ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JERUK DI KALSEL
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
\ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JERUK
(Studi Kasus di Desa Karang Dukuh, Kecamatan Belawang
Barito Kuala, Kalimantan Selatan)
The Efficiency Analysis of Oranges Marketing
(The Case Study in Karang Dukuh Village, Belawang District,
Barito Kuala, South Kalimantan)
Lina Suherty
Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
Zaenal Fanani
Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang
A.Wahib Muhaimin
Dosen Fakultas Pertanian , Universitas Brawijaya Malang
ABSTRACT
This study analyze the efficiency of oranges which is grown in Barito Kuala
Residence, where Karang Dukuh Village as the research location because it is the centre of
orange producers. The aims of the study are knowing (1). the market structure of oranges
marketing, (2). whether the oranges marketing is integrate or no, and (3). the marketing
margin, the price share, the profit and cost ratio between marketing departments.
Based on the result of the study, there are five marketing channels in Karang
Dukuh Village, they are: first, farmer – district middleman – local retailer – local consumer;
second, farmer – district middleman – residence middleman –local retailer – local
consumer; third, farmer – residence middleman – local retailer – local consumer; fourth,
farmer – residence middleman – province middleman - outside retailer – outside consumer;
and fifth, farmer – province middleman - outside retailer – outside consumer. The S-C-P
approach indicated that: 1. the market structure tend to imperfect competition market, it is
of oligopsony measured by ratio concentration, and less than one price of elasticity
transmission, 2. the market conduct of the price decision depend on the middleman who
buy the oranges directly and also the cooperation between sellers, and there are still market
level which hasn’t integrated yet based on the market integration analysis, 3. the market
performance indicated that the market margin in all channels was enormous, the margin
distribution hasn’t spread yet, the price share of farmers was still low, the profit and cost
ratio was various.
Keywords: Efficiency, orange, marketing.
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis efisiensi pemasaran jeruk yang diusahakan di Desa
Karang Dukuh, Barito Kuala. Lokasi ini merupakan sentra produksi jeruk di Kalimantan
Selatan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui (1) struktur pasar dari sistem
pemasaran jeruk, (2) integrasi pemasaran jeruk, dan (3) marjin pemasaran, pangsa harga,
keuntungan dan rasio harga di antara lembaga pemasaran.
Berdasarkan hasil penelitian, ada lima saluran pemasaran di lokasi penelitian,
yaitu: (1) petani – pedagang kecamatan – pengecer lokal – konsumen lokal, (2) petani –
pedagang kecamatan - pedagang kabupaten – pengecer lokal – konsumen lokal, (3) petani –
pedagang kabupaten – pengecer lokal – konsumen lokal, (4) petani – pedagang kabupaten –
1
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
pedagang propinsi, pengecer luar daerah – konsumen luar daerah, (5) petani – pedagang
propinsi – pengecer luar daerah – konsumen luar daerah.
Pendekatan S-C-P menyatakan bahwa (1) struktur pasar cenderung sebagai pasar
kompetisi tidak sempurna, merupakan pasar oligopsoni yang diukur oleh rasio konsentrasi,
dan elastisitas harga kurang dari satu, (2) keputusan harga tergantung pada pedagang antara
yang membeli jeruk secara langsung dan juga kerjasama di antara pedagang, dan masih
ada tingkat pasar yang belum terintegrasi, (3) keragaan pasar menyatakan bahwa marjin
pasar dalam semua saluran beragam, distribusi marjin belum merata, pangsa harga petani
masih rendah, keuntungan dan rasio harga juga beragam.
Kata kunci: efisiensi pemasaran, jeruk, struktur pasar
PENDAHULUAN
(Anonymous, 2002). Tanaman jeruk
dikembangkan mengingat iklim yang
sesuai untuk komoditi tersebut. Besarnya
jumlah produksi dan konsumsi belum
mencerminkan sistem pemasaran yang
efisien. Sehubungan dengan hal tersebut
dalam
usaha
untuk
meningkatkan
pendapatan petani, perlu diimbangi dengan
sistem pemasaran yang menguntungkan
petani.
Salah satu aspek pemasaran yang
perlu
diperhatikan
dalam
upaya
meningkatkan arus barang dari produsen
ke konsumen adalah efisiensi pemasaran,
karena melalui efisiensi pemasaran selain
terlihat perbedaan harga yang diterima
petani sampai barang tersebut dibayar oleh
konsumen
akhir,
juga
kelayakan
pendapatan yang diterima petani maupun
lembaga pemasaran yang terlibat dalam
aktivitas pemasaran. Berdasarkan uraian
tersebut di atas, maka penelitian tentang
efisiensi pemasaran jeruk perlu untuk
dilakukan.
Tujuan penelitian adalah untuk (1)
mengetahui struktur pasar dari pemasaran
jeruk di daerah penelitian, (2) mengetahui
terintegrasi atau tidak-nya pemasaran jeruk
di daerah penelitian, dan (3) mengetahui
marjin pemasaran, share harga, share biaya
dan keuntungan antara lembaga pemasaran.
Sektor pertanian mempunyai peranan
penting dalam memajukan perekonomian
masyarakat, baik dalam keadaan normal
maupun dalam keadaan krisis ekonomi.
Dalam kondisi krisis ekonomi, sektor
pertanian yang memiliki local content
relatif tinggi dibandingkan dengan
komoditi manufaktur non pertanian, dapat
dijadikan sebagai katup penyelamat
ekonomi masyarakat.
Di Indonesia jeruk merupakan
komoditas buah-buahan terpenting ke tiga
setelah pisang dan mangga, dilihat dari
luas pertanaman dan jumlah produksi per
tahun. Menurut Biro Pusat Statistik,
produksi jeruk Indonesia pada tahun 1991
sebesar 353.011 ton. Dengan jumlah
penduduk 180 juta jiwa, maka untuk
mencapai sasaran tingkat konsumsi sebesar
3,26 kg per kapita per tahun diperlukan
buah jeruk sebanyak 745.676 ton, dengan
asumsi 30 persen buah rusak selama pasca
panen (Soelarso, 1996). Dengan demikian
produksi jeruk di Indonesia belum
mencukupi kebutuhan konsumsi jeruk
dalam negeri. Hal ini merupakan tantangan
dan peluang bagi petani, pengusaha jeruk
dan pemerintah dalam usaha meningkatkan
produksi jeruk.
Perkembangan produk hortikultura di
Kabupaten
Barito
Kuala
Propinsi
Kalimantan Selatan, menunjukkan bahwa
jeruk mengalami peningkatan produksi
dari 84.235,20 kwintal pada tahun 2000
menjadi 120.829 kwintal pada tahun 2001
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
2
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Karang Dukuh Kecamatan Belawang
Kabupaten Barito Kuala yang dipilih
secara
sengaja
(purposive)
karena
merupakan salah satu desa yang sangat
potensial dalam usaha pengembangan.
ISSN. 0852-5426
yang ditanami jeruk seluas 1 hektar dan
memiliki tanaman jeruk masing-masing
200 pohon. Dari populasi petani jeruk yang
ada di Desa Karang Dukuh sebanyak 130
orang diambil sebanyak 50 persen yaitu
sejumlah 65 petani sampel. Sedangkan
penentuan responden lembaga pemasaran
yang terlibat dilakukan dengan cara
snowballs sampling yaitu berdasarkan
informasi dari petani kepada siapa
komoditas tersebut dijual. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Teknik Pengambilan Sampel
Penentuan petani responden dilakukan
secara acak sederhana (simple random
sampling) karena petani di daerah
penelitian masing-masing memiliki lahan
Tabel 1. Jumlah responden petani dan pedagang (orang) dalam pemasaran jeruk di Desa
Karang Dukuh Kecamatan Belawang.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
Responden
Petani
Pedagang pengumpul kecamatan
Pedagang pengumpul kabupaten
Pedagang pengumpul propinsi
Pedagang pengecer lokal
Pedagang pengecer luar daerah
Populasi
130
-
Teknik Pengumpulan Data
Observasi yaitu teknik pengum-pulan
data dengan mengadakan pengamatan
langsung terhadap obyek penelitian.
Studi kepustakaan yaitu teknik
pengumpulan data dengan pene-laahan
pustaka dan laporan-laporan yang
berasal dari instansi yang terkait
dengan penelitian.
Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan langsung kepada responden dengan berpedoman pada
daftar
pertanyaan
yang
telah
dipersiapkan sebelumnya.
Sampel
65
5
6
3
12
10
101
(2). ada atau tidaknya diferensiasi produk
(3). besarnya hambatan untuk masuk
pasar.
Di samping itu analisis struktur pasar
juga dilakukan dengan meng-gunakan:
Konsentrasi Ratio (Kr)
Konsentrasi ratio adalah ratio antara
jumlah komoditi yang dibeli dengan
jumlah yang diperdagangkan, yang
dinyatakan
dalam
persen.
Secara
matematis Hay dan Morris (1991) dalam
Prasodjo
(1997),
mem-formulasikan
sebagai berikut:
Volume yang dibeli
Analisis Data
Struktur Pasar (Market Structure)
Pendekatan yang digunakan untuk
mengetahui struktur pasar yang ada adalah
dengan melihat:
(1). jumlah penjual dan pembeli dalam
pasar
Kr =
x 100 %
Volume yang diperdagangkan
Ketentuannya adalah sebagai berikut:
3
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Jika t hitung t tabel, maka hipotetis
yang menyatakan bahwa pemasaran jeruk
di Desa Karang Dukuh tidak efisien
diterima (terima H1 dan tolak H0).
Bila terdapat 1 (satu) pedagang yang
memiliki Kr minimal 95 % , maka pasar
tersebut mengarah pada pasar monopsoni.
Bila terdapat 4 (empat) pedagang
memiliki Kr minimal 80 %, maka pasar
tersebut cenderung mengarah pada
oligopsoni dengan konsentrasi tinggi.
Bila terdapat 8 (delapan) pedagang
memiliki Kr minimal 80 %, maka pasar
tersebut dikatakan berstruktur oligop-soni
dengan konsentrasi sedang.
Perilaku Pasar (Market Conduct)
Dalam penelitian ini, untuk melihat
perilaku pasar digunakan analisis kualitatif
yaitu dengan melihat:
(1).Ada tidaknya praktek-praktek
penentuan harga
(2).Ada tidaknya kerjasama antar
pedagang
Di samping analisis kualitatif juga
digunakan analisis kuantitatif yaitu dengan
pendekatan integrasi pasar.
Elastisitas Transmisi Harga
Menurut Masyrofie (1994), untuk
melihat hubungan elastisitas harga di
tingkat petani dengan elastisitas harga di
tingkat pengecer, dilihat elastisitas
transmisi harganya. Model yang digunakan
adalah:
Integrasi Pasar
Model yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Pf = Pr
Kemudian model tersebut dirubah
menjadi bentuk linear sebagai berikut:
Pf i (t) = b0 + b1 i Pr j (t) + et
Keterangan: Pf i (t)=harga rata-rata di
tingkat produsen ke i, pada bulan ke t
(Rp / kg); Pr j (t)= harga rata-rata di tingkat
pengecer (konsumen) ke j, pada bulan ke t
(Rp / kg); b1i = parameter; b0 = intersep; I
= tingkatan produsen; j = tingkatan
pembeli; e = error term.
Ln Pf = Ln + Ln Pr
Keterangan:
Pf = harga di tingkat
produsen (Rp / kg); Pr = harga di tingkat
pengecer (Rp / kg); = intersep; =
koefisien.
Kaidah penerimaan atau penolakan
hipotesis:
Jika t hitung t tabel, berarti harga
pada petani dan konsumen berintegrasi.
Jika t hitung t tabel, berarti harga
pada petani dan konsumen tidak
berintegrasi.
Pengujian parameter dilakukan dengan
uji t, dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : = 1
H1 : 1
Pengujian hipotesis:
-1
thitung =
SE ()
Penampilan
Pasar
(Market
Performance)
Untuk menganalisis penampilan pasar
dapat dilihat dari:
Kaidah penerimaan atau penolakan
hipotesis:
Jika t hitung t tabel, maka hipotetis
yang menyatakan bahwa pemasaran jeruk
di Desa Karang Dukuh tidak efisien ditolak
(tolak H1 dan terima H0).
Analisis Marjin Pemasaran
MP = Pr – Pf
Atau:
4
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
n
n
MP = Bpi + Kpi
i=1
i=1
Apabila perbandingan share keuntungan dari masing-masing lembaga
pemasaran yang terlibat dalam proses
pemasaran
merata,
maka
sistem
pemasarannya dikatakan efisien.
Apabila
perbandingan
share
keuntungan dengan biaya pemasaran
masing-masing lembaga pemasaran yang
terlibat dalam proses pemasaran merata
dan
cukup
logis,
maka
sistem
pemasarannya dikatakan efisien.
n
Bpi = bij
i=1
n
Kpi = Pij–Pbi - bij
i=1
Keterangan: MP = marjin pemasaran
(Rp/kg); Pr = harga konsumen (Rp/kg); Pf
= harga produsen (Rp/kg); Bpi = biaya
lembaga pemasaran ke i(Rp/ kg); Kpi =
keuntungan pemasaran ke i (Rp/ kg); Pij =
harga jual lembaga pemasaran ke i
(Rp/kg); Pbi = harga beli lembaga
pemasaran ke i (Rp/kg); Bij = biaya
pemasaran lembaga pemasaran ke i dari
berbagai jenis biaya dari biaya ke j = 1
sampai ke n.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Pemasaran
Sistem pemasaran jeruk di Desa
Karang Dukuh Kecamatan Belawang ini
ada yang dilakukan dengan sistem satuan
rupiah per biji (Rp/biji) dan ada yang
dengan sistem satuan rupiah per kilogram
(Rp/kg). Untuk memudahkan proses
perhitungan dalam penelitian ini, maka
sistem satuan berat yang ditetapkan adalah
Rp/kg.
Dari seluruh petani responden dalam
penelitian ini, semuanya meng-gunakan
jasa
lembaga
pemasaran
untuk
menyalurkan jeruk hingga sampai ke
tangan konsumen. Adanya
beberapa
saluran pemasaran ini akan menye-babkan
tingkat marjin, biaya pemasaran dan
keuntungan yang berbeda, pembagian
keuntungan yang adil di antara pelaku
dalam pemasaran sangat ditentukan oleh
efisiensi pemasaran.
Share Harga Yang diterima Petani
Pf
SPf =
ISSN. 0852-5426
x 100 %
Pr
Keterangan: SPf = share harga di tingkat
petani; Pf = harga di tingkat petani; Pr =
harga di tingkat konsumen.
Share Biaya Pemasaran dan Share
Keuntungan
Menurut Alhusniduki (1991), share
biaya pemasaran dan share keuntungan
dapat pula digunakan untuk meng-analisis
efisiensi pemasaran dengan formulasi
sebagai berikut:
Saluran Pemasaran
Ada beberapa lembaga pemasaran
yang terlibat dalam pemasaran jeruk dari
produsen atau petani di Desa Karang
Dukuh hingga ke tangan konsumen. Pada
umumnya para peda-gang pengumpul ini
sudah mempunyai petani langganan.
Mereka datang ke kebun petani secara
berkala dan memetik sendiri jeruk dari
pohonnya. Petani sudah melakukan
grading ter-hadap jeruk yang dihasilkannya
SKi = (Ki) / (Pr – Pf) x 100 %
Sbi = (Bi) / (Pr – Pf) x 100 %
keterangan: Ski = share keuntungan
lembaga pemasaran ke i; Sbi = share biaya
pemasaran ke i.
Dengan kriteria sebagai berikut:
5
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ber-dasarkan ukuran besar kecilnya buah
ISSN. 0852-5426
jeruk yang dilakukan hanya dengan
menggunakan perkiraan dan peng-alaman.
Petani
PP kec
I
PP kab
II
III
PP
prop
IV
V
PP
prop
PP
kab
PPC LD
PPC lokal
Konsumen LD
Konsumen lokal
Gambar 1. Saluran pemasaran jeruk di Desa Karang Dukuh Kecamatan Belawang
Keterangan : PP kec = pedagang pengumpul kecamatan PP kab = pedagang pengumpul kabupaten;
PP prop = pedagang pengumpul propinsi PPC lokal = pedagang pengecer lokal; PPC LD
=
pedagang pengecer luar daerah Konsumen LD = konsumen luar daerah.
Dari Gambar 1 di atas dapat dilihat
bahwa pemasaran jeruk di Desa Karang
Dukuh
Kecamatan
Belawang
ini
mempunyai 5 (lima) saluran pemasaran
yaitu sebagai berikut:
1. Saluran I: Petani – pedagang
pengumpul kecamatan – pedagang
pengecer lokal – konsumen lokal.
2. Saluran II: Petani – pedagang
pengumpul kecamatan – pedagang
pengumpul kabupaten
– pedagang
pengecer lokal – konsumen lokal.
3. Saluran III: Petani – pedagang
pengumpul kabupaten
– pedagang
pengecer lokal – konsumen lokal.
4. Saluran IV: Petani – pedagang
pengumpul
kabupaten – pedagang
pengumpul propinsi –pengecer luar daerah
– konsumen luar daerah.
5. Saluran V: Petani – pedagang
pengumpul propinsi – pedagang pengecer
luar daerah – konsumen luar daerah.
Dari total produksi jeruk yang
dihasilkan petani hanya sebanyak 7.869 kg
(26,16 persen) yang dijual kepada
konsumen lokal, sedangkan sisanya
sebanyak 22.212,5 kg (73,84 persen) dijual
kepada konsumen luar daerah. Jeruk dari
Desa Karang Dukuh ini ternyata lebih
banyak dijual kepada konsumen luar
daerah.
Analisis Struktur Pasar
6
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
Analisis struktur pasar dapat dianalisa
secara kualitatif maupun kuantitatif.
Dengan analisa kualitatif dapat dilihat dari
jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi
produk dan hambatan keluar masuk pasar.
Sedangkan analisa kuantitatif menggunakan analisa konsentrasi ratio dan
elastisitas transmisi harga.
ISSN. 0852-5426
Pasar yang bersaing sempurna ditandai
oleh banyaknya jumlah penjual dan
pembeli, sehingga masing-masing penjual
dan pembeli tidak dapat menentukan harga,
harga ditentukan oleh permintaan dan
penawaran (mekanisme pasar). Jumlah
penjual dan pembeli, diferensiasi produk,
hambatan keluar masuk pasar dan struktur
pasar dalam pemasaran jeruk di Desa
Karang Dukuh Kecamatan Belawang dapat
dilihat pada Tabel 2.
Jumlah Penjual dan Pembeli Dalam
Pasar
Tabel 2. Jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan keluar masuk pasar
dan struktur pasar dalam pemasaran jeruk.
Tingkat pasar
Petani
Pasar lokal
PP kec
PP kab
Pasar luar daerah
PP kab
PP prop
Jumlah
penjual
Jumlah
pembeli
Diferensiasi
produk
65
11*
Tidak ada
Hambatan
keluar masuk
pasar
Ada
5
3
6**
8
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Oligopsoni
Oligopsoni
3
3
1
10
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Monopsoni
Oligopsoni
Struktur pasar
Oligopsoni
Keterangan: *) terdiri dari 5 orang PP kec, 4 orang PP kab dan 2 orang PP prop.
**) terdiri dari 4 orang PPC lokal dan 2 orang PP kab.
Melihat jumlah penjual dan pembeli
yang tidak sebanding, maka pemasaran
jeruk di Desa Karang Dukuh Kecamatan
Belawang adalah tidak efisien, karena
beberapa tingkat pasar ini hampir
semuanya mengarah pada pasar oligopsoni,
hanya satu tingkat pasar pada pasar luar
daerah yang struktur pasarnya mengarah
pada pasar monopsoni.
Pada umumnya hambatan yang
dihadapi oleh sebagian besar petani adalah
kurangnya modal dalam berusahatani
sehingga berpengaruh terhadap pendapatan
dan produktivitas petani. Selain itu
informasi harga yang diterima oleh petani
juga kurang. Petani hanya menerima
informasi harga dari sesama petani dan
pedagang pengumpul yang langsung
datang membeli jeruk kepada petani.
Kondisi kekurangan modal ini juga
dihadapi oleh lembaga-lembaga pemasaran
yang terlibat dalam pemasaran jeruk.
Diferensiasi Produk
Tidak ada perubahan bentuk yang
dapat menciptakan nilai tambah dari jeruk
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemasaran yang terlibat dalam pemasaran
jeruk di Desa Karang Dukuh Kecamatan
Belawang. Jeruk yang dihasilkan petani
seluruhnya dijual dalam bentuk buah segar
baik kepada konsumen lokal maupun
konsumen luar daerah.
Analisis Konsentrasi Ratio (Kr)
Dari hasil perhitungan menghasilkan
persentase Kr kumulatif pada 4 (empat)
pedagang pengumpul kecamatan adalah
89,51 persen, menunjukkan bahwa struktur
pasar cenderung mengarah pada pasar
oligopsoni konsentrasi tinggi. Persentase
Kr kumulatif pada 4 (empat) pedagang
pengumpul kabupaten adalah 87,47 persen,
Hambatan Keluar Masuk Pasar
7
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
menunjukkan bahwa struktur pasar
cenderung mengarah pada pasar oligopsoni
konsentrasi tinggi. Persentase Kr kumulatif
pada 2 (dua) pedagang pengumpul propinsi
adalah 84,47 persen, menunjukkan bahwa
struktur pasar cenderung mengarah pada
pasar oligopsoni konsentrasi tinggi.
Persentase Kr kumulatif pada 8 (delapan)
pedagang pengecer lokal adalah 87,18
persen, menunjukkan bahwa struktur pasar
cenderung mengarah pada pasar oligopsoni
konsentrasi
sedang.
Persentase
Kr
kumulatif pada 8 (delapan) pedagang
pengecer luar daerah adalah 93,98 persen,
menunjukkan bahwa struktur pasar
cenderung mengarah pada pasar oligopsoni
konsentrasi sedang.
ISSN. 0852-5426
tingkat petani produsen karena perubahan
harga di tingkat konsumen.
Untuk mengetahui respon harga jeruk
di tingkat petani produsen karena
perubahan harga di tingkat konsumen lokal
dapat dilihat dari hasil regresi linear
sederhana pada Tabel 3.
Persamaan regresi linear sederhana
dapat ditulis sebagai berikut:
Ln Pf = + Ln Pr
Ln Pf = 1788,907 + 0,276 Ln Pr
Dari persamaan di atas, maka
elastisitas transmisi harga antara petani
dengan konsumen lokal adalah sebesar
koefisien regresi yaitu = 0,276 < 1 (in
elastis).
Analisis Transmisi Harga
Analisis transmisi harga dilakukan
untuk mengetahui respon harga jeruk di
Tabel 3. Hasil regresi antara harga di tingkat produsen (petani) dengan harga di tingkat
konsumen lokal.
Variabel
SE
t
(constant)
1788,907
424,867
4,211
Ln Pr
0,276*
0,078
3,564
Keterangan: * signifikan pada = 5 % ; t tabel 0,05 = 2,042
Hasil perhitungan menunjukkan t
hitung = 3,564 lebih dari t / 2 (Dajan,
1986) ( = 0,05) = 2,042. Dengan
demikian H0 : = 1 di tolak, maka
hipotesis yang menyatakan bahwa
pemasaran jeruk di Desa Karang Dukuh
tidak efisien diterima. Hasil analisis
menunjukkan elastisitas transmisi harga
tidak sama dengan satu. Bila terjadi
perubahan harga jeruk di tingkat konsumen
lokal sebesar 1 persen, maka harga jeruk di
tingkat petani hanya berubah sebesar 0,276
persen.
Dilihat dari koefisien determinasi
(R2), respon harga jeruk di tingkat petani
R2
0,284
produsen karena perubahan harga di
tingkat konsumen lokal adalah sebesar
0,284, berarti 28,4 persen variasi harga di
tingkat petani produsen dipengaruhi oleh
variasi harga di tingkat konsumen lokal,
sedangkan 71,6 persen dipengaruhi oleh
faktor lain selain harga di tingkat
konsumen lokal seperti pendapatan
konsumen lokal, selera, harga buah
substitusi lain dan jumlah penduduk.
Untuk mengetahui respon harga jeruk
di tingkat petani produsen karena
perubahan harga di tingkat konsumen luar
daerah dapat dilihat dari hasil regresi linear
sederhana pada Tabel 4.
8
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Tabel 4. Hasil regresi antara harga di tingkat produsen (petani) dengan harga di tingkat
konsumen luar daerah.
Variabel
SE
t
(constant)
- 494,515
1078,499
- 0,459
Ln Pr
0,571*
0,159
3,585
Keterangan : * signifikan pada = 5 % ; t tabel 0,05 = 2,045
Persamaan regresi linear sederhana
dapat ditulis sebagai berikut :
R2
0,307
transportasi dan jarak antara produsen dan
konsumen.
Untuk hasil-hasil pertanian umumnya
< 1 artinya apabila terjadi perubahan
harga 1 persen di tingkat konsumen, maka
akan mengakibatkan perubahan harga yang
kurang dari 1 persen di tingkat produsen.
Pada < 1 berarti pasar berjalan tidak
efisien (tidak bersaing sempurna).
Ln Pf = + Ln Pr
Ln Pf = - 494,515 + 0,571 Ln Pr
Dari persamaan di atas, maka
elastisitas transmisi harga antara petani
dengan konsumen luar daerah adalah
sebesar koefisien regresi yaitu = 0,571 <
1 (in elastis).
Hasil perhitungan menunjukkan t
hitung = 3,585 lebih dari t / 2 ( =
0,05) = 2,045. Dengan demikian H0 : = 1
di tolak, maka hipotesis yang menyatakan
bahwa pemasaran jeruk di Desa Karang
Dukuh tidak efisien diterima. Hasil analisis
menunjukkan elastisitas transmisi harga
tidak sama dengan satu. Bila terjadi
perubahan harga jeruk di tingkat konsumen
luar daerah sebesar 1 persen, maka harga
jeruk di tingkat petani hanya berubah
sebesar 0,571 persen.
Dilihat dari koefisien determinasi
(R2), respon harga jeruk di tingkat petani
produsen karena perubahan harga di
tingkat konsumen luar daerah adalah
sebesar 0,307, berarti 30,7 persen variasi
harga di tingkat petani produsen
dipengaruhi oleh variasi harga di tingkat
konsumen luar daerah, sedangkan 69,3
persen dipengaruhi oleh faktor lain selain
harga di tingkat konsumen luar daerah
seperti pendapatan konsumen luar daerah,
selera, harga buah substitusi lain, biaya
Analisis Perilaku Pasar
Untuk menganalisis perilaku pasar
dapat digunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Untuk pendekatan kualitatif
dapat dilihat dari penentuan harga dan
kerjasama antar pedagang. Sedangkan
pendekatan kuantitatif dilihat dari integrasi
pasar.
Penentuan Harga
Dalam penentuan harga jeruk, harga
ditentukan oleh pedagang pengumpul yang
terdiri
dari
pedagang
pengumpul
kecamatan,
pedagang
pengumpul
kabupaten dan pedagang pengumpul
propinsi, di mana harga jeruk di Desa
Karang Dukuh berkisar antara Rp 3.000,sampai dengan Rp 3.500,- per kilogram.
Analisis Integrasi Pasar
Integrasi pasar vertikal dilakukan
untuk menganalisis keterkaitan harga suatu
pasar dengan harga pasar di bawahnya.
Untuk menganalisis integrasi pasar ini
digunakan regresi linear sederhana.
Keterkaitan harga pada berbagai tingkat
9
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
pasar dalam penelitian ini dapat
ditunjukkan melalui estimasi koefisien
ISSN. 0852-5426
regresi linear sederhana seperti terlihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil regresi integrasi pasar pada berbagai saluran pemasaran.
Tingkat pasar
Ptn
PP kec
Ptn
PP kab
Ptn
PP prop
PP kec PPC lokal
PP kec PP kab
PP kab PPC lokal
PP kab PP prop
PP prop PPC LD
Koefisien
- 0,178
0,183
1,091
0,545
0,500
0,678
0,663
0,286
Integrasi harga antara petani dengan
pedagang pengumpul kecamatan dapat
ditunjukkan oleh koefisien regresi b1 = 0,178
1. Berarti apabila terjadi
perubahan
harga
pada
pedagang
pengumpul kecamatan sebanyak Rp 1,ditransmisikan kepada petani sebesar Rp
0,178. Berdasarkan perhitungan, nilai t
hitung = - 1,298 > t tabel = -2,056. Maka
terima H0 : b1 i = 1 berarti harga jeruk
antara petani dengan pedagang pengumpul
kecamatan terintegrasi.
Integrasi harga antara petani dengan
pedagang pengumpul kabupaten dapat
ditunjukkan oleh koefisien regresi b1 =
0,183 1. Berarti apabila terjadi
perubahan
harga
pada
pedagang
pengumpul kabupaten sebanyak Rp 1,ditransmisikan kepada petani sebesar Rp
0,183. Berdasarkan perhitungan pada
lampiran 9, nilai t hitung = 1,897 < t tabel
= 2,086. Maka terima H0 : b1 i = 1 berarti
harga jeruk antara petani dengan pedagang
pengumpul kabupaten terintegrasi.
Integrasi harga antara petani dengan
pedagang pengumpul propinsi ditunjukkan
oleh koefisien regresi b1 = 1,091 1.
Berarti apabila terjadi perubahan harga
pada pedagang pengumpul propinsi
sebanyak Rp 1,- ditransmisikan kepada
t
- 1,298
1,897
7,065
3,000
1,732
5,861
2,502
0,871
R2
0,061
0,153
0,793
0,818
0,750
0,851
0,862
0,087
R
-0,247
0,391
0,891
0,905
0,866
0,923
0,929
0,294
petani sebesar Rp 1,091. Berdasarkan
perhitungan pada lampiran 10, nilai t
hitung = 7,065 > t tabel = 2,160. Maka
tolak H0 : b1 i = 1 berarti harga jeruk
antara petani dengan pedagang pengumpul
propinsi tidak terintegrasi.
Integrasi harga antara pedagang
pengumpul kecamatan dengan pedagang
pengecer lokal ditunjukkan oleh koefisien
regresi b1 = 0,545 1. Berarti apabila
terjadi perubahan harga pada pedagang
pengecer lokal sebanyak Rp 1,ditransmisikan
kepada
pedagang
pengumpul kecamatan sebesar Rp 0,545.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran 11,
nilai t hitung = 3,000 < t tabel = 4,303.
Maka terima H0 : b1 i = 1 berarti harga
jeruk
antara
pedagang
pengumpul
kecamatan dengan pedagang pengecer
lokal terintegrasi.
Integrasi harga antara pedagang
pengumpul kecamatan dengan pedagang
pengumpul kabupaten ditunjukkan oleh
koefisien regresi b1 = 0,500 1. Berarti
apabila terjadi perubahan harga pada
pedagang pengumpul kabupaten sebanyak
Rp 1,- ditransmisikan kepada pedagang
pengumpul kecamatan sebesar Rp 0,500.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran
12, nilai t hitung = 1,732 < t tabel =
10
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
12,706. Maka terima H0 : b1 i = 1 berarti
harga jeruk antara pedagang pengumpul
kecamatan dengan pedagang pengumpul
kabupaten terintegrasi.
Integrasi harga antara pedagang
pengumpul kabupaten dengan pedagang
pengecer lokal ditunjukkan oleh koefisien
regresi b1 = 0,678 1. Berarti apabila
terjadi perubahan harga pada pedagang
pengecer lokal sebanyak Rp 1,ditransmisikan
kepada
pedagang
pengumpul kabupaten sebesar Rp 0,678.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran
13, nilai t hitung = 5,861 > t tabel = 2,447.
Maka tolak H0 : b1 i = 1 berarti harga
jeruk
antara
pedagang
pengumpul
kabupaten dengan pedagang pengecer
lokal tidak terintegrasi.
Integrasi harga antara pedagang
pengumpul kabupaten dengan pedagang
pengumpul propinsi ditunjukkan oleh
koefisien regresi b1 = 0,663 1. Berarti
apabila terjadi perubahan harga pada
pedagang pengumpul propinsi sebanyak
Rp 1,- ditransmisikan kepada pedagang
pengumpul kabupaten sebesar Rp 0,663.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran
14, nilai t hitung = 2,502 < t tabel =
12,706. Maka terima H0 : b1 i = 1 berarti
harga jeruk antara pedagang pengumpul
kabupaten dengan pedagang pengumpul
propinsi terintegrasi.
Integrasi harga antara pedagang
pengumpul propinsi dengan pedagang
pengecer luar daerah ditunjukkan oleh
koefisien regresi b1 = 0,286 1. Berarti
apabila terjadi perubahan harga pada
pedagang pengecer luar daerah sebanyak
Rp 1,- ditransmisikan kepada pedagang
pengumpul propinsi sebesar Rp 0,286.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran
15, nilai t hitung = 0,871 < t tabel = 2,306.
Maka terima H0 : b1 i = 1 berarti harga
ISSN. 0852-5426
jeruk antara pedagang pengumpul propinsi
dengan pedagang pengecer luar daerah
terintegrasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesa 2 tidak semuanya terbukti
karena integrasi pasar secara vertikal pada
berbagai saluran pemasaran terintegrasi
(pasar berjalan efisien), kecuali antara
petani dengan pedagang pengumpul
propinsi, dan antara pedagang pengumpul
kabupaten dengan pedagang pengecer
lokal, tidak terintegrasi (pasar berjalan
tidak efisien). Hal ini mengindikasikan
bahwa pasarnya mengarah pada pasar
persaingan tidak sempurna.
Analisis Penampilan Pasar
Penampilan pasar adalah rangkaian
analisa terakhir dari analisa S-C-P
(Structure – Conduct – Performance).
Dalam penelitian ini untuk mengetahui
penampilan pasar dalam pemasaran jeruk
digunakan analisis marjin pemasaran,
distribusi marjin, share harga yang diterima
petani, serta ratio keuntungan dan biaya.
Analisis Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran sering digunakan
sebagai indikator efisiensi pemasaran.
Besarnya marjin pemasaran pada berbagai
saluran pemasaran dapat berbeda, karena
tergantung pada panjang pendeknya
saluran pemasaran dan aktivitas-aktivitas
yang telah dilaksanakan serta keuntungan
yang diharapkan oleh lembaga pemasaran
yang terlibat dalam pemasaran.
Pada tabel berikut ini dapat dilihat
hasil analisis marjin, distribusi marjin,
share harga yang diterima petani serta ratio
keuntungan dan biaya dalam pemasaran
jeruk.
11
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Tabel 6. Marjin pemasaran, distribusi marjin, share harga yang diterima petani serta ratio
keuntungan dan biaya dalam pemasaran jeruk.
Salur
an
I
Lembaga pemasaran
Petani
Biaya usahatani
Harga jual
Keuntungan
812
3.412
2.600
PP kec
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
94
3.412
4.454
948
PPC lokal
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
89
4.454
5.433
890
Marjin
Petani
Biaya usahatani
Harga jual
Keuntungan
II
Biaya
dan
Harga (Rp/kg)
PP kab
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
50
4.185
4.768
533
PPC lokal
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
83
4.768
5.651
800
harga
4,65
Ratio
(K/B)
3,20
10,08
46,91
4,40
10,00
44,04
100
812
3.412
2.600
83
3.412
4.185
690
Share
(%)
62,80
2.021
PP kec
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
Marjin
Distribusi
marjin (%)
60,38
3,71
3,20
8,31
30,82
2,23
10,66
23,80
3,71
35,73
2.239
100
12
9,64
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Tabel 6. Marjin pemasaran, distribusi marjin, share harga yang diterima petani serta ratio
keuntungan dan biaya dalam pemasaran jeruk (lanjutan).
III
Petani
Biaya usahatani
Harga jual
Keuntungan
812
3.412
2.600
PP kab
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
96
3.412
4.673
1.165
PPC lokal
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
82
4.673
5.560
805
Marjin
Petani
Biaya usahatani
Harga jual
Keuntungan
IV
4,47
PP prop
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
50
5.023
5.670
597
PPC LD
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
55
5.670
6.769
1.044
12,14
3,82
9,82
37,48
100
812
3.412
2.600
113
3.412
5.023
1.498
3,20
54,23
2.148
PP kab
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
Marjin
61,37
50,41
3,37
3,20
13,26
44,62
1,49
11,94
17,78
1,64
31,10
3.357
100
13
18,98
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Tabel 6. Marjin pemasaran, distribusi marjin, share harga yang diterima petani serta ratio
keuntungan dan biaya dalam pemasaran jeruk (lanjutan).
V
Petani
Biaya usahatani
Harga jual
Keuntungan
812
3.412
2.600
PP prop
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
141
3.412
5.871
2.318
PPC LD
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
40
5.871
6.687
776
Marjin
51,02
4,31
3,20
16,44
70,78
1,22
19,40
23,69
3.275
100
Distribusi Marjin Pemasaran
Keuntungan yang paling besar
diterima oleh pedagang pengumpul
propinsi pada saluran kelima (70,78
persen) karena mereka membeli jeruk
langsung dari petani. Kemudian pada
urutan kedua, keuntungan pedagang
pengumpul kabupaten pada saluran ketiga
(54,23 persen) yang juga membeli jeruk
langsung dari petani. Sedangkan pada
urutan ketiga ditempati oleh keuntungan
pedagang pengumpul kecamatan pada
saluran pertama (46,91 persen), hal ini juga
disebabkan karena mereka membeli jeruk
langsung dari petani.
Untuk pasar lokal, marjin pemasaran
yang paling besar adalah pada saluran
kedua. Hal ini karena lembaga pemasaran
yang terlibat pada saluran pemasaran jeruk
ini lebih banyak dibandingkan dengan
saluran pertama dan ketiga. Sedangkan
untuk pasar luar daerah, marjin pemasaran
yang paling besar adalah pada saluran
keempat.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan, semakin panjang saluran
pemasaran, semakin besar marjinnya. Oleh
karena itu harga di tingkat konsumen akan
lebih mahal jika saluran pemasarannya
semakin panjang.
Share Harga yang Diterima Petani
Dari tabel 6 di atas dapat dilihat, untuk
pasar lokal, share harga yang diterima
petani yang paling besar ada pada saluran
pertama yaitu sebesar 62,80 persen.
Kemudian diikuti oleh saluran ketiga yaitu
sebesar 61,37 persen. Sedangkan pada
saluran kedua, share harga yang diterima
petani lebih kecil dibandingkan dengan
saluran pertama dan ketiga. Sedangkan
untuk pasar luar daerah, share harga yang
diterima petani yang paling besar ada pada
saluran kelima yaitu sebesar 51,02 persen.
Melihat kondisi seperti ini dapat dikatakan
bahwa share harga yang diterima petani
masih relatif kecil.
Ratio Keuntungan dan Biaya
Untuk mengetahui besarnya ratio
keuntungan dan biaya pemasaran pada
masing-masing tingkat pasar di berbagai
saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel
7.
14
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Tabel 7. Ratio keuntungan dan biaya pada masing-masing tingkat pasar di berbagai
saluran pemasaran jeruk.
Saluran
pemasaran
I
II
III
IV
V
Petani
3,20
3,20
3,20
3,20
3,20
PP kec
10,08
8,31
-
Tingkat pasar
PP kab
PP prop
10,66
12,14
13,26
11,94
16,44
Dari semua saluran tersebut, yang paling
tinggi ratio keuntungan dan biayanya ada
pada tingkat pasar pedagang pengecer luar
daerah pada saluran kelima, kemudian
diikuti oleh pedagang pengecer luar daerah
pada saluran keempat. Sedangkan ratio
keuntungan dan biaya terendah ada pada
tingkat petani pada semua saluran
pemasaran yaitu sebesar 3,20 karena
meskipun keuntungan yang didapat banyak
tetapi biaya usahataninya juga lebih
banyak dibandingkan biaya pemasaran
yang dikeluarkan oleh para pedagang. Dari
analisis
penampilan
pasar
secara
keseluruhan ternyata pemasaran jeruk di
Desa Karang Dukuh Kecamatan Belawang,
belum berjalan efisien. Hal ini bisa dilihat
dari distribusi marjin yang belum merata,
share harga yang diterima petani juga
masih relatif rendah, serta ratio keuntungan
dan biaya pada petani juga masih rendah.
Rendahnya share harga yang diterima
petani ini disebabkan karena harga
ditentukan oleh pedagang pengumpul,
petani hanya sebagai penerima harga (price
taker).
2.
3.
PPC lokal
10,00
9,64
9,82
-
PPC LD
18,98
19,40
Dengan pendekatan transmisi harga
menghasilkan < 1 (in elastis).
Berdasarkan analisis perilaku pasar,
pemasaran jeruk di Desa Karang
Dukuh Kecamatan Barito Kuala belum
efisien. Yang paling dominan dalam
menentukan harga adalah pedagang
pengumpul yang langsung membeli
jeruk dari petani. Kerjasama antar
pedagang terbatas pada informasi
pasar tentang harga yang kurang
terbuka. Dari analisis integrasi pasar
masih ada tingkat pasar yang belum
terintegrasi.
Berdasarkan analisis penampilan
pasar,
pemasaran jeruk di Desa
Karang Dukuh Kecamatan Barito
Kuala tidak efisien. Hal ini dilihat dari
marjin pemasaran pada semua saluran
pemasaran besar, distribusi marjinnya
belum merata, share harga yang
diterima petani masih rendah, ratio
keuntungan dan biaya bervariasi.
Saran-saran
1. Petani perlu melakukan diferensiasi
produk seperti pembuatan sirup jeruk
yang dapat memberikan nilai tambah
pada produk yang dihasilkan.
2. Petani perlu mencari informasi harga di
tingkat konsumen agar posisi petani
dalam tawar-menawar lebih kuat.
3. Untuk meningkatkan share harga yang
diterima petani, perlu diupayakan
saluran pemasaran yang lebih pendek.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan analisis struktur pasar,
pemasaran jeruk di Desa Karang
Dukuh Kecamatan Barito Kuala tidak
efisien karena struktur pasarnya
mengarah pada pasar persaingan tidak
sempurna.
Dengan
pendekatan
konsentrasi ratio, struktur pasarnya
mengarah pada pasar oligopsoni.
15
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
DAFTAR PUSTAKA
ISSN. 0852-5426
Implementasi
dan
Kontrol
(terjemahan Hendra Teguh SE, Ak
dan Ronny A Rusli SE, AK),
Prenhallindo, Jakarta.
Kristanto et al. 1986. Pemasaran Hasilhasil Pertanian, Yayasan Obor
Jakarta.
Martin,
Stephen.
1989.
Industrial
Economics : Economic Ana-lysis
and Public Policy, Macmillan
Publishing Company, New York.
Masyrofie. 1994. Diktat Pemasaran Hasil
Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Universitas Brawijaya
Malang.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi
Pertanian, LP3ES, Jakarta.
Prasodjo, Adi. 1997. Struktur, Perilaku dan
Keragaan Pasar Cabai Rawit di
Kecamatan Sukowono Jember,
Tesis
Program
Pascasarjana
Universitas Brawijaya Malang.
Purcell, Wayne D. 1979. Agricultural
Marketing : System, Coordination,
Cash and Future Prices, Reston
Publishing Company, Inc. A
Prentice Hall Company. Reston
Virginia.
Rashid, A dan M.A Chaudhry. 1973.
Marketing Efficiency In Theory
and Practice, Lowa University
Press, Ames.
Ravallion, M. 1986. Testing Market
Integration, American Journal of
Agricultural Economics, Vol. 68 No
1. p. 102 – 109.
Soekartawi. 1993. Manajemen Pemasaran
Hasil-hasil Pertanian: Teori dan
Aplikasinya, PT Raja Grapindo
Persada Jakarta.
Stifel, L.D. 1975. Imperfect Competition in
Vertical Market Network: The Case
of Rubber in Thailand, American
Journal of Agricultural Economics,
Vol. 57 No 4, p. 631 – 640.
Tomek, W.G dan Robinson, K.L. 1997.
Agricultural
Product
Prices.
Cornell University Press, London.
Anonymous. 2002. Profil Kabupaten
Barito Kuala. Bagian Humas dan
Protokol
Sekretariat
Daerah
Kabupaten Barito Kuala.
Arshad, F.M. 1980. The Integration of
Falm Oil Market in Peninsular
Malaysia, Indian Journal of
Agriculture Economic, Vol.45 No
1.
Azzaino, Zulkifli. 1982. Pengantar
Tataniaga Pertanian, Depar-temen
Pertanian
Ilmu-ilmu
Sisial
Ekonomi Pertanian, IPB Bogor.
Brorsen, B. Wade. 1985. Marketing
Margins and Price Uncertainty:
The Case of the U.S. Wheat
Market, American Journal of
Agriculture Economics. Vol. 67
No 3 p. 521 – 528.
Dajan, Anto. 1986. Pengantar Metode
Statistik Jilid II. LP3ES, Jakarta.
Downey, W dan Erickson. 1987.
Manajemen Agribisnis (terjemahan
Ir. Rochidayat Ganda S dan
Alfonsus Sirait), Edisi Kedua,
Erlangga, Jakarta.
Hamin, Alhusniduki. 1991. Tataniaga
Pertanian. Kumpulan Makalah
Penataran Dosen dalam Rangka
Peningkatan
Mutu
Bidang
Pertanian
Program
Kajian
Agribisnis, Dirjen Dikti Jakarta.
.Harris, B. 1979. There is Method in My
Madness or Is It Vice Versa ?
Measuring Agricultural Market
Performance,
Food
Research
Institute Studies, Vol. XVII No 2 p.
197 – 218.
Kohls, Richard L dan Joseph N. Uhl. 1980.
Marketing of Agriculture Product,
Edisi ke 5. Collier International
Editions.Macmillan Publishing
Kohls, Richard L dan David Downey.
1972. Marketing of Agricultural
Product, Macmillan Publishing Co.,
Inc. New York.
Kotler,
Philip.
1997.
Manajemen
Pemasaran: Analisis, Perenca-naan,
16
ISSN. 0852-5426
\ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JERUK
(Studi Kasus di Desa Karang Dukuh, Kecamatan Belawang
Barito Kuala, Kalimantan Selatan)
The Efficiency Analysis of Oranges Marketing
(The Case Study in Karang Dukuh Village, Belawang District,
Barito Kuala, South Kalimantan)
Lina Suherty
Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
Zaenal Fanani
Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang
A.Wahib Muhaimin
Dosen Fakultas Pertanian , Universitas Brawijaya Malang
ABSTRACT
This study analyze the efficiency of oranges which is grown in Barito Kuala
Residence, where Karang Dukuh Village as the research location because it is the centre of
orange producers. The aims of the study are knowing (1). the market structure of oranges
marketing, (2). whether the oranges marketing is integrate or no, and (3). the marketing
margin, the price share, the profit and cost ratio between marketing departments.
Based on the result of the study, there are five marketing channels in Karang
Dukuh Village, they are: first, farmer – district middleman – local retailer – local consumer;
second, farmer – district middleman – residence middleman –local retailer – local
consumer; third, farmer – residence middleman – local retailer – local consumer; fourth,
farmer – residence middleman – province middleman - outside retailer – outside consumer;
and fifth, farmer – province middleman - outside retailer – outside consumer. The S-C-P
approach indicated that: 1. the market structure tend to imperfect competition market, it is
of oligopsony measured by ratio concentration, and less than one price of elasticity
transmission, 2. the market conduct of the price decision depend on the middleman who
buy the oranges directly and also the cooperation between sellers, and there are still market
level which hasn’t integrated yet based on the market integration analysis, 3. the market
performance indicated that the market margin in all channels was enormous, the margin
distribution hasn’t spread yet, the price share of farmers was still low, the profit and cost
ratio was various.
Keywords: Efficiency, orange, marketing.
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis efisiensi pemasaran jeruk yang diusahakan di Desa
Karang Dukuh, Barito Kuala. Lokasi ini merupakan sentra produksi jeruk di Kalimantan
Selatan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui (1) struktur pasar dari sistem
pemasaran jeruk, (2) integrasi pemasaran jeruk, dan (3) marjin pemasaran, pangsa harga,
keuntungan dan rasio harga di antara lembaga pemasaran.
Berdasarkan hasil penelitian, ada lima saluran pemasaran di lokasi penelitian,
yaitu: (1) petani – pedagang kecamatan – pengecer lokal – konsumen lokal, (2) petani –
pedagang kecamatan - pedagang kabupaten – pengecer lokal – konsumen lokal, (3) petani –
pedagang kabupaten – pengecer lokal – konsumen lokal, (4) petani – pedagang kabupaten –
1
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
pedagang propinsi, pengecer luar daerah – konsumen luar daerah, (5) petani – pedagang
propinsi – pengecer luar daerah – konsumen luar daerah.
Pendekatan S-C-P menyatakan bahwa (1) struktur pasar cenderung sebagai pasar
kompetisi tidak sempurna, merupakan pasar oligopsoni yang diukur oleh rasio konsentrasi,
dan elastisitas harga kurang dari satu, (2) keputusan harga tergantung pada pedagang antara
yang membeli jeruk secara langsung dan juga kerjasama di antara pedagang, dan masih
ada tingkat pasar yang belum terintegrasi, (3) keragaan pasar menyatakan bahwa marjin
pasar dalam semua saluran beragam, distribusi marjin belum merata, pangsa harga petani
masih rendah, keuntungan dan rasio harga juga beragam.
Kata kunci: efisiensi pemasaran, jeruk, struktur pasar
PENDAHULUAN
(Anonymous, 2002). Tanaman jeruk
dikembangkan mengingat iklim yang
sesuai untuk komoditi tersebut. Besarnya
jumlah produksi dan konsumsi belum
mencerminkan sistem pemasaran yang
efisien. Sehubungan dengan hal tersebut
dalam
usaha
untuk
meningkatkan
pendapatan petani, perlu diimbangi dengan
sistem pemasaran yang menguntungkan
petani.
Salah satu aspek pemasaran yang
perlu
diperhatikan
dalam
upaya
meningkatkan arus barang dari produsen
ke konsumen adalah efisiensi pemasaran,
karena melalui efisiensi pemasaran selain
terlihat perbedaan harga yang diterima
petani sampai barang tersebut dibayar oleh
konsumen
akhir,
juga
kelayakan
pendapatan yang diterima petani maupun
lembaga pemasaran yang terlibat dalam
aktivitas pemasaran. Berdasarkan uraian
tersebut di atas, maka penelitian tentang
efisiensi pemasaran jeruk perlu untuk
dilakukan.
Tujuan penelitian adalah untuk (1)
mengetahui struktur pasar dari pemasaran
jeruk di daerah penelitian, (2) mengetahui
terintegrasi atau tidak-nya pemasaran jeruk
di daerah penelitian, dan (3) mengetahui
marjin pemasaran, share harga, share biaya
dan keuntungan antara lembaga pemasaran.
Sektor pertanian mempunyai peranan
penting dalam memajukan perekonomian
masyarakat, baik dalam keadaan normal
maupun dalam keadaan krisis ekonomi.
Dalam kondisi krisis ekonomi, sektor
pertanian yang memiliki local content
relatif tinggi dibandingkan dengan
komoditi manufaktur non pertanian, dapat
dijadikan sebagai katup penyelamat
ekonomi masyarakat.
Di Indonesia jeruk merupakan
komoditas buah-buahan terpenting ke tiga
setelah pisang dan mangga, dilihat dari
luas pertanaman dan jumlah produksi per
tahun. Menurut Biro Pusat Statistik,
produksi jeruk Indonesia pada tahun 1991
sebesar 353.011 ton. Dengan jumlah
penduduk 180 juta jiwa, maka untuk
mencapai sasaran tingkat konsumsi sebesar
3,26 kg per kapita per tahun diperlukan
buah jeruk sebanyak 745.676 ton, dengan
asumsi 30 persen buah rusak selama pasca
panen (Soelarso, 1996). Dengan demikian
produksi jeruk di Indonesia belum
mencukupi kebutuhan konsumsi jeruk
dalam negeri. Hal ini merupakan tantangan
dan peluang bagi petani, pengusaha jeruk
dan pemerintah dalam usaha meningkatkan
produksi jeruk.
Perkembangan produk hortikultura di
Kabupaten
Barito
Kuala
Propinsi
Kalimantan Selatan, menunjukkan bahwa
jeruk mengalami peningkatan produksi
dari 84.235,20 kwintal pada tahun 2000
menjadi 120.829 kwintal pada tahun 2001
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
2
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Karang Dukuh Kecamatan Belawang
Kabupaten Barito Kuala yang dipilih
secara
sengaja
(purposive)
karena
merupakan salah satu desa yang sangat
potensial dalam usaha pengembangan.
ISSN. 0852-5426
yang ditanami jeruk seluas 1 hektar dan
memiliki tanaman jeruk masing-masing
200 pohon. Dari populasi petani jeruk yang
ada di Desa Karang Dukuh sebanyak 130
orang diambil sebanyak 50 persen yaitu
sejumlah 65 petani sampel. Sedangkan
penentuan responden lembaga pemasaran
yang terlibat dilakukan dengan cara
snowballs sampling yaitu berdasarkan
informasi dari petani kepada siapa
komoditas tersebut dijual. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Teknik Pengambilan Sampel
Penentuan petani responden dilakukan
secara acak sederhana (simple random
sampling) karena petani di daerah
penelitian masing-masing memiliki lahan
Tabel 1. Jumlah responden petani dan pedagang (orang) dalam pemasaran jeruk di Desa
Karang Dukuh Kecamatan Belawang.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
Responden
Petani
Pedagang pengumpul kecamatan
Pedagang pengumpul kabupaten
Pedagang pengumpul propinsi
Pedagang pengecer lokal
Pedagang pengecer luar daerah
Populasi
130
-
Teknik Pengumpulan Data
Observasi yaitu teknik pengum-pulan
data dengan mengadakan pengamatan
langsung terhadap obyek penelitian.
Studi kepustakaan yaitu teknik
pengumpulan data dengan pene-laahan
pustaka dan laporan-laporan yang
berasal dari instansi yang terkait
dengan penelitian.
Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan langsung kepada responden dengan berpedoman pada
daftar
pertanyaan
yang
telah
dipersiapkan sebelumnya.
Sampel
65
5
6
3
12
10
101
(2). ada atau tidaknya diferensiasi produk
(3). besarnya hambatan untuk masuk
pasar.
Di samping itu analisis struktur pasar
juga dilakukan dengan meng-gunakan:
Konsentrasi Ratio (Kr)
Konsentrasi ratio adalah ratio antara
jumlah komoditi yang dibeli dengan
jumlah yang diperdagangkan, yang
dinyatakan
dalam
persen.
Secara
matematis Hay dan Morris (1991) dalam
Prasodjo
(1997),
mem-formulasikan
sebagai berikut:
Volume yang dibeli
Analisis Data
Struktur Pasar (Market Structure)
Pendekatan yang digunakan untuk
mengetahui struktur pasar yang ada adalah
dengan melihat:
(1). jumlah penjual dan pembeli dalam
pasar
Kr =
x 100 %
Volume yang diperdagangkan
Ketentuannya adalah sebagai berikut:
3
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Jika t hitung t tabel, maka hipotetis
yang menyatakan bahwa pemasaran jeruk
di Desa Karang Dukuh tidak efisien
diterima (terima H1 dan tolak H0).
Bila terdapat 1 (satu) pedagang yang
memiliki Kr minimal 95 % , maka pasar
tersebut mengarah pada pasar monopsoni.
Bila terdapat 4 (empat) pedagang
memiliki Kr minimal 80 %, maka pasar
tersebut cenderung mengarah pada
oligopsoni dengan konsentrasi tinggi.
Bila terdapat 8 (delapan) pedagang
memiliki Kr minimal 80 %, maka pasar
tersebut dikatakan berstruktur oligop-soni
dengan konsentrasi sedang.
Perilaku Pasar (Market Conduct)
Dalam penelitian ini, untuk melihat
perilaku pasar digunakan analisis kualitatif
yaitu dengan melihat:
(1).Ada tidaknya praktek-praktek
penentuan harga
(2).Ada tidaknya kerjasama antar
pedagang
Di samping analisis kualitatif juga
digunakan analisis kuantitatif yaitu dengan
pendekatan integrasi pasar.
Elastisitas Transmisi Harga
Menurut Masyrofie (1994), untuk
melihat hubungan elastisitas harga di
tingkat petani dengan elastisitas harga di
tingkat pengecer, dilihat elastisitas
transmisi harganya. Model yang digunakan
adalah:
Integrasi Pasar
Model yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Pf = Pr
Kemudian model tersebut dirubah
menjadi bentuk linear sebagai berikut:
Pf i (t) = b0 + b1 i Pr j (t) + et
Keterangan: Pf i (t)=harga rata-rata di
tingkat produsen ke i, pada bulan ke t
(Rp / kg); Pr j (t)= harga rata-rata di tingkat
pengecer (konsumen) ke j, pada bulan ke t
(Rp / kg); b1i = parameter; b0 = intersep; I
= tingkatan produsen; j = tingkatan
pembeli; e = error term.
Ln Pf = Ln + Ln Pr
Keterangan:
Pf = harga di tingkat
produsen (Rp / kg); Pr = harga di tingkat
pengecer (Rp / kg); = intersep; =
koefisien.
Kaidah penerimaan atau penolakan
hipotesis:
Jika t hitung t tabel, berarti harga
pada petani dan konsumen berintegrasi.
Jika t hitung t tabel, berarti harga
pada petani dan konsumen tidak
berintegrasi.
Pengujian parameter dilakukan dengan
uji t, dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : = 1
H1 : 1
Pengujian hipotesis:
-1
thitung =
SE ()
Penampilan
Pasar
(Market
Performance)
Untuk menganalisis penampilan pasar
dapat dilihat dari:
Kaidah penerimaan atau penolakan
hipotesis:
Jika t hitung t tabel, maka hipotetis
yang menyatakan bahwa pemasaran jeruk
di Desa Karang Dukuh tidak efisien ditolak
(tolak H1 dan terima H0).
Analisis Marjin Pemasaran
MP = Pr – Pf
Atau:
4
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
n
n
MP = Bpi + Kpi
i=1
i=1
Apabila perbandingan share keuntungan dari masing-masing lembaga
pemasaran yang terlibat dalam proses
pemasaran
merata,
maka
sistem
pemasarannya dikatakan efisien.
Apabila
perbandingan
share
keuntungan dengan biaya pemasaran
masing-masing lembaga pemasaran yang
terlibat dalam proses pemasaran merata
dan
cukup
logis,
maka
sistem
pemasarannya dikatakan efisien.
n
Bpi = bij
i=1
n
Kpi = Pij–Pbi - bij
i=1
Keterangan: MP = marjin pemasaran
(Rp/kg); Pr = harga konsumen (Rp/kg); Pf
= harga produsen (Rp/kg); Bpi = biaya
lembaga pemasaran ke i(Rp/ kg); Kpi =
keuntungan pemasaran ke i (Rp/ kg); Pij =
harga jual lembaga pemasaran ke i
(Rp/kg); Pbi = harga beli lembaga
pemasaran ke i (Rp/kg); Bij = biaya
pemasaran lembaga pemasaran ke i dari
berbagai jenis biaya dari biaya ke j = 1
sampai ke n.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Pemasaran
Sistem pemasaran jeruk di Desa
Karang Dukuh Kecamatan Belawang ini
ada yang dilakukan dengan sistem satuan
rupiah per biji (Rp/biji) dan ada yang
dengan sistem satuan rupiah per kilogram
(Rp/kg). Untuk memudahkan proses
perhitungan dalam penelitian ini, maka
sistem satuan berat yang ditetapkan adalah
Rp/kg.
Dari seluruh petani responden dalam
penelitian ini, semuanya meng-gunakan
jasa
lembaga
pemasaran
untuk
menyalurkan jeruk hingga sampai ke
tangan konsumen. Adanya
beberapa
saluran pemasaran ini akan menye-babkan
tingkat marjin, biaya pemasaran dan
keuntungan yang berbeda, pembagian
keuntungan yang adil di antara pelaku
dalam pemasaran sangat ditentukan oleh
efisiensi pemasaran.
Share Harga Yang diterima Petani
Pf
SPf =
ISSN. 0852-5426
x 100 %
Pr
Keterangan: SPf = share harga di tingkat
petani; Pf = harga di tingkat petani; Pr =
harga di tingkat konsumen.
Share Biaya Pemasaran dan Share
Keuntungan
Menurut Alhusniduki (1991), share
biaya pemasaran dan share keuntungan
dapat pula digunakan untuk meng-analisis
efisiensi pemasaran dengan formulasi
sebagai berikut:
Saluran Pemasaran
Ada beberapa lembaga pemasaran
yang terlibat dalam pemasaran jeruk dari
produsen atau petani di Desa Karang
Dukuh hingga ke tangan konsumen. Pada
umumnya para peda-gang pengumpul ini
sudah mempunyai petani langganan.
Mereka datang ke kebun petani secara
berkala dan memetik sendiri jeruk dari
pohonnya. Petani sudah melakukan
grading ter-hadap jeruk yang dihasilkannya
SKi = (Ki) / (Pr – Pf) x 100 %
Sbi = (Bi) / (Pr – Pf) x 100 %
keterangan: Ski = share keuntungan
lembaga pemasaran ke i; Sbi = share biaya
pemasaran ke i.
Dengan kriteria sebagai berikut:
5
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ber-dasarkan ukuran besar kecilnya buah
ISSN. 0852-5426
jeruk yang dilakukan hanya dengan
menggunakan perkiraan dan peng-alaman.
Petani
PP kec
I
PP kab
II
III
PP
prop
IV
V
PP
prop
PP
kab
PPC LD
PPC lokal
Konsumen LD
Konsumen lokal
Gambar 1. Saluran pemasaran jeruk di Desa Karang Dukuh Kecamatan Belawang
Keterangan : PP kec = pedagang pengumpul kecamatan PP kab = pedagang pengumpul kabupaten;
PP prop = pedagang pengumpul propinsi PPC lokal = pedagang pengecer lokal; PPC LD
=
pedagang pengecer luar daerah Konsumen LD = konsumen luar daerah.
Dari Gambar 1 di atas dapat dilihat
bahwa pemasaran jeruk di Desa Karang
Dukuh
Kecamatan
Belawang
ini
mempunyai 5 (lima) saluran pemasaran
yaitu sebagai berikut:
1. Saluran I: Petani – pedagang
pengumpul kecamatan – pedagang
pengecer lokal – konsumen lokal.
2. Saluran II: Petani – pedagang
pengumpul kecamatan – pedagang
pengumpul kabupaten
– pedagang
pengecer lokal – konsumen lokal.
3. Saluran III: Petani – pedagang
pengumpul kabupaten
– pedagang
pengecer lokal – konsumen lokal.
4. Saluran IV: Petani – pedagang
pengumpul
kabupaten – pedagang
pengumpul propinsi –pengecer luar daerah
– konsumen luar daerah.
5. Saluran V: Petani – pedagang
pengumpul propinsi – pedagang pengecer
luar daerah – konsumen luar daerah.
Dari total produksi jeruk yang
dihasilkan petani hanya sebanyak 7.869 kg
(26,16 persen) yang dijual kepada
konsumen lokal, sedangkan sisanya
sebanyak 22.212,5 kg (73,84 persen) dijual
kepada konsumen luar daerah. Jeruk dari
Desa Karang Dukuh ini ternyata lebih
banyak dijual kepada konsumen luar
daerah.
Analisis Struktur Pasar
6
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
Analisis struktur pasar dapat dianalisa
secara kualitatif maupun kuantitatif.
Dengan analisa kualitatif dapat dilihat dari
jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi
produk dan hambatan keluar masuk pasar.
Sedangkan analisa kuantitatif menggunakan analisa konsentrasi ratio dan
elastisitas transmisi harga.
ISSN. 0852-5426
Pasar yang bersaing sempurna ditandai
oleh banyaknya jumlah penjual dan
pembeli, sehingga masing-masing penjual
dan pembeli tidak dapat menentukan harga,
harga ditentukan oleh permintaan dan
penawaran (mekanisme pasar). Jumlah
penjual dan pembeli, diferensiasi produk,
hambatan keluar masuk pasar dan struktur
pasar dalam pemasaran jeruk di Desa
Karang Dukuh Kecamatan Belawang dapat
dilihat pada Tabel 2.
Jumlah Penjual dan Pembeli Dalam
Pasar
Tabel 2. Jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan keluar masuk pasar
dan struktur pasar dalam pemasaran jeruk.
Tingkat pasar
Petani
Pasar lokal
PP kec
PP kab
Pasar luar daerah
PP kab
PP prop
Jumlah
penjual
Jumlah
pembeli
Diferensiasi
produk
65
11*
Tidak ada
Hambatan
keluar masuk
pasar
Ada
5
3
6**
8
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Oligopsoni
Oligopsoni
3
3
1
10
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Monopsoni
Oligopsoni
Struktur pasar
Oligopsoni
Keterangan: *) terdiri dari 5 orang PP kec, 4 orang PP kab dan 2 orang PP prop.
**) terdiri dari 4 orang PPC lokal dan 2 orang PP kab.
Melihat jumlah penjual dan pembeli
yang tidak sebanding, maka pemasaran
jeruk di Desa Karang Dukuh Kecamatan
Belawang adalah tidak efisien, karena
beberapa tingkat pasar ini hampir
semuanya mengarah pada pasar oligopsoni,
hanya satu tingkat pasar pada pasar luar
daerah yang struktur pasarnya mengarah
pada pasar monopsoni.
Pada umumnya hambatan yang
dihadapi oleh sebagian besar petani adalah
kurangnya modal dalam berusahatani
sehingga berpengaruh terhadap pendapatan
dan produktivitas petani. Selain itu
informasi harga yang diterima oleh petani
juga kurang. Petani hanya menerima
informasi harga dari sesama petani dan
pedagang pengumpul yang langsung
datang membeli jeruk kepada petani.
Kondisi kekurangan modal ini juga
dihadapi oleh lembaga-lembaga pemasaran
yang terlibat dalam pemasaran jeruk.
Diferensiasi Produk
Tidak ada perubahan bentuk yang
dapat menciptakan nilai tambah dari jeruk
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemasaran yang terlibat dalam pemasaran
jeruk di Desa Karang Dukuh Kecamatan
Belawang. Jeruk yang dihasilkan petani
seluruhnya dijual dalam bentuk buah segar
baik kepada konsumen lokal maupun
konsumen luar daerah.
Analisis Konsentrasi Ratio (Kr)
Dari hasil perhitungan menghasilkan
persentase Kr kumulatif pada 4 (empat)
pedagang pengumpul kecamatan adalah
89,51 persen, menunjukkan bahwa struktur
pasar cenderung mengarah pada pasar
oligopsoni konsentrasi tinggi. Persentase
Kr kumulatif pada 4 (empat) pedagang
pengumpul kabupaten adalah 87,47 persen,
Hambatan Keluar Masuk Pasar
7
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
menunjukkan bahwa struktur pasar
cenderung mengarah pada pasar oligopsoni
konsentrasi tinggi. Persentase Kr kumulatif
pada 2 (dua) pedagang pengumpul propinsi
adalah 84,47 persen, menunjukkan bahwa
struktur pasar cenderung mengarah pada
pasar oligopsoni konsentrasi tinggi.
Persentase Kr kumulatif pada 8 (delapan)
pedagang pengecer lokal adalah 87,18
persen, menunjukkan bahwa struktur pasar
cenderung mengarah pada pasar oligopsoni
konsentrasi
sedang.
Persentase
Kr
kumulatif pada 8 (delapan) pedagang
pengecer luar daerah adalah 93,98 persen,
menunjukkan bahwa struktur pasar
cenderung mengarah pada pasar oligopsoni
konsentrasi sedang.
ISSN. 0852-5426
tingkat petani produsen karena perubahan
harga di tingkat konsumen.
Untuk mengetahui respon harga jeruk
di tingkat petani produsen karena
perubahan harga di tingkat konsumen lokal
dapat dilihat dari hasil regresi linear
sederhana pada Tabel 3.
Persamaan regresi linear sederhana
dapat ditulis sebagai berikut:
Ln Pf = + Ln Pr
Ln Pf = 1788,907 + 0,276 Ln Pr
Dari persamaan di atas, maka
elastisitas transmisi harga antara petani
dengan konsumen lokal adalah sebesar
koefisien regresi yaitu = 0,276 < 1 (in
elastis).
Analisis Transmisi Harga
Analisis transmisi harga dilakukan
untuk mengetahui respon harga jeruk di
Tabel 3. Hasil regresi antara harga di tingkat produsen (petani) dengan harga di tingkat
konsumen lokal.
Variabel
SE
t
(constant)
1788,907
424,867
4,211
Ln Pr
0,276*
0,078
3,564
Keterangan: * signifikan pada = 5 % ; t tabel 0,05 = 2,042
Hasil perhitungan menunjukkan t
hitung = 3,564 lebih dari t / 2 (Dajan,
1986) ( = 0,05) = 2,042. Dengan
demikian H0 : = 1 di tolak, maka
hipotesis yang menyatakan bahwa
pemasaran jeruk di Desa Karang Dukuh
tidak efisien diterima. Hasil analisis
menunjukkan elastisitas transmisi harga
tidak sama dengan satu. Bila terjadi
perubahan harga jeruk di tingkat konsumen
lokal sebesar 1 persen, maka harga jeruk di
tingkat petani hanya berubah sebesar 0,276
persen.
Dilihat dari koefisien determinasi
(R2), respon harga jeruk di tingkat petani
R2
0,284
produsen karena perubahan harga di
tingkat konsumen lokal adalah sebesar
0,284, berarti 28,4 persen variasi harga di
tingkat petani produsen dipengaruhi oleh
variasi harga di tingkat konsumen lokal,
sedangkan 71,6 persen dipengaruhi oleh
faktor lain selain harga di tingkat
konsumen lokal seperti pendapatan
konsumen lokal, selera, harga buah
substitusi lain dan jumlah penduduk.
Untuk mengetahui respon harga jeruk
di tingkat petani produsen karena
perubahan harga di tingkat konsumen luar
daerah dapat dilihat dari hasil regresi linear
sederhana pada Tabel 4.
8
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Tabel 4. Hasil regresi antara harga di tingkat produsen (petani) dengan harga di tingkat
konsumen luar daerah.
Variabel
SE
t
(constant)
- 494,515
1078,499
- 0,459
Ln Pr
0,571*
0,159
3,585
Keterangan : * signifikan pada = 5 % ; t tabel 0,05 = 2,045
Persamaan regresi linear sederhana
dapat ditulis sebagai berikut :
R2
0,307
transportasi dan jarak antara produsen dan
konsumen.
Untuk hasil-hasil pertanian umumnya
< 1 artinya apabila terjadi perubahan
harga 1 persen di tingkat konsumen, maka
akan mengakibatkan perubahan harga yang
kurang dari 1 persen di tingkat produsen.
Pada < 1 berarti pasar berjalan tidak
efisien (tidak bersaing sempurna).
Ln Pf = + Ln Pr
Ln Pf = - 494,515 + 0,571 Ln Pr
Dari persamaan di atas, maka
elastisitas transmisi harga antara petani
dengan konsumen luar daerah adalah
sebesar koefisien regresi yaitu = 0,571 <
1 (in elastis).
Hasil perhitungan menunjukkan t
hitung = 3,585 lebih dari t / 2 ( =
0,05) = 2,045. Dengan demikian H0 : = 1
di tolak, maka hipotesis yang menyatakan
bahwa pemasaran jeruk di Desa Karang
Dukuh tidak efisien diterima. Hasil analisis
menunjukkan elastisitas transmisi harga
tidak sama dengan satu. Bila terjadi
perubahan harga jeruk di tingkat konsumen
luar daerah sebesar 1 persen, maka harga
jeruk di tingkat petani hanya berubah
sebesar 0,571 persen.
Dilihat dari koefisien determinasi
(R2), respon harga jeruk di tingkat petani
produsen karena perubahan harga di
tingkat konsumen luar daerah adalah
sebesar 0,307, berarti 30,7 persen variasi
harga di tingkat petani produsen
dipengaruhi oleh variasi harga di tingkat
konsumen luar daerah, sedangkan 69,3
persen dipengaruhi oleh faktor lain selain
harga di tingkat konsumen luar daerah
seperti pendapatan konsumen luar daerah,
selera, harga buah substitusi lain, biaya
Analisis Perilaku Pasar
Untuk menganalisis perilaku pasar
dapat digunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Untuk pendekatan kualitatif
dapat dilihat dari penentuan harga dan
kerjasama antar pedagang. Sedangkan
pendekatan kuantitatif dilihat dari integrasi
pasar.
Penentuan Harga
Dalam penentuan harga jeruk, harga
ditentukan oleh pedagang pengumpul yang
terdiri
dari
pedagang
pengumpul
kecamatan,
pedagang
pengumpul
kabupaten dan pedagang pengumpul
propinsi, di mana harga jeruk di Desa
Karang Dukuh berkisar antara Rp 3.000,sampai dengan Rp 3.500,- per kilogram.
Analisis Integrasi Pasar
Integrasi pasar vertikal dilakukan
untuk menganalisis keterkaitan harga suatu
pasar dengan harga pasar di bawahnya.
Untuk menganalisis integrasi pasar ini
digunakan regresi linear sederhana.
Keterkaitan harga pada berbagai tingkat
9
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
pasar dalam penelitian ini dapat
ditunjukkan melalui estimasi koefisien
ISSN. 0852-5426
regresi linear sederhana seperti terlihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil regresi integrasi pasar pada berbagai saluran pemasaran.
Tingkat pasar
Ptn
PP kec
Ptn
PP kab
Ptn
PP prop
PP kec PPC lokal
PP kec PP kab
PP kab PPC lokal
PP kab PP prop
PP prop PPC LD
Koefisien
- 0,178
0,183
1,091
0,545
0,500
0,678
0,663
0,286
Integrasi harga antara petani dengan
pedagang pengumpul kecamatan dapat
ditunjukkan oleh koefisien regresi b1 = 0,178
1. Berarti apabila terjadi
perubahan
harga
pada
pedagang
pengumpul kecamatan sebanyak Rp 1,ditransmisikan kepada petani sebesar Rp
0,178. Berdasarkan perhitungan, nilai t
hitung = - 1,298 > t tabel = -2,056. Maka
terima H0 : b1 i = 1 berarti harga jeruk
antara petani dengan pedagang pengumpul
kecamatan terintegrasi.
Integrasi harga antara petani dengan
pedagang pengumpul kabupaten dapat
ditunjukkan oleh koefisien regresi b1 =
0,183 1. Berarti apabila terjadi
perubahan
harga
pada
pedagang
pengumpul kabupaten sebanyak Rp 1,ditransmisikan kepada petani sebesar Rp
0,183. Berdasarkan perhitungan pada
lampiran 9, nilai t hitung = 1,897 < t tabel
= 2,086. Maka terima H0 : b1 i = 1 berarti
harga jeruk antara petani dengan pedagang
pengumpul kabupaten terintegrasi.
Integrasi harga antara petani dengan
pedagang pengumpul propinsi ditunjukkan
oleh koefisien regresi b1 = 1,091 1.
Berarti apabila terjadi perubahan harga
pada pedagang pengumpul propinsi
sebanyak Rp 1,- ditransmisikan kepada
t
- 1,298
1,897
7,065
3,000
1,732
5,861
2,502
0,871
R2
0,061
0,153
0,793
0,818
0,750
0,851
0,862
0,087
R
-0,247
0,391
0,891
0,905
0,866
0,923
0,929
0,294
petani sebesar Rp 1,091. Berdasarkan
perhitungan pada lampiran 10, nilai t
hitung = 7,065 > t tabel = 2,160. Maka
tolak H0 : b1 i = 1 berarti harga jeruk
antara petani dengan pedagang pengumpul
propinsi tidak terintegrasi.
Integrasi harga antara pedagang
pengumpul kecamatan dengan pedagang
pengecer lokal ditunjukkan oleh koefisien
regresi b1 = 0,545 1. Berarti apabila
terjadi perubahan harga pada pedagang
pengecer lokal sebanyak Rp 1,ditransmisikan
kepada
pedagang
pengumpul kecamatan sebesar Rp 0,545.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran 11,
nilai t hitung = 3,000 < t tabel = 4,303.
Maka terima H0 : b1 i = 1 berarti harga
jeruk
antara
pedagang
pengumpul
kecamatan dengan pedagang pengecer
lokal terintegrasi.
Integrasi harga antara pedagang
pengumpul kecamatan dengan pedagang
pengumpul kabupaten ditunjukkan oleh
koefisien regresi b1 = 0,500 1. Berarti
apabila terjadi perubahan harga pada
pedagang pengumpul kabupaten sebanyak
Rp 1,- ditransmisikan kepada pedagang
pengumpul kecamatan sebesar Rp 0,500.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran
12, nilai t hitung = 1,732 < t tabel =
10
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
12,706. Maka terima H0 : b1 i = 1 berarti
harga jeruk antara pedagang pengumpul
kecamatan dengan pedagang pengumpul
kabupaten terintegrasi.
Integrasi harga antara pedagang
pengumpul kabupaten dengan pedagang
pengecer lokal ditunjukkan oleh koefisien
regresi b1 = 0,678 1. Berarti apabila
terjadi perubahan harga pada pedagang
pengecer lokal sebanyak Rp 1,ditransmisikan
kepada
pedagang
pengumpul kabupaten sebesar Rp 0,678.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran
13, nilai t hitung = 5,861 > t tabel = 2,447.
Maka tolak H0 : b1 i = 1 berarti harga
jeruk
antara
pedagang
pengumpul
kabupaten dengan pedagang pengecer
lokal tidak terintegrasi.
Integrasi harga antara pedagang
pengumpul kabupaten dengan pedagang
pengumpul propinsi ditunjukkan oleh
koefisien regresi b1 = 0,663 1. Berarti
apabila terjadi perubahan harga pada
pedagang pengumpul propinsi sebanyak
Rp 1,- ditransmisikan kepada pedagang
pengumpul kabupaten sebesar Rp 0,663.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran
14, nilai t hitung = 2,502 < t tabel =
12,706. Maka terima H0 : b1 i = 1 berarti
harga jeruk antara pedagang pengumpul
kabupaten dengan pedagang pengumpul
propinsi terintegrasi.
Integrasi harga antara pedagang
pengumpul propinsi dengan pedagang
pengecer luar daerah ditunjukkan oleh
koefisien regresi b1 = 0,286 1. Berarti
apabila terjadi perubahan harga pada
pedagang pengecer luar daerah sebanyak
Rp 1,- ditransmisikan kepada pedagang
pengumpul propinsi sebesar Rp 0,286.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran
15, nilai t hitung = 0,871 < t tabel = 2,306.
Maka terima H0 : b1 i = 1 berarti harga
ISSN. 0852-5426
jeruk antara pedagang pengumpul propinsi
dengan pedagang pengecer luar daerah
terintegrasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesa 2 tidak semuanya terbukti
karena integrasi pasar secara vertikal pada
berbagai saluran pemasaran terintegrasi
(pasar berjalan efisien), kecuali antara
petani dengan pedagang pengumpul
propinsi, dan antara pedagang pengumpul
kabupaten dengan pedagang pengecer
lokal, tidak terintegrasi (pasar berjalan
tidak efisien). Hal ini mengindikasikan
bahwa pasarnya mengarah pada pasar
persaingan tidak sempurna.
Analisis Penampilan Pasar
Penampilan pasar adalah rangkaian
analisa terakhir dari analisa S-C-P
(Structure – Conduct – Performance).
Dalam penelitian ini untuk mengetahui
penampilan pasar dalam pemasaran jeruk
digunakan analisis marjin pemasaran,
distribusi marjin, share harga yang diterima
petani, serta ratio keuntungan dan biaya.
Analisis Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran sering digunakan
sebagai indikator efisiensi pemasaran.
Besarnya marjin pemasaran pada berbagai
saluran pemasaran dapat berbeda, karena
tergantung pada panjang pendeknya
saluran pemasaran dan aktivitas-aktivitas
yang telah dilaksanakan serta keuntungan
yang diharapkan oleh lembaga pemasaran
yang terlibat dalam pemasaran.
Pada tabel berikut ini dapat dilihat
hasil analisis marjin, distribusi marjin,
share harga yang diterima petani serta ratio
keuntungan dan biaya dalam pemasaran
jeruk.
11
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Tabel 6. Marjin pemasaran, distribusi marjin, share harga yang diterima petani serta ratio
keuntungan dan biaya dalam pemasaran jeruk.
Salur
an
I
Lembaga pemasaran
Petani
Biaya usahatani
Harga jual
Keuntungan
812
3.412
2.600
PP kec
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
94
3.412
4.454
948
PPC lokal
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
89
4.454
5.433
890
Marjin
Petani
Biaya usahatani
Harga jual
Keuntungan
II
Biaya
dan
Harga (Rp/kg)
PP kab
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
50
4.185
4.768
533
PPC lokal
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
83
4.768
5.651
800
harga
4,65
Ratio
(K/B)
3,20
10,08
46,91
4,40
10,00
44,04
100
812
3.412
2.600
83
3.412
4.185
690
Share
(%)
62,80
2.021
PP kec
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
Marjin
Distribusi
marjin (%)
60,38
3,71
3,20
8,31
30,82
2,23
10,66
23,80
3,71
35,73
2.239
100
12
9,64
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Tabel 6. Marjin pemasaran, distribusi marjin, share harga yang diterima petani serta ratio
keuntungan dan biaya dalam pemasaran jeruk (lanjutan).
III
Petani
Biaya usahatani
Harga jual
Keuntungan
812
3.412
2.600
PP kab
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
96
3.412
4.673
1.165
PPC lokal
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
82
4.673
5.560
805
Marjin
Petani
Biaya usahatani
Harga jual
Keuntungan
IV
4,47
PP prop
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
50
5.023
5.670
597
PPC LD
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
55
5.670
6.769
1.044
12,14
3,82
9,82
37,48
100
812
3.412
2.600
113
3.412
5.023
1.498
3,20
54,23
2.148
PP kab
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
Marjin
61,37
50,41
3,37
3,20
13,26
44,62
1,49
11,94
17,78
1,64
31,10
3.357
100
13
18,98
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Tabel 6. Marjin pemasaran, distribusi marjin, share harga yang diterima petani serta ratio
keuntungan dan biaya dalam pemasaran jeruk (lanjutan).
V
Petani
Biaya usahatani
Harga jual
Keuntungan
812
3.412
2.600
PP prop
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
141
3.412
5.871
2.318
PPC LD
Biaya pemasaran
Harga beli
Harga jual
Keuntungan
40
5.871
6.687
776
Marjin
51,02
4,31
3,20
16,44
70,78
1,22
19,40
23,69
3.275
100
Distribusi Marjin Pemasaran
Keuntungan yang paling besar
diterima oleh pedagang pengumpul
propinsi pada saluran kelima (70,78
persen) karena mereka membeli jeruk
langsung dari petani. Kemudian pada
urutan kedua, keuntungan pedagang
pengumpul kabupaten pada saluran ketiga
(54,23 persen) yang juga membeli jeruk
langsung dari petani. Sedangkan pada
urutan ketiga ditempati oleh keuntungan
pedagang pengumpul kecamatan pada
saluran pertama (46,91 persen), hal ini juga
disebabkan karena mereka membeli jeruk
langsung dari petani.
Untuk pasar lokal, marjin pemasaran
yang paling besar adalah pada saluran
kedua. Hal ini karena lembaga pemasaran
yang terlibat pada saluran pemasaran jeruk
ini lebih banyak dibandingkan dengan
saluran pertama dan ketiga. Sedangkan
untuk pasar luar daerah, marjin pemasaran
yang paling besar adalah pada saluran
keempat.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan, semakin panjang saluran
pemasaran, semakin besar marjinnya. Oleh
karena itu harga di tingkat konsumen akan
lebih mahal jika saluran pemasarannya
semakin panjang.
Share Harga yang Diterima Petani
Dari tabel 6 di atas dapat dilihat, untuk
pasar lokal, share harga yang diterima
petani yang paling besar ada pada saluran
pertama yaitu sebesar 62,80 persen.
Kemudian diikuti oleh saluran ketiga yaitu
sebesar 61,37 persen. Sedangkan pada
saluran kedua, share harga yang diterima
petani lebih kecil dibandingkan dengan
saluran pertama dan ketiga. Sedangkan
untuk pasar luar daerah, share harga yang
diterima petani yang paling besar ada pada
saluran kelima yaitu sebesar 51,02 persen.
Melihat kondisi seperti ini dapat dikatakan
bahwa share harga yang diterima petani
masih relatif kecil.
Ratio Keuntungan dan Biaya
Untuk mengetahui besarnya ratio
keuntungan dan biaya pemasaran pada
masing-masing tingkat pasar di berbagai
saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel
7.
14
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
ISSN. 0852-5426
Tabel 7. Ratio keuntungan dan biaya pada masing-masing tingkat pasar di berbagai
saluran pemasaran jeruk.
Saluran
pemasaran
I
II
III
IV
V
Petani
3,20
3,20
3,20
3,20
3,20
PP kec
10,08
8,31
-
Tingkat pasar
PP kab
PP prop
10,66
12,14
13,26
11,94
16,44
Dari semua saluran tersebut, yang paling
tinggi ratio keuntungan dan biayanya ada
pada tingkat pasar pedagang pengecer luar
daerah pada saluran kelima, kemudian
diikuti oleh pedagang pengecer luar daerah
pada saluran keempat. Sedangkan ratio
keuntungan dan biaya terendah ada pada
tingkat petani pada semua saluran
pemasaran yaitu sebesar 3,20 karena
meskipun keuntungan yang didapat banyak
tetapi biaya usahataninya juga lebih
banyak dibandingkan biaya pemasaran
yang dikeluarkan oleh para pedagang. Dari
analisis
penampilan
pasar
secara
keseluruhan ternyata pemasaran jeruk di
Desa Karang Dukuh Kecamatan Belawang,
belum berjalan efisien. Hal ini bisa dilihat
dari distribusi marjin yang belum merata,
share harga yang diterima petani juga
masih relatif rendah, serta ratio keuntungan
dan biaya pada petani juga masih rendah.
Rendahnya share harga yang diterima
petani ini disebabkan karena harga
ditentukan oleh pedagang pengumpul,
petani hanya sebagai penerima harga (price
taker).
2.
3.
PPC lokal
10,00
9,64
9,82
-
PPC LD
18,98
19,40
Dengan pendekatan transmisi harga
menghasilkan < 1 (in elastis).
Berdasarkan analisis perilaku pasar,
pemasaran jeruk di Desa Karang
Dukuh Kecamatan Barito Kuala belum
efisien. Yang paling dominan dalam
menentukan harga adalah pedagang
pengumpul yang langsung membeli
jeruk dari petani. Kerjasama antar
pedagang terbatas pada informasi
pasar tentang harga yang kurang
terbuka. Dari analisis integrasi pasar
masih ada tingkat pasar yang belum
terintegrasi.
Berdasarkan analisis penampilan
pasar,
pemasaran jeruk di Desa
Karang Dukuh Kecamatan Barito
Kuala tidak efisien. Hal ini dilihat dari
marjin pemasaran pada semua saluran
pemasaran besar, distribusi marjinnya
belum merata, share harga yang
diterima petani masih rendah, ratio
keuntungan dan biaya bervariasi.
Saran-saran
1. Petani perlu melakukan diferensiasi
produk seperti pembuatan sirup jeruk
yang dapat memberikan nilai tambah
pada produk yang dihasilkan.
2. Petani perlu mencari informasi harga di
tingkat konsumen agar posisi petani
dalam tawar-menawar lebih kuat.
3. Untuk meningkatkan share harga yang
diterima petani, perlu diupayakan
saluran pemasaran yang lebih pendek.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan analisis struktur pasar,
pemasaran jeruk di Desa Karang
Dukuh Kecamatan Barito Kuala tidak
efisien karena struktur pasarnya
mengarah pada pasar persaingan tidak
sempurna.
Dengan
pendekatan
konsentrasi ratio, struktur pasarnya
mengarah pada pasar oligopsoni.
15
AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009
DAFTAR PUSTAKA
ISSN. 0852-5426
Implementasi
dan
Kontrol
(terjemahan Hendra Teguh SE, Ak
dan Ronny A Rusli SE, AK),
Prenhallindo, Jakarta.
Kristanto et al. 1986. Pemasaran Hasilhasil Pertanian, Yayasan Obor
Jakarta.
Martin,
Stephen.
1989.
Industrial
Economics : Economic Ana-lysis
and Public Policy, Macmillan
Publishing Company, New York.
Masyrofie. 1994. Diktat Pemasaran Hasil
Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Universitas Brawijaya
Malang.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi
Pertanian, LP3ES, Jakarta.
Prasodjo, Adi. 1997. Struktur, Perilaku dan
Keragaan Pasar Cabai Rawit di
Kecamatan Sukowono Jember,
Tesis
Program
Pascasarjana
Universitas Brawijaya Malang.
Purcell, Wayne D. 1979. Agricultural
Marketing : System, Coordination,
Cash and Future Prices, Reston
Publishing Company, Inc. A
Prentice Hall Company. Reston
Virginia.
Rashid, A dan M.A Chaudhry. 1973.
Marketing Efficiency In Theory
and Practice, Lowa University
Press, Ames.
Ravallion, M. 1986. Testing Market
Integration, American Journal of
Agricultural Economics, Vol. 68 No
1. p. 102 – 109.
Soekartawi. 1993. Manajemen Pemasaran
Hasil-hasil Pertanian: Teori dan
Aplikasinya, PT Raja Grapindo
Persada Jakarta.
Stifel, L.D. 1975. Imperfect Competition in
Vertical Market Network: The Case
of Rubber in Thailand, American
Journal of Agricultural Economics,
Vol. 57 No 4, p. 631 – 640.
Tomek, W.G dan Robinson, K.L. 1997.
Agricultural
Product
Prices.
Cornell University Press, London.
Anonymous. 2002. Profil Kabupaten
Barito Kuala. Bagian Humas dan
Protokol
Sekretariat
Daerah
Kabupaten Barito Kuala.
Arshad, F.M. 1980. The Integration of
Falm Oil Market in Peninsular
Malaysia, Indian Journal of
Agriculture Economic, Vol.45 No
1.
Azzaino, Zulkifli. 1982. Pengantar
Tataniaga Pertanian, Depar-temen
Pertanian
Ilmu-ilmu
Sisial
Ekonomi Pertanian, IPB Bogor.
Brorsen, B. Wade. 1985. Marketing
Margins and Price Uncertainty:
The Case of the U.S. Wheat
Market, American Journal of
Agriculture Economics. Vol. 67
No 3 p. 521 – 528.
Dajan, Anto. 1986. Pengantar Metode
Statistik Jilid II. LP3ES, Jakarta.
Downey, W dan Erickson. 1987.
Manajemen Agribisnis (terjemahan
Ir. Rochidayat Ganda S dan
Alfonsus Sirait), Edisi Kedua,
Erlangga, Jakarta.
Hamin, Alhusniduki. 1991. Tataniaga
Pertanian. Kumpulan Makalah
Penataran Dosen dalam Rangka
Peningkatan
Mutu
Bidang
Pertanian
Program
Kajian
Agribisnis, Dirjen Dikti Jakarta.
.Harris, B. 1979. There is Method in My
Madness or Is It Vice Versa ?
Measuring Agricultural Market
Performance,
Food
Research
Institute Studies, Vol. XVII No 2 p.
197 – 218.
Kohls, Richard L dan Joseph N. Uhl. 1980.
Marketing of Agriculture Product,
Edisi ke 5. Collier International
Editions.Macmillan Publishing
Kohls, Richard L dan David Downey.
1972. Marketing of Agricultural
Product, Macmillan Publishing Co.,
Inc. New York.
Kotler,
Philip.
1997.
Manajemen
Pemasaran: Analisis, Perenca-naan,
16