SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI PERLAKUAN SUHU DAN LAMA PENGERINGAN - UMBY repository

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jamur Tiram Putih

  Jamur tiram dalam bahasa Yunani disebut Pleurotus , artinya “bentuk samping

atau posisi menyamping antara tangkai dengan tudung”. Sedangkan sebutan nama

“tiram”, karena bentuk atau tubuh buahnya menyerupai tangkai tudung tidak tepat di

tengah seperti jamur lainnya. Jamur tiram berasal dari Negara Belanda, kemudian

menyebar ke Australia, Amerika, dan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Hasil

penelitian dan riset WHO, jamur tiram memenuhi standar gizi sebagai makanan yang

layak untuk dikonsumsi, enak dimakan, tidak beracun, dan memiliki kandungan gizi

yang tinggi serta berkhasiat sebagai obat berbagai macam penyakit (Soenanto, 2000).

  Jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu yang banyak tumbuh pada media kayu, baik kayu gelondongan ataupun serbuk kayu. Pada limbah hasil hutan dan hampir semua kayu keras, produk samping kayu, tongkol jangung dan lainnya, jamur dapat tumbuh secara luas pada media tersebut. Di Indonesia jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang banyak dibudidayakan. Karena bentuk yang membulat, lonjong, dan agak melengkung serupa cakra tiram maka jamur kayu ini disebut jamur tiram (Tatang, 2013).

  Menurut Wiardani (2010) klasifikasi lengkap jamur tiram putih adalah sebagai berikut :

  Super kingdom : Eukaryota Kingdom : Myceteae ( fungi) Divisio : Amastigomycota Subdiviso : Basidiomycotae

  Kelas : Bisidiomycetes Ordo : Agaricales Familia : Agricaeae

  Genus : Pleurotus Spesies : Pleurotus ostreatus

  Gambar 1. Jamur tiram putih B.

   Jenis-Jenis Hasil Olahan Jamur Tiram Putih

  Konsumsi jamur tiram dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung selera dan tujuan dari konsumsi jamur yang dimaksud. Ada yang dikonsumsi segar biasanya untuk lauk yang dicampur dengan daging, ikan atau sayuran lain. Ada pula yang dikeringkan dan apabila sewaktu-waktu ingin dimasak atau diolah kembali, jamur yang kering tersebut hanya perlu disiram dengan air panas

  (Suwito, 2006). Pengolahan jamur tiram yang beragam ini, disebabkan harga jual jamur yang relatif murah dan dapat dijangkau yakni sekitar Rp 11.000/ kg.

  Pemanfaatan jamur tiram dalam waktu beberapa tahun terakhir ini yang banyak dilakukan adalah dengan mengkonsumsi secara langsung dengan melakukan pengolahan yang sederhana yang biasanya dimanfaatkan sebagai lauk dan sayuran. Pengolahan lainnya yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan jamur tanpa mengurasi rasa dan kandungan gizi dilakukan dengan berbagai cara mengolah jamur tiram dalam bentuk awetan seperti pengalengan jamur, mengubah jamur dalam bentuk tepung (nantinya dapat digunakan sebagai substitusi dalam pembuatan sosis, nugget, burger dan sebagainya), pengeringan jamur yang nantinya hanya perlu penyiraman dengan air panas apabila ingin dikonsumsi atau diolah lebih lanjut, membuat asinan jamur, membuat pasta jamur (Soenanto, 2000).

  Menurut Permadi (2009) tepung jamur tiram dapat diaplikasikan untuk olahan daging tiruan, nugget, sosis, dan flake. Pada olahan daging tiruan dengan substitusi tepung jamur tiram, daging tiruan yang dihasilkan tidak mengandung lemak hewani dan tidak mengandung kolesterol sehingga baik untuk kesehatan.

  Tekstur yang dapat dirasakan oleh selaput lendir mulut adalah butiran atau serabut yang menyerupai daging asli. Daging tiruan ini dapat dijadikan makanan alternatif yang baik bagi para vegetarian yang tidak dapat mengkonsumsi daging.

  Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada bidang tata boga mengalami perkembangan pesat. Masyarakat mulai mengurangi makanan daging merah, namun berharap bisa mendapatkan gizi yang cukup. Salah satu alternatif makanan yang sekarang digemari di kalangan masyarakat adalah olahan makanan dari jamur khususnya jamur tiram. Kandungan nutrisi pada jamur juga terbilang lengkap. Selain kaya vitamin dan serat, jamur juga memiliki kandungan mineral seperti kalium, kalsium, natrium, fosfor, besi dan magnesium. Usaha kecil pengo lahan jamur menjadi makanan sehat adalah usaha olahan jamur “SEHAT-i” yang berolaksi di Kelurahan Sumerta Kelod Denpasar Timur. Olahan jamur tiram yang dibuat oleh usaha ini cukup unik karena berfokus pada bumbu masakan tradisional Bali, seperti: lawar jamur, pepes jamur, tum jamur, kuah jamur, krupuk jamur, dan abon jamur yang sesuai dengan selera masyarakat umum yang tinggal di Bali (Gunadi dan Putra, 2016).

C. Kandungan Gizi Jamur Tiram Putih

  Selain citarasa yang menyedapkan, jamur tiram putih mempunyai kandungan gizi cukup baik. Komposisi kimia yang terkandung dalam jamur tiram tergantung jenis dan tempat tumbuhnya. Rata-rata jamur tiram mengandung 19- 35% protein, lebih tinggi dibandingkan dengan beras (7,38%) atau gandum (13,2%). Asam amino esensial yang terdapat pada jamur tiram ada 9 jenis dari 20 asam amino yang dikenal yaitu lysine, methionin, tryphtofan, theonin, valin,

  

leusin, isoleusin, histidin, dan fenilalanin. Asam amino ini menyerupai derivate

protein yang dihasilkan dari daging hewan (Tatang, 2013).

  Asam lemak yang dikandung jamur tiram putih ini 86% lemaknya tidak jenuh dan 14% asam lemak jenuh. Asam lemak yang dikandung jamur tiram putih diantarannya asam oleat, formiat, malat, asetat dan asam sitrat. Jamur tiram putih juga mengandung berbagai jenis vitamin, antara lain B1 (thiamine), B2 (riboflavin), niasin, dan biotin. Selain itu, jamur tiram putih juga mengandung berbagai jenis mineral, antara lain K, P, Ca, Na, Mg dan Cu. Kandungan serat pada jamur tiram antara 7,4-24,6% ini sangat baik bagi sistem pencernaan manusia. Jamur tiram putih mempunyai kandungan kalori yang sangat rendah, yaitu 100 kj setiap 100 g sehingga cocok bagi pelaku diet (Erie, 2012).

  Jamur tiram juga mengandung vitamin penting, terutama vitamin B, C dan

  D. Vitamin B1 (tiamin) 0,20 mg; B2 (riboflavin) 4,7-4,9 mg; niasin 77,2 mg dan provitamin D2 (ergosterol) dalam jamur tiram cukup tinggi. Mineral utama tertinggi adalah Kalium, Fosfor, Natrium, Kalsium dan Magnesium. Mineral utama tertinggi adalah : Zn, Fe, Mn, Mo, Co, Pb. Konsentrasi K, P, Na, Ca dan Me mencapai 56-70% dari total abu dengan kadar K mencapai 45%. Mineral mikroelemen yang bersifat logam dalam jamur tiram kandungannya rendah, sehingga jamur ini aman dikonsumsi setiap hari. Adanya serat yaitu lignoselulosa baik untuk pencernaan (Sumarmi, 2006).

  Tabel 1. Komposisi dan kandungan gizi jamur tiram putih Per 100 g Zat Gizi Kandungan Kalori (energi) 367 kal Protein 10,5

  • – 30,4% Karbohidrat 56,6% Lemak 1,7
  • – 2,2% Serat >– 87% Ca (Kalsium) 314 mg K (Kalium) 3,793 mg P (Fosfor) 717 mg Na (Natrium) 837 mg Fe (Besi) 3,4
  • – 18,2 mg

D. Persyaratan Mutu

  Suatu komoditas hasil pertanian atau bahan pangan harus memenuhi standar persyaratan mutu dan untuk penentuan persyaratan mutu suatu komoditas hasil pertanian dipengaruhi oleh tuntutan dan keinginan dari konsumen yang memilih produk bermutu serta layak untuk dikonsumsi. Konsumen berorientasi pada ukuran, kondisi fisik termasuk kesegaran, bebas dari residu pestisida dan hama penyakit, serta faktor kebersihan dalam memilih suatu produk. Sementara itu, pasar menerima produk dari petani/ kelompok tani masih beragam, baik dalam bentuk fisik, bentuk, kebersihan, maupun kesegarannya. Pengelompokan produk- produk dalam beberapa kelas mutu diharapkan akan dapat mempengaruhi nilai jual atau harga suatu produk hasil pertanian. Dalam perdagangan jamur persyaratan mutu yang ditentukan sebagai dasar penggolongan kelas mutu antara lain ukuran, keseragaman serta kondisi fisik. Pada umumnya pengelompokan berdasarkan ukuran meliputi satuan berat pada jamur dan diameter tudung yang dibagi dalam tiga kelas, yaitu: ukuran besar, sedang dan kecil. Persyaratan yang tentunya harus dipenuhi dalam menentukan kualitas mutu baik pada jamur antara lain memenuhi standar ukuran tudung yang ideal, kondisi yang baik dan segar, tidak cacat (tidak mengalami kerusakan) dan tidak ada serangan hama (Suriawiria, 2001).

  Syarat mutu tepung jamur tiram putih mengacu pada SNI. 3751-2009 (Anonim, 2009) yang membahas tentang syarat mutu tepung terigu seperti yang tertulis pada tabel 2 berikut ini.

  • % % % % mg KOH/ 100g

  Angka lempeng total b. E.coli c. Kapang d. Bacillus cereus

  maks. 1 x 10

  4

  maks. 10 maks. 1 x 10

  6

  APM/g koloni/g koloni/g serbuk normal (bebas dari bau asing) putih, khas terigu tidak ada tidak ada min 95 maks. 14,5 maks. 0,70 min. 7,0 maks.50 min. 300 min. 50 min. 30 min. 2,5 min. 4 min. 2 maks. 1,0 maks. 0,05 maks. 0,1 maks. 0,50 maks. 1 x 10

  Detik mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g

  Cemaran Arsen Cemaran mikroba: a.

  Tabel 2. Syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan Sumber : Anonim, 2009

  Timbal (Pb) b. Raksa (Hg) c. Kadmium (Cd)

  kadar air 14 %) Besi (Fe) Seng (Zn) Vitamin B1 (tiamin) Vitamin B2 (riboflavin) Asam folat Cemaran logam: a.

  Falling number (atas dasar

  Benda Asing Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan- potongannya yang tampak Kehalusan, lolos ayakan 212 µm (mesh 70) (b/b) Kadar air (b/b) Kadar Abu (b/b) Kadar Protein (b/b) Keasaman

  Bentuk b. Bau c. Warna

  Jenis uji Satuan Persyaratan Keadaan: a.

  Dari Tabel 2 diatas dapat dilihat beberapa parameter dan jumlah kandungannya yang digunakan sebagai syarat mutu dari tepung terigu. Pada penelitian ini terdapat pengujian kadar air dan kadar protein sehingga syarat mutu yang tercantum dalam tabel diatas dapat dijadikan sebagai acuan syarat mutu dari tepung jamur tiram putih dimana untuk parameter kadar air maksimal 14,5% dan kadar protein minimal 7%.

  4

E. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Tepung Jamur Tiram Putih

  Daya simpan jamur tiram putih terbilang mudah sekali rusak setelah dipanen jamur tiram menjadi mudah berubah warna dan keriput. Seperti dikemukakan oleh Arianto dkk. (2009), jamur tiram memiliki umur simpan yang pendek atau cepat mengalami kerusakan. Produk hortikultura seperti buah dan sayur adalah produk yang masih melakukan aktivitas metabolisme setelah dipanen. Kerusakan produk dapat disebabkan kontaminasi mikroba, pengaruh suhu dan udara, serta kadar air.

  Menurut Widyastuti dkk. (2012) melalui penelitiannya, jamur tiram dapat diolah menjadi tepung yang bertujuan agar dapat memperpanjang daya simpan jamur tiram. Hasil pengeringan yang dilakukan peneliti dengan suhu 40 C selama 24 jam menunjukkan warna tepung yang relatif putih dan halus. Rata-rata bobot kering tepung jamur tiram putih sekitar 11% dari bobot basah dan cukup mudah untuk dimasukkan ke dalam kapsul.

  Proses pengeringan jamur tiram ini memerlukan kombinasi suhu dan lama pengeringan yang tepat agar menghasilkan output berupa tepung yang halus dan hasil yang baik. Tepung jamur tiram ini nantinya dapat diaplikasikan untuk olahan daging tiruan, nugget, sosis, dan flake. Pada olahan daging tiruan dengan substitusi tepung jamur tiram, daging tiruan yang dihasilkan tidak mengandung lemak hewani dan tidak mengandung kolesterol sehingga baik untuk kesehatan (Widyastuti dkk ,2012).

F. Antioksidan

  Antioksidan merupakan senyawa yang terdapat secara alami dalam hampir semua bahan pangan, akan tetapi jika bahan tersebut diolah, maka senyawa tersebut dapat mengalami kerusakan sehingga fungsinya berkurang. Antioksidan merupakan substansi yang berfungsi sebagai penghambat radikal yang berpotensi untuk autooksidasi (Giese, 1996). Menurut Gordon (1990) antioksidan adalah zat yang dalam konsentrasi rendah dapat mencegah atau memperlambat kerusakan pada bahan makanan akibat oksidasi. Sifat antioksidan yang diharapakan meliputi: harus efektif pada konsentrasi rendah, tidak beracun, mudah dan aman dalam penanganannya, tidak memberi sifat yang tidak dikehendaki seperti perubahan warna, bau, citarasa dan tahan pada temperatur penggorengan (Stuckey, 1968).

  Fungsi utama antioksidan digunakan untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi lemak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, masa pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan. Antioksidan tidak hanya digunakan dalam industri farmasi, tetapi juga digunakan secara luas dalam industri makanan, industri karet, dan sebagainya (Tahir dkk., 2003).

  Secara kimiawi antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron, sedangkan secara biologi suatu antioksidan adalah semua senyawa yang dapat menangkap radikal bebas dan spesies oksigen yang reaktif (Hailliwel dan Gutterridge, 2000; Arivazhagan dkk, 2000). Berdasarkan mekanismenya dalam menghambat oksidasi, antioksidan dibedakan menjadi 2 bagian yaitu antioksidan primer dan antioksdan sekunder (Hudson, 1990; Shahidi, 1997).

  1. Antioksidan primer bekerja sebagai pemutus reaksi berantai dan bereaksi dengan radikal lipid membentuk produk yang lebih stabil. Antioksidan primer adalah meliputi senyawa fenolik dan senyawa-senyawa alami flavonoid.

  2. Antioksidan sekunder bekerja dengan memperlambat laju autooksidasi atau tahap inisiasi melalui berbagai mekanisme. Antioksidan sekunder meliputi vitamin C, asam askorbat, askorbil palmitat, asam eritorbat, serta natrium eritobrat yang dapat menstabilkan produk pangan berlemak.

  Pokorny dkk. (2001) menyatakan bahwa antioksidan merupakan komponen yang dapat menunda serta mencegah ketengikan akibat reaksi oksidasi.

  Penundaan ketengikan oleh antioksidan terjadi pada periode induksi. Penambahan antioksidan pada akhir periode tersebut sangat efektif untuk menunda peningkatan ketengikan pada makanan. Terdapat 3 macam antioksidan yaitu enzim di dalam tubuh yang berperan sebagai antioksidan antara lain superoxide dismutase (SOD),

  

glutathione peroxidase , peroxidase dan catalase; antioksidan alami yang

  diperoleh dari tanaman atau hewan antara lain tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik; antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia antara lain butylated hydroxyanisol (BHA), buylated hydroxytoluena (BHT), tertiary butyl hydroquinone (TBHQ).

G. Senyawa Fenolik

  Senyawa fenolik merupakan sekelompok metabolit sekunder yang mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen gugus hidroksi (OH) yang berasal dari jalur metabolisme asam siklimat dan fenil propanoid. Fenol memiliki rumus kimia C

  6 H

  5

  0H. Senyawa-senyawa fenolik umumnya ditemukan pada tanaman dalam bentuk glikosida atau esternya (Proestos dkk., 2006).

  Senyawa golongan fenol diketahui sangat berperan terhadap aktivitas antioksidan, semakin besar kandungan senyawa golongan fenolnya maka semakin besar aktivitas antioksidannya (Kiessoun dkk., 2010; Shahwar dkk., 2010). Senyawa-senyawa fenolik mempunyai sejumlah aktivitas biologis termasuk antioksidan (Kahkonen dkk., 1999). Karena senyawa fenolik mampu menangkap radikal bebas (Gill dkk., 2002), sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya jantung koroner apabila antioksidan dan fenolik alami dikonsumsi secara berlebihan terutama dari sayur-sayuran dan buah-buahan (Ghiselli dkk., 1998). Senyawa fenolik mampu melindungi tanaman dari radiasi ultraviolet dan patogen (Akowuah dkk., 2004).

  Fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah menguap, sensitif terhadap cahaya dan oksigen, serta bersifat antiseptik. Kadar fenol tersebut akan menurun antara lain dengan perlakuan pencucian, perebusan, dan proses pengolahan lebih lanjut untuk dijadikan produk yang siap dikonsumsi (Gill dkk., 2002).

H. Hipotesis

  Suhu dan lama pengeringan diduga mempengaruhi rendemen, warna, densitas curah, kadar air, kadar protein, aktivitas antioksidan, dan kadar total fenol dari tepung jamur tiram putih.