Penggunaan Siklodekstrin untuk Mengurangi Rasa Langu (Off-Flavor) pada Susu Kedelai

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Siklodekstrin merupakan salah satu pati termodifikasi, yaitu pati yang telah mengalami perubahan atau modifikasi baik secara fisik, kimiawi, maupun secara enzimatis. Modifikasi pada pembentukan pati termodifikasi mengakibatkan terbentuknya ikatan baru antar molekul-molekul penyusun di dalam pati itu sendiri atau diantara molekul pati yang satu dengan molekul pati lainnya sehingga memiliki sifat yang lebih baik dari pati alami. Sifat pati termodifikasi yang lebih baik tersebut memperluas kegunaannya dalam berbagai macam industri dibandingkan dengan kegunaan pati alami yang masih terbatas karena keterbatasan karakteristik.

Siklodekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari konversi pati secara biokimia oleh enzim siklodekstrin glikosiltransferase (CGT-ase) yang diperoleh dari suatu mikroorganisme. Struktur molekul siklodekstrin berbentuk siklik seperti donat yang terdiri dari 6, 7, dan 8 monomer glukosa. Bagian luar siklodekstrin bersifat hidrofilik dan bagian rongganya bersifat hidrofobik sehingga memiliki kemampuan untuk membentuk senyawa kompleks inklusi, mampu meningkatkan kelarutan senyawa organik, mampu menstabilkan senyawa flavor, dan memiliki ketahanan terhadap kerusakan kimiawi maupun biokimiawi.

Siklodekstrin banyak digunakan dalam industri farmasi sebagai bahan stabilisasi vitamin, industri kosmetik untuk stabilitas flavor, serta berbagai kegunaan dalam industri pangan. Kegunaannya dalam industri pangan ditujukan untuk mengurangi kolesterol pada makanan, melindungi dari degradasi oksidasi, melindungi dari panas dan sinar ultraviolet (UV), pembawa flavor, mengurangi rasa pahit, serta mengubah rasa. Untuk mengubah rasa, siklodekstrin bekerja dengan memindahkan atau menutupi rasa yang tidak diinginkan (off-flavor) seperti rasa langu pada susu kedelai.

Susu kedelai mengandung gizi yang tinggi, tidak kalah dengan susu sapi. Harga susu kedelai yang tidak mahal juga berperan besar dalam meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, akan tetapi keberadaan susu kedelai ini masih kurang diterima oleh konsumen karena adanya rasa langu (beany flavor). Rasa langu pada susu kedelai sangat kompleks dan sulit didefinisikan, tetapi terdapat beberapa komponen kimia yang berkaitan dengan rasa langu tersebut antara lain senyawa alkohol, keton, dan aldehida. Rongga pada molekul siklodekstrin yang bersifat hidrofobik memberikan mekanisme penjeratan terhadap berbagai molekul kecil, termasuk molekul yang berkaitan dengan adanya rasa langu pada susu kedelai sehingga siklodekstrin dapat mengurangi atau merubah rasa langu pada susu kedelai tersebut.

1.2 TUJUAN

Secara keseluruhan, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengidentifikasi senyawa kimia volatil pada susu kedelai

2. Untuk memperoleh kondisi proses dan penambahan konsentrasi siklodekstrin terbaik untuk mengurangi rasa langu pada susu kedelai

3. Memperoleh tingkat penerimaan konsumen pada susu kedelai dengan penambahan siklodekstrin.


(2)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SIKLODEKSTRIN

Siklodekstrin adalah senyawa oligosakarida siklis yang sekurang-kurangnya mengandung 6 unit D-(+)-glukopiranosa berikatan pada ikatan glikosida α-1,4 dan mempunyai bentuk toroidal, dengan bagian dalam bersifat hidrofobik dan bagian luar bersifat hidrofilik. Siklodekstrin dikenal sebagaiα,βdanγ-siklodekstrin yang masing-masing terdiri dari enam, tujuh dan delapan glukosa dengan dimensi rongga dan kelarutan dalam air yang berbeda (Isadiartuti dan Martodihardjo, 2007). Siklodekstrin diproduksi dari pati yang dikonversi oleh enzim siklodekstrin glikosiltransferase (CGT-ase) pada pH netral (6.0-7.0), Enzim CGT-ase yang digunakan dapat diperoleh dari alam atau terbentuk secara genetik oleh mikroorganisme (Cravotto, 2006). Struktur kimia siklodekstrin terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia siklodekstrin (Astrayet al., 2009)

Molekul glukosa (monomer) merupakan bagian dasar dari pati. Pati tersusun dari berbagai rantai panjang monomer glukosa yang disebut polisakarida. Polisakarida yang memiliki 2 hingga 10 ikatan glukosa selanjutnya disebut oligosakarida. Siklodekstrin merupakan oligosakarida siklis dengan molekul glukopiranosa yang membentuk ikatan secara melingkar (Weltiver, 2007). Susunan unit glukosa pada molekul siklodekstrin menghasilkan bentuk potongan kerucut yang berlubang dengan permukaan luar yang hidrofilik dan rongga bagian dalam yang hidofobik. Hal tersebut memungkinkan

sikodekstrin untuk membentuk kompleks inklusi dengan berbagai molekul ‘tamu’ yang

hidrofobik (Van der Veenet al., 2000). Skema pembentukan kompleks inklusi terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema pembentukan kompleks inklusi (Huet al., 2005) Monomer

hidrofobik Siklodekstrin air


(3)

Sifat

Jenis Siklodekstrin

α-CD β-CD γ-CD

Jumlah unit glukosaa) 6 7 8

Bobot Molekul (g/mol)a) 972 1135 1297

Kelarutan dalam air 25oC (%, b/v)a) 14.5 1.85 23.2

Tinggi (nm)b) 0.79 0.79 0.79


(4)

4

dapat membentuk kompleks dengan senyawa aromatik atau heterosiklis, danγ-siklodekstrin dapat membentuk kompleks dengan senyawa makromolekul dan steroid. Kemampuan siklodekstrin untuk membentuk kompleks inklusi dengan molekul‘tamu’dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ukuran relatif rongga siklodekstrin terhadap ukuran molekul ‘tamu’ dan interaksi termodinamika yang terjadi antaramolekul ‘tamu’, siklodekstrin, dan pelarut. Sifat masing-masing siklodekstrin terdapat pada Tabel 1. Menurut Astrayet al. (2009), kelarutan masing-masing siklodekstrin di dalam air tidak menentu. Diantara α, β, dan γ-siklodekstrin,

β-siklodekstrin memiliki tingkat kelarutan paling rendah. Perbedaan tersebut terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelarutan siklodekstrin dalam air pada berbagai suhu toC Kelarutan (mg siklodekstrin/g air)

α β γ

20 90 16.4 185

25 127 18.8 256

30 165 22.8 320

35 204 28.3 390

40 242 34.9 460

45 285 44.0 585

50 347 52.7

-55 - 60.5

-60 - 74.9

-65 - 101.8

-70 - 120.3

-75 - 148.0

-80 - 196.6

-Sumber: Frömming dan Szejtli (1994)

Perubahan yang menguntungkan bagi molekul ‘tamu’ terjadi setelah terbentuknya

kompleks inklusi bersama siklodekstrin (Martin Del Valle, 2004). Kompleks inklusi yang terbentuk dapat memperbaiki kelarutan, disolusi, stabilitas dan bioavailabilitas molekul

‘tamu’, serta dapat mengurangi penguapan (Bekers et al., 1991). Dengan kemampuan tersebut, siklodekstrin banyak digunakan dalam industri farmasi sebagai bahan stabilisasi vitamin, industri kosmetik untuk stabilitas flavor, serta berbagai kegunaan dalam industri pangan. Dalam industri pangan, siklodekstrin digunakan dalam mengurangi kolesterol pada makanan, melindungi dari degradasi oksidasi, melindungi dari panas dan sinar UV, pembawa flavor, mengurangi rasa pahit, serta mengubah rasa (Cravotto, 2006).

Menurut Astray et al. (2009), siklodekstrin telah direkomendasikan untuk diaplikasikan dalam pengolahan pangan dan sebagai bahan tambahan dalam pangan dengan berbagai macam tujuan. Salah satu tujuannya adalah untuk mengubah atau mengurangi rasa dan aroma yang tidak menyenangkan pada pangan, seperti adanya pembentukan inklusi pada pengurangan bau susu kedelai. Kim (2002) dalam hasil penelitiannya menyatakan


(5)

5

bahwa penambahan α-siklodekstrin sebanyak 0.5% pada susu kedelai komersial dapat menurunkan konsentrasi zat penyebab bau sebanyak 29%, di samping itu, penambahan 3% α-siklodekstrin dapat menurunkan konsentrasi zat penyebab bau hingga 80%. Untuk itu, semakin tinggi konsentrasi siklodekstrin pada susu kedelai akan memberikan kemampuan yang lebih besar dalam membentuk suatu kompleks dengan kompenen volatil penyebab bau. Dalam penelitian Suratmanet al. (2004), penambahan α-siklodekstrin sebanyak 0.5% dapat mengurangi senyawa penyebab rasa langu sebanyak 43.36 hingga 45.02%;

penambahan γ-siklodekstrin sebanyak 0.5% dapat mengurangi senyawa penyebab rasa

langu sebanyak 29.13 hingga 31.80%; serta penambahan kombinasi α dan γ-siklodekstrin (masing-masing 0.25%) mampu mengurangi senyawa penyebab rasa langu sebanyak 33.51 hingga 34.92%. Akan tetapi hasil tersebut tidak didukung oleh hasil uji organoleptik yang nyata terhadap rasa susu kedelai setelah ditambahkan siklodekstrin.

Siklodekstrin membentuk kompleks inklusi dengan berbagai material volatil atau material tidak stabil dalam rongga bagian tengah yang hidrofobik. Mikroenkapsulasi material tersebut dalam siklodekstrin merupakan salah satu cara efektif untuk melindungi flavor dan meningkatkan kestabilannya terhadap oksigen, panas, atau cahaya (Hedges et al.,1995)

2.2 KEDELAI

Tanaman kedelai (Glycine max L. Merr.) berdasarkan klasifikasi botani termasuk famili Leguminoseae, subfamili Papilonaceae, genus Glycine, dan spesies max. Kedelai merupakan daging biji terlindung pada polong buah. Dalam pengertian sehari-harinya, yang dimaksud kedelai adalah butir kedelai yang telah dipisahkan dari polongnya. Berdasarkan umurnya, kedelai dapat dikategorikan atas umur pendek (60-80 hari), umur sedang (90-100 hari), dan umur dalam (110-120 hari), sedangkan menurut jenisnya digolongkan atas kedelai putih/kuning, kedelai hitam, kedelai coklat, dan kedelai hijau (Hubies, 1984).

Di Indonesia ada beragam jenis kedelai yang dikenal dan telah dibudidayakan baik secara tradisional maupun semi-modern. Jenis kedelai yang beragam tersebut dapat dibedakan berdasarkan umur, warna biji, dan tipe batang. Dilihat dari warnanya, biji kedelai dapat dibedakan antara biji yang berwarna putih dan hitam. Kedelai putih atau terkadang berwarna kekuning-kuningan membutuhkan syarat tumbuh lebih spesifik dibandingkan dengan kedelai hitam. Kedelai putih sering dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, terutama di bidang makanan seperti untuk bahan pembuatan tahu, tempe, dan susu kedelai. Sedangkan kedelai hitam yang terkadang berwarna hijau tua digunakan untuk pembuatan kecap atau tauco (Amrin, 1999). Menurut Hubies (1984), kedelai kuning dicirikan dari irisan keping bijinya yang berwarna kuning.

Kedelai yang berasal dari Asia Timur berada pada peringkat yang tinggi diantara tanaman leguminosa di dunia baik dalam kandungan protein maupun dalam kualitas nutrisinya. Kedelai menduduki posisi diantara leguminosa dan bebijian, memiliki protein tinggi (lebih dari 40%) diantara leguminosa lainnya tetapi sedikit lemak (sekitar 18%) diantara bebijian lainnya. Hanya sedikit bebijian yang berasal dari sayuran memiliki daya tarik yang kuat seperti kedelai. Hal tersebut berkenaan dengan berbagai kemungkinan penggunaannya dalam pangan, pakan, dan industri (De, 1971).

Menurut Liu, (1997), diantara berbagai jenis bebijian dan kacang-kacang lainnya kedelai memiliki kandungan protein tertinggi (sekitar 40%); kacang-kacangan lainnya


(6)

6

mengandung protein antara 20%-30%. Kedelai juga terdiri dari 20% minyak, peringkat kedua tertinggi diantara seluruh kacang-kacangan (kandungan minyak tertinggi terdapat pada kacang tanah, sekitar 48% basis kering. Kandungan minyak tertinggi ketiga adalah kacang panjang, sekitar 5%. Jenis kacang-kacangan lainnya megandung minyak sekitar 1-3.6%). Komposisi kimia kedelai secara keseluruhan terdapat pada Tabel 3. Dilihat dari segi pangan dan gizi, kedelai merupakan sumber protein paling murah di dunia. Di Indonesia terdapat berbagai varietas kedelai dengan kadar protein 30.53% hingga 44% dan kadar lemak 7.5% hingga 20.9% (Koswara, 1992).

Tabel 3. Komposisi kimia kedelai kering per 100 g

Komposisi Satuan Jumlah

Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Posfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Air

kkal gram gram gram mg mg mg SI mg gram

331.0 34.9 18.1 34.8 227.0 585.0 8.0 110.0

1.1 7.5 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1972)

Biji kedelai terdiri dari tiga bagian utama, yaitu sekitar 90% berupa keping biji atau kotiledon, 8% berupa kulit biji, dan sekitar 2% bagian embrio atau hipokotil. Dua pertiga bagian kulit biji ini terdiri dari protein dan minyak dan hanya terdapat sedikit pati. Jenis varietas, kesuburan tanah, dan kondisi cuaca mempengaruhi kandungan protein dan minyak dalam biji kedelai (Wolf dan Cowan, 1971). Sedangkan komposisi aktual pada kedelai utuh dan bagian stukturalnya bergantung pada berbagai faktor, antara lain varietas, iklim pertumbuhan, lokasi geografis, dan tekanan lingkungan (Liu, 1997).

Kedelai dapat langsung dikonsumsi maupun dalam bentuk olahannya. Kedelai yang langsung dikonsumsi dipersiapkan dengan perebusan, penyangraian, atau penggorengan sedangkan produk hasil olahan merupakan produk kedelai yang dihasilkan melalui proses pengolahan terlebih dahulu, baik secara tradisional maupun modern dengan atau tanpa fermentasi. Produk olahan dengan fermentasi antara lain, tempe, kecap, keju kedelai, dan sebagainya. Sedangkan produk olahan nonfermentasi adalah tahu, kembang tahu, susu kedelai, tepung kedelai, minyak kedelai, dan lain sebagainya (Koswara, 1992). Kualitas, kadar protein, dan kadar lemak biji kedelai berkolerasi positif dengan kadar protein dan kadar lemak susu kedelai. Kualitas kedelai yang baik dapat dihasilkan dari varietas, cara tanam, panen, dan penyimpanan yang baik pula (Rumin, 1992).


(7)

7

2.3 SUSU KEDELAI

Susu kedelai pada dasarnya merupakan bahan pangan berwujud cair dari ekstraksi kedelai (Lee, 1986). Susu kedelai diperoleh dengan cara penggilingan biji kedelai yang telah direndam air. Hasil penggilingan kemudian disaring untuk memperoleh filtrat, yang kemudian dididihkan dan diberikan bumbu untuk meningkatkan rasanya (Koswara, 1992).

Menurut Rumin (1992), perendaman dilakukan untuk melunakan struktur sel, mengurangi energi yang digunakan untuk penggilingan, meningkatkan laju ekstraksi atau pembentukan dispersi padatan, melarutkan oligosakarida (penyebab penumpukan gas pada perut), dan meningkatkan hasil. Kedelai yang telah direndam akan lebih mudah terpisah dengan kulit ari sehingga proses selanjutnya yaitu pemisahan kulit ari dapat dilakukan dengan cara meremas-remas kedelai. Pemisahan kulit ari dilakukan untuk mempermudah proses penyaringan, selain itu adanya kulit ari akan memberikan cita rasa pahit, banyak membawa bakteri, menurunkan stabilitas cairan, dan menimbulkanmouthfeelkurang enak.

Penggunaan air panas pada proses penggilingan ditujukan agar susu kedelai yang dihasilkan lebih homogen, penggilingan dengan air panas menghasilkan koloid yang lebih baik dibandingkan dengan penggilingan dingin (30oC). Penggunaan air panas juga dilakukan untuk menonaktifkan zat antigizi yang terdapat dalam kedelai (Koswara, 1992). Jumlah air yang ditambahkan pada saat penggilingan akan mempengaruhi kadar protein pada susu kedelai yang dihasilkan. Menurut Johnson dan Snyder (1978), semakin banyak jumlah air yang digunakan untuk menyaring akan semakin sedikit kadar protein yang diperoleh. Kadar protein dalam susu kedelai yang dibuat dengan perbandingan kedelai dan air 1:8, 1:10, dan 1:15 berturut-turut adalah 3.6, 3.2, dan 2.4%.

Sejumlah terobosan dalam teknologi pembuatan susu kedelai telah ditemukan pada akhir tahun 1960-an hingga diproduksi secara komersial. Susu kedelai berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki gizi tinggi, biaya rendah dengan teknologi sederhana, bebas laktosa dan tidak menyebabkan alergi, bebas kolesterol dan sedikit lemak, dapat divariasikan, baik bagi vegetarian dan orang diet, serta termasuk sebagai salah satu alternatif swasembada pangan (Rumin, 1992). Susunan kimia susu kedelai dan susu sapi dapat diperbandingkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia susu kedelai dan susu sapi per 100 g Komposisi Satuan Susu Sapi Susu Kedelai Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Air Kalori g g g mg mg mg SI mg g kkal 3.20 3.50 4.30 143.00 60.00 1.70 130.00 0.03 88.30 61.00 3.50 2.50 5.00 50.00 45.00 0.70 200.00 0.08 87.00 41.00 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1972)


(8)

8

Menurut Koswara (1992), protein susu kedelai mempunyai susunan asam amino yang mendekati susunan asam amino susu sapi sehingga sangat baik untuk pengganti susu sapi bagi mereka yang alegri (lactointolerance) atau bagi mereka yang tidak menyukai susu sapi. Selain protein yang tinggi, tidak adanya kandungan pati dalam kedelai mempermudah menjadikannya susu. Dalam susu kedelai, kandungan zat besi, kalsium, karbohidrat, fosfor, vitamin A, vitamin B kompleks dosis tinggi, air, dan lesitin bisa terserap lebih cepat dan bermanfaat bagi tubuh (Amrin, 1999). Kandungan ekstrak protein dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai, jumlah air yang ditambahkan, jangka waktu dan kondisi penyimpanan, kehalusan gilingan, dan perlakuan panas (Muntaji, 1994).

2.4 RASA LANGU

Salah satu masalah dalam pengolahan kedelai adalah terdapatnya senyawaoff-flavor (menimbulkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki) antara lain, penyebab bau dan rasa langu (beany flavor) serta penyebab rasa pahit dan rasa kapur (chalky flavor). Bau dan rasa langu dihasilkan oleh adanya enzim lipoksigenase pada kedelai, sedangakan rasa pahit dan rasa kapur disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa glikosida pada biji kedelai (Koswara, 1992).

Bahan pangan memiliki berbagai jenis enzim dimana sebagian besar menjadi tidak aktif karena adanya proses atau akibat kondisi yang tidak mencukupi untuk bekerja, seperti aktivitas air yang rendah, suhu, dan/atau pH. Beberapa makanan terdiri dari enzim aktif yang dapat menyebabkan off-flavormuncul pada produk pangan. Tiga enzim yang paling sering berhubungan dengan off-flavor pada pangan adalah lipoksigenase, lipase, dan berbagai jenis protease (Reineccius, 1994). Lipoksigenase merupakan enzim yang akan memecah asam-asam lemak (Gardner, 1989). Enzim ini mulai mengoksidasi lipid dari asam lemak. Enzim lipoksigenase banyak terdapat pada jaringan tanaman. Leguminosa (terutama kacang kedelai) mengandung enzim lipoksigenase dalam jumlah besar. Rasa langu (beany flavor) pada kacang kedelai diduga akibat aktivitas lipoksigenase pada kacang dengan terjadinya kerusakan pada jaringan (Rackis et al., 1972). Rasa langu (beany-off flavor) merupakan hambatan utama dalam usaha introduksi makanan asal kedelai. Adanya rasa langu ini dapat menurunkan aseptabilitas makanan asal kedelai. Menurut Wilkens et al. (1967), kelanguan pada kedelai timbul bila terdapat tiga kondisi yaitu adanya air, udara, dan sel kedelai yang pecah. Proses pembuatan susu kedelai yang dilakukan di Asia yang meliputi tahap perendaman kedelai selama satu malam di dalam air, penggilingan dengan air, pemanasan, dan penyaringan memberikan hasil berupa susu kedelai dengan rasa langu. Fenomena ini menimbulkan dugaan bahwa timbulnya rasa langu disebabkan oleh adanya reaksi enzim lipoksigenase yang dapat menghidrolisa asam lemak tidak jenuh menghasilkan senyawa volatil.

Susu kedelai memiliki flavor unik, yaitu “beany”, “green”, “fatty”, atau “grassy

yang diakibatkan oleh enzim lipoksigenase dalam kedelai. Selama biji dihancurkan dan dicampur dengan air, enzim ini memberikan reaksi yang menyebabkanbeany flavor(Lee, 1986). Pada saat kedelai dihancurkan, terutama dalam keadaan basah dengan menggunakan air dingin, maka enzim lipoksigenase akan mengoksidasi asam linoleat dan asam linolenat membentuk senyawa karbonil yang volatil (Wolf, 1975).

Senyawa penyebab rasa langu (off-flavor) merupakan senyawa volatil yang termasuk dalam senyawa golongan keton, aldehida, dan alkohol akibat aktivitas enzim lipoksigenase


(9)

9

yang memecah asam lemak dalam kedelai, yaitu asam linoleat dan asam linolenat (Liu, 1997). Menurut Bourne (1976), jika kedelai digiling pada suhu kamar, maka enzim lipoksigenase akan dikeluarkan dari sel yang pecah, mengoksidasi lemak tidak jenuh membentuk senyawa-senyawa rantai pendek yang volatil. Reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Pada beberapa bahan baku, enzim telah terinaktivasi sebelum penyaringan tetapi hal tersebut sering kali diikuti oleh rendahnya kelarutan protein sehingga protein yang dihasilkan sedikit (Leufstedt, 1986). Menurut Gardner (1975), lipoksigenase dibiarkan aktif pada kondisi yang dikehendaki maka reaksi awal yang terjadi ialah pembentukan hidroperoksida. Hidroperoksida selanjutnya akan mengalami sejumlah transformasi enzimatis dan non-enzimatik menghasilkan berbagai jenis senyawa antara lain heksanal, heksanol, 2-heksanal, etil vinil keton, dan 2-pentyl furan dengan karakteristik beany dan grassy odor. Jelaslah bahwa rasa langu merupakan gabungan dari banyak senyawa dan bukan bersumber dari satu atau dua senyawa.

Menurut Bourne (1976), terdapat 80 macam senyawa volatil yang teridentifikasi pada susu kedelai dengan penggilingan menggunakan air pada suhu kamar antara lain pentanal, heksana, tetapi penyebab bau langu utama adalah etil vinil keton. Menurut Lei dan Boatright (2001), telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menginvestigasi komponen volatil pada berbagai produk kedelai. Hasil dari upaya tersebut adalah teridentifikasinya lebih dari 300 komponen, termasuk karbonil alifatik, asam lemak volatil, amina, alkohol, furan, pirazin, piridin, sulfur, dan komponen volatil lainnya.

Beberapa pendekatan lain telah dilakukan untuk mereduksi rasa langu pada susu kedelai, seperti perlakuan enzim, perlakuan panas, penambahan bahan, dan membudidayakan kedelai dengan rasa langu yang rendah. Bagaimanapun, rasa maupun aroma langu terus menghalangi konsumsi terhadap produk olahan kedelai di beberapa balahan dunia. Rasa dan aroma pada susu kedelai sangat kompleks dan sulit untuk didefinisikan, dengan demikian diperlukan pembelajaran secara keseluruhan dengan berbagai analisis dan pendekatan sensori (Suratman et al., 2004). Pendekatan lain untuk menghilangkan rasa langu antara lain dengan inaktifasi enzim pada saat penggilingan, menggunakan kedelai tanpa lemak, atau dapat pula dengan menutupi rasa tersebut dengan pemanis atau flavor (Laswaiet al., 2009).

Menurut Suratman et al. (2004), komponen kimia yang berhubungan dengan rasa langu tersebut antara lain etil-finil-keton, haksanol, heksanal, heptanal, 1-penten-3-ol, t-2-heksenal, 2-pentilfuran, 1-pentanol, 2,4-dekadineal, 2,4-nonadineal, 2-nonaenal, 1-okten-3one, dan 1-okten-3-ol. Sedangkan Hsieh et al. (1981) memperlihatkan 2-pentyl furan sebagai hasil oksidasi yang bertanggung jawab atas timbulnyaoff-flavor.

Beberapa laboratorium telah melaporkan komponen yang dipercaya menyebabkan flavor pada kedelai, tetapi sulit untuk menentukan jenis komponen yang berperan paling penting. Profil flavor pada susu kedelai yang sangat kompleks dan sebagian besar diakibatkan oleh lipoksigenase dan mungkin enzim lainnya pada lipid saat perendaman dan penggilingan basah sebelum pemasakan.Etil vinil keton (green, beany) dan 1-okten-3-ol

Asam linolenat Lipoksigenase etil vinil keton

Asam linoleat (CH3-CH2-C-CH=CH2)

(-OR) ll


(10)

10

(mushroomy, earthy, musty) dilaporkan memiliki kontribusi secara jelas terhadap flavor susu kedelai. Penelitian yang lebih luas dilakukan terhadap komponen volatil pada susu kedelai susu kedelai, sekitar 80 puncak gas kromatografi ditemukan dengan 41 komponen yang teridentifikasi secara positif dan 13 komponen teridentifikasi secara tentatif dengan kandungan heksanal sekitar 25% (Wolf dan Cowan, 1971).


(11)

III.

METODOLOGI

3.1 ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah baskom, blender, kain penyaring, gelas ukur, pancistainless steel, pengaduk kayu, kompor, corong plastik, botol kaca,colony counter, GC-MS (Gas Cromatography-Mass Spectrometry), pH meterJenway, dan berbagai peralatan gelas.

Bahan-bahan yang digunakan adalah kacang kedelai kuning varietas lokal, air, gula pasir, siklodekstrinfood grade(terdiri dari α, β, dan γ-siklodekstrin) dari umbi garut hasil penelitian Erianti (2004),plate count agar(PCA), potato dextrose agar(PDA),Salmonella– Shigella agar(SSA),Eosin Methylene Blue(EMB), serta beberapa bahan kimia.

3.2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari enam tahap, yaitu karakterisasi kedelai, pembuatan susu kedelai, uji organoleptik pendahuluan, penentuan konsentrasi dan kondisi proses siklodekstrin terbaik, uji organoleptik akhir, dan karakterisasi susu kedelai.

3.2.1 Karakterisasi Kedelai

Karakterisasi kedelai sebagai bahan baku utama terdiri dari kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar serat, kadar air, dan kadar karbohidrat (by different) dengan prosedur pada Lampiran 1.

3.2.2 Pembuatan Susu Kedelai

Pembuatan susu kedelai dilakukan tanpa dan dengan penambahan siklodekstrin. Proses pembuatan susu kedelai terdiri dari sortasi, perendaman, pelepasan kulit ari, penggilingan, filtrasi, dan pasteurisasi. Kedelai disortasi untuk memisahkan kotoran dan kedelai rusak. Kedelai hasil sortasi kemudian direndam dalam air bersih selama 10 jam dengan perbandingan kedelai dengan air adalah satu bagian berat kedelai berbanding dengan tiga bagian volume air (1:3). Setelah perendaman, dilakukan penirisan dan pemisahan terhadap kulit ari kedelai.

Kedelai yang telah bersih kemudian diekstraksi panas dalamblenderdengan menggunakan air pada suhu 80oC dengan perbandingan satu bagian berat kedelai berbanding dengan delapan bagian volume air (1:8). Bubur kedelai yang dihasilkan dari proses penggilingan kemudian difiltrasi menggunakan dua lapis kain penyaring untuk kemudian dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 15 menit dengan penambahan gula dan siklodekstrin. Pembuatan susu kedelai dilakukan dengan penambahan siklodekstrin pada konsentrasi dan suhu pencampuran yang berbeda. Siklodekstrin yang digunakan masih memiliki kadar gula pereduksi sebesar 44.24% sehingga


(12)

12

penambahan siklodekstrin akan memberikan rasa manis pada susu kedelai, untuk itu konsentrasi gula yang ditambahkan pada susu kedelai berbeda pada masing-masing konsentrasi penambahan siklodekstrin agar susu kedelai yang dihasilkan tidak terlalu manis. Jumlah gula yang ditambahkan dilakukan dengan metodetry and error. Pada susu kedelai tanpa penambahan siklodekstrin, jumlah gula yang ditambahkan sebesar 10%. Sedangkan pada susu kedelai lainnya, setiap penambahan siklodekstrin sebesar 0.1%, maka jumlah gula yang ditambahkan berkurang sebesar 0.5%. Konsentrasi gula yang ditambahkan pada masing-masing konsentrasi penambahan siklodekstrin dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Konsentrasi gula yang ditambahkan pada susu kedelai Siklodekstrin (%) Gula (%)

0 10

0.5 7.5

0.6 7.0

0.7 6.5

0.8 6.0

Konsentrasi siklodekstrin yang ditambahkan yaitu pada konsentrasi 0.5, 0.6, 0.7, dan 0.8% (b/v) dengan suhu pencampuran pada saat sebelum pasteurisasi (27oC), pada suhu pembuatan siklodekstrin (60oC), dan pada suhu pasteurisasi (80oC). Pencampuran siklodekstrin pada suhu 27oC dilakukan terhadap susu kedelai setelah proses filtrasi, pada suhu 60oC pencampuran dilakukan setelah susu kedelai dipasteurisasi dan diturunkan suhunya hingga 60oC, sedangkan pencampuran pada suhu 80oC dilakukan sesaat setelah proses pasteurisasi susu kedelai selesai. Metode pembuatan susu kedelai dengan penambahan siklodekstrin terdapat pada Gambar 4.

3.2.3 Uji Organoleptik Pendahuluan

Uji organoleptik pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi dan suhu pencampuran siklodekstrin terbaik pada rasa susu kedelai secara kualitatif. Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik terhadap 10 orang panelis. Hasil uji tersebut kemudian digunakan sebagai konsentrasi siklodekstrin untuk perlakuan suhu pencampuran dan sebaliknya.

Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap sampel. Skala kesukaan yang digunakan adalah: (5) Sangat Suka, (4) Suka, (3) Netral, (2) Tidak Suka, dan (1) Sangat Tidak Suka.


(13)

13

Gambar 4. Diagram alir pembuatan susu kedelai dengan penambahan siklodekstrin

3.2.4 Penentuan Konsentrasi dan Kondisi Proses Siklodekstrin Terbaik

Susu kedelai tanpa dan dengan penambahan siklodekstrin kemudian dilakukan analisa terhadap senyawa kimia volatil dengan menggunakan Gas Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Agilent yang berasal dari Amerika dengan kolom Agilent 19091S-436 HP-5MS berukuran 0.25 mm x 60 m x 0.25 µ m, suhu inlet 40˚C, suhu maksimum 325˚C dengan waktu 25 menit. Analisa GC-MS diawali dengan


(14)

14

preparasi sampel untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia. Pemisahan dilakukan di dalam labu pemisah dengan penambahan kloroform pada sampel dengan perbandingan sampel berbanding kloroform 10:1, kemudian dikocok hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah yang terdiri dari kloroform dipisahkan dari labu pemisah ke wadah lainnya. Kemudian klorofom tersebut diuapkan dengan menyemprotkan gas nitrogen hingga menjadi kering. Setelah itu, bahan kering tersebut dilarutkan di dalam etanol dan disuntikan ke dalam kolom GC-MS dengan menggunakan syringe. Hasil dari GC-MS tersebut adalah data-data dalam bentuk puncak kromatogram padasoftware MSDChemdengan librarywiley7n.

3.2.5 Uji Organoleptik Akhir

Uji organoleptik akhir dilakukan dengan menggunakan uji pembanding, yaitu dengan menyajikan seluruh susu kedelai dengan perlakuan konsentrasi siklodekstrin serta perlakuan suhu pencampuran siklodekstrin secara bersamaan dengan susu kedelai tanpa penambahan siklodekstrin sebagai pembanding. Uji organoleptik ini dilakukan oleh 26 orang panelis dengan parameter penilaian terhadap rasa, aroma, warna, dan kekentalan.

Uji pembanding diharapkan dapat membandingkan sampel yang diuji dengan sampel pembanding dengan skala pembanding (4) Amat Sangat Lebih Baik, (3) Sangat Lebih Baik, (2) Lebih Baik, (1) Agak Lebih Baik, (0) Sama, (-1) Agak Kurang Baik, (-2) Kurang Baik, (-3) Sangat Kurang Baik, dan (-4) Amat Sangat Kurang Baik.

3.2.6 Karakterisasi Susu Kedelai

Karakteristik susu kedelai dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan siklodekstrin terhadap karakteristik susu kedelai. Karakterisasi tersebut meliputi jumlah padatan, kadar protein, kadar lemak, pH, dan total bakteri dengan prosedur analisa pada Lampiran 1.


(15)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK KEDELAI

Bahan utama dalam pembuatan susu kedelai adalah kacang kedelai dan air. Kualitas susu kedelai yang dihasilkan dipengaruhi oleh kualitas dari kedelai yang digunakan. Untuk itu karakterisasi terhadap kedelai dilakukan untuk mengetahui karakter bahan baku yang digunakan sehingga dapat diketahui pengaruhnya dalam pembuatan susu kedelai.

Kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga kadar protein dalam kedelai sangat penting untuk menghasilkan susu kedelai dengan protein yang tinggi. Selain kadar protein, kualitas kedelai dapat terlihat dari kadar abu, kadar air, kadar lemak, kadar serat, serta kadar karbohidrat yang terkandung di dalamnya. Hasil karakterisasi kacang kedelai yang digunakan sebagai bahan baku susu kedelai dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi kimia kacang kedelai

Komponen Persentase (%)

Protein 30.33

Abu 4.96

Air 11.28

Lemak 20.18

Serat 3.35

Karbohidrat (by different) 29.90

Total 100.00

Berdasarkan hasil uji proksimat tersebut, kedelai yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan susu kedelai ini memiliki kadar protein yang cukup baik, yaitu sebesar 30.33%. Menurut Koswara (1992), varietas kedelai di Indonesia memiliki kadar protein 30.53% hingga 44%. Dengan kadar protein tersebut, diharapkan susu kedelai yang dihasilkan dapat memiliki kadar protein yang cukup baik pula. Sedangkan lemak yang terkandung di dalam kedelai tidak terlalu tinggi, yaitu sebesar 20.18%. Sekitar 85% dari jumlah tersebut terdiri dari asam lemak tak jenuh yang bebas kolesterol. Selain itu, kadar abu pada kedelai sebesar 4.96% menunjukan adanya mineral atau zat anorganik yang terkandung di dalam kedelai, seperti kalsium dan fosfor. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa kedelai merupakan kacang-kacangan dengan protein yang tinggi, rendah lemak, serta mengandung mineral, sehingga kedelai sangat baik dikonsumsi karena memiliki gizi yang baik.

Air yang terdapat di dalam kedelai adalah sebesar 11.28% karena kedelai merupakan bahan kering, sehingga hanya mengandung sedikit air. Kadar air yang rendah menyebabkan


(16)

16

kedelai dapat bertahan lama selama penyimpanan karena mikoorganiseme akan sulit berkembang dan merusak kedelai. Untuk itu, penyimpanan yang baik sangat diperlukan oleh kedelai agar tidak mudah rusak.

Kedelai juga memiliki kandungan serat sebesar 3.35% dimana sebagian besar serat tersebut terdapat pada bagian kulit kedelai. Sebanyak 87% serat makanan (dietary fiber) terdapat di kulit kedelai. Untuk itu, mengkonsumsi kedelai dapat memberikan manfaat yang baik bagi tubuh manusia, terutama bagi pencernaan. Sedangkan karbohidrat terdapat di dalam kedelai sebesar 29.90%, akan tetapi hanya sekitar 12-14% saja yang dapat digunakan tubuh secara biologis karena sebagian besar karbohidrat merupakan golongan polisakarida yang tidak larut dalam air maupun alkohol.

4.2 UJI ORGANOLEPTIK PENDAHULUAN

Uji organoleptik pendahuluan dilakukan terhadap susu kedelai dengan interaksi perlakuan konsentrasi dan suhu pencampuran siklodekstrin. Hal ini dilakukan untuk menentukan satu konsentrasi siklodekstrin terbaik secara kualitatif untuk perlakuan suhu pencampuran siklodekstrin, serta untuk menentukan suhu pencampuran siklodekstrin terbaik secara kualitatif untuk perlakuan konsentrasi siklodekstrin. Dari hasil penilaian 10 orang panelis dengan uji hedonik pada Lampiran 2, diperoleh hasil bahwa susu kedelai dengan konsentrasi siklodekstrin 0.7% dan suhu pencampuran siklodekstrin pada 60oC merupakan susu kedelai dengan rasa yang paling disukai, yaitu dengan nilai rata-rata tertinggi. Untuk itu, konsentrasi siklodekstrin 0.7% dipilih untuk perlakuan suhu pencampuran siklodekstrin (27, 60, dan 80oC) dan suhu pencampuran siklodesktrin pada 60oC dipilih untuk perlakuan konsentrasi siklodekstrin (0.5, 0.6, 0.7, dan 0.8%).

4.3 KOMPONEN PENYEBAB RASA LANGU (

OFF-FLAVOR)

PADA

SUSU KEDELAI

Susu kedelai yang telah dihasilkan dari kacang kedelai melalui beberapa tahap proses memiliki rasa langu (off-flavor) yang menyebabkan menurunnya aseptabilitas konsumen terhadap susu kedelai tersebut. Flavor dapat dirasakan oleh indera perasa dan penciuman, yaitu gabungan antara rasa dan bau.Rasa langu atau “beany flavor” merupakan rasa yang sangat kompleks dan sulit diidentifikasi karena rasa ini timbul akibat adanya berbagai senyawa volatil, bukan disebabkan oleh satu atau dua senyawa saja.

Komponen penyebab rasa langu pada susu kedelai merupakan senyawa-senyawa yang tergolong dalam senyawa kimia volatil, seperti aldehida, keton, dan alkohol. Senyawa-senyawa tersebut memiliki flavor yang khas sehingga dapat menimbulkan rasa langu pada susu kedelai. Adanya senyawa-senyawa tersebut di dalam susu kedelai dapat teridentifikasi dengan analisa Gas Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Berdasarkan grafik kromatogram hasil GC-MS susu kedelai tanpa penambahan siklodekstrin (Gambar 5) ditemukan beragam puncak kromatogram dimana masing-masing puncak mewakili senyawa volatil tertentu. Dari berbagai senyawa tersebut terdapat enam senyawa kimia volatil yang diduga sebagai penyebab rasa langu (off-flavor) pada susu kedelai. Keenam senyawa tersebut adalah furfural dan2-Furancarboxaldehyde,5-hydroxymethyl (HMF) yang termasuk dalam


(17)

Senyawa Luas Area Puncak

Furfural 4,769,256

HMF 38,656,121

DDMP 5,485,446

n-Butanol 2,727,675

n-Propanol 2,184,385


(18)

18

khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer (Winarno, 1982). Furfural terbentuk akibat dehidarsi pentosa, sedangkan HMF terbentuk akibat dehidrasi heksosa selama pemanasan. Sedangkan menurut Nishibori dan Kawakishi (1994), 2,3-Dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-pyran-4-one(DDMP) merupakan hasil reaksi antara gula dan asam amino atau protein saat pemanasan. Meskipun tidak dihasilkan oleh aktivitas enzim lipoksigenase, ketiga senyawa tersebut diduga ikut mempengaruhi rasa yang timbul pada susu kedelai karena furfural merupakan senyawa aldehida dengan bau yang tajam sedangkan HMF dan DDMP dalam jumlah yang berlebihan dalam pangan dapat menimbulkan rasa pahit yang tidak disukai konsumen.

Senyawa n-butanol, n-propanol, dan 1-hexyn-3-ol merupakan senyawa golongan alkohol yang diduga dihasilkan oleh aktivitas enzim lipoksigenase pada kedelai. Ketiga senyawa tersebut memiliki flavor yang khas, sehingga dapat menyebabkan rasa langu (off-flavor) pada susu kedelai. Senyawa n-butanol memiliki bau khas “fruity” atau “medicine”, n

-propanol memiliki bau khas alkohol serta flavor “fruity”, sedangkan1-hexyn-3-olberpotensi

menimbulkan bau “green” dan “freshly cut grass”. Meskipun ketiga senyawa tersebut terdapat dalam jumlah yang lebih kecil, tetapi flavor yang khas tersebut tetap dapat terasa.

Rasa langu yang sangat kompleks diduga disebabkan oleh keenam senyawa tersebut secara bersamaan, dimana masing-masing senyawa memberikan flavor tertentu yang tidak disukai oleh konsumen. Sehingga penurunan jumlah senyawa-senyawa tersebut di dalam susu kedelai sangat baik dilakukan untuk meningkatkan aseptabilitas konsumen terhadap susu kedelai.

4.4 KONSENTRASI

SIKLODEKSTRIN

DAN

KONDISI

PROSES

TERBAIK DALAM MENGURANGI RASA LANGU (

OFF-FLAVOR

)

Penambahan siklodekstrin pada susu kedelai diharapkan mampu mengurangi senyawa kimia volatil yang diduga sebagai penyebab rasa langu (off-flavor) pada susu kedelai. Penambahan siklodekstrin dilakukan pada konsentrasi dan pada kondisi proses yang berbeda. Konsentrasi siklodekstrin dan kondisi proses terbaik dalam mengurangi rasa langu (off-flavor) pada susu kedelai ditentukan berdasarkan penurunan jumlah keenam senyawa kimia volatil tersebut. Penurunan jumlah senyawa dapat diketahui melalui luas area kromatogram hasil analisa Gas Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) susu kedelai dengan penambahan siklodekstrin dibandingkan dengan susu kedelai tanpa penambahan siklodekstrin.

4.4.1

Konsentrasi Siklodekstrin Terbaik

Pembuatan susu kedelai dilakukan tanpa penambahan siklodekstrin dan dengan penambahan siklodekstrin food grade pada konsentrasi 0.5, 0.6, 0.7, dan 0.8% (b/v) dengan suhu pencampuran pada 60oC setelah proses pasteurisasi. Adanya penambahan siklodekstrin dalam susu kedelai mampu menurunkan jumlah senyawa kimia volatil yang diduga sebagai penyebab rasa langu (off-flavor) pada susu kedelai. Hal tersebut ditunjukan dengan menurunnya luas area senyawa-senyawa tersebut dari hasil analisa GC-MS (Lampiran 4, 5, 6, dan 7). Luas area


(19)

senyawa furfura 3,5-dihydroxy-6 1-hexyn-3-ol siklodekstrin (L digambarkan se

Gambar 6. Lu sik

Berdasar tersebut, maka diduga sebagai penambahan sik dapat diketahui memperlihatkan menurunkan jum hingga 100.00%.

Tabel 8. Perse konse Senyawa Furfural HMF DDMP n-Butanol n-Propanol 1-Hexyn-3-ol TOTAL 0 10000000 20000000 30000000 40000000 L u as A re a Tanpa Sik

ural; 2-Furancarboxaldehyde, 5-hydroxymethyl (HMF); 2,3 -6-methyl-4H-pyran-4-one (DDMP); n-butanol; n-propanol;

masing-masing mengalami penurunan akibat pen (Lampiran 8). Penurunan luas area masing-masing kompone seperti pada Gambar 6.

Luas area puncak kromatogram susu kedelai terhadap k siklodekstrin

arkan luas area puncak kromatogram masing-masing a persentase penurunan jumlah masing-masing senyawa kim gai penyebab rasa langu (off-flavor) pada susu kedela

siklodekstrin terhadap susu kedelai tanpa penambahan sik ui (Tabel 8). Hasil analisa senyawa volatil dengan GC-MS an bahwa penambahan siklodekstrin pada susu kedela jumlah masing-masing senyawa kimia volatil tersebut sebesa 0%.

rsentase penurunan jumlah senyawa volatil susu kedelai sentrasi siklodekstrin

a Persentase Penurunan (%)

0.5% 0.6% 0.7% 0

38.81 74.35 93.58 8

48.43 67.74 98.92 9

31.96 62.52 100.00 9

100.00 100.00 100.00 10

100.00 100.00 33.35 10

-ol 100.00 100.00 100.00 10

49.76 70.43 96.26 9

0 000 000 000 000 Kom

Siklodekstrin 0.50% 0.60% 0.70% 0.80%

,3-Dihydro-ol; maupun penambahan nen tersebut

konsentrasi

g senyawa kimia yang elai dengan iklodekstrin MS tersebut lai mampu esar 31.96%

lai terhadap

0.8% 80.72 97.85 98.64 100.00 100.00 100.00 96.78 omponen


(20)

0 20 40 60 80 100 120

Tanpa Siklodekstrin

0.5 0.6 0.7 0.8

P

ro

se

n

ta

se

P

en

u

ru

n

an

(

%

)


(21)

analisa Gas Cr perlakuan suhu kromatogram m dengan penamb menurun diban (Lampiran 12). suhu, seperti ter

Gambar 8. Luas siklo

Berdasar tersebut, maka yang diduga se penambahan sik penambahan sik memperlihatkan kimia volatil ter

Tabel 9. Persen pencam Seny Furf HM DD n-Bu n-Pro 1-Hexy TOT

Pada suh senyawa penye 1000000 2000000 3000000 4000000 L u as A re a Tanpa Sik

Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) susu kedela hu pencampuran siklodesktrin (Lampiran 9, 10, dan 11). masing-masing senyawa kimia volatil tersebut pada sus

bahan siklodekstrin pada perlakuan suhu pencampuran seca andingkan dengan susu kedelai tanpa penambahan sik 2). Penurunan luas area tersebut berbeda-beda pada masin tergambar pada Gambar 8.

as area puncak kromatogram susu kedelai terhadap suhu pen lodekstrin

arkan luas area puncak kromatogram masing-masing a persentase penurunan jumlah masing-masing senyawa kim sebagai penyebab rasa langu (off-flavor) pada susu kedela siklodekstrin pada suhu yang berbeda-beda terhadap susu ked

siklodekstrin terdapat pada Tabel 9. Hasil analisa GC-MS an bahwa siklodekstrin mampu mengurangi masing-masing tersebut sebesar 15.22% hingga 100.00%.

entase penurunan jumlah senyawa volatil susu kedelai terha ampuran siklodekstrin

nyawa Persentase Penurunan (%)

27˚C 60˚C 8

rfural 29.86 93.58 1

MF 48.55 98.92 1

DMP 44.47 100.00 6

utanol 100.00 100.00 7

ropanol 100.00 33.35 10

xyn-3-ol 100.00 100.00 10

OTAL 51.14 96.26 2

uhu pencampuran siklodekstrin yang berbeda, persentase p yebab rasa langu pada susu kedelai pun berbeda. Hal

0 000 000 000 000 Se

Siklodekstrin 27˚C 60˚C 80˚C

elai dengan ). Luas area usu kedelai ecara umum iklodekstrin sing-masing

encampuran

g senyawa imia volatil elai dengan edelai tanpa MS tersebut ing senyawa

rhadap suhu

80˚C 15.22 10.69 63.67 71.11 100.00 100.00 26.62 e penurunan al tersebut Senyawa


(22)

0 20 40 60 80 100 120

Tanpa Siklodekstrin

27 60 80

P

ro

se

n

ta

se

P

en

u

ru

n

an

(

%

)


(23)

23

tersebut adalah pada suhu pencampuran 60oC dimana senyawa furfural berkurang sebesar 80.72%, HMF sebesar 97.85%, DDMP 98.64%, butanol 100%, n-propanol 100%, serta1-hexyn-3-olsebesar 100%.

Penambahan siklodekstrin pada susu kedelai mampu menurunkan jumlah senyawa-senyawa kimia volatil yang diduga sebagai penyebab rasa langu (off-flavor) akibat adanya kemampuan siklodekstrin dalam membentuk kompleks inklusi dengan senyawa-senyawa tersebut sehingga tidak lagi bersifat volatil. Adanya senyawa-senyawa kimia volatil tersebut yang bersifat non polar menyebabkan rongga siklodekstrin yang bersifat hidrofobik melepas ikatannya dengan air untuk berikatan dengan senyawa-senyawa tersebut sehingga terbentuk kompleks inklusi. Terjadinya kompleks inklusi antara senyawa tersebut dengan siklodeksrin di dalam susu kedelai menyebabkan senyawa tersebut terjerat di dalam rongga siklodekstrin sehingga penguapan senyawa dapat berkurang. Berkurangnya penguapan senyawa kimia volatil tersebut menyebabkan susu kedelai memiliki rasa dan aroma yang lebih baik karena flavor khaspada senyawa-senyawa tersebut tidak lagi terasa atau tercium dengan tajam.

Rongga bagian dalam siklodekstrin mampu menjerat molekul dengan ukuran yang sama dengan volume rongga tersebut. Menurut Pszezola (1988), β-siklodekstrin mampu menjerat molekul-molekul dengan bobot molekul antara 80-240. Dengan kemampuan tersebut, maka senyawa-senyawa tersebut dapat membentuk kompleks inklusi dengan β -siklodekstrin karena senyawa-senyawa tersebut memiliki bobot molekul pada kisaran tersebut seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Bobot molekul senyawa kimia volatil pada susu kedelai Senyawa Bobot Molekul

Furfural 96.02

HMF 126.03

DDMP 144.04

n-Butanol 74.07 n-Propanol 60.06 1-Hexyn-3-ol 98.07

Selain dengan β-siklodekstrin, senyawa-senyawa tersebut juga mampu membentuk

kompleks inklusi terhadap α dan γ-siklodekstrin yang terdapat di dalam siklodekstrin food gradeyang digunakan. Senyawa dengan bobot molekul yang lebih kecil dapat membentuk

kompleks inklusi dengan α-siklodekstrin sedangkan senyawa dengan bobot molekul yang lebih besar dapat membentuk kompleks inklusi dengan γ-siklodekstrin. Pada dasarnya, kompleks inklusi dapat terjadi dengan berbagai senyawa yang mampu memenuhi rongga siklodekstrin. Menurut Bender (1986), Apabila ukuran dari molekul ‘tamu’ cocok atau lebih


(24)

4.5 UJI ORGANOLEP

Daya terima kon ditentukan secara organo kekentalan. Uji organo penglihatan, perasa, serta jamak dengan susu kede sampel disajikan secara b

4.5.1 Rasa

Hasil pen yang berbeda da keragaman (Lam memberikan perb 99%. Dengan siklodekstrin pad terhadap susu ked

Gambar 10. Nila sikl

Hal terseb 0.5% memiliki ra 1.077 menunjuk memiliki rasa ya penambahan sikl penurunan senya flavor) pada susu kedelai memiliki

Para pane sebesar 0.5% dib sebesar 0.6, 0.7, volatil yang didu dapat disebabkan -0.400 -0.200 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 Ni la i T en g ah

PTIK AKHIR

onsumen terhadap susu kedelai dengan penambahan sik noleptik dengan parameter penilaian terhadap rasa, warna, a noleptik dilakukan dengan pengindraan, meliputi indra

erta penciuman Uji organoleptik dilakukan dengan uji pe edelai tanpa penambahan siklodekstrin sebagai pembanding a bersamaan bersama pembanding.

enilaian perbandingan rasa susu kedelai pada perlakuan k dapat dilihat pada Gambar 10 dan Lampiran 13. Berdasarka

ampiran 14), perlakuan penambahan konsentrasi sik erbedaan nyata terhadap rasa susu kedelai pada tingkat ke menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 15), pen

ada konsentrasi 0.5% pada suhu 60oC memberikan perbed kedelai dengan konsentrasi siklodekstrin lainnya.

ilai tengah uji organoleptik rasa susu kedelai terhadap k iklodekstrin

ebut menunjukan bahwa susu kedelai dengan konsentrasi sik i rasa yang berbeda dengan susu kedelai lainnya. Nilai tenga jukan bahwa susu kedelai dengan konsentrasi siklodekstr

yang lebih enak dibandingkan dengan susu kedelai pemband iklodekstrin). Rasa yang lebih disukai tersebut disebabkan ole

yawa kimia volatil yang diduga sebagai penyebab rasa la usu kedelai tersebut akibat penambahan siklodekstrin, sehin iki rasa yang lebih baik.

nelis lebih menyukai susu kedelai dengan penambahan sik dibandingkan dengan susu kedelai dengan penambahan sik .7, dan 0.8% yang secara kuantitatif memiliki jumlah senya

iduga sebagai penyebab rasa langu (off-flavor) lebih sedikit. an karena adanya perbedaan penambahan gula pada masin

1.077 0.077 -0.231 0.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0.5 0.6 0.7 0.8

Konsentrasi Siklodekstrin (%)

iklodekstrin , aroma, dan a pengecap, pembanding ing. Seluruh konsentrasi rkan analisa iklodekstrin kepercayaan penambahan edaan nyata

konsentrasi

iklodekstrin gah sebesar kstrin 0.5% nding (tanpa oleh adanya langu (off-hingga susu

iklodekstrin iklodekstrin yawa kimia ikit. Hal ini sing-masing i


(25)

konsentrasi siklo penilaian panelis yang berbeda.

Sedangka terdapat pada G (Lampiran 17), perbedaan nyata maupun 95%. H jumlah yang sam

Gambar 11. Nila pe

Akan teta pencampuran sik memiliki rasa le siklodesktrin) m siklodekstrin pad sebagai penyeba disebabkan karen rasa langu pada s

4.5.2

Aroma

Hasil penila yang berbeda da keragaman (Lam memberikan perb -0.40 -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 Ni la i T en g ah

lodekstrin. Perbedaan jumlah gula tersebut diduga ikut mem lis terhadap rasa susu kedelai tersebut karena tingkat kem

kan pada perlakuan suhu pencampuran, hasil penilaian perb Gambar 11 dan Lampiran 16. Berdasarkan analisa k

), perlakuan suhu pencampuran siklodekstrin tidak me ta terhadap rasa susu kedelai baik pada tingkat kepercay Hal ini dapat disebabkan karena siklodekstrin ditambahk ma sehingga tidak terlalu memberikan perbedaan yang berarti.

ilai tengah uji organoleptik rasa susu kedelai terhad pencampuran siklodekstrin

tetapi berdasarkan nilai tengah uji organoleptik, susu kedela siklodestrin pada suhu 27oC dengan konsentrasi siklodeks lebih enak dibandingkan dengan susu kedelai pembandi meskipun secara kuantitatif, susu kedelai dengan pen ada suhu 60oC memiliki jumlah senyawa kimia volatil yan bab rasa langu (off-flavor) paling rendah. Perbedaan hasil rena panelis bukan merupakan panelis terlatih sehingga suli a susu kedelai tersebut

enilaian perbandingan aroma susu kedelai pada perlakuan k dapat dilihat pada Gambar 12 dan Lampiran 18. Berdasarka ampiran 19), perlakuan penambahan konsentrasi siklodeks erbedaan nyata terhadap aroma susu kedelai.

0.154 -0.346 -0.231 .400 .300 .200 .100 .000 .100 .200

27 80 60

Suhu Pencampuran Siklodekstrin (oC)

mpengaruhi manisannya

erbandingan keragaman memberikan cayaan 99% hkan dalam arti.

hadap suhu

elai dengan kstrin 0.7% ding (tanpa penambahan yang diduga sil ini dapat sulit menilai

konsentrasi rkan analisa kstrin tidak an


(26)

Gambar 12. Nila sikl

Akan teta dengan penamba dengan aroma su pada suhu pencam

Hal yang penilaian perban keragaman (Lam memberikan perb

Gambar 13. Nila pe

Akan teta siklodekstrin me kedelai dengan n 80oC dengan kon susu kedelai ters yang diduga seb Senyawa-senyaw tetapi juga arom senyawa tersebut, susu kedelai tanp

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 Ni la i T en g ah 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 Ni la i T en g ah

ilai tengah uji organoleptik aroma susu kedelai terhadap k iklodekstrin

tetapi berdasarkan nilai tengah uji organoleptik, seluruh sus bahan siklodekstrin memiliki aroma yang lebih baik diba susu kedelai tanpa siklodekstrin dengan konsentrasi siklodeks campuran 60oC sebagai nilai tengah tertinggi.

ng sama terdapat pada perlakuan suhu pencampuran, den andingan pada Gambar 13 dan Lampiran 20. Berdasarka ampiran 21), perlakuan suhu pencampuran siklodekstr erbedaan nyata terhadap aroma susu kedelai.

Nilai tengah uji organoleptik aroma susu kedelai terha pencampuran siklodekstrin

tetapi berdasarkan nilai tengah uji organoleptik, pen emberikan aroma susu kedelai yang lebih baik pada selu nilai tengah tertinggi pada suhu pencampuran siklodekstrin konsentrasi siklodekstrin sebesar 0.7%. Aroma yang lebih tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah senyawa kim

ebagai penyebab rasa langu (off-flavor) pada susu kedelai awa tersebut tidak hanya menimbulkan rasa yang tidak d oma yang tidak diinginkan. Sehingga dengan menurunny

ut, susu kedelai memiliki aroma yang lebih baik dibandingka npa penambahan siklodekstrin.

0.769 0.500 0.308 0.385 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00

0.5 0.6 0.7 0.8

Konsentrasi Siklodekstrin (%) 0.115 0.462 0.308 0 0 0 0 0 0

27 80 60

Suhu Pencampuran Siklodekstrin (oC)

konsentrasi

susu kedelai ibandingkan ekstrin 0.5%

engan hasil rkan analisa kstrin tidak

hadap suhu

penambahan eluruh susu in pada suhu ih baik pada imia volatil lai tersebut. diinginkan, nya jumlah gkan dengan i

%)

an )


(27)

4.5.3

Warna

Hasil pen yang berbeda da keragaman (Lam memberikan perb nilai rata-rata siklodekstrin me kedelai tanpa s pencampuran 60o

Gambar 14. Nila sikl

Sedangka terdapat pada G (Lampiran 25), p perbedaan nyata uji organoleptik, lebih baik denga suhu 80oC denga

Gambar 15. Nila pe 0 0 0 0 0 0 0 Ni la i T en g ah 0.0 0.0 0.1 0.1 0.2 0.2 0.3 0.3 0.4 Nl ai T en g ah

enilaian perbandingan warna susu kedelai pada perlakuan k dapat dilihat pada Gambar 14 dan Lampiran 22. Berdasarka ampiran 23), perlakuan penambahan konsentrasi siklodeks erbedaan nyata terhadap warna susu kedelai. Akan tetapi be uji organoleptik, seluruh susu kedelai dengan pen memiliki warna yang lebih baik dibandingkan dengan w

siklodekstrin dengan konsentrasi 0.5% dan 0.8% p 0oC sebagai nilai tengah tertinggi.

ilai tengah uji organoleptik warna susu kedelai terhadap k iklodekstrin

kan pada perlakuan suhu pencampuran, hasil penilaian perb Gambar 15 dan Lampiran 24. Berdasarkan analisa sid

, perlakuan suhu pencampuran siklodekstrin juga tidak me ta terhadap warna susu kedelai. Akan tetapi berdasarkan ni tik, penambahan siklodekstrin memberikan warna susu ked gan nilai tengah tertinggi pada suhu pencampuran siklodek gan konsentrasi siklodekstrin 0.7%.

Nilai tengah uji organoleptik warna susu kedelai terha pencampuran siklodekstrin 0.269 0.192 0.077 0.269 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300

0.5 0.6 0.7 0.8

Konsentr Siklodekstr 0.000 0.346 0.077 .000 .050 .100 .150 .200 .250 .300 .350 .400

27 80 60

Suhu Pencampuran Siklodekstrin (oC)

konsentrasi rkan analisa kstrin tidak berdasarkan penambahan warna susu pada suhu

konsentrasi

erbandingan sidik ragam memberikan nilai tengah edelai yang ekstrin pada

hadap suhu ntrasi strin (%)

n )


(28)

Berdasark siklodekstrin me warna susu ked sedikit lebih cokla

4.5.4

Kekentalan

Hasil pen konsentrasi yan Berdasarkan ana siklodekstrin me tingkat kepercay perlakuan denga memberikan perb siklodekstrin, yait

Gambar 16. Nilai si

Sedangka terdapat pada G (Lampiran 30), perbedaan nyata tengah uji organ kental terhadap s suhu 27oC susu siklodekstrin. N pencampuran sik 0.7%. -0.500 -0.400 -0.300 -0.200 -0.100 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 Ni la i T en g ah

rkan nilai tengah kedua perlakuan tersebut terlihat bahwa pen mempengaruhi warna susu kedelai, menjadi lebih baik. P edelai terjadi karena penambahan siklodesktrin memberik

klat dibandingkan dengan susu pembanding (tanpa siklodeks

penilaian perbandingan kekentalan susu kedelai pada ang berbeda dapat dilihat pada Gambar 16 dan Lam nalisa keragaman (Lampiran 27), perlakuan penambahan k emberikan perbedaan nyata terhadap kekentalan susu ked ayaan 95%. Dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lam

gan konsentrasi siklodekstrin 0.7% pada suhu pencampu erbedaan nyata terhadap kekentalan susu kedelai tanpa pen yaitu lebih kental.

ilai tengah uji organoleptik kekentalan susu kedelai terhadap k siklodekstrin

kan pada perlakuan suhu pencampuran, hasil penilaian perb Gambar 17 dan Lampiran 29. Berdasarkan analisa k

), perlakuan suhu pencampuran siklodekstrin tidak me ta terhadap kekentalan susu kedelai. Akan tetapi berdasa anoleptik, penambahan siklodekstrin mampu memberikan ke p susu kedelai pada suhu pencampuran 80oC dan 60oC sedang u kedelai memiliki kekentalan yang sama dengan susu ked

Nilai tengah tertinggi diperoleh pada susu kedelai den siklodekstrin pada suhu 80oC dengan konsentrasi siklodekstr

-0.269 -0.385 0.269 -0.346 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00

0.5 0.6 0.7 0.8

Konsentrasi Siklodekstrin (%)

penambahan . Perubahan rikan warna

kstrin).

perlakuan mpiran 26. konsentrasi edelai pada mpiran 28), puran 60oC penambahan

konsentrasi

erbandingan keragaman memberikan sarkan nilai kesan lebih angkan pada edelai tanpa engan suhu strin sebesar i


(29)

Gambar 17. Nila pen

Susu ke (tanpa siklodekstr masing-masing s emulsi susu kede

Adanya p adanya siklodek flavor, siklodeks et al. (2002), em dengan fasa pend dan non polar mengikat minyak polar. Penambah emulsi susu kede baik. Hal terseb banyaknya siklo kedelai.

4.6 KARAKTERISTIK

Selain mengurang tetap memperhatikan kar Untuk itu, perlu dilakuk kedelai tersebut harus da aman dan baik dikonsum padatan, kadar protein, kedelai terhadap jumlah dan Tabel 12.

0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 Ni la i T en g ah

ilai tengah uji organoleptik kekentalan susu kedelai terha encampuran siklodekstrin

kedelai yang lebih kental dibandingkan susu kedelai pe kstrin) dihasilkan akibat adanya siklodekstrin yang ditambah

suhu pencampuran. Siklodekstrin mampu meningkatkan delai, sehingga susu kedelai menjadi lebih kental.

perbedaan kekentalan pada susu kedelai tersebut diseba ekstrin yang ditambahkan di dalamnya. Selain dapat men kstrin juga merupakanemulsifier(agen pengemulsi). Menuru mulsifier merupakan suatu zat yang dapat menyatukan fasa te ndispersi karena perbedaan polaritas. Emulsifier memilki gu r sekaligus dalam satu molekulnya sehingga pada satu

ak yang bersifat non polar dan di sisi lain mengikat air yan ahan siklodesktrin dalam susu kedelai akan meningkatkan delai karena fasa minyak dan fasa air di dalamnya dapat men sebut menyebabkan meningkatnya kekentalan pada susu lodekstrin yang ditambahkan akan mempengaruhi kekenta

IK SUSU KEDELAI

angi rasa langu pada susu kedelai, penambahan siklodeks arakteristik fisiko-kimia susu kedelai sesuai dengan standar ukan karakterisasi terhadap susu kedelai yang telah dihasil dapat memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ber sumsi. Karakterisasi susu kedelai tersebut dilakukan terhada , kadar lemak, pH, serta cemaran mikroba. Hasil karakter h padatan, kadar protein, kadar lemak, dan pH terdapat pada

0.000 0.115 0.269 00 50 00 50 00 50 00

27 80 60

Suhu Pencampuran Siklodekstrin (oC)

rhadap suhu

pembanding bahkan pada an stabilitas

ebakan oleh enutupi off-urut Suryani a terdispersi i gugus polar tu sisi dapat ang bersifat an stabilitas enyatu lebih su kedelai, ntalan susu

kstrin harus ar yang ada. silkan. Susu berlaku agar adap jumlah terisasi susu da Tabel 11


(30)

30

Tabel 11. Karakteristik susu kedelai terhadap konsentrasi siklodekstrin

Konsentrasi Siklodekstrin

(%)

Jumlah Padatan

Kadar Protein

Kadar

Lemak pH

(% b/b) Tanpa

Siklodekstrin 16.71 3.00 1.31 6.57

0.5 14.96 2.75 1.78 6.50

0.6 14.41 3.19 1.45 6.53

0.7 13.62 3.13 2.00 6.50

0.8 13.44 3.04 2.23 6.52

SNI*) Min 11.50 Min 2.0 Min 1.0 6.5-7.0

Sumber:*)Badan Standarisasi Nasional (SNI 01-3830-1995)

Tabel 12. Karakteristik susu kedelai terhadap suhu pencampuran siklodekstrin

Suhu Pencampuran Siklodekstrin (˚C)

Jumlah Padatan

Kadar Protein

Kadar

Lemak pH

(% b/b)

Tanpa Siklodekstrin 16.71 3.00 1.31 6.57

27 14.06 2.64 1.57 6.51

60 13.62 3.13 1.45 6.50

80 13.80 2.89 2.50 6.60

SNI*) Min 11.50 Min 2.0 Min 1.0 6.5-7.0

Sumber:*)Badan Standarisasi Nasional (SNI 01-3830-1995)

Data yang diperoleh (Lampiran 31) menunjukan jumlah padatan yang terdapat di dalam susu kedelai dengan penambahan siklodekstrin pada konsentrasi dan suhu pencampuran yang berbeda-beda. Berdasarkan analisa keragaman (Lampiran 32), konsentrasi siklodekstrin memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah padatan susu kedelai pada

α=0.01.Uji lanjut Duncan untuk perlakuan konsentrasi siklodekstrin terdapat pada Lampiran 33. Berdasarkan uji tersebut, konsentrasi siklodekstrin 0.7 dan 0.8% tidak saling memberikan pengaruh yang nyata, tetapi berpengaruh nyata terhadap konsentrasi 0.0, 0.5, dan 0.6%.

Berdasarkan analisa keragaman (Lampiran 34), suhu pencampuran siklodekstrin (27; 60; dan 80oC) juga memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah padatan susu kedelai pada

α=0.01. Uji lanjut Duncan jumlah padatan susu kedelai untuk perlakuan suhu pencampuran

siklodekstrin terdapat pada Lampiran 35. Dari uji lanjut tersebut diketahui bahwa pencampuran siklodekstrin pada suhu 27oC dan 80oC tidak saling memberikan pengaruh yang nyata. Hal yang sama juga ditunjukan pada pencampuran siklodekstrin pada suhu 60oC


(31)

31

dan 80oC yang tidak saling memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah padatan susu kedelai. Tetapi susu kedelai tanpa penambahan siklodekstrin memberikan hasil yang berpengaruh nyata dengan susu kedelai lainnya, yaitu susu kedelai yang ditambahkan siklodekstrin pada suhu yang berbeda-beda. Secara keseluruhan, jumlah padatan susu kedelai yang dihasilkan dengan perlakuan konsentrasi maupun suhu pencampuran siklodekstrin telah memenuhi SNI 01-3830-1995, yaitu dengan batas minimal 11.50%.

Jumlah padatan merupakan bahan-bahan padatan yang dapat larut maupun yang tidak dapat larut, seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan serat kasar. Adanya perbedaan yang nyata pada jumlah padatan susu kedelai disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah gula yang ditambahkan pada susu kedelai dengan penambahan siklodekstrin. Gula yng ditambahkan pada susu kedelai dengan siklodekstrin jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan susu kedelai tanpa siklodekstrin, sehingga jumlah padatannya semakin sedikit.

Karakteristik kadar protein, kadar lemak, dan pH susu kedelai terdapat pada Lampiran 36, 37, dan 38. Berdasarkan analisa keragaman, hal yang berbeda ditunjukan pada pengaruh konsentrasi dan suhu pencampuran siklodekstrin terhadap susu kedelai. Kedua perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein, kadar lemak, maupun pH susu kedelai (Lampiran 39 hingga Lampiran 44) pada α=0.01 maupun pada α=0.05. Akan tetapi, secara keseluruhan susu kedelai tersebut masih memenuhi SNI 01-3830-1995 dengan kadar protein minimal 2.00%, kadar lemak minimal 1.00%, serta nilai pH antara 6.5-7.0. Hal tersebut menunjukan bahwa penambahan siklodekstrin tidak mempengaruhi kadar protein, kadar lemak, maupun pH pada susu kedelai yang dihasilkan.

Karakterisasi susu kedelai terhadap cemaran mikroba juga perlu dilakukan untuk keamanan konsumen. Pertumbuhan mikroorganisme di dalam pangan dapat mengakibatkan berbagai kerusakan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan. Selain itu, bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat patogenik terhadap manusia (Buckleet al., 1987). Oleh sebab itu, diperlukan adanya stadarisasi jumlah mikroorganisme yang ada dalam pangan sehingga tidak mudah rusak dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi.

Tabel 13. Total mikroba susu kedelai terhadap konsentrasi siklodekstrin

Konsentrasi Siklodekstrin (%)

Total Mikroba Angka Lempeng Total

(koloni/ml)

Kapang (koloni/ml)

E. Coli

(APM/ml) Salmonella

0.0 0.76 x 104 - -

-0.5 1.82 x 104 - -

-0.6 1.45 x 104 - -

-0.7 1.15 x 104 - -

-0.8 0.48 x 104 - -

-SNI*)

5.00 x 104 5 x 101 < 3 negatif


(32)

32

Tabel 14. Total mikroba susu kedelai terhadap suhu pencampuran siklodekstrin

Suhu Pencampuran Siklodekstrin (˚C)

Total Mikroba Angka Lempeng Total

(koloni/ml)

Kapang (koloni/ml)

E. Coli

(APM/ml) Salmonella Tanpa

Siklodekstrin 0.76 x 10 4

- -

-27 3.51 x 104 - -

-60 1.15 x 104 - -

-80 0.33 x 104 - -

-SNI*)

5.00 x 104 5 x 101 < 3 negatif

Sumber:*)

Badan Standarisasi Nasional (SNI 7388:2009)

Berdasarkan data yang diperoleh dari analisa mikroorganisme terhadap susu kedelai pada Tabel 13 dan Tabel 14, dapat diketahui bahwa penambahan siklodekstrin meningkatkan jumlah mikroba yang ada di dalam susu kedelai baik pada perlakuan konsentrasi maupun suhu pencampuran siklodekstrin. Akan tetapi, jumlah cemaran mikroba tersebut masih memenuhi SNI 7388:2009 berkaitan dengan cemaran mikroba dalam pangan, yaitu dengan angka lempeng total maksimum 5 x 104 koloni/ml, kapang maksimun 5 x 101 koloni/ml, E.Coli < 3 APM/ml, serta jumlah Salmonella negatif. Meningkatnya jumlah cemaran mikroba dapat disebabkan akibat adanya mikroba yang dibawa oleh siklodekstrin karena siklodekstrin yang digunakan tidak steril. Meskipun demikian, adanya proses pasteurisasi dapat menurunkan jumlah cemaran tersebut sehingga jumlah cemaran masih sesuai dengan SNI yang ada dan aman untuk dikonsumsi.

Pemasakan susu kedelai dengan proses pasteurisasi hanya mematikan mikroorganisme patogen pada susu kedelai, sehingga masih terdapat mikroorganisme di dalamnya.Menurut Buckleet al. (1987), Kondisi pasteurisasi dilakukan untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap penyakit yang dibawa oleh susu dengan mematikan bakteri patogen dan secara bersamaan mengurangi seminimum mungkin kehilangan zat gizi yang terkandung di dalamnya.


(33)

PENGGUNAAN SIK

RASA LANGU (O

DIN

FAKULT

INSTI

IKLODEKSTRIN UNTUK MENGURAN

(OFF-FLAVOR) PADA SUSU KEDELA

SKRIPSI

INDA NINDITA ALDILLA

F34061035

TAS TEKNOLOGI PERTANIAN

TITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

ANGI

AI


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Amrin, T. 1999.Susu Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Astray, G., Gonzalez-Barreiro, C., Mejuto J.C., Rial-Otero R., dan Simal-Ga´ndara J. 2009. A review on the use of cyclodextrins in foods. J. Food Hydrocolloids 23: 1631-1640.

Bekers, O., Uijtendaal, E.V., Beijnen, J.H., Bult, A., Undenberg, W.J.M. 1991 Cyclodextrin in pharmaceutical field, drug dev. Ind. Pharm., 17(11), 1503-1549.

Bender. 1986. Di dalam Workshop, 1989. Cyclodextrin aided bioconvertion and fermentation. TIBTECH. 7(I):2-4.

Bourne, M.C. 1976.How to Make Good Tasting Soymilk in your Kitchen. Dept. of Food Science and Technology, Cornell University, New York.

Buckle, K.A., Ewards, R.A., Fleet, G.H., dan Wootton, M. 1987.Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Purnomo H. dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Cravotto, G. Binello, A., Baranelli, E., Carraro, P., dan , F. 2006. Cyclodextrins as food additives and in food processing. J. Current Nutrition and Food Science 2: 343-350.

De, S.S. 1971.Technology of Production from Soybean. FAO, Roma.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Brathara, Jakarta.

Erianti, L. 2004. Kajian Hidrolisis Pati Garut menggunakan Enzim α-amilase dan Kombinasi Enzim α-amilase dan Pullulanase dalam Proses Produksi Siklodekstrin. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian FATETA-IPB, Bogor.

Fardiaz, D. 1989.Kromatografi Gas Dalam Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Frömming, K. dan Szejtli, J. 1994. Cyclodextrins in Pharmacy. Kluwer Academic Publishers,

Netherlands.

Gardner, H.W. 1975. Decompotition of linoleic acid hydroperoxide enzimic reaction compared with non enzimic. J. Agr. Food Chem. 23: 129.

Gardner, H.W. 1989. How the Lipoxygenase Pathway Affect the Organoleptic Properties of Fresh Fruit and Vegetables. In Flavor Chemistry of Lipid Foods, eds. D.B. Min and T.H. Smouse, pp. 98-112. Washington D.C.: American Oil Chemist’s Society.

Hedges, A. R., Shiech, W. J. and Sikorski, C. T., 1995, Use of Cyclodextrin for Encapsulation in the Use and Treatment of Food Products, pp. 61–71. In Reineccius, G. A., (ed.) In Encapsulation and Controlled Released of Food Ingredients; S.J. American Chemical Society: Washington, DC.

Hsieh, O.A, Huang, A.S., and Chang, S.S. 1981. Isolation and identification od objectionable volatile flavor compounds in defatted soybean flour. J. Food Sci. 47(1): 19-23.

Hu, J., Tao, Z., Li, S., Liu, B. 2005. Review the effect of cyclodextrins on polymer preparation. J. of Materials Science (40): 6057:6061.

Hubeis, M. 1984.Pengantar Pengolahan Tepung Serealia dan Biji-bijian. Jurusan Teknologi Pangan, FATETA-IPB, Bogor.

Isadiartuti, Dewi dan M. Suwaldi. 2007. Termodinamika pembentukan kompleks inklusi fenobarbital-hidroksipropil-β-siklodekstrin. Majalah Farmasi Indonesia 18(2): 57–62.

Johnson, K.W. dan H.E. Snyder. 1978. Soymilk: a comparison of processing methodhs on yield and composition. J. of Food Sci. 43: 1168-1171.


(35)

35

Kim, H. 2002. Binding characteristics of cyclodextrin in model system and their effectiveness on entrapping beany flavor compounds in soymilk [Ph.D. Thesis]. Manhattan, Kans.:Kansas State Univ. 184 p. Available from: Univ. Microfilms, Ann Arbor, Mich.

Koswara, S. 1992.Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Laga, Amran. 2008. Konsentrasi substrat hidrolisat tapioka dan akseptor minimal pada pembentukan siklodekstrin. J. Teknologi dan Industri Pangan Vol. 19(2): 149-157

Laswai, H.S, Thonya N., Yesaya D., Silayo V.C.K., Kulwa K., Mpagalile J.J., dan Ballegu. 2009. Use of locally available flavouring materials in suppressing the beany taste in soymilk. African Journal of Food Agriculture Nutrition and Development Vol. 9 No.7:1548-1560.

Lee, L.S. 1986. Flavor Development for Soy Products.Di dalamInternational Soyfoods Symposium. Winarno, F.G. (ed.). Yogyakarta.

Lei, Q. dan Boatright, W.L. 2001. Compunds contributing to the odor of aqueous slurries of soy protein concentrate. Journal of Food Science 66(9): 1306-1310.

Leufstedt, G. 1986. Continuous Process for Low Beany Taste Soybean Products. Di dalam International Soyfoods Symposium. Winarno, F.G. (ed.). Yogyakarta.

Liu, K. 1997.Soybean Chemistry, Technology, and Utilization. International Thomson Publishing, New York.

Martin Del Valle, E.M. 2004 Cyclodextrins and their uses: a review. Process Biochem 39:1033–1046 Mosinger, J., Tománková, V., Němeová, I., dan Zỳka, J. 2001. Cyclodextrins in analytical chemistry.

Analytical Letters, 34(12): 1979-2004.

Muntaji. 1994. Kajian Stabilitas Susu Kedelai. Skripsi. Teknologi Pangan FATETA IPB, Bogor. Nishibori, S. dan Kawakishi, S. 1994. Formation of

2,3-Dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-pyran-4-one from fructose and β-alanine under conditions used for baking. J. Agric. Food Chem. 42: 1080-1084.

Rackis, J.J., Honig, D.H., Sessa, D.J., dan Moser, H.A. 1972. Lipoxygenase an peroxidase activities of soybean as related to the flour profile during maturation. Cereal Chem. 49: 586.

Reineccius, G. 1994.Source Book of Flavo. 2ndEdition. Chapman & Hall, New York Rumin. 1992.Potensi Pengolahan Susu Kedelai. Teknologi Pangan FATETA IPB, Bogor.

Suratman, L.L.I., Jeon, I.J., Sshmidt, K.A. 2004. Ability of cyclodextrins to entrap volatile beany flavor compounds in soymilk. J. food Chem. And Toxicology Vol. 69(2): 109-113. Suryani, A., Hambali, E., dan Sailah, I. 2000. Teknologi Emulsi. Departemen Teknologi Industri

Pertanian, IPB, Bogor.

Van der Veen B.A., Uitdehaag J.C., Dijkstra B.W., dan Dijkhuizen L. 2000. Engineering of cyclodextrin glycosyltransferase reaction and product specificity. Biochim Biophys Acta 1543:336–360.

Weltiver, M. 2007. Cyclodextrin introduction to anesthesia practice:form, function, and application. AANA Journal Vol. 75(4): 289-296.

Wilkens, W.F., Mattick, L.R., dan Hand, D.B. 1967. Effect of processing method on oxidative off-flavor of soybean milk. J. Food Technol. 21:1630.

Winarno, F.G. 1982.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Wolf, W.J. 1975. Lipoxygenase and flavor of soybean protein products. J. Agr. Food Chem. 23(2): 136.

Wolf, W.J. dan J.C. Cowan. 1971.Soybeans as a Food Source. CRC Press The Chemical Rubber Co., Ohio.


(36)

PENGGUNAAN SIK

RASA LANGU (O

DIN

FAKULT

INSTI

IKLODEKSTRIN UNTUK MENGURAN

(OFF-FLAVOR) PADA SUSU KEDELA

SKRIPSI

INDA NINDITA ALDILLA

F34061035

TAS TEKNOLOGI PERTANIAN

TITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

ANGI

AI


(37)

UTILIZING OF CYCLODEXTRIN TO REDUCE BEANY

FLAVOR (OFF-FLAVOR) IN SOYMILK

Erliza Noor and Dinda Nindita Aldilla

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, West Java, Indonesia.

Phone 62 251 8375364, e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Cyclodextrin as a modified starch known to has the ability to form inclusion complex. Soymilk as a healthy drink contains unfavourable beany flavor which may bound with cyclodextrin. Therefore, this study was aimed to reduce beany flavor by addition of cyclodextrin at various concentrations (0.5; 0.6; 0.7; and 0.8% (w/v)) and mixing temperatures (27, 60, and 80oC). Volatile compounds were analyzed by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) and the customer preference using sensory analysis. The GC-MS result showed less amount of volatile compounds in soymilk such as 2-Furancarboxaldehyde, 5-hydroxymethyl (HMF), furfural, 2,3-Dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-pyran-4-one (DDMP), n-propanol, n-butanol, and 1-hexyn-3-ol by the addition of cyclodextrin. The highest reductions of volatile compounds in soymilk 96.26% obtained with the application of 0.8% cyclodextrin. Mixing temperature also affects the solubility of cyclodextrin, it found that mixing temperature 80oC gave a good solubility. The results compared to sensory analysis and customer preference. It was found that the customer can accept the beany flavor in soymilk by the addition of 0.5% cyclodextrin. Henceforth, this study suggested to use the Gas Chromatography-Olfactometry (GC-O) for the better results about the volatile compounds caused beany flavor (off-flavor) in soymilk.


(38)

DINDA NINDITA ALDILLA. F34061035. Penggunaan Siklodekstrin untuk Mengurangi Rasa Langu (Off-Flavor) pada Susu Kedelai. Di bawah bimbingan Erliza Noor. 2010.

RINGKASAN

Siklodekstrin sebagai pati termodifikasi memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks inklusi untuk meningkatkan kelarutan senyawa organik, menstabilkan senyawa flavor, dan memiliki ketahanan terhadap kerusakan kimiawi maupun biokimiawi sehingga banyak digunakan dalam berbagai industri. Salah satu kegunaan siklodekstrin adalah dalam mengubah flavor yaitu dengan menutupi rasa seperti rasa langu pada susu kedelai.

Susu kedelai memiliki kandungan protein hampir setara dengan susu sapi, akan tetapi munculnya rasa langu (off-flavor) mengakibatkan turunnya aseptabilitas konsumen terhadap susu kedelai. Rasa langu ini disebabkan oleh munculnya senyawa kimia volatil akibat penghancuran kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi dan kondisi proses penambahan siklodekstrin terbaik untuk mengurangi rasa langu pada susu kedelai. Diharapkan hal ini dapat meningkatkan aseptabilitas konsumen terhadap susu kedelai.

Pengurangan rasa langu dilakukan dengan penambahan siklodekstrin pada konsentrasi dan suhu pencampuran yang berbeda. Konsentrasi siklodekstrin yang digunakan adalah: 0.5, 0.6, 0.7, dan 0.8% (b/v) dengan suhu pencampuran: 27oC (suhu kamar), 60oC (suhu pembuatan siklodekstrin), dan 80oC (suhu pasteurisasi susu). Susu kedelai dengan dan tanpa penambahan siklodekstrin dianalisa menggunakanGas Chromatography-Mass Spectrometry(GC-MS) memperlihatkan adanya senyawa kimia volatil golongan aldehida, keton, dan alkohol, yaitu:2-Furancarboxaldehyde, 5-hydroxymethyl (HMF); furfural; 2,3-Dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-pyran-4-one (DDMP); propanol; n-butanol; dan 1-hexyn-3-ol. Diduga senyawa-senyawa tersebut yang menyebabkan timbulnya rasa langu (off-flavor)pada susu kedelai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah senyawa kimia volatil pada susu kedelai terus menurun dengan meningkatnya konsentrasi siklodekstrin yang ditambahkan. Penurunan jumlah senyawa kimia volatil yang berbeda-beda juga dihasilkan akibat suhu pencampuran siklodekstrin yang berbeda-beda. Konsentrasi siklodekstrin 0.5, 0.6, 0.7, dan 0.8% secara berturut-tururt mampu menurunkan jumlah senyawa kimia volatil yang diduga sebagai penyebab rasa langu (off-flavor) sebesar 49.76, 70.43, 96.26, serta 96.78%. Sedangkan pada suhu pencampuran 27, 60, dan 80oC mampu menurunkan jumlah senyawa kimia volatil tersebut sebesar 51.14, 96.26, serta 26.62%.

Konsentrasi siklodekstrin terbaik pada 0.8% (b/v), serta suhu pencampuran siklodekstrin terbaik pada suhu 60oC dengan persentase penurunan senyawa terbesar hingga 96.78% dan 96.26%. Hal tersebut didukung dengan hasil uji organoleptik, bahwa panelis lebih menyukai rasa dan aroma susu kedelai dengan penambahan siklodekstrin dibandingkan dengan susu kedelai tanpa siklodekstrin.


(39)

PENGGUNAAN SIKLODEKSTRIN UNTUK MENGURANGI

RASA LANGU (OFF-FLAVOR) PADA SUSU KEDELAI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DINDA NINDITA ALDILLA

F34061035

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(1)

70

Lampiran 37. Data hasil pengamatan lemak susu kedelai

KONSENTRASI

SIKLODEKSTRIN (%) Ulangan Kadar Lemak (%) Rata-rata (%)

Tanpa Siklodekstrin 1 1.76 1.31

2 0.86

0.5 1 2.21 1.78

2 1.35

0.6 1 1.48 1.45

2 1.42

0.7 1 2.39 2.00

2 1.60

0.8 1 2.38 2.23

2 2.08

SUHU PENCAMPURAN

SIKLODEKSTRIN (˚C) Ulangan K.Lemak (%) Rata-rata (%)

Tanpa Siklodekstrin 1 1.76 1.31

2 0.86

27 1 1.57 1.57

2 1.57

60 1 1.48 1.45

2 1.42

80 1 2.81 2.50


(2)

71

Lampiran 38. Data hasil pengamatan pH susu kedelai

KONSENTRASI SIKLODEKSTRIN (%) Ulangan pH Rata-rata (%)

0 1 6.64 6.57

2 6.49

0.5 1 6.51 6.50

2 6.49

0.6 1 6.61 6.53

2 6.45

0.7 1 6.52 6.50

2 6.48

0.8 1 6.53 6.52

2 6.51

SUHU PENCAMPURAN

SIKLODEKSTRIN (˚C) Ulangan pH Rata-rata (%)

Tanpa Siklodekstrin 1 6.64 6.57

2 6.49

27 1 6.54 6.51

2 6.48

60 1 6.52 6.50

2 6.48

80 1 6.62 6.60


(3)

72

Lampiran 39. Hasil analisa keragaman protein susu kedelai terhadap konsentrasi siklodekstrin

Sumber Keragaman JK db KT f Hitung f Tabel

Perlakuan 0.236 4 0.059 0.778 11.390a)

Galat 0.378 5 0.076 5.190b)

Total 0.614 9

Keterangan: *)Tidak berbeda nyata padaa)α=0.01 danb)α=0.05

Lampiran 40. Hasil analisa keragaman protein susu kedelai terhadap suhu pencampuran siklodekstrin

Sumber Keragaman JK db KT f Hitung f Tabel

Perlakuan 0.266 3 0.089 3.033 16.690a)

Galat 0.117 4 0.029 6.590b)

Total 0.383 7

Keterangan: *)Tidak berbeda nyata padaa)α=0.01 danb)α=0.05

Lampiran 41. Hasil analisa keragaman lemak susu kedelai terhadap konsentrasi siklodekstrin

Sumber Keragaman JK db KT f Hitung f Tabel

Perlakuan 1.169 4 0.292 1.287 11.390a)

Galat 1.135 5 0.227 5.190b)

Total 2.303 9

Keterangan: *)Tidak berbeda nyata padaa)α=0.01 danb)α=0.05

Lampiran 42. Hasil analisa keragaman lemak susu kedelai terhadap suhu pencampuran siklodekstrin

Sumber Keragaman JK db KT f Hitung f Tabel

Perlakuan 1.751 3 0.584 3.922 16.690a)

Galat 0.595 4 0.149 6.590b)

Total 2.346 7


(4)

73

Lampiran 43. Hasil analisa keragaman pH susu kedelai terhadap konsentrasi siklodekstrin

Sumber Keragaman JK db KT f Hitung f Tabel

Perlakuan 0.006 4 0.001 0.285 11.390a)

Galat 0.025 5 0.005 5.190b)

Total 0.031 9

Keterangan: *)Tidak berbeda nyata padaa)α=0.01 danb)α=0.05

Lampiran 44. Hasil analisa keragaman pH susu kedelai terhadap suhu pencampuran siklodekstrin

Sumber Keragaman JK db KT f Hitung f Tabel

Perlakuan 0.013 3 0.004 1.214 16.690a)

Galat 0.015 4 0.004 6.590b)

Total 0.028 7


(5)

UTILIZING OF CYCLODEXTRIN TO REDUCE BEANY

FLAVOR (OFF-FLAVOR) IN SOYMILK

Erliza Noor and Dinda Nindita Aldilla

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, West Java, Indonesia.

Phone 62 251 8375364, e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Cyclodextrin as a modified starch known to has the ability to form inclusion complex. Soymilk as a healthy drink contains unfavourable beany flavor which may bound with cyclodextrin. Therefore, this study was aimed to reduce beany flavor by addition of cyclodextrin at various concentrations (0.5; 0.6; 0.7; and 0.8% (w/v)) and mixing temperatures (27, 60, and 80oC). Volatile compounds were analyzed by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) and the customer preference using sensory analysis. The GC-MS result showed less amount of volatile compounds in soymilk such as 2-Furancarboxaldehyde, 5-hydroxymethyl (HMF), furfural, 2,3-Dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-pyran-4-one (DDMP), n-propanol, n-butanol, and 1-hexyn-3-ol by the addition of cyclodextrin. The highest reductions of volatile compounds in soymilk 96.26% obtained with the application of 0.8% cyclodextrin. Mixing temperature also affects the solubility of cyclodextrin, it found that mixing temperature 80oC gave a good solubility. The results compared to sensory analysis and customer preference. It was found that the customer can accept the beany flavor in soymilk by the addition of 0.5% cyclodextrin. Henceforth, this study suggested to use the Gas Chromatography-Olfactometry (GC-O) for the better results about the volatile compounds caused beany flavor (off-flavor) in soymilk.


(6)

DINDA NINDITA ALDILLA. F34061035. Penggunaan Siklodekstrin untuk Mengurangi Rasa Langu (Off-Flavor) pada Susu Kedelai. Di bawah bimbingan Erliza Noor. 2010.

RINGKASAN

Siklodekstrin sebagai pati termodifikasi memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks inklusi untuk meningkatkan kelarutan senyawa organik, menstabilkan senyawa flavor, dan memiliki ketahanan terhadap kerusakan kimiawi maupun biokimiawi sehingga banyak digunakan dalam berbagai industri. Salah satu kegunaan siklodekstrin adalah dalam mengubah flavor yaitu dengan menutupi rasa seperti rasa langu pada susu kedelai.

Susu kedelai memiliki kandungan protein hampir setara dengan susu sapi, akan tetapi munculnya rasa langu (off-flavor) mengakibatkan turunnya aseptabilitas konsumen terhadap susu kedelai. Rasa langu ini disebabkan oleh munculnya senyawa kimia volatil akibat penghancuran kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi dan kondisi proses penambahan siklodekstrin terbaik untuk mengurangi rasa langu pada susu kedelai. Diharapkan hal ini dapat meningkatkan aseptabilitas konsumen terhadap susu kedelai.

Pengurangan rasa langu dilakukan dengan penambahan siklodekstrin pada konsentrasi dan suhu pencampuran yang berbeda. Konsentrasi siklodekstrin yang digunakan adalah: 0.5, 0.6, 0.7, dan 0.8% (b/v) dengan suhu pencampuran: 27oC (suhu kamar), 60oC (suhu pembuatan siklodekstrin), dan 80oC (suhu pasteurisasi susu). Susu kedelai dengan dan tanpa penambahan siklodekstrin dianalisa menggunakanGas Chromatography-Mass Spectrometry(GC-MS) memperlihatkan adanya senyawa kimia volatil golongan aldehida, keton, dan alkohol, yaitu:2-Furancarboxaldehyde, 5-hydroxymethyl (HMF); furfural; 2,3-Dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-pyran-4-one (DDMP); propanol; n-butanol; dan 1-hexyn-3-ol. Diduga senyawa-senyawa tersebut yang menyebabkan timbulnya rasa langu (off-flavor)pada susu kedelai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah senyawa kimia volatil pada susu kedelai terus menurun dengan meningkatnya konsentrasi siklodekstrin yang ditambahkan. Penurunan jumlah senyawa kimia volatil yang berbeda-beda juga dihasilkan akibat suhu pencampuran siklodekstrin yang berbeda-beda. Konsentrasi siklodekstrin 0.5, 0.6, 0.7, dan 0.8% secara berturut-tururt mampu menurunkan jumlah senyawa kimia volatil yang diduga sebagai penyebab rasa langu (off-flavor) sebesar 49.76, 70.43, 96.26, serta 96.78%. Sedangkan pada suhu pencampuran 27, 60, dan 80oC mampu menurunkan jumlah senyawa kimia volatil tersebut sebesar 51.14, 96.26, serta 26.62%.

Konsentrasi siklodekstrin terbaik pada 0.8% (b/v), serta suhu pencampuran siklodekstrin terbaik pada suhu 60oC dengan persentase penurunan senyawa terbesar hingga 96.78% dan 96.26%. Hal tersebut didukung dengan hasil uji organoleptik, bahwa panelis lebih menyukai rasa dan aroma susu kedelai dengan penambahan siklodekstrin dibandingkan dengan susu kedelai tanpa siklodekstrin.