DOCRPIJM 29c681207e BAB VIII08 ASPEK KLHS

  DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA Pada bab ini berisikan penjelasan

  mengenai gambaran umum dan kondisi eksisting lingkungan, analisis perlindungan lingkungan dan sosial seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS),

  AMDAL, UKL – UPL, dan SPPLH, serta perlindungan sosial pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan pembangunan bidang

  Cipta Karya.

  RPI2JM Kabupaten Lombok Barat TAHUN 2015 - 2019 BAB 8.

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

8.1 Aspek Lingkungan

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

  1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL- UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.

  2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”

  3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2015: “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

  4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

  5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan Pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

  g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

  f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

  e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

  2. Pemerintah Provinsi a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

  h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

  g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

  d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

  b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  1. Pemerintah Pusat a. Menetapkan kebijakan nasional.

  e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

8.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:

  1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan hidup. KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Gambar 8.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS (Sumber: Permen LH No.9/2011)

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  Belummenjadi masalah serius dan jarang terjadi, namun harus diantiisipasi terjadinya kabakaran lahan sebagai akibat kekeringan dan kebiasaan membakar untuk pakan ternak, dampak adanya perubahan iklim, dan kebiasaan membakar, tapi masih terpantau

  Kabupaten Lombok Barat khususnya Gerung dan sekitarnya oleh bakteri Ecoly dan polusi udara akibat aktifitas penambangan liar di Sekotong tapi belum sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan Tidak signifikan

  Tidak signifikan 7. Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia Terjadi pencemaran sumber air permukaan dan sumur dangkal di

  Pesatnya pertumbuhan penduduk migran perdesaan ke kota Gerung dengan keterampilan yang terbatas mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk miskin perkotaan dan terbantuknya kampung kumuh dan Squater setlemen pada beberapa kawasan di kota Gerung.

  6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat

  Tidak signifikan

  5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, Alih fungsi lahan pertanian menjadi hunian di pinggir kota dan alih fungsi lahan hunian menjadi perdagangan pada jalur jalan utama pusat kota Gerung. Sejauh ini masih aman namun perlu diantisiasi

  Tidak signifikan 4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam Adannya eksploitasi tambang batu mineral untuk industri kerajinan emas dan perak dan bahan tambang galian C lainnya di beberapa tempat yang berakibat pada penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, namun sejauh ini masih dalam batas aman Tidak signifikan

  3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir,longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,

  Tahapan Pelaksanaan KLHS

  Tidak signifikan

  2. Kerusakan,kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati Kerusakan terumbu karang (Blue Coral) di pesisir pantai senggigi yang berakibat pada kemerosotan habitat biota laut. Perlu mendapat penanganan khusus.

  Perubahan Iklim Terjadi beberapa tahun terakhir akibat pengaruh perubahan iklim Australia, tapi masih pada batas aman Tidak signifikan

  No. Kriteria Penapisan Penilaian Uraian Pertimbangan Kesimpulan: (Signifikan/ TidakSignifikan) 1.

Tabel 8.1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

  Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 8.1.

  Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2-JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

  Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat

  Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM. Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

  1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut: a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya

  Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:

  1. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;

  2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

  3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

  4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.

Tabel 8.2. Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya Masyarakat dan Pemangku

  

Kepentingan Lembaga

a.Bupati/Walikota Pembuat keputusan

b.DPRD

Penyusun kebijakan,rencana dan/atau program DinasPU-CiptaKarya, BPLHD a.DinasPU-CiptaKarya Instansi

b.BPLHD

a.Perguruan tinggi ataulembaga penelitian lainnya b.Asosiasi profesi c.Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup

  Masyarakat yang memilik Informasi dan/atau keahlian(perorangan/tokoh/kelompok) d.LSM/Pemerhati Lingkungan hidup e.Perorangan/tokoh f.kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA a.LembagaAdat b.Asosiasi Pengusaha Masyarakat terkena Dampak

c. Tokoh masyarakat

  d. Organisasi masyarakat e.Kelompok masyarakat tertentu(nelayan,petani dll)

  b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan: 1. penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut; 2. pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan 3. membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Tabel 8.3. Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Pengelompokan Isu-isu Pembangunan Penjelasan Singkat Berkelanjutan Bidang CiptaKarya Lingkungan Hidup Permukiman

  Sumber mata air permukaan yang terbatas perlu diantisipasi dengan sumber Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum alternatif berupa pendayagunakan aliran air permukaan pada musim hujan, sumber air tanah dalam dan/atau penyulingan air asin Sumber pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur mungkin terjadi pada instalasi pengolahan limbah rumah sakit, industri kerajinan yang tidak berfungsi maksimal rumah tangga atau pada industri bersar seperti Penambangan, PLTD/PLTU dan

lain-lain

Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas Penurunan kualitas akibat permukiman kumuh antara lain pada daerah lingkungan Kawasan kumuh menyebabkan sempadan sungai/kali dan wilayah penyangga yang berbatasan langsung Kota penurunan kualitas lingkungan Mataram dan sekitarnya.

  Ekonomi Kerusakan lingkungan sebagai dampak kemiskinan masyarakat perkotaan Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan belum menjadi isu utama namun kekumuhan di Lombok Barat lebih disebabkan lingkungan Pencemaran air mengurangi karena kurangnya penataan lingkungan yang layak huni dan sehat disamping kesejahteraan masyarakat kesadaran masyarakat terhadap bangunan dan lingkungan masih rendah.

  Sosial Isu 5: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit Pencemaran lingkungan di Lombok Barat terjadi di sekitar tempat pembuangan

  • - Menyebabkan penyakit ispa akibat sampah (transfer depo atau TPA) khususnya TPA Kebon Kongok, juga di pembakaran sampah secara terbuka kawasan sekitar penambangan liar Sekotong dan kawasan kumuh. Menyebabkan penyakit diare -

  c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)

Tabel 8.4. Tabel Identifikasi KRP Komponenkebijakan, rencana/ Lokasi No. Kegiatan program (Desa/Kelurahan)

  1. Pengembangan Permukiman Pemb. infrastruktur permukiman Perkotaan Gerung (Kel. Gerung kumuh Selatan, Bile, Kedit Desa Babussalam) Pemb. RSH

  2. Penataan Bangunan dan Lingkungan Akses gedung & Lingkungan Revitalisasi Kawasan Narmada, Lingsar, Kediri, Sekotong dan Revit Kawasan Agropolitan.

3. Pengembangan Air Minum SPAM kaw.Kumuh Perkotaan Gerung,

  IKK Narmada, Lingsar, Sekotong, SPAM IKK Kediri.

  4. Pengembangan Penyehatan Peningk.Infrastruktur Air limbah Perkotaan Gerung dan Kawasan Lingkungan Permukiman setempat Bertema di Kec. Narmada, Lingsar dan Kediri serta Pemb.Drainase Kota Kawasan Strategis Kabupaten.

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

Tabel 8.5. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

  N Komponen Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek- o kebijakan, Aspek Pembangunan Berkelanjutan**

  rencana Bobot Lingkungan Bobot Sosial Bobot Total dan/atau Hidup Permukiman Ekonomi Bobot program* Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2: … … … … … …

  1 Pengembangan Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Sumbawa Barat belum Permukiman ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.

  2 Penataan Bangunan & Lingkungan

  3 Pengembangan Air minum

  4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

  2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negative pada pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternative untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:

  a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbul kan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

  b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.

  c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program.

  d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

Tabel 8.6. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

  

Komponen kebijakan, rencana Alternatif

  No

  dan/atau program Penyempurnaan KRP

  Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan

  1

  ini disusun, Kabupaten

  Penataan Bangunan dan

  Sumbawa Barat belum ada

  2 Lingkungan

  KLHS. Penyusunan KLHS

  Pengembangan Air minum menjadi rencana program

  3 tahun 2015-2019.

  Pengembangan Penyehatan

  4 Lingkungan Permukiman

  4. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

Tabel 8.7. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS Komponen Kebijakan, Rencana Rekomendasi Perbaikan KRP

  No

  dan/atau Program dan Pengintegrasian Hasil KLHS Keterangan: Hingga laporan ini

  Pengembangan Permukiman

  1

  disusun, Kabupaten Sumbawa Penataan Bangunan dan Lingkungan Barat belum ada KLHS.

  2 Penyusunan KLHS menjadi Pengembangan Air minum

  rencana program tahun 2015-

  3 2019.

  Pengembangan Penyehatan

  4 Lingkungan Permukiman Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPI2-JM.

  

Untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota,

maka KLHS dapat menjadi usulan program mengingat KLHS bersifat wajib berdasarkan UU PPLH

  Pasal 15 ayat 1. Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib

  membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.

  Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi :

  1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

  2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

  3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.

  

Sehingga, untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS

Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi usulan program seperti yang tersebut dalam pasal 15

ayat 2 UU PPLH yang meliputi KLHS RTRW, KLHS RPJP/RPJM, dll Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS

KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam

pembangunan. Ada tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang dapat

mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu keterkaitan

(interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice).

  

Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat

menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar

sektor, wilayah, global-lokal. Nilai ini juga mengandung makna dihasilkannya KLHS yang

bersifat holistik berkat adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan

sosial ekonomi. Keseimbangan (equilibrium) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan

KLHS senantiasa dijiwai keseimbangan antara kepentingan sosial-ekonomi dengan

kepentingan lingkungan hidup, antara kepentingan jangka pendek dan jangka panjang,

antara kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan keseimbangan lainnya.

  

Implikasinya, usaha pemetaan ragam dan bentuk kepentingan para pihak menjadi salah

satu proses dan metode yang penting digunakan dalam KLHS. Keadilan (justice) dijadikan

nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana dan

program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu

masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam

atau modal atau pengetahuan.

  

KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan masukan

berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS

tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan, rencana dan/atau

program, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses dan produk kebijakan, rencana

dan/atau program, khususnya dari perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  

strategi yang cenderung bersifat ”persuasif” dalam pengertian lebih mengutamakan

proses pembelajaran dan pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat

dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih

memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan

ini, 6 (enam) prinsip KLHS seyogyanya dianut, sebagaimana dijelaskan berikut ini: Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)

Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri pemangku

kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana

dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan

dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap keputusannya. Prinsip ini

berasumsi bahwa setiap pengambil keputusan secara apriori mempunyai tingkat kesadaran

dan kepedulian atas lingkungan.

  

KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan

dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap

kebijakan, rencana dan/atau program.

Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana dan/atau program (Improvement of the

Policy, Plan, and/or Program)

Prinsip ini menekankan pada upaya untuk penyempurnaan pengambilan keputusan suatu

kebijakan, rencana dan/atau program. KLHS tidak menghambat proses perencanaan

kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan menjadi media atau katalisator untuk

memperbaiki proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip ini berasumsi

bahwa perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia selama ini belum

mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara optimal dan KLHS dapat memicu

perbaikan atau penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program bersangkutan.

Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial (Social Learning and Capacity

Building)

Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan, rencana

dan/atau program harus menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu

pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum dan khususnya bagi para birokrat

dan pengambil keputusan. KLHS harus memungkinkan seluruh pemangku kepentingan

yang terlibat dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program untuk meningkatkan

kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS, dapat

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  

dicapai masyarakat, birokrat, dan pengambil keputusan yang lebih cerdas dan kritis dalam

menentukan keputusan pembangunan agar berkelanjutan.

  Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan (Influencing Decision Making)

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang positif pada

pengambilan keputusan.

KLHS akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan

keputusan, khususnya untuk memilih atau menetapkan kebijakan, rencana dan/atau

program yang lebih menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip 5: Akuntabel (Accountable)

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan

bertanggungjawab, sehingga dapat dipertanggung-jawabkan pada publik secara luas. Azas

akuntabilitas KLHS sejalan dengan semangat akuntabilitas dari kebijakan, rencana dan/atau

program itu sendiri, sebagai bagian dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good

governance). Pelaksanaan KLHS dapat lebih menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan,

rencana dan/atau program bagi seluruh pihak. KLHS tidak ditujukan untuk menjawab

tuntutan para pihak, karena lingkup KLHS terbatas, sedangkan tuntutan dapat berdimensi

luas. Prinsip 6: Partisipatif

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan

pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip

ini telah menjadi amanat dalam Undnag-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan harus diwadahi dalam

penyelenggaraan KLHS. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk kebijakan,

rencana dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik. Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program

KLHS menekankan pada enam prinsip sebagaimana dikemukakan di atas, maka menjadi

penting untuk memahami dalam tatanan karakteritik proses perumusan kebijakan, rencana

dan/atau program. Paling tidak terdapat 4 (empat) karakteristik proses perumusan

kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia yang harus dipahami untuk

penyelenggaraan KLHS.

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA Karakteristik 1: Membangun Konsensus (Concensus Building)

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program adalah proses

pembangunan konsensus atau kesepakatan. Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana

dan/atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat,

dimana para pihak seringkali mempunyai kepentingan masing-masing. KLHS diintegrasikan

dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dengan harapan

dapat memperkuat proses membangun kesepakatan, khususnya tentang hal-hal yang

terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup. Meskipun demikian, perlu

dicatat bahwa ada kalanya tidak selalu tercapai konsensus, sehingga KLHS tidak selalu

mengarah pada satu kesepakatan bersama. Untuk itu proses KLHS tetap membuka peluang

adanya keragaman pendapat (“dissenting opinion”) dan dilampirkan pada hasil akhir

kesepakatan.

  

Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik, Partisipatif, dan Perumusan Kebijakan Publik

Oleh karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program melibatkan

berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam, maka penyusunan

dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program tidak sepenuhnya merupakan proses

teknokratik atau ilmiah, melainkan juga proses partisipatif dan proses perumusan kebijakan

publik, dalam pengertian dimana antar pemangku kepentingan saling mempengaruhi,

berdialog, dan bernegosiasi untuk memperjuangkan kepentingannya.

KLHS harus diselenggarakan dalam konteks ini. Suatu perencanaan kebijakan, penyusunan

rencana dan program adalah kontinuum rasional – konsensus, sehingga negosiasi tidak

dapat dilakukan tanpa basis proses rasional. Prinsip planning process improvement,

capacity building dan public accountable tidak dapat diaplikasikan tanpa ditunjang

argumentasi yang obyektif. Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog

Karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program bertujuan

membangun konsensus antar berbagai kepentingan, maka dinamika komunikasi dan dialog

antar berbagai pemangku kepentingan menjadi penting. KLHS harus menekankan pada

proses komunikasi dan dialog yang efektif agar dapat mempengaruhi proses pengambilan

keputusan untuk memilih alternatif kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih

berkelanjutan dan menyiapkan mitigasi yang diperlukan. Pelaku yang terlibat dalam

penyelenggaraan KLHS harus mengembangkan ketrampilan untuk dapat melakukan

proses-proses komunikasi dan dialog yang efektif.

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia juga dicirikan

dengan berperannya aktor-aktor personal, melalui jalur komunikasi informal dan/atau

personal. Proses dan komunikasi formal seringkali perlu didukung peran personal dan

proses informal untuk menghasilkan konsensus atau kesepakatan. KLHS harus

diselenggarakan dengan mempertimbangkan hal ini, yakni membangun jalur komunikasi

personal dan/atau informal dengan para pemangku kepentingan. Melalui proses komunikasi

dan negosiasi personal dan/atau informal ini juga diharapkan dapat memperluas peluang

untuk mempengaruhi pengambil keputusan. Obyek KLHS

  Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.Kadang kala atribut kebijakan, rencana dan/atau program sulit dibedakan secara jelas, bahkan dapat saling tumpang tindih, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai berikut: a.

  Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah atau pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Dalam prakteknya kebijakan dapat berupa arah yang hendak ditempuh (road map) berdasarkan tujuan yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme untuk mengimplementasi tujuan.

  b.

  Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Dalam prakteknya rencana dapat berupa rancangan, prioritas, pilihan, sarana dan langkah- langkah yang akan ditempuh berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian sumber daya.

  c.

  Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam prakteknya program dapat berupa serangkaian komitmen, pengorganisasian dan/atau aktivitas yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.

  Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. 2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. 3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.

  

Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program

Sesuai dengan pendekatan dan prinsip KLHS sebagaimana dikemukakan di atas,

pengintegrasian KLHS dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau

program menjadi kunci efektifitas penyelenggaraan KLHS.

  

Dalam konteks ini, tidak terdapat formula atau rumus baku yang dapat memandu

pengintegrasian ini karena setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai

karakteristik obyek, proses dan prosedur yang tertentu dan bahkan unik, karenanya menjadi

penting untuk memahami secara rinci masing-masing proses penyusunan dan evaluasi

kebijakan, rencana dan/atau program dengan segala dinamikanya.

Setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai proses dan prosedur penyusunan,

penetapan dan evaluasi masing-masing. Oleh karena itu, detil pengintegrasian KLHS dalam

masing-masing kebijakan, rencana dan/atau program dirumuskan oleh masing-masing

kementerian/lembaga yang berwenang.

  

Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, terkait penataan

ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS melekat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor

15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dalam PP ini telah diatur bahwa

dalam perencanaan tata ruang harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung

lingkungan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan PP tersebut,

proses penyusunan rencana tata ruang harus dilengkapi kajian daya dukung dan daya

tampung lingkungan hidup, sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga

mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi atau peninjauan kembali rencana tata

ruang. Lebih lanjut, pelaksanaan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

dalam penataan ruang dapat mengacu pada pedoman yang telah diterbitkan oleh

Kementerian Lingkungan Hidup maupun Kementerian Pekerjaan Umum.

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  

Dalam penyusunan RPJP dan RPJM, baik untuk tingkat nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota, KLHS diwajibkan dalam penyusunan dan evaluasi RPJP/RPJM.

Pengintegrasian penyelenggaraan KLHS secara teknis untuk RPJP/RPJM pada tingkat

nasional akan ditentukan lebih lanjut oleh Bappenas, dan pada tingkat provinsi dan

kabupaten/kota oleh Kementerian Dalam Negeri.

Beberapa perundangan dan peraturan yang dapat menjadi referensi mengenai perencanaan

pembangunan antara lain: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional; PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara

Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Daerah; PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Peruntukan dan Perubahan Fungsi

Kawasan Hutan; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 08 Tahun 2007; Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 dan peraturan lain yang berlaku.

  

Penyelenggaraan KLHS untuk kebijakan, rencana dan/atau program lain yang berpotensi

menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup akan diatur oleh menteri/kepala

lembaga pemerintahan yang membidangi kebijakan, rencana dan/atau program terkait.

Untuk mengetahui kebijakan, rencana dan/atau program apa saja yang berpotensi

menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, dilakukan proses penapisan atau

screening. Sesuai dengan prinsip self assessment, proses penapisan dilakukan oleh

masing-masing pembuat kebijakan, rencana dan/atau program. Meskipun demikian, catatan

proses dan hasilnya harus dapat diakses oleh masyarakat dan pemangku kepentingan

lainnya.

  Metode Pelaksanaan KLHS Berdasarkan Tingkat Kedetilan

Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan sangat

ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau program yang akan

dikaji. Oleh karena itu, diperlukan satu kecermatan dan kreativitas untuk menentukan

metode mana yang tepat dan efisien untuk satu KLHS. Dengan kata lain, penentuan metode

akan sangat ditentukan dengan kekhasan kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana

dan/atau programnya. Tabel berikut memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi

yang melatarbelakangi pemilihan metode.

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA Metode Cepat (Quick Appraisal) Metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih mengandalkan pengalaman dan pandangan para pakar (profesional judgement) dan cenderung bersifat kualitatif. Metode ini dipilih ketika satu kebijakan, rencana dan/atau program segera memerlukan pandangan KLHS, tidak

  • Kebijakan, rencana
  • Tersedia data dan
  • Kebijakan, rencana
  • Tersedia data dan
  • Tersedia ahli yang dapat mengerjakan.

  dan/atau program memerlukan masukan segera.

  sumber daya yang melimpah.

  dan/atau program yang kompleks dan cukup waktu untuk menyusunnya.

  Penilaian menggunakan metode yang komprehensif dan memerlukan ahli.

  Metode Detil

  Prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program yang telah diatur dalam peraturan perundangan harus tetap terpenuhi.

  informasi yang cukup.

  Penilaian berdasarkan pada data dan informasi yang lebih akurat, dapat bersifat kuantitatif.

  ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA tersedia waktu yang cukup untuk melakukan kajian yang lebih detil. Namun prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus tetap terpenuhi. Beberapa petunjuk teknis agar metode ini dapat dilakukan dengan baik antara lain sebagai berikut:

  Situasi darurat. Metode Semi Detil

  ahli yang Keterbatasan waktu peraturan perundangan umumnya dan sumberdaya. harus tetap terpenuhi. cenderung Tidak tersedia data kualitatif. yang cukup.

  Appraisal) pertimbangan penilaian yang cepat. telah diatur dalam

  Metode Proses penilaian Kebijakan, rencana Prasyarat penyusunan Cepat/ suatu isu dan/atau program kebijakan, rencana (Quick berdasar membutuhkan dan/atau program yang

  Pilihan Deskripsi Pertimbangan Catatan Metode Umum

Tabel 8.8. Tiga Alternatif Metode Pelaksanaan KLHS dan Pertimbangan Pilihannya

  Prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program yang telah diatur dalam peraturan perundangan harus tetap terpenuhi.

  1 Perlu dipilih pakar yang tepat sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program.