Indonesia SMP KK H Bagian 1 & 2 (1)

(1)

GURU PEMBELAJAR

MODUL

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah

Menengah Pertama (SMP)

Kelompok Kompetensi H

Profesional

: Menulis Prosa

Mementaskan Naskah Drama

Pedagogik

: Penilaian Pembelajaran

Penulis: Dra. Elina Syarif, M.Pd. dkk.

Direktorat Jenderal Guru Tenaga Kependidikan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayan


(2)

Penulis:

1. Dra. Elina Syarif, M.Pd HP: 085891255464

e-mail: inap4tkb@gmail.com

2. Dra. Sri Suhita, M. Pd. HP: 087878334641

e-mail: suhitasri@yahoo.com 3. 3. Sri Wirdiningsih, S. Pd HP: 0829370703

Penelaah:

1. Drs. Krisanjaya, M.Hum, HP: 08188157653, krisanjaya@yahoo.com

2. Dra. Alimatusadiah, M.Pd HP: 08138044210

e-mail:diahuswatun@gmail.com

Copyright © 2016

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Matematika, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang meng-copy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan.


(3)

Kata Sambutan

Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut menjadikan guru sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam peningkatan mutu pendidikan terutama menyangkut kompetensi guru. Pengembangan profesionalitas guru melalui program Guru Pembelajar merupakan upaya peningkatan kompetensi untuk semua guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan kompetensi guru telah dilakukan melalui uji kompetensi guru (UKG) untuk kompetensi pedagogik profesional pada akhir tahun 2015. Hasil UKG menunjukkan peta kekuatan dan kelemahan kompetensi guru dalam penguasaan pengetahuan. Peta kompetensi guru tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG melalui program Guru Pembelajar. Tujuannya untuk meningkatkan kompetensi guru sebagai agen perubahan dan sumber belajar utama bagi peserta didik. Program Guru Pembelajar dilaksanakan melalui pola tatap muka, daring (online), dan kombinasi (blended) tatap muka dengan online.

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kelautan Perikanan Teknologi Informasi danKomunikasi (LP3TK KPTK) dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2KS) merupakan Unit Pelaksanana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan yang bertanggung jawab dalam mengembangkan perangkat dan melaksanakan peningkatan kompetensi guru sesuai bidangnya. Adapun perangkat pembelajaran yang dikembangkan tersebut adalah modul untuk program Guru Pembelajar tatap muka dan daring untuk semua mata pelajaran dan kelompok kompetensi. Dengan modul ini diharapkan program Guru Pembelajar memberikan sumbangan yang sangat besar dalam peningkatan kualitas kompetensi guru.

Mari kita sukseskan program Guru Pembelajar ini untuk mewujudkan Guru Mulia Karena Karya.

Jakarta, Maret 2016

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,

Sumarna Surapranata, Ph.D. NIP 195908011985031002


(4)

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas selesainya Modul Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP dan SMA, Bahasa Inggris SMP dan SMA, Bahasa Arab SMA, Bahasa Jerman SMA, Bahasa Perancis SMA, Bahasa Jepang SMA, dan Bahasa MAndarin SMA. Modul ini merupakan dokumen wajib untuk kegiatan diklat bagi guru pembelajar. Program diklat guru pembelajar merupakan tindak lanjut dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG), yang bertujuan meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya.

Sebagai salah satu upaya untuk mendukung keberhasilan suatu program diklat, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Bahasa pada tahun 2015 melaksanakan pengembangan modul yang berisi materi pembelajaran yang akan dipelajari oleh para peserta selama mengikuti program diklat tersebut.

Modul diklat guru pembelajar bahasa ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan wajib bagi para peserta diklat, untuk dapat meningkatkan pemahaman tentang kompetensi pedagogik dan profesional, terkait dengan tugas pokok dan fungsinya.

Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada para pejabat, widyaiswara di PPPPTK Bahasa, dosen perguruan tinggi, dan guru yang terlibat di dalam penyusunan modul ini.

Jakarta, Februari 2016 Kepala PPPPTK Bahasa,

Dr. Luizah F. Saidi, M.Pd.


(5)

KOMPETENSI PROFESIONAL

MENULIS PROSA

MEMENTASKAN NASKAH DRAMA

Direktorat Jenderal Guru Tenaga Kependidikan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayan


(6)

i

Daftar Isi

Kata Sambutan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

Pendahuluan ...1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Peta Kompetensi ... 2

D. Ruang Lingkup ... 3

E. Cara Penggunaan Modul ... 3

Kegiatan Pembelajaran 1 Menulis Prosa Indonesia ... 3

A. Tujuan ... 3

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi ... 3

C. Uraian Materi ... 4

D. Aktivitas Pembelajaran ... 13

E. Latihan/Kasus/Tugas ... 14

F. Rangkuman ... 15

G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 19

H. Pembahasan Latihan/Kasus/Tugas ... 20

Kegiatan Pembelajaran 2 Mementaskan Naskah Drama Sederhana ...23

A. Tujuan ... 23

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi ...23

C. Uraian Materi ... Error! Bookmark not defined.23 D. Aktivitas Pembelajaran ... .67

E. Latihan/Kasus/Tugas ... 68

F. Rangkuman ... Error! Bookmark not defined.70 G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 71

H. Pembahasan Latihan/Kasus/Tugas ... 72

Penutup ...74

Daftar Pustaka ...75


(7)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang

UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi sesuai bidang tugasnya, dan pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan sepanjang hayat. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Dari sisi hak, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. Dari sisi kewajiban, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Profesi guru menjadi profesi yang sangat penting untuk selalu meningkatkan kompetensinya, baik dari sisi kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesional. Peningkatan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengikuti program Guru Pembelajar. Hal ini sesuai dengan jabatan fungsional guru yang memerlukan penilaian dalam angka kredit yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Modul Guru Pembelajar ini disusun berdasarkan hasil analisis UKG, yang digradasikan menjadi sepuluh kelompok kompetensi (A-J). Didasarkan pada pemetaan standar kompetensi guru (SKG) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Modul ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan guru sesuai dengan hasil UKG-nya melalui diklat tatap muka maupun secara online.


(8)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 2

B. Tujuan

Tujuan penyusunan modul Guru Pembelajar kelompok kompetensi H ini ialah sebagai berikut.

1. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif

2. Memahami konsep, teori, dan materi karya sastra prosa dan naskah drama yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran sastra.

C.

Peta Kompetensi

Kompetensi yang akan dicapai serta ditingkatkan melalui modul ini, mengacu pada kompetensi Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 sebagai berikut.

Kompetensi Profesional Kompetensi

Utama

KOMPETENSI INTI (KI)

KOMPETENSI GURU MAPEL (KG)

Profesional 20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu

20.7 Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan

produktif

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup modul ini terdiri atas dua kegiatan pembelajaran sebagai berikut.

 Kegiatan Pembelajaran 1. Menulis Prosa Indonesia

 Kegiatan Pembelajaran 2. Mementaskan Naskah Drama sederhana Indonesia Setiap kegiatan pembelajaran mencakup: (A) Tujuan, (B) Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi, (C) Uraian Materi, (D) Aktivitas Pembelajaran, (E) Latihan /Tugas/Kasus, (( G) Umpan Balik dan Tindak Lanjut, dan (H) Pembahasan Latihan /Tugas/Kasus.

.

Sebagai bahan penilaian modul Guru Pembelajar ini disajikan bahan evaluasi berupa soal pilihan gAnda. Pada bagian akhir modul ini terdapat Penutup, Daftar Pustaka, dan Glosarium


(9)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 3

E. Cara Penggunaan Modul

Cara menggunakan Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP ialah sebagai berikut.

1. Gunakan modul ini secara berurutan bagian per bagian dimulai dari pengantar, pendahuluan, kegiatan-kegiatan, hingga glosarium.

2. Bacalah pendahuluan modul ini, cermatilah setiap tujuan, peta kompetensi, dan ruang lingkupnya.

3. Ikutilah langkah-langkah aktivitas pembelajaran dan model/teknik pembelajaran, yang digunakan pada setiap kegiatan pembelajaran dalam modul ini.

4. Setiap kegiatan pembelajaran pada modul mencakup: (A) Tujuan, (B) Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi, (C) Uraian Materi, (D) Aktivitas Pembelajaran, (E) Latihan/Tugas/Kasus, (F) Rangkuman, (G) Umpan Balik dan Tindak Lanjut, dan (H) Pembahasan Latihan/Tugas/ Kasus

5. Gunakan LK yang telah disediakan untuk menyelesaikan setiap latihan/tugas/studi kasus yang diminta. Melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilakukan, Anda diharapkan dapat menghasilkan produk seperti berikut ini.

a. portofolio hasil belajar

b. rencana tindak lanjut untuk pelaksanaan Guru Pembelajar. c. evaluasi akhir setiap modul


(10)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 4

Kegiatan Pembelajaran 1

Mengapresiasi Karya Sastra

A.

Tujuan

Setelah mempelajari modul ini, Anda memiliki keterampilan mengapresiasi dan mengkreasi sastra.

B.

Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru Indikator Pencapaian Kompetensi

20.7 Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif.

20.7.4 Menulis prosa Indonesia ( prosa lama: hikayat, dongeng; prosa baru: roman, novel, cerpen)

C.

Uraian Materi

1. Apa Itu Prosa ?

Prosa adalah salah satu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya. Prosa juga dibagi dalam dua bagian, yaitu prosa lama dan prosa baru. Prosa lama adalah prosa bahasa Indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat, sedangkan prosa baru adalah karangan bebas yang terkontaminasi budaya Barat serta tidak terikat oleh aturan-aturan apa pun.

2. Jenis Prosa

Jenis prosa Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut. a. Prosa Naratif yaitu karangan berisi penceritaan suatu peristiwa atau


(11)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 5

diceritakan dalam karangan.

b. Prosa Deskriptif yaitu karangan berisi penggambaran suatu objek secara detail sehingga pembaca seolah-olah melihat dan merasakan sendiri objek yang digambarkan dalam karangan.

c. Prosa Eksposisi yaitu karangan yang memaparkan sejumlah pengetahuan atau informasi sejelas-jelasnya agar pembaca memahami isi pengetahuan atau informasi dengan benar.

d. Prosa Argumentasi yaitu karangan berisi ide atau gagasan yang dilengkapi data-data kesaksian yang bertujuan memengaruhi pembaca untuk menyatakan persetujuannya terhadap gagasan dalam karangan.

3. Mengapresiasi Prosa

Kata apresiasi secara harfiah berarti ‘penghargaan’ terhadap suatu objek, hal, kejadian, atau pun peristiwa. Untuk dapat memberi penghargaan terhadap sesuatu, tentunya kita harus mengenal sesuatu itu dengan baik dan dengan akrab agar kita dapat bertindak dengan seadil-adilnya terhadap sesuatu itu, sebelum kita dapat memberi pertimbangan bagaimana penghargaan yang akan diberikan terhadap sesuatu itu. Apresiasi berarti memberi penghargaan dengan sebaik-baiknya dan seobjektif mungkin terhadap karya sastra prosa itu, artinya penghargaan itu dilakukan setelah karya sastra kita baca, kita telaah unsur-unsur pembentuknya, dan kita tafsirkan berdasarkan wawasan dan visi kita terhadap karya sastra itu.

Mengapresiasi dengan tujuan memberikan penghargaan terhadap karya prosa, berarti kita haruslah bisa “membongkar” dan menerangjelaskan hal-hal yang

berkenaan dengan ukuran keindahan dan “kelebihan” karya prosa itu. Dengan

demikian, penghargaan yang diberikan dapat diharapkan bersifat tepat dan objektif.

Suatu apresiasi sastra, menurut Maidar Arsjad dkk. dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan. Tahap-tahap tersebut ialah:


(12)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 6

1. Tahap penikmatan atau menyenangi. Tindakan operasionalnya pada tahap ini adalah membaca karya sastra (puisi atau novel}, menghadiri acara deklamasi, dan sebagainya.

2. Tahap penghargaan. Tindakan operasionalnya, antara lain, melihat kebaikan, nilai, atau manfaat suatu karya sastra, dan merasakan pengaruh suatu karya ke dalam jiwa, dan sebagainya.

3. Tahap pemahaman. Tindakan opersionalnya adalah meneliti dan menganalisis unsure intrinsik dan unsur ektrinsik suatu karya sastra, serta berusaha menyimpulkannya.

4. Tahap penghayatan. Tindakan operasionalnya adalah rnenganalisis lebih lanjut akan suatu karya, mencari hakikat atau makna suatu karya beserta argumentasinya; membuat tafsiran dan menyusun pendapat berdasarkan analisis yang telah dibuat.

5. Tahap penerapan. Tindakan operasionalnya adalah melahirkan ide baru, mengamalkan penemuan, atau mendayagunakan hasil operasional dalam mencapai material, moral, dan struktural untuk kepentingan sosial, politik, dan budaya.

3. Menulis Prosa Indonesia

Prosa sebagai salah satu bentuk cipta sastra, mendukung fungsi sastra pada umumnya. Fungsi prosa ialah untuk memperoleh keindahan, pengalaman, nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita, dan nilai-nilai-nilai-nilai budaya yang luhur. Selain itu, dapat pula mengembangkan cipta, rasa, serta membantu pembentukan karakter dalam pembelajaran (secara tidak langsung).

Prosa sebagai salah satu bentuk karya sastra, sering menimbulkan masalah dalam mengajarkannya. Hal ini muncul karena cerita yang dikarang dalam bentuk prosa, pada umumnya panjang. Masalah ini tentu saja dapat memengaruhi proses pembelajaran prosa, karena bimbingan apresiasi yang menyangkut teks enggan diberikan. Seperti halnya puisi, prosa pun sebaiknya dinikmati oleh siswa secara utuh, agar fungsi prosa benar-benar terwujud.


(13)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 7

Kegiatan menulis cerpen dilakukan mulai tahap yang sederhana, misalnya menuliskan kembali dengan kalimat sendiri cerpen yang pernah dibaca, atau menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Memang sulit menentukan patokan pendeknya sebuah cerita pendek. Namun yang jelas, sebuah cerpen harus memenuhi komposisi: perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian.

Sebelum menulis cerpen, hendaknya menentukan terlebih dahulu tujuan menulis cerpen. Apabila sudah dapat menemukan tujuannya, maka segala pengembangan imajinasi dan kreasi Anda akan terfokus pada pencapaian tujuan tersebut. Langkah selanjutnya ialah menentukan objek penulisan, yang dapat diambil dari kabar, pengamatan, atau pengalaman diri sendiri, serta pengalaman orang lain.

Mengarang cerpen jangan sibuk memikirkan judul lebih dulu, meskipun diakui judul berperan penting sebagai faktor pertama pembangkit minat orang untuk membaca cerpen tersebut. Oleh sebab itu, memilih judul harus perhatikan hal-hal berikut ini.

a. Pilih judul yang singkat dan menarik

b. Hindari judul-judul yang klise, yang sudah ada, atau banyak dipakai orang c. Pilih judul yang ‘menggelitik’ atau bahkan provokatif tapi tetap santun

4. Langkah-langkah Menulis Cerpen

Memilih tema/topik: Tema/topik apa pun yang ada di masyarakat dapat dijadikan bahan baku cerpen, misalnya: pendidikan, sosial, lingkungan, olah raga, jumalistik, peristiwa sejarah, dan Iain-Iain.

Menentukan tokoh-tokoh dan mendeskripsikan watak tokoh: Tokoh dalam cerpen berfungsi sebagai alat penyampai masalah yang akan dikemukakan pengarang. Untuk itu tentukan tokoh yang akan berperan dalam cerpen Anda. Ada kalanya nama tokoh dipilih untuk menggambarkan watak tokoh tersebut. Untuk itu, selain memilih nama tokoh sekaligus Anda dapat menentukan watak tokoh tersebut, misalnya: Topan (berwatak semau gue,


(14)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 8

suka bergaya, sombong), Dinda (berwatak lembut, baik hati), Prabu (berwibawa dan suka menolong).

Merumuskan garis besar cerita: Sebelum menuangkan ide ke dalam bentuk tulis, langkah efektif agar kita (pengarang) mempunyai pijakan cerita ialah merumuskan garis besar cerita. Misalnya: Cerita ini bermula ketika .... Tokoh mempunyai persoalan/mengalami peristiwa…. Lalu ia ... sementara itu tokoh

... Persoalan di antara keduanya mencapai puncaknya ketika…, dan seterusnya.

Menentukan alur cerita: Dalam karya sastra dikenal ada tiga macam alur cerita yaitu alur progresif (alur maju), alur regresif (alur mundur), dan alur campuran. Karya sastra dikatakan menggunakan alur maju apabila peristiwa dalam cerita tersebut disajikan secara runtut dari awal cerita sampai akhir penyelesaian. Dikatakan menggunakan alur mundur apabila peristiwa yang disampaikan dalam cerita dimulai dari peristiwa saat ini lalu menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu. Sementara disebut alur campuran apabila pengarang dalam menyajikan cerita menggunakan alur maju dan alur mundur sekaligus.

Menentukan latar cerita: Latar (setting) cerita terdiri atas tiga jenis, yaitu: latar tempat, latar waktu, dan latar peristiwa. Misalnya saja cerita yang akan Anda sampaikan tersebut terjadi di suatu tempat (misalnya: di Yogyakarta, pasar malam, kantor guru), pada suatu waktu (tahun, bulan, hari, sebelum matahari terbit, petang, dan lain-lain), dan pada suasana tertentu.

Memilih gaya penceritaan: Ada beberapa pilihan yang dapat digunakan untuk menceritakan suatu peristiwa. Kita dapat memilih gaya penceritaan secara langsung atau secara tidak langsung. Apabila penceritaan secara langsung menjadi pilihan kita, maka kita bisa menggunakan sudut pAndang aku-an, artinya kita (pengarang) seolah-olah mengalami sendiri peristiwa dalam cerita.

Memilih diksi: Diksi atau pilihan kata harus disesuaikan dengan tema cerita dan kepada siapa cerita itu ditujukan. Hal itu dimaksudkan agar cerita yang akan disampaikan terasa akrab dengan kehidupan pembaca sehingga mudah dipahami. Jika berlatih menulis cerpen menggunakan tema kehidupan remaja,


(15)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 9

Pengarang dapat memilih kata (diksi) menggunakan bahasa pergaulan dan istilah-istilah yang sering dipergunakan sehari-hari di kalangan remaja. Terkadang akan muncul kalimat seperti, “Doi tuh ngertiin gue banget!”

Membuat kerangka karangan dan mengembangkannya: Kini kita sampai tahap akhir dalam menulis cerpen yaitu membuat kerangka karangan. Yang dimaksud kerangka karangan dalam pokok bahasan ini ialah skema urutan cerita atau peristiwa yang akan dikembangkan menjadi cerpen. Tentu saja kerangka karangan harus disesuaikan dengan alur cerita yang telah ditetapkan.

5. Cara Menulis Cerpen untuk Pemula

Berikut ini disajikan cara menulis cerpen yang disarankan untuk penulis pemula. Jika Anda akan membuat cerpen atau sedang memulai menulis cerpen, ada baiknya Anda melangkah dari gambaran besar cerita yang ada di benak Anda. Gambaran besar cerita itu meliputi hal-hal berikut ini:

Buatlahtema dahulu. Misalnya: tentang perjuangan keras untuk untuk selalu menjaga kesehatan setelah sempat menderita sakit yang menahun, hampir putus asa karena putus cinta, atau perjuangan mengembalikan kejayaan tim sepak bola yang nyaris bubar.

Apa yang tokoh protagonis inginkan? Misalnya: seorang nelayan ingin mendapat tangkapan ikan yang banyak, seorang pelajar ingin mendapat nilai ujian yang bagus, seorang suami di hari tuanya ingin dapat selalu membahagiakan keluarganya.

Apa yang tokoh antagonis inginkan? Misalnya: seorang pendengki ingin agar si nelayan tidak banyak mendapat ikan tangkapan, anak nakal selalu ingin menyontek dan menjahili si pintar, tetangga iri melihat keharmonisan rumah tangga tetangga di sebelah rumahnya.

Ada masalah apa? Suami yang di-PHK mudah tersinggung, sehingga mudah tersulut rasa amarahnya. Mulai bertindak kasar terhadap istri dan anaknya. Terjadi kekerasan dalam rumah tangga, sehingga tidak lagi ada keharmonisan.


(16)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 10

Apa yang protagonis lakukan ketika klimaks? Gambaran ketika klimaks terjadi, misalnya: tanpa diduga karena tidak pernah terjadi sebelumnya, suami melayangkan tangan kepada istri di depan anak-anaknya. Sebagai seorang pencerita pemula, Anda harus mencari tahu apa yang akan terjadi ketika klimaks. Sebab Anda yang menciptakan ceritanya, maka Anda bebas menentukan isi cerita, termasuk menentukan klimaksnya. Gambarkan bagaimana protagonis menghadapi antagonis.

Bagaimana simpulannya? Simpulan merupakan pengakhiran cerita. Kekhasan pengarang terdapat pada pengakhiran cerita. Ada cerita yang dipilih oleh pengarangnya untuk berakhir dengan kebahagiaan, ada yang berakhir dengan kedukaan.Namun ada pula yang mengambang, akhir di tangan pembaca untuk menentukannya. Pembaca diajak berpikir untuk menentukan sendiri akhir cerita.

Naning Pranoto (2004: 24-38) menambahkan bahwa ada enam cara yang dapat dipergunakan untuk mulai menulis:

1. Tentukan gaya/ciri khas penulisan

2. Menggunakan kata-kata pilihan sesuai dengan jiwa kita 3. Perhatikan tata bahasa dan tanda baca

4. Hindari pembukaan yang bertele-tele 5. Jangan ragu-ragu dan malu-malu 6. Hindari merevisi sebelum tulisan selesai

Walaupun Anda sedang menulis karya sastra fiksi, Anda harus menuliskan kejadiannya seolah ada dalam kehidupan nyata. Bila bercerita tentang pelajar, jangan lupa menggambarkan kelengkapannya, misalnya tentang ruang kelas, guru, lapangan olah raga, dan lain-lain. Jika bercerita tentang petualang, gambarkan pula suasana hutan, sungai, bebatuan, dan lain-lain. Pada intinya, agar cerpen tampil menarik buatlah ceritanya menjadi hidup. Buatlah deskripsi nyata tentang diri pelaku dan keadaan sekitarnya. Jangan jadikan cerita Anda gersang, kaku, yang berakibat tidak menarik minat pembaca.

6. Pembelajaran Menulis Cerpen


(17)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 11

Pertama; guru memilih sebuah cerita pendek yang sesuai dengan usia siswa, tingkat keterbacaan, dan nilai kehidupan. Mengingat waktu pembelajaran yang sangat terbatas, harus dipilih sebuah cerpen yang tidak terlalu panjang. Guru hendaknya sudah membaca lebih dulu, materi cerita yang hendak dibahas terutama struktur pembentuknya yang terdiri atas unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik terutama informasi tentang pengarang, kepengarangan, dan karya-karya pengarang tersebut.

Kedua; menugaskan siswa untuk membaca cerita pendek tersebut dengan cermat. Andai cerita pendek tersebut cukup panjang, siswa diminta membaca dulu di rumah sebelum hari pembelajaran. Pada saat pembelajaran, guru mengajukan pertanyaan, antara lain:

 Bagaimana kesan Anda setelah membaca cerpen tersebut? Nilai-nilai apa sajakah yang Anda peroleh setelah membaca prosa tersebut?

 Jika tidak ada yang menjawab, guru melanjutkan dengan memberi pertanyaan penegasan: Menarikkah ceritanya? Jawaban siswa mungkin bermacam-macam (menarik, tidak menarik, membosankan, tidak tahu, dsb.). Berdasarkan jawaban tersebut, guru mengajak siswa untuk menelaahnya lebih jauh lagi.

Ketiga; guru membimbing siswa untuk selanjutnya menganalisis struktur prmbangun cerita, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Kegiatan ini dilakukan secara klasikal, dengan rnemanfaatkan interaksi guru-siswa, siswa-guru,dan siswa-siswa secara maksimal. Urutan penganalisisan, jenis pertanyaan, dan pembimbingan dapat dilakukan sebagai berikut:

1. alur dan plot cerita

2. tokoh pendukung cerita dan wataknya 3. sudut pAndang atau pusat penceritaan 4. tema cerita dan amanat yang disampaikan

5. penggunaan bahasa dan gaya bahasa pengarang 6. unsur ekstrinsik yang menunjang cerita


(18)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 12

Keempat; setelah analisis selesai dilakukan, setiap siswa diminta menyusun pendapatnya mengenai cerita tersebut secara lengkap disertai alasannya. Satu atau dua siswa diminta membacakan pendapatnya di muka kelas.

4. Teknik Menulis Prosa Evita, Kenangan Lama, Dia yang Malang, dan Reportase

Bagi sebagian orang, menulis merupakan kegiatan yang sulit dilakukan terutama menulis prosa fiksi. Berikut ini dipaparkan teknik-teknik menulis prosa menurut Sofia Mafaza:

1. Teknik Evita

2. Teknik Kenangan Lama 3. Teknik Dia yang Malang 4. Teknik Reportase

Teknik Evita merupakan teknik menulis prosa dengan melibatkan siswa secara langsung menjadi tokoh dalam suatu cerita yang akan ditulis. Langkah pertama; munculkan seorang tokoh bernama Evita, yang kelak akan dijadikan sebagai objek konflik. Langkah kedua; siswa lain menjadi tokoh lain, yang terlibat dalam peristiwa dengan berdialog dengan tokoh lain. Selanjutnya; siswa diminta untuk mengungkapkan kembali peritiwa yang baru saja mereka dialogkan, menjadi sebuah prosa. Diserahkan kepada masing-masing siswa akan memulai dari peristiwa mana, yang penting dasar cerita mereka sesuai dengan konflik yang mereka dialogkan.

Teknik Kenangan Lama merupakan teknik menulis prosa dengan melibatkan memori (kenangan) yang paling berkesan dalam diri siswa. Kemampuan menggali sesuatu yang pernah dialami dan keterampilan meramu konflik menjadi sebuah alur yang runtut, merupakan satu modal besar bagi siswa.

Teknik Dia yang Malang merupakan teknik menulis prosa dengan menceritakan teman, sahabat, atau orang lain yang mengalami peristiwa tragis atau mengenaskan. Dalam teknik ini pigura cerita merupakan satu bagian yang


(19)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 13

menarik untuk masuk ke inti cerita. Maksudnya, sebelum ke inti kemalangan, rangkaian alur diawali peristiwa pertemuan dengan tokoh yang malang. Kemudian dia menceritakan, dan setelah itu mengakhiri dengan peristiwa perpisahan menggunakan latar yang sama saat pertemuan pertama. Jadi akhir cerita berlatar sama dengan latar pertemuan.

Teknik Reportase merupakan teknik ulasan dari peristiwa yang dilihat, baik peristiwa dalam perjalanan maupun peristiwa berdasarkan pengalaman. Objek tempat dan konflik menjadi dasar untuk mengembangkannya menjadi sebuah tulisan prosa.

D. Aktivitas Pembelajaran

Tahap 1. Persiapan Pembedahan Materi Mengapresiasi Karya Sastra secara Reseptif dan Produktif.

Langkah-langkah:

Pembentukan Kelompok

1. Peserta membentuk 4 (empat) kelompok, yaitu: 2 kelompok membahas teori prosa dan genre prosa, 2 kelompok lain membahas unsur intrinsik-ekstrinsik prosa dan langkah-langkah menulis prosa.

2. Setiap kelompok diberi nama kelompok A, B, C, D sebagai kelompok asal. 3. Setiap anggota kelompok asal diberi kode A1, A2, A3, sampai A10; B1, B2,

B3, sampai B10, dan seterusnya.

4. Setiap anggota dengan kode yang sama, misalnya A1 dan B1 berkumpul menjadi kelompok ahli, sehingga terbentuk 4 (empat) kelompok ahli.

5. Setiap kelompok ahli yang terbentuk diundi dan diberi nama sesuai dengan nama materi yang akan dibahas, yakni kelompok ahli teori dan genre prosa, serta kelompok ahli materi unsur intrinsik dan ekstrinsik prosa.

Pelaksanaan Pembedahan Materi Mengapresiasi Karya Sastra

Setiap anggota dalam kelompok ahli membedah materi yang menjadi tanggung jawabnya. Ketika proses pembedahan, setiap anggota kelompok secara aktif mengisi LK-01, LK-02, LK03 dan LK 04 pada modul pelatihan masing-masing.


(20)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 14

Penguatan oleh Guru

Langkah-langkah menulis prosa pada masing-masing materi pada setiap LK peserta.

Tahap 2. Sharing Hasil Pembedahan Langkah-langkah:

Kelompok ahli kembali ke kelompok asal

1. Setiap anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal, sehingga kembali membentuk tiga kelompok dengan keahlian yang berbeda-beda. Kelompok ahli berbagi ilmu ke kelompok asal

2. Setiap anggota kelompok ahli, secara bergantian, menyampaikan/sharing

keahliannya tentang bab yang dibedah kepada anggota kelompok asal yang lain, didampingi oleh fasilitator. Setiap anggota asal melengkapi LK-LK yang sama dari bab yang di-sharing oleh kelompok ahli.

Tahap 3. Diskusi Hasil Pembedahan Langkah-langkah:

1. Guru memimpin peserta untuk melakukan energizer

2. Guru dan siswa mendiskusikan berbagai hal tentang bab-bab yang dibedah. 3. Guru memberi penguatan.

Tahap 4: Mengerjakan Tugas individu

E. Latihan/ Kasus /Tugas

LK – 01.Uraikan tentang pengertian prosa dan genre prosa.


(21)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 15

LK – 03 Uraikan genre prosa baru.

LK – 03 Uraikan teknik-teknik menulis prosa!

LK – 04 Tulislah sebuah cerpen!

F. Rangkuman

Prosa sebagai salah satu bentuk karya sastra, sering menimbulkan masalah dalam mengajarkannya. Hal ini muncul karena cerita yang ditulis dalam bentuk prosa pada umumnya cukup panjang. Masalah ini tentu saja dapat memengaruhi proses pembelajaran prosa, karena itu bimbingan mengapresiasi karya sastra sering enggan diberikan oleh guru. Seperti halnya puisi, prosa pun dipelajari oleh siswa secara utuh agar fungsi pembelajaran prosa benar-benar terwujud. Berikut ini ciri-ciri prosa lama dan baru.

Ciri-ciri Prosa Lama:

1) Dipengaruhi oleh sastra Hindu atau Arab

2) Cerita tanpa dibubuhi nama pengarang (anonim) 3) Milik bersama

4) Bersifat statis, sesuai dengan kondisi masyarakat waktu itu 5) Berbentuk hikayat, tambo, dongeng


(22)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 16

Ciri-ciri Prosa Baru: 1) Berbentuk sastra tertulis

2) Masyarakat sentris yaitu cerita diambil dari kehidupan masyarakat sekitar 3) Dipengaruhi pengarangnya

4) Dipengaruhi sastra barat

5) Berbentuk roman,cerpen, drama

Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang berkembang di masyarakat, terutama pada masa lalu. Cerita rakyat merupakan cerita yang pada dasarnya disampaikan oleh seseorang kepada orang lain melalui penuturan lisan, yakni penciptaan, penyebaran, dan pewarisannya dilakukan secara lisan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (leluri) di kalangan masyarakat pendukungnya secara turun–temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Cerita rakyat atau cerita prosa rakyat (folk literature) terbagi dalam tiga kelompok, yaitu: (1) mite, (myth) (2) legenda (legend), dan (3) dongeng (folktale). Sejalan pembagian yang dilakukan oleh Bascom, Haviland (1993: 230) juga membagi cerita rakyat ke dalam tiga kelompok besar, yaitu: (1) mitos, (2) legenda, dan (3) dongeng.

Cerita pendek (cerpen) ialah bentuk prosa fiktif naratif yang waktu pembacaannya sangat singkat serta mengandung konflik dramatik. Unsur cerita dalam cerpen berpusat pada satu peristiwa pokok, sehingga jumlah dan pengembangan pelaku juga terbatas. Keseluruhan cerita dalam cerpen memberi kesan tunggal karena menggunakan alur tunggal.

Unsur-unsur intrinsik cerpen sebagai bagian dari cerita rekaan, yakni: (1) tema, (2) alur, (3) penokohan dan perwatakan, (4) latar, (5) sudut pAndang atau point of view, (6) amanat dan dialog. Pada hakikatnya penguasaan unsur intrinsik merupakan kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam memahami, menguasai, menjelaskan, menemukan unsur pembangun cerita pendek yang


(23)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 17

meliputi: (1) tema, (2) penokohan, (3) plot dan alur, (4) latar atau setting, (5) sudut pAndang atau point of view, (6) gaya, (7) amanat,

Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya. Tema menjadi pengembangan seluruh cerita, sehingga bersifat menjiwai keseluruhan cerita. Tema biasanya bertolak dari kehidupan berupa peristiwa nyata atau berupa imajinasi. Tema karya sastra letaknya tersembunyi(tersirat), harus dicari sendiri oleh pembaca dari seluruh teks karya tersebut.

Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan keadaan lahir maupun batin seseorang atau pelaku. Berubah tidaknya sifat tokoh, dibahas dalam penokohan. Karena cerpen pada dasarnya adalah menceritakan manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya, maka setiap tokoh dalam cerita akan memiliki watak yang dengan tokoh lainnya. Melalui karakter tokoh cerita, pembaca dapat mengikuti jalan cerita, sehingga maksud cerita akan menjadi lebih jelas.

Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, merujuk pada sifat dan sikap para tokoh. Watak mencakup tabiat, sifat, serta kepribadian.

Plot dan alur cerita sering dianggap sama, padahal keduanya berbeda. Alur berupa deretan peristiwa secara kronologis dan bersifat logis. Adapun plot merupakan rangkaian cerita yang saling berkaitan dan bersifat kualitas atau sebab akibat, sesuai dengan apa yang dialami oleh pelaku cerita. Pengembangan plot ditentukan oleh tiga faktor esensial, yaitu: peristiwa, konflik, dan klimaks.

Setting atau latar adalah tempat yang melingkungi pelaku atau tempat terjadinya peristiwa. Tempat tersebut berhubungan pula dengan hal-hal yang ada di sekitarnya termasuk alat-alat atau benda-benda yang berhubungan dengan tempat terjadinya peristiwa, waktu, budaya, iklim atau suasana dan periode sejarah.


(24)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 18

Sudut pAndang atau point of view adalah dimensi pAndangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Pada hakikatnya pembagian jenis sudut pAndang mempunyai kesamaan, yakni: (1) pengarang sebagai aku (gaya akuan), dalam hal ini ia dapat bertindak sebagai

omnicient (serba tahu) dan dapat juga sebagai limited (terbatas), (2) pengarang sebagai orang ketiga (gaya diaan), dalam hal ini dapat bertindak sebagai

omniscient (serba tahu) dan dapat juga dapat bertindak limited (terbatas), (3) point of view gabungan, artinya pengarang menggunakan gabungan dari gaya bercerita pertama dan kedua.

Gaya dapat diartikan sebagai gaya pengarang dalam bercerita atau gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam karyanya. Gaya bahasa adalah ekspresi personal keseluruhan respons pengarang terhadap peristiwa-peristiwa melalui media bahasa seperti: jenis bahasa yang digunakan, kata-katanya, sifat atau ciri khas imajinasi, struktur, dan irama kalimat-kalimatnya, termasuk di dalamnya pilihan kata, majas, sarana retorik, bentuk kalimat, bentuk paragraf, serta setiap pemakaian aspek bahasa oleh pengarang.

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Pengarang melalui karyanya tidak sekadar ingin memgungkapkan gagasannya tetapi juga mempunyai maksud atau pesan tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Amanat mencerminkan pAndangan hidup pengarang yang bersangkutan, pAndangan tentang nilai-nilai kebenaran dan berbagai hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.

Novel atau cerita rekaan adalah satu genre sastra yang dibangun oleh struktur pembangun karya sastra yang secara fungsional memiliki keterjalinan ceritanya, untuk membangun totalitas makna dengan media bahasa sebagai penyampai gagasan pengarang tentang hidup dan seluk-beluk kehidupan manusia. Dengan


(25)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 19

kata lain, novel adalah sebuah karya prosa fiksi yang bersifat naratif, biasanya berbentuk cerita.

Unsur intrinsik novel sama dengan unsur intrinsik cerpen, karena keduanya merupakan genre prosa. Unsur intrinsik novel terdiri atas: (1) tema, (2) amanat, (3) plot dan alur, (4) setting/latar, (5) tokoh, (6) sudut pAndangan, (8) perwatakan – penokohan, dan (9) suspense.

G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Isilah umpan balik/refleksi pembelajaran pada tabel berikut!

1. Apa yang Anda pelajari dalam kegiatan pembelajaran teori, genre prosa, dan apresiasi prosa?

2. Setelah memahami materi genre prosa Indonesia dan apresiasi prosa, apa yang Anda lakukan dalam proses pembelajaran.

3. Apa masalah yang Anda hadapi selama melaksanakan kegiatan pembelajaran aptresiasi apresiasi sastra Indonesia?


(26)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 20

H. Pemb

a

hasan Kasus/LK

LK- 01

Prosa sebagai salah satu bentuk cipta sastra, mendukung fungsi sastra pada umumnya. Fungsi prosa ialah untuk memperoleh keindahan, pengalaman, nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita, dan nilai-nilai budaya yang luhur. Selain itu, dapat pula mengembangkan cipta, rasa, serta membantu pembentukan karakter dalam pembelajaran sastra.

LK – 02 Prosa Lama

Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang berkembang di masyarakat, terutama pada masa lalu. Cerita rakyat adalah cerita yang pada dasarnya disampaikan oleh seseorang kepada orang lain melalui penuturan lisan, yakni penciptaan, penyebaran, dan pewarisannya dilakukan secara lisan melalui tutur kata dari mulut ke mulut di kalangan masyarakat pendukungnya secara turun–temurun dari satu generasi ke generasi

Jenis cerita rakyat antara lain mite/mitos, legenda, dan dongeng.

1) Mite atau mitos bersal dari bahasa Yunani mythos yang berarti cerita yakni cerita tentang dewa-dewa dan pahlawan-pahlawan yang dipuja-puja. Mitos adalah cerita tentang dewa-dewa suci yang mendukung sistem kepercayaan atau agama (religi),

2)

Legenda adalah cerita yang mengisahkan asal-usul satu tempat atau peristiwa zaman silam. Menurut Sudjiman (1986: 29) legenda adalah cerita rakyat tentang tokoh, peristiwa, atau tempat tertentu yang mencampurkan fakta historis dan mitos

3) Dongeng menurut Sudjiman (1986: 15) adalah cerita tentang makhluk khayalis. Makhluk khayali yang menjadi tokoh-tokoh cerita semacam itu biasanya ditampilkan sebagai tokoh yang memiliki kebijaksanaan untuk mengatur masalah manusia dengan segala macam cara


(27)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 21

Prosa Baru Cerita pendek

Cerita pendek atau sering disingkat cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Berapa ukuran panjang atau pendek yang dimaksud memang tidak ada aturan baku yang dianut maupun disepakati diantara pengarang dan para ahli sastra

Novel

Novel sebenarnya merupakan salah satu jenis fiksi. Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi

LK- 03

Teknik Menulis Cerpen

Pembelajaran apresiasi prosa dapat dilakukan sebagai berikut.

Pertama; guru memilih sebuah cerita pendek yang sesuai dengan usia siswa, tingkat keterbacaan, dan nilai kehidupan. Mengingat waktu pembelajaran yang sangat terbatas, harus dipilih sebuah cerpen yang tidak terlalu panjang. Guru hendaknya sudah membaca lebih dulu, materi cerita yang hendak dibahas terutama struktur pembentuknya yang terdiri atas unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik terutama informasi tentang pengarang, kepengarangan, dan karya-karya pengarang tersebut.

Kedua; menugaskan siswa untuk membaca cerita pendek tersebut dengan cermat. Andai cerita pendek tersebut cukup panjang, siswa diminta membaca dulu di rumah sebelum hari pembelajaran. Pada saat pembelajaran, guru mengajukan pertanyaan, antara lain:

 Bagaimana kesan Anda setelah membaca cerpen tersebut? Nilai-nilai apa sajakah yang Anda peroleh setelah membaca prosa tersebut?

 Jika tidak ada yang menjawab, guru melanjutkan dengan memberi pertanyaan penegasan: Menarikkah ceritanya? Jawaban siswa mungkin bermacam-macam (menarik, tidak menarik, membosankan, tidak tahu, dsb.). Berdasarkan jawaban tersebut, guru mengajak siswa untuk menelaahnya lebih jauh lagi.


(28)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 22

Ketiga; guru membimbing siswa untuk selanjutnya menganalisis struktur prmbangun cerita, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Kegiatan ini dilakukan secara klasikal, dengan rnemanfaatkan interaksi guru-siswa, siswa-guru,dan siswa-siswa secara maksimal.


(29)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 23

Kegiatan Pembelajaran 3.

Mementaskan Naskah Drama

A. Tujuan

Setelah mempelajari modul ini, Anda memiliki keterampilan mementaskan naskah drama sederhana Indonesia

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru Indikator Pencapaian Kompetensi

20.7 Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif

20.7.6 Mementaskan naskah drama sederhana Indonesia

C. Uraian Materi

1. Hakikat Drama dan Mementaskan Naskah Drama Mengenal Drama

Pengertian tentang drama yang dikenal selama ini menyebutkan bahwa drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan (Effendi, 2002:1). Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomi yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya (Harymawan, 1988:1). Jadi, kata drama berarti perbuatan atau tindakan.

Sebagai suatu genre sastra drama mempunyai kekhususan dibandingkan dengan genre puisi ataupun genre prosa. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh para pembacanya, namun mesti diteruskan agar dapat dipertontonkan dalam suatu penampilan atau pergelaaran. Kekhususan drama inilah yang kemudian menyebabkan pengertian drama sebagai suatu genre sastra lebih berfokus


(30)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 24

sebagai suatu karya yang berorientasi kepada seni pertunjukan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Effendi (2002:1).

Menurut Wiyatmi (2006: 43-44) drama berbeda dengan prosa dan puisi, karena drama diciptakan untuk dipentaskan. Pementasan itu memberikan kepada drama sebuah penafsiran kedua. Sang sutradara dan para pemain menafsirkan teks, sedangkan para penonton menafsirkan versi yang telah ditafsirkan oleh para pemain. Pembaca yang membaca teks drama tanpa menyaksikan pementasannya, mau tidak mau harus membayangkan alur peristiwa di atas panggung.

Sebagai sebuah karya yang mempunyai dua dimensi, dimensi sastra sebagai teks dan dimensi seni pertunjukan, maka pementasan drama harus dianggap sebagai penafsiran dari penafsiran yang telah ada yang dapat ditarik dari suatu karya drama. Dengan kata lain, penafsiran itu memberikan kepada drama sebuah penafsiran kedua (Luxemburg, 1984:158 dalam Effendi, 2002:1). Maksud dari pernyataan ini ialah bahwa pementasan baru terwujud jika teks drama telah ditafsirkan oleh sutradara dan para pemain, untuk kepentingan suatu seni peran yang didukung oleh perangkat panggung seperti tata artistik, tata busana, tata panggung, tata rias, tata cahaya, dan tata musik.

Pada hakikatnya drama dapat dilihat dari 2 dimensi, yaitu drama sebagai teks dan drama sebagai seni pertunjukan. Teks drama merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa, sedangkan pementasan drama yakni salah satu jenis kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti seni lukis (dekorasi panggung), seni kostum (desain busana), seni rias, seni tari, dan lain-lain.

Dalam kaitannya dengan pendidikan karakter, drama diyakini dapat membantu mengembangkan nilai-nilai positif yang ada dalam diri peserta didik. Drama juga dapat memberikan sumbangan pada pengembangan kepribadian yang


(31)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 25

kompleks, misalnya ketegaran hati, imajinasi, dan kreativitas (Endraswara, 2005:192).

Drama merupakan cabang seni sastra sekaligus seni pertunjukan yang dapat berbentuk puisi maupun prosa. Dengan demikian, jika kita berbicara mengenai drama berarti terdapat 2 pengertian, yaitu: (1) drama sebagai seni sastra dan (2) drama sebagai seni pertunjukan.

Drama sebagai seni sastra berbentuk naskah drama. Dengan kata lain, naskah drama sering disebut juga sebagai text play, repertoir, atau pun closet-drama. Naskah drama berupa bacaan atau karya sastra memerlukan pembaca, serta merupakan milik pribadi pengarangnya. Sebuah naskah drama membutuhkan penggarapan dengan baik, agar tercipta sebuah pertunjukan yang baik pula.

Apresiasi Drama

Yang dimaksud dengan apresiasi drama ialah kegiatan membaca, menonton, menghayati, memahami, atau menghargai karya drama (Effendi, 2002: 3). Dengan mengapresiasi drama diharapkan kita akan dapat menghayati karakter tokoh-tokoh drama. Dengan menghayati tokoh dan perkembangan permasalahan dalam drama, pembaca dapat memahami dengan baik keputusan-keputusan yang diambil oleh tokoh drama, perkembangan karakter tokoh, dan motivasi yang mendorong sang tokoh untuk bertindak sesuatu. Dengan pemahaman seperti inilah, sang apresiator dapat memberikan penghargaan secara tepat atas karya drama yang dibacanya.

a. Persiapan Apresiator Drama

Kegiatan mengapresiasi drama akan berlangsung optimal jika apresiator mempunyai bekal yang memadai untuk melakukannya. Semakin lengkap dan maksimal bekalnya, akan semakin baik kegiatan apresiasi yang dilakukannya. Bekal yang dimaksud ialah bekal: (1) pengetahuan, (2) pengalaman, dan (3) bekal kesiapan diri.

Menurut Effendi (2002: 7) seorang apresiator yang memiliki bekal pengetahuan luas dan mendalam, akan mampu mengapresiasi sebuah karya drama secara


(32)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 26

mendalam pula. Sebaliknya, seorang apresiator yang memiliki bekal pengetahuan yang sempit dan terbatas, tentu hanya akan mampu mengapresiasi sebuah karya drama secara dangkal pula. Bekal pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan tentang: (1) drama, (2) manusia, (3) kehidupan, dan (4) bahasa.

Pendekatan Apresiasi Drama

Terdapat empat pendekatan yang bisa digunakan dalam mengapresiasi drama, yaitu pendekatan: (1) objektif, (2) mimesis, (3) genetis, dan (4) pragmatis (Effendi, 2002:10-11).

Pendekatan objektif ialah pendekatan yang memandang karya drama sebagai karya yang utuh dan mandiri. Artinya, karya drama dapat dibaca dan dipahami tanpa harus mengaitkan dengan kehidupan di sekitar kita sebagai sumber penciptaannya dan masyarakat pembaca sebagai penikmatnya. Menurut pendekatan objektif, karya drama tetap dapat dipahami hanya dengan membaca naskah itu sendiri.

Pendekatan mimesis ialah pendekatan yang memandang karya drama sebagai hasil cipta manusia yang ditulis berdasarkan bahan-bahan yang diangkat dari semesta atau tiruan kehidupan. Untuk itu, sebuah karya drama mustahil dipahami tanpa mengaitkannya dengan semesta sebagai sumber penciptaannya. Dengan kata lain, untuk dapat memahami drama secara mendalam diperlukan kegiatan mendialogkan secara terus-menerus antara penghayatan dan pemahaman terhadap apa yang ditulis dalam naskah drama yang dibaca dengan pengetahuan dan pengalaman hidup sang apresiator (Effendi, 2002: 11).

Pendekatan genetis atau dikenal juga sebagai pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai hasil cipta penulisnya. Untuk itu pemahaman atas karya tersebut tidak mungkin dilakukan tanpa mengaitkannya dengan pencipta karya tersebut. Dengan demikian, untuk dapat memahami naskah drama, apresiator perlu membekali diri dengan pengetahuan tentang penulis drama tersebut.


(33)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 27

Pendekatan pragmatis ialah pendekatan yang memandang karya drama sebagai sesuatu yang baru bermakna jika sudah berhadapan dengan masyarakat pembaca atau penonton. Karya drama baru dianggap bernilai setelah dapat diterima oleh masyarakat pembacanya. Agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat pembaca, karya drama harus mempunyai makna dan bermanfaat bagi pembacanya. Manfaat karya drama bagi masyarakat antara lain: menghibur, memberikan tambahan pengetahuan atau pengalaman tertentu kepada pembaca, atau dapat menjadi media berkaca diri bagi pembacanya.

Konsep Dasar tentang Drama

Menurut Tarigan (1984:73) ada dua pengertian drama, yaitu: (1) drama sebagai

text play atau reportair dan (2) drama sebagai theatre atau performance.

Hubungan antara keduanya sangat erat. Dengan kata lain, setiap lakon atau pertunjukan harus mempunyai naskah yang akan dipentaskan. Sebaliknya tidaklah otomatis setiap naskah merupakan teater, sebab ada kemungkinan naskah tersebut hanya berfungsi sebagai bahan bacaan, bukan untuk pertunjukan. Jadi, ada naskah yang dibuat untuk dipentaskan namun ada naskah yang lebih cocok untuk dibaca dan tidak berlanjut untuk pementasan. Misalnya drama Awal dan Mira karangan Utuy Tatang Sontani, drama ini sulit untuk dipentaskan tetapi enak untuk dibaca (Rosidi, 1982:114).

Perbedaan antara keduanya, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Drama sebagai text-play atau naskah merupakan hasil sastra milik pribadi penulis drama tersebut, sedangkan drama sebagai teater merupakan seni kolektif sebagai hasil kerja bersama.

2. Naskah masih memerlukan pembaca soliter atau pembaca yang mempunyai perasaan bersatu, sedangkan teater memerlukan penonton kolektif dan penonton berperan sangat penting.

3. Naskah masih memerlukan penggarapan yang baik dan teliti baru sebelum dipanggungkan sebagai teater dan menjadi seni kolektif.


(34)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 28

4. Naskah berupa bacaan, sedangkan teater ialah pertunjukan atau tontonan.

Berdasarkan hal di atas, antara naskah dan teater harus dapat dibedakan secara tegas, walaupun pada umumnya penulisan naskah drama bertujuan untuk dipentaskan atau dilakonkan. Aspek yang dibahas atau materi utama pada naskah (text-play) ialah: (a) premis (tema), (b) watak, dan (c) plot, sedangkan pada pementasan ialah: (a) naskah, (b) pelaku, (c) pentas, (d) perlengkapan pentas, (e) tata busana (kostum), (f) tata rias, (g) cahaya, (h) dekorasi, dan (i) musik (bandingkan dengan Syam, 1984:17).

Rumusan tentang perbedaan kedua pemikiran di atas dapat juga dibandingkan dengan pendapat Martoko (1984:158) dalam pembatasannya tentang pengertian pementasan, yang menyatakan "Pementasan itu merupakan sebuah sintesis dan mengimbau pada beberapa indera sekaligus."

Unsur-unsur Drama

Struktur pembangun drama lazim dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik drama adalah berbagai unsur yang terdapat dalam karya sastra berwujud teks drama, yang secara langsung membangun dari dalam karya tersebut, seperti: tema dan amanat, tokoh, karakter, latar, serta unsur bahasa yang berbentuk dialog. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks drama, tetapi ikut berperan melengkapi keutuhan makna teks drama tersebut. Unsur tersebut antara lain: biografi atau riwayat hidup pengarang, falsafah hidup pengarang, dan unsur sosial budaya masyarakat yang menunjang penciptaan karya drama.

Unsur intrinsik drama adalah berbagai unsur yang secara langsung terdapat dalam karya sastra yang berwujud teks drama, seperti: tema, alur dan plot, tokoh, penokohan dan perwatakan, amanat, karakter, latar, serta unsur bahasa yang berbentuk dialog.


(35)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 29

Tema merupakan dasar atau inti cerita. Suatu cerita harus mempunyai tema atau dasar yang paling penting dari seluruh cerita. Cerita yang tidak memiliki dasar tidak ada artinya sama sekali atau tidak berguna (Lubis, 1981: 15). Tema sebagai central idea and sentral purpose merupakan ide dan tujuan sentral (Stanton, 1965: 16).

Menurut Nurgiyantoro (1995: 70) tema dapat dipandang sebagai gagasan dasar umum sebuah karya novel. Gagasan dasar umum telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang dan dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita harus mengikuti gagasan utama dari suatu karya sastra.

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) tema merupakan dasar suatu cerita rekaan, (2) tema harus ada sebelum pengarang memulai cerita, (3) tema dalam naskah drama tidak ditampilkan secara eksplisit, tetapi tersirat di dalam seluruh cerita, dan (4) dalam satu cerita atau drama terdapat tema dominan atau tema sentral dan tema-tema kecil lainnya.

Menganalisis tema haruslah: (1) dibaca seluruh lakon untuk kemudian dipahami, (2) dicermati peristiwa atau konflik dalam lakon, karena konflik dalam drama berkaitan erat dengan tema lakon, (3) dipahami seluruh sepak terjang tokoh utamanya, sebab tokoh utama biasanya diberi tugas penting untuk mengusung tema lakon. Tokoh utama perlu diberi pertanyaan misalnya: permasalahan (konflik) apa yang dihadapinya, selain tokoh utama? Siapa sajakah yang terlibat dalam permasalahan atau konflik? Bagaimana sikap dan pAndangan tokoh utama terhadap permasalahan tersebut? Bagaimana cara berpikir tokoh utama dalam menghadapi permasalahan/konflik? Apa yang dilakukan dan bagaimana pengambilan keputusan terhadap permasalahan konflik yang dihadapinya?

2) Plot dan Alur

Endraswara (2002:24) menjelaskan bahwa plot menjadi kunci sukses drama. Penataan plot yang baik akan mengikat penonton, sehingga betah duduk menyaksikan pentas hingga usai. Waluyo (2009: 14) menjelaskan bahwa alur


(36)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 30

yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca dapat menebak-nebak peristiwa yang akan datang.

Abdurrosyid (2009:9) berpendapat bahwa dalam membangun alur terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis, meliputi: (1) faktor kebolehjadian: peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya tidak selalu realistik tetapi masuk akal, (2) faktor kejutan (surprise): peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak atau dikenali oleh pembaca, dan (3) faktor kebetulan (suspense): peristiwa-peristiwa tidak diduga atau secara kebetulan terjadi.

Forster dalam Waluyo (2009:14) memberikan pengertian bahwa dalam plot terdapat hubungan sebab akibat dari suatu urutan cerita yang mengembangkan konflik cerita. Plot memiliki rangkaian cerita. Lebih lanjut dijelaskan, rangkaian plot terdiri atas: (1) eksposisi, (2) inciting moment, (3) rissing action, (4) komplikasi (complication), (5) klimaks (climax), (6) falling action, dan (7) penyelesaian (denoument).

Nurgiyantoro (2000: 122) menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang tergolong penting, karena konflik berupa peristiwa fungsional ataupun utama. Pengembangan plot sebuah karya naratif akan dipengaruhi oleh wujud, isi konflik, serta bangunan konflik yang ditampilkan. Kemampuan pengarang memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa (baik aksi maupun kejadian), akan sangat menentukan kadar kemenarikan karya sastra tersebut.

Plot dalam drama boleh dikatakan sebagai rentetan konflik yang mempunyai hubungan sebab akibat, yaitu adanya konflik akan berakibat munculnya konflik baru. Suroto (1989: 136) menjelaskan bahwa plot pementasan tersusun menurut garis lakon: (1) lakon dimulai dengan insiden permulaan atau dimulainya konflik (eksposisi), (2) dilanjutkan penanjakan konflik (rising action) sebagai lanjutan dari insiden pertama, (3) insiden titik klimaks (sense of klimaks), yaitu puncak


(37)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 31

permasalahan, dan di sinilah kerumitan benar-benar terjadi, (4) penurunan laku (revelasi) atau mulai adanya titik cerah penyelesaian masalah; (5) putusan (denoument atau catastrofa) pada bagian inilah konflik dapat diatasi.

Penokohan dan Perwatakan

Soemanto (2001: 21) mengatakan bahwa tokoh sangat penting dalam sebuah naskah drama karena selain menjadi materi utama menciptakan plot, tokoh juga merupakan sumber action dan cakapan. Dalam proses penciptaan pemeranan, aktor atau aktris harus memiliki daya cipta yang tinggi untuk mencoba semaksimal mungkin untuk menyatu dengan tokoh yang diperankan dan sanggup menjiwai peran tersebut. Pada penampilan imajinasinya, tokoh dibantu oleh laku, busana yang dikenakan, dan rias. Kesemua unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan bahkan harus saling mendukung, sehingga mampu mewujudkan karakter tokoh seperti yang dituntut dalam lakon yang bersangkutan.

Secara umum, tokoh dapat didefinisikan sebagai individu ciptaan atau rekaan pengarang, yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.

Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang dapat menggunakan teknik sebagai berikut: tokoh oleh tokoh lain. Pendapat tersebut diperkuat oleh Waluyo (2009: 30) yang menuliskan bahwa penggambaran watak tokoh mempertimbangkan tiga dimensi watak, yaitu: dimensi psikologis (kejiwaan), dimensi fisiologis (fisik/jasmaniah), dimensi sosiologis (sosial, latar belakang kekayaan, pangkat, dan jabatan)

Ketika menonton teater, penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam teater sama dengan konflik yang terjadi dalam kehidupan mereka sediri. Hal ini dapat terjadi karena teater merupakan potret kehidupan manusia. Di dalam pertunjukan teater, diperlukan


(38)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 32

aktor atau aktris sebagai tulang punggung pementasan. Aktor-aktris yang tepat dan berpengalaman dapat menyajikan pementasan yang bermutu. Apalagi jika didukung oleh naskah yang baik dan sutradara yang cakap.

Tokoh menurut Nurgiyantoro (2000: 176) dibagi berdasarkan kategori sebagai berikut:

a.Tokoh utama

Berdasarkan perannya, tokoh utama (central character, main character) memiliki peran yang sangat dominan dibandingkan dengan tokoh tambahan (peripheral character).Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya, sehingga paling banyak diceritakan, baik dari segi pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.

b.Tokoh tambahan

Tokoh yang hanya dimunculkan sekali saja dengan porsi penceritaan yang pendek. Tokoh tambahan juga ambil peran dalam perkembangan alur, meskipun tidak dominan dan tidak dituntut sering muncul. Fungsi tokoh ini kurang dominan dan tidak diutamakan dalam penceritan, sehingga jarang diceritakan baik dari segi pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.

Perwatakan dalam penokohan dapat dikatagorikan dalam tiga karakter yang dapat dideskripsikan sebagai berikut.

a) Tokoh Protagonis

Tokoh yang dikagumi (yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero), yakni tokoh yang merupakan pengejawantahan norma dan nilai yang ideal (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiyantoro, 2000: 178). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pAndangan dan harapan penikmat sastra.

b) Tokoh antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan munculnya konflik atau beroposisi dengan tokoh protagonis, baik secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik, maupun batin.


(39)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 33

Setting atau Latar

Nurgiyantoro (1981:175) mengutip pendapat Abrams, mengatakan bahwa latar atau setting yang disebut juga sebagai lAndas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas.

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa tersebut. Biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa itu. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam sebuah cerita. Tata cara berkehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pAndangan hidup, cara berpikir serta bersikap, dan lain-lain yang tergolong ke dalam latar spiritual.

Waluyo (2009: 34) menjelaskan bahwa fungsi latar yaitu: (1) mempertegas watak pelaku, (2) memberikan tekanan pada tema cerita, (3) memperjelas tema yang disampaikan, (4) metafora bagi situasi psikis pelaku, (5) sebagai atmosfir (kesan), dan (6) memperkuat posisi plot.

Amanat

Esten (1978:22) mengatakan bahwa amanat merupakan pemecahan suatu tema. Di dalam amanat terlihat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Amanat dapat diungkapkan secara eksplisit maupun implisit. Amanat biasanya ditanamkan secara tidak langsung ke dalam benak para penonton. Amanat merupakan keseluruhan makna konsep, makna wacana, isi konsep, dan perasaan yang hendak disampaikan untuk dimengerti dan diterima orang lain yang digagas atau ditujunya.


(40)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 34

Dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan pesan yang disampaikan pengarang, baik secara implisit atau eksplisit kepada pembaca. Di dalam drama, ada amanat yang langsung atau tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat. Tidak semua penonton mudah menemukan amanat tersirat, namun penonton profesional akan mampu menemukan amanat implisit tersebut.

Sedyawati (1981:42) mengklasifikasikan unsur teater dalam: alur cerita, sastra, dialog, gaya laku, dan tata rupa. Pada teater tradisi, unsur-unsur ini memiliki pola-pola tertentu. Unsur yang lebih menentukan dalam dalam teater tradisi ialah gaya laku, yaitu bagaimana cara peran-peran dibawakan.

Drama dimaksudkan sebagai karya sastra yang dirancang untuk dipentaskan di panggung oleh para pemainnya, sedangkan teater merupakan istilah lain untuk drama dalam pengertian yang lebih luas, termasuk pentas, penonton, dan tempat lakon itu dipentaskan. Selain itu, salah satu unsur penting dalam drama ialah gerak dan dialog. Lewat dialog tokoh, konflik, emosi, pemikiran dan karakter hidup, serta kehidupan manusia terhidang di panggung. Dengan demikian, hakikat drama sebenarnya ialah berupa gambaran konflik kehidupan manusia di panggung yang disajikan lewat gerak dan dialog.

Teater adalah salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang diwujudkan dalam suatu karya seni suara, bunyi, dan rupa yang dijalin dalam cerita pergulatan kehidupan manusia. Rumusan ini menggambarkan simpulan bahwa unsur-unsur teater menurut urutannya ialah sebagai berikut. (1) Tubuh manusia sebagai unsur utama (pemeran, pelaku, atau pemain); (2) Gerak sebagai unsur penunjang, (3) suara sebagai unsur penunjang

kata

atau untuk

acuan pemeran, (4) bunyi sebagai unsur penunjang (bunyi benda, efek, dan musik), (5) seni rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, rias, dan kostum.), (6) Lakon sebagai unsur penjalin (cerita, noncerita, fiksi, dan narasi).


(41)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 35

Cerita drama yang sudah dipanggungkan disebut dengan teater. Oleh karena itu, pembicaraan drama kerap dikaitkan dengan teater. Terkadang orang menyamakan antara drama dan teater, namun pada dasarnya kedua hal tersebut tetaplah ada pembedanya. Drama adalah naskah yang akan dilakonkan. Naskah lakon merupakan bahan dasar sebuah pementasan dan belum sempurna bentuknya apabila belum dipentaskan. Naskah lakon disebut juga sebagai ungkapan pernyataan (play wright) yang berisi nilai-nilai pengalaman umum, juga merupakan ide dasar bagi aktor. Proses pengembangan laku bersumber dari hasil studi dan analisis isi. Hal ini dapat membangkitkan daya kreasi dalam menghayati laku secara pas dan melaksanakan peran dengan takaran seimbang dalam asas keutuhan, keseimbangan, serta keselarasan.

Soemanto (2001: 346) menjelaskan bahwa unsur drama dalam sebuah pementasan meliputi: (1) tema, (2) plot dan alur, (3) tokoh, (4) pertunjukan waktu dan tempat, serta (5) konflik. Soemanto menambahkan bahwa secara teknis hal utama dalam sebuah pementasan ialah adanya alur. Bergeraknya penceritaan atau dikenal sebagai plot, diatur dalam lima tahap; (1) pengenalan masalah, (2) awal perumitan masalah, (3) perumitan masalah, (4) menuju puncak, dan (5) penyelesaian.

Berkaitan dengan unsur-unsur dalam pertunjukan teater, Sedyowati (2009: 9) menjelaskan bahwa pertunjukan teater haruslah mengandung unsur keindahan atau estetis, terutama terletak pada: (1) naskah lakon, (2) aktor dan aktris pendukungnya, (3) pola pengagendaan (mis en scene), (4) tata artistik (5) tata rias, (6) tata busana; (7) tata cahaya; (8) tata suara; (9) tata musik; dan (10) tata gerak.

Kegiatan Mengapresiasi Drama

Kegiatan apresiasi drama secara umum dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni kegiatan: (1) apresiasi secara reseptif dan (2) apresiasi drama secara produktif (Effendi, 2002:13). Fokus kegiatan apresiasi drama secara reseptif ialah pada pemahaman isi naskah drama. Adapun kegiatan apresiasi drama secara produktif berfokus pada pertunjukan dan pemberian tanggapan terhadap


(42)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 36

pementasan drama, misalnya memainkan lakon drama pendek dan pemberian tanggapan terhadap pementasan drama secara tertulis.

Kegiatan pementasan drama sebagai suatu kegiatan, bukan semata-mata bersifat produktif, tetapi juga kreatif dan rekreatif. Disebut bersifat rekreatif karena dalam pementasan tersebut seseorang bukan sekadar berperan sebagai penikmat tetapi juga berperan dalam mengkreasikan ulang karya drama dari karya naskah menjadi karya pentas. Hal ini sejalan dengan pendapat Effendi (2002: 13).

Menurut Effendi (2002: 13-14) bahwa ditinjau dari aktivitas batiniahnya terdapat tiga tahapan pokok dalam mengapresiasi drama, yaitu: (1) keterlibatan jiwa sang apresiator, (2) pemahaman dan penghargaan terhadap cara-cara penulisan yang digunakan oleh sang penulis, dan (3) pendialogan antara hasil pemahamannya terhadap naskah drama yang dibaca dengan hasil pengamatan, penghayatan, dan pemahamannya terhadap kehidupan di sekitarnya. Keterlibatan jiwa apresiator ini penting agar sang apresiator dapat merasakan dengan baik ucapan, pemikiran, tindakan, dan sikap tokoh dalam menghadapi perubahan karakter tokoh dan nasib yang dialaminya.

Menurut Semi (1984:145), "drama hanya menyangkut masalah manusia dan kemanusiaan semata. Hal itu disebabkan drama dilakonkan oleh manusia.” Karena drama hanya menyangkut masalah manusia dan kemanusiaan semata, maka drama pun merupakan alat komunikasi sosial dalam masyarakat. Melalui drama, manusia dapat menemukan masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya kemudian menjadikannya sebagai bahan pertimbangan, perbandingan, atau pengetahuan untuk berbuat sesuatu secara lebih baik.

Kreasi Sastra

Naskah drama yang dipentaskan dapat menggunakan naskah yang sudah tersedia atau tercetak, tetapi untuk meningkatkan keterampilan anak menulis naskah drama dapat dilatihkan kegiatan mencipta naskah kepada siswa dengan


(43)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 37

memperhatikan proses menulis berikut. Jacob Sumardjo (1997) mengatakan bahwa menulis merupakan suatu proses melahirkan tulisan berupa gagasan. Mengutip William Miller, Jacob Sumardjo merangkum pendapat beberapa penulis terkemuka bahwa pada dasarnya terdapat lima tahap proses kreatif menulis, yakni: tahap persiapan, tahap inspirasi, tahap penulisan, dan tahap revisi.

Dalam tahap persiapan seorang penulis telah menyadari apa yang ditulis dan bagaimana ia akan menulisnya. Apa yang akan ia tulis adalah gagasan yang telah ada di dalam benaknya yang kelak akan menjadi isi tulisannya. Cara menuangkan gagasan ialah untuk menjawab persoalan bagaimana bentuk penulisannya. Munculnya gagasan dalam tahapan ini, dapat memicu semangat untuk segera mulai menulis atau memilih mengendapkannya lebih dahulu.

Tahap inspirasi yakni ketika gagasan yang telah muncul disimpan dipikirkan masak-masak dan menunggu waktu yang tepat untuk menuliskannya. Selama masa inspirasi biasanya konsentrasi penulis terpusat pada gagasannya itu saja. Seringkali muncul pula anak-anak gagasan yang dapat menopang dan memperkaya gagasan awal.

Tahapan inkubasi dapat diibaratkan sebagai “bayi gagasan” yang ingin

dilahirkan. Pada tahapan ini muncul desakan yang amat kuat untuk menuliskan gagasan yang sudah lama ada di benak penulis. Kalau tahapan inkubasi ini dibiarkan lewat begitu saja, biasanya gagasan tersebut akan mati sebelum lahir.

Tahap penulisan merupakan saat ketika tidak tertahankan lagi untuk menuliskan atau menuangkan gagasan. Keluarkan hasil inkubasi dengan menuangkan semua gagasan. Menulislah dengan spontanitas, tanpa henti, tanpa memikir salah atau benar. Janganlah berhenti walau sekadar untuk mengedit dan menimbang-nimbang. Hasilnya memang masih berupa buram (tulisan kasar) atau sebuah draft, tetapi kemudian akan menjadi pijakan penting untuk tahap selanjutnya.


(44)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 38

Tahap selanjutnya yaitu tahap revisi. Setelah melahirkan sebuah tulisan berupa

draft, simpanlah untuk sementara sebelum diperiksa dan disunting berdasarkan pengetahuan dan apresiasi Anda. Jangan ragu untuk menambah bagian yang perlu ditambah, jangan ragu pula untuk membuang. Pada tahap ini disiplin diri sebagai penulis atau kreator diuji, karena penulis harus mengedit ulang dan menulisnya kembali dalam bentuk tulisan akhir yang dianggap paling ideal.

Berdasarkan sajian isinya, drama dapat digolongkan ke dalam jenis:

a. Tragedi (drama duka), yaitu drama yang menampilkan tokoh yang sedih atau muram, yang terlibat dalam situasi gawat karena sesuatu yang tidak menguntungkan. Keadaan tersebut mengantarkan tokoh pada keputusasaan dan kehancuran. Dapat juga berarti drama serius yang melukiskan tikaian di antara tokoh utama dan kekuatan yang luar biasa, yang berakhir dengan malapetaka atau kesedihan.

b. Komedi (drama ria), yaitu drama ringan yang bersifat menghibur, walaupun selorohan di dalamnya dapat bersifatmenyindir, dan yang berakhir dengan bahagia.

c. Tragikomedi (drama dukaria), yaitu drama yang sebenarnya menggunakan alur duka cita tetapi berakhir dengan kebahagiaan.

Agar Anda dapat lebih mengenal ciri naskah drama, perhatikan cuplikan teks drama Kalung Ajaib karangan Subdiyanto berikut ini.

(Di kamar tidur Sari. Malam hari hampir subuh. Sari sedang gelisah dalam tidurnya. Ayah datang membangunkan Sari. Lampu dan musik pembukaan pengantar suasana ke dunia impian Sari. Semua peristiwa babak satu ini terjadi dalam dunia impian Sari.)

1. AYAH : Sari ... Sari ... Sari ... Bangunlah! Ayahmu datang, sari.

2. SARI :(Bangun. Duduk. Heran.) Ayah? Benarkah kau ayahku? Bukankah ayah sudah meninggal?

3. AYAH : Benar katamu, Sari. Aku ayahmu yang telah meninggal. Aku datang padamu karena aku lihat kau bersedih dalam tidurmu. Aku bermaksud akan membahagiakan kamu. Apa yang kausedihkan, Sari?

4. SARI : Ayah akan membahagiakan aku? Bisakah ayah memenuhi segala keinginanku?

5. AYAH : Ya Sari, aku akan memenuhi segala keinginanmu. (Ayah mengeluarkan Kalung Ajaib) Terimalah ini, Kalung Ajaib, yang akan bisa memenuhi segala keinginanmu. Kamenginginkan sesuatu,


(45)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 39

mintalah pada KalungAjaib ini, tentu akan kau dapatkan segala apa yang kau inginkan (Menyerahkan Kalung Ajaib. Sari menerimanya dengan senang.)

6. SARI : Terima kasih, Ayah. Saya sangat senang.

7. AYAH : Sari, dengarlah baik-baik pesan ayah. Kalung ajaib itu tak boleh kau perlihatkan kepada siapapun juga. Kau tak boleh menceritakan hal kalung ajaib ini kepada orang lain. Kau tak boleh mengatakan kepada siapa pun juga, dari mana kaudapatkan segala apa yang kau miliki secara ajaib ini. Itu adalah pantangan!”

8. SARI : Ya, Ayah. Sari akan merahasiakan Kalung Ajaib ini.

AYAH : Nah, sekarang tidurlah, ayah mau pergi. (Sari menyimpan Kalung Ajaib di bawah bantal lalu berbaring. Ayah merapikan selimut Sari, lalu membelai kepala Sari.)

Selamat tinggal Sari. Berhati-hatilah. Ingatlah pesan Ayah baik-baik. Pada bagian awal teks drama di atas, terdapat tulisan yang diberi tanda kurung (...). Bagian tersebut dinamakan notasi. Notasi merupakan bagian dari naskah drama yang tidak diucapkan karena bukan merupakan dialog, melainkan gambaran situasi atau pun gambaran gerak. Notasi tidak selalu ditulis di dalam kurung, dapat pula ditulis dalam huruf kapital semua, atau bahkan ditulis berhuruf miring.

Perhatikan dialog 2 (D2) ketika Sari terbangun. Kata (Bangun. Duduk. Heran.) yang terletak di dalam tAnda kurung merupakan notasi. Dengan demikian tidak diucapkan oleh Sari, melainkan dilakukan atau dikerjakan. Selain itu, ada pula notasi yang ditulis dengan huruf biasa, namun penulisannya sejajar dengan nama-nama tokoh.

Selain notasi tentu Anda melihat bahwa dalam teks tersebut terdapat dialog antara Sari dan ayahnya yang sudah meninggal dunia. Dialog dan notasi merupakan unsur intrinsik sekaligus ciri dari sebuah naskah drama.

Lakon drama lebih mementingkan perwatakan, namun prosa lebih mementingkan penokohan. Perwatakan adalah cara kerja pengarang menggambarkan watak tokoh. Cara pengarang menampilkan watak tokoh dapat dilakukan melalui 3 dimensi, yaitu:

1) Dimensi fisiologis

Pengarang menggambarkan watak tokoh melalui gambaran fisiknya, antara lain dikemukakan jenis kelamin tokoh, usia ciri tubuh, ciri khas yang menonjol, cacat jasmani, ras.


(46)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 40

2) Dimensi psikologis

Pengarang mengemukakan kejiwaan tokoh yang antara lain meliputi: temperamen, moral, ambisi, kegemaran.

3) Dimensi sosiologis

Pengarang menggambarkan keadaan sosial tokoh yang di antaranya meliputi: suku, bangsa, agama, ideologi, pekerjaan, jabatan, serta kelas sosial.

Fokus antara drama dengan prosa fiksi dibedakan dengan adanya drama yang lebih mementingkan plot dibandingkan dengan alur. Dalam prosa fiksi, alur menduduki peran yang sangat penting. Plot merupakan jalinan konflik yang pada akhirnya akan berpuncak pada klimaks. Konflik terjadi karena adanya sebab akibat yang menghubungkan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya di dalam cerita. Konflik juga dapat terjadi karena adanya pertentangan karakter dan pertentangan kepentingan dari para tokoh.

Tahapan alur atau dikenal dengan plot di dalam drama meliputi: 1) Eksposisi

Pada tahap ini diperkenalkan para tokoh dengan karakter masing-masing kepada pembaca.

2) Konflik

Pada tahap ini mulai muncul hambatan, sehingga timbullah pertikaian awal yang disebabkan oleh adanya perbedaan karakter dari masing-masing tokoh. Konflik pun mulai terjadi. Konflik adalah ketegangan yang terjadi karena adanya pertentangan, yang terwujud melalui tokoh-tokoh lakon. Konflik terdiri atas: (a) konflik internal atau konflik batin, serta (b) konflik eksternal atau konflik sosial. Konflik internal adalah konflik yang terjadi pada batin seorang tokoh, sedangkan konflik eksternal merupakan konflik yang terjadi antara: (1) tokoh dengan tokoh lain, (2) tokoh dengan masyarakat, dan (3) tokoh dengan alam.

3) Komplikasi

Pada tahap ini konflik bertambah semakin banyak dan saling terkait sehingga terjadilah kerumitan.


(47)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi H 41

Klimaks merupakan titik puncak cerita dalam lakon drama. Penyebab timbulnya klimaks karena adanya peningkatan konflik yang semakin lama semakin merumit tak terkendali.

5) Resolusi

Tahap ini ditAndai dengan mulai meredanya konflik. Para tokoh sudah mulai dapat menemukan penyelesaian dari pertikaian mereka sebelumnya.

6) Denoument

Tahap ini berisi keputusan yang diambil para tokoh untuk mengakhiri pertikaian yang sekaligus mengakhiri lakon drama. Denoument dapat berupa pengakhiran yang baik (happy ending), pengakhiran yang buruk (sad ending), atau pun pengakhiran lakon diserahkan pada penafsiran pembacaatau penontonnya sehingga bersifat terbuka (open ending).

Mementaskan Naskah Drama

Drama berasal dari bahasa Yunani yang berarti perbuatan atau gerakan. Dalam perkembangan selanjutnya yang dimaksud drama adalah bentuk karya sastra yang berusaha mengungkapkan perihal kehidupan manusia melalui gerak dan percakapan di atas panggung, ataupun suatu karangan yang disusun dalam bentuk percakapan dan dapat yang dipentaskan.

Berbicara mengenai drama, yang dapat digolongkan sebagai karya sastra ialah naskah drama atau teks drama bukan pertunjukannya. Teks drama ditulis sebagai gambaran kehidupan, dengan menampilkan tikaian atau konflik dan emosi melalui lakuan dan dialog. Pada dasarnya naskah ditulis untuk dipentaskan. Drama dapat juga diartikan sebagai ragam sastra dalam bentuk dialog yang dibuat untuk dipertunjukkan atau dipentaskan. Oleh karena itu, dalam naskah drama selain berisi percakapan pelaku (dialog) berisi pula petunjuk gerak atau penjelasan mengenai gerak-gerik dan tindakan pelaku, peralatan yang dibutuhkan, penataan pentas atau panggung, dan musik pengiring (notasi).

Ciri khas drama ialah naskahnya berbentuk percakapan atau dialog. Dalam menyusun dialog, pengarang harus memperhatikan pembicaraan para tokoh


(1)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik H 76

Kompetensi Dasar

Materi Kelas/ Semeste

r

Indikator Soal

Bentuk Soal

No. Soal membaca

nyaring

tema pada teks


(2)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik H 77

Penutup

Dengan tuntasnya mempelajari materi dalam modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP, Anda diharapkan tidak lagi menjadi penghambat di dalam pengembangan pembelajaran efektif di kelas. Apalagi materi tersebut tidak bisa hindari. Guru sepatutnya mendapatkan pemahaman terhadap kompetensi pedagogik dan profesional dengan komposisi yang ideal merupakan sesuatu yang sangat penting dan tidak bisa dilewatkan pada setiap pertemuan.

Materi yang dipaparkan dalam kegiatan pembelajaran ini diharapkan dapat baik; bisa menambah wawasan bagi Anda yang tentu saja hal itu bisa berimplikasi pada pembelajaran efektif di dalam kelas. Oleh karena masih bersifat umum, paparan tentang pendekatan, metode/strategi, dan teknik-tekniknya bisa dikembangkan lagi sesuai dengan KD yang akan Anda sampaikan kepada para siswa.


(3)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik H 78

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014.

Materi Pelatihan Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015. Jakarta:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Bloom, Benyamin S, et. al. 1966. Taxonomy of Educational Objective: Cognitive

Domain. New York: David Mckay Company, Inc.

Briggs, Leslie J. (1970).Instructional Design Principle and Aplication. New Jersey: Prentice Hall inc.

Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum 2004 StAndar Kompetensi. Mata Pelejaran Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 2004.

Depdiknas. 2004. Pengembangan Sistem Penilaian. Jakarta: Dikmenum, Depdiknas.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2006. Pedoman Penilaian di Kelas (Classroom Based Assessment).

Jakarta: Puspendik, Balitbang, Depdiknas.

Djaali dan Pudji Muljono. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Program Pascasarjana, UNJ.

Gronlund, Norman E. 1985. Measurement and Evaluation in Teaching. New York: McMilan Publishing Company.

Hidayat, Kosasi.1994. Evaluasi Pendidikan dan Penerapan dalam Pengajaran

Bahasa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

Safari. 1997. Pengujian dan Penilaian Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Kartanegara.


(4)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik H 79

Surapranata, Sumarna. 2004. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi

Hasil Tes. Bandung: PT Remaja RoSMPa Karya

Surapranata, Sumarna. 2004. Panduan Penulisan Tes Tertulis. Bandung: PT Remaja RoSMPa Karya.


(5)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik H 80

Glosarium

Pengayaan : proses, cara, perbuatan mengayakan, memperkaya, memperbanyak tentang pengetahuan

Pengujian : pengukuran yang dilanjutkan dengan penilaian Pengukuran : proses penetapan angka bagi suatu gejala menurut

aturan tertentu.

Penilaian : proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik


(6)