik, psikologi, sosial ataupun vokasional, progresifitas dankeparahan penyakit, serta ketersediaan terapi (Purwanto, 2006).

  3) Pengetahuan Pengetahuan pasien tentang kepatuhan pengobatan yang rendah yang dapat menimbulkan kesadaran yang rendah akan cara pengobatan, kedisiplinan pemeriksaan yang akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut (Purwanto, 2006).

  4) Komunikasi terapeutik Kualitas instruksi antara pasien dengan tenaga kesehatan menentukan tingkat kepatuhan seseorang, karena dengan kualitas interaksi yang tinggi, maka seseorang akan puas dan akhirnyameningkatkan kepatuhannya terhadap anjuran kesehatan dalam hal perawatan hipertensi, sehingga dapat dikatakan salah satu penentu penting dari kepatuhan adalah cara komunikasi tentang bagaimana anjuran diberikan (Purwanto, 2006). 5) Psikososial

  Variabel ini meliputi sikap pasien terhadap tenaga kesehatan serta menerima terhadap penyakitnya. Sikap seseorang terhadap perilaku kepatuhan menentukan tingkat kepatuhan. Kepatuhan orang tersebut, dan akan berpengaruh pada persepsi dan keyakinan orang tentang kesehatan. Selain itu keyakinan serta budaya juga ikut menentukan perilaku kepatuhan. Nilai seseorang mempunyai keyakinan bahwa anjuran kesehatan itu dianggap benar maka kepatuhan akan semakin baik (Sutanto, 2010). 6) Dukungan Keluarga