DOCRPIJM 37621bd314 BAB IX09 ASPEK KEUANGAN DAERAH

  Bab ini berisikan penjelasan mengenai Profil APBD Kabupaten/Kota, profil investasi dan proyeksi investasi dalam pembangunan Bidang Cipta Karya, serta strategi peningkatan investasi bidang Cipta Karya Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah. Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya bertujuan untuk:

  a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya, b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya, c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.

9.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

  Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

  2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

  3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

  4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum.

  Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

  5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:

  a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya; b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

  d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah; e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

  6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:

  a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

  b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

  c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

  8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:

  a. Bidang Infrastruktur Air Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:

  • Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; - Tingkat kerawanan air minum.

  b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:

  • kerawanan sanitasi; - cakupan pelayanan sanitasi.

  9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidan Cipta Karya meliputi: a. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

  b. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

  c. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

  d. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

  e. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  f. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya. Pembahasan mengenai aspek keuangan dalam penyusunan RPI2JM pada dasarnya adalah dalam rangka membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kota yang meliputi :

  1. Pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun;

  2. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada

  3. Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru Pembahasan aspek ekonomi dalam penyusunan RPI2JM perlu memperhatikan hasil total atau produktifitas dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya bagi masyarakat dan keuntungan ekonomis secara menyeluruh tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber dana tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil adanya kegiatan.

9.2 Profil Keuangan Daerah Kabupaten Lombok Tengah

9.2.1 Profil APBD Kabupaten Lombok Tengah

  Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dokumen rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah, yang memegang peranan strategis, terutama di dalam pelaksanaan fungsi-fungsi anggaran daerah, yang meliputi fungsi alokasi, distribusi serta fungsi stabilisasi. Pada fungsi alokasi, belanja daerah dalam APBD dimaksudkan untuk penyediaan barang dan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak dan tidak dapat disediakan sendiri oleh masyarakat. Sedangkan pelaksanaan fungsi distribusi, belanja daerah ditekankan untuk penyusunan penganggarannya berpihak kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin yang memerlukan penanganan melalui berbagai program pembangunan, sehingga menciptakan distribusi pendapatan dan pembangunan yang merata pada seluruh lapisan masyarakat.

  Fungsi stabilisasi dari APBD dilakukan Pemerintah Dearah melalui belanja daerah, diarahkan untuk menjaga kestabilan perekonomian daerah terutama pada saat perekonomian daerah sedang lesu, belanja daerah harus bersifat ekspansif untuk memacu perekonomian daerah yang dapat meningkatkan peranan masyarakat dan swasta, sehingga perekonomian bergerak cepat dan tumbuh pada setiap sektor usaha yang ada di daerah. Bagi masyarakat, pemerintah daerah dianggap berhasil, apabila dapat memberikan pelayanan publik yang memadai dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga pemerintah daerah dituntut untuk mampu mengelola APBD secara efesien, efektif, relevan, ekonomis dan tanpa kebocoran, untuk dapat menggerakkan dan menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan pendapatan. Postur struktur APBD Kabupaten Lombok Tengah Tahun Anggaran 2013 menggambarkan perkiraan/target pendapatan yang seimbang dengan plafon belanja daerah yaitu target Pendapatan Daerah sebesar Rp. 114.429.121.133,82 dan realisasinya sebesar Rp. 123.145.732.572,78. Dalam sumber lain dapat dilihat bahwa kebijakan pemerintah Kabupaten Lombok Tengah mampu mengelola keuangan sehingga tidak terjadi defisit anggaran antara jumlah pengeluaran dari total pendapatan yang diperoleh, namun bila realitanya terjadi defisit, maka berdasarkan ketentuan pengelolaan Keuangan Daerah kondisi tersebut harus ditutupi melalui SILPA. Namun karena penyusunan RAPBD TA. 2013 dilakukan pada saat tahun anggaran sebelumnya masih berjalan maka besaran SILPA belum dapat diperkirakan sehingga sedapat mungkin harus diupayakan langkah-langkah efisiensi belanja dengan melakukan pemangkasan plafon belanja. Berikut ini adalah profil pendapatan Kabupaten Lombok Tengah dari tahun 2013 hingga tahun 2013:

Tabel 9.1 Profil APBD Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009-2013 (dalam Juta Rupiah)

  2009 2010 2011 2012 2013 Anggaran 7.823,86 11.591,76 18.373,44 15.804,49 17.644,43

  Pajak Daerah Realisasi 7.067,91 8.598,79 12.681,83 17.407,77 23.469,14

  Anggaran 23.598,62 32.285,11 34.373,35 27.420,12 26.677,59

  Retribusi Daerah Realisasi 19.037,56 25.227,39 36.775,55 19.454,04 19.562,36

  Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Anggaran 142,00 4.901,72 4.843,08 3.658,84 573,71

  Pengelolaan Kekayaan Darah yang dipisahkan Realisasi 75,00 2.565,17 4.391,98 4.065,98 5.610,39

  Anggaran

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang 6.476,00 12.499,59 9.115,88 64.063,90 64.363,41

Sah

  Realisasi 3.913,64 2.214,27 5.410,76 37.516,95 74.476,85

  Anggaran 38.040,48 61.278,17 66.705,76 110.789,15 114.429,12 TOTAL Realisasi 30.094,11 38.605,63 53.512,15 78.444,75 123.145,73 Sumber : Kabupaten Lombok Tengah 2014

  

Pendapatan Daerah Lombok Tengah (x Rp. 1.000.000)

140.000,00

  123145,73 114429,12 110789,15

  120.000,00 100.000,00 78444,75

  80.000,00 66705,76 61278,17 53512,15

  60.000,00 38605,63 38.040,00

  30.094,00 40.000,00 20.000,00

  • 2009 2010 2011 2012 2013

  

Anggaran Realisasi

  Dari table tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun 2009 hingga tahun 2012 jumlah realisasi pendapatan daerah Kabupaten Lombok Timur berada dibawah rencana anggaran pada tahun-tahun tersebut, kemudian pad tahun 2013 terjadi peningkatan dimana realisasi anggaran tahun tersebut sebesar Rp. 123.145.732.572,78 lebih besar dari pada rencana anggarannya yaitu Rp. 114.429.121.133,82.

9.2.2 PERMASALAHAN UTAMA PENDAPATAN DAERAH.

  Besaran-besaran plafon target pendapatan daerah yang dianggarkan merupakan besaran plafon target yang realistis, didasarkan pada pertimbangan aspek-aspek yang mempengaruhi seperti analisa potensi yang tersedia, variabel-variabel yang menjadi penentuan bobot daerah dalam formula dana perimbangan, serta langkah-langkah dan strategi kebijakan pelaksanaan pemungutan dalam rangka mencegah terjadinya kebocoran penerimaan serta mempertimbangkan makro ekonomi nasional dan daerah. Namun walaupun demikian perkembangan Pendapatan Daerah juga tidak terlepas dari berbagai permasalahan- permasalahan yang melingkupinya antara lain yaitu :

  9.2.2.1 Dana Perimbangan

  Dana Perimbangan untuk Tahun Anggaran 2013 ini, masih belum ada ketetapan definitifnya sampai dengan penandatangan Nota Kesepakatan tentang KUA dan PPAS Tahun Aggaran 2013, hal ini karena pemerintah pusat sedang melakukan revisi asumsi makro ekonomi dalam RAPBN Tahun Anggaran 2013 sebagai dampak dari terjadinya krisis finansial global, Selain itu juga sebagaimana tahun-tahun anggaran sebelumnya alokasi DAU sebagai sumber penerimaan paling besar pada kelompok Dana Perimbangan, peruntukannya masih sebagian besar digunakan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran berupa pembayaran gaji dan tunjangan PNS Daerah (PNSD).

  9.2.2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Penetapan peningkatan rencana plafon target pendapatan yang disepakati bersama merupakan langkah yang sangat positif dan progresif sebagai upaya untuk menyakinkan kita akan adanya peningkatan perekonomian daerah yang kondusif. Permasalahan yang paling krusial pada kelompok pendapatan PAD, antara lain seperti; pemetaan potensi, pola pemungutan dan mekanisme pengadministrasian, sehingga diperlukan perencanaan program intesifikasi dan ekstensifikasi PAD yang matang, untuk menjawab permasalahan utama pada PAD yaitu; bagaimana mengupayakan pencegahan terhadap adanya kebocoran dalam pelaksanaan pemungutan PAD sehingga realisasi yang dicapai sesuai dengan target yaitu seratus persen dapat tercapai.

  9.2.2.3 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah

  Permasalahan utama pada kelompok Lain-lain Pendapatan Yang Syah, terutama pada Bagi Hasil Pajak Propinsi, terletak pada porsi alokasi yang belum mencerminkan potensi yang kita miliki, harus ada peningkatan yang signifikan didalam penetapan plafon targetnya, dengan memperhatikan potensi yang ada di Kabupaten Lombok Tengah terutama dari Bagi Hasil Pajak Kendaraan Bermotor dan potensi pada Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor .

9.2.3 ESTIMASI PENDAPATAN DAERAH.

  9.2.3.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  Penetapan Target PAD harus direalisasikan dengan plafon rencana target yang realistis, dengan didasarkan pada proyeksi setelah melakukan penyusunan profil pendapatan akan dapat tercapai realisasi penerimaannya sebesar seratus persen, yaitu dengan melakukan beberapa kebijakan dan program kerja, yang mendorong keberhasilan upaya-upaya intensifikasi pemungutan terutama pada Retribusi Daerah, serta melakukan upaya-upaya yang lebih fokus dan intensif pada Pajak Daerah.

  9.2.3.2 Dana Perimbangan .

  Realisasi penerimaan Dana Perimbangan, diproyeksikan realisasi penerimaannya akan mencapai seratus persen, mengingat penetapan target yang diterima merupakan perkiraan-perkiraan yang terukur yang tertuang dalam keputusan Pemerintah Pusat.

  9.2.3.3 Lain-lain Pendapatan Yang Sah

  Realisasi penerimaan pada lain-lain pendapatan yang sah juga diperkirakan akan tercapai seratus persen dengan asumsi, sambil menunggu penetapan yang difinitif untuk tahun anggaran 2013, diproyeksikan alokasi plafon target akan lebih besar dari tahun sebelumnya.

9.2.4 KEBIJAKAN UMUM PENDAPATAN DAERAH.

  9.2.4.1 Pendapatan Asli Daerah.

  Kebijakan-kebijakan pada upaya pencapaian realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sesuai dengan target pada akhir Desember 2013, meliputi : a. Penyusunan anggaran kas pendapatan dari masing-masing SKPD yang menjadi sumber pendapatan daerah dengan lebih akurat, untuk mempermudah pemantauan dan langkah-langkah solusi terhadap yang tidak sesuai pencapaiannya dengan anggaran kas yang telah disusun.

  b. Mengintensifkan rapat-rapat koordinasi bidang pendapatan, dengan SKPD untuk mengoptimalkan pencapaian realisasi target-target Pendapatan yang telah ditetapkan.

  c. Retribusi Daerah sebagai komponen terbesar kontribusinya pada PAD, diupayakan optimalisasi realisasinya melalui pemberian tambahan penghasilan beban kerja kepada aparat yang terlibat langsung pada upaya pemungutan retribusi tersebut.

  9.2.4.2 Dana Perimbangan

  Dengan telah ditetapkannya alokasi plafon Dana Perimbangan Tahun Anggaran 2012, baik, DAU, DAK, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, maka langkah-langkah yang diperlukan terkait dengan selisih kenaikan Dana Perimbangan yang hanya 6.89 persen dengan kenaikan Gaji PNS sebesar 20 persen, yaitu dengan mengintesifkan konsultasi- konsultasi dengan pemerintah pusat, agar ada kebijakan penyediaan dana tambahan lainnya untuk menutupi kekurangan selisih tersebut sehingga pengalokasian plafon belanja pada pos-pos lain tidak diperlukan penyesuaian-penyesuaian.

  9.2.4.3 Lain-lain Pendapatan yang Sah

  Langkah-langkah yang diupayakan pada Kebijakan pendapatan pada Lain-lain Pendapatan yang Sah, ditekankan pada adanya alokasi plafon definitif yang lebih awal dari pemerintah Propinsi, sehingga memudahkan arah pengalokasian belanja agar dapat dilaksanakan lebih awal, tidak menunggu Perubahan APBD berikutnya.

9.3 Kondisi Umum Belanja Daerah

  Pada Belanja Langsung Tahun Anggaran 2012, mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya dengan sebaran kenaikan merata pada semua plafon belanja langsung SKPD. Secara diagram dapat disimak perkembangan lima tahun terakhir (Tahun Anggaran 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 untuk alokasi belanja gaji dan tunjangan, bantuan sosial, bagi hasil, bantuan keuangan, belanja tidak terduga, belanja langsung umum, urusan wajib serta urusan pilihan.

  9.3.1 Permasalahan Utama Belanja Daerah

  Belanja sebagai instrumen pelaksanaan fungsi-fungsi Anggaran Daerah terutama fungsi alokasi yang menekankan pada penciptaan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efektifitas, dan efesiensi perekonomian, belum sepenuhnya dapat di-disain dan dirumuskan secara lebih kongkret kedalam Rencana Kerja Anggaran (RKA). Perumusan-perumusan disain kegiatan belum sepenuhnya dapat menerjemahkan tema dan agenda yang menjadi isu-isu pembangunan nasional, maupun global yang singkron dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Permasalahan mendasar lainnya didalam belanja daerah, belum adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang menjadi ketentuan didalam penentuan mutu dan jenis pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat sebagaimana diamanatkan di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2006. Permasalahan yang tidak kalah pentingnya, juga terkait dengan Sistim Informasi Keuangan Daerah (SIKD), dimana agar dapat terlaksananya proses penyusunan, pelaksanaaan, pengawasan dan pertanggungjawaban APBD yang transparan dan akuntabel harus dapat terintegrasi dalam sebuah sistim sofware dan hal tersebut masih terus dalam penyempurnaan.

  9.3.2 Kebijakan Umum Belanja Daerah

  Belanja daerah yang terbagi kedalam dua kelompok belanja meliputi : belanja Tidak Langsung dan belanja Langsung mempunyai karakteristik atau definisi masing-masing sebagamana diatur didalam ketentuan yang berlaku, pada kelompok belanja Tidak Langsung merupakan kelompok belanja yang penganggarannya tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok ini meliputi penganggaran untuk belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan serta penghasilan tambahan lainnya, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan, belanja bagi hasil dan belanja tak terduga. Sedangkan kelompok belanja Langsung merupakan kelompok belanja yang penganggarannya terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Pelaksanaan program dan kegiatan didasarkan pada : Tugas Pokok dan Fungsi dari SKPD berdasarkan landasan hukum pembentukannya yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lombok Tengah, serta juga mengacu pada ketentuan program dan kegiatan yang ditetapkan dalam pembagian urusan.

  Kebijakan belanja Tidak Langsung diarahkan untuk penganggaran penyelesaian tagihan- tagihan atas gaji dan tunjangan PNS Daerah, kebijakan belanja bantuan sosial, dilakukan dengan penyempurnaan didalam pengalokasian belanja bantuan keuangan kepada Pemerintah Desa, dengan berpedoman pada formulasi yang diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Formulasi Alokasi Dana Desa (ADD) didalam PP 72 Tahun 2005, ditetapkan Alokasi Dana Desa sebesar 10 persen dari Dana Perimbangan yang diterima pemerintah daerah yang meliputi; Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum (DAU) setelah dikurangi plafon belanja pegawai didalam APBD. Pada alokasi belanja bantuan sosial diupayakan adanya pengurangan jumlah plafon anggaran serta diupayakan pengalokasiannya lebih ditekankan pada pelaksanaan program kegiatan yang secara akun belanja merupakan belanja bantuan sosial.

  Kebijakan Belanja Langsung di Tahun Anggaran 2012 diarahkan sebagai pelaksanaan program dan kegiatan berdasarkan pembagian urusan dan berdasarkan SKPD. Adapun Alokasi dana terbesar pada urusan pendidikan, Arah kebijakan penganggaran urusan wajib pendidikan difokuskan pada peningkatan, pemerataan dan kualitas pendidikan khususnya terkait dengan wajib belajar 9 tahun, meningkatkan ketersediaan gedung sekolah yang standar, buku pelajaran, dan alat peraga yang memadai, guru yang lebih sejahtera dengan kompetensi yang meningkat, mendorong peningkatan kapasitas manajemen sekolah/pendidikan yang lebih kuat, partisipatif dan akuntabel, mendorong pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan pada jenjang pendidikan menengah terutama SMK untuk menyiapkan tenaga kerja yang lebih produktif, serta meningkatkan pemberantasan buta huruf yang diintegrasikan dengan upaya meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan. Alokasi dana kedua terbesar urusan wajib yaitu pada urusan wajib pekerjaan umum, walaupun pada tataran nominal plafon urusan pekerjaan umum mempunyai jumlah plafon terbesar namun secara substansi pengalokasian penyediaan plafon yang menangani prioritas pembangunan berdasarkan RKPD berjumlah secara keseluruhan lebih rendah dari penyediaan alokasi dana untuk urusan pendidikan. Hal tersebut terjadi dikarenakan di dalam plafon urusan pekerjaan umum juga terdapat penyediaan penganggaran yang merupakan penyediaan anggaran untuk kebijakan-kebijakan yang bersinergi dan tersingkronisasi berupa penyediaan dana pembangunan BIL.

  Adapun sebaran plafon urusan pekerjaan umum, tersebar pada 15 program, difokuskan untuk mewujudkan ketersediaan jalan dengan kondisi yang dapat mendukung program strategis kabupaten dimana pada tahun 2012 diprioritaskan untuk pengembangan pariwisata, selain itu juga diarahkan bagi kelancaran arus barang dan orang dengan prioritas perbaikan jalan kabupaten, meningkatkan upaya pemeliharaan infrastruktur irigasi untuk mempertahankan layanan air irigasi dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas pertanian.

  Alokasi terbesar ketiga pada urusan wajib kesehatan, dengan fokus pada peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat khususnya kelompok penduduk resiko tinggi, peningkatan ketersediaan sumberdaya kesehatan yang cukup, mengutamakan pencegahan dan promosi kesehatan dengan mengembangkan desa siaga, penguatan manajemen terutama surveilance penyakit agar laporan cepat dan tepat. Sasaran program urusan kesehatan diarahkan; pada pembangunan 1 puskesmas baru dan peningkatan puskesmas lama sebanyak 17 dan 1 unit peningkatan menjadi puskesmas plus. pembangunan polindes 3 unit,polindes menjadi puskesdes sebanyak 5 unit, pembangunan pustu 5 unit, pengadaan obat diperuntukkan bagi 821.989 jiwa.