PENGARUH BIROKRASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PADA BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI KABUPATEN DAN KOTA WILAYAH PRIANGAN TIMUR PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Ade Uu Sukaesih *) NPM. 119213006 Abstract - PENGARUH BIROKR

  

PENGARUH BIROKRASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP

KUALITAS PELAYANAN PADA

BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN

PEREMPUAN DI KABUPATEN DAN KOTA

WILAYAH PRIANGAN TIMUR

PROVINSI JAWA BARAT

Oleh : Ade Uu Sukaesih *)

NPM. 119213006

  

Abstract

This study is based on the problem of Service Quality in Family Planning and

Empowerment of Women Service in City and Regency East Priangan Area, West Java

  

Province is low. It though have been the government bureaucracy and work discipline

have not been implemented effectively.

  The method used in this study is explanatory survey that is a method to test

formulated hypothesis. To analyze the data, it is used descriptive statistical technique to

collect data, process, conclude, explain and present the result.

  The result shows that government bureaucracy, work discipline and service

quality have been implemented but overall they have not been implemented based on

the principles of government bureaucracy and dimensions of work discipline and

criteria of service quality.

  Simultaneously, government bureaucracy and work discipline give big and

significant influence toward service quality (60.3%). It means thatgovernment

bureaucracy and work discipline that have been implemented by the head office have

run well and determined the service quality. This study also found that low service

quality is not only determined by government bureaucracy and work discipline but also

by other uexamined variables which give influence toward service quality (39.7%).

  Partially, government bureaucracy gives significant influence toward service

quality (26.9%). It means that bureaucracy determined the improvement of service

quality. The principle of government bureaucracy that give the biggest influence is

interpersonal relationship between employees (8.0%), division task of work (7.7%),

detailed rules and regulations (6.0%) and the least influence is firm and strict hierarchy

of authority (5.2%).

  The result partially shows that discipline of work gives positive and significant

influence toward service quality (33.4%), it means work discipline determines the

improvement of service quality. The dimension of work discipline that gives the biggest

influence is dimension of punishment for violators (14.6%), development through

continuous training (10.8%) and the least influence is the implementation of rule and

regulation by employees (8.0%).

  Keyword : bureaucracy and work discipline toward service quality

I. Latar Belakang Penelitian

  Tujuan utama dibentuknya pemerintahan untuk menjaga suatu sistem ketertiban di dalam masyarakat agar bisa menjalani kehidupannya secara wajar, dan pemerintah harus memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakatnya. Melalui pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam era globalisasi dilakukan untuk membentuk

  

individual consumer yang direspons dengan peningkatan kualitas pelayanan publik,

  karena bukan tidak mungkin pada masa yang akan datang masyarakat akan terintegrasi menjadi masyarakat global (global society) yang menyebabkan masyarakat sulit mendapatkan pelayanan publik yang seluas-luasnya. Kalau rakyat dan masyarakat secara keseluruhan sudah banyak mengalami perubahan dan bergerak dinamis, sedangkan pelayan publik tidak berubah dan cenderung mempertahankan stabilitas statusquonya maka rakyat akan bersikap anarkis dan tanpa memperdulikan lagi apa yang diperbuat oleh pelayan publik.

  Jastifikasi pelayanan kepada masyarakat seolah-olah telah terjadi suatu persetujuan antara pemerintah dan masyarakat bahwa masyarakat telah menyerahkan kewenangannya kepada pemerintah untuk diatur dan dilayani oleh pemerintah. Fungsi utama pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah dibentuk tidak diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya dalam mencapai kemajuan bersama. Memahami hal tersebut di atas, pelayanan publik akan mengalami tuntutan yang semakin meningkat dari masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik. Pentingnya tugas pelayanan masyarakat dalam pemerintah modern telah mendorong pemerintah di negara-negara dunia untuk menempatkan masyarakat sebagai pihak pertama yang harus mendapatkan pelayanan terbaik dari pemerintahannya (putting people first).

  Makna pembentukan pemerintahan tersebut, dapat dipahami bahwa pemerintah yang terbentuk memiliki kewajiban memberikan pelayanan pada masyarakat yang sebesar-besarnya. Komitmen ini hanya bisa dipegang kalau rakyat merasa bahwa pemerintah yang berjalan masih mengarah pada upaya untuk melindungi dan melayani masyarakatnya. Tugas pelayanan masyarakat (publik service) lebih menekankan kepada mendahulukan kepentingan publik, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu proses pelaksanaan publik dan memberikan kepuasan kepada publik.

  Penjelasan umum Undang-undang nomor 23 Tahun 2014, yang berbunyi : “sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas pembantuan”. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keaneka ragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Uraian tersebut sangat jelas bahwa pemberian otonomi daerah dimaksudkan agar pemerintah daerah mampu membawa masyarakatnya mandiri meningkatkan kesejahteraannya secara merata dan mempunyai daya saing tinggi dalam menghadapi hiruk pikuknya kehidupan yang terpengaruh iklim globalisasi.

  Birokrasi telah menjadi daya tarik tersendiri untuk dicermati dan dikaji pada era reformasi dan otonomi daerah belakangan ini. Hal tersebut tidak saja dibahas oleh kalangan teoritisi dan pemerhati, tetapi juga oleh para praktisi sendiri. Bahkan dalam perkembangannya, persoalan birokrasi telah menjadi isu publik (publik issues), sehingga setiap orang tergerak untuk memikirkan dan mencari solusi atas masalah yang dihadapi kalangan birokrat. Seperti di jelaskan oleh Abdullah (1991:278) bahwa “birokrasi merupakan organisasi pemerintah yang menjalankan tugas-tugas negara dalam berbagai unit organisasi pemerintah, dibawah departemen atau non departemen baik tingkat pusat maupun daerah”. Birokrasi mengandung nilai yang sangat strategis yang berasal dari hubungan kausalitas fungsi birokrasi sebagai penghubung negara dan masyarakat sipil, dalam hal ini negara mengejawantahkan kepentingan umum, sedangkan rakyat merepresentasikan kepentingan khusus yang ada dalam masyarakat.

  Sesungguhnya banyak masalah strategis yang dihadapi oleh kalangan birokrat yang berkaitan dengan tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya. Persoalan tersebut, di samping berasal dari kompleksitas masalah lingkungan internal birokrasi, juga berasal dari lingkungan eksternal, diantaranya dinamika kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Dari sekian banyak masalah yang mengemuka, persoalan pelayanan oleh organisasi pemerintah tampaknya menjadi salah satu masalah yang cukup mendapat perhatian publik. Hal ini dapat dimengerti, karena secara substansial masalah performance aparatur akan senantiasa bersinggungan dengan kualitas pelayanan publik yang ditampilkan. Menguatnya perhatian publik terhadap kualitas pelayanan organisasi ini juga dipicu oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik yang dinilainya masih lamban, berbelit-belit, boros dan kurang ramah. Implikasi dari persoalan tersebut, pada akhirnya mendorong adanya tuntutan yang semakin tinggi atas pertanggungjawaban institusi publik dalam melaksanakan pelayanan publik yang diberikan pada masyarakat.

  Meningkatkan kualitas pelayanan publik bukan saja melalui upaya mengefektifkan pelaksanaan kerja birokrat atau aparatus saja, akan tetapi diperlukan pula upaya disiplin kerja, sebab tanpa disiplin kerja yang konsisten dan konsekwen maka pengembangan sumber daya aparatus tidak akan berarti apa-apa yang pada akhirnya aparatus tetap tidak mampu berbuat atau tidak dapat mewujudkan hasil kerja sesuai dengan harapan. Lebih jauh Siagian (2001:305) mengatakan “disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut”. Hal ini menunjukkan dengan optimal dan efektifnya disiplin kerja bila diimplementasikan secara tepat dan konsisten akan dapat mendorong pada hasil kerja yang meningkat. Dengan demikian disiplin kerja memiliki kaitan yang erat dalam proses peningkatan kualitas pelayanan dalam suatu organisasi.

  Individu birokrat/aparatus memiliki kontribusi yang begitu penting dalam mewujudkan pelayanan guna terciptanya kualitas pelayanan publik di bidang Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan. Oleh karena itu jika dikaitkan dengan fungsi pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrat pada umumnya, upaya peningkatan disiplin kerja terhadap kualitas pelayanan sebagai sumber daya manusia pelaksana, merupakan suatu hal yang tidak kalah penting dan mutlak secara berkelanjutan untuk ditegakkan. Mekanisme pelaksanaan disiplin dalam bentuk yang lebih sistematis dan melembaga serta dapat ditegakan dengan benar dapat dimungkinkan untuk membentuk terciptanya kualitas sumber daya aparatur yang handal dalam meningkatkan fungsi pelayanan masyarakat yang memang menjadi peran pentingnya.

  Pada masa sekarang pelayanan pemerintah menjadi sorotan umum, disebabkan masih buruknya kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintah. Rasyid (2002:142) menyatakan bahwa “

  Kesan pertama dari hampir setiap warga masyarakat yang datang berurusan ke kantor pemerintah baik kabupaten maupun kota adalah bertemunya mereka dengan pegawai berseragam yang kurang ramah, kurang informatif, lambat dalam memberikan pelayanan, mata duitan dan kurang profesional. Hal ini berarti bahwa kualitas pelayan yang diberikan oleh aparat pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan sangat jelek dan terkesan pilih kasih, memberdakan orang berduit dengan yang tidak serta membedakan pelayanan dengan melihat status yang dilayani. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sudah menjadi tugas pemerintah untuk menciptakan rasa keadilan bagi warganya.

  Birokrasi pada dasarnya dibentuk untuk aktualisasi tugas pemerintah dalam memberikan dan memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat, sehingga aparat birokrasi mempunyai kewajiban untuk menjadi pelayan bagi kepentingan masyarakat. Pada kenyataannya bahwa justru msyarakatlah yang menjadi pelayan birokrasi. Sikap dan perilaku aparat birokrasi yang tidak bersedia melayani kepentingan masyarakat secara adil dan memuaskan itu masih tampak di berbagai instansi pemerintah. Aparat pemerintah masih mempunyai anggapan bahwa bekerja adalah merupakan rutinitas belaka, sehingga pelaksanaan tugas menjadi kaku dan lamban serta kurang responsif. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Sukmaningsih (1997:5) bahwa “hampir segala bentuk layanan yang disediakan oleh birokrasi dalam kehidupan sehari-hari sering berakhir dengan kekecewaan”.

  Fenomena yang cukup menarik untuk dicermati saat ini munculnya berbagai gejolak sosial berkaitan dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik yang dilaksanakan oleh aparatur. (Republika, Januari 2010). Munculnya gejolak tersebut jika dikaji lebih lanjut sesungguhnya dipicu oleh rasa ketidakpuasan rakyat terhadap birokrasi yang dianggap merugikan rakyat. Birokrasi cenderung berpihak pada kepentingan pejabat ketimbang pada kepentingan rakyat banyak. Hal inilah yang kemudian melahirkan citra ‘buruk’ terhadap keberadaan birokrasi pemerintahan.

  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 yang isinya adalah untuk mempercepat terwujudnya keluarga berkualitas, maju, mandiri dan sejahtera, dipandang perlu untuk meningkatkan peran serta semua pihak, secara terkoordinasi, terintegrasi dan tersingkronisasi dalam program keluarga berencana nasional dan pembangunan keluarga sejahtera serta pemberdayaan perempuan. Program Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan telah dikembangkan sebagai salah satu program nasional dan merupakan bagian utama dari kebijakan pemerintah dalam upaya memajukan kehidupan masyarakat dan pengendalian kependudukan secara menyeluruh, tidak lepas dari berbagai isu operasional seperti kurangnya dukungan dan komitmen dari pengelola kebijakan dalam usaha peningkat partisipasi masyarakat. Hal ini tentunya berkaitan dengan visi misi pemerintah untuk memajukan kehidupan masyarakat melalui pilar pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan.

  Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2011 perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Anak dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak salah satu wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan bidang keterampilan, kesehatan, ekonomi, politik, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan serta perdagangan perempuan dan anak. Berbagai peraturan yang ada di tingkat kabupaten dan kota yang ada di Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, bahwa fungsi Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah Daerah di bidang pelayanan, pengelolaan informasi, penyelenggaraan, pembinaan, pengawasan, pengendalian serta pemeliharaan sarana dan prasarana teknis Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan berdasarkan azas otonomi daerah dan tugas pembantuan baik dingkat kabupaten maupun kota.

  Kualitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja secara berkualitas sesuai dengan harapan masyarakat dan pemerintah, artinya kualitas pegawai dapat diketahui dari hasil kerjanya. Demikian pula pegawai pada Badan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan tingkat Kabupaten dan Kota di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat dipandang perlu adanya optimalisasi pelayanan kearah yang lebih berkualitas dan rasional.

  Alasan peneliti mengambil lokus penelitian pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten dan Kota di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat adalah bahwa badan tersebut merupakan salah satu institusi yang secara khusus memberikan dan mengurus kebutuhan dasar masyarakat dengan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat melalui kominikasi, informasi dan edukasi Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (KIE-KB dan KS), penyediaan alat dan obat kontrasepsi (Alkon), serta penyediaan informasi data mikro. Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota di Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat menjadikan program keluarga berencana dan pemberdayaan perempuan serta perlindungan anak menjadi urusan wajib yang harus diselenggarakan secara maksimal terutama terkait dengan pelaksanaan pelayanan dasar.

  Berdasarkan hasil penjajagan atau penelitian awal ditemukan masalah yang berkaitan dengan kualitas pelayanan pegawai Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten dan Kota yang ada di Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat belum efektif, dengan indikator adalah sebagai berikut :

  1. Kepastian waktu pelayanan dilihat dari indikator waktu pelayanan dalam menyelesaikan urusan atau kepentingan masyarakat tidak tepat waktu.

  Contohnya pegawai pada Sub Bidang Ketahanan Keluarga dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga dalam memfasilitasi usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera yang meliputi perkreditan, produksi dan pemasaran penyelesaiannya sering tidak tepat waktu.

  2. Keamanan dalam memberikan pelayanan dilihat dari indikator sopan dan ramah dalam pelayanan rendah. Contohnya pegawai pada Sub Bidang Peningkatan Kualitas dan Perlindungan Perempuan dalam memfasilitasi kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kualitas hidup dan pemberdayaan perempuan sering dilayani dengan sikap yang kurang ramah dan sopan. Hal ini menjadikan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan oleh pegawai tersebut.

  3. Keterbukaan dalam memberikan pelayanan di lihat dari indikator penyuluhan atau informasi pelayanan kurang jelas. Contohnya pegawai pada Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam melaksanakan penyuluhan, advokasi dan konsultasi kepada masyarakat tentang jiwa wirausaha, tenaga terampil dalam peningkatan peran serta perempuan terhadap program pemberdayaan perempuan, informasinya kurang begitu jelas sehingga sulit untuk dapat dipahami oleh masyarakat. Kualitas pelayanan yang belum efektif pada Badan Keluarga Berencana dan

  Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota yang ada di Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat diduga antara lain oleh birokrasi dan disiplin kerja yang belum dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh dan ketiga variabel tersebut sekaligus menjadi kajian penulis yang ditetapkan dalam penelitian disertasi dengan judul : “ Pengaruh Birokrasi dan Disiplin Kerja terhadap

  

Kualitas Pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan

Perempuan di Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa

Barat”.

  II. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka problem statement dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota yang ada di Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat belum efektif diduga antara lain oleh birokrasi dan disiplin kerja yang belum dilaksanakan secara optimal. Dari pernyataan masalah tersebut, dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut :

  1. Berapa besar pengaruh secara simultan birokrasi dan disiplin kerja terhadap kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat?

  2. Berapa besar pengaruh secara parsial birokrasi diukur melalui prinsip pembagian tugas, hirakhi otorita, peraturan dan ketentuan yang terperinci dan hubungan interpersonal diantara pekerja terhadap kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat?

  3. Berapa besar pengaruh secara parsial disiplin kerja diukur melalui peraturan dan tata tertib yang harus dilaksanakan pegawai, pemberian sanksi bagi pelanggar dan pembinaan melalui pelatihan secara terus-menerus terhadap kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat?

  III. Tujuan Penelitian

  1. Mengkaji dan menganalisis besar pengaruh secara simultan birokrasi dan disiplin kerja terhadap kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat.

  2. Mengkaji dan menganalisis besar pengaruh secara parsial birokrasi diukur melalui prinsip pembagian tugas, hirakhi otorita, peraturan dan ketentuan yang terperinci dan hubungan interpersonal diantara pekerja terhadap kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat.

  3. Mengkaji dan menganalisis pengaruh secara parsial disiplin kerja diukur melalui peraturan dan tata tertib yang harus dilaksanakan pegawai, pemberian sanksi bagi pelanggar dan pembinaan melalui pelatihan secara terus-menerus terhadap kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan

  Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat.

  IV. Kegunaan Penelitian

  1. Dari aspek teoritik, penelitian ini dapat memberikan model baru dalam manajemen pemerintahan khususnya berkaitan dengan konsep birokrasi dan disiplin kerja dalam meningkatkan kualitas pelayanan. Demikian juga melalui penelitian ini khasanah keilmuwan, khususnya yang berkaitan dengan penelitian ini akan mengalami pengembangan dalam kajiannya.

  2. Dari aspek praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten dan Kota khususnya Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, tentang bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan publik. Disamping itu penelitian ini dapat membuka pola pikir aparat yang belum mempunyai sence

  of public service dan masih bangga dengan arogansi dalam berhubungan

  dengan masyarakat untuk paling tidak dapat memahami bahwa eksistensinya sangat ditentukan oleh masyarakat. Demikian juga penelitian ini akan membuka cakrawala berpikir aparatur pemerintah dimana penulis mengabdi untuk dapat menempatkan masyarakat sebagai pemilik pemerintahan (people

  own government) dan yang menentukan eksistensi pemerintah.

  V. Kerangka Berpikir Penelitian

  Pencapaian tujuan organisasi memiliki tugas yang sangat luas, karena itu harus bergerak dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan proses kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu peran manajemen sangatlah penting untuk mengintegrasikan secara sistematis dalam mengoperasionalkan suatu tujuan organisasi. Manajemen sebagai suatu kemampuan atau suatu ketrampilan untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang tersedia secara efektif dan efisien melalui berbagai fungsi manajemen. Sumber-sumber manajemen menurut Winardi (2006:27) sebagai berikut :

  1. Man (sumber daya manusia dengan keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan organisasi dalam mencapai tujuan).

  2. Money (modal dalam bentuk uang untuk berbagai bentuk biaya, balk

  penggajian, pengadaan alat dan bahan, penyediaan sarana dan prasarana dll).

  3. Materials (alat untuk melaksanakan pekerjaan sebagai media yang digunakan untuk melakukan semua kegiatan oleh manusia).

  4. Minute (waktu pelaksanaan pekerjaan, disesuaikan dengan target dan input lainnya untuk mewujudkan output yang ditentukan dalam

  rencana).

  5. Methods (cara kerja yang digunakan untuk kelangsungan pekerjaan yang tertib dan teratur).

  Sumber-sumber manajemen tersebut di atas harus terpadu secara seimbang, dengan menguasai seluruh sumber manajemen ini seorang pimpinan akan lebih efektif dalam menjalankan roda kegiatan organisasi termasuk pada jajaran organisasi birokrasi. Konsep birokrasi dimaknai sebagai proses dan sistem yang diciptakan secara rasional untuk menjamin mekanisme dan sistem kerja yang teratur, pasti dan mudah dikendalikan. Sedangkan dalam dunia bisnis, konsep birokrasi diarahkan untuk efisiensi pemakaian sumberdaya dengan pencapaian output dan keuntungan yang optimum. Said (2007:2) menjelaskan bahwa :

  Birokrasi sebagai suatu sistem administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur dalam sistem hierarki yang jelas, dilakukan dengan aturan tertulis (written procedures), dilakukan oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya, oleh orang-orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian dibidangnya. Asumsi tersebut menjelaskan bahwa yang menjadi ciri dari birokrasi adalah adanya sebuah pembagian kerja secara hierarki dan rinci yang didasarkan pada aturan- aturan tertulis yang ditetapkan secara impersonal, yang dijalankan oleh staf yang bekerja full time, seumur hidup dan profesional yang sama sekali tidak turut memegang kepemilikan atas ‘alat-alat pemerintahan’ atau pekerjaan, maupun keuangan jabatannya. Mereka hidup dari gaji dan pendapatan yang diterimanya dan tidak didasarkan secara langsung atas dasar kinerja mereka.

  Mufiz (2006:169) menjelaskan bahwa “birokrasi tidak hanya dikenal dalam organisasi pemerintah saja tetapi juga pada semua organisasi-organisasi besar, seperti militer dan organisasi-organisasi niaga”. Artinya birokrasi dimaksudkan sebagai organisasi pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah”. Lebih jauh Widjaja (2004:27) menjelaskan bahwa pelaksanaan birokrasi dapat mencapai apa yang diharapkan dalam pelaksanaannya perlu berdasarkan pada beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut :

  1. Pembagian tugas dalam bekerja, hal ini mengandung makna pembagian dan penugasan kerja yang ketat, satu orang satu jabatan.

  Hal ini menunjukkan bahwa seorang pegawai/aparatur yang melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan tidak ada jabatan rangkap.

  2. Hierarki otorita yang tegas dan ketat, hal ini bermaksud bahwa jabatan-jabatan koordinasi secara garis lurus sehingga merupakan jaringan hierarki atau urutan yang tegas dan ketat. Dalam hierarki itu setiap jabatan bertanggungjawab kepada atasannya mengenai keputusan dn tindakannya sendiri maupun anak buahnya. Pada setiap tingkat hierarki, para pejabat birokrasi pemerintah memiliki hak memberi perintah dan pengarahan pada bawahannya dan bawahannya wajib mematuhi.

  3. Peraturan dan ketentuan yang terperinci, sistem kerja ini mempunyai maksud bahwa semua pekerjaan yang dijalankan sesuai dengan prosedur-prosedur dan metode tertentu dituangkan ke dalam peraturan yang dipertahankan pada institusi tersebut secara tegas dan ketat. Aturan-aturan ini juga menjamin keseragaman pelaksanaan berbagai kegiatan.

  4. Hubungan interpersonal diantara pegawai/aparatur adalah semua pekerjaan dilakukan tanpa pandang bulu, tidak mengenal prioritas atau status sosial orang yang harus dilayani, semua sama dan semua orang diperlakukan menurut nomor urut, cara kerja seolah-olah tidak memiliki perasaan, tidak ada pilih kasih dan pamrih serta perhitungan keuntungan apa-apa. Pejabat birokrasi pemerintah harus memiliki orientasi impersonal, yaitu menghindarkan pertimbangan- pertimbangan pribadi dalam hubungannya dengan bawahannya maupun dengan instansi atau lembaga yang dilayaninya.

  Keterkaitan birokrasi terhadap kualitas pelayanan menurut Komorotomo

(2005:62) adalah “birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin yang dibutuhkan

  masyarakat/publik disertai pembagian tugas yang jelas dengan tujuan dapat memberikan pelayanan secara maksimal terhadap masyarakat” Pembahasan disiplin pegawai, berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, luput dari kekhilafan dan kesalahan. Oleh karena itu, setiap organisasi perlu memiliki berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para anggotanya. Disiplin merupakan tindakan untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan kata lain, pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebut secara sukarela bekerjasama secara kooperatif dengan pegawai lainnya. Suatu disiplin kerja yang baik biasanya dapat dilihat dari tingkat kemangkiran yang rendah di tempat kerja pada waktunya, meninggalkan tempat kerja pada waktu yang telah ditentukan dan produktivitas kerja dalam melaksanakan tugas cenderung meningkat.

  Kedisiplinan dalam diri jika individu pegawai selalu datang dan pulang tepat waktunya, mengerjakan semua pekerjaaan dengan baik, mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Mangkunegara (2007:129) mengemukakan bahwa ada 2 (dua) bentuk disiplin dalam bekerja, yaitu disiplin preventif dan disiplin korektif.

  1. Disiplin Preventif adalah merupakan suatu upaya untuk menggerakkan pegawai untuk mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan.

  2. Disiplin Korektif adalah merupakan suatu upaya untuk menggerakkan pegawai dalam suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Bentuk-bentuk disiplin di atas merupakan upaya dari organisasi merupakan bentuk pengendalian yang diatur secara resmi, di mana organisasi akan mengeluarkan berbagai peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang terkait dengan kepentingan organisasi dan pegawai didalamnya. Pelaksanaan proses pendisiplinan perlu diterapkan secara bertahap. Secara bertahap disini yaitu pengambilan langkah-langkah yang bersifat pendisiplinan mulai dari yang paling ringan sampai pada yang terberat. Saydam (2005:288) mengemukakan bahwa dimensi disiplin kerja dapat berupa :

  a) Peraturan dan tata tertib yang harus dilaksanakan pegawai;

  b) Pemberian sanksi bagi pelanggar; c) Pembinaan melalui pelatihan secara terus-menerus’. Kebijakan disiplin kerja yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap pegawai negeri sipil merupakan usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pelayanan terhadap publik. Disiplin kerja pegawai dalam organsiasi merupakan bagian dari aktivitas pengendalian dalam suatu proses kerja, yang diatur secara formal, di mana organsiasi mengeluarkan berbagai peraturan demi lancar dan tertibnya pegawai dalam organsiasi dalam melakukan aktivitas pekerjaan. Sedangkan pemberian sanksi bagi pelanggar dimaksudkan adalah merupakan penggunaan beberapa bentuk hukuman atau sanksi jika karyawan atau pegawai menyimpang dari peraturan. Pada dimensi lainnya pembinaan melalui pelatihan secara terus menerus dimaksudkan khususnya pelatihan pikiran dan sikap untuk menghasilkan pengendalian diri, kebiasaan-kebiasaan untuk mentaati peraturan yang berlaku" Dimensi-dimensi disiplin kerja seperti tersebut di atas menurut pemahaman peneliti merupakan langkah-langkah yang perlu ditegakkan oleh semua pegawai dalam meningkatkan pelayanan kepada mayarakat sehingga masyarakat puas terhadap apa yang dilayaninya.

  Keterkaitan antara disiplin kerja dan kualitas pelayanan menurut

Ravianto (2006:107) bahwa “disiplin sebagai suatu kesadaran atau ketaatan dalam

  melaksanakan aturan-aturan yang diwajibkan dan diharapkan masyarakat agar pekerjaan dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang direncanakan”. Kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak yang melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok atau organisasi dan dilakukan secara universal, seperti diungkapkan oleh Moenir (1995:41) bahwa : Hak atas pelayanan itu sifatnya sudah universal, berlaku terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak itu, dan oleh organisasi apapun juga yang tugasnya menyelenggarakan pelayanan”. Pandangan lain mengenai kualitas pelayanan dikemukakan oleh Kotler (1994:464) bahwa “a service is

  

any act or performance that one party can offer to another that is essentially intangible

and does not result in the ownership of anything. It’s production may or may not be tied

to physical product”.

  Pendapat di atas dapat di jelaskan bahwa pelayanan adalah segala tindakan atau kinerja yang dapat lembaga tawarkan atau berikan kepada pihak lain yang secara mendasar tampak tidak nyata dan tidak menyebabkan kepemilikan atas segala sesuatunya. Hasil dari pelayanan tersebut harus atau tidak harus dikaitkan dengan hasil daripada produk fisik. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat itu menuntut kualitas. Pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui pegawainya, walaupun tidak bertujuan untuk mencari keuntungan namun tetap harus mengutamakan kualitas layanan yang sesuai dengan tuntutan, harapan dan kebutuhan masyarakat yang dilayani. Para pegawai haruslah menyadari posisi dan peran mereka sebagai pelayan publik. Bila dimata masyarakat kesan yang muncul tidak demikian, berarti pelayanan yang diterima selama ini bukanlah produk pelayanan yang sepenuh hati, melainkan pelayanan yang hanya didasari oleh kewajiban sebagai abdi negara.

  Pelayanan yang berkualitas seringkali mengalami kesulitan untuk dapat dicapai karena pegawai tidak selalu memahami bagaimana cara memberikan pelayanan yang berkualitas, pegawai yang tidak cukup terlatih, produktivitas rendah dan perilaku pegawai yang kurang responsif. Kualitas pelayanan bukanlah dilihat dari sudut pandang pihak penyelenggara atau penyedia layanan. Masyarakatlah yang mengkonsumsi dan merasakan pelayanan yang diberikan, sehingga merekalah yang seharusnya menilai dan menentukan kualitas pelayanan.

  Kotler dalam Tjiptono (1997:561) mengemukakan bahwa terdapat lima determinan kualitas pelayanan publik yang dapat dirinci sebagai berikut :

  1. Keterandalan (reliability); kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya

  2. Keresponsifan (responsiveness); jasa dengan cepat atau ketanggapan

  3. Keyakinan (confidence); pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance

  4. Empati (Emphathy); syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan

  5. Berwujud (tangible); penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengharuskan adanya pelayanan umum yang cepat, tepat waktu dan berkualitas. Dalam kaitannya dengan pelayanan yang berkualitas, maka kepuasan pelanggan atau masyarakat sebagai kunci untuk mendapatkan hasil jangka panjang dan tetap memberi kesenangan kepada masyarakat atau pelanggan adalah setiap orang. Wasistiono (2003:49) menjelaskan kriteria pelayanan masyarakat yang baik, sebagai berikut :

  1. Kesederhanaan

  2. Kejelasan dan kepastian

  3. Keamanan

  4. Keterbukaan

  5. Efisiensi

  6. Ekonomis

  7. Keadilan yang merata

  8. Kepastian waktu Kriteria tersebut di atas dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengukur kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di

  Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat. Sehingga dalam kerangka pencapaian tujuan organisasinya berhubungan dengan konteks pencapaian tujuan masyarakat secara keseluruhan baik ekonomi, politik, sosial budaya dan sebagainya.

  Keterkaitan birokrasi dan disiplin kerja terhadap kualitas pelayanan

menurut Atmosudirdjo (2003:111) bahwa “birokrasi bertujuan melaksanakan dan

  menyelenggarakan suatu macam pekerjaan yang terikat dengan peraturan dan tingkat disiplin yang tinggi sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat/publik”. Pendapat tersebut bahwa organisasi pemerintah diharapkan mampu melaksanakan tujuannnya dengan baik dalam melayani kepentingan publik/masyarakat dengan berbagai tugas dan fungsi masing-masing, sehingga dapat menghasilkan kualitas pelayanan publik sesuai harapan masyarakat. Adapun alasan peneliti mengambil berbagai pendapat atau teori sebagaimana dikutip dalam kerangka berpikir di atas, adalah bahwa dimensi dari teori-teori tersebut sangat relevan sebagai parameter untuk mengukur kondisi permasalahan yang ada di lapangan. Oleh karena itu lebih jelasnya peneliti membuat paradigma atau kerangka berpikir penelitian berikut ini :

  Kumorotomo (2002) OUTPUT PROSES

BIROKRASI DISIPLIN KERJA

  INPUT KUALITAS PELAYANAN

  Widjaja (2004:27) Saydam (2005 : 288) SUMBER-

  Wasistiono Pembagian tugas SUMBER Peraturan dan tata (2003:49) dalam bekerja tertib yang harus

  MANAJEMEN Kesederhanaan dilaksanakan

  Winardi (2006:27) Hierarki otorita yang Kejelasan dan pegawai kepastian tegas dan ketat Pemberian sanksi

  Man Keamanan bagi pelanggar Keterbukaan Pembinaan melalui

  Peraturan dan Money

  Efisiensi pelatihan secara ketentuan yang Ekonomis terus-menerus

  Materials terperinci Keadilan yang merata Kepastian waktu

  Hubungan Minute interpersonal

  Methods diantara pegawai/ aparatur Ravianto (2006)

  Atmosudirdjo (2003)

  Gambar 1 Paradigma Berpikir Penelitian Model Pendekatan Sistem

  VI. Hipotesis

  Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

  1. Secara simultan birokrasi dan disiplin kerja berpengaruh terhadap kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat.

  2. Secara parsial birokrasi diukur melalui prinsip pembagian tugas, hierarki otorita, peraturan dan ketentuan yang terperinci dan hubungan interpersonal diantara pekerja berpengaruh terhadap kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat.

  3. Secara parsial disiplin kerja diukur melalui dimensi peraturan dan tata tertib yang harus dilaksanakan pegawai, pemberian sanksi bagi pelanggar dan pembinaan melalui pelatihan secara terus-menerus berpengaruh terhadap kualitas pelayanan pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten dan Kota Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat.

  VII. Metode Penelitian

  Metode penelitian yang digunakan adalah explanatory survey, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Menurut Iskandar (2001:256) bahwa explanatory survey adalah “metode pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian untuk meminta jawaban dari responden dan responden diambil dari pelaku kasus penelitian ini, sehingga bisa memberi jawaban yang akurat”. Untuk melakukan analisis data tersebut digunakan teknik statistik deskriptif yang berfungsi untuk mengelompokkan data, menggarap, menyimpulkan, memaparkan serta menyajikan hasil olahan. Hal ini bertujuan untuk melakukan pola hubungan atau sebab akibat antara nilai suatu variabel (variable

dependen) jika nilai variabel yang lain berhubungan dengannya (variable independen).

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif, yang dimaksudkan untuk melakukan pengujian hipotesis serta untuk melakukan interpretasi secara mendalam.

  Desain penelitian digunakan yaitu untuk menggambarkan berbagai variabel yang akan diteliti, kemudian membuat pengaruh antara satu variabel terhadap variabel lainnya, sehingga akan mudah dirumuskan masalah penelitian, pemikiran teori, rumusan hipotesis, metode penelitian, variabel penelitian, teknik analisis data dan kesimpulan yang diharapkan. Oleh karena itu menurut Nasir (2011:84) bahwa “desain penelitan adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian”. Dengan demikian jelas terlihat bahwa proses penelitian terdiri dari perencanaan penelitian dan pelaksanaan penelitian atau proses operasional penelitian.

  VIII. Populasi Penelitian

  Populasi dalam penelitian ini adalah Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten dan Kota di Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat. Teknik dalam menentukan responden dengan menggunakan sensus dengan jumlah pegawai sebanyak 168 orang.

  IX. Teknik Pengumpulan Data

  Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa teknik sebagai berikut :

  1. Studi kepustakaan, mengumpulkan bahan dan informasi mengenai teori dan konsep guna menjelaskan fenomena yang berhubungan dengan variabel penelitian.

  2. Studi Lapangan terdiri dari :

  a. Observasi, yaitu kegiatan ini dilakukan secara temporer terhadap Pegawai Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten dan Kota di Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat.

  b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab langsung dan lisan dengan Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten dan Kota di Wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, tokoh masyarakat termasuk pemuka agama.

  c. Angket, yaitu dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan yang bersifat tertutup, dimana setiap pertanyaan telah tersedia 5 alternatif jawaban, sehingga responden tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang dianggap sesuai dengan kenyataan praktis.

  X. Pengujian Instrumen Penelitian

a. Uji Validitas

  Suatu alat ukur yang tinggi validitasnya akan memiliki eror pengukuran yang kecil, artinya skor setiap subyek yang diperoleh oleh alat ukur tersebut tidak jauh berbeda dari skor yang sesungguhnya. Dengan demikian secara keseluruhan alat tes yang bersangkutan akan menghasilkan varians error yang kecil pula. Ukuran dari validitas ditentukan oleh tingkat hubungan atau tingkat keeratan (korelasi) antara item- item yang ada dengan jumlah skornya dengan menggunakan rumus Product Moment, (Arikunto, 2002:19) sebagai berikut :

  X Y     

  • XY  n

  r

  2

  2 

X   Y

  2  2     

   X   Y         n n

     

  Keterangan : r = Koefisien korelasi Pearson antara item dengan variabel yang bersangkutan. X = Skor item dalam variabel Y = Skor semua item dalam variabel tersebut n = Jumlah responden

  Tujuan dari uji validitas angket adalah melihat sejauh mana keterkaitan antara variabel manifes (indikator) yang menerangkan variabel latennya (sub variabel). Untuk variabel manifes yang tidak mempunyai hubungan atau hubungannya sangat kecil sekali terhadap variabel laten bisa direduksi, sehingga variabel-variabel manifes yang membentuk variabel-variabel laten yang sesuai dengan penelitian, merupakan variabel laten yang dibentuknya.

b. Uji Reliabilitas Pengujian ini bertujuan mengetahui keandalan alat ukur yang digunakan.

  Keandalan ini menunjukkan ketepatan dan homogenitas angket yang digunakan sebagai alat ukur. Metode yang digunakan untuk menguji reliabilitas (keandalan) alat ukur pada penelitian ini digunakan interval consistency dengan teknik belah dua (Split half) dari

  

Spearman-Brown (Sugiyono, 2001:109), dengan model matematisnya adalah sebagai

  berikut :

  2.r b r

   i

  1 r  b

  Dimana : r I = Reliabilitas b r = Korelasi antara belahan ganjil dan belahan genap.

  1. Data dari kedua variabel yang diukur menggunakan instrumen pengukuran dengan

  skala Likert’s yang menghasilkan skala pengukuran ordinal, dirubah terlebih dahulu dengan menggunakan Metode Succesive Interval sehingga diperoleh data dengan skala pengukuran interval.

  2. Berdasarkan data dengan skor yang skalanya interval tersebut, dihitung koefisien ( r )

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ( DIKLAT) PEGAWAI DENGAN KUALITAS PELAYANAN PEGAWAI DI BIDANG PELAYANAN PADA BADAN KEPENDUDUKAN KELUARGA BERENCANA DAN CATATAN SIPIL KABUPATEN JEMBER

0 6 6

PENGARUH PROFESIONALITAS DAN BUDAYA KERJA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAN DIKLAT KABUPATEN PRINGSEWU

1 12 79

PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGAWASAN KERJA TERHADAP EFISIENSI KERJA PEGAWAI PADA BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA TANJUNG BALAI Oleh: Rosnaida Dosen Universitas Asahan E-mail: Rosnaida250gmail.com ABSTRAK - PENGARUH PENDID

0 0 14

SISTEM PAKAR PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING PADA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN CIREBON Yuhano

0 0 13

PENGARUH DINAMIKA PENDUDUK TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR Ajrul Arin Partiwi ajrularinplive.com Sukamdi kamdi_cppsyahoo.com Abstract - PENGARUH DINAMIKA PENDUDUK TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT DAN JAWA TI

0 0 9

PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI JAWA TENGAH Bekerjasama dengan PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN KOALISI KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH

0 0 41

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS - ANALISIS PENGARUH PERILAKU BIROKRASI DAN BUDAYA KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA UNIT PELAYANAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PROVINSI JAWA BARAT - repo unpas

0 0 83

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS - PENGARUH REFORMASI BIROKRASI DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KUALITAS KERJA PEGAWAI PADA BADAN KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH KOTA BANJAR - repo unpas

0 0 30

PENGARUH FUNGSI KEPEMIMPINAN, PENGANGGARAN DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA ANGGOTA SERTA DAMPAKNYA PADA KINERJA DEWAN PENDIDIKAN DI WILAYAH KPP III DAN WILAYAH PRIANGAN TIMUR PROVINSI JAWA BARAT Oleh: ZAENAL ARIFIN SASTRAMIHARDJA NIM : 109113018 ABSTRAK

0 0 13

ARTIKEL ANALISIS PENGARUH DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA BIRO PRODUKSI DAN INDUSTRI SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT ABSTRAK - ANALISIS PENGARUH DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA BIRO PRODUKSI DAN INDUSTRI SEKRETARIAT DAERAH

0 0 22