EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS.

(1)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK

PADA ANAK AUTIS

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister (S2) Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Khusus

Oleh :

Christina Ratna Widiastuti NIM. 1302954

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

CHRISTINA RATNA WIDIASTUTI

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK

PADA ANAK AUTIS

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing

Juang Sunanto, M.A, Ph.D NIP.19610515 198703 1 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Khusus

Dr. Djadja Rahardja, M.Ed NIP.19590414 198503 1 005


(3)

(4)

Christina Ratna Widiastuti, 2015

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK

PADA ANAK AUTIS Oleh:

Christina Ratna Widiastuti, S.Pd. (1302954), PKH-SPS UPI

Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi tumbuh kembang setiap anak. Anak autis sebagai salah satu jenis anak berkebutuhan khusus mengalami gangguan perkembangan yang kompleks. Hal itu sangat mempengaruhi perkembangan sosial, komunikasi, emosi, dan perilakunya, seperti tidak melakukan pekerjaan (off-task), oleh karena itu mereka membutuhkan pendampingan dan penanganan yang terus menerus dan optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan program son-rise untuk keluarga dalam mengurangi perilaku off-task pada anak autis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan kasus tunggal atau Single Subject Research (SSR) dengan desain A-B. Subyek penelitian ini berjumlah dua anak autis dengan jenis kelamin laki-laki usia enam tahun dan delapan tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan arah pada fase baseline meningkat dan setelah diberi intervensi dengan menggunakan program son-rise, kecenderungan arah perilaku off-task menurun.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa program son-rise yang digunakan orangtua dapat mengurangi perilaku off-task anak autis. Dari hasil penelitian ini diharapkan keluarga yang mempunyai anak autis dapat menggunakan program son-rise untuk mengurangi perilaku off-task.


(5)

ABSTRACT

EMPLOYING EFFECTIVITY OF SON - RISE PROGRAMME OF FAMILY IN REDUCING BEHAVIORAL OFF-TASK OF AUTISM

CHILDREN by

Christina Ratna Widiastuti S.Pd. (1302954), PKH-SPS UPI The family is the first domain and primary of every children growing. The Children with special needs as one who had derangement difficulties growing where this have had effect on social growth, communication, emotional and behavior such as off task, they are needs special care and assist continually. Aim of this research is for knowing how does effective of using the son-rise programmed for parent in reducing off-task of autism children. The method that use in this research is experiment with the Single Subject Research (SSR) by A-B design. Research subject in this research have two quantities child autism with male gender at age six years and eigh years . The result of research says that the inclination shows on baseline phase was interesting after given intervention by using son-rise programmed, the inclination shows that behavior off-task has decreased. The summary of son-rise programmed which use by the parent be able to reduce behavioral off-task on autism children.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN ...

LEMBAR PERNYATAAN ... KATA PENGANTAR ... UCAPAN TERIMAKASIH ... ABSTRAK ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

i ii iii v vii viii x xi xii BAB I BAB II BAB III

PENDAHULUAN ... A. Latar belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan ... D. Manfaat Penelitian ... KAJIAN TEORI ...

A. Tinjauan tentang Autisme ... B. Peran keluarga dalam mendampingi anak autis ... C. Pendekatan Son-Rise ... D. Kerangka Berpikir ... METODE PENELITIAN ...

A. Subyek dan Lokasi Penelitian ... B. Jenis dan Desai Penelitian ... C. Definisi Operasional Variabel ... D. Prosedur Penelitian ... E. Instrumen Penelitian ... F. Validitas Data ... G. Reliabilitas Data ...

1 1 5 5 5 7 7 14 17 21 23 23 25 27 29 31 33 33


(7)

BAB IV

BAB V

H. Teknik Analisis Data ...

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Hasil Penelitian ...

1.Subyek P ... 2.Subyek G ... B. Pembahasan ... SIMPULAN DAN SARAN ... A. Simpulan ... B. Rekomendasi ...

34

40 40 40 43 46 49 49 49 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN ...

51 54


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Autis bukan sesuatu hal yang baru lagi bagi dunia, pun di Indonesia, melainkan suatu permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia termasuk di Indonesia, karena dari waktu ke waktu ada kemungkinan penyandang autisme di seluruh dunia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil penelitian, pada 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan mencapai 4-6 orang dalam setiap 10 ribu kelahiran. Sedangkan pada 2000-an jumlah ini meningkat menjadi 15-10 dalam setiap 10 ribu kelahiran. Pada tahun 2010, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, di Indonesia, jumlah penyandang autisme diperkirakan mencapai 2,4 juta orang. Pada tahun tersebut jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,5 juta orang dengan laju pertumbuhan 1,14 persen. Jumlah penyandang autisme di Indonesia diperkirakan mengalami penambahan sekitar 500 orang setiap tahun. Syahrir, A. (2012 )

Berdasarkan data di atas maka hal ini perlu diwaspadai dan diusahakan penanganan anak autis sedini mungkin. Dalam penanganan tersebut dibutuhkan kerjasama berbagai pihak yaitu dokter, psikolog, guru, terapis, masyarakat dan orang tua/keluarga penyandang autisme itu sendiri. Tanpa keikutsertaan orang tua/keluarga maka penanganan untuk penyandang autisme itu sendiri akan banyak mengalami hambatan.

Penanganan dan pendidikan setiap pribadi diawali dalam sebuah keluarga, seorang bayi yang baru lahir, pertama-tama berkomunikasi dengan Ibu. Selanjutnya bayi mulai berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang sangat penting bagi tumbuh kembang setiap pribadi. Keluarga sangat mempengaruhi perkembangan seorang


(9)

pribadi, kondisi objektif keluarga baik psikologis, sosial ekonomi, penerimaan, pendidikan juga sangat mempengaruhi tumbuh kembang seorang pribadi.

Baik tidaknya perkembangan dan pertumbuhan pribadi seseorang ditentukan bagaimana peranan keluarga bagi setiap pribadi dalam keluarga tersebut. Permasalahan yang ada, berapa persen dari sekian banyak keluarga yang sadar dan mampu akan perannya dalam mendampingi anak-anaknya secara khusus anak penyandang autisme?

Individu dengan gangguan spektrum autisme atau Autism Spectrum Disorder ( ASD ) menunjukkan penurunan yang signifikan dalam interaksi sosial dan komunikasi , dan mereka dibatasi berbagai kepentingan dan perhatian . Defisit ini mengganggu belajar dan mengganggu kehidupan keluarga . Ada cukup kesepakatan di bidang ASD yang intensif , intervensi dini pada anak-anak mengarah keperbaikan yang signifikan pada fungsi dan hasil jangka panjang. Ingersoll. (2009)

Anak autis termasuk salah satu jenis anak yang mengalami gangguan perkembangan yang kompleks dan terjadi sebelum usia tiga tahun, yang berdampak pada perkembangan sosial, komunikasi, perilaku dan emosi yang tidak berkembang secara optimal. Akibat dari gangguan perkembangan tersebut anak menjadi kurang memperhatikan lingkungan sekitarnya dan asyik dengan dunianya sendiri. Jika seseorang mengalami hambatan dalam interaksi dan komunikasi, diyakini orang tersebut akan mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Anak autis sebagai salah satu bagian dari anak berkebutuhan khusus mengalami hambatan pada keterampilan interaksi dan komunikasi. Sugiarmin (dalam Astati, 2013, hlm. 164) mengemukakan bahwa:

Keadaan ini diperburuk oleh adanya gangguan tingkah laku yang menyertainya, bahkan hambatan inilah yang paling mengganggu pada anak autis dalam melakukan interaksi dan komunikasi dengan lingkungannya.


(10)

3

Pada dasarnya hampir semua anak berkebutuhan khusus mengalami problema perilaku, hanya intensitas dan keluasannya yang berbeda. Diantara mereka ada yang karena proses perkembangan mampu mengatasi problema tersebut tetapi ada sebagian dari mereka yang mengalami kesulitan untuk mengatasi problema perilaku sehingga mereka cenderung memerlukan bantuan diantaranya anak autis.

Problema perilaku pada anak autis ada dua jenis yaitu perilaku yang berlebihan (excessive) dan perilaku yang berkekurangan (deficient) menurut Rudi Sutadi (dalam Purwanta, 2012, hlm. 116)

a. Perilaku berlebihan (excessive) ditandai dengan : 1) Tantrum seperti menjerit, menangis dan sejenisnya

2) Stimulasi diri, seperti mengepak-ngepak tangannya, membanting-banting tubuhnya.

3) Self-abuse, seperti memukul kepalanya, menggigit tangannya. 4) Agresif, seperti menendang, memukul.

b. Perilaku yang berkekurangan (deficient) ditandai dengan:

1) Mengalami gangguan bicara, sedikit kata dan suara, membeo seperti bicara sendiri.

2) Menganggap orang lain seperti suatu benda.

3) Mengalami defisit sensasi, tampak seperti tuli, buta. 4) Apabila ia bermain satu permainan, ia akan bermain terus. 5) Tidak dapat bermain dengan benar.

6) Ekspresi yang diberikan tidak sesuai. 7) Pandangannya sering kosong.

Kondisi anak autis dengan gangguan perilakunya ini tidak hanya mempengaruhi kehidupan anak itu sendiri melainkan juga berdampak pada orang tua dan anggota keluarga serta lingkungan sosial di mana anak itu berada.

Akibat dari kompleksnya masalah yang dialami anak autis maka anak mengalami hambatan dalam belajar dan kehidupan sosialnya. Kelainannya sangat mempengaruhi diri anak dalam berbagai aspek lingkungan kehidupan. Oleh karenanya masyarakat mengenali anak


(11)

dengan sindrome autistik sebagai Pervasive Developmental Disorder (PDD). Delphie, (2009, hlm. 2). Disebut developmental disorder karena anak autis merupakan anak dengan hambatan perkembangan. Filipek, P. A. dkk (1999).

Berkenaan dengan hambatan tersebut banyak para ahli membuat penelitian-penelitian untuk mengurangi hambatan tersebut, namun sampai saat ini, sangat sedikit penelitian yang difokuskan pada perilaku yang merugikan diri sendiri dalam individu dengan autisme, Weiss, (tanpa tahun).

Anak autis dengan kompleksitas hambatan perkembangannya membutuhkan bantuan orang lain, maka begitu banyak para ahli ingin membantu perkembangan anak autis ke arah lebih baik, dengan begitu, banyak metode maupun program-program serta intervensi yang diberikan pada anak autis namun intervensi tersebut masih membutuhkan penelitian untuk keefektifannya.

Ada berbagai cara atau metode untuk membantu perkembangan kemampuan anak autis baik untuk perkembangan bahasa, interaksi sosial maupun perkembangan perilaku. Mulai tahun 1997, Dr. Rudy Sutadi, SpA menyebarluaskan penggunaan metode Applied Behavior Analysis (ABA) di Indonesia. Metode ABA lebih dikenal dengan metode Lovaas merupakan pendekatan behavioristik yang menekankan kegiatan terstruktur dan mekanistik. Cerita Sosial dengan komponen baru yang menggunakan jadwal visual sebagai strategi manajemen diri akan lebih meningkatkan atau mempertahankan peningkatan perilaku adaptif. Schneider N. and Goldstein H. (2009).

Dari berbagai program dan studi terbukti bahwa intervensi dini mengarah ke hasil yang lebih baik. Seperti yang telah kita lihat bahwa sejumlah studi telah menunjukkan bahwa anak-anak membuat keberhasilan/ perkembangan besar ketika mereka memasuki sebuah program di usia muda . Corsello. ( 2005)


(12)

5

Dalam perkembangannya untuk membantu perkembangan anak autis, muncul pendekatan baru yang disebut model DIR, singkatan dari Developmental Individual-difference, Relationship-based. Model ini juga sering disebut Floortime. Greenspan. (2006, hlm. xiii)

Selain Floortime ada pendekatan lain yang menggunakan pendekatan humanistik, salah satunya ialah Model Pengembangan Son - Rise Program yang dikembangkan oleh suami istri Barry dan Samahria Kaufman. Program ini pertama kali digunakan untuk membantu perkembangan anak lelakinya yang berumur 18 bulan yang didiagnosis autis. Kemajuan yang dicapai oleh anaknya yang autis tersebut ditulis dalam buku Son-Rise dan A Miracle to Believe In. Supartini. (2009).

Program Son-Rise sudah ada beberapa tahun namun kenyataan di lapangan khususnya di lingkungan Sekolah Khusus Sang Timur, masih banyak orang tua yang belum mengetahui program ini, apakah program ini sungguh efektif membantu perkembangan perilaku anak autis. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti keefektifan program son-rise ini

. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini dinyatakan dalam pertanyaan sebagai berikut : Apakah penggunaan program son-rise oleh keluarga dapat mengurangi perilaku tidak melakukan pekerjaan (off-task) pada anak Autis?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

Mengetahui penggunaan program son-rise oleh keluarga dalam mengurangi perilaku tidak melakukan pekerjaan (off-task) pada anak Autis.


(13)

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengayaan disiplin ilmu pendidikan kebutuhan khusus dan mendorong peneliti lainnya untuk mengadakan dan mengembangkan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini :

Sebagai alternatif bagi guru dan keluarga dalam menangani dan mendampingi anaknya yang mengalami autis agar dapat meningkatkan perilaku yang lebih baik dan bermanfaat.


(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Menurut Sugiyono (2011, hlm. 72) “metode eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.” Sedangkan disain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan subyek tunggal (single subject).

A. Subyek Penelitian dan Lokasi Penelitian 1. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini dua anak laki-laki autis yaitu pertama berinisial P berusia 8 dan kedua berinisial tahun G yang berusia 6 dan Ibu mereka. Subyek ini dipilih berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui kegiatan observasi yang dilakukan untuk mengetahui kondisi obyektif mereka. Kedua subyek ini bersekolah di Sekolah Khusus Sang Timur Tangerang di Jenjang Taman Kanak-kanak. Berikut secara rinci disampaikan informasi mengenai subyek penelitian tersebut baik kemampuan – kemampuan maupun perilaku yang dimiliki:

a. Subyek 1

Nama / Inisial : P

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl lahir : Yogyakarta, 12 Agustus 2007

Anak ke : pertama

Nama Ortu : A H / VDA

Kemampuan dan Perilaku :

P sudah mulai paham perintah sederhana seperti membuang sampah di tempatnya, mengambil benda, memberikan sesuatu pada


(15)

orang lain, sudah dapat memegang pensil dengan benar, mampu menebalkan titik-titik, mewarnai gambar sudah mulai di dalam garis, memasangkan benda yang sama, sedangkan perilaku yang perlu dikurangi frekuensinya adalah emosi yang meletup-letup, masih sering geregetan dengan memilin baju dengan kedua tangannya entah bajunya sendiri atau baju orang yang dekat dengannya, mengepak-ngepakan kedua tangannya (handflaping), kurang bisa duduk diam, terus bergerak dan berjalan/loncat-loncat, berlari, tiba-tiba meninggalkan tempat duduk (sitting/walking), mengetuk-ketukan jari di atas meja maupun di setiap tempat, menarik-narik teman, sembunyi dalam almari, kontak mata masih kurang juga kalau memandang miring-miring serta komunikasi belum lancar.

b. Subyek 2

Nama / Inisial : G

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl lahir : Jakarta, 14 Januari 2009

Anak ke : 2 dari 3 bersaudara.

Nama Ortu : D B/ M

Kemampuan dan Perilaku :

G sudah mulai paham perintah sederhana seperti ambil benda, membuang sampah pada tempatnya juga memakai sepatu, dan meletakkan sepatu dengan rapi, membilang dan menulis angka hingga ratusan, menjodohkan banyaknya gambar benda dengan angka, mampu memegang pensil dengan benar, mulai mengenal huruf, mulai berkomunikasi mengungkapkan keinginannya. Sedangkan perilaku yang ada dan perlu dikurangi frekuensinya adalah suka melamun, pandangan kosong, mengantuk, malas melakukan hal-hal yang kurang disenangi, suka gemes, suka


(16)

25

2. Lokasi Penelitian

Pelaksanaan program Son-Rise dianjurkan untuk menggunakan tempat belajar/bermain khusus untuk menghindari gangguan-gangguan dari TV dan musik yang keras dan juga agar anak dapat cepat termotivasi untuk berinteraksi dengan keluarga dalam hal ini Ibu, oleh karena itu maka penelitian ini dilakukan di salah satu ruang belajar Sekolah Khusus Sang Timur Jl. Barata Pahala 37, Karang Tengah, Tangerang.

B. Jenis dan Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian eksperimen. Melalui penelitian eksperimen ini peneliti ingin melihat efektivitas penggunaan program Son-Rise pada keluarga dalam mengurangi perilaku tidak melakukan pekerjaan (off-task) pada anak autis.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Single Subject Research (SSR) atau disebut juga penelitian subjek tunggal. Desain penelitian subjek tunggal yang digunakan adalah A-B, yaitu merupakan desain dasar dari penelitian eksperimen subyek tunggal yang bertujuan untuk melihat besarnya pengaruh dari suatu perlakuan yang diberikan pada subyek dengan cara membandingkan kondisi baseline sebelum dan sesudah intervensi.

Desain A-B digunakan dalam penelitian ini karena peneliti ingin mengetahui apakah penggunaan program Son-Rise pada keluarga dapat mengurangi perilaku off-task anak autis. Selain itu dalam penggunaan Program Son-Rise sudah tampak interaksi antara orang tua dan subyek serta intervensi orang tua terhadap subyek. Sehingga dalam pengukuran tidak perlu ada pengulangan, baik fase baseline dan fase intervensi masing-masing hanya sekali untuk subyek yang sama.


(17)

Menurut Hasselt dan Hersen 1981 (dalam Sunanto, dkk. 2006, hlm. 42) dikatakan: dalam penelitian dengan desain kasus tunggal akan selalu ada pengukuran target behavior pada fase Baseline dan pengulangannya pada sekurang-kurangnya satu fase Intervensi.

Desain A-B meliputi 2 tahap yaitu A (fase Baseline) dan B (Intervensi).

a. Baseline (A) yaitu kemampuan subyek sebelum mendapat perlakuan dengan target tidak mengerjakan tugas / melakukan pekerjaan (off-task). Subyek P dan G diperlakukan secara alami tanpa intervensi atau pemberian perlakuan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Sunanto, dkk (2006, hlm. 41) bahwa “Baseline adalah kondisi di mana pengukuran perilaku sasaran (target behavior) dilakukan pada keadaan natural sebelum diberikan

intervensi apapun.”

b. Intervensi (B) menurut Sunanto, dkk

(2006, hlm. 41) yaitu “Kondisi intervensi adalah kondisi ketika suatu intervensi telah diberikan dan perilaku sasaran (target behavior) diukur di bawah kondisi tersebut.” Dalam hal ini kondisi subyek (P dan G) dalam penelitian selama diberi perlakuan, perlakuan yang dimaksud adalah pendampingan oleh Ibu mereka masing-masing dengan perlakuan kasih sayang serta pemberian reward (ganjaran/ hadiah) dipeluk, tepuk tangan, dan

reinforcement (penguatan) ‘bagus’, ‘pintar’ secara berulang-ulang

dengan tujuan agar anak mau mengerjakan tugas / on task selama perlakuan diberikan. Berikut ini adalah desain A-B

A B


(18)

27

Keterangan : : Observasi X : Perlakuan

A : Merupakan kondisi awal (baseline), fase ini bertujuan untuk mengetahui kondisi awal subyek sebelum diberi perlakuan (intervensi). Kondisi awal yang dimaksud terkait dengan target behavior sekaligus sebagai variabel terikat dalam penelitian.

B : Merupakan kondisi intervensi. Berdasarkan data yang diperoleh sebagaimana tergambar pada fase baseline, maka dalam fase ini, subyek diberi perlakuan (intervensi).

C. Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel yaitu variabel bebas

dan variabel terikat. “Penggunaan program son rise pada keluarga dalam

hal ini ibu” sebagai variabel bebas dan perilaku tidak melakukan pekerjaan (off-task) sebagai variabel terikat.

1. Variabel Bebas

Variabel Bebas (independent) adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat (dependent). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan program son-rise pada keluarga.

Program Son-Rise adalah salah satu program dengan pendekatan humanistik yang dikembangkan untuk membantu perkembangan hubungan sosial anak autis. Pendekatan ini diciptakan oleh orang tua, untuk orang tua dan membantu tumbuh kembang anak-anak autis yang berdasarkan pada sikap menerima dan menjalin hubungan yang baik antara anak dan orang tua untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai dengan irama pertumbuhan dan perkembangannya sehingga anak dapat semakin fokus dalam mengerjakan tugas.

Pelatihan program Son-Rise diberikan pada keluarga dalam hal ini pada ibu yang selalu mendampingi subyek. Dalam penelitian ini


(19)

yang menjadi target perubahan adalah subyek dapat melakukan pekerjaan (on-task).

Prosedur pelaksanaan program Son-Rise menurut Kaufman (2007, hlm. 42) ini berfokus pada empat dasar dalam interaksi Sosial yaitu:

a. Kontak Mata dan Komunikasi Non verbal b. Komunikasi Verbal

c. Rentang Perhatian Interaktif d. Fleksibilitas

Dari keempat dasar tersebut dibuat langkah-langkah sebagai berikut: 1) Langkah 1: membuat dasar ukuran, 2) langkah 2: membuat kurikulum sosial dan 3) langkah 3: menulis program tujuan. Dari setiap dasar ada lima tahapan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas penggunaan program son-rise pada keluarga dalam mengurangi perilaku off-task. Berhubung penelitian ini dilakukan dalam waktu yang singkat, maka peneliti mengambil sebagian kecil dari program tersebut diatas yaitu tahap 1. (lihat lampiran halaman 75). Adapun langkah – langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

a. Membuat format daftar kemajuan dan perkembangan anak. ( contoh format, lampiran halaman 66-71).

b. Menyiapkan ruang untuk proses pelaksanaan program son-rise. c. Menyiapkan materi yang digunakan untuk kegiatan.

d. Orang tua menerapkan program son-rise pada subyek.

2. Variabel Terikat (target behavior)

Variabel Terikat atau perilaku sasaran (target behavior) penelitian ini adalah tidak melakukan pekerjaan (off-task). Tidak melakukan pekerjaan (off-task) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas yang tidak terkait dalam proses pembelajaran tertentu seperti


(20)

29

D. Prosedur Penelitian 1. Persiapan

Penelitian ini diawali dengan observasi di sekolah Khusus Sang Timur untuk mencari subyek penelitian, ditemukan dua subyek yang orang tuanya belum tahu tentang program son-rise, namun sudah menerima kondisi anaknya dan mau belajar. Kemudian menghubungi orang tua subyek dalam hal ini diwakili oleh ibu, selanjutnya mengadakan pertemuan dan dijelaskan tentang program son-rise beserta manfaatnya serta membuat kesepakatan bahwa kegiatan penelitian diadakan di sekolah satu minggu sekali, namun juga dilakukan di rumah setiap hari sekurang-kurangnya satu jam. Setelah ada kesepakatan bersama selain melihat video tentang pelaksanaan son-rise, orang tua juga dilatih cara mendampingi subyek dengan menggunakan program son-rise, yaitu terlebih dulu menyiapkan tempat untuk proses pelaksanaan son-rise, kemudian menyiapkan bahan yang akan dikerjakan oleh subyek, kemudian ibu dengan arahan dari penulis mencoba mendampingi subyek, dengan mengikuti perilaku subyek dan pelan-pelan ibu mengalihkan perilaku subyek pada pekerjaan yang sudah disiapkan. Setiap kali subyek mau mengerjakan tugas, ibu selalu memberi reward atau reinforcement yang sesuai kondisi subyek seperti di peluk, dicium, tepuk tangan atau ungkapan bagus, pintar dan lain-lain. Latihan dilaksanakan di Sekolah Khusus Sang Timur, Karang Tengah, Tangerang pada bulan Juni 2015. Selanjutnya pada pelaksanaan penelitian, penulis tidak lagi mendampingi ibu dan berada di luar ruangan.

2. Pelaksanaan Eksperimen a. Kondisi Awal (Baseline)

Baseline adalah kondisi atau fase pengukuran variabel terikat atau target behavior dimana anak belum mendapat intervensi. Pengukuran baseline ini dilakukan dengan cara:


(21)

Pertama-tama peneliti bersama guru kelas mengatur ruang kelas, termasuk meja dan kursi belajar siswa. Peneliti memasang handycam (kamera) di atas diarahkan pada meja dan kursi siswa agar proses belajar siswa dan perilaku subyek terekam dengan baik. Selanjutnya peneliti mempersiapkan instrumen pengumpul data. Instrumen yang dimaksud berupa format pencatat kejadian yang digunakan dengan mengamati hasil rekaman.

Setelah subyek dan teman-teman sekelasnya berada dalam ruang kelas, guru kelas melaksanakan proses belajar mengajar seperti biasa dengan memberi tugas pada subyek tanpa memberi intervensi. Pada saat proses pembelajaran tersebut peneliti tidak berada di dalam kelas karena dapat mengganggu konsentrasi mereka.

Perekaman dilakukan selama 1 jam pelajaran yaitu 30 menit. Setelah proses belajar selesai, peneliti memutar ulang video rekaman untuk mengamati frekuensi terjadinya perilaku sasaran (target behavior) dan diambil 10 menit dari 30 menit durasi rekaman. Pengamatan dilakukan oleh tiga orang pengamat yaitu peneliti sendiri, guru kelas dan guru yang lain. Masing-masing pengamat mencatat hasil pengamatnnya pada format yang sudah disediakan.

b. Prosedur Intervensi

Pada fase intervensi, pengukuran terhadap variabel terikat dilakukan pada saat intervensi diberikan. Pada tahap intervensi ini prosedur pelaksanaannya hampir sama dengan tahap baseline. Pertama-tama peneliti mengatur ruang kelas, termasuk meja dan kursi belajar siswa. Peneliti memasang handycam (kamera) di atas diarahkan pada meja dan kursi siswa agar proses belajar siswa dan perilaku subyek terekam dengan baik. Selanjutnya peneliti


(22)

31

dimaksud berupa format pencatat kejadian yang digunakan dengan mengamati hasil rekaman.

Perbedaannya pada tahap ini pelaksanaannya bukan lagi dilakukan oleh guru melainkan oleh ibu masing-masing subyek dimana sebelumnya ibu subyek sudah diberi penjelasan dan dilatih program son rise.

Prosedur yang ditempuh pada tahap intervensi ini pelaksanaannya secara individu antara subyek dan ibunya di kelas yang sama dan peneliti tidak berada di dalam kelas. Peneliti menyiapkan bahan tugas untuk subyek dan di kelas dikerjakan dengan didampingi oleh ibu subyek, apabila subyek melakukan tugas sampai selesai akan diberi reward ( dipeluk, dicium, tepuk tangan) atau reinforcement ( bagus, pintar) namun apabila subyek tidak mau mengerjakan tugas maka ibu akan mengikuti gerakan, tingkah laku subyek sambil mengajak, merayu memberi intervensi pada subyek sehingga subyek mau mengerjakan tugas.

E. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2011, hlm. 102) pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Data dalam penelitian ini adalah banyaknya subyek tidak melakukan pekerjaan. Satuan ukuran yang digunakan untuk menghitung data tersebut adalah frekuensi. Maka intrumen dalam penelitian ini berupa format pencatat kejadian. Adapun format tersebut adalah sebagai berikut :

FORMAT PENCATAT KEJADIAN

Nama Subyek : Tanggal :

Pengamat: Perilaku : Tidak melakukan pekerjaan (off-task) Waktu : 10 menit Mulai : Berakhir :


(23)

Kode : ( ) terjadi (×) tidak terjadi

FORMAT RESUME TIGA PENGAMAT Nama Subyek :

Perilaku : Tidak melakukan pekerjaan (off-task) Waktu : 10 menit

Pengamat Pertama Kedua Ketiga Tgl Sesi Juml % Juml % Juml %

Gambar 3.3 Format resume tiga pengamat

Nama Subyek :

Perilaku : Tidak melakukan pekerjaan (off-task) Waktu : 10 menit

Tanggal Sesi Jumlah Prosentasi Detik

Menit

10 20 30 40 50 60

1 2 3


(24)

33

Gambar 3.4 Format resume tiga pengamat

F. Validitas Data

Sunanto (2006, hlm. 43 ) mengungkapkan bahwa : untuk meningkatkan validitas penelitian yang baik pada saat melakukan eksperimen dengan menggunakan disain A – B, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :

1. Mendefinisikan target behavior sebagai perilaku yang dapat diukur secara akurat. Target behavior dalam penelitian ini yakni tidak melakukan pekerjaan (off-task). Target behavior ini diambil dari perilaku-perilaku yang ditemukan saat observasi pendahuluan.

2. Mengukur dan melakukan pencatatan data pada kondisi baseline (A) secara kontinyu sekurang-kurangnya 3 atau 5 kali atau sampai trend dan level data menjadi stabil. Dalam penelitian ini pada fase baseline, pengukuran akan dilakukan sebanyak 3-5 kali tergantung tingkat kestabilan data. Bila sudah diperoleh kestabilan data maka pengukuran dihentikan dan langsung dilanjutkan ke kondisi intervensi.

3. Memberikan intervensi (B) setelah kondisi baseline stabil. Dengan acuan inilah maka peneliti memberikan intervensi pada subyek lewat ibu mereka.

4. Mengukur dan mengumpulkan data target behavior pada kondisi intervensi (B) selama periode waktu tertentu sampai trend dan level data stabil.

5. Menghindari mengambil kesimpulan adanya hubungan fungsional (sebab-akibat) antara variabel terikat dengan variabel bebas (Tawney dan Gast, 1984).

Dalam validitas data ini, peneliti menggunakan cara observasi yang dibantu dengan video.

G. Reliabilitas Data

Dalam suatu penelitian, reliabilitas data sangatlah perlu dilakukan karena reliabilitas menunjukkan sejauh mana data dapat diukur secara


(25)

tepat dan ajeg. Oleh karena itu peneliti menggunakan alat ukur dengan melibatkan tiga orang untuk mencatat dan mengukur frekuensi off-task subyek dalam kegiatan belajar. Adapun kriteria pengukuran berupa tingkat frekuensi. Pengukuran dilakukan dengan mengamati video rekaman kegiatan subyek di kelas. Format ukur yang digunakan untuk mengukur frekuensi kejadian dalam sesi dapat dilihat dalam instrumen penelitian. Adapun rumus dalam pengukuran yaitu :

Banyaknya kejadian X100% = n 60 detik

Setelah dilakukan pencatatan banyaknya kejadian setiap sesinya oleh setiap pengamat selanjutnya hasil pencatatan frekuensi dari tiga pengamat diolah disatukan dalam satu tabel sebagai hasil akhir dari banyak frekuensi kejadian. Sehingga diperoleh hasil pengukuran banyaknya kejadian pada fase baseline dan fase intervensi yang reliabel.

H. Teknik Analisis Data

Setelah data hasil penelitian terkumpul, selanjutnya peneliti melakukan pengolahan dan analisis data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Sunanto, dkk (2006, hlm. 65 ) bahwa: “Dalam penelitian eksperimen, analisis data pada umumnya menggunakan teknik statistik inferensial sedangkan pada penelitian eksperimen dengan subyek tunggal

menggunakan statistik deskriptif yang sederhana.”

Dalam penelitian subyek tunggal, analisis data bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran (target behavior). Tentang hal tersebut Sunanto, dkk (2006, hlm. 65 ) mengemukakan :

Tujuan utama analisis data dalam penelitian dibidang modifikasi perilaku adalah untuk mengetahui efek atau pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran yang ingin diubah. Metode analisis yang digunakan lazim disebut inspeksi visual dimana analisis dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap data yang


(26)

35

Karena pengamatan dalam metode inspeksi visual dilakukan secara langsung terhadap data yang ditampilkan dalam grafik, maka peneliti perlu mengetahui komponen-komponen dasar yang harus dipenuhi dalam membuat grafik. Sunanto, dkk (2006, hlm. 30 ) mengungkapkan : beberapa komponen penting dalam membuat grafik adalah : Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (misalnya sesi, hari,tanggal).

Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya : persen, frekuensi, dan durasi).

Titik awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala.

Skala garis-garis pendek padavsumbu X dan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya : 0 %, 25 %, 50 %, dan 75 %).

Label kondisi yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen misalnya baseline atau intervensi.

Garis perubahan kondisi yaitu garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan kondisi ke kondisi lainnya.

Judul grafik, judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.

Bentuk dasar grafik garis yang sering digunakan dalam penelitian eksperimen dengan subyek tunggal sebagaimana diuraikan di atas, tampak pada gambar berikut :

Gambar 3.5 Bentuk dasar grafik


(27)

Komponen analisis visual terdiri dari :

1. Analisis dalam kondisi

Analisis perubahan dalam kondisi maksudnya adalah menganalisis perubahan data dalam satu kondisi misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi. Adapun yang akan dianalisis dalam kondisi tersebut meliputi enam komponen sebagai berikut :

a. Panjang kondisi

Panjang kondisi atau panjang interval menunjukkan banyaknya data dalam kondisi tersebut yang juga menggambarkan banyaknya sesi yang dilakukan dalam suatu kondisi. Untuk menentukan jumlah sesi pada kondisi baseline tidak ada ketentuan yang pasti, namun demikian pengumpulan data dilakukan sampai diperoleh data yang stabil dan menunjukkan arah yang jelas.

b. Kecenderungan arah

Kecenderungan arah dapat dilihat dari arah garis yang melintasi semua data dalam suatu kondisi. Dalam kecenderungan arah ini ada tiga kemungkinan arah garis dalam suatu kondisi yaitu mendatar, naik, dan turun. Untuk membuat garis dapat ditempuh dengan dua metode yaitu metode tangan bebas (freehand) adalah membuat garis secara langsung pada suatu kondisi sehingga membelah data sama banyak yang terletak di atas dan di bawah garis tersebut, dan metode belah tengah (split-middle) yaitu membuat garis lurus yang membelah data dalam suatu kondisi berdasarkan median.

c. Tingkat stabilitas (level stability)

Tingkat stabilitas menunjukkan homogenitas data dalam suatu kondisi. Tingkat stabilitas data ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(28)

37

Skor tertinggi X kriteria stabilitas = rentang stabilitas

20 X 0,15 = 3,0

Menghitung mean leven dengan cara :

Misalnya terdapat data dalam baseline sebagai berikut: 18+20+16+14+18+18+16+19=139

139 : 8 = 17,35 (mean level)

Menentukan batas atas dengan cara:

17,35 (mean level) + setengah dari rentang stabilitas (1,5) diperoleh 18,85

Menentukan batas bawah dengan cara:

17,35 (mean level) - setengah dari rentang stabilitas (1,5) diperoleh 15,85

Menghitung persentase data point pada kondisi baseline (A) yang berada dalam rentang stabilitas dengan cara:

Banyaknya data point : banyaknya data = Persentase stabilitas yang ada dalam rentang

5 : 6 = 62,5%

Persentase stabilitas sebesar 85% - 90% dikatakan stabil. Sunanto, (2006 : 80)

d. Jejak data (data path)

Kecenderungan jejak data pada dasarnya sama dengan kecenderungan arah, dimana data memiliki tiga kemungkinan yaitu mendatar, naik, atau menurun.


(29)

e. Rentang

Memberikan informasi tentang jarak antaradata pertama dan terakhir.

f. Level perubahan (level change)

Level perubahan data merupakan besarnya perubahan antara dua data. Baik dalam kondisi maupun antar kondisi. Perubahan data dalam kondisi adalah selisih antara data pertama dengan data terakhir sedangkan perubahan data antar kondisi adalah selisih antara data terakhir pada kondisi pertama dengan data pertama pada kondisi berikutnya.

2. Analisis antar kondisi

Analisis antar kondisi merupakan analisis perubahan yang terjadi antara dua kondisi, misalnya dalam kondisi baseline atau kondisi intervensi. Komponen-komponen yang akan dianalisis dalam kondisi tersebut meliputi :

a. Variabel yang diubah

Dalam bagian ini variabel terikat atau perilaku sasaran difokuskan pada satu perilaku. Artinya analisis ditekankan pada efek atau pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran.

b. Perubahan kecenderungan arah dan efeknya

Dalam analisis data antar kondisi, makna kecenderungan arah menunjukkan perubahan perilaku sasaran, dimana perubahan tersebut akibat diberikannya intervensi.

c. Perubahan stabilitas dan efeknya

Stabilitas data menunjukkan tingkat kestabilan perubahan dari sederetan data. Dikatakan stabil apabila data tersebut menunjukkan arah yang konsisten yaitu menunjukkan arah mendatar, menaik, dan menurun secara meyakinkan. Kestabilan data memegang peranan yang sangat penting.


(30)

39

d. Perubahan level data

Perubahan level data dalam analisis antar kondisi ditunjukkan selisih antara data terakhir pada kondisi baseline dan data pertama pada kondisi intervensi. Dan nilai selisih ini menggambarkan seberapa besar terjadi perubahan perilaku akibat intervensi.

e. Data yang tumpang tindih (overlap)

Data yang tumpang tindih antara dua kondisi misalnya kondisi baseline dan kondisi intervensi terdapat data yang sama. Semakin kecil persentase overlap makin baik pengaruh intervensi terhadap target behavior.


(31)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini, disampaikan simpulan penelitian dan saran. Saran-saran ini diberikan sesuai dan atas dasar simpulan penelitian.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab empat, dapat disimpulkan bahwa :

Kedua subyek walaupun dalam kondisi yang berbeda yaitu aktif dan pasif, namun keduanya setelah diintervensi ibu dengan pelukan, kata-kata bagus, pintar, bernyanyi dan bermain maka perilaku off-tasknya menurun.

Dengan demikian, bagi penyandang autis dalam penelitian ini Program Son-Rise efektif digunakan oleh keluarga dalam mengurangi perilaku tidak mengerjakan tugas (off-task).

B. Saran

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program Son-Rise dapat mengurangi perilaku off-task anak autis.

Maka berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan: 1. Untuk keluarga

Dalam rangka mendampingi dan mendidik anak autis, disarankan orang tua ikut serta membantu sekolah dengan memakai program son-rise di rumah, dengan cara memberikan reward sebanyak mungkin dan reinforcement berupa pelukan, kasih sayang, tepuk tangan, dan kata-kata positif dari ibu / keluarga seperti bagus, dan pintar.


(32)

50

Mengingat program son-rise terdiri dari empat dasar dan perilaku anak autis ada berbagai macam, sedangkan penelitian ini hanya mengambil salah satu perilaku anak autis yaitu off-task dan off-task dalam penelitian ini merupakan bagian kecil dari program son-rise maka ada baiknya pada penelitian selanjutnya dapat meneliti perilaku on-task dari anak autis.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Astati, Hidayat, Sunanto, J. Juhaini, Tjasmini, M. Sutisna, N. Sugiarmin, Hernawati, T. dan Alimin, Z. (2013) Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Corsello, C. M. (2005) Early Intervention in Autism. Infants & Young Children Vol. 18, No. 2, pp. 74–85c Lippincott Williams & Wilkins, Inc.

Delphie, B. (2009) Pendidikan Anak Autis. Klaten: PT. Intan Sejati.

Filipek, P.A, dkk (1999) The Screening and Diagnosis of Autistic Spectrum Disorders1 Journal of Autism and Developmental Disorders Vol. 29, No.6. Greenspan, S.I dan Wieder, S. (2010) Engaging Autism Melangkah Bersama

Autisme. Jakarta: Yayasan Ayo Main.

Hadis, A. (2006) Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Austistik. Bandung: Alfabeta.

Ingersoll B. R. (2009). Teaching Social Communication: A Comparison of Naturalistic Behavioral and Development, Social Pragmatic Approaches for Children With Autism Spectrum Disorders. Journal of Positive Behavior Interventions 2010; 12; 33 originally published online Apr 14, 2009.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2011) Jakarta : Balai Pustaka.

Kaufman H. (2007). The Son-Rise Program Developmental Model Understanding the Importance of Social Development & Creating a

Curriculum for Your Child’s Social Growth. USA: Autism Treament Center

of America.

Kaufman R K. (2014). Autism Breakthrough The Groundbreaking Method That

Has Helped Families All Over The World. New York: St. Martin’s Press.

Klinik Autis. (2013) 5 Jenis Gangguan-gangguan Spektrum Autism-Autism Spectrum Disorders ASD. [Online].

Diakses dari http://klinikautis.com/2013/12/13/5-jenis-gangguan-gangguan-spektrum-autism-autism-spectrum-disorders-asd/.

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Prenada Media Group.

Maulana M, (2007) Anak Autis Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental lain menuju Anak Cerdas dan Sehat. Jogjakarta: Katahati.


(34)

52

Majalah Rumah Autis (2008) www.teraskreasi.com. [Online].

Diakses dari http://rumahautis.org/rumahautis/berita-misteri-autis-yang-tak-terungkap.html#ixzz3jMtVuKLj .

Prasetyono, D.S, (2008) Serba-serbi Anak Autis. Jogjakarta: Diva Press.

Pristiwaluyo, T dan Sodiq, (2005) Pendidikan Anak gangguan Emosi. Jakarta: DepDikNas Dirjend PT Dir.PPTK dan KPT.

Purwanta E, (2012) Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riadi, M. (2012) Fungsi dan Bentuk Keluarga [Online]

Diakses dari http://www.kajianpustaka.com/2012/11/definisi-fungsi-dan-bentuk-keluarga.html.

Rahmedina, C. (2014)Pengertian, Bentuk, Fungsi, Peranan, Dan Tugas Pokok Keluarga. [Online].

Diakses dari http://citrarhmdn.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-bentuk-fungsi-peranan-dan.html.

Rudy, L. (2007) What Is the Son-Rise Treatment for Autism? [Online] Diakses dari http://www.autism-help.org/intervention-son-rise-program.htm.

Sastry A. and Aguirre B. (2012) Parenting Anak dengan Autisme, Solusi, Strategi, dan Saran Praktis untuk Membantu Keluarga Anda. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Schneider N. and Goldstein H. (2009) Using Social Stories and Visual Schedules to Improve Socially Appropriate Behaviors in Children With Autism. Journal of Positive Behavior Interventions, 12: 149 originally published online 2 April 2009.

Sugiyono (2011) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supartini, E. (2009). Program Son-Rise Untuk Pengembangan Bahasa Anak Autis. Jurnal Pendidikan Khusus Vol 5 No. 2 Nopember, hal 44-54.

Sunanto, J. Takeuchi, K., Nakata, H. (2006) Penelitian Dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press.

Syahrir, A. (2012) Laju Perkembangan Autisme. [Online].

Diakses dari http://gaya.tempo.co/read/news/2012/07/18/060417730/laju-perkembangan-autisme.


(35)

Tanpa Nama. (2007) Son-Rise Program. [Online]

Diakses dari http://www.autism-help.org/intervention-son-rise-program.htm Tanpa Nama. (2011) Autism, Sebuah Gangguan Perilaku Pada Anak. [Online].

Diakses dari

file:///D:/Autism,%20Sebuah%20Gangguan%20Perilaku%20Pada%20Anak %20_%20KLINIK%20AUTIS%20.htm.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Weiss, J.(tanpa tahun) Self-Injurious Behaviours in Autism: A Literature Review.

Widyawati, I (2002). Autisme Pada Masa Kanak-Kanak. Makalah Seminar Lokakarya Pola Layanan Pendidikan bagi Anak Autisme di Cipayung Bogor tgl 17-20 Juni 2002. Bogor: Depdiknas Dirjen Dikdasmen Direktorat PLB.


(1)

d. Perubahan level data

Perubahan level data dalam analisis antar kondisi ditunjukkan selisih antara data terakhir pada kondisi baseline dan data pertama pada kondisi intervensi. Dan nilai selisih ini menggambarkan seberapa besar terjadi perubahan perilaku akibat intervensi.

e. Data yang tumpang tindih (overlap)

Data yang tumpang tindih antara dua kondisi misalnya kondisi baseline dan kondisi intervensi terdapat data yang sama. Semakin kecil persentase overlap makin baik pengaruh intervensi terhadap target behavior.


(2)

Christina Ratna Widiastuti, 2015

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini, disampaikan simpulan penelitian dan saran. Saran-saran ini diberikan sesuai dan atas dasar simpulan penelitian.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab empat, dapat disimpulkan bahwa :

Kedua subyek walaupun dalam kondisi yang berbeda yaitu aktif dan pasif, namun keduanya setelah diintervensi ibu dengan pelukan, kata-kata bagus, pintar, bernyanyi dan bermain maka perilaku off-tasknya menurun.

Dengan demikian, bagi penyandang autis dalam penelitian ini Program Son-Rise efektif digunakan oleh keluarga dalam mengurangi perilaku tidak mengerjakan tugas (off-task).

B. Saran

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program Son-Rise dapat mengurangi perilaku off-task anak autis.

Maka berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan: 1. Untuk keluarga

Dalam rangka mendampingi dan mendidik anak autis, disarankan orang tua ikut serta membantu sekolah dengan memakai program son-rise di rumah, dengan cara memberikan reward sebanyak mungkin dan reinforcement berupa pelukan, kasih sayang, tepuk tangan, dan kata-kata positif dari ibu / keluarga seperti bagus, dan pintar.


(3)

Mengingat program son-rise terdiri dari empat dasar dan perilaku anak autis ada berbagai macam, sedangkan penelitian ini hanya mengambil salah satu perilaku anak autis yaitu off-task dan off-task dalam penelitian ini merupakan bagian kecil dari program son-rise maka ada baiknya pada penelitian selanjutnya dapat meneliti perilaku on-task dari anak autis.


(4)

Christina Ratna Widiastuti, 2015

DAFTAR PUSTAKA

Astati, Hidayat, Sunanto, J. Juhaini, Tjasmini, M. Sutisna, N. Sugiarmin, Hernawati, T. dan Alimin, Z. (2013) Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Corsello, C. M. (2005) Early Intervention in Autism. Infants & Young Children Vol. 18, No. 2, pp. 74–85c Lippincott Williams & Wilkins, Inc.

Delphie, B. (2009) Pendidikan Anak Autis. Klaten: PT. Intan Sejati.

Filipek, P.A, dkk (1999) The Screening and Diagnosis of Autistic Spectrum Disorders1 Journal of Autism and Developmental Disorders Vol. 29, No.6. Greenspan, S.I dan Wieder, S. (2010) Engaging Autism Melangkah Bersama

Autisme. Jakarta: Yayasan Ayo Main.

Hadis, A. (2006) Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Austistik. Bandung: Alfabeta.

Ingersoll B. R. (2009). Teaching Social Communication: A Comparison of Naturalistic Behavioral and Development, Social Pragmatic Approaches for Children With Autism Spectrum Disorders. Journal of Positive Behavior Interventions 2010; 12; 33 originally published online Apr 14, 2009.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2011) Jakarta : Balai Pustaka.

Kaufman H. (2007). The Son-Rise Program Developmental Model Understanding the Importance of Social Development & Creating a Curriculum for Your Child’s Social Growth. USA: Autism Treament Center of America.

Kaufman R K. (2014). Autism Breakthrough The Groundbreaking Method That Has Helped Families All Over The World. New York: St. Martin’s Press. Klinik Autis. (2013) 5 Jenis Gangguan-gangguan Spektrum Autism-Autism

Spectrum Disorders ASD. [Online].

Diakses dari http://klinikautis.com/2013/12/13/5-jenis-gangguan-gangguan-spektrum-autism-autism-spectrum-disorders-asd/.

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Prenada Media Group.

Maulana M, (2007) Anak Autis Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental lain menuju Anak Cerdas dan Sehat. Jogjakarta: Katahati.


(5)

Majalah Rumah Autis (2008) www.teraskreasi.com. [Online].

Diakses dari http://rumahautis.org/rumahautis/berita-misteri-autis-yang-tak-terungkap.html#ixzz3jMtVuKLj .

Prasetyono, D.S, (2008) Serba-serbi Anak Autis. Jogjakarta: Diva Press.

Pristiwaluyo, T dan Sodiq, (2005) Pendidikan Anak gangguan Emosi. Jakarta: DepDikNas Dirjend PT Dir.PPTK dan KPT.

Purwanta E, (2012) Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riadi, M. (2012) Fungsi dan Bentuk Keluarga [Online]

Diakses dari http://www.kajianpustaka.com/2012/11/definisi-fungsi-dan-bentuk-keluarga.html.

Rahmedina, C. (2014)Pengertian, Bentuk, Fungsi, Peranan, Dan Tugas Pokok Keluarga. [Online].

Diakses dari http://citrarhmdn.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-bentuk-fungsi-peranan-dan.html.

Rudy, L. (2007) What Is the Son-Rise Treatment for Autism? [Online] Diakses dari http://www.autism-help.org/intervention-son-rise-program.htm.

Sastry A. and Aguirre B. (2012) Parenting Anak dengan Autisme, Solusi, Strategi, dan Saran Praktis untuk Membantu Keluarga Anda. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Schneider N. and Goldstein H. (2009) Using Social Stories and Visual Schedules to Improve Socially Appropriate Behaviors in Children With Autism. Journal of Positive Behavior Interventions, 12: 149 originally published online 2 April 2009.

Sugiyono (2011) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supartini, E. (2009). Program Son-Rise Untuk Pengembangan Bahasa Anak Autis. Jurnal Pendidikan Khusus Vol 5 No. 2 Nopember, hal 44-54.

Sunanto, J. Takeuchi, K., Nakata, H. (2006) Penelitian Dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press.

Syahrir, A. (2012) Laju Perkembangan Autisme. [Online].

Diakses dari http://gaya.tempo.co/read/news/2012/07/18/060417730/laju-perkembangan-autisme.


(6)

Tanpa Nama. (2007) Son-Rise Program. [Online]

Diakses dari http://www.autism-help.org/intervention-son-rise-program.htm

Tanpa Nama. (2011) Autism, Sebuah Gangguan Perilaku Pada Anak. [Online]. Diakses dari

file:///D:/Autism,%20Sebuah%20Gangguan%20Perilaku%20Pada%20Anak %20_%20KLINIK%20AUTIS%20.htm.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Weiss, J.(tanpa tahun) Self-Injurious Behaviours in Autism: A Literature Review.

Widyawati, I (2002). Autisme Pada Masa Kanak-Kanak. Makalah Seminar Lokakarya Pola Layanan Pendidikan bagi Anak Autisme di Cipayung Bogor tgl 17-20 Juni 2002. Bogor: Depdiknas Dirjen Dikdasmen Direktorat PLB.