PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI JAWA TENGAH Bekerjasama dengan PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN KOALISI KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH

  

GRAND DESIGN

PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK

PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2035

  

PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN

DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI JAWA TENGAH

Bekerjasama dengan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN

KOALISI KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH

KATA PENGANTAR

  Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2035 telah selesai disusun tepat waktu. Grand

  

Design ini merupakan tindak lanjut dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk

Tahun 2010-2035 yang disusun oleh BKKBN Pusat.

  Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tidak hanya mempunyai tugas fungsi penyelenggaraan bidang keluarga berencana saja tetapi juga mencakup bidang penyerasian kebijakan kependudukan, kerjasama pendidikan kependudukan, pendidikan dan latihan kependudukan, dan peningkatan penyediaan data informasi kependudukan. Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2035 merupakan dokumen perencanaan penting yang nantinya menjadi pedoman dan menjadi acuan bagi pemangku kepentingan dan mitra kerja dalam menyelenggarakan Pengendalian Kuantitas Penduduk di Provinsi Jawa Tengah.

  Proses perencanaan pembangunan mutlak memerlukan integrasi antara variabel demografi dengan variabel pembangunan. Oleh karena itu disusun Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk dalam rangka menyediakan kerangka pikir dan panduan untuk mengintegrasikan berbagai variabel kependudukan ke dalam berbagai proses pembangunan, harmonisasi antara dinamika kependudukan dengan dinamika kondisi sosial ekonomi lainnya dan membantu memperkuat penyusunan dan implementasi perencanaan pembangunan di Jawa Tengah.

  Dengan disusunnya Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2035 ini, diharapkan dapat memperbaiki political will dan komitmen pemerintah daerah terhadap kependudukan sekaligus mampu meningkatkan kepedulian para

  policy makers terhadap keterkaitan antara isu kependudukan dengan pembangunan.

  Kami sampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih kepada seluruh mitra kerja serta semua pihak yang telah banyak menyumbangkan pikiran dan tenaganya hingga Grand

  

Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2035 tersusun

dengan baik.

  D A F T A R I S I KATA PENGANTAR ......................................................................................................

  22 2. Misi ............................................................................................................

  27 5. Target Pencapaian .....................................................................................

  26 4. Kebijakan Kependudukan Yang Lebih Luas ............................................

  26 3. Pengarahan Mobilitas ................................................................................

  25 2. Penurunan Mortalitas ................................................................................

  25 1. Pengaturan Fertilitas ..................................................................................

  24 BAB 3 POKOK-POKOK PENGENDALIAN PENDUDUK ........................................

  23 8. Alur Pikir ...................................................................................................

  23 7. Strategi Pelaksanaan .................................................................................

  23 6. Ukuran Keberhasilan .................................................................................

  22 5. Sasaran Umum ..........................................................................................

  22 4. Tujuan ........................................................................................................

  22 3. Kebijakan ..................................................................................................

  22 1. Visi ............................................................................................................

  2 DAFTAR ISI .....................................................................................................................

  Permasalahan ............................................................................................. 20 6. Tujuan Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ........................ 21 BAB 2 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN ..........................................................

  18 4. Kondisi Yang Diinginkan .......................................................................... 19 5.

  18 8. Indeks Pembangunan Manusia .......................................................

  17 7. Tingkat Kesejahteraan ....................................................................

  16 6. Usia Menikah Pertama dan Usia Melahirkan Pertama ...................

  15 5. Mortalitas ........................................................................................

  14 4. Angka Dependency Ratio dan Window Opportunity ......................

  13 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Sekolah .....................

  12 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin .....................................

  7 1. Latar Belakang .......................................................................................... 7 2. Landasan Hukum ....................................................................................... 9 3. Kondisi Saat Ini ......................................................................................... 10 1. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur .................................

  5 BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................

  3 KAMUS ISTILAH............................................................................................................

  28

  BAB 4 ROAD MAP GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK ......................................................................................................

  30 1. Tujuan Road Map ......................................................................................

  30 2. Sasaran Lima Tahunan ..............................................................................

  30 3. Keterkaitan Grand Design dengan Road Map ...........................................

  34 BAB 5 PENUTUP ........................................................................................................

  37 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................

  39 D A F T A R T A B E L Tabel 1.1. Angka Kematian Ibu, Bayi, dan Balita Provinsi Jawa Tengah ....................

  16 Tabel 1.2. Median Usia Menikah Pertama Provinsi Jawa Tengah ...............................

  17 Tabel 1.3. Median Usia Melahirkan Pertama Provinsi Jawa Tengah ...........................

  18 Tabel 4.1. Sasaran Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Tahun 2010

  • – 2035 ...................................................................................... 35
  • – 2010) Provinsi Jawa Tengah .............................................................................
  • – 2010 ........................... 19 Gambar 4.1. Keterkaitan Grand Design 2010-2035 Dengan Road Map ......................

  D A F T A R G A M B A R Gambar 1.1. Piramida Penduduk Provinsi Jawa Tengah ..............................................

  11 Gambar 1.2. Trend Laju Pertumbuhan Penduduk (1961

  11 Gambar 1.3. Trend IPM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006

  34

  K A M U S I S T I L A H NO

ISTILAH KETERANGAN

  1 Contraceptive Prevalency Rate ( CPR ) Angka yang menunjukkan kesertaan dalam Keluarga Berencana

  2 Crude Birth Rate ( CBR ) / Angka Angka yang menunjukkan jumlah Kelahiran Kasar kelahiran per 1.000 penduduk dalam suatu periode.

  3 Crude Death Rate ( CDR ) / Angka Angka yang menunjukkan jumlah Kematian Kasar kematian per 1.000 penduduk dalam periode tertentu.

  4 Dependency Ratio / Angka Perbandingan antara kelompok usia Ketergantungan tidak produktif ( 0-14 th dan 65 th keatas ) terhadap penduduk usia produktif ( 15 - 64 th )

  5 Indeks Pembangunan Gender ( IPG ) Indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM namun mempertimbangkan ketimpangan gender.

  6 Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ) Pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standart hidup untuk semua negara seluruh dunia.

  7 Infant Mortality Rate ( IMR ) / Angka angka yang menunjukkan banyaknya Kematian Bayi ( AKB ) kematian bayi yang berumur kurang dari 1 (satu) tahun per 1.000 kelahiran pada suatu waktu tertentu.

  8 Life Expectancy ( LE ) / Angka Merupakan suatu perkiraan tahan hidup Harapan Hidup ( E0 ) rata-rata yang mungkin dicapai oleh seseorang yang berada pada umur tertentu berdasarkan angka kematian menurut umur pada tahun tertentu.

  9 ( MMR ) / Menunjukkan banyaknya wanita yang

  Maternal Mortality Rate

  Angka Kematian Ibu ( AKI ) meninggal pada waktu melahirkan per 100.000 kelahiran dalam tahun tertentu.

  10 Nett Migration / Migrasi Netto Selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar.

  11 Nett Reproduction Rate ( NRR ) / Merupakan angka yang menunjukkan Angka Reproduksi Netto rata-rata jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang wanita selama hayatnya dan akan tetap hidup sampai dapat menggantikan kedudukan ibunya, dengan mengikuti pola fertilitas dan mortalitas yang sama seperti ibunya.

  12 Total Fertility Rate ( TFR ) / Angka Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan Fertilitas Total oleh seorang wanita samapi dengan akhir masa reproduksinya.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Permasalahan kependudukan di tingkat nasional saat ini sangat kompleks, baik dari sisi jumlah, laju pertumbuhan, persebaran, dan mutu penduduk. Terkait tentang jumlah penduduk Indonesia, ternyata hasil Sensus Penduduk 2010 yang lalu melebihi dari jumlah proyeksi sebelumnya. Semula hanya diperkirakan berjumlah 234 juta, ternyata faktanya 237,6 juta. Pertumbuhan penduduk Indonesia sejak tahun 1961-2000 memang menurun, namun pada periode 2000-2010 meningkat menjadi 1,49% dari periode sebelumnya yang hanya 1,45%. Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk di Indonesia pada 2045 menjadi sekitar 450 juta jiwa. Ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia.

  Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa selama ini pemerintah dalam mengatasi permasalahan kependudukan belum tuntas. Berbagai tindakan maupun upaya yang dilakukan hanya bersifat reaktif terhadap dampak pembangunan yang terjadi di suatu wilayah, serta perlakuannya cenderung normatif. Pola penanganan (intervensi program) dengan cara memobilisasi semacam ini tidak dapat diteruskan. Sejalan dengan otonomi daerah, maka upaya pengembangan pembangunan berwawasan kependudukan secara konsiten dan

  

berkelanjutan merupakan pilihan yang paling tepat ditengah dinamika penduduk yang

kompleks.

  Pada tingkat Provinsi Jawa Tengah, hasil Sensus Penduduk tahun 2010 (SP2010) menunjukkan bahwa provinsi ini “hanya” mengalami laju pertumbuhan 0,37 % per tahun. Mengingat jumlah penduduk mencapai 32.382.657 jiwa dan menurut Survey Demografi dan

  

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka Total Fertility Rate (TFR) 2,3, maka banyak

hal yang harus diperhatikan.

  Dari permasalahan tersebut Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) menjadi tumpuan harapan, karena dengan program ini tidak saja bertujuan untuk mengurangi jumlah kelahiran namun juga bertujuan untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia. Permasalahannya, sejak otonomi daerah diberlakukan banyak pemerintah kabupaten atau kota yang kurang memperhatikan program kependudukan dan KB ini. Program pembangunan fisik dan ekonomi masih diutamakan, padahal sehebat apapun pembangunan ekonomi, namun jika jumlah penduduk tidak terkendali, maka sia-sialah pembangunan tersebut. Kurangnya perhatian itu dapat dilihat dari indikator antara lain jumlah Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 2.470 orang yang melayani 8.575 desa. Tentunya jumlah ini semakin menurun dari tahun ke tahun dikarenakan antara lain pensiun maupun alih tugas sebagai aparat kepegawaian di Kabupaten/Kota. Sehingga rata- rata 1 (satu) PLKB melayani 3 (tiga) atau 4 (empat) desa.

  Karenanya, BKKBN, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Koalisi Kependudukan dan Pembangunan Indonesia Jawa Tengah, juga memiliki kewajiban untuk turut serta mensosialisasikan program kependudukan. Beberapa langkah yang harus diambil diantaranya mengajak dan menghidupkan lembaga-lembaga desa yang dulu turut aktif memainkan peran untuk masalah kependudukan, keluarga, dan kesehatan, selain itu juga perlu revitalisasi kelembagaan.

  Program KB di masa Orde Baru yang dipandang masih ”represif”, kini harus diperbarui, bukan hanya yang terkait dengan masalah kualitas penduduknya saja, tetapi juga terkait dengan kuantitas termasuk di dalamnya kesehatan reproduksi.

  Program KB mestinya juga memperhatikan hal tersebut dengan prinsip melayani klien (peserta KB) dengan “quality of care” dan bukan hanya “quality of service”. Yang disebut pertama adalah prinsip memperhatikan klien tidak hanya secara teknis, namun juga hubungan antar pribadi yang intens yang hasil akhirnya ada peningkatan pengetahuan klien terhadap perilaku reproduksi yang sehat. Jika program kependudukan dapat diatasi, maka Millenium

  

Development Goals (MDGs) di Provinsi Jawa Tengah akan makin sukses dan yang mendapat

  penghargaan, tidak saja dari masalah angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi, namun juga untuk masalah kemiskinan, pendidikan, lingkungan dan sebagainya.

  Karenanya Program Kependudukan dan KB direvitalisasi sampai ke Kabupaten/Kota. Selain pegendalian kuantitas dan peningkatan kualitas penduduk, tugas BKKBN diperluas sebagai institusi yang menyediakan data kependudukan yang valid untuk keperluan data dasar pelaksanaan pembangunan nasional. Tentunya, peran perguruan tinggi dan lembaga- lembaga swadaya masyarakat yang bermutu, juga sangat penting dalam penyediaan data kependudukan yang valid.

  Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang menyatakan bahwa dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas dilakukan berbagai upaya, yaitu : pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan pengaturan perkawinan serta kehamilan.

  Untuk pelaksanaannya diperlukan suatu lembaga yang kuat karena tantangan dan hambatan yang semakin berat dan perubahan lingkungan strategis yang berkembang. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga telah memberikan gambaran bahwa aspek-aspek kependudukan beserta matranya dan lingkungan hidup, secara fungsional membentuk satu kesatuan ekosistem. Dengan demikian arah kebijakan pemerintah dalam menyelenggarakan pembangunan senantiasa memperhatikan aspek kependudukan, dan lingkungan hidup atau sering dikenal dengan sebutan

  pembangunan berwawasan kependudukan dan berkelanjutan

  ”. Kebijakan ini perlu didukung dengan kebijakan yang menyangkut penetapan

  keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara kualitas dan kuantitas penduduk, serta penataan komposisi dan struktur penduduk yang ideal bagi pembangunan yang berkelanjutan.

  Pada saat ini diharapkan terjadi pergeseran paradigma yang mengedepankan pola

  

pembangunan yang berwawasan kependudukan. Pembangunan yang demikian

  mengandung dua makna, Pertama, pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada; Kedua, pembangunan sumber daya manusia, yaitu pembangunan yang lebih menekankan kualitas sumber daya manusia dibandingkan peningkatan infrastruktur semata. Kedepan perencanaan pembangunan maupun implementasinya tidak dapat lagi mengabaikan peran penduduk sebagai objek maupun subjek atau agen pembangunan.

  Dari banyaknya permasalahan tersebut maka perlu disusun suatu

  ” Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk di Provinsi Jawa Tengah ”, dengan tujuan untuk

  memberikan arah dalam menetapkan suatu kebijakan di Bidang Kependudukan dan KB serta sebagai salah satu dasar untuk perencanaan dan implementasi pembangunan kependudukan untuk mengantisipasi dan mengarahkan perkembangan kependudukan.

1.2. Landasan Hukum

  Landasan hukum dari Grand Design ini diantaranya adalah : 1.

  Undang-Undang Dasar tahun 1945; 2. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

  Nasional; 3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 4. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

  Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025;

5. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

  Lingkungan Hidup; 6. Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan

  Pembangunan Keluarga; 7. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana

  Pembangunan Nasional; 8. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah; 9. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; 10.

  Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; 11. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka

  Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025; 12. Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka

  Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013; 13. Peraturan Kepala No. 72 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKKBN; 14.

  Peraturan Kepala No. 82 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan BKKBN Provinsi.

1.3. Kondisi Saat Ini

  Piramida penduduk Jawa Tengah 2010 merupakan sebuah gambaran stuktur penduduk yang sangat menarik untuk dilakukan kajian, karena dari piramida tersebut dapat diketahui jumlah penduduk berdasar pengelompokan umur, dan yang menarik pada perbedaan jumlah penduduk berdasar kelompok umur dimana terdapat jumlah terbesar pada kelompok umur remaja namun disisi lain jumlah balitanya juga besar. Piramida penduduk Provinsi Jawa Tengah ditunjukkan pada gambar 1.1 berikut ini.

Gambar 1.1. Piramida Penduduk Provinsi Jawa Tengah

  Pertumbuhan jumlah penduduk di Provinsi Jawa Tengah cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah sebanyak 32.382.657 jiwa. Bila dibandingkan dengan hasil Sensus Tahun 2000 sebanyak 30.775.847 jiwa, maka laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah sebesar 0,37% per tahun.

Gambar 1.2 berikut merupakan perkembangan laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun.Gambar 1.2. Trend Laju Pertumbuhan Penduduk (1961 – 2010) Provinsi Jawa Tengah

  Jumlah penduduk Jawa Tengah 32.382.657 pada tahun 2010, lebih rendah dari proyeksi penduduk tahun 2010 yaitu sebesar 33,09 juta, dengan sex rasio 98,8 (laki-laki 16.091.112 dan perempuan 16.291.545), sedangkan laju pertumbuhan penduduknya 0,37%, terendah di tingkat nasional (1,49%). Dependency rasio/ketergantungan 50,31 lebih rendah dari nasional

  2

  (51,33), dengan density/kepadatan 995 orang per/km jauh lebih tinggi dibanding nasional

  2

  124 orang per/km , yang dikarenakan hampir 14% penduduk Indonesia berada di Jawa Tengah.

  Untuk mengetahui lebih jauh kondisi kependudukan di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, maka diperlukan analisis beberapa variabel yang mempunyai pengaruh terhadap program kependudukan dan keluarga berencana antara lain : jumlah penduduk menurut kelompok umur, jumlah penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk menurut kelompok umur sekolah, dan dependency ratio.

1.3.1. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

  Dari 32.382.657 jiwa penduduk Jawa Tengah apabila dirinci menurut kelompok umur, maka akan diperoleh angka : Pada kelompok umur 0-14 tahun ada 26,73 %, kelompok umur 15-64 tahun berjumlah 65,72 %, dan kelompok umur 65 tahun ke atas berjumlah 7,55 %. Selanjutnya kelompok usia 5-9 dan 10-14 tahun juga masih relatif tinggi dan makin mengerucut di kelompok usia 65 tahun ke atas. Kondisi seperti ini menunjukkan masih ada “ancaman” ke depan yang masih berat. Kelompok usia tersebut adalah calon remaja yang membutuhkan banyak sarana seperti kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja.

  Angka tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Tengah hampir menikmati Bonus

  

Demografi , yakni jumlah penduduk usia produktif 15-64 tahun hampir dua kali lipat dari

  kelompok umur tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Hal ini berarti bahwa dua orang usia produktif bertanggungjawab terhadap satu orang usia tidak produktif. Hanya yang menjadi masalah, apakah kelompok usia produktif itu termasuk penduduk yang berkualitas, karena data BPS (2010) menunjukkan ada 5.204.437 jiwa penduduk Jawa Tengah yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu atau menjadi setengah penganggur.

  Hasil Survai Penduduk Antar Sensus 2005 dan BPS Jateng (2010) yang lalu menunjukkan jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah naik dari 15,6 juta orang pada tahun 2005 menjadi 16 juta orang pada tahun 2010, dan pencari kerja juga naik dari 978 ribu orang menjadi hampir 1,5 juta orang. Hal yang mengkhawatirkan sebagian diantara mereka adalah pencari kerja lulusan perguruan tinggi yang jumlahnya juga masih besar, yakni sekitar 500-an ribu orang.

  Kondisi tersebut mengisyaratkan Provinsi Jawa Tengah perlu memperhatikan kualitas penduduknya. Masalah kependudukan adalah masalah yang tidak akan pernah selesai, karena apabila masalah yang satu diatasi, maka masalah yang lain muncul. Misalnya jika fertilitas bisa ditekan dan kematian dikurangi, maka jumlah penduduk lanjut usia juga akan meningkat, dan selanjutnya membutuhkan penanganan khusus. Berdasarkan analisis penduduk menurut kelompok umur tersebut maka permasalahan yang dihadapi pemerintah Provinsi Jawa Tengah adalah bagaimana menurunkan angka fertilitas dan meningkatkan kualitas serta kesejahteraan penduduknya.

1.3.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

  Dari hasil sensus penduduk 2010 diperoleh angka perbandingan jumlah penduduk wanita dan laki-laki yaitu 98,8 (laki-laki 16.091.112 dan perempuan 16.291.545). Sebaran penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa umumnya kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah juga lebih banyak jumlah penduduk wanita daripada jumlah penduduk laki-laki, kecuali : Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, Wonosobo, Magelang, Kendal, Batang, Brebes, serta Kota Pekalongan.

  Berdasarkan data jumlah penduduk menurut jenis kelamin, maka permasalahan yang dihadapi Provinsi Jawa Tengah diantara adalah bagaimana memperhatikan wanita usia subur.

  

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 nampaknya juga menaruh

  perhatian terhadap kelompok ini. Hal ini juga dapat dipahami karena fakta yang ada menunjukkan bahwa jumlah wanita usia subur (WUS) usia 15-49 tahun di Provinsi Jawa Tengah cukup tinggi yaitu 53,38% dan kelompok umur wanita 10-14 tahun adalah yang paling tinggi bila dibanding dengan kelompok umur lainnya. Kenyataan ini merupakan tantangan yang berat bagi program Kependudukan dan KB di Provinsi Jawa Tengah.

  Menekan angka drop out peserta KB juga penting dilakukan, karena ledakan penduduk antara lain disebabkan terjadinya penurunan jumlah peserta KB. Menurut SDKI 2007 angka TFR (total fertility rate) wanita usia subur 15-49 tahun di Provinsi Jawa Tengah menjadi 2,3, berarti naik 0,2 poin dibanding tahun 2002-2003. Kenaikan ini berkaitan dengan jumlah penduduk Jawa Tengah sebesar 32.382.657 jiwa berada pada urutan ketiga terbesar di Indonesia yang juga meningkatkan wanita usia subur.

  Dari data kesertaan KB tersebut yang cukup menggembirakan adalah peserta KB yang mendatangi klinik KB swasta lebih tinggi dibandingkan klinik KB pemerintah. Hal ini berarti kesadaran ber-KB cukup baik di Provinsi Jawa Tengah. Meskipun demikian, penggerakkan program Kependudukan dan KB dengan peningkatan penggunaan alat kontrasepsi tetap perlu ditingkatkan untuk menekan angka kelahiran. Peningkatan program Kependudukan dan KB yang berorientasi pemberdayaan perempuan juga perlu dilaksanakan dengan strategi yang jelas. Dari titik inilah pendekatan sosial budaya juga harus menjadi prioritas selain aspek- aspek teknis dalam pengendalian penduduk.

1.3.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Sekolah

  Kelompok umur 7-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun masih cukup tinggi, diantara ketiganya yang paling tinggi adalah kelompok umur 7-12 tahun. Besarnya kelompok anak usia sekolah ini memerlukan perhatian yang serius karena pendidikan adalah bekal utama untuk menghadapi hidup di masa mendatang. Jika diukur secara relatif, dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Pemalang menduduki peringkat pertama untuk jumlah penduduk usia Sekolah Dasar (7-12 tahun) yakni sebanyak 12,34% dan Kota Surakarta yang terkecil yakni 9,11%. Penduduk yang terbanyak untuk tingkat SMP (13-15 tahun) di Kabupaten Pekalongan yakni 6,40% dan yang terkecil di Kota Semarang yakni 4,76%, sedangkan untuk penduduk tingkat SMA (16-18 tahun) terbanyak di Kabupaten Pekalongan sebesar 5,67% dan terkecil di Kabupaten Wonogiri sebesar 4,15%.

  Terkait dengan jumlah penduduk usia sekolah di Provinsi Jawa Tengah ini maka permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana pemerintah provinsi mampu meningkatkan pendapatan orang tua miskin yang kesulitan untuk menyekolahkan anaknya agar angka putus sekolah dapat ditekan. Angka putus sekolah disebabkan oleh selain karena mahalnya biaya (operasional) pendidikan, juga akibat adanya persepsi dari orang tua murid yang miskin bahwa anak merupakan pembantu utama untuk mencari nafkah. Dengan kata lain, keengganan orang miskin menyekolahkan anaknya bisa juga disebabkan adanya

  ”opportunity cost

  ” yang hilang. Artinya orang tua merasa tidak untung jika anaknya lulus SD atau SMP.

  Ini berarti p enyediaan dana yang cukup untuk meningkatkan ”daya beli” masyarakat miskin dalam bidang pendidikan, selain membebaskan SPP, juga ada program beasiswa, bantuan makanan tambahan, bantuan transportasi, atau mengubah metode dan waktu jam belajar agar anak-anak miskin masih tetap bisa membantu orang tuanya bekerja, dan siang harinya mereka dapat masuk sekolah dan sebagainya. Agar inovasi pendidikan dapat diadopsi oleh masyarakat, maka mereka perlu diyakinkan bahwa materi inovasi itu memang memiliki keuntungan relatif jika dibandingkan dengan sistem atau praktek yang selama ini telah ada.

  Oleh karena itu menggerakkan para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mengkampanyekan program pendidikan wajib belajar 9 (sembilan) tahun. Dengan adanya himbauan toko h agama atau tokoh masyarakat, maka ada semacam ”sanksi” religius atau sanksi sosial bagi mereka yang melanggar. Tentu hal ini dapat dilakukan jika kewajiban pemerintah (daerah) untuk menyantuni fakir miskin ini telah dipenuhi.

1.3.4. Angka Dependency Ratio dan Window Opportunity

  Istilah Dependency Ratio menyatakan perbandingan antara kelompok usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) terhadap kelompok penduduk usia produktif (15- 64 tahun). Rasio ini menyatakan seberapa berat beban tanggungan yang harus dipikul oleh jumlah usia produktif. Jika angka itu satu berbading dua, artinya satu untuk usia tidak produktif dan dua untuk usia produktif, maka disebut mengalami bonus demografi atau ada window of opportunity atau jendela kesempatan.

  Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah Dependency Ratio yang tertinggi adalah Kabupaten Kebumen yakni 59,0 dan yang terendah di Kota Semarang sebesar 39,3. Hal yang cukup menggembirakan dari 32.382.657 penduduk Jawa Tengah jika dirinci menurut kelompok umur, maka akan diperoleh angka : Pada kelompok umur 0-14 tahun ada 26,73 %, kelompok umur 15-64 tahun berjumlah 65,72 %, dan kelompok umur 65 tahun ke atas berjumlah 7,55 %. Angka tersebut menunjukkan bahwa Jawa Tengah hampir menikmati

  

Bonus Demografi , yakni jumlah penduduk usia produktif 15-64 tahun hampir dua kali lipat

dari kelompok umur tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas).

  Berdasarkan komposisi tersebut, maka yang menjadi masalah di Provinsi Jawa Tengah adalah apakah kelompok usia produktif itu termasuk penduduk yang bermutu, karena data BPS (2010) menunjukkan ada 5.204.437 jiwa penduduk Jawa Tengah yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu, alias menjadi setengah penganggur. Jika angka usia produktif tidak atau kurang bermutu, maka bonus demografi tersebut hampir tidak ada artinya.

  Meskipun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian meningkat pada triwulan I tahun 2012 (BPS, 2012) sebesar 44,4% dari tahun 2011 triwulan I sebesar 38,4% (BPS 2011), maka produktivitas kerja terutama pada sektor pertanian lebih ditingkatkan sehingga penduduk desa tidak bermigrasi ke kota, ke luar kota, ke luar daerah atau keluar negeri. Penyediaan lapangan kerja menjadi isu penting karena jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah, pada bulan Februari 2012 mencapai angka 17,12 juta jiwa dengan tingkat pengangguran sebanyak 5,88% (BPS,2012). Disamping itu peningkatan program kesejahteraan untuk mengurangi kemiskinan. Dengan pemberdayaan di sektor pertanian, usaha mikro dan kecil menengah, maupun koperasi rakyat lainnya diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil. Hal ini berdasarkan fakta bahwa angka kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah cukup tinggi, pada bulan Maret 2011 (BPS, 2011) sebesar 5.107.360 jiwa (15,76%) meskipun pada bulan Maret 2012 (BPS, 2012) menurun sebesar 4.977.000 jiwa (15,34%).

  Beberapa program yang harus ditangani adalah peningkatan produktivitas di sektor industri dengan berbagai cara dan strategi. Peningkatan program pelatihan dan keterampilan untuk menekan arus tenaga kerja ke luar negeri yang banyak membawa masalah juga penting dilakukan. Seperti diketahui, kesukaran memperoleh pekerjaan di Indonesia menyebabkan pula terjadinya gelombang pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah dan Malaysia. Berdasarkan hal ini, nampak bahwa situasi pasar kerja di Jawa Tengah tercatat dua hal sebagai berikut : Pertama, dari sisi penawaran, jumlah angkatan kerja masih terus meningkat. Kedua, pengangguran terdidik (SLTA ke atas) masih tinggi dan diperkirakan terus meningkat secara drastis pada tahun-tahun yang akan datang. Perkembangan ini mengindikasikan adanya hubungan negatif antara tingkat pendidikan dan kesempatan kerja.

1.3.5. Mortalitas

  Angka Kematian Bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan salah satu indikator demografi untuk mengetahui kualitas penduduk di suatu wilayah. Semakin rendah angka IMR menggambarkan semakin membaiknya kualitas penduduk. Tabel 1.1 memberikan informasi mengenai tingkat kematian ibu dan bayi di Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 1.1. Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita Provinsi Jawa Tengah

  NO KONDISI 2008 2009 2010 2011 Angka Kematian Ibu (per 100.000 1 114.42 117.02 104.97 116.01 kelahiran hidup) Angka Kematian Bayi (0-1 th) (per

  2

  9.71

  10.37

  10.62

  10.34 1.000 kelahiran hidup) Angka Kematian Balita (0-5 th)

  3

  10.25

  11.74

  12.02

  11.5 (per 1.000 kelahiran hidup)

  Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

1.3.6. Usia Menikah Pertama dan Usia Melahirkan Pertama

  Salah satu indikator sosial demografi yang penting adalah usia menikah pertama, karena usia menikah pertama berkaitan dengan permulaan wanita “kumpul” pertama yang memungkinkan wanita berisiko untuk menjadi hamil. Umumnya wanita yang menikah pada usia muda mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil. Oleh karena itu pada masyarakat yang kebanyakan wanitanya melakukan perkawinan pertama pada usia muda, angka kelahirannya lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang wanitanya melakukan perkawinan pertama kali pada usia lebih tua.

  Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), usia menikah pertama di Provinsi Jawa Tengah secara umum dari tahun ke tahun telah meningkat. Median usia menikah pertama di Jawa Tengah dari hasil SDKI 2007 masih di bawah 20 tahun, yaitu 19,60 tahun. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.2 dibawah ini.

Tabel 1.2. Median Usia Menikah Pertama Provinsi Jawa Tengah

  Usia Median Usia Menikah Pertama Wanita Berdasarkan Pasangan SDKI 1991 SDKI1994 SDKI1997 SDKI2002 SDKI2007

  25-29

  18.40

  18.90

  20.10

  20.20

  21.10 30-34

  17.80

  17.90

  18.70

  19.50

  20.20 35-39

  17.60

  18.10

  17.80

  18.30

  20.20 40-44

  16.20

  17.10

  17.90

  18.40

  18.60

  25-49

  17.50

  17.90

  18.50

  18.80

  19.60 Sumber : SDKI tahun 1991 – 2007

  Selain itu, faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas adalah usia pada kelahiran anak pertama. Wanita yang menikah pada usia muda lebih lama menghadapi resiko kehamilan. Oleh karena itu, pada umumnya ibu yang melahirkan pada usia muda mempunyai anak banyak dan mempunyai resiko kesehatan yang tinggi. Kenaikan median usia pada kelahiran pertama merupakan tanda menurunnya tingkat fertilitas, seperti yang terjadi di Jawa Tengah. Dari tahun ke tahun usia melahirkan pertama di Jawa Tengah meningkat menacapai usia 21,5 (hasil SDKI 2007). Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3. Median Usia Melahirkan Pertama Provinsi Jawa Tengah

  Usia Median Usia Melahirkan Pertama Berdasarkan Pasangan SDKI 1991 SDKI 1994 SDKI 1997 SDKI 2002 SDKI 2007

  25-29

  18.40

  21.00

  21.60

  21.70

  22.70 30-34

  17.80

  20.10

  20.70

  21.00

  22.00 35-39

  17.60

  20.10

  20.20

  20.00

  22.10 40-44

  16.20

  19.90

  20.50

  20.20

  20.60

  25-49

  20.20

  20.00

  20.70

  20.70

  21.50 Sumber : SDKI tahun 1991 - 2007

  1.3.7. Tingkat Kesejahteraan

  Pendataan Keluarga Sejahtera merupakan perkembangan dari proses Pendataan Keluarga yang sudah dilaksanakan sejak terbitnya UU No. 10 tahun 1992. Melalui pendataan Keluarga Sejahtera dapat diketahui tingkatan kesejahteraan keluarga untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan intervensi program pembangunan khususnya dalam program Keluarga Berencana. Tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan ke dalam 5 (lima) tahap. Perumusan indikator tahapan didasarkan pada teori Maslow tentang tingkat kebutuhan manusia (dasar, sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya), sehingga tersusun Tahapan Keluarga dari yang terendah ke tahapan tertinggi.

  1.3.8. Indeks Pembangunan Manusia

  Salah satu alat ukur yang lazim digunakan untuk mengukur kualitas manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Melalui angka IPM dapat menggambarkan hasil pelaksanaan pembangunan manusia menurut tiga komponen indikator kemampuan manusia yang sangat mendasar yaitu; derajat kesehatan, kualitas pendidikan serta akses terhadap sumber daya ekonomi berupa pemerataan tingkat daya beli masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar 72,49 meningkat dari tahun 2009 sebesar 72,1 dan telah melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2010 sebesar 72,6 tetapi masih dibawah target akhir RPJMD sebesar 74,3. Apabila dibandingkan dengan kedua provinsi di Pulau Jawa yang situasi dan kondisinya hampir sama dengan Jawa Tengah yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur, diketahui IPM Jawa Barat sebesar 71,64 (tahun 2009) dan sebesar 72,08 (tahun 2010), sedangkan IPM Jawa Timur sebesar 71,06 (tahun 2009) dan sebesar 71,55 (tahun 2010). Ini berarti harus ada upaya peningkatan karena misi utama pembangunan di Jawa Tengah adalah untuk mewujudkan masyarakat Jawa Tengah yang lebih sejahtera. Perkembangan IPM dari tahun 2006 sampai 2010 ditunjukkan pada gambar 1.3 berikut ini.

  73 72,49 72,5

  72,1

  72 71,6 71,5 70,92 IPM

  71 70,5 70,25 70 69,5 69 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 1.3. Trend IPM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 – 2010

  Dengan trend IPM yang meningkat dari tahun ke tahun juga akan berpengaruh terhadap program Kependudukan dan Keluarga Berencana di masyarakat. Program Kependudukan dan Keluarga Berencana tidak hanya menitik beratkan pada pembatasan kelahiran (kuantitas penduduk) namun membentuk keluarga kecil berkualitas. Ukuran kualitas penduduk tidak hanya terletak pada kesejahteraan ekonomi, namun juga kesejahteraan batin, kenyamanan dan ketentraman hidup, kualitas pemikiran, kualitas hubungan antar individu dan antar keluarga dan lain sebagainya.

1.4. Kondisi Yang Diinginkan

  Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013, maka prioritas pembangunan terkait Program Kependudukan dan Keluarga Berencana di Provinsi Jawa Tengah diprioritaskan pada : peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pelayanan sosial dasar masyarakat serta fokus peningkatan pemerataan, kualitas dan relevansi pendidikan, peningkatan gizi, kesehatan ibu dan anak serta optimalisasi program Kependudukan dan Keluarga Berencana. Kondisi yang diinginkan di masa depan adalah pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa Tengah tumbuh seimbang dengan Total Fertility Rate (TFR) 2,1 dan Net Reproduction Rate (NRR) 1 dan secara berkelanjutan diharapkan TFR menjadi 2,002 dan NRR menjadi 0,938 pada tahun 2035. Disamping itu angka mortalitas juga diharapkan turun, serta penyediaan lapangan pekerjaan di perdesaan dapat terus tumbuh seiring dengan rencana pembangunan jangka panjang Provinsi Jawa Tengah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

  Apabila pembangunan perdesaan berjalan baik dan merata, maka mobilitas penduduk akan terjaga keseimbangannya. Saat ini mobilitas yang terjadi adalah migrasi keluar Jawa Tengah, dan ini menunjukkan adanya kekurangan kesempatan kerja di perdesaan. Disamping itu persebaran penduduk Jawa Tengah juga belum merata.

1.5. Permasalahan

  Di samping keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai dalam pembangunan Kependudukan dan KB, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan dalam periode pembangunan mendatang, diantaranya :

  1. Belum adanya strategi yang tepat dalam mencapai penduduk tumbuh seimbang yang ditandai dengan TFR = 2,1 dan NRR = 1

  2. Belum optimalnya Program Kependudukan dan Keluarga Berencana dalam menurunkan tingkat kelahiran dan membentuk keluarga kecil berkualitas.

  3. Belum jelasnya arah pembinaan dan peningkatan kemandirian keluarga berencana serta promosi dan penggerakan masyarakat yang belum jelas.

  4. Belum serasinya kebijakan pembangunan dengan pembangunan kependudukan dan Keluarga Berencana untuk mewujudkan pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan kependudukan dengan strategi adalah pengembangan dan sosialisasi kebijakan pembangunan kependudukan.

  5. Lemahnya kompetensi sumber daya manusia di SKPD KB Provinsi Jawa Tengah dalam bidang kependudukan.

  6. Sarana dan prasarana operasional pendukung, media dan metode untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kependudukan yang kurang memadai. Metode fasilitasi dan mekanisme pembinaan kepada Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan program Kependudukan dan KB belum tertata dengan baik.

  7. Menurunnya anggaran program Kependudukan dan KB yang berasal dari APBN pada tingkat lini lapangan dan terbatasnya kemampuan dukungan anggaran melalui APBD Provinsi, serta dukungan anggaran tersebut belum menyentuh seluruh kegiatan program Kependudukan dan KB yang semestinya menjadi tanggung jawab dari pemerintah Kabupaten/Kota sebagai daerah otonomi. Kondisi ini salah satu penyebab terjadinya penurunan performance dari program Kependudukan dan KB di tingkat lapangan.

  8. Beralihnya Petugas Lapangan Keluarga Berencana menjadi sektoral sesuai dengan bentuk lembaga yang ada di daerah serta banyaknya mutasi baik bersifat promosi maupun pemindahan tugas. Penurunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berasal dari BKKBN ini menurunkan kinerja lembaga pengelola program Kependudukan dan Keluarga Berencana.

  9. Kelembagaan Keluarga Berencana Daerah Implementasi PP 38 Tahun 2007 dan PP 41 tahun 2007. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian Urusan Pemerintah antara pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, serta PP nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (ODP), jelas dikatakan bahwa Keluarga Berencana (KB) dan Keluarga Sejahtera (KS) merupakan salah satu urusan wajib diantara 28 urusan wajib (Pasal 7). Hal ini berarti bahwa KB dan KS merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat sehingga Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib menyelenggarakan KB dan KS.

10. Implementasi UU No 52 tahun 2009 belum terlaksana.

1.6. Tujuan Penyusunan Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk

  Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ini dimaksudkan untuk :

  1. Memberikan arah kebijakan bagi pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk Jawa Tengah Tahun 2010-2035;

  2. Menjadi pedoman bagi penyusunan road map pengendalian kuantitas penduduk Jawa Tengah Tahun 2010-2015, 2015-2020, 2020-2025, 2025-2030, 2030-2035;

  1. Menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dan lembaga di Provinsi Jawa Tengah dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan.

BAB 2 VISI, MISI TUJUAN DAN SASARAN

  2.1. Visi

  Visi dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Jawa Tengah adalah: Terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah, struktur, dan persebaran penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

  2.2. Misi

  Misi dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk mencakup dua hal berikut:

  1. Membangun komitmen para pemangku kepentingan dan penentu kebijakan (prime

  stakeholders ) tentang penting dan strategisnya upaya pengendalian kuantitas

  penduduk bagi pembangunan berkelanjutan;

  2. Membentuk atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan (regulasi) yang mendukung upaya pengendalian kuantitas penduduk.

  2.3. Kebijakan

Dokumen yang terkait

BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Polisi Lalu Lintas dalam Melakukan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas untuk Mengurangi Kecelakaan: Studi Kasus di Satlantas Polre

0 0 79

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi

0 0 46

33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

0 2 23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Project Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 SD Gugus Gunand

0 1 15

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Diskripsi Penelitian Antar Siklus - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Mata

0 1 32

PENERAPAN MODEL PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR TEMA LINGKUNGAN SAHABAT KITA PADA SISWA KELAS 5 SD NEGERI 3 NAMBUHAN KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN PELAJARAN 20172018 Tugas Akhir - Institutiona

0 0 16

LAMPIRAN 1 SURAT IJIN OBSERVASI DAN PENELITIAN TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Project Based Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Tema Lingkungan Sahabat Kita pada Si

0 11 176

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kondisi Awal - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar PPKN KelaS 4 SD Negeri Tingkir Tengah 02 Tahun Pelajaran 2017/2018 Menggunakan Penerapan Model Pem

0 0 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 4 SDN Kutowinangun 11 Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbasis Kurikulum 2013 S

0 0 22

JAWA TENGAH DALAM ANGKA 2014

0 0 616