PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita maxima)

(1)

ABSTRACT

EFFECT OF TEMPERATURE AND DRYING TIME ON CHEMICAL AND ORGANOLEPTIC PROPERTIES OF PUMPKINS FLOUR

(Cucurbita maxima)

By

DIAN FREDY PUTRI

The research in this phase was prepared by a multiple treatment in a structured Complete Randomised Group Design. The factors investigated in this phase were the temperature (T) which consisted of 3 levels which is 55 ºC (T1), 65 ºC (T2) and 75 ºC (T3), and drying time which consisted of 3 leveles which is 24 hours (L1), 28 hours (L2) and 32 hours (L3). The overall research was carried out in three replications and then the data were analyzed by using Bartlett Test. Tuckey Test was used for their homogenity and additivity. Then they were analyzed further using Polynomial Orthogonals Test each at level 1% or 5% to look for differences between the bleaching process.

The results showed drying temperature of 65 ºC and the drying time of 32 hours produced flour with the best characteristics of chemical and organoleptic

properties, that is water content 12,30 %, fat content 1,29 %, fiber content 10,82 %, carbohydrate content 69,49 %, appearance scores 3,1 and overall acceptance scores 3,2.


(2)

(3)

ABSTRACT

EFFECT OF TEMPERATURE AND DRYING TIME ON CHEMICAL AND ORGANOLEPTIC PROPERTIES OF PUMPKINS FLOUR

(Cucurbita maxima)

By

DIAN FREDY PUTRI

The research in this phase was prepared by a multiple treatment in a structured Complete Randomised Group Design. The factors investigated in this phase were the temperature (T) which consisted of 3 levels which is 55 ºC (T1), 65 ºC (T2) and 75 ºC (T3), and drying time which consisted of 3 leveles which is 24 hours (L1), 28 hours (L2) and 32 hours (L3). The overall research was carried out in three replications and then the data were analyzed by using Bartlett Test. Tuckey Test was used for their homogenity and additivity. Then they were analyzed further using Polynomial Orthogonals Test each at level 1% or 5% to look for differences between the bleaching process.

The results showed drying temperature of 65 ºC and the drying time of 32 hours produced flour with the best characteristics of chemical and organoleptic

properties, that is water content 12,30 %, fat content 1,29 %, fiber content 10,82 %, carbohydrate content 69,49 %, appearance scores 3,1 and overall acceptance scores 3,2.


(4)

(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius dan tepat, sehingga menjadi bentuk pangan yang lebih stabil secara biologis, fisik maupun kimia. Penanganan pascapanen tersebut di dalamnya termasuk proses pengolahan dan pengawetan pangan.

Labu Kuning (Cucurbita maxima) adalah salah satu hasil pertanian yang mempunyai umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan buah-buahan hasil pertanian lain. Buah labu yang cukup tua ketika dipetik dan tanpa cacat dapat disimpan pada suhu kamar selama kurang lebih enam bulan tanpa banyak mengalami perubahan. Hal tersebut dikarenakan labu kuning memiliki kulit yang tebal, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama (Astawan, 2004).

Walaupun demikian, sampai saat ini pemanfaatan buah labu masih terbatas pada skala rumah tangga diantaranya sebagai sayur, kolak, dodol, atau dikukus dan dimakan bersama kelapa parut (Widowati et al., 2003; Yuliani et al., 2003). Diversifikasi pangan dengan basis tepung lebih mudah diterima oleh masyarakat. Dengan bentuk tepung, penggunaannya juga lebih fleksibel karena dapat dipakai sebagai bahan baku atau campuran (composite flour) dalam pembuatan roti, mie,


(6)

kue, jajan pasar dan sebagainya. Disamping itu, teknologi pembuatan tepung sendiri sudah dikenal masyarakat, baik skala kecil maupun skala sedang. Teknologi

pembuatan roti dan mie juga telah memasyarakat dan pasar produk olahan tepung cukup luas. Jagung sebagai makanan pokok sebagian penduduk kita, juga mulai ditinggalkan karena cara memasaknya sulit dan memerlukan bahan bakar lebih banyak. Makanan dari gaplek dianggap inferior, bahkan kalau ada penduduk yang makan tiwul dari gaplek dianggap kekurangan pangan. Dengan demikian,

diversikasi pangan yang memiliki prospek secara ekonomi adalah diversifikasi pangan yang berbasis tepung (Gafar, 2010).

Produk tepung mempunyai kadar air yang rendah, sehingga memiliki kestabilan mikrobiologis maupun kimia yang lebih baik. Dalam bentuk tepung, volume dari bahan segar menjadi berkurang serta terjadi penurunan komposisi nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, C dan B. Namun demikian, diharapkan penurunan komposisi nutrisi labu relatif tidak banyak. Pemanfaatan labu menjadi produk tepung yang mempunyai daya simpan lama dan sekaligus berupa produk olahan yang disukai oleh konsumen yaitu seperti pembuatan kue-kue kering (cookies), cake, kue-kue basah serta mie memerlukan proses pengolahan yang tepat sehingga dihasilkan produk yang bermutu tinggi baik tekstur, sifat-sifat fungsional maupun kandungan gizinya. Labu kuning merupakan sumber karbohidrat yang mengandung karotenoid yang memiliki sifat fungsional sebagai antioksidan, sehingga dapat mencegah penuaan, kanker, diabetes dan katarak. Selain itu, buah labu kuning mengandung pati, hal inilah yang

membedakan labu kuning dengan buah-buahan lainnya, sehingga labu kuning dapat diolah menjadi tepung (Hendrasty, 2003).


(7)

Suhu pengeringan merupakan salah satu faktor penting penentu mutu suatu produk. Penggunaan suhu yang tidak tepat akan mempengaruhi nilai suatu produk dan akan menyebabkan produk tersebut rusak. Maka dari itu, diperlukan suhu yang tepat untuk mendapatkan produk yang bermutu baik. Penggunaan suhu yang tidak tepat, akan menyebabkan kerusakan pada sifat fisik tepung labu, pengurangan kandungan gizi pada sifat kimia tepung labu, serta mengurangi nilai guna pada sifat fungsional tepung labu.

Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses

pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi (Maharani, 2009). Selain itu, lama pengeringan juga berpengaruh terhadap kadar air suatu produk semakin lama waktu pengeringan maka semakin berkurangnya kadar air di dalam tepung labu kuning dan dapat memperpanjang waktu umur simpannya. Temperatur pengeringan yang optimal digunakan adalah 70°C karena jika temperaturnya > 70°C, maka mutu tepung labu kuning akan tidak bagus karena warnanya akan kehitaman dan kadar gizinya pun akan semakin mengurang disebabkan tepungnya sudah hangus. Untuk melakukan pengeringan baiknya digunakan alat pengering oven kerena kadar airnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan alat pengering lain (Maulana, 2009). Lama pengeringan juga dapat mempengaruhi hasil akhir dari suatu produk (tepung labu kuning) karena dengan waktu pengeringan yang tidak


(8)

teratur maka tepung tersebut akan cepat membusuk karena aktifitas water (Aw) masih banyak terkandung didalam tepung labu kuning tersebut.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka diperlukan penelitian pada proses pengolahan tepung Labu Kuning berdasarkan pengaruh suhu dan lama pengeringannya terhadap sifat fisik kimia dan organoleptik dari tepung labu kuning (Cucurbita maxima) sebagai dasar dalam pengembangan produk lebih lanjut.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap sifat kimia dan organoleptik dari tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima).

C. Kerangka Pemikiran

Pengolahan produk setengah jadi antara lain untuk diversifikasi produk olahan, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan.

Tepung labu kuning adalah produk awetan yang dapat dijadikan alternatif untuk memperpanjang umur simpan, memudahkan penyimpanan dan transportasi, memperluas jangkauan pemasaran dan mudah diolah menjadi produk-produk lain seperti: cake, muffin, roti kering, kudapan, lauk pauk dan untuk campuran makanan bayi. Bahan sisanya yang berupa biji dapat dimanfaatkan untuk membuat minyak.


(9)

Sifat fisik tepung labu kuning, yaitu berwarna putih kekuningan, tidak mudah lengket dan beraroma khas labu kuning. Tepung labu kuning lebih unggul dari tepung terigu dan tepung beras karena kandungan gizinya. Tepung labu kuning kaya akan vitamin A, B, dan C serta beberapa mineral penting, selain itu rasanya lebih spesifik dan disukai konsumen (Culture, 2011).

Dalam pembuatan tepung labu, diperlukan pengurangan kadar air pada saat pengolahan. Lama perendaman dalam kapur mempengaruhi kadar air tepung. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perendaman 2 jam memberikan kadar air lebih kecil dibandingkan dengan perendaman 1 jam. Lama perendaman akan meningkatkan kekerasan bahan karena akan terjadi ikatan antara kalsium dengan pektin dalam buah sehingga terbentuk kalsium pektat yang keras dan mudah dikeringkan (Anonima, 2004).

Produk tepung labu kuning yang mempunyai kadar air rendah, memiliki

kestabilan mikrobiologis maupun kimia yang lebih baik. Dalam bentuk tepung, volume dari bahan segar menjadi berkurang serta terjadi penurunan komposisi nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, C dan B. Namun demikian, diharapkan penurunan komposisi nutrisi labu relatif tidak banyak. Pemanfaatan labu kuning menjadi produk tepung yang mempunyai daya simpan lama dan sekaligus menjadi bahan baku produk yang disukai oleh konsumen yaitu dalam pembuatan kue-kue kering (cookies), cake, kue-kue basah serta mie memerlukan proses pengolahan yang tepat sehingga dihasilkan produk yang bermutu tinggi baik tekstur, sifat-sifat fungsional maupun kandungan gizinya.


(10)

Penggunaan suhu dan lama pengeringan yang tidak tepat, akan menyebabkan kerusakan pada sifat fisik tepung labu, pengurangan kandungan gizi pada sifat kimia tepung labu, serta mengurangi nilai guna pada sifat fungsional tepung labu. Suhu pengeringan yang optimal digunakan adalah 70°C untuk komoditas buah, karena jika suhunya lebih dari 70°C maka mutu dan kadar gizi akan berkurang karena tepungnya sudah hangus. Untuk melakukan pengeringan sebaiknya digunakan alat pengering oven karena kadar air produk yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan alat pengering lain, seperti spray dryer, dan sebagainya. Adapun pengeluaran uap panas dari bahan ke ruangan pada saat pengeringan dikarenakan adanya perbedaan tekanan uap (Maulana, 2009).

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat suhu pengeringan yang menghasilkan tepung labu kuning dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik.

2. Terdapat lama pengeringan yang menghasilkan tepung labu kuning dengan sifat kimia dan organoleptikl terbaik.

3. Terdapat interaksi antara suhu dan lama pengeringan yang menghasilkan tepung labu kuning dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Labu Kuning (Cucurbita maxima)

Gambar 1. Tumbuhan labu kuning (Cucurbita maxima) Sumber : Alamendah (2010)

Tanaman labu kuning berasal dari Ambon (Indonesia). Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Dutchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L. Kelima spesies Cucurbita tersebut di Indonesia disebut labu kuning (waluh) karena mempunyai ciri-ciri yang hampir sama (Anonimb, 2010).


(12)

Tanaman labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar dari famili Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman labu kuning ini telah banyak dibudidayakan di negara-negara Afrika, Amerika, India dan Cina. Tanaman ini dapat tumbuh didataran rendah maupun dataran tinggi. Adapun ketinggian tempat yang ideal adalah antara 0–1500 m di atas permukaan laut (Hendrasty, 2003).

Penanaman labu dapat dilakukan di tanah tegalan, pekarangan, maupun di sawah setelah panen padi, baik monokultur maupun tumpangsari. Labu ditanam di tanah petak-petak, dengan mengatur tanaman berjajar, jarak tanam antara 1–1,5 meter. Dalam satu hektar dapat ditanami sekitar 5.000 tanaman. Untuk jenis lokal, buah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan, sedangkan jenis hibrida, seperti labu kuning taiwan, pada umur 85-90 hari. Apabila ditanam secara monokultur, tiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sekitar 50 ton per musim (Anonimc, 2009).

Waluh atau Buah Labu Perenggi adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia yang mana penanamannya tidak sulit, baik pembibitannya, perawatannya, hasilnya pun cukup memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat. Tanaman ini dapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah pekarangan yang kosong dapat kita manfaatkan. Intinya tanaman ini dapat ditanam di daerah Tropis maupun Subtropis (Hidayah, 2010).

Waluh (Cucurbita moschata, Dutc, ex Poir) termasuk dalam famili Cucurbitaceae. Di Jawa Barat waluh biasanya disebut sebagai “Labu Parang”, tanaman tersebut merupakan tanaman setahun yang bersifat menjalar (merambat) dengan perantaraan


(13)

alat pemegang yang berbentuk pipih. Batangnya cukup kuat dan panjang dan di permukaan batangnya terdapat bulu-bulu yang agak tajam (Heliyani, 1993).

Gambar 2. Buah labu kuning (Cucurbita maxima)

Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong atau panjang dengan banyak alur (15–30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 gram per hari. Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna hijau, sedangkan yang lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar 3 cm dan rasanya agak manis. Bobot buah rata-rata 3–5 kg. Untuk labu ukuran besar, beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah. Buah labu kuning mempunyai kulit yang sangat tebal dan keras, sehingga dapat bertindak sebagai penghalang laju respirasi, keluarnya air melalui proses penguapan, maupun masuknya udara penyebab proses oksidasi. Hal tersebutlah yang menyebabkan labu kuning relatif awet dibanding buah-buahan lainnya. Daya awet dapat mencapai enam bulan atau lebih, tergantung pada cara penyimpanannya. Namun, buah yang telah dibelah harus segera diolah karena akan sangat mudah rusak. Hal tersebut menjadi kendala dalam pemanfaatan


(14)

labu pada skala rumah tangga sebab labu yang besar tidak dapat diolah sekaligus (Anonime, 2010).

Secara taksonomi labu kuning dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Familia : Cucurbitaceae Genus : Cucurbita

Spesies : Cucurbita moschata Duch. (Anonimb, 2010).

B. Komposisi Kimia Labu Kuning (Cucurbita maxima)

Waluh/labu kuning juga sarat gizi, memiliki kandungan serat, vitamin dan karbohidrat yang tinggi. Selain itu, didalam waluh juga terkandung 34 kalori, lemak 0.8, 45 mg kalsium, dan mineral 0.8 sehingga labu kuning sangat baik dikonsumsi oleh anak-anak maupun orang tua, karena kandungan gizi yang terdapat didalamnya sangat baik untuk kesehatan tubuh. Pada anak-anak dapat digunakan untuk menambah nafsu makan dan sebagai obat cacingan (Hidayah, 2010).

Labu kuning (Cucurbita maxima) atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A, B dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung antioksidan sebagai penangkal pelbagai jenis kanker. Sifat labu yang lunak dan mudah dicerna serta mengandung karoten (pro vitamin A) cukup tinggi, serta dapat


(15)

menambah warna menarik dalam olahan pangan lainnya. Tetapi, sejauh ini pemanfaatannya belum optimal (Anonimf, 2008).

Labu kuning mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga sangat berpotensi untuk diolah menjadi tepung labu kuning. Secara lengkap labu kuning mempunyai kandungan gizi sebagai berikut :

Tabel 1. Komposisi zat gizi labu kuning per 100 gram bahan

Komponen Jumlah

Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) b.d.d (%) 29 1,1 0,3 6,6 45 64 1,4 180 0,08 52 91,2 77 Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996).

C. Prinsip Pengeringan

Pengolahan pangan merupakan upaya alternatif dalam rangka meningkatkan nilai ekonomi serta menambah umur simpan produk. Salah satu proses pengolahan pangan adalah pengeringan yaitu proses mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dalam suatu bahan (Winarno et al., 1980), merupakan salah satu tahap pengolahan untuk menghasilkan produk berbentuk tepung. Walaupun melalui serangkaian proses yang rumit serta biaya produksi yang tinggi, dalam kondisi labu melimpah saat


(16)

panen maka pembuatan tepung merupakan alternatif penyimpanan labu agar lebih awet sehingga dapat tersedia setiap saat (Widowati et al., 2003).

Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan cara pemanasan yang digunakan. Dengan sangat terbatasnya kadar air pada bahan yang telah dikeringkan, maka enzim-enzim yang ada pada bahan menjadi tidak aktif dan mikroorganisme yang ada pada bahan tidak dapat tumbuh, bahkan beberapa jenis dimatikan karena mikroorganisme seperti umumnya jasad hidup yang lain membutuhkan air untuk proses metabolismenya. Mikroorganisme hanya dapat hidup dan melangsungkan pertumbuhannya pada bahan dengan kadar air tertentu. Walaupun setelah proses pengeringan secara fisik masih terdapat (tersisa) molekul-molekul air yang terikat, tetapi molekul-molekul air tersebut tidak dapat dipergunakan oleh mikrooganisme. Disamping itu enzim tidak mungkin aktif pada bahan yang sudah dikeringkan, karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai medianya.


(17)

Berdasarkan hal tersebut, berarti kalau kita bermaksud mengawetkan bahan melalui proses pengeringan, maka harus diusahakan kadar air yang tertinggal tidak mungkin dipakai untuk aktivitas enzim dan mikroorganisme. Mekanisme keluarnya air dari dalam bahan selama pengeringan adalah sebagai berikut:

1. Air bergerak melalui tekanan kapiler.

2. Penarikan air disebabkan oleh perbedaan konsentrasi larutan disetiap bagian bahan.

3. Penarikan air ke permukaan bahan disebabkan oleh absorpsi dari lapisan-lapisan permukaan komponen padatan dari bahan.

4. Perpindahan air dari bahan ke udara disebabkan oleh perbedaan tekanan uap (Anonimg, 2011).

D. Pembuatan Tepung Labu Kuning

Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam

distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air relatif sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati (Anonimc, 2009).


(18)

Pada umumnya buah-buahan dan umbi-umbian mudah mengalami pencokelatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi oleh udara sehingga terbentuk reaksi pencokelatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic). Pencokelatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa fenol yang dikatalisis oleh enzim polifenol oksidase.

Untuk menghindari terbentuknya warna cokelat pada bahan pangan yang akan dibuat tepung, dapat dilakukan melalui pencegahan sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara. Caranya, rendam dalam air (atau larutan garam 1 persen) dan/atau menginaktifkan enzim dalam proses blansir (perlakuan uap air panas).

Tahapan pembuatan tepung dari buah labu kuning sebagai berikut: Labu kuning (Cucurbita maxima) dipilih yang sudah matang. Setelah dikupas kulitnya, labu dibelah-belah dan dilakukan pemblansiran, yaitu perlakuan dengan uap panas selama 5-10 menit. Dalam skala rumah tangga, tahapan ini dapat dilakukan seperti mengukus nasi tetapi tidak perlu ditutup. Selanjutnya labu dirajang dengan ketebalan 0,1-0,3 cm. Hasil perajangan tersebut dinamakan sawut. Pengeringan sawut dilakukan sampai diperoleh kadar air sekitar 14 persen (Anonimc, 2009).

Agar lebih efisien, penepungan sawut dilakukan dalam dua tahapan, yaitu penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh), dan penggilingan/penepungan menggunakan saringan lebih halus (80 mesh). Penggilingan sawut kering menjadi tepung labu kuning dapat menggunakan mesin penepung beras (Anonimc, 2009).


(19)

E. Tepung Labu Kuning

Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60 mesh, berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning, kadar air ± 13%. Kondisi fisik tepung labu kuning ini sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan dasar dan suhu

pengeringan yang digunakan. Semakin tua labu kuning, semakin tinggi kandungan gulanya. Oleh karena kandungan gula labu kuning yang tinggi ini, apabila suhu yang digunakan pada proses pengeringan terlalu tinggi, tepung yang dihasilkan akan bergumpal dan berbau karamel (Hendrasty, 2003).

Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma khas. Secara umum, tepung tersebut berpotensi sebagai pendamping terigu dan tepung beras dalam berbagai produk olahan pangan. Produk olahan dari tepung labu kuning mempunyai warna dan rasa yang spesifik, sehingga lebih disukai oleh konsumen.

Kualitas tepung labu kuning ditentukan oleh komponen penyusunnya yang menentukan sifat fungsional adonan maupun produk tepung yang dihasilkan serta suspensinya dalam air. Tepung labu kuning mempunyai kualitas tepung yang baik karena mempunyai sifat gelatinisasi yang baik, sehingga akan dapat membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas maupun elastisitas yang baik, sehingga roti yang dihasilkan akan berkualitas baik pula. Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi. Karbohidrat ini sangat berperan dalam pembuatan adonan pati. Granula pati akan melekat pada protein selama pembentukan adonan.

Kelekatan antara granula pati dan protein akan menimbulkan kontinuitas struktur adonan (Hendrasty, 2003).


(20)

Adapun enzim yang terkandung dalam tepung labu kuning adalah amylase, protease, lipase dan oksidase. Enzim amylase akan menghidrolisis pati menjadi maltosa dan dekstrin, sedangkan enzim protease berperan dalam pemecahan protein sehingga akan mempengaruhi elastisitas gluten (Sufi, 1999).

Sifat kimia dari tepung labu kuning dapat dilihati pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Kandungan gizi labu kuning

Komponen Labu Segar Tepung Labu

Referens*) Referens**) Referens**)

Kadar air (%) 92,69 89,47 12,01

Protein (%) 0,59 1,19 7,83

Abu (%) 0,46 0,7 8,56

Lemak (%) 0,05 0,16 1,05

Serat kasar (%) 0,46 0,87 3,48

Karbohidrat (%) 5,47 8,48 7055

Pektin (%bk) 9,2 0,62 0,09

Pati (%bk) 31,92 – –

β-karoten (μg/g) – 1.187,23 222,81

Gula 41,06 – –

Sumber: *) Budiman et al. (1984); **) Usmiati et al. (2004

Tabel 3. Syarat mutu organoleptik tepung terigu menurut SNI 3751-2009 Keadaan Persyaratan

Bentuk Bau Warna Rasa

Serbuk halus

Normal (bebas dari bau asing) Putih kekuningan

Normal

Adapun sifat kimiawi dari tepung labu kuning dibandingkan dengan tepung lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.


(21)

Tabel 4. Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan

Komoditas Kadar (%)

Air Abu Protein Lemak Karbohidrat Pisang Sukun Labu kuning Ubi kayu Ubi jalar 10,11 9,09 11,14 7,80 7,80 2,66 2,83 5,89 2,22 2,16 3,05 3,64 5,04 1,60 2,16 0,28 0,41 0,08 0,51 0,83 84,01 84,03 77,65 87,87 86,95 Sumber: Widowati et al. (2003)

Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan protein tepung labu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan tepung pisang, tepung sukun, tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar.

F. Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning

Labu kuning mengandung karotenoid (betakaroten), Vitamin A dan C, mineral, lemak serta karbohidrat. Daunnya berfungsi sebagai sayur dan bijinya bermanfaat untuk dijadikan kuaci. Air buahnya berguna sebagai penawar racun binatang berbisa, sementara bijinya menjadi obat cacing pita. Daging buahnya pun mengandung antioksidan sebagai penangkal kanker. Labu kuning juga dapat digunakan untuk penyembuhan radang, pengobatan ginjal, demam dan diare (Anonimb, 2010). Pada buah labu kuning terdapat kandungan kimia seperti saponin, flavanoid dan tanin. Kandungan kimia pada waluh inilah yang akan berfungsi untuk mengurangi kadar gula dalam darah, menjadi sumber anti-bakteri dan anti-virus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mengurangi terjadinya penggumpalan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan aktifitas vitamin C sebagai antioksidan mencegah oksidasi LDL kolesterol yang dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh arteri (proses awal terjadinya atherosklerosis) dan menghambat


(22)

penggumpalan keping-keping darah sehingga baik untuk orang yang sudah mulai penempelan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau orang pasca serangan/ stroke, serta dapat digunakan sebagai pengikat protein dan pelindung protein dari degradasi mikroba rumen.

Produk tepung mempunyai kadar air yang rendah, sehingga memiliki kestabilan mikrobiologis maupun kimia yang lebih baik. Dalam bentuk tepung, volume dari bahan segar menjadi berkurang serta terjadi penurunan komposisi nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, C dan B. Namun demikian, diharapkan penurunan komposisi nutrisi labu relatif tidak banyak. Pemanfaatan labu menjadi produk tepung yang mempunyai daya simpan lama dan sekaligus berupa produk olahan yang disukai oleh konsumen yaitu seperti

pembuatan kue-kue kering (cookies), cake, kue-kue basah serta mie memerlukan proses pengolahan yang tepat sehingga dihasilkan produk yang bermutu tinggi baik tekstur, sifat-sifat fungsional maupun kandungan gizinya. Labu kuning merupakan sumber karbohidrat yang mengandung karotenoid yang memiliki sifat fungsional sebagai antioksidan, sehingga dapat mencegah penuaan, kanker, diabetes dan katarak (Hendrasty, 2003).

Oleh karena itu, waluh sangat bagus untuk dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki kandungan gizi yang baik untuk kesehatan tubuh. Apalagi dengan harganya yang terjangkau dan mudah didapat sehingga memudahkan masyarakat untuk mengkonsumsinya (Anonimd, 2010).


(23)

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012.

B. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah labu kuning (Cucurbita maxima) dengan tingkat kematangan masak (ripe), air, aquades, serta bahan kirnia yang digunakan untuk analisis.

Peralatan yang digunakan antara lain adalah timbangan, pisau, pengering (oven), rotavapor, spectrophotometer, chromameter, desikator, tanur, pompa vacuum, kertas saring, aluminium foil, plastik PE, pipet tetes, erlenmeyer, cawan porselen, gelas ukur, baskom, plastik, wadah aluminium, hot plate, sendok.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL), tiga ulangan dan dua faktor, yaitu faktor pertama suhu (T) terdiri dari suhu


(24)

55 °C (T1), 65 °C (T2) dan 75 °C (T3), faktor kedua yaitu lama pengeringan (L) terdiri dari lama pengeringan selama 24 jam (L1), 28 jam (L2) dan 32 jam (L3). Data yang diperoleh dihitung rata-ratanya, diuji kesamaan ragamnya dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey, dan anara. Analisis data dilanjutkan menggunakan uji Polinomial Ortogonal pada taraf nyat 1% atau 5%.

D. Pelaksanaan Penelitian

Labu kuning yang digunakan pada penelitian ini ialah labu kuning yang sudah masak (ripe). Setelah dikupas kulitnya, labu dipotong-potong dan dilakukan pemblansiran, yaitu perlakuan dengan uap panas selama 5-10 menit. Dalam skala rumah tangga, tahapan ini dapat dilakukan seperti mengukus nasi tetapi tidak perlu ditutup. Selanjutnya labu dirajang dengan ketebalan 0,1-0,3 cm. Hasil perajangan tersebut dinamakan sawut. Pengeringan sawut dilakukan sampai diperoleh kadar air sekitar 14 persen.

Suhu pengeringan sawut terdiri dari suhu 55 °C, 65 °C dan 75 °C (T3) dengan lama pengeringan 24 jam, 28 jam dan 32 jam. Penepungan sawut dilakukan dalam dua tahapan, yaitu 1) penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh), dan 2) penggilingan/ penepungan menggunakan saringan lebih halus (80 mesh). Penggilingan sawut kering menjadi tepung labu kuning dapat menggunakan mesin penepung beras. Diagram alir pembuatan tepung labu dapat dilihat pada Gambar 3.


(25)

Gambar 3. Diagram alir pembuatan tepung labu kuning Sumber: Hendrasty (2003) dimodifikasi

Labu Kuning

Pengupasan Kulit Labu Kuning Pencucian

Pemotongan Pemblansiran Perlakuan dengan uap panas

selama 10 menit

Perajangan Dirajang dengan ketebalan

0,3 cm

Sawut Pengeringan Pada suhu 55 °C (T1), 65

°C (T2) dan 75 °C (T3)

Lama Pengeringan 24 jam (L1), 28 jam

(L2) dan 32 jam (L3) Penepungan I

Butiran lolos saringan ukuran 20 mesh

Penepungan II Butiran lolos saringan

ukuran 80 mesh

Tepung Labu Kuning


(26)

E. Pengamatan

1. Uji Antioksidan

Uji antioksidan digunakan untuk mengetahui sifat fungsional Tepung Labu Kuning. Pengujian dilakukan dengan metode HPLC di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.

2. Kadar Air

Kadar air tepung labu kuning diuji dengan metode gravimetri AOAC (1995). Sejumlah sampel (kurang lebih 5 g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 - 105oC selama 3 – 5 jam lalu dinginkan dalam desikator lalu timbang, lakukan hingga diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)

c = berat sampel awal (g)

3. Kadar Abu

Pengujian kadar abu tepung labu kuning dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri AOAC (1995). Cawan porselen dikeringkan dalam oven bersuhu 400 -600o C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 - 5 gram sampel dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya sampel

Kadar air = c – (a - b) x 100% c


(27)

dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian pijarkan di dalam tanur listrik pada suhu 400 - 600oC selama 4 - 6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator selanjutnya ditimbang, lakukan hingga diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus:

4. Kadar Lemak

Kadar lemak tepung labu kuning diuji menggunakan metode soxhlet AOAC (1995). Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110o C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut

kloroform. Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100o C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

5. Kadar Protein

Kadar protein tepung labu kuning diuji dengan metode Gunning AOAC (1995). Sejumlah kecil sampel (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N) yaitu sekitar 0,1 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml.

Kadar lemak (%) = berat lemak (g) x 100% berat sampel (g)

Kadar abu = berat abu (g) x 100% berat sampel (g)


(28)

Kemudian tambahkan 10 gr K2S atau Na2SO4 anhidrat, dan 10 – 15 ml H2SO4

pekat. Kalau distruksi sukar dilakukan perlu ditambah 0,1 – 0,3 gr CuSO4 dan

gojok. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi.

Panaskan labu Kjeldahl sampai ammonia menguap semua, distilat ditampung dalam erlenmeyer berisi 25 ml HCL 0,1N yang sudah diberi indikator PhenolPtalein 1 % beberapa tetes. Distilasi diakhiri setelah distilat tertampung sebanyak 150 ml atau setelah distilat yang keluar tak bersifat basis. Penetapan untuk blanko juga

dilakukan.

Kadar N (%) = (ml HCl – ml blanko) x N x 14,007 x 100 mg sampel

6. Kadar Serat Kasar

Penentuan kadar kasar tepung labu kuning dilakukan dengan cara perhitungan kasar (Subandi, 2011) dengan menggunakan rumus:

7. Kadar Karbohidrat (By Difference)

Penentuan kadar karbohidrat tepung labu kuning dilakukan dengan cara perhitungan kasar dengan menggunakan rumus:

Kadar protein = % N x faktor konversi (6,25)

Kadar serat kasar = (kertas saring + residu) – kertas saring x 100% sampel


(29)

Keterangan : P = kadar protein (%) KA = kadar air (%) A = kadar abu (%) L = kadar lemak (%) S = kadar serat kasar (%)

8. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan dengan menggunakan uji skoring meliputi pengujian terhadap warna, tekstur, rasa dan aroma, sedangkan untuk penerimaan keseluruhan dilakukan dengan uji hedonik. Penilaian dilakukan dengan

menggunakan 15 orang panelis (Nuraini dan Nawansih, 2006). Adapun Skor penilaian dapat dilihat pada kuisioner berikut ini.


(30)

1. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji skoring meliputi pengujian terhadap warna dan tekstur, sedangkan untuk parameter rasa, aroma, dan penerimaan keseluruhan dilakukan dengan uji hedonik. Penilaian dilakukan dengan

menggunakan 20 orang panelis yang sudah biasa mengkonsumsi roti (Nuraini dan Nawansih, 2006). Adapun Skor penilaian dapat dilihat pada kuisioner di bawah ini.

Nama : Produk : Tepung Labu Kuning

Tanggal :

Dihadapan Anda disajikan sampel tepung labu kuning. Anda diminta untuk mengevaluasi sampel tersebut satu-persatu, yaitu warna, penampakan tekstur, aroma, dan penerimaan keseluruhan. Berikan penilaian anda dengan cara menuliskan skor di bawah kode sampel pada tabel penilaian berikut :

Penilaian 279 114 253 388 513 473 236 121 545 Warna

Penampakan

Aroma

Tekstur

Penerimaan keseluruhan

Keterangan skor mutu uji skoring tepung labu kuning :

Warna Penampakan

Kuning : 5 Tidak Menggumpal : 5

Kuning kecoklatan : 3 Sedikit Menggumpal : 3

Coklat : 1 Menggumpal : 1

Aroma Tekstur

Sangat khas labu : 5 Sangat Halus : 5

Agak khas labu : 3 Halus : 4

Tidak khas labu : 1 Agak Halus : 3

Kasar : 2

Sangat Kasar : 1 Keterangan skor mutu uji hedonik tepung labu kuning :

Penerimaan keseluruhan Sangat suka : 5

Suka : 4

Agak suka : 3

Tidak suka : 2


(31)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Suhu pengeringan 65 °C dan lama pengeringan 32 jam (T2L3) menghasilkan tepung dengan karakteristik terbaik, yaitu kadar air 12,30 %, kadar protein 8,51 %, kadar serat 10,82 %, kadar abu 6,44 %, kadar lemak 1,26 %, kadar karbohidrat 60,66 %, skor warna 2,9, skor penampakan 2,7, skor aroma 2,9, skor tekstur 3,1 dan skor penerimaan keseluruhan 2,9.

2. Hasil analisis untuk uji antioksidan tepung labu kuning T2L3 diketahui kandungan atioksidannya sebesar 638,59 ppm. Hasil tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian uji antioksidan untuk Tepung Kulit Buah Manggis yang diperoleh Widayanti et al. (2009) yaitu sebesar 800 ppm.

B. Saran

Penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan bahan baku labu kuning pada tingkat kematangan mature untuk pembuatan tepung labu kuning.


(32)

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP

SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TEPUNG LABU

KUNING (

Cucurbita maxima

)

(Skripsi)

Oleh

DIAN FREDY PUTRI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(33)

(34)

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP

SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TEPUNG LABU

KUNING

(Cucurbita maxima)

Oleh

DIAN FREDY PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(35)

(36)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tumbuhan labu kuning (Cucurbita maxima). ... 7

2. Buah labu kuning (Cucurbita maxima). ... 9

3. Diagram alir pembuatan tepung labu kuning ... 21

4. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air tepung labu kuning (Cucurbita maxima) pada masing-masing lama pengeringan ... 27

5. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar serat tepung labu kuning (Cucurbita maxima) pada masing-masing level lama pengeringan ... 30

6. Pengaruh suhu pengeringan terhadap warna tepung labu kuning (Cucurbita maxima) pada masing-masing level lama pengeringan ... 32

7. Pengaruh suhu pengeringan terhadap penampakan tepung labu kuning (Cucurbita maxima) pada masing-masing level lama pengeringan ... 34

8. Pengaruh suhu pengeringan terhadap aroma tepung labu kuning (Cucurbita maxima) ... 35

9. Pengaruh suhu pengeringan terhadap tekstur tepung labu kuning (Cucurbita maxima) ... 36

10. Pengaruh suhu pengeringan terhadap penerimaan keseluruhan tepung labu kuning (Cucurbita maxima) pada masing-masing level lama pengeringan ... 38

11. Bahan yang digunakan, Labu Kuning (Cucurbita maxima). ... 81

12. Proses pengupasan labu kuning (Cucurbita maxima) ... 81

13. Proses blanching ... 82


(37)

15. Sawut yang siap dikeringkan... 82

16. Proses pengeringan sawut menggunakan drying oven ... 83

17. Sawut yang sudah kering... 83

18. Proses pengayakan ... 83

19. Tepung labu kuning ... 84

20. Proses pengabuan ... 84

21. Proses ekstraksi ... 84

22. Hidrolisis serat... 85

23. Proses distilasi ... 85

24. Hasil distruksi ... 86

25. Hasil titrasi protein ... 86


(38)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Kerangka Pemikiran ... 4

D. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Labu Kuning (Cucurbita maxima) ... 7

B. Komposisi Kimia Labu Kuning (Cucurbita maxima) ... 10

C. Prinsip Pengeringan ... 11

D. Pembuatan Tepung Labu Kuning ... 13

E. Tepung Labu Kuning ... 15

F. Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning ... 17

III. BAHAN DAN METODE ... 19

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

B. Bahan dan Alat ... 19

C. Metode Penelitian ... 19


(39)

E. Pengamatan ... 22

1. Uji Antioksidan ... 22

2. Kadar Air ... 22

3. Kadar Abu ... 22

4. Kadar Lemak ... 23

5. Kadar Protein ... 23

6. Kadar Serat Kasar ... 24

7. Kadar Karbohidrat (By Difference) ... 24

8. Uji Organoleptik ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Sifat Kimia ... 27

1. Kadar Air ... 27

2. Kadar Serat ... 29

B. Organoleptik ... 31

1. Warna ... 31

2. Penampakan ... 33

3. Aroma ... 35

4. Tekstur ... 36

5. Penerimaan Keseluruhan ... 37

C. Penentuan Perlakuan Terbaik ... 39

D. Sifat Fungsional ... 41

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. Simpulan ... 43

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 47

Tabel 6–49 ... 48


(40)

(41)

Alamendah., 2010. Labu Tumbuhan Kaya Manfaat.

http://alamendah.wordpress.com/2010/06/20/labu-tumbuhan-kaya-manfaat/. Diakses pada tanggal 28 Juli 2012.

Anggriawan, Riyan., 2010. Pengaruh Varietas Jagung dan Metode Penggilingan terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung Jagung Kuning Hibrida. Skripsi. Fakultas Pertanian Program Studi Teknologi Hasil Pertanian UNSOED, Semarang.

Anonima., 2004. Labu Kuning.

http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/media/publikasi/LT_2004.pdf. Diakses pada tanggal 28 April 2011.

Anonimb., 2010. Labu Kuning (Cucurbita moschata Durch).

http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com/ensiklopedia/ensiklopedia-tanaman-anti-kanker/l/labu-kuning/. Diakses pada tanggal 28 April 2011. Anonimc., 2009. Ribuan Khasiat Labu Kuning Sungguh Luar Biasa.

http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/makanan/20255-ribuan-khasiat-labu-kuning-sungguh-luar-biasa.html. Diakses pada tanggal 28 April 2011.

Anonimd., 2010. Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning (Waluh).

http://yosgrt.blogspot.com/2010/12/manfaat-dan-kandungan-gizi-labu-kuning.html. Diakses pada tanggal 28 April 2011.

Anonime., 2010. Bahan Tambahan yang Bikin Waswas. http://www.formmit.org. Diakses pada tanggal 28 April 2011.

Anonimf., 2008. Pemanfaatan Labu Kuning Menjadi Tepung Labu.

http://dodonjerry.blogspot.com. Diakses pada tanggal 28 April 2011. Anonimg., 2011. Pengeringan.

http://www.scribd.com/doc/54109664/19/Prinsip-Dasar-Pengeringan. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2011.

AOAC., 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemist. Washington D.C.


(42)

Asfiyah, H., 1997. Pengaruh Kondisi Perendaman Daging Buah Sukun (Artocarpus altilis) Terhadap Mutu Tepung yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta.

Astawan, M., 2004. Labu Kuning Penawar Racun dan Cacing Pita yang Kaya Antioksidan.

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1081742482,71695. Diakses pada tanggal 28 April 2011.

Badan Standarisasi Nasional., 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01 - 3751 - 2009. Syarat Mutu Tepung Terigu. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Culture, N., 2011. Pembuatan Tepung Labu Kuning.

http://napiculture.blogspot.com/2011/04/pembuatan-tepung-labu-kuning.html. Diakses pada tanggal 25 April 2011.

Departemen Kesehatan RI., 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Gafar, S., 2010. Diversifikasi Pangan Berbasis Tepung: Belajar Dari Pengelolaan Berbasis Terigu. http://www.wordpress.org/diversifikasi-pangan-berbasis-tepung-belajar-dari-pengelolaan-berbasis-terigu.html. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2011.

Heliyani., 1993. Pedoman Praktis Bercocok Tanam (Mentimun, Waluh, Beligo). Mahkota, Jakarta.

Hendrasty, H.K., 2003. Tepung Labu Kuning Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta.

Hidayah, R., 2010. Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning (Waluh).

http://www.borneotribune.com/citizen-jurnalism/manfaat-dan-kandungan-gizi-labu-kuning-waluh.html. Diakses pada tanggal 28 April 2011.

Maharani, D.M., 2009. Aktivitas Air dan Pengeringan.. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Maulana, T., 2009. Pembuatan Tepung Labu Kuning Sebagai Sumber Bahan Pangan. Politeknik Negeri Lhokseumawe Jurusan Teknik Kimia. Lhokseumawe.

Nuraini, F. dan Nawansih, O., 2006. Uji Sensori. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nurdjanah, N. dan S. Usmiati., 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Labu Kuning. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. Volume 3(1):13– 23.


(43)

Nurjana, AYC., 2004. Analisis Proksimat dan Total Gula Tepung Labu Kuning. Laporan Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

Purseglove, 1968., Tropical Crops Dicotyledones. Longman Green and Co Ltd, London.

Santoso, B.A.S, Nasta dan S. Widowati., 1997. “Studi Karakteristik Pati Ubi Jalar”. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Dalam S. Budijanto, F. Zakaria, R.D. Hariyadi dan B. Satiawiharja. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia dan Kantor Menteri Urusan Teknologi Pangan Republik Indonesia. Jakarta.

Soedarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi., 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Sufi, S. Y., 1999. Kreasi Roti. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Widayanti, S.M., A.W Petmana, dan H.D Kusumaningrum., 2009. Kapasitas Dan Kadar Antioksidan Ekstrak Tepung Kulit Buah Manggis (Garcinia

Mangostana L.) Pada Berbagai Pelarut Dengan Metode Maserasi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Widowati, S., Suarni, O. Komalasari, dan Rahmawati D., 2003. Pumpkin

(Cucurbita moschata) an Alternative Staple Food and Other Utilization in Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen

Pertanian, Bogor.

Winarno, F.G., 1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Ilmu. Jakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz., 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.

Woodman,, 1941. Food Analysis. 4th Edition. McCraw Will Book, Company Inc. New York.

Yuliani, S., E.Y. Purwani, W. Setyanto, S. Usmiati dan P. Raharto., 2003. Pengembangan Agroindustri Aneka Tepung dari Bahan Pangan Sumber Karbohidrat Lokal: Kegiatan Penelitian Labu Kuning (Laporan Akhir). Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.


(44)

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Sesungguhny

a sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

(QS. Al-Insyirah: 6)

“Jangan Pernah Putus Asa Selama Masih Dapat

Mengayunkan Kaki Untuk Menempuh Langkah Baru Setiap

Harinya”

(Latahzan: 59)

“Semua kejadian baik dan besar yang kita sebut keberhasilan, dicapai dengan menaiki tangga

yang dibangun dari penyelesaian-penyelesaian rencana kita”

(Mario Teguh)

“Selalu ada rahasia indah dibalik setiap usaha dan doa”

(Dian Fredy Putri)


(45)

Judul Skripsi : PENGARUH SUHU DAN LAMA

PENGERINGAN TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita maxima)

Nama Mahasiswa :

Dian Fredy Putri

Nomor Pokok Mahasiswa : 0614051027

Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Susilawati, M.S. Ir. Muhammad Nur, M.Sc. NIP. 19610806 198702 2 001 NIP. 19660609 198911 1 002

2. Ketua Jurusan

Dr. Eng. Ir. H. Udin Hasanuddin, M.T. NIP. 19640106 198803 1 002


(46)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Susilawati, M.S.

Sekretaris : Ir. Muhammad Nur, M.Sc. Penguji

Bukan pembimbing : Ir. Otik Nawansih, M.P.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001


(47)

ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB.

Seiring rasa syukur kepada Allah SWT,

kupersembahkan karya sederhana ini kepada:

Mama dan Papa yang sangat kucintai, yang telah

mendidikku dengan penuh kasih sayang, kesabaran dan

pengorbanan serta senantiasa mendoakan untuk

keberhasilanku.

Seluruh keluarga besarku, abang Toni, teman-temanku, para

pendidikku dan almamater tercinta.


(48)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Palembang pada tanggal 11 Juli 1989, sebagai anak bungsu dari enam bersaudara pasangan Bapak Fredy Victory Bey dan Ibu Ratna Juwita. Jenjang pendidikan penulis dimulai tahun 1994 di Sekolah Dasar Muhammadiyah 1 di Palembang pada kelas 1, lalu pindah ke Sekolah Dasar Negeri 506 Palembang kelas 2 sampai kelas 6 dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Palembang yang diselesaikan pada tahun 2003. Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 11 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006.

Tahun 2006 penulis mendaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di Bogasari Baking Centre Cabang Palembang dengan judul Mempelajari Proses Pengolahan Tepung

Menjadi Roti di Bogasari Baking Centre Cabang Palembang Sumatera Selatan. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kampus, yaitu di Himpunan

Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ THP FP Unila).


(49)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Sifat Kimia dan

Organoleptik Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan baik.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, terima kasih atas doa, dukungan, semangat, cinta dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini hingga ujung waktu nanti.

2. Ibu Ir. Susilawati M.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing I atas saran, nasehat, pelajaran hidup dan bimbingannya selama kuliah serta menyelesaikan skripsi ini hingga memperoleh gelar Sarjana.

3. Bapak Ir. Muhammad Nur, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan, saran dan bantuan yang telah diberikan.

4. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P., atas kesediaannya menjadi pembahas, serta atas nasehat dan saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.


(50)

5. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian yang telah memberikan izin kepada penulis dalam

pelaksanaan penelitian.

6. Segenap Bapak dan Ibu dosen THP FP Unila yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan THP FP Unila.

7. Para staf dan karyawan THP Mas Midi, Mas Hanafi, Mas Joko, Mbak Untari, dan Mbak Desi atas bantuan yang telah diberikan.

8. HMJ THP FP Unila, Teman-teman seangkatan 2006, serta kakak-kakak dan adik-adik tingkat yang telah menorehkan cerita manis di hati penulis, memberikan banyak pembelajaran dan pengalaman berarti, proses

pendewasaan diri serta pengembangan kreativitas sehingga penulis mampu dan semangat dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Terimakasih atas kebersamaan dan kekeluargaan kita selama ini. 9. Abang Iriantoni, S.Kom. Terima kasih telah menjadi penyemangat dan

pemberi warna baru bagi penulis .

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk kehidupan di dunia ini. Amin ya Allah.

Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis


(51)

(1)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Susilawati, M.S.

Sekretaris : Ir. Muhammad Nur, M.Sc.

Penguji

Bukan pembimbing : Ir. Otik Nawansih, M.P.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001


(2)

ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB.

Seiring rasa syukur kepada Allah SWT,

kupersembahkan karya sederhana ini kepada:

Mama dan Papa yang sangat kucintai, yang telah

mendidikku dengan penuh kasih sayang, kesabaran dan

pengorbanan serta senantiasa mendoakan untuk

keberhasilanku.

Seluruh keluarga besarku, abang Toni, teman-temanku, para

pendidikku dan almamater tercinta.


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Palembang pada tanggal 11 Juli 1989, sebagai anak bungsu dari enam bersaudara pasangan Bapak Fredy Victory Bey dan Ibu Ratna Juwita.

Jenjang pendidikan penulis dimulai tahun 1994 di Sekolah Dasar Muhammadiyah 1 di Palembang pada kelas 1, lalu pindah ke Sekolah Dasar Negeri 506 Palembang kelas 2 sampai kelas 6 dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Palembang yang diselesaikan pada tahun 2003. Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 11 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006.

Tahun 2006 penulis mendaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di Bogasari Baking Centre Cabang Palembang dengan judul Mempelajari Proses Pengolahan Tepung

Menjadi Roti di Bogasari Baking Centre Cabang Palembang Sumatera Selatan.

Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kampus, yaitu di Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ THP FP Unila).


(4)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan baik. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, terima kasih atas doa, dukungan, semangat, cinta dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini hingga ujung waktu nanti.

2. Ibu Ir. Susilawati M.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing I atas saran, nasehat, pelajaran hidup dan bimbingannya selama kuliah serta menyelesaikan skripsi ini hingga memperoleh gelar Sarjana.

3. Bapak Ir. Muhammad Nur, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan, saran dan bantuan yang telah diberikan.

4. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P., atas kesediaannya menjadi pembahas, serta atas nasehat dan saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

5. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian yang telah memberikan izin kepada penulis dalam

pelaksanaan penelitian.

6. Segenap Bapak dan Ibu dosen THP FP Unila yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan THP FP Unila.

7. Para staf dan karyawan THP Mas Midi, Mas Hanafi, Mas Joko, Mbak Untari, dan Mbak Desi atas bantuan yang telah diberikan.

8. HMJ THP FP Unila, Teman-teman seangkatan 2006, serta kakak-kakak dan adik-adik tingkat yang telah menorehkan cerita manis di hati penulis, memberikan banyak pembelajaran dan pengalaman berarti, proses

pendewasaan diri serta pengembangan kreativitas sehingga penulis mampu dan semangat dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Terimakasih atas kebersamaan dan kekeluargaan kita selama ini. 9. Abang Iriantoni, S.Kom. Terima kasih telah menjadi penyemangat dan

pemberi warna baru bagi penulis .

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk kehidupan di dunia ini. Amin ya Allah.

Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis


(6)