KAJIAN LAJU PENURUNAN MUTU DAN UMUR SIMPAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SEGAR DALAM KEMASAN PLASTIK POLYPROPILENE PADA SUHU RUANG DAN SUHU RENDAH

(1)

DAN SUHU RENDAH

Oleh

MUTIARA CAHYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjanan Teknologi Pertanian

pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

KAJIAN LAJU PENURUNAN MUTU DAN UMUR SIMPAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SEGAR DALAM KEMASAN PLASTIK POLYPROPILENE PADA SUHU RUANG DAN SUHU RENDAH

Oleh

Mutiara Cahya

Jamur tiram putih merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Dalam keadaan segar umumnya jamur tiram

memiliki umur simpan yang pendek karena kadar air yang tinggi serta masih mengalami proses respirasi sehingga dapat mempercepat proses kerusakannya. Pengemasan dengan kemasan plastik polypropylene merupakan salah satu metode penyimpanan untuk mempertahankan kesegaran dan umur simpan jamur tiram. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji serta mengetahui laju penurunan mutu dan umur simpan jamur tiram putih segar dalam kemasan plastik

polypropylene pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan percobaan yaitu pengukuran laju respirasi dan penyimpanan jamur tiram segar dalam volume kemasan plastik yang berbeda pada suhu ruang dan suhu rendah. Parameter pengamatan dalam

penelitian ini yaitu perubahan bobot, penurunan luas proyeksi/lingkar mahkota, perubahan warna, kadar air, laju respirasi dan umur simpan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penyimpanan jamur tiram dalam kemasan plastik polypropylene dapat mempertahankan laju penurunan mutu dan umur simpan jamur tiram putih segar baik pada suhu ruang maupun suhu rendah. Kadar air dan perubahan bobot tertinggi selama penyimpanan dalam kemasan plastik baik pada suhu ruang terdapat pada hari ke-3 dan ke-7 pada suhu rendah yaitu sebesar 92,81%, 150,52 gr, 91,76 %, dan 130,79 gr. Jamur tiram kontrol pada suhu ruang dan suhu rendah memiliki laju respirasi tertinggi pada jam ke-24 dan ke-48 yaitu sebesar 230,48 dan 239,53 mg.CO2/kg.jam. Jamur tiram dalam kemasan yang disimpan pada suhu ruang (31˚C) dapat bertahan hingga 5 hari dan 14 hari pada suhu rendah (9˚C).


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Jamur Tiram Putih ... 4

B. Komposisi Kandungan Nilai Gizi Jamur Tiram ... 6

C. Penanganan Pasca Panen... 10

D.Persyaratan Mutu ... 23

III. METODE PENELITIAN A.Waktu Dan Tempat Penelitian ... 25

B. Alat dan Bahan ... 25

C. Metode Penelitian... 25

D.Prosedur Penelitian... 27

E. Pengamatan ... 29

F. Analisis Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Perubahan Bobot ... 33

B. Kenampakan Fisik (Kelayuan dan Warna) ... 36


(7)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 49 B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur tiram putih merupakan salah satu komoditas yang mempunyai prospek sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia, baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Di Indonesia, jamur telah banyak dibudidayakan, salah satunya adalah jamur tiram. Selain mengandung nilai protein dan gizi yang tinggi, jamur dapat dikonsumsi seutuhnya baik batang buah ataupun bagian dari tudung jamur. Oleh sebab itu jamur tiram putih mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan serta untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Komoditas hasil pertanian khususnya jamur tiram putih merupakan komoditas yang akan cepat layu atau membusuk, apabila disimpan tanpa penanganan yang sesuai dan tepat. Penanganan tersebut harus dilakukan segera setelah panen agar tidak mendatangkan kerugian, dan pada umumnya kerugian yang ditimbulkan karena jamur merupakan salah satu produk hortikultura yang masih tetap hidup dan meneruskan proses metabolisme serta repirasi setelah panen. Untuk jamur tiram segar yang tidak diberi perlakuan atau hanya dibiarkan dalam suhu ruang, hanya mampu bertahan satu hingga dua hari lalu jamur akan mengalami

kerusakan dan menjadi tidak layak utuk dikonsumsi. Penyimpanan dalam kemasan merupakan salah satu penanganan pasca panen untuk mempertahankan umur simpan jamur tiram agar tahan lama. Sebelumnya telah dilakukan penelitian


(9)

untuk jenis pengemas yang sesuai bagi produk sayuran oleh Mareta dan Nur (2011). Penelitian tersebut menyatakan bahwa plastik yang sesuai untuk produk hasil pertanian berlaju respirasi tinggi adalah plastik yang memiliki permeabilitas tinggi. Hal itu karena bahan kemasan dan kemasan plastik mudah ditembus oleh gas-gas seperti O2, CO2, N2, dan lainnya serta uap air. Tipe dan jenis plastier, kelembaban udara dan suhu, tipe dan kualitas bahan pelapis (coating material)

serta tingkat kristalisasi bahan sangat mempengaruhi kemudahan beberapa jenis gas untuk menembus bahan kemasan dan kemasan plastik. Semakin besar laju permeabilitas bahan maka semakin besar pula laju perpindahan uap airnya yang dapat melewati permukaan bahan pengemas. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa permeabilitas plastik polypropylene lebih tinggi dibandingkan plastik polyethylene, demikian pula dengan kostanta permeabilitasnya. Volume ruang pada kemasan memungkinkan untuk mempengaruhi laju respirasi produk yang disimpan, hal ini karena jumlah gas yang tersedia dalam kemasan akan berbeda jumlahnya apabila volume ruang saat penyimpanan berbeda antara satu kemasan dengan kemasan lainnya.

Maulana (2005) telah melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui umur simpan jamur tiram segar menggunakan beberapa jenis bahan pengemas, dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa plastik jenis Polypropylene

sebagai bahan kemasan dapat mempertahankan mutu dan kesegaran jamur tiram putih dari pada jenis plastik Low density polyethylene (LDPE) atau Height density polyethylene (HDPE). Pada kondisi ruang (suhu ±28oC) hanya dapat bertahan 4-6 jam kemudian layu selanjutnya terjadi perubahan warna menjadi


(10)

mengering atau membusuk. Penyimpanan pada suhu rendah memiliki kontribusi yang nyata terhadap umur simpan jamur tiram putih segar, hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Witoyo (2001). Dari penelitian tersebut disimpulkan bila penyimpanan dalam suhu rendah dapat mempertahankan umur simpan jamur ± selama 14 hari. Berdasarkan hal-hal tersebut maka

penelitian ini dilaksanakan guna mengkaji laju penurunan mutu dan umur simpan jamur tiram putih segar dalam kemasan plastik polypropylene pada suhu ruang dan suhu rendah.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji serta mengetahui laju penurunan mutu dan umur simpan jamur tiram putih segar dalam kemasan plastik

polypropylene pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya mempertahankan mutu dan menambah umur simpan jamur tiram putih.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jamur Tiram Putih

Jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu yang banyak tumbuh pada media kayu, baik kayu gelondongan ataupun serbuk kayu. Pada limbah hasil hutan dan hampir semua kayu keras, produk samping kayu, tongkol jangung dan lainnya, jamur dapat tumbuh secara luas pada media tersebut. Di Indonesia jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang banyak dibudiumurkan. Karena bentuk yang membulat, lonjong, dan agak melengkung serupa cakra tiram maka jamur kayu ini disebut jamur tiram. Menurut Cahyana dkk (1997) klasifikasi lengkap tanaman jamur tiram adalah sebagai berikut :

Kingdom : Mycetea

Division : Amastigomycotae Phylum : Basidiomycotae Class : Hymenomycetes Ordo : Agaricales Family : Pleurotaceae Genus : Pleurotus


(12)

Gambar 1. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus)

Jamur tiram atau yang dikenal juga dengan jamur mutiara memiliki bagian tubuh yang terdiri dari akar semu (rhizoid), tangkai (stipe), insang (lamella), dan tudung

(pileus/cap) (Suriawiria, 1993). Jamur tiram memiliki ciri-ciri fisik seperti

permukaannya yang licin dan agak berminyak ketika lembab, bagian tepinya agak bergelombang, letak tangkai lateral agak disamping tudung dan daging buah berwarna putih (pleurotus spp). Jamur tiram memiliki diameter tudung yang menyerupai cangkang tiram berkisar antara 5– 15 cm, jamur ini dapat tumbuh pada kayu-kayu lunak dan pada ketinggian 600 meter dari permukaan laut, spesies ini tidak memerlukan intensitas cahaya tinggi karena dapat merusak miselia jamur dan tumbuhnya buah jamur. Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang dengan suhu 15o- 30o C pada pH 5,5- 7 dan kelembaban 80%-90% (Achmad dkk, 2011)

Ada beberapa jenis jamur tiram yang ada selain jamur tiram putih yang selama ini lebih dikenal pada masyarakat luas. Setelah seorang ahli bioteknologi melakukan persilangan antar spesies Pleurotus di Mushroom Research Unit Belanda,

menghasilkan beberapa jenis jamur tiram dengan berbagai warna seperti digambarkan pada Tabel 1.


(13)

Tabel 1. Gambar dan jenis-jenis jamur tiram (Achmad dkk, 2011)

Nama jenis Gambar jamur

tiram Nama jenis

Gambar jamur tiram

Jamur tiram putih

(Pleurotus ostreatus)

Jamur tiram cokelat

(Pleurotus cytidiosus)

Jamur tiram kuning

(Pleurotus citrinipileatus)

Jamur tiram raja

(Pleurotus umbellatus)

Jamur tiram abu-abu

(Pleurotus sayor caju)

Jamur tiram biru

(Pleurotus eryngii)

Jamur tiram merah

(Pleurotus flabellatus)


(14)

B. Komposisi Kandungan Nilai Gizi Jamur Tiram

Sebagai bahan pangan, jamur tiram putih mempunyai tekstur dan cita rasa yang spesifik. Selain itu terkandung pula asam amino yang cukup lengkap didalamnya. Jamur merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai nilai gizi, yaitu sekitar 34- 89% (Rismunandar, 1984). Jamur segar umumnya mengandung 85- 89%. Protein yang terkandung dalam jamur tergolong tinggi di bandingkan dengan kandungan protein pada bahan makanan lainnya yaitu berkisar antara 15- 20% dari berat keringnya. Pada Tabel 2 terdapat perbandingan kandungan gizi jamur dengan makanan lain (Achmad dkk, 2011) sebagai berikut :

Tabel 2. Perbandingan kandungan gizi jamur dengan makanan lain

Bahan Makanan Kandungan Gizi (%)

Protein Lemak Karbohidrat

Jamur merang 1,8 0,3 4

Jamur tiram 27 1,6 58

Jamur kuping 8,4 0,5 82,8

Daging sapi 21 5,5 0,5

Bayam - 2,2 1,7

Kentang 2 - 20,9

Kubis 1,5 0,1 4,2

Seledri - 1,3 0,2

Buncis - 2,4 0,2

Karbohidrat yang terdapat pada jamur berbentuk molekul pentosa, metipentosa, dan heksosa. Pada jamur karbohidrat terbesar berada dalam bentuk heksosa dan pentosa. Jamur dapat membuat orang yang mengkonsumsinya terhindar dari risiko terkena stroke, mencegah timbulnya penyakit darah tinggi, jantung serta diabetes, dan mengurangi berat badan, hal ini karena jamur mampu mengubah enzim selulosa menjadi polisakarida yang bebas kolesterol. Jamur memiliki salah


(15)

satu kelebihan yang menguntungkan yaitu adalah kandungan lemaknya yang rendah sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi. Lemak yang terkandung dalam jamur berada pada kisaran 1,08- 9,4% (berat kering) dan terdiri dari asam lemak bebas monoditrigliserida. Tabel 3 memperlihatkan persentase komposisi zat gizi yang terkandung dalam jamur tiram putih.

Tabel 3. Komposisi nilai gizi jamur tiram putih (Chang dan Miles, 1989)

Komposisi Nilai (%)

Air 90,8a

Protein kasar (Nx 6,25) 30,4b

Lemak 2,2b

Karbohidrat 57,6b

Serat kasar 8,7b

Abu 9,8b

Energy (kalor) 345

*Dinyatakan dalam bobot kering(a) dan basah(b)

Jamur tiram putih tidak memiliki pati, karbohidrat disimpan dalam bentuk glikogen dan kitin yang merupakan unsur utama serat jamur. Kandungan asam lemak tak jenuh(85,4%) lebih banyak dibandingkan dengan asam lemak

jenuh(14,6%) pada jamur. Asam lemak tak jenuh bila dikonsumsi dalam jumlah besar tidak berbahaya dan asam lemak tak jenuh sangat dibutuhkan oleh tubuh. Namun sebaliknya jika mengkonsumsi asam lemak jenuh secara berlebihan akan berbahaya bagi tubuh. Berdasarkan Tabel 1, kandungan protein dalam jamur tiram memiliki kadar nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lainnya maupun daging sapi. Terdapat asam amino esensial yang terkandung pada protein dalam jamur tiram. Asam amino esensial adalah asam yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah cukup, tetapi tubuh tidak dapat menghasilkan asam amino. Pada jamur terdapat sembilan asam amino esensial dan bahkan, beberapa


(16)

diantaranya memiliki kadar nilai lebih tinggi dibandingkan yang terkandung dalam protein telur ayam. Sembilan asam amino esensial tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 beserta kadar nilai kandungannya (Achmad dkk, 2011).

Tabel 4. Nilai kandungan asam amino esensian jamur tiram putih

Asam amino esensial Kadar kandungan (gram) Jamur tiram Telur ayam

Leusin 7,5 8,8

Isoleusin 5,2 6,6

Valin 6,9 7,3

Triptofan 1,1 1,6

Lisin 9,9 6,4

Threonin 6,1 5,1

Fenilalanin 3,5 5,8

Metionin 3,0 3,1

Histidin 2,8 2,4

*Dinyatakan dalam gram/100 gram protein kasar

Jamur juga merupakan sumber vitamin antara lain tiamin, niasin, biotin dan asam askorbat. Pada jamur jarang ditemukan vitamin A dan D. Namun, terkandung ergosterol yang merupakan prekursor vitamin D dengan iradiasi sinar ultraviolet dalam jamur tiram putih. Pada umumnya jamur kaya akan kandungan mineral, terutama posfor. Potassium, sodium, kalsium dan magnesium merupakan mineral yang paling banyak terkandung didalam jamur. Menurut hasil penelitian

Puslitbang Hasil Hutan Bogor , jamur tiram dapat digunakan untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan gizi, mencegah dan menyembuhkan anemia,

antitumor, menurunkan berat badan dan mencegah kekurangan zat besi (Budhy, et al (1994) dalam Gemalasari, 2002). Kadar nilai vitamin dan mineral yang

terkandung dalam jamur tiram putih (Achmad dkk, 2011) diperlihatkan pada Tabel 5.


(17)

Tabel 5. Nilai kandungan vitamin dan mineral dalam jamur tiram putih

Vitamin Kadar

kandungan (mg) Mineral

Kadar kandungan

(gram)

Thiamin 4,8 Kalsium 33

Niasin 108,7 Posfor 1348

Asam askorbat 90- 144 Besi 15,2

Vitamin B12 1,4 Natrium 837

Kalium 3793

*Dinyatakan dalam jamur tiram putih/100 gram bahan

C. Penanganan Pasca Panen

Jamur merupakan bahan pangan yang mudah rusak seperti buah dan sayuran lainnya. Jamur termasuk komoditas hasil pertanian yang akan cepat layu atau membusuk, apabila disimpan tanpa perlakuan yang tepat. Setelah beberapa hari pemanenan, jamur sebagai bahan pangan akan mengalami perubahan-perubahan atau kerusakan sehingga pada akhirnya tidak dapat diterima, baik untuk

dipasarkan maupun dikonsumsi. Kelayuan, perubahan teksture menjadi lunak, serta aroma dan flavor yang berubah merupakan kerusakan fisik yang segera nampak dan terjadi setelah panen. Jamur memerlukan penanganan lebih lanjut setelah dipanen guna menjaga ataupun memperpanjang masa simpan jamur sehingga masih dapat dan layak untuk dikonsumsi. Penanganan lebih lanjut atau perlakuan yang tepat harus dilakukan sesegera mungkin setelah panen, agar tidak mendatangkan kerugian bagi petani (pembudidaya jamur tiram). Secara garis besar, pengolahan pasca panen jamur terbagi dua, yaitu jamur untuk dikonsumsi segar dan awetan jamur. Perlakuan untuk memperpanjang umur simpan jamur agar tidak mudah rusak (membusuk/ berlendir) dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut :


(18)

1. Pengolahan Jamur Konsumsi Segar

Jamur untuk dikonsumsi dalam bentuk segar memerlukan pengolahan yang sederhana. Adapun penanganan yang dilakukan untuk mempertahankan kesegaran jamur tiram adalah sebagai berikut :

 Membersihkan jamur dari sisa-sisa media tanam dan kotoran yang melekat dengan menggunakan pisau

 Melakukan seleksi/sortasi antara jamur yang rusak dengan yang baik. Jamur tiram putih memiliki ciri-ciri besar, kering, dan berwarna putih bersih (baik/ tidak rusak)

 Meletakkan jamur pada ruang terbuka dan hindari terkena air  Menghindari penyampuran jamur dengan tanaman lainnya  Selanjutnya jamur dimasukkan kedalam kantong plastik

Dengan perlakuan diatas jamur tiram segar dapat bertahan selama 2 hari setelah panen.

2. Penyimpanan Pada Suhu Rendah

Penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu cara yang biasa dilakukan untuk dapat mempertahankan kesegaran dari sayuran dan juga buah-buahan. Upaya dalam mempertahankan kesegaran jamur tiram yang seringkali dilakukan adalah dengan menyimpan dalam suhu rendah. Hal ini karena penyimpanan dalam suhu rendah dapat menghambat pematangan, laju repirasi dan metabolisme, laju kehilangan air, laju pertumbuhan mikroorganisme (bakteri, kapang dan

fungi), kelayuan serta reaksi biokimia dan kimia dari suatu produk hasil pertanian. Temperatur yang digunakan dalam penyimpanan pada umumnya berkisar antara 0o C – 15o C. Pada kondisi temperatur tersebut, umur simpan jamur terutama


(19)

jamur kayu akan dapat bertahan minimal 4- 5 hari kesegarannya (Suriawiria, 2002). Penyimpanan pada suhu rendah dibagi menjadi tiga berdasarkan suhu seperti yang dikemukakan oleh Frazier dan Westhoff (1979), sebagai berikut : 1. Common/cellar, penyimpanan pada suhu sedikit dibawah suhu udara luar ( di

atas 15o C)

2. Chilling, penyimpanan di atas suhu beku (0o C – 15o C) 3. Freezing, penyimpanan beku (dibawah 0o C)

Pada umumnya penyimpanan suhu rendah dilakukan pada kisaran 0o C – 15o C, dengan penyimpanan pada suhu tersebut dapat mencegah penurunan mutu suatu produk hasil pertanian. Seperti yang dikemukakan Sinaga (1994) dalam

Gemalasari (2002), penyimpanan jamur pada suhu 5o C dapat menyebabkan

Chilling injury, sedangkan pada suhu 20o C jamur akan cepat sekali mengalami kebusukan. Jamur dapat disimpan menggunakan kertas atau plastik pada lemari pendingin. Apabila tidak ada lemari pendingin/es, jamur dapat disimpan pada ruangan yang teduh atau bersuhu rendah dengan dialasi daun pisang.

3. Pengolahan Awetan Jamur

Proses yang diperlukan dalam pengolahan jamur awetan memiliki tingkat kerumitan yang lebih dibandingkan dengan proses pengolahan pada jamur

konsumsi segar. Pengolahan dengan cara ini merupakan salah satu cara alternatif untuk menambah umur simpan jamur yang relatif singkat dan menambah nilai jual. Pengawetan bertujuan untuk mempertahankan kandungan nutrisi dalam produk untuk jangka waktu yang lama. Biasanya, kelezatan dan kandungan nutrisi jamur segar lebih baik dibandingankan dengan jamur olahan atau yang diawetkan, namun tidak untuk semua jenis jamur. Contoh nya jamur oyster dan


(20)

jamur tiram memiliki kelezatan yang dapat bertahan lebih lama apabila diawetkan, hal ini di karenakan aroma khas dari jamur tersebut akan tercapai setelah

dikeringkan. Ada beberapa bentuk jenis jamur awetan, yaitu : a. Pengalengan Jamur

Pada proses pengalengan jamur layaknya makanan yang dikalengkan juga melalui proses termal (sterilisasi uap dengan tekanan tinggi) pada suhu diatas 100o C. Dengan dilakukannya proses tersebut diharapkan dapat membebaskan jamur dari mikroorganisme pembusuk makanan (Achmad dkk, 2011). b. Tepung Jamur

Tepung jamur dapat dibuat dengan cara menjemur jamur yang telah dibersihkan hingga kering menggunakan mesin pengering (oven) ataupun penjemuran manual. Kemudian jamur di giling hingga halus apabila jamur telah benar-benar kering. Penepungan jamur ini dilakukan guna mendapat nilai jual dan mempunyai banyak kegunaan. Tepung jamur dapat dijadikan alternatif lain pengganti tepung biasa dalam pembuatan makanan berbahan dasar jamur.

c. Jamur Kering

Jamur kering merupakan salah satu cara pengolahan jamur yang dilakukan dengan cara mengeringkan jamur dibawah sinar matahari langsung setelah dicuci. Pada dasarnya, pengeringan bahan adalah salah satu cara mengurangi kandungan air yang terdapat dalam bahan, sehingga dapat menekan kerusakan bahan akibat berkembangnya mikroorganisme karena rendahnya kandungan air dalam bahan. Selain itu, pengeringan juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan udara panas atau oven bersuhu 40o C dan suhu secara perlahan-lahan dinaikan hingga 45o C. Dengan pengeringan tersebut, diperlukan waktu sekitar delapan jam untuk menghasilkan olahan jamur kering. Olahan jamur


(21)

kering ini akan membuat jamur kehilangan berat mencapai 90% dari berat awalnya.

d. Asinan Jamur

Pengolahan jamur segar menjadi asinan jamur merupakan salah satu cara dalam memperpanjang umur simpan. Pertama-tama jamur dicuci dan di-

blaching dalam air mendidih selama lima menit. Kemudian, jamur yang sudah dingin di pindahkan kewadah toples atau botol yang bermulut lebar, dan tambahkan larutan garam 22%, sedikit cuka, serta vitamin C atau asam sitrat kedalam botol agar membuat jamur terlihat segar/berwarna segar. Selanjutnya, wadah yang digunakan di tutup dengan tidak terlalu rapat dan dipasteurisasikan selama satu jam. Setelah itu, wadah didinginkan dan tutup botol dirapatkan, jadilah asinan jamur.

e. Pasta Jamur

Sebelum jamur di olah menjadi pasta, jamur dikeringkan terlebih dahulu. Jamur yang telah dikeringkan, direndam dalam larutan garam dengan konsentrasi 40- 50% selama 10- 15 menit. Kemudian jamur diangkat dan diblender hingga berupa pasta. Setelah itu, letakkan pasta jamur tersebut diatas kain guna meniriskan cairan yang berlebihan. Selain pastanya, cairan dari hasil penirisan dapat dimanfaatkan menjadi saus jamur. Lalu, masukan pasta jamur dalam toples dan pasturisasikan atau kukus selama satu jam. Dan selanjutnya pasta jamur siap untuk dipasarkan.

f. Pengasapan

Pemilihan cara pengawetan khusus tergantung pada permintaan pasar serta sumberumur yang dimiliki produsen dan pelaku pasar. Pengawetan jamur dengan cara pengasapan hampir sama halnya dengan pengawetan ikan asapan. Perlakuan awal untuk proses pengasapan hampir sama awalnya


(22)

dengan prose pengeringan. Tetapi pada tahap selajutnya tidak dilakukan penjemuran dibawah sinar matahari maupun mengunakan oven, melainkan menjemur jamur pada tempat diatas tungku penghasil asap. Sedangkan untuk kayu atau bahan pengasapnya harus berasal dari kayu atau daun yang tidak menimbulkan bau asap. Hal ini karena bau asap tersusun dari senyawa kimia tertentu yang dapan mengurangi kualitas hasil asapan.

4. Penambahan Bahan Pengawet

Penambahan senyawa pengawet atau bahan penawet merupakan suatu upaya yang bertujuan menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan prose fermentasi, pembusukan, pengasaman ataupun dekomposisi lainnya di dalam suatu bahan pangan (Buckle, et al (1987) dalam Gemalasari, 2002). Penambahan bahan pengawet pada larutan perendam maupun blansir dimaksudkan untuk mencegah kerusakan bahan oleh mikroorganisme sehinga dapat memperpanjang umur simpan jamur. Di beberapa negara berkembang lainnya seperti Jepang, India, Dan Filiphina telah menggunakan pengawetan dengan menambahkan larutan senyawa kimia. Senyawa-senyawa kimia yang banyak digunakan misalnya seperti : garam dapur (NaCl), sulfide (SO2), asam sitrat, kalium bikarbonat, kalium metabisulfida, natrium klorida, kalsium klorida dan sebagainya

(Suriawiria, 2002). Pengawetan dengan cara penambahan bahan pengawet NaCl atau penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah banyak dilakukan orang sejang lama. Proses pengawetan pada penggaraman dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dalam bahan hingga pada titik tertentu sehingga mikroorganisme atau bakteri tidak dapat hidup atau berkembang biak lagi. Pada umumnya garam berbentuk kristal seperti kubus, berwarna putih, dan terdiri atas Na sebesar 39,39% dan 60,69% Cl. Garam memiliki tekanan osmosis yang tinggi


(23)

sebagai bahan pengawet sehingga dapat menyebabkan terjadinya peristiwa osmosis dengan bahan atau produk yang diawetkan. Menurut asalnya garam terbagi menjadi tiga, yaitu :

1. Solar salt, yaitu garam yang dihasilkan dari pengeringan atau penjemuran air laut 2. Mine salt, yaitu garam yang diperoleh dari tambang

3. Garam yang diperoleh dari air yang keluar dari tanah kemudian dikeringkan. Garam jenis ini biasanya banyak terdapat di sekitar pegunungan.

Garam yang baik adalah adalah garam yang mengandung NaCl cukup tinggi yaitu 95% dan rendah kandungan elemen magnesium (Mg) maupun kalsiumnya (Ca). Tabel 6 memperlihatkan unsur kandungan komposisi kimia pada garam kelas 1, 2 dan 3.

Tabel 6. Kandungan komposisi kimia garam (Budiman, 2004)

No. Unsur Kandungan (%)

Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

1. NaCl 96 95 91

2. CaCl2 1 0,9 0,4

3. MgCl2 0,2 0,5 1

4. MgCl2 0,2 0,5 1,2

5. Bahan tidak larut - Sangat sedikit 0,2

6. Air 2,6 3,1 0,2

Terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme oleh bahan pengawet karena bahan pengawet dapat merusak membran sel, aktivitas enzim dan mekanisme genetiknya. Bahan pengawet juga memiliki kegunaan lain yaitu sebagai antioksidan untuk mencegah atau menghalangi oksidasi lemak tidak jenuh, bahan penetral asam, stabilizer untuk mencegah terjadinya perubahan fisik, peneguh dan sebagai pembungkus untuk menghindari mikroorganisme, mencegah keluarnya air,


(24)

kemudian menghindari tumbuhnya mikroorganisme yang tidak diinginkan, serta menghindari terjadinya reaksi kimia dan reaksi enzimatis (Sulaeman, 1990). Keefektifan dalam menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme suatu bahan pengawet ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain seperti konsentrasi dan jenis pengawet, jumlah dan sejarah mikroorganisme, suhu, waktu serta sifat fisik dan kimia subtrat bahan atau produk yang diawetkan (Gould dan Russel (1991) dalam Witoyo, 2001). Sulfit yang biasa digunkana sebagai bahan pengawet umumnya dalam bentuk garam sulfit. Penggunaan sulfit dalam pengawetan bahan pangan memiliki fungsi utama seperti tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Fungsi utama sulfit dalam bahan pengawet (Witoyo, 2001)

Peranan Manfaat

Antioksidan Mencegah perubahan organoleptik akibat oksidasi komponen makanan selama penyimpanan

Meminimalisasi kehilangan warna akibat oksidasi terhadap daging dan jaringan makanan

Mempertahankan vitamin C dan karoten selama penyimpanan

Penghambat enzim Mencegah pencoklatan enzimatis jaringan tanaman akibat aktivitas oksidasi polifenil

Penghambat reaksi Maillard

Mencegah pencoklatan non enzimatis

Agen reduksi Memodifikasi aliran tepung melalui interaksi dengan golongan protein

Agen anti mikroorganisme

Menghambat pertumbuhan khamir dan kapang pada pH dan aw rendah

Menghambat entrobakteri dan bakteri gram negatif pada pH dan aw tinggi


(25)

Keuntungan menggunakan sulfit dalam konsentrasi rendah adalah dapat mempertahankan aroma dari buah dan sayuran serta dapat melindungi asam askorbat (vitamin C) dan senyawa betakaroten. Sedangkan kerugian penggunaan sulfit yaitu pengurangan cita rasa dan timbulnya bau tidak enak pada konsentrasi tinggi.

5. Pengemasan

Pengemasan merupakan salah satu cara pengolahan pasca panen yang dapat menambah umur simpan suatu bahan atau produk hasil pertanian. Pengemasan bertujuan untuk membantu dalam pencegahan dan mengurangi kerusakan produk, melindungi bahan pangan yang berada didalamnya dari bahaya kontaminasi dan gangguan fisik lainnya, serta berfungsi untuk menempatkan suatu produk atau hasil olahan agar mempunyai bentuk-bentuk yang membari kemudahan dalam pengangkutan, penyimpanan dan pendistribusiannya (Syarif, et al (1989) dalam Maulani, 2003). Salah satu bahan kemasan yang menempati bagian paling penting di industri kemasan adalah plastik. Hal itu karena plastik memiliki kelebihan seperti harganya yang relatif murah, dapat dibentuk berbagai rupa, serta dapat mengurangi biaya transportasi bila dibandingkan dengan bahan-bahan kemasan lainnya.

Menurut Pantastico (1986) kemasan yang diperlukan sebagai bahan pengemas memiliki beberapa syarat seperti sebagaimana berikut :

 Bahan kemasan tidak mengandung bahan yang beracun atau bereaksi dengan bahan/produk yang dikemas sehingga tidak berbahaya untuk dikonsumsi  Sifat-sifat permeabilitas dari bahan kemasan dan laju respirasi bahan/produk


(26)

 Ukuran dan bentuk kemasan harus disesuaikan dengan cara penanganan dan pemasaran

 Biaya kemasan sesuai dengan bahan yang akan dikemas

Kemasan yang cocok atau baik dalam pengemasan bahan/produk segar adalah kemasan yang memiliki sifat permeabel terhadap O2 tetapi tidak untuk CO2

(Mareta dan Nur, 2011). Pada umumnya kemasan plastik yang tersedia dipasaran lebih permeabel terhadap CO2 dari pada O2 . LDPE atau polietilen dengan

kerapatan rendah dan polipropilen merupakan plastik kemasan yang banyak digunakan sebagai bahan pengemas buah dan sayur. Plastik polypropylene

merupakan polimerisasi turunan etilen dengan sifat utama ringan serta mudah dibentuk dan termasuk jenis plastik olefin dengan rumus bangun sebagai berikut :

Menurut syarief, et al (1989) plastik PP memiliki beberapa sifat antara lain:  Pada suhu rendah akan rapuh sehingga tidak dapat digunakan untuk kemasan

beku

 Kekuatan tarik lebih dari PE  Ringan (densitas 0,9 g/cm3)

 Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek

 Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen


(27)

 Tahap terhadap asam kuat, basa dan minyak pada suhu tinggi, namun bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin dan asam nitrat kuat  Tahan terhadap suhu tinggi sampai 150o C, sehingga dapat dipakai untuk

mensterilisasikan bahan pangan

 Tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, namun tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku

Menurut Mareta dan Nur (2011), permeabilitas dapat dilihat dari karakteristik suatu pengemas atau bahan pengemas, misalnya bahan yang tersusun dari polymer yang mengandung chorine mempunyai permeabilitas uap air yang rendah, atau juga dapat dihitung konstanta permeabelitasnya melalui hubungan pertambahan berat dan waktu. Dari hasil penelitian sebelumnya diperoleh nilai permeabilitas dan konstanta permeabilitas plastik PP lebih tinggi dibandingkan plastik PE, nilai tersebut diperoleh dari hasil perhitungan yang dilakukan Mareta dan Nur (2001) dalam penelitiannya di perlihatkan pada Tabel 8 berikut ini :

Tabel 8. Hasil perhitungan permeabilitas dan konstanta permeabilitas plastik

Jenis Bahan Pengemas

Permeabilitas (gr H2O/jam.m2)

Konstanta Permeabilitas (gr H2O.mm/m2.mmHg.jam)

Polypropylene 0,3963 0,0191

Polyetilen (PE) 0,2642 0,0128

Dengan perlakuan penangan pasca panen yang telah banyak berkembang hingga saat ini seperti yang tercantum pada Gambar 2, maka jamur akan dapat disimpan selama beberapa hari, bahkan minggu hingga bulanan jika dilakukan penanganan lebih lanjut yang tepat. Pada Tabel 9 dapat dilihat beberapa prinsip dan


(28)

.

Gambar 2. Diagram alir teknologi pasca panen jamur kayu Sumber : Suriawiria (2002)


(29)

Tabel 9. Prinsip dan kebutuhan beberapa teknik pengawetan jamur

Teknik Prinsip Kebutuhan Keterangan

Pengalengan (canning) Jamur disterilisasiakan dan dijauhkan dari kemungkoinan kontamian Kaleng, autoklaf atau pembakar gas yang diatur dibawah ban berjalan

Biasanya diterapkan diperusahaan besar yang memiliki akses pemasaran international Penggaraman (brining) Konsentrasi garam yang terkena osmotiknya tinggi mencegah tumbuhnya kontaminan

Cukup wadah dan garam

Cocok dikembangkan dinegara berkembang karena investasinya terbatas dan lebih mudah diterapkan dibandingkan pengalengan Pembekuan (freezing) Suhu rendah menghambat laju kontaminan

Saluran yang dapat didinginkan dengan nitrogen cair

Rangkaian alat pendingin harus dalam kondisi prima, perlu investasi besar

Kering-beku

(freezing-drying)

Tidak ada air tersedia untuk kontaminan

Peralatan untuk proses kering beku yaitu kompresor dan freezer

Memerlukan energy besar, tetapi produk tidak perlu didinginkan selama prose pengangkutan. Produk terlihat tetap segar tetapi bobotnya lebih ringan Pengeringan

(drying)

Tidak ada air tersedia untuk kontaminan

Pemanasan atau panas matahari atau saluran plastik sederhana dengan ventilator

Metode yang sederhana dan cocok diterpkan di Negara berkembang Pengawetan dalam minyak (conservation in oil) Dibebaskan dari udara yang diperlukan bagi perkembangan kontaminan

Cukup wadah dan minyak

Metode yang sederhana dan cocok diterpkan di Negara berkembang

Pengasaman

(vinegar pickling)

Lingkungan tidak cocok dengan kontaminan karena Ph-nya rendah

Cukup wadah tahan asam dan pengasam

Metode yang sederhana cocok diterapkan di negara berkembang dan produsen jamur skala kecil


(30)

D. Persyaratan Mutu

Dalam hal pemasaran seringkali dihadapkan pada kendala untuk setiap komoditas hasil pertanian dalam memenuhi kebutuhan pasar atau konsumen terutama pada kualitasnya yang tidak sesuai dengan kualitas produk yang dihasilkan oleh petani/kelompok tani. Suatu komoditas hasil pertanian atau bahan pangan harus memenuhi standar persyaratan mutu dan untuk penentuan persyaratan mutu suatu komoditas hasil pertanian dipengaruhi oleh tuntutan dan keinginan dari konsumen yang memilih produk bermutu serta layak dan aman untuk dikonsumsi.

Konsumen berorientasi pada ukuran, kondisi fisik termasuk kesegaran, bebas dari residu pestisida dan hama penyakit, serta faktor kebersihan dalam memilih suatu produk. Sementara itu, pasar menerima produk dari petani/kelompok tani masih beragam, baik dalam bentuk fisik, ukuran, kebersihan, maupun kesegarannya. Pengelompokkan produk-produk dalam beberapa kelas mutu diharapkan akan dapat mempengaruhi nilai jual atau harga suatu produk hasil pertanian. Dalam rantai pemasaran suatu komoditas hasil pertanian, hal ini merupakan faktor pembatas antara pasar dengan para petani/kelompok tani. Dalam perdagangan jamur persyaratan mutu yang ditentukan sebagai dasar penggolongan kelas mutu antara lain ukuran, keseragaman serta kondisi fisik.

Pada umumnya pengelompokan berdasarkan ukuran meliputi satuan berat pada jamur dan diameter tudung yang dibagi dalam tiga kelas, yaitu : ukuran besar, sedang dan kecil. Persyaratan yang tentunya harus dipenuhi dalam menentukan kualitas mutu baik pada jamur antara lain memenuhi standar ukuran tudung yang ideal, kondisi yang baik dan segar, tidak cacat ( tidak mengalami kerusakan) dan


(31)

tidak ada serangan hama. Di beberapa Negara berkembang seperti singapura yang hampir 97% penduduknya terkenal gemar mengkonsumsi jamur sebagai sayuran. Hal tersebut merupakan salah satu peluang dalam pemasaran jamur secara ekspor. Untuk bisnis jamur tiram sendiri telah banyak berkembang secara cepat dan besar di beberapa negara terkenal seperti Jepang, Taiwan, RRC, Vietnam, Amerika Serikat, Australia Serta beberapa negara di Eropa (Suriawiria, 2001).


(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober 2013 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik polypropylene , spektrofotometer, timbangan digital, oven, kamera digital, lemari pendingin, thermometer, thermocopel, cawan, dan lain-lain. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram segar yang baru dipanen.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap metode percobaan, yaitu sebagai berikut :

1. Percobaan Tahap Pertama

Pengukuran laju respirasi jamur tiram segar, baik dalam suhu ruang maupun suhu rendah


(33)

2. Percobaan Tahap Kedua

Penyimpanan jamur tiram segar dengan ukuran (volume ruang) dalam kemasan yang berbeda pada suhu ruang dan suhu rendah

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui laju penurunan mutu dan umur simpan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP pada suhu ruang dan suhu rendah. Pada percobaan ini digunakan tiga perlakuan. Dimana, tiga perlakuan tersebut antara lain adalah :

Kontrol Ruang = Penyimpanan jamur tiram segar tanpa pengemasan dalam plastik PP pada suhu ruang

Kontrol Dingin = Penyimpanan jamur tiram segar tanpa pengemasan dalam plastik PP pada suhu rendah

PKR = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan ketebalan 0,03 mm dan volume 20x35 pada suhu ruang

PSR = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan ketebalan 0,03 mm dan volume 25x40 pada suhu ruang

PBR = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan ketebalan 0,03 mm dan volume 28x45 pada suhu ruang

PKD = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan ketebalan 0,03 mm dan volume 20x35 pada suhu rendah

PSD = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan ketebalan 0,03 mm dan volume 25x40 pada suhu rendah

PBD = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan ketebalan 0,03 mm dan volume 28x45 pada suhu rendah


(34)

Jumlah bahan baku yang digunakan untuk setiap perlakuan berkisar antara 100-200 gram. Setelah itu dilakukan pengamatan berupa lama simpan jamur tiram, kadar air dan bobot jamur tiram sebelum, selama hingga akhir penyimpanan, perubahan kenampakan fisik/kelayuan jamur selama penyimpanan, perubahan warna, uji organoleptik, laju penurunan mutu serta laju respirasi jamur jamur tiram selama penyimpanan baik pada suhu ruang maupun suhu rendah. Dan dalam penelitian ini dilakukan tiga kali (3x) ulangan pada setiap perlakuannya.

D. Prosedur Penelitian

Pertama-tama dilakukan pengukuran laju resipirasi, seperti yang tergambar pada Gambar 3. Perlakuan penyimpanan tanpa dikemas pada suhu ruang dan suhu rendah bertujuan untuk mengetahui umur simpan jamur tiram segar tanpa

perlakuan setelah panen (sebagai kontrol). Selanjutnya dilakukan pengukuran laju penurunan mutu dan umur simpan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP pada suhu ruang dan suhu rendah, seperti yang terlihat pada Gambar 4.


(35)

Gambar 1. Diagram alir proses pengukuran laju respirasi Jamur tiram utuh dengan tangkai

dan mahkota

Pembersihan dari bagian-bagian yang tidak diperlukan

Pengukuran konsetrasi CO2

Penyimpanan pada suhu rendah ( 0o-15o C, RH 60%-70%) Penyimpanan pada suhu kamar

( 25o-32o C, RH 80%-90%)

Penyimpanan pada stoples berukuran 3500 ml Penimbangan bobot sampel percobaan (100-200 gram )


(36)

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengemasan dan Penyimpanan Jamur Tiram Segar pada Suhu Ruang dan Suhu Rendah

E. Pengamatan

1. Perubahan Bobot Bahan

Pengukuran bobot bahan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan bobot bahan dari awal simpan hingga akhir batas penyimpanan atau produk

Jamur tiram segar

Jamur tiram utuh dengan tangkai dan mahkota

Pembersihan dari bagian-bagian yang tidak diperlukan

Penimbangan bobot sampel percobaan (100-200 gram )

Pembungkusan jamur tiram dalam kemasan plastik PP

Penyimpanan pada suhu kamar ( 25o-32o C, RH 80%-90%)

Penyimpanan pada suhu rendah ( 0o-15o C, RH 60%-70%)

Pengamatan dan pengambilan data


(37)

mengalami kerusakan dan tak layak konsumsi. Bobot bahan diukur pada saat awal sebelum perlakuan, selama dan pada akhir waktu penyimpanan bahan.

2. Kenampakan Fisik/kelayuan

Tekstur dalam penelitian ini dimaksudkan untuk perubahan kenampakan,

misalkan untuk perubahan dari segar menjadi layu, tudung dan batang jamur yang kencang menjadi mengkerut atau keriput, atau keadaan jamur menjadi berlendir atau berair.

3. Perubahan Warna

Untuk perubahan warna yang dimaksud adalah perubahan warna awal sebelum simpan, saat penyimpanan dan saat akhir waktu simpan.

4. Kadar Air

Kadar air diamati pada saat awal sebelum, selama dan saat akhir waktu penyimpanan (batas simpan).

5. Waktu Simpan

Waktu simpan atau lama simpan mulai dihitung setelah jamur dikemas dalam plastik PP sampai jamur yang disimpan mengalami atau menunjukan tanda-tanda kerusak seperti tak layak untuk dikonsumsi lagi dan tak layak simpan.

F. Analisis Data

Analisis data yang dihitung pada penelitian ini adalah kadar air bahan, susut bobot bahan dan laju repirasi. Untuk pengukuran kadar air suatu bahan dapat dilakukan diperlukan pengambilan sampel bahan yang kemudian di oven guna mengetahui berat kering sampel. Kadar air bahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:


(38)

� = � −�

� � 100%...(1)

Dimana :

Mo = % Kadar air

Wo = Berat sampel awal sebelum di oven Wn = Berat sampel sesudah di oven

Sedangkan pengukuran laju produksi gas CO2 pada jamur tiram yang disimpan dalam kemasan plastik pada suhu ruang dan suhu rendah dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer. Alat spektrofotometer membaca angka absorbansinya, angka aborbansi CO2 tersebut digunakan untuk membuat kurva standar yang nantinya akan digunakan untuk menghitung laju respirasi jamur tiram. Hasil absorbansi CO2 murni kemudian dibuat kurva standar sehingga diperoleh persamaan kurva standar. Persamaan digunakan untuk menghitung produksi CO2 jamur selama penyimpanan. Persamaan kurva standar didapat dari hasil pengukuran CO2 murni yang telah diplotkan kemudian diregresi maka akan didapat persamaan kurva standar yang akan digunakan dalam penentuan volume CO2 yang dihasilkan selama penyimpanan. Tahapan dalam penentuan laju respirasi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

a. Persamaan kurva standar Y=1.897e-16.1x...(2)

b. Nilai Konsentrasi CO2 (% volume)


(39)

c. Laju Produksi CO2 Jamur Tiram (mg.CO2/kg/jam)

=

% � − % � � � �

/ ...(4)

dimana :

m = Massa bahan (kg) bj CO2 = 1,975 (mg/ml) t = Waktu simpan (jam)

freespace = Volume toples – volume Jamur Tiram (ml) x = Nilai konsentrasi CO2 (% volume)

y = Nilai absorbansi dari spektrofotometer

Data-data dari hasil pengamatan dan analisis data akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.


(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyimpanan pada suhu ruang (± 31º C) mampu mempertahankan umur simpan jamur tiram dalam kemasan plastik selama 5 hari dan pada suhu rendah (± 9º C) selama 14 hari.

2. Perlakuan penyimpanan menggunakan plastik kemasan polypropylene

tidak menunjukan perbedaan pada umur simpan jamur tiram dalam kemasan plastik ukuran kecil, sedang, dan besar baik pada suhu ruang (±31º C) maupun pada suhu rendah (± 9º C).

3. Nilai laju repirasi dan kadar air jamur tiram segar dalam kemasan plastik

polypropylene sama-sama mengalami peningkatan selama penyimpanan baik pada suhu ruang (±31º C) maupun pada suhu rendah (± 9º C). 4. Pada suhu ruang (±31º C) luas proyeksi lingkar mahkota mengalami

penurunan sebesar 31,09 % selama 5 hari sedangkan pada suhu rendah (± 9º C) penurunan luas proyeksi lingkar mahkota mencapai 45,23% di hari ke-14 pada akhir penyimpanan.


(41)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk dilakukannya penelitian lanjutan tentang penyimpanan jamur tiram putih baik dalam bentuk utuh atau hanya penyimpanan dalam bentuk tudung/mahkota jamur tanpa bagian talusnya menggunakan kemasan plastik polypropylene dengan ketebalan yang berbeda pada suhu ruang (±31º C) maupun pada suhu rendah (±9º C).


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Mugiono, T. Arlianti, dan A. Chotimatul. 2011. Panduan Lengkap Jamur. Penebar Swadaya : Depok. 252 Hal.

Adiandri, R.S., S. Nugraha, dan R. Rachmat. 2012. Karakteristik Mutu Fisikokimia Jamur Merang (Volvarella volvacea) Selama Penyimpanan Dalam Berbagai Jenis Larutan dan Kemasan. Jurnal Pascapanen. Vol 9. (2) : Hal 77-87

Arianto, D.P., Supriyanto, dan L.K. Muharrani. 2013. Karakteristik Jamur Tiram

(Pleurotus ostreatus) Selama Penyimpanan Dalam Kemasan Plastik

Polypropylene (PP).Skripsi, UTM.

Cahyana, Y.A., Muchodji, dan Bakrum, M. 1997. Jamur Tiram. Penebar Swadaya: Jakarta.

Chang, S.T., and Miles, P.G. 1989. Edibel Musrhoom and Their Cultivation. Boca Raton, CRP Press.

Gemalasari. 2002. Pengendalian Kumbang Cyllodes bifacies Walker (COLEOPTERA: NITIDULIDAE) Pada Jamur Tiram Putih Dengan Pemasangan Barier. Skripsi, IPB: Hal 10-15.

Handayani, T.R. 2008. Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Skripsi, IPB.

Hasbullah, R.T. 2008. Teknik Pengukuran Laju Respirasi Produk Hortikultura pada Kondisi Atmosfir Terkendali.Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol. 22. (1) : Hal 63-68.

Kadir, I. 2010. Pemanfaatan Iradiasi Untuk Memperpanjang Daya Simpan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Kering. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan

Radiasi. Vol6. (1) : Hal 86-103

Kouskhi, M.D., S.K. Abras, M. Mohammadi, Z. Hadian, N.B. Poorfallah, P. Sharayei, and M. Mortazavian. 2011. Physicochemical properties of mushrooms as affected by modified atmosphere packaging and CaCl2 dipping. African Journal of Agricultural Research. Vol. 6(24) : pp. 5414-5421


(43)

Mareta, T.D., dan S.A. Nur. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan Bahan Kemasan Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu rendah. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, UGM, Vol. 7. (1) : Hal 26-40.

Maulani, R.R. 2003. Perubahan Fisiologis Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)

Segar Selama Penyimpanan Dalam Kemasan Polietilen dan Polipropilen Berperforasi. Thesis, IPB : Hal 5-35.

Rismunandar. 1984. Mari Berkebun Jamur. Terate : Bandung. Sulaeman, A. 1990. Bahan Tambahan Makanan: Jenis dan Petunjuk

Penggunaannya. FAPERTA-IPB, Bogor.

Suriawiria, U. 1986. Pengantar untuk Mengenal dan Menanam Jamur. Angkasa : Bandung. 210 Hal.

Suriawiria, U. 2001. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu: shitake, kuping, tiram. Cetakan III. Penebar Swadaya : Jakarta. 104 Hal.

Suriawiria, U. 2002. Budi Daya Jamur Tiram. Cetakan VIII. Kanisius : Yogyakarta. 87 Hal.

Maulana, E. 2005. Pengaruh Jenis Film Kemasan dan Suhu Penyimpanan terhadap Mutu dan Daya Simpan Jamur Tiram Segar. Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

Pantastico, E.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah kamaryani. Gadjah Mada Unversity Press, yogyakarta.

Witoyo, K.E. 2001. Kajian Pengaruh Konsetrasi Bahan Pengawet dan Jenis Kemasan Terhadap Daya Simpan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)


(44)

(45)

Lampiran 1. Data Angka Absorbansi CO2 Murni

Gambar 1. Grafik kurva standar CO2 murni Tabel 1. Angka absorbansi CO2 murni

Lampiran 2. Contoh Perhitungan Laju Respirasi

Laju respirasi CO2 Jamur Tiram Segar (mg.CO2/kg.jam) Diketahui : Persamaan kurva standar Y = 1.897e-16.1x

Free space kemasan = 3370 ml

y = 1.897e

-16.1x

R² = 0.938

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

0 0,05 0,1 0,15 0,2

CO

2

Absorbansi

Kurva Standar

Kurva standar


(46)

Bobot Jamur = 143,1756 gr

Bj CO2 = 1,975 mg/ml

Dimana :

X = Absorbansi spektrofotometer Y = Volume produksi CO2 (ml)

Contoh perhitungan diambil dari perlakuan A pada penyimpanan dingin pada jam ke-3. Hasil absorbansi gas CO2 (3 ml) = 0,077

1. Volume produksi CO2 : Y = 1.897e-16.1(0,077) X = 1,68 ml

2. Persentase konsentrasi CO2 (%)

=(Volume produksi CO2/3 ml x 100%) ( (1,68/3) x 100%) = 55,86 %

3. Laju Produksi CO2 (mg/kg/jam)

= (( % CO2 akhir - %CO2 awal) x bj CO2 x Free Space ) / massa bahan/waktu simpan)

= ((55,86 – 0,03) x 1,975 mg/ml x 3370) / 143,1756 gr /3 jam/1000 = 7,79 mg.CO2/kg.jam

Hari Suhu (⁰C)

Ruang Dingin

0 29 8

1 29 9

2 31 7

3 29 8

4 32 10

5 31 8

6 31 7

7 29 11

8 31 9

9 32 7

10 31 11

11 31 7

12 32 9

13 32 7


(47)

Gambar 2. Grafik perbandingan suhu ruang dan suhu rendah jamur selama penyimpanan jamur tiram putih

0 5 10 15 20 25 30 35

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Su

hu

(

C)

Waktu (hari)

Ruang Dingin


(48)

57

Lampiran 3. Tabel Data Hasil Pengukuran dan Perhitungan

Tabel 11. Data perubahan bobot jamur tiram segar pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kontrol Ruang 143,17 41,52

PKR 137,45 138,98 140,21 135,16 130,34 128,11 PSR 142,33 144,93 150,58 153,66 150,61 149,42 PBR 142,06 151,28 157,30 162,73 161,93 156,51 Kontrol Dingin 119,43 82,66 61,39

PKD 109,78 109,99 110,40 111,27 111,47 111,73 112,90 114,68 112,72 111,05 109,60 108,88 108,74 107,12 107,07 PSD 123,57 127,41 131,36 136,31 137,44 138,89 139,67 141,57 141,91 143,02 140,28 138,90 135,27 134,33 130,74 PBD 126,42 130,79 132,63 138,52 138,95 141,63 142,60 136,13 134,97 134,41 133,51 132,67 132,12 130,77 128,93

Tabel 12. Data luas proyeksi lingkar mahkota jamur tiram segar pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kontrol Ruang 17,55 13,87 Rusak

PKR 17,55 16,30 14,39 13,31 13,31 12,09 PSR 17,55 16,19 15,37 15,03 13,15 12,64 PBR 17,55 16,34 15,47 14,19 12,83 11,55 Kontrol Dingin 17,55 14,55 14,21

PKD 17,55 17,55 17,00 17,00 15,52 14,86 14,86 14,27 13,94 13,34 12,77 12,14 11,55 11,55 11,01 PSD 17,55 17,55 17,06 16,16 15,31 14,02 14,02 12,96 12,36 12,08 11,13 10,15 9,51 9,38 8,49 PBD 17,55 17,00 16,67 16,04 15,17 14,05 14,05 12,83 12,24 11,51 10,94 10,67 10,13 9,99 9,33

Bobot/hari (gram) Sampel Rusak Rusak Rusak Rusak Rusak

Luas Proyeksi atau Lingkar Mahkota (cm^2/hari) Sampel


(49)

58

ampiran

4. Data P

Tabel 13. Data kadar air jamur tiram segar pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kontrol Ruang 88,34 81,50

PKR 88,34 90,73 92,83 92,72 92,25 91,84 PSR 88,34 90,78 92,73 92,86 92,20 91,74 PBR 88,34 90,89 92,22 92,87 92,62 91,90 Kontrol Dingin 88,34 88,62 82,74

PKD 88,34 88,54 89,18 89,20 90,02 90,59 91,03 91,76 91,76 91,35 90,91 90,80 90,71 90,52 89,04 PSD 88,34 89,09 88,70 89,71 88,82 90,76 89,34 89,69 92,64 91,39 91,67 90,92 90,43 91,30 92,48 PBD 88,34 88,74 88,31 89,46 89,47 89,73 90,58 90,72 91,65 91,90 91,76 91,29 90,98 90,54 90,25

Tabel 14. Data laju respirasi jamur tiram segar pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan

Sampel

Waktu (Jam) 3 6 9 12 18 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336

Kontrol Ruang 7,79 16,50 24,39 33,21 49,45 230,48 Rusak

RKR 5,09 10,32 30,83 40,98 81,04 126,74 172,64 96,67 96,24 -RSR 5,63 11,43 34,13 45,08 86,87 127,60 175,07 93,33 93,18 -RBR 5,35 10,82 32,13 40,59 78,10 113,75 152,46 87,14 86,55 -Kontrol Dingin 7,98 18,28 25,37 34,05 50,59 93,49 239,53

RKD 5,88 12,19 18,14 15,40 20,19 24,21 36,17 48,27 96,44 96,63 95,96 143,12 142,32 143,93 190,64 191,57 193,27 194,20 236,22 RSD 6,02 12,51 18,51 17,05 22,76 24,72 36,72 47,57 92,23 92,43 92,93 133,46 133,94 133,96 177,85 178,95 179,33 180,08 218,85 RBD 5,54 11,48 16,96 16,14 21,55 22,71 33,80 43,73 86,69 86,29 86,48 124,02 124,18 125,33 166,50 166,58 167,11 167,49 201,26

Sampel

Rusak

Rusak

Laju Produksi CO2 Jamur Tiram Kadar air/hari (%)

Rusak

Rusak Rusak


(50)

59

La

Tabel 15. Data angka absorbansi jamur tiram segar pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan

Sampel

Waktu (Jam) 3 6 9 12 18 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336

Kontrol Ruang 1 0,078 0,041 0,051 0,047 0,043 0,049

Kontrol Ruang 2 0,079 0,042 0,051 0,044 0,042 0,043

Kontrol Ruang 3 0,075 0,041 0,049 0,022 0,041 0,042

Kontrol Ruang 0,077 0,041 0,050 0,037 0,042 0,044

RKR 1 0,041 0,032 0,037 0,073 0,037 0,037 0,039 0,042 0,067

RKR 2 0,042 0,037 0,035 0,036 0,035 0,037 0,039 0,045

-RKR 3 0,046 0,032 0,041 0,035 0,037 0,036 0,040 0,041 0,049

RKR 0,043 0,034 0,037 0,048 0,036 0,036 0,039 0,042 0,058

RSR 1 0,043 0,033 0,036 0,036 0,035 0,036 0,038 0,043 0,044

RSR 2 0,045 0,034 0,037 0,035 0,037 0,035 0,039 0,042

-RSR 3 0,040 0,031 0,036 0,036 0,035 0,037 0,037 0,043

-RSR 0,042 0,033 0,036 0,036 0,036 0,036 0,038 0,042 0,044

RBR 1 0,038 0,032 0,034 0,034 0,042 0,037 0,036 -

-RBR 2 0,040 0,034 0,037 0,034 0,037 0,039 0,042 0,044 0,046

RBR 3 0,038 0,031 0,035 0,036 0,036 0,040 0,041 0,044 0,050

RBR 0,039 0,032 0,035 0,034 0,038 0,038 0,040 0,044 0,048

Kontrol Dingin 1 0,189 0,064 0,150 0,147 0,154 0,196 0,206

Kontrol Dingin 2 0,175 0,112 0,136 0,129 0,129 0,153 0,213

Kontrol Dingin 3 0,165 0,100 0,134 0,132 0,143 0,168 0,210

Kontrol Dingin 0,176 0,092 0,140 0,136 0,142 0,172 0,210

RKD 1 0,105 0,091 0,083 0,076 0,083 0,081 0,079 0,091 0,079 0,086 0,092 0,090 0,091 Rusak - - - -

-RKD 2 0,088 0,063 0,078 0,079 0,078 0,080 0,077 0,078 0,082 0,081 0,085 0,086 Rusak - - -

-RKD 3 0,092 0,066 0,073 0,077 0,079 0,078 0,079 0,079 0,087 0,081 0,084 0,085 0,093 0,097 0,093 0,089 0,099 0,089 0,106

RKD 0,095 0,073 0,078 0,077 0,080 0,080 0,078 0,083 0,083 0,083 0,087 0,087 0,092 0,097 0,093 0,089 0,099 0,089 0,106

RSR 1 0,086 0,069 0,074 0,069 0,081 0,084 0,084 0,080 0,083 0,079 0,083 0,084 0,086 0,094 Rusak - - -

-RSR 2 0,093 0,067 0,075 0,075 0,080 0,078 0,077 0,080 0,078 0,077 0,081 0,088 0,096 0,092 0,090 0,088 0,088 0,088 0,099

RSR 3 0,093 0,065 0,078 0,080 0,081 0,077 0,083 0,084 0,081 0,082 0,081 0,085 0,081 0,092 0,091 Rusak - -

-RSD 0,091 0,067 0,076 0,075 0,081 0,080 0,081 0,081 0,081 0,079 0,082 0,086 0,088 0,093 0,091 0,088 0,088 0,088 0,099

RBD 1 0,077 0,068 0,081 0,075 0,080 0,079 0,083 0,088 0,090 0,081 0,088 0,095 0,087 0,094 0,087 0,090 0,092 0,090 0,104

RBD 2 0,082 0,069 0,078 0,076 0,079 0,084 0,081 0,080 0,087 0,087 0,093 0,090 0,090 0,098 0,092 Rusak - -

-RBD 3 0,117 0,074 0,080 0,080 0,087 0,084 0,082 0,091 0,082 0,082 0,085 0,087 0,082 0,095 Rusak - - -

-RBD 0,092 0,070 0,080 0,077 0,082 0,082 0,082 0,086 0,086 0,083 0,089 0,091 0,086 0,096 0,090 0,090 0,092 0,090 0,104

Rusak

Absorbansi

Rusak


(51)

Lampiran 4. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan Tanpa Kemasan pada Suhu Ruang

Hari ke-0 Hari ke-1

Gambar 3. Perubahan warna jamur tiram segar tanpa kemasan pada suhu ruang saat selama penyimpanan


(52)

Lampiran 5. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan Tanpa Kemasan pada Suhu Rendah

Hari ke-0 Hari ke-1

Hari ke-2

Gambar 4. Perubahan warna jamur tiram segar tanpa kemasan pada suhu rendah selama penyimpanan


(53)

Lampiran 6. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan dalam Kemasan Plastik pada Suhu Ruang

Hari ke-0

Hari ke-2 Hari ke-5

Gambar 5. Perubahan warna jamur tiram segar dalam kemasan plastik pada


(54)

Lampiran 7. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan dalam Kemasan Plastik pada Suhu Rendah

Hari ke-0 Hari ke-4

Hari ke-13 Hari ke-14

Gambar 6. Perubahan warna jamur tiram segar dalam kemasan plastik pada


(55)

Lampiran 8. Foto Alat-Alat Ukur yang Digunakan dalam Penelitian

Gambar 7. Timbang digital


(56)

Lampiran 9. Foto Proses Pengukuran Nilai Absorbansi Jamur Tiram Putih

Gambar 9. Pengisian dan peletakan kupet berisi larutan standar yang telah dicampurkan dengan gas hasil respirasi jamur tiram baik dalam ataupun tanpa kemasan plastik

Gambar 10. Tampilan salah satu nilai angka absorbansi hasil pembacaan pada alat spectrofotometer


(1)

Lampiran 4. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan Tanpa Kemasan pada Suhu Ruang

Hari ke-0 Hari ke-1

Gambar 3. Perubahan warna jamur tiram segar tanpa kemasan pada suhu ruang saat selama penyimpanan


(2)

Lampiran 5. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan Tanpa Kemasan pada Suhu Rendah

Hari ke-0 Hari ke-1

Hari ke-2

Gambar 4. Perubahan warna jamur tiram segar tanpa kemasan pada suhu rendah selama penyimpanan


(3)

Lampiran 6. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan dalam Kemasan Plastik pada Suhu Ruang

Hari ke-0

Hari ke-2 Hari ke-5

Gambar 5. Perubahan warna jamur tiram segar dalam kemasan plastik pada


(4)

Lampiran 7. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan dalam Kemasan Plastik pada Suhu Rendah

Hari ke-0 Hari ke-4

Hari ke-13 Hari ke-14

Gambar 6. Perubahan warna jamur tiram segar dalam kemasan plastik pada


(5)

Lampiran 8. Foto Alat-Alat Ukur yang Digunakan dalam Penelitian

Gambar 7. Timbang digital


(6)

Lampiran 9. Foto Proses Pengukuran Nilai Absorbansi Jamur Tiram Putih

Gambar 9. Pengisian dan peletakan kupet berisi larutan standar yang telah dicampurkan dengan gas hasil respirasi jamur tiram baik dalam ataupun tanpa kemasan plastik

Gambar 10. Tampilan salah satu nilai angka absorbansi hasil pembacaan pada alat spectrofotometer