MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KECAKAPAN HIDUP UNTUK PENGEMBANGAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA: studi terhadap mahasiswa fkip universitas galuh tahun akademik 2012/2013.

(1)

PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA

(Studi terhadap Mahasiswa FKIP Universitas Galuh Tahun Akademik 2012/2013)

DISERTASI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

oleh D.Rukaesih NIM 0908510

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015


(2)

(3)

(4)

D. Rukaesih (2015). Penelitian disertasi ini berjudul Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa (Studi terhadap Mahasiswa FKIP Universitas Galuh Tahun Akademik 2012/2013). Promotor: Prof. Dr. Ahman, M.Pd., Ko-Promotor: Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd., dan Anggota: Prof. Dr. Juntika Nurikhsan, M.Pd. Program Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Penelitian ini dilakukan bertolak dari fenomena perkembangan penyesuaian diri mahasiswa. Perkembangan penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh masih dijumpai mahasiswa yang kurang mampu melakukan respon secara matang yang berkenaan dengan masalah fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral-agama. Fenomena seperti ini bila dibiarkan akan mempengaruhi perkembangan kepribadian mahasiswa yang diprediksi berpengaruh pada kinerja sebagai pendidik profesional. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah dihasilkannya model bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang efektif untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan rancangan penelitian nonequivalent pre-tes and post-test control group design. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa (1) profil penyesuaian diri mahasiswa secara umum tergolong cukup mampu menyesuaikan diri. (2) model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa secara struktur meliputi: kerangka kerja konseptual model, dan panduan operasional pelaksanaan model. (3) terdapat perbedaan yang signifikan tentang gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen setelah menggunakan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup, (4) model bimbingan dan konseling kecakapan hidup berdasarkan uji empirik efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh 2012/2013. Rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada institusi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh untuk menggunakan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup karena sudah terbukti keefektivannya untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa.

Kata Kunci: Penyesuaian Diri, Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup


(5)

D. Rukaesih. (2015). This research dissertation is titled “A Model of Life Skills Guidance and Counseling to Develop Students’ Self-Adjustment (A Developmental Study of FKIP Students of Galuh University Academic Year 2012/2013)”. Promoters: Prof. Dr. H. Ahman, M.Pd.,co-promoter: Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd., and member: Prof. Dr. Juntika Nurikhsan, M.Pd. Guidance and Counseling Program, the School of Postgraduate Studies, Indonesia University of Education.

The research departs from the phenomenon of students’ self adjustment development. It is

found that in terms of self-adjustment development, there are still some students of FKIP, Galuh University, who lack the ability to maturely respond to physical, intellectual, emotional, social, and moral-religious problems. If this problem remains unsolved, the personality development of these pre-service teachers will be affected negatively, and consequently their performance as educators will be equally affected. The research aims

to produce an effective life skills guidance and counseling model to develop students’

self-adjustment. It adopted a quasi-experiment with nonequivalent pre-test and post-test control group design. The results show that: (1) the students self-adjustment profile is in general categorized as adequately able to self-adjust.; (2) the structure of the life-skills

guidance and counseling model to develop students’ self-adjustment consists of: model conceptual framework and model operational guidelines for implementation; (3) there

was significant difference in the students’ self-adjustment profile between that of the control class and the experimental class treated with the model of life skills guidance and counseling; and (4) based on the empirical test, the life skills guidance and counseling model is effective to develop the self-adjustment of students of FKIP, Galuh University academic year 2012/2013. It is recommended that the Faculty of Teacher Training and Education of Galuh University employ the model of life skills guidance and counseling,

as it has been proved to be effective to develop students’ self-adjustment.

Keywords: Self-Adjustment, Life Skills Guidance and Counseling Model, Self- Adjustment Inventory.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian... 15

1.3 Tujuan Penelitian... 17

1.4 Manfaat Penelitian... 17

1.5 Struktur Organisasi Disertasi... 18

BAB II LANDASAN TEORETIS TENTANG PENYESUAIAN DIRI DAN KONSELING KECAKAPAN HIDUP ... 20

2.1 Landasan Teoretis Penyesuaian Diri... 20

2.1.1 Konsep Penyesuaian Diri... 20

2.1.2 Dimensi Penyesuaian Diri... 36

2.1.3 Teori yang Mendasari Perkembangan Penyesuaian Diri... 42

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri... 46

2.1.5 Metode Pengukuran Penyesuaian Diri... 48

2.2 Landasan Teoretis Konseling Kecakapan Hidup... 51

2.2.1 Pengertian dan Landasan Filosofis... 51

2.2.2 Tujuan... 52

2.2.3 Asumsi Dasar... 54

2.2.4 Pendekatan dan Strategi... 55

2.2.5 Prosedur, Metode, dan Teknik... 56


(7)

2.3 Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk

Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 64

2.3.1 Pengembangan Penyesuaian Diri sebagai Fokus Layanan.... 64

2.3.2 Konsep Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup... 68

2.4 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan... 74

2.5 Posisi Teoretik Penelitian... 75

2.5.1 Kerangka Pikir Penelitian... 75

2.5.2 Hipotesis Penelitian... 81

BAB III METODE PENELITIAN... 82

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian... 82

3.2 Desain, Lokasi, Populasi dan Subjek Penelitian... 84

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 87

3.4 Proses Pengembangan Instrumen... 91

3.5 Analisis Data Penelitian... 97

3.6 Prosedur dan Tahap Pengembangan Model... 100

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN... 105

4.1 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas Galuh... 105

4.2 Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 121

4.3 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 166

4.3.1 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 166

4.3.2 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Perlakuan... 174

4.4 Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 180


(8)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI... 204

5.1 Simpulan... 204

5.2 Implikasi... 207

5.2 Rekomendasi... 210

DAFTAR PUSTAKA... 214 RIWAYAT HIDUP


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Subjek Penelitian pada Studi Pendahuluan... 86

Tabel 3.2 Subjek Penelitian pada Tahap Implementasi Model... 87

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Awal)... 92

Tabel 3.4 Pedoman Penafsiran Reliabilitas... 96

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Akhir)... 97

Tabel 3.6 Pedoman Konversi Kriteria Penyesuaian Diri... 98

Tabel 4.1 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas Galuh... 105

Tabel 4.2 Profil Setiap Dimensi dan Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas Galuh... 107

Tabel 4.3 Gambaran Umum Kebutuhan... 139

Tabel 4.4 Silabus Layanan Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Mengembangkan Penyesuaian Diri Mahasiswa... 157

Tabel 4.5 Jadwal Acara Pembukaan Implementasi Model... 161

Tabel 4.6 Jadwal Pelaksanaan Model... 162

Tabel 4.7 Daftar Personalia yang Terlibat dalam Implementasi Model... 165

Tabel 4.8 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 166

Tabel 4.9 Profil Dimemsi & Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan... 168

Tabel 4.10 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Masa Perlakuan... 175

Tabel 4.11 Profil Dimensi & Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Perlakuan... 176

Tabel 4.12 Hasil Uji Perbedaan Profil Umum Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 181


(10)

Tabel 4.13 Perbedaan Profil Setiap Dimensi dan Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol dan Kelompok


(11)

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK

Gambar 2.1 Skematik Hubungan Antara Normal-Abnormal... 27

Gambar 2.2 Balanced/Round Wellness Wheel... 31

Gambar 2.3 Ilness-Wellness Continum... 31

Gambar 2.4 Proses Konseling Kecakapan Hidup... 62

Gambar 2.5 Desain Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup.. 73

Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Penelitian... 80

Gambar 3.1 Rancangan Eksperimen... 84

Gambar 3.2 Prosedur dan Tahapan Pengembangan Model... 104 Grafik 4.1 Profil Umum Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas

Galuh

106

Grafik 4.2 Profil Setiap Dimensi Penyesuaian Diri Mahasiswa FKIP Universitas Galuh

113

Grafik 4.3 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan

167

Grafik 4.4 Profil Penyesuaian Diri Mahasiswa Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Masa Perlakuan


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. ADMINISTRASI PENELITIAN 1.1 Surat Keputusan Pembimbingan Disertasi 1.2 Surat Izin Penelitian

1.3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

LAMPIRAN 2. INSTRUMEN PENELITIAN

2.1 Instrumen Penelitian Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Awal) 2.2 Lembar Jawaban Inventori Penyesusian Diri (Awal)

2.3 Surat Permohonan Kesediaan Memberi Validasi Instrumen 2.4 Uji Validitas dan Reliabilitas

2.5 Instrumen Penelitian Inventori Penyesuaian Diri Mahasiswa (Akhir) 2.6 Lembar Jawaban Inventori Penyesusian Diri (Akhir)

2.7 Surat Permohonan Kesediaan Memberi Penimbangan Model 2.8 Silabus dan Rencana Pelaksanaan Layanan

2.9 Tugas Pekerjaan Rumah Mahasiswa 2.10 Pedoman Wawancara

LAMPIRAN 3. HASIL PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Umum Penyesuaian Diri

3.2 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Setiap Dimensi dan Indikator Penyesuaian Diri Mahasiswa

3.3 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Umum Penyesuaian Diri pada Kelompok Eksperimen dan Sebelum dan Setelah Perlakuan

3.4 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Setiap Dimensi dan Indikator Penyesuaian Diri pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Perlakuan

3.5 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Umum Penyesuaian Diri pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Perlakuan


(13)

3.6 Hasil Analisis Deskriptif tentang Profil Setiap Dimensi dan Indikator Penyesuaian Diri pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Perlakuan 3.7 Hasil Uji Perbedaan Rerata Independen Data Penyesuaian Diri Mahasiswa

pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen Setelah Perlakuan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat cepat menimbulkan perkembangan yang cepat pula dalam berbagai bidang kehidupan. Perkembangan teknologi informasi membawa masyarakat ke arah kehidupan yang lebih terbuka, komunikasi yang akurat dan cepat ke seluruh penjuru tanah air bahkan ke seluruh penjuru dunia, semua ini membawa dampak kepada tatanan kehidupan yang bersifat global. Globalisasi membuat kehidupan semakin kompetitif dan meningkatnya ekspektasi kehidupan. Alternatif mewujudkan ekspektasi pada setiap individu semakin bervariasi, dengan kemajuan bersifat global menghadapkan manusia pada ketidakpastian sehingga nilai-nilai pragmatis seringkali menjadi kekuatan dalam upaya pengambilan keputusan. Ambiguitas menyebabkan stress, dan semakin sulitnya membedakan ukuran benar-salah sehingga dalam penyesuaian diri mengalami banyak permasalahan, yang memungkinkan terjadinya berbagai penyimpangan perilaku sosial, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dampak negatif dari globalisasi pada saat ini tidak dapat dihindari sehingga manusia tidak mampu menyesuaikan diri secara sehat dan akhirnya munculnya berbagai perilaku bermasalah di masyarakat (ketidakmampuan penyesuaian diri). Situasi seperti diungkapkan di atas diprediksi memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia. Pendidikan merupakan upaya strategis untuk mecahkan masalah tersebut, dengan menanamkan pola berpikir yang selalu memandang ke masa depan yang menuntut individu bertanggung jawab atas pilihan keputusannya sehingga memperoleh kebermaknaan hidup baik secara pribadi maupun sosial.

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, penyelenggaran pendidikan merupakan upaya strategis dalam mewujudkan manusia Indonesia masa depan yang berkualitas. Indikasi manusia Indonesia yang berkualitas memiliki kepribadian utuh yaitu: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan


(15)

menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengertian pendidikan dalam (UU Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, pasal 1 ayat 1, tentang sistem pendidikan Nasional), dijelaskan bahwa:

pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Melalui upaya pendidikan, peserta didik (mahasiswa) diharapkan dapat melangsungkan kehidupannya yang lebih bermakna baik secara pribadi, sosial atau bagi masyarakat luas. Kehidupan yang bermakna merupakan kehidupan yang penuh dengan kesejahteraan. Kejahteraan dalam kehidupan sehari-hari seringkali diinterpretasikan dengan masalah yang menyangkut finansial, dalam pengertian ini bukan hanya itu tetapi menyangkut kepuasan yang bersifat psikologis. Kesejahteraan psikologis ini merupakan pondamen penting bagi penyesuaian diri. Penyesuaian diri dan kepribadian merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dalam sepanjang kehidupan manusia (lifelong process), karena kepribadian merupakan inti dari penyesuaian diri. Pernyataan ini selaras dengan konsep kepribadian yang diungkapkan Allport (dalam Kartono, 2005, hlm.10) bahwa kepribadian merupakan organisasi dinamik dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesusaian dirinya yang khas dengan lingkunganya. Perkembangan penyesuaian diri setiap individu bersifat dinamis dan bervariasi baik di lihat dari proses maupun hasilnya, dan cara individu memahami realitas atau lingkungan termasuk menafsirkan dirinya ditentukan oleh ukuran besarnya kekuatan kebutuhan dan nilai-nilai yang dimiliki individu yang bersangkutan sehingga melahirkan perilaku yang disebut penyesuaian baik atau sehat (welladjustment) bahkan melahirkan penyesuaian buruk (maladjustment).

Penyesuaian diri yang baik (welladjustment) memerlukan hubungan yang memadai, seimbang terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap Allah Swt, yang akan melahirkan kebahagiaan dalam hidupnya. Inti dari penyesuaian diri adalah untuk membangun keseimbangan kekuatan antara organisme (individu) dan lingkungannya atau realitas, sehingga manusia menemukan makna hidup yang hakiki. Salah satu indikator yang menentukan


(16)

penyesuaian yang baik yaitu memiliki kematangan dalam merespon (maturity of response). Kematangan yang dimiliki individu dalam melakukan respon baik secara mental maupun behavioral merupakan pondamen yang akan menetukan terhadap penyesuian yang efektif. Menurut pandangan Schneider (1964, hlm. 82), bahwa penyesuaian efektif tergantung pada kematangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kematangan moral-agama. Sedangkan kekurangmatangan dalam satu aspek perilaku dan pribadi, akan memungkinkan terjadinya kegagalan atau ketidakmampuan menyesuaikan diri.

Berbicara tentang penyesuaian diri efektif, pada bidang kesehatan mental disebut “Wellness“. Menurut Nicolas, dan Gobie (dalam Surya, 2009, hlm. 187-188), pribadi sehat atau ”wellness” merujuk kepada individu yang memiliki pribadi secara utuh atau sehat multidimensional (kesehatan yang paripurna), bahwa individu yang bersangkutan memiliki kondisi sehat dalam berbagai dimensi kehidupan yang meliputi dimensi: fisik, emosional, intelektual, sosial, spiritual, dan vokasional. Hawari (2005, hlm. 4-5), menyebutnya sebagai pribadi yang memiliki kesehatan secara holistik. Individu yang memiliki kesehatan holistik yaitu memiliki kesehatan 4 dimensi, yaitu: sehat secara fisik, sehat secara kejiwaan (psikologis), sehat secara sosial, dan sehat secara spritual. Yusuf (2009, hlm. 14) menyebutnya pribadi sehat holistik ini sebagai manusia yang berdimensi ”bio-psiko-sosio-spiritual”, yaitu pribadi yang memiliki sehat secara biologis atau fisik, psikologis atau psikis, sosial, dan sehat secara spiritual atau moral-religius. Menurut pandangan Joh. W.Travis (2003), orang yang memiliki pribadi sehat (wellness) bersifat dinamis untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutannya secara seimbang pada setiap dimensi kebutuhan yang meliputi: dimensi pisik, psikologis, sosial, dan dimensi spiritual.

Pribadi sehat berdasar pandangan Islam di antaranya seperti yang tertera dalam Al-qur’an, Surat Al-mu’minun ayat 1-11 (dalam Iriandi dan Septianto, 2008, hlm. 652-653) sebagai orang yang beriman. Orang tersebut digambarkan sebagai berikut: orang yang bersangkutan khusyuk dalam shalatnya, menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan tidak berguna, menunaikan zakat, memelihara kemaluannya (kecuali terhadap istri-istrinya atau hamba sahaya), memelihara


(17)

amanah dan janjinya, memelihara shalatnya itulah orang yang mewarisi surga Firdaus.

Penyesuaian diri efektif yang dimaksud dapat dipandang sebagai proses dan hasil usaha yang dilakukan individu selama menjalani kehidupannya yang bersifat dinamis untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan dalam menjalani kehidupan. Penyesuaian diri sebagai proses merujuk kepada kemampuan individu dalam mereaksi atau melakukan respon secara matang kepada berbagai kondisi lingkungan baik berupa kebutuhan, tuntutan dan tekanan atau stress. Sedangkan penyesuaian diri sebagai hasil usaha merujuk kepada perolehan atau hasil yang dicapai, apakah memperoleh hasil yang baik (welladjusted) atau ketidakmampuan (maladjusted).

Kaplan (1971), menegaskan bahwa ketidakmampuan menyesuaikan mahasiswa di perguruan tinggi dapat menimbulkan masalah, indikasi ini dapat dilihat antara lain: mahasiswa menunjukan keengganan dalam belajar bahkan sejumlah mahasiswa tidak mampu menyelesaikan studinya (droupt out), dan menunjukkan kenakalan (juvenile delikuen). Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan mental (keadaan psikologis) yang merupakan faktor utama menimbulkan perilaku menyimpang. Scheneiders (1964, hlm. 67), menegaskan bahwa ketidakmampuan penyesuaian diri atau perilaku menyimpang itu akan cenderung menyebar dari satu bagian ke bagian kepribadian yang lainnya. Selanjutnya Kaplan secara tegas menyatakan bahwa upaya untuk mencegah ketidakmampuan penyesuaian diri perlu dilakukan bukan hanya pada lingkungan pendidikan formal saja, melainkan juga perlu adanya upaya pencegahan pada tataran keluarga, dan bahkan pada masyarakat luas yang bersifat pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh merupakan salah satu Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) swasta yang menyelenggarakan pendidikan lebih diorientasikan kepada penyiapan calon-calon (guru) atau pendidik. FKIP dihadapkan pada tututan yang tidak bisa dihindari, yaitu untuk menghasilkan para lulusan (guru atau pendidik) yang profesional sesuai dengan standar kelulusan sebagaimana tertuang dalam pasal 28 ayat (3) PP 19 tahun 2005. Pendidik profesional yang dimaksud pada ayat tersebut


(18)

ditegaskan perlu memiliki sejumlah kompetensi yang disyaratkan. Kompetensi profesi pendidik (guru) yang dimaksud meliputi: kompetensi kepribadian, paedagogik, sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi tersebut merupakan satu keutuhan yang ditampilkan secara melekat pada diri pribadi seorang pendidik (guru) dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru yang profesional. Guru yang dikatakan profesional akan terlihat pada kinerjanya yang ditampilkan secara profesional pula, hal ini ditunjukkan dengan penguasaan sejumlah kompetensi secara integrasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (pendidik). Kinerja guru merupakan tanggung jawab professional hal ini akan tercermin diantaranya dalam penampilan kualitas kepribadian dan kemampuan penyesuaian diri guru yang bersangkutan. Menurut Surya (2004, hlm. 97), bahwa kompetensi kinerja guru yang mantap akan tercermin dalam penampilan kepribadian guru yang bersumber diantaranya pada kemampuan penyesuaian diri.

Hasil penelitian Dahlan (1982), menunjukkan aspek kepribadian calon guru (pendidik) sangat berpengaruh terhadap sikap jabatan guru Sekolah Dasar. Mengkaji hasil penelitian Dahlan di atas, menekankan pentingnya upaya pengembangan kepribadian bagi tenaga pendidik dalam menghadapi tugas yang yang akan dilakukan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian Chan, Lau dan Yuen (2011), menekankan tentang pentingnya guru memiliki pribadi sehat (wellness), hasilnya menunjukkan kesehatan guru memiliki hubungan dengan pengembangan kecakapan hidup (pribadi, sosial, akademik, karir dan pengembangan bakat) dan prestasi akademik siswa. Begitu pula hasil penelitian Ito (2011), yang dilakukan di Jepang bahwa peranan wali kelas terutama mengenai penciptaan situasi kelas yang kohesif mempengaruhi terhadap kesehatan mental siswa. Pentingnya pengembangan pribadi sehat dirasakan pula untuk tenaga pendidik lainnya seperti konselor sesuai dengan kajian Yoo Jin Jang ddk (2011), bahwa kualitas kesejahteraan pribadi konselor yang terdiri dari kamampuan empatik, nilai, sikap dan keyakinan memiliki dampak lebih besar terdahap keefektifan konseling. Konselor yang tertekan atau terganggu stress, tidak memungkinkan dapat melakukan layanan konseling secara optimal (highquality) kepada klien.


(19)

Dengan memperhatikan pentingnya pemenuhan tuntutan lulusan berkualitas salah satunya tentang kemampuan penyesuaian diri bagi para mahasiswa (calon pendidik) yang diprediksi akan berdampak pada kinerja guru atau kinerja pendidik, maka dalam upaya menghasilkan calon pendidik profesional tidak dapat dicapai hanya dengan melakukan transformasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, tetapi memerlukan bimbingan, pembinaan, dan perberdayaan seluruh aspek pribadi perserta didik (mahasiswa).

Bimbingan merupakan salah satu upaya pendidikan yang diorientasikan untuk membantu perkembangan perserta didik (mahasiswa) secara optimal yaitu diantaranya penyesuaian diri (Depdiknas, 2008; dan Yusuf, 2009). Penyesuaian diri didefinisikan sebagai kemampuan mahasiswa dalam melakukan respon mental atau behavioral untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalahnya (baik dimensi fisik, psikis, sosial, dan spiritual) secara matang, tepat dan sehat. Artinya bahwa respon tersebut dilakukan dengan penuh pertimbangan, tepat, memuaskan dan tidak merugikan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma dan agama yang dianutnya, sehingga individu yang bersangkutan memiliki keseimbangan antara dirinya sendiri, hubungan dengan orang lain serta hubungan dengan Allah Maha Pencipta.

Penyesuaian efektif merupakan perwujudan dari optimalnya perkembangan penyesuaian diri yang dimiliki oleh setiap peserta didik (mahasiswa), hal ini ditunjukkan dengan kemampuan mengembangkan pertumbuhan fisik secara normal sehubungan dengan ukuran dan berat badan, tingkat kekuatan, keterampilan, dan koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas perkembangan fisiologis (fisik) dalam kehidupan sehari-hari (memiliki dimensi kematangan fisik); memiliki sikap dan kemampuan mengeksplorasi isu-isu yang berkaitan dengan pemecahan masalah, kreativitas, belajar, dan berpikir realistik (memiliki kematangan intelektual); kemampuan dalam mengendalikan emosi atau mengotrol emosi dalam mengahadapi berbagai situasi kehidupan secara efektif sekalipun situasi tersebut menyakitkan (memiliki kematangan emosional); kemampuan menjalin harmoni dengan orang lain dengan mengembangkan komunikasi secara lebih baik dan respek terhadap lingkungan (memiliki kematangan sosial); kemampuan individu untuk mencari arti atau makna hidup


(20)

dan bertanggung jawab sehingga mampu mengarahkan hidupnya berdasarkan nilai-nilai, norma yang berlaku dan keyakinan agama yang dianutnya (memiliki kematangan moral-agama). Hal ini merupakan suatu keniscayaan bagi calon pendidik, dengan demikian penyesuaian diri efektif bagi mahasiswa calon pendidik perlu difasilitasi oleh lembaga pendidikan yang melibatkan semua bidang yaitu: bidang akademik atau instruksional, administratif, kepemimpinan, dan bidang bimbingan dan konseling.

Peranan bimbingan konseling di perguruan tinggi seyogyanya dipahami oleh seluruh tenaga kependidikan, serta pelaksanaan mewarnai seluruh aktivitas yang diselenggarakan di perguruan tinggi termasuk dalam proses belajar mengajar. Peran bimbingan tersebut seperti yang ditegaskan Nurikhsan (2003, hlm. 105-107), yaitu: peran bimbingan dalam kegiatan belajar mahasiswa sebagai tugas profesional (professional responsibility); interaksi dosen-mahasiswa dalam proses-belajar mengajar sebagai tugas manusiawi (human responsibility); dan dalam interaksi manusiawi sebagai tugas kemasyarakatan (civic mission responsibility). Ketiga peran bimbingan ini hendaknya terwujud pada semua kegiatan dosen dalam melaksanakan tugas tridarma perguruan tinggi untuk mendukung peningkatan mutu lulusan atau hasil pendidikan itu sendiri, salah satunya dalam membantu perkembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah yang lebih efektif.

Paradigma bimbingan dan konseling yang dilaksanakan pada saat ini adalah bimbingan dan konseling komprehensif yang didasarkan pada upaya pencapaian tugas perkembangan yaitu mencapai kemandirian mahasiswa yang tertuang pada pedoman penyelenggaraan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal yang diterbitkan oleh Dirjen PMPTK (2007, hlm. 253-258), bahwa mahasiswa perlu memiliki: (1) perkembangan landasan hidup religius, (2) landasan perilaku etis, (3) perkembangan emosi, (4) perkembangan intelektual, (5) kesadaran tanggung jawab sosial, (6) kesadaran gender, (7) pengembangan pribadi, (8) kemandirian dan perilaku ekonomis, (9) wawasan dan kesiapan karir, (10) perkembangan hubungan dengan teman sebaya, serta (11) kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga. Paradigma bimbingan dan konseling komprehensif ini menekankan pada pentingnya kerjasama semua pihak (pimpinan perguruan tinggi,


(21)

semua dosen, dosen wali akdemik, dosen bimbingan dan konseling, orang tua mahasiswa serta pihak terkait), pelaksanaannya terintegrasi dengan program pendidikan fakultas dalam upaya membantu perkembangan potensi mahasiswa secara optimal.

Tuntutan perkembangan mahasiswa ke arah kemandirian seiring dengan kebutuhan akan pengembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah yang lebih efektif perlu segera dilakukan upaya layanan yang relevan. Hal ini terlihat dari beberapa data diantaranya: (1) berdasarkan hasil studi di lapangan tanggal 12 Maret 2012, mengenai perkembangan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di Universitas Galuh dengan sampel 122 orang, yang diungkap melalui Inventori Tugas Perkembangan Mahasiswa, yang dikembangkan oleh Kartadinata, dan Tim (ITP-PT, 2003), diperoleh hasil gambaran perkembangan bahwa 51,43% mahasiswa memiliki perkembangan belum optimal terkait dengan: aspek landasan hidup religius, landasan perilaku etis, kematangan emosional, kematangan intelektual, kesadaran tanggung jawab, penerimaan diri dan pengembangannya, wawasan dan penghayatan karir, serta kematangan hubungan dengan teman sebaya. Mencermati data di atas mengindikasikan masih banyak mahasiswa yang memerlukan bimbingan yang relevan untuk memfasilitasi mahasiswa menuju ke arah kemandirian mahasiswa; (2) fenomena perkembangan mahasiswa di atas diperkuat dengan hasil survey, yang dilakukan tanggal 14 April 2012, menunjukan bahwa mahasiswa: mengalami masalah pribadi (86,84%), masalah keluarga (40,79%), masalah hubungan dengan teman (64,47%), masalah akademik/belajar (85,16%), dan masalah karir (85,16%); (3) kemudian berdasar hasil diskusi yang dilakukan pada akhir kegiatan seminar pengembangan kurikulum FKIP Universitas Galuh berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau KKNI (Sundayana, 2012) tanggal 27 Juli 2012, diperoleh masukan dari Kepala Bagian Kurikulum Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis dan guru pembimbing praktik keguruan di lapangan, bahwa tidak sedikit mahasiswa calon pendidik (calon guru) FKIP Universitas Galuh dilihat dari sisi kompetensi paedagogik dan kompetensi kepribadian belum sesuai dengan tuntutan kompetensi yang disyaratkan sebagai calon pendidik profesional, sehingga pada waktu melaksanakan praktek lapangan


(22)

banyak kritik mengenai penampilan dan kemampuan pribadi mahasiswa (calon pendidik); (4) begitu pula berdasarkan hasil studi pendahuluan yang diungkap melalui inventori penyesuaian diri mahasiswa (IPDM) yang dilaksanakan 16 Juli 2014, gambaran umum penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013 dari jumlah sampel 125 orang (N=125), menujukkan bahwa penyesuaian diri mahasiswa yang tergolong penyesuaian kategori baik 37,6%, cukup 62,4%. artinya bahwa mahasiswa sebagian besar memiliki kemampuan penyesuaian diri cukup. Namun demikian dilihat pada setiap indikator masih ada beberapa mahasiswa yang kurang memiliki kematangan terkait beberapa dimensi penyesuaian diri. Pada dimensi kematangan fisik, yaitu indikator memiliki pertumbuhan fisik secara sehat dalam melakukan tugas sehari-hari, dorongan untuk meningkatkan kebugaran jasmasi, dan melakukan upaya pengembangan dalam menjaga kesehatan fisik. Dimensi kematangan intelektual, yaitu pada indikator kemampuan membuat keputusan dengan berbagai pertimbangan. Dimensi kematangan moral-agama yaitu pada indikator ketaatan dalam menjalankan perintah Allah, dan kemampuan dalam memiliki kesadaran etika dan hidup jujur sesuai dengan nilai-nilai berlaku. Data di atas didukung dengan perolehan hasil wawancara dengan dosen wali akademik, bahwa masih dijumpai mahasiswa yang kurang mampu melakukan penyesuaian diri. Hal ini terlihat dari beberapa indikator diantaranya: mahasiswa kurang memperhatikan etika dan sopan santun seperti mencontek, kurang respek; menunjukkan ketidakseriusan dalam mengikuti perkuliahan seperti: tidak percaya diri pada potensi yang dimilikinya, mengerjakan tugas tidak sesuai harapan, jarang masuk perkuliahan karena sering sakit, alasan bekerja, terlambat menyelesaikan perkuliahannya atau tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, dan bahkan ke luar tanpa alasan yang jelas (droupt out).

Hasil dari analisis data di atas mengindikasikan bahwa tidak sedikit mahasiswa yang memerlukan upaya layanan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain mahasiswa FKIP memiliki kebutuhan akan bimbingan dan konseling untuk memfasilitasi perkembangan penyesuaian diri ke arah yang lebih efektif, terutama terkait kemampuan mengembangkan pertumbuhan fisik secara normal sehubungan dengan ukuran dan berat badan, tingkat kekuatan, keterampilan, dan


(23)

koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas perkembangan fisik dalam kehidupan sehari-hari (dimensi kematangan fisik); sikap dan kemampuan mengeksplorasi isu-isu yang berkaitan dengan pemecahan masalah, kreativitas, belajar, dan berpikir realistik (dimensi kematangan intelektual); kemampuan dalam mengendalikan emosi atau mengontrol emosi dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan secara efektif sekalipun situasi tersebut menyakitkan (dimensi kematangan emosional); kemampuan menjalin harmoni dengan orang lain dengan mengembangkan komunikasi secara lebih baik dan respek terhadap lingkungan (dimensi kematangan sosial); serta kemampuan individu untuk mencari arti atau makna hidup dan bertanggung jawab sehingga mampu mengarahkan hidupnya berdasarkan nilai-nilai, norma yang berlaku dan keyakinan agama yang dianutnya (dimensi kematangan moral-agama).

Pelaksanaan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi khususnya di FKIP Universitas Galuh, dalam memfasilitasi penyesuaian diri mahasiswa ke arah lebih efektif dihadapkan pada beberapa persoalan yaitu: (1) persepsi dosen dan tenaga kependidikan lainnya masih kurang positif, diantaranya masih ada dosen beranggapan bahwa bimbingan dan konseling di perguruan tinggi tidak penting karena mahasiswa sudah dewasa mampu memecahkan masalah sendiri; (2) pelaksanaan bimbingan masih belum optimal, hal ini terfokus pelaksanaan bimbingan itu lebih ke bimbingan akademik itupun hanya sebatas kepentingan pengisian kontrak rencana studi (KRS) mahasiswa yang dilakukan oleh dosen pembimbing akademik (dosen wali) pada setiap awal semester; (3) dukungan dari pihak manajemen masih kurang, hal ini terlihat belum optimalnya kerjasama antara semua pihak yaitu kerjasama pimpinan prodi dengan semua dosen dan wali akademik, serta fasilitas ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling yang masih terbatas, disebabkan kerena adanya keterbatasan biaya; (4) adanya keterbatasan dosen ahli dibidang bimbingan dan konseling, hal ini masih sebagian besar dosen bimbingan dan konseling masih melibatkan praktisi yang terikat dengan institusinya di luar FKIP Universitas Galuh; dan (5) belum adanya model yang dirancang secara sistematis untuk memberikan layanan khususnya untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa secara efektif, hal


(24)

ini karena adanya keterbatasan dosen bimbingan konseling sehingga layanan yang lebih diprioritaskan pada komponen layanan responsif.

Kondisi mahasiswa di perguruan tinggi dilihat dari sudut perkembangan, mereka berada dalam posisi menuju kemandirian. Menurut Erikson (dalam Hurlock, 1980, hlm. 208) mereka berada pada tahap penemuan identitas, yang disebut sebagai ”krisis identitas”. Pada masa ini mereka berusaha menemukan identitas jati dirinya dihadapkan pada dirinya sendiri dan juga pada lingkungannya. Kondisi mahasiswa yang berada dalam proses berkembang menuju kemandirian tidak berlangsung secara mulus atau bebas dari masalah, atau tidak selalu berjalan lurus dalam alur linier atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut (Depdiknas, 2008, hlm. 192). Menurut pendapat Havigurst (dalam Mapriare, 2010, hlm. 68), menegaskan bahwa kegagagalan seseorang dalam menguasai tugas perkembangan akan menimbulkan malasuai yang hebat, penolakan sosial, dan akan menambah kesukaran baginya dalam menguasai tugas perkembangan selanjutnya. Demikian pula menurut pendapat Scheneiders (1964, hlm. 67), dengan ketidakmampuan penyesuaian diri itu adalah kelumpuhan merayap dan akan cenderung menyebar dari satu bagian ke bagian kepribadian yang lainnya.

Dengan memperhatikan fenomena, kondisi, dan kebutuhan mahasiswa di atas mengisyaratkan bahwa upaya penyiapan tuntutan mahasiswa FKIP sebagai calon pendidik (guru) profesional masa depan memerlukan bahan kajian serius, maka perlu segera dilakukan upaya bantuan bimbingan dan dan konseling yang relevan untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah lebih efektif. Argumen ini didukung bahwa rendahnya kemampuan penyesuaian diri dan kemandirian mahasiswa diprediksi akan mempengaruhi perkembangan kepribadian mahasiswa yang akan menentukan terhadap keberhasilan studi mahasiswa, bahkan juga berhubungan dengan masalah pribadi, sosial, dan karir mahasiswa tersebut, lebih jauh kemungkinan besar berpengaruh pada tuntutan kinerja sebagai guru profesional. Kinerja guru merupakan tanggung jawab profesional hal ini akan tercermin diantaranya dalam penampilan kualitas kepribadian dan kemampuan penyesuaian diri guru yang bersangkutan. Surya (2004, hlm. 97), menjelaskan kompetensi kinerja guru yang mantap, akan


(25)

tercermin dalam penampilan kepribadian guru yang bersumber diantaranya pada kemampuan penyesuaian diri. Maka kepemilikan penyesuaian diri yang efektif atau pribadi sehat bagi calon pendidik merupakan suatu keharusan dan tidak bisa ditoleransi, mengingat bahwa guru merupakan ujung tombak pendidikan yang berperan sebagai pelaksana langsung dalam mengimplementasikan semua kebijakan pendidikan mikro di kelas, hal ini merupakan salah satu faktor yang akan menentukan keberhasilan pendidikan yang berkualitas.

Pengembangan penyesuaian diri mahasiswa terkait kajian penelitian ini selaras dengan upaya pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara (dalam BSNP, 2010, hlm. 6), bahwa pendidikan diorientasikan untuk peserta didik menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual. Makna dari manusia merdeka yang dimaksud adalah bahwa peserta didik (mahasiswa) bersangkutan mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya, dan mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Dengan upaya pendidikan menghasilkan peserta didik yang berkepribadian merdeka, yaitu: sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain.

Pengembangan kemampuan penyesuaian diri mahasiswa ini jika dilihat dari misi pendidikan nasional berbasis kecakapan hidup, berada pada posisi atau termasuk pada kecakapan generik yaitu kecakapan pribadi (personal skill), dimana individu dituntut untuk memiliki kesadaran diri, kemampuan berpikir rasional, serta melakukan hubungan sosial. Kesadaran diri merupakan penghayatan diri sebagai mahluk individual yang mampu menyadari kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya untuk meningkatkan diri yang bermanfaat bagi dirinya sendiri atau lingkungannya, sebagai mahluk sosial atau sebagai anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kecakapan berpikir rasional mencakup kecakapan: menggali pengetahuan atau informasi, mengelola informasi dan mengambil keputusan, serta memecahkan masalah secara kreatif dan positif. Kecakapan sosial, kecakapan ini mencakup kecakapan berkomunikasi dan menjalin kerjasama dengan orang lain (Depdiknas, 2002). Upaya pengembangan penyesuaian diri mahasiswa ini relevan dengan misi pendidikan


(26)

nasional yang berbasis kecakapan hidup. Hal ini selaras dengan misi pendidikan Unesco yang terkenal dengan empat pilar pendidikan. Empat pilar pendidikan tersebut yaitu: belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat atau bekerja (learning to do), belajar untuk hidup bermasyarakat (learning to live together with other), belajar untuk menjadi jati diri (learning to be) dan belajar sepanjang hayat (learning throughout life) (Dirjen Dikti, 2005, hlm.1). Empat pilar pendidikan tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang perlu diakomodir dalam kegiatan pembelajaran dan bimbingan sehingga mahasiswa menguasai kompetensi secara holistik yang bermakna.

Esensi dari pengembangan penyesuaian diri efektif ini adalah pengembangan akan kesadaran dan tanggung jawab mahasiswa dalam menjalani kehidupan, dalam hal ini tanggung jawab sebagai calon pendidik profesional. Tanggung jawab ini tidak sekedar menekankan pada segi kognitif atau intelektual semata melainkan perlu dilakukan dalam wujud nyata yaitu berupa tindakan dan perilaku nyata dalam kehidupan, hal tersebut meliputi: kesadaran dan tanggung jawab akan pemeliharaan kodisi fisik dalam melaksanakan tugas sehari-hari; kesadaran dan tanggunggung jawab dalam mengembangkan wawasan dan pengetahuan mengeksplorasi isu-isu yang berkaitan dengan pemecahan masalah, kreativitas, belajar, dan berpikir realistik; kesadaran akan tanggung jawab dalam mengendalikan serta mengontrol emosi dalam mengahadapi berbagai situasi kehidupan secara efektif sekalipun situasi tersebut menyakitkan; keasadaran akan tanggung jawab menjalin harmoni dengan orang lain dengan mengembangkan komunikasi secara lebih baik dan respek terhadap lingkungan; serta kesadaran akan tanggung jawab dalam mencari arti atau makna hidup dan bertanggungjawab sehingga mampu mengarahkan hidupnya berdasarkan nilai-nilai, norma yang berlaku dan keyakinan agama yang dianutnya.

Berpijak dari beberapa pemikiran yang telah dipaparkan di atas untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa ke arah lebih efektif, maka salah satu alternatif layanan yang diprediksi relevan dengan kondisi mahasiswa adalah dengan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup. Model bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang dimaksud dalam kajian ini merupakan salah satu pola bimbingan dan konseling yang diorientasikan untuk pengembangan


(27)

penyesuaian diri mahasiswa yang dalam pelaksanaan layanannya berdasarkan teori lifeskills counseling dari Nelson-Jones (2005). Model ini menempatkan posisi manusia sebagai mahluk yang memiliki kekuatan atau potensi untuk memberdayakan dirinya menjadi manusia yang bertanggung jawab pada dirinya sendiri secara efektif dan berfungsi secara penuh untuk menentukan kehidupannya baik masa kini maupun masa depan. Selain itu model bimbingan konseling kecakapan hidup ini menurut Nelson, (dalam Palmer, 2011, hlm 230-231), menawarkan banyak manfaat untuk mengembang kesadaran diri (responsiveness), keterampilan berpikir (realism), keterampilan berelasi (relating), keterampilan mengatur aktivitas (activities) termasuk aktivitas fisik, dan keterampilan berpilaku etis (Right and wrong). Keterampilan kesadaran eksistensi diri meliputi: kesadaran perasaan, kesadaran motivasi diri, dan sensivitas pada kecemasan dan perasaan bersalah. Keterampilan berpikir, keterampilan ini meliputi keterampilan seperti: berbicara dengan kata hati (self talk) yang meneguhkan diri inidvidu, dan keterampilan visualisasi. Keterampilan berelasi, keterampilan ini termasuk keterampilan mengadakan hubungan, mengelola masalah, dan memecahkan masalah yang behubungan dengan masalah sosial. Keterampilan identifikasi minat, bekerja, belajar, menggunakan waktu luang, serta menjaga kebugaran serta kesehatan fisik termasuk kepada keterampilan mengatur aktivitas. Keterampilan berpilaku etis (Right and wrong), yaitu keterampilan untuk membedakan benar dan salah dalam bertindak yang terkait dengan keterampilan menerapkan etika, dan nilai-nilai dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Pendapat Nelson-Jones (2005, hlm. 41) dengan mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak (lifeskills) secara efektif dapat mencapai perkembangan potensi manusia atau menjadi manusia yang berfungsi penuh. Maslow mendeskripsikan karakteristik orang tersebut self actualizing yaitu sebagai orang yang mampu melakukan upaya untuk mencapai tujuan positif (Maslow, 1970).

Berdasarkan hasil penelitian model lifeskill counseling ini terbukti keefektifannya dalam mengembangkan berbagai potensi perseta didik di berbagai tataran, diantaranya: mampu mengembangkan dimensi kendali pribadi yang tegar pada siswa SMU di kota Bandung (Sukartini, 2003); dalam memberdayakan remaja di sekolah kesehatan mental di pedesaan Bangalore dan Udupi India dapat


(28)

mengatasi masalah (melakukan coping), dan mampu melakukan penyesuaian yang lebih baik (Srikala.B dan Kishore, 2010); dapat meningkatkan kemandirian anak tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Bambu Apus Jakarta Timur (Kurniadi, 2005).

Atas dasar pemikiran dan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka penelitian ini difokuskan pada kajian model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasar latar belakang dan fenomena perkembangan penyesuaian diri mahasiswa yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa pokok permasalahan dapat diidentifikasi sebagai telaahan dalam penelitian ini, yaitu.

Pertama, masih banyak mahasiswa yang memiliki aspek tugas perkembangan yang belum optimal terkait dengan: aspek landasan hidup religius, landasan perilaku etis, kematangan emosional, kematangan intelektual, kesadaran tanggung jawab, penerimaan diri dan pengembangannya, wawasan dan penghayatan karir, serta kematangan hubungan dengan teman sebaya. Hal ini mengindikasikan masih banyaknya mahasiswa yang memerlukan bimbingan yang relevan untuk memfasilitasi mahasiswa menuju kemandirian sesuai dengan tugas perkembangan mahasiswa.

Kedua, mahasiswa yang mengalami masalah pribadi menunjukkan persentase yang paling tinggi yang dialami mahasiswa, dibanding masalah akademik atau belajar, masalah karir, masalah hubungan dengan teman atau hubungan sosial, dan masalah keluarga.

Ketiga, tidak sedikit jumlah mahasiswa FKIP Universitas Galuh sebagai calon pendidik belum memiliki kompetensi paedagogik dan kompetensi kepribadian yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang disyaratkan sebagai calon pendidik professional.

Keempat, masih banyak mahasiswa yang memiliki kemampuan penyesuaian diri yang tergolong penyesuaian kategori cukup, bahkan ditemukan beberapa mahasiswa yang kurang mampu memiliki pertumbuhan fisik secara sehat dalam melakukan tugas sehari-hari, kurang memiliki dorongan untuk meningkatkan


(29)

kebugaran jasmani, dan kurang melakukan upaya pengembangan dalam menjaga kesehatan fisik (indikator yang terdapat pada dimensi kematangan fisik), kurang mampu membuat keputusan dengan berbagai pertimbangan (indikator yang terdapat pada dimensi kematangan intelektual), serta kurang taat menjalankan perintah Allah, dan memiliki kesadaran etika dan hidup jujur sesuai dengan nilai-nilai berlaku (indikator yang terdapat pada dimensi kematangan moral-agama).

Kelima, pelaksanaan bimbingan masih belum optimal, bimbingan itu lebih fokus ke bimbingan akademik itupun hanya sebatas kepentingan pengisian kontrak rencana studi (KRS) mahasiswa; persepsi dosen dan tenaga kependidikan lainnya masih kurang positif, dukungan dari pihak manajemen masih kurang; belum adanya fasilitas ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling; serta belum adanya model bimbingan yang dirancang secara sistematis untuk memberikan layanan khususnya untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa secara efektif.

Keenam, model bimbingan dan konseling kecakapan hidup merupakan salah satu pola bimbingan dan konseling yang digunakan untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa dengan fokus strategi yang dianggap mutakhir yaitu melalui pengembangan keterampilan berpikir (thinking skills) dan bertindak (action skills) secara efektif dengan keterampilan mengelola dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Nelson-Jones (2005, hlm. 11), dengan cara mengembangkan keterampilan berpikir (thinking skills) dan bertindak (action skills) secara efektif atau lifeskills dapat mencapai perkembangan potensi manusia atau menjadi manusia yang berfungsi penuh.

Berdasar latar belakang dan indentifikasi masalah penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini lebih difokuskan pada pengembangan penyesuaian diri mahasiswa, dan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup diprediksi relevan dan efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa. Selanjutnya penulis ingin mencoba untuk menguji efektivitas model bimbingan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri bagi mahasiswa di FKIP Universitas Galuh.

Dengan mencermati masalah penelitian tersebut, maka rumusan masalah umum dalam penelitian ini adalah: “Seperti apa model bimbingan dan konseling


(30)

kecakapan hidup yang efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa?”. Secara rinci rumusan masalah penelitian tersebut dideskripsikan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana profil penyesuaian diri mahasiswa di FKIP Universitas Galuh? 2. Seperti apa rumusan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk

pengembangan penyesuaian diri mahasiswa?

3. Bagaimana gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen sebelum dan setelah mendapat layanan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup?

4. Apakah model bimbingan dan konseling kecakapan hidup efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model bimbingan konseling kecakapan hidup yang efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa calon pendidik. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menemukan hal-hal berikut.

1. Profil penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh.

2. Model bimbingan dan konseling kecakapan hidup teruji untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa.

3. Gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen sebelum, dan setelah mendapat layanan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup.

4. Keefektivan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa.

1.4 Manfaat/Signifikansi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan dalam pengembangan ilmu pendidikan maupun dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling khususnya di lingkungan FKIP Universitas Galuh.

1. Manfaat teoretis, diharapkan dapat: (a) memberikan wawasan dalam khasanah keilmuan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, khususnya model


(31)

bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang dapat digunakan untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa; dan (b) memberikan wawasan tentang penggunaan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk keperluan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi khususnya di FKIP Universitas Galuh untuk membantu mahasiswa calon pendidik mengembangkan penyesuaian diri efektif, yang sampai saat ini belum dilakukan.

2. Manfaat praktis, meliputi: (a) hasil penelitian ini dapat menawarkan model bimbingan konseling kecakapan hidup sebagai suatu strategi alternatif dalam mengembangkan penyesuaian diri khususnya bagi mahasiswa di FKIP Universitas Galuh yang direfleksikan sebagai calon pendidik sekolah menengah. Dengan menggunakan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup ini dapat memperkaya model bimbingan dan konseling lainnya untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa; (b) menyumbangkan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup secara teoretik maupun praktik untuk mengembangkan penyesuaian diri mahasiswa calon pendidik sehingga dapat membantu para konselor untuk membantu perkembangan mahasiswa ke arah penyesuaian diri efektif; dan (c) memberi masukan bagi program bimbingan dan konseling di perguruan tinggi khususnya di FKIP Universitas Galuh untuk memasukan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup sebagai bidang kajian lebih lanjut dalam membantu perkembangan pribadi mahasiswa yaitu penyesuaian diri efektif dengan membangun kerjasama yang komprehensif dengan berbagai pihak.

1.5 Struktur Organisasi Disertasi

Struktur organisasi disertasi ini, meliputi: Bab 1 pendahuluan, yang di dalamnya terdiri dari: latar belakang penelitian; rumusan masalah penelitian; tujuan penelitian; manfaat penelitian; dan struktur organisasi disertasi. Bab 2 kajian pustaka atau landasan teoretis penyesuaian diri dan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup, yang terdiri dari: konsep dan dimensi penyesuaian diri; kerangka teoretis konseling kecakapan hidup; model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa;


(32)

penelitian terdahulu; dan posisi teoretis peneliti. Bab 3 metode penelitian, terdiri dari: pendekatan dan metode penelitian; desain penelitian dan cara penentuan lokasi dan subyek penelitian; definisi operasional penelitian; proses pengembangan instrumen; analisis data penelitian; dan prosedur dan tahapan pengembangan model. Bab 4 temuan dan pembahasan: profil penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh; model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa; profil penyesuaian diri mahasiswa kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sebelum dan setelah perlakuan; efektivitas model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa; serta keterbatasan penelitian. Bab 5 simpulan, implikasi, dan rekomendasi.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model konseling kecakapan hidup yang teruji untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa di FKIP Universitas Galuh. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan didukung penelitian kuantitatif. Berdasarkan telaahan Syaodih (dalam Natawidjaya, 2007, hlm. 221), pendekatan penelitian disebut juga sebagai paradigm penelitan, secara garis besar pendekatan atau paradigma penelitian ini meliputi pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilandasi filsafat positivism yang bertolak dari asumsi bahwa realita bersifat tunggal dalam arti lepas dari kepercayaan dan persepsi subyektif yang dapat diukur dengan instrument baku, generalisasi dikonstruksi dari hasil perhitungan statistik. Pendekatan kualitatif yang bertolak dari pandangan pospositivisme bahwa realita bersifat jamak, kontekstual dan hanya dapat diteliti dengan menggunakan manusia sebagai instrument, generalisasi menggunakan analisis induktif yang menggambarkan kenyataan yang berdimensi jamak. Menurut Syaodih, kedua pendekatan ini bisa dipadukan, sebagai alasan sebagai upaya koreksi terhadap kelemahan dari penelitian kuantitatif yang sangat eksak mekanistik, sebab dalam kenyataan, terutama dalam bidang sosial dan humaniora tidak semua kenyataan dapat dijelaskan secara eksak-mekanistik. Sedangkan Creswell (2010, hlm. 181), tentang penggunaan paradigma gabungan kwantitatif dan kwalitatif dilakukan dengan alasan yang diajukannya pragmatis karena adanya kebutuhan yaitu meneliti masalah penelitian.

Mengingat penelitian ini bertujuan menemukan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahahiswa FKIP Universitas Galuh, maka pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan didukung penelitian kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji tentang keadaan gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa yang datanya diperoleh melalui instrument inventori penyesuaian diri mahasiswa. Sedang penggunaan pendekatan kualitatif


(34)

lebih menekankan pada analisis profil penyesuaian diri mahasiswa dan hasil validasi rasional model hipotetik bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa berdasar perolehan penilaian dari pakar bimbingan dan konseling. Kombinasi pendekatan di atas digunakan untuk meningkatkan perolehan data terhadap validasi konklusi dalam upaya menghasilkan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa. Senada dengan pendapat Creswell (1994, hlm. 145, 2010, hlm. 320), bahwa penggabungan penggunaan pendekatan kualitatif dan kuantitatif secara terpadu dapat mencapai hasil yang optimal. Penggunaan penggabungan pendekatan ini dengan menggunakan strategi eksplanatoris sekuensial. Strategi ini diterapkan dengan pengumpulan data dan analisis data kuantitatif pada tahap pertama yang diikuti oleh pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap kedua yang dibangun berdasarkan hasil awal data kuantitatif. Tujuan penggunaan strategi ini adalah menggunakan data dan hasil kuantitatif untuk membantu menafsirkan penemuan kualitatif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode eksperimen yakni metode kuasi atau semi eksperimen. Alasan yang mendasari penggunaan metode ini, karena peneliti ingin menguji hipotesis tentang keefektivan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013. Hipotesis penelitian ini seperti yang telah dipaparkan pada bab II dirumuskan sebagai berikut: “Model bimbingan dan konseling kecakapan hidup efektif untuk pengembangan penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013”. Hipotesis penelitian yang telah dirumuskan tersebut dapat dijawab dengan menguji data penyesuaian diri mahasiswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperiment setelah mendapat perlakuan yakni berupa pemberian layanan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Shaughnessy dkk. (2006, hlm. 239), bahwa penggunaan metode eksperimen ini menguji hipotesis tentang penyebab prilaku sehingga peneliti memungkinkan untuk memberi kesimpulan apakah sebuah perlakuan tersebut mengubah prilaku secara efektif. Dengan demikian penggunaan metode penelitian ini relevan dan mendukung untuk menguji hipotesis penelitian tentang keefektivan model ini.


(35)

3.2Desain; Lokasi, dan Subyek Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian

Rancangan atau desain metode semi eksperimen yang digunakan adalah “nonequivalent pre-test and post-test control group design”, yaitu sebuah metode penelitian popular yang sering dijumpai dalam mengkaji masalah sosial. Penggunaan desain semi eksperimen dimana kelompok ekperimen dan kelompok kontrol dipilih tanpa pemilihan secara acak. Pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama-sama diberikan pre-test dan post-test, hanya pada kelompok ekesperimen saja yang diberikan layanan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup. Rancangan desain ekperimen ini digunakan dalam menguji efektivitas model bimbingan dan konseling kecakapan hidup (MBKKH) untuk pengembangan penyesuian diri mahasiswa. Secara visual rancangan metode semi eksperimen penelitian ini seperti tertera pada gambar 3.1 di bawah ini:

1. Gambar 3.1

Rancangan Metode Semi Eksperimen (Creswell 2010, hlm. 242) Keterangan:

O1 adalah skor pre-test pada kelompok eksperimen (skor penyesuian diri mahasiswa) sebelum perlakuan.

X adalah perlakuan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup. O2 adalah skor post-test pada kelompok eksperimen (skor penyesuaian diri mahasiswa) setelah perlakuan.

O3 adalah skor pre-test pada kelompok kontrol (skor penyesuaian diri mahasiswa).

O4 adalah skor post-test pada kelompok kontrol (skor penyesuaian diri mahasiswa).

O 1 X O2 O 3 O4


(36)

3.2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Ciamis, jelasnya di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Galuh. Alasan dipilihnya Universitas Galuh dijadikan lokasi penelitian, diantaranya: Pertama, perguruan tinggi ini tergolong kelas “menengah”, mahasiswa yang ada di perguruan tinggi ini berasal dari lapisan masyarakat yang bervariasi, sehingga memungkinkan proses dan hasil penyesuaian diri mahasiswanya bervariasi. Kedua, bahwa perguruan tinggi ini merupakan tempat bekerja peneliti yang mana ingin menyumbangkan sedikit kontribusi hasil penelitiannya dalam mendukung tercapainya tujuan institusi dalam rangka mempersiapkan calon pendidik/guru sekolah menengah sesuai dengan tuntutan kinerja atau kompetensi prasyarat sebagai pendidik professional yang tertuang dalam PP No 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan.

3.2.3 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKIP Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013 dengan kriteria sebagai berikut: (1) mahasiswa yang bersangkutan mengikuti tes seleksi calon mahasiswa dan lulus seleksi masuk Universitas Galuh tahun akademik 2012/2013, (2) terdaftar secara administrasi sebagai mahasiswa FKIP Universitas Galuh, (3) mahasiswa yang bersangkutan aktif mengikuti perkuliahan.

Berdasar pertimbangan tersebut, jumlah seluruh mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahun akademik 2012/2013 sebanyak 1003 orang yang tersebar pada 6 program studi, yaitu : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 139 mahasiswa, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris 199 orang, Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreaksi 311 orang, Program Studi Biologi 88 orang, Program Studi Pendidikan Akuntansi 122 orang, Program Studi pendidikan Sejarah 64 orang, dan Program Pendidikan matematika 80 orang (Sumber data, Kabag Akademik Universitas Galuh tahun 2012/2013). Mengingat prosedur pengembangan model dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu: tahap studi pendahuluan, tahap rencana pengembangan model hipotetik, tahap implementasi model, serta tahap akhir yaitu berupa hasil model


(37)

konseling yang teruji. Maka subjek penelitian yang terlibat setiap tahapan berbeda. Pada tahap studi pendahuluan, subjek penelitiannya adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahun akademik 2012/2013 sebanyak 125 orang, penentuan sampel digunakan dengan teknik penyampelan peluang (probality sampling), yaitu dengan jenis penyampelan kluster (gugus) berupa kelas yang sudah ada dengan alasan bahwa kelompok kelas tersebut telah terbentuk (kelompok intact) yang tidak memungkinkan untuk diubah baik dalam jumlah, situasi maupun susunan anggotanya (Ali, 2010, hlm 275). Adapun subjek penelitian pada tahap studi pendaluluan, seperti terdapat pada tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1

Subjek Penelitian pada Studi Pendahuluan

No Program studi Jumlah

mahasiswa

1. Pendidikan Biologi kelas A 18

2. Pendidikan Matematika kelas A 20

3. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas C 25

4. Pendidikan Bahasa Inggris kelas E 16

5. Pendidikan Akuntansi kelas D 21

6. Pendidikan Sejarah kelas A 13

7. Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi G 12

Jumlah 125

Selanjutnya pada tahap implementasi model yang dijadikan subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahun akademik 2012/2013 yaitu: mahasiswa prodi pendidikan bahasa Indonesia, mahasiswa prodi pendidikan matematika, dan program studi akuntansi. Berdasarkan data mahasiswa dari tiga program studi yang jumlah mahasiswa yang seharusnya hadir untuk dijadikan sampel penelitian sebanyak 76 orang, namun mahasiswa yang bersedia untuk dilibatkan sebagai subyek penelitian ini sebanyak 40 orang. Jumlah subjek penelitian ini diperuntukan bagi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Ukuran sampel ini dianggap layak untuk kepentingan penelitian (Sugiono, 2006, hlm. 131). Adapun penentuan sampel penelitian baik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan pengambilan


(38)

alasan tidak dimungkinkannya dilakukan random assignment, tetapi menggunakan kelas yang sudah ada selain itu berdasar pada tujuan penelitian serta kesepakatan mahasiswa. Adapun subjek penelitian pada tahap implementasi model ini, seperti terdapat pada tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Subjek Penelitian pada Tahap Implementasi Model

No Program studi Kelompok

eksperimen

Kelompok kontrol 1. Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia 8 8

2. Pendidikan Matematika 7 7

3. Pendidikan Akuntansi 5 5

Jumlah 20 20

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu: (1) penyesuaian diri mahasiswa, dan (2) konseling kecakapan hidup. Penyesuaian diri mahasiswa, yang meliputi: dimensi kematangan fisik, kematangan psikologis (intelektual dan emosional), kematangan sosial, dan kematangan moral-agama sebagai perilaku sasaran penelitian yang mau dikembangkan yang disebut dengan variabel dependen (variabel terikat), sedangkan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup sebagai salah satu model layanan untuk mengembangkannya yang disebut sebagai variabel independen (variabel bebas). Adapun definisi operasional setiap variabel penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

3.3.1 Penyesuaian Diri Mahasiswa

Berpijak dari landasan teoretik yang terdapat di Bab II, konsep penyesuaian diri yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada konsep penyesuaian diri yang dikemukakan Schneiders (1964), bahwa penyesuaian diri didefinisikan sebagai kemampuan mahasiswa dalam melakukan respon mental atau behavioral untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalahnya (baik dimensi fisik, psikhis, sosial, dan spiritual) secara matang, tepat dan sehat. Artinya bahwa respon tersebut dilakukan dengan penuh pertimbangan, tepat, memuaskan dan tidak merugikan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya, serta sesuai


(39)

dengan norma dan agama yang dianutnya, sehingga individu yang bersangkutan memiliki keseimbangan antara dirinya sendiri, hubungan dengan orang lain serta hubungan dengan Allah Maha Pencipta. Mahasiswa yang memiliki kemampuan penyesuian diri yang sehat ditunjukkan dengan memiliki dimensi kematangan fisik, dimensi kematangan intelektual, dimensi kematangan emosional, dimensi kematangan sosial, dan dimensi kematangan moral-agama.

Secara rinci dimensi dan indikator penyesuaian diri mahasiswa yang dimaksud adalah sebagai berikut: Pertama dimensi kamatangan fisik, kematangan fisik adalah kemampuan mengembangkan pertumbuhan fisik secara normal sehubungan dengan ukuran dan berat badan, tingkat kekuatan, keterampilan, dan koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas perkembangan fisiologis (fisik) dalam kehidupan sehari-hari, indikatornya meliputi: (a) memiliki pertumbuhan fisik secara normal, (b) memiliki dorongan untuk meningkatkan kebugaran fisik , (c) melakukan upaya pengembangan dalam menjaga kesehatan fisik.

Kedua diimensi kematangan intelektual. Dimensi ini terkait dengan sikap dan kemampuan mengeksplorasi isu-isu yang berkaitan dengan pemecahan masalah, kreativitas, belajar. dan berpikir realistik. Dimensi ini indikatornya: (a) mampu mengembangkan pendidikan dan pengetahuan secara wajar, (b) mampu belajar dari pengalaman, (c) membuat keputusan berdasarkan pertimbangan yang matang, (d) melakukan penilaian secara objektif.

Ketiga dimensi kematangan emosional, yaitu kemampuan dalam mengendalikan emosi atau mengotrol emosi dalam mengahadapi berbagai situasi kehidupan secara efektif sekalipun situasi tersebut menyakitkan, indikator dari dimensi ini meliputi: (a) mengembangkan emosi secara produktif, (b) memiliki kisaran emosi yang mendalam (empati), (c) memiliki pengendalian emosi atau mampu mengontrol diri.

Keempat dimensi kematangan sosial. Kematangan sosial adalah kemampuan menjalin harmoni dengan orang lain dengan mengembangkan komunikasi secara lebih baik dan respek terhadap lingkungan, indikator dimensi ini meliputi: (a) mampu berkomunikasi dengan orang lain secara sehat; (b) mampu bekerjasama


(40)

dengan orang lain secara efektif, (c) mampu memahami orang lain yang berkembang dari egosentris ke sosiosentris.

Kelima dimensi kematangan moral-agama. Kematangan moral-agama adalah kemampuan individu untuk mencari arti atau makna hidup dan bertanggung jawab sehingga mampu mengarahkan hidupnya berdasarkan nilai-nilai, norma yang berlaku dan keyakinan agama yang dianutnya, hal ini ditunjukkan dengan indikator: (a) memiliki keimanan kepada Allah dan Kitab-Nya; (b) taat dalam menjalankan perintah Allah; (c) memiliki sikap saling menghargai dan saling menghormati (d) memiki kesadaran etika dan hidup jujur sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku.

Penyesuaian diri mahasiswa yang terkait dalam penelitian ini akan diungkap melalui instrument, yaitu instrument inventori penyesuaian diri mahasiswa (IPDM) yang berbentuk sumated rating, dari pengungkapan penyesuaian diri melalui instrument inventori tersebut akan diperoleh data yang dinyatakan dalam bentuk skor penyesuaian diri yang akhirnya akan dianalisis sehingga diperoleh tentang gambaran atau profil penyesuaian diri mahasiswa.

3.3.2 Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup

Berdasarkan kajian teoretik tentang konseling kecakapan hidup yang tertera pada bab II, yang dimaksud dengan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup adalah layanan bimbingan dan konseling yang ditujukan untuk membantu atau memfasilitasi mahasiswa dalam pengembangan penyesuaian diri, baik yang terkait dimensi kematangan fisik, dimensi kematangan intelektual, dimensi kematangan emosional, dimensi kematangan sosial, dan dimensi kematangan moral-agama.

Model bimbingan dan konseling kecakapan hidup ini berlandasan filosofis humanistik-ekstensial yang menempatkan nilai manusiawa sebagai acuan dalam melaksanakan konseling, bahwa setiap individu memiliki kemampuan atau kapasitas unik yaitu kesadaran dan keyakinan untuk memperbaiki diri dan melakukan pilihan dalam menghadapi tantangan kematian, penderitaan, perubahan, makna, isolasi dan kebebasan. Selanjutnya keterampilan hidup manusia terkait dengan kekuatan atau kekurangan, hal ini tergantung dari apakah


(41)

keterampilan itu bisa menolong individu untuk bertahan hidup serta mengembangkan potensi ke arah lebih baik.

Konselor dalam melaksanakan model layanan ini menggunakan bahasa keterampilan berpikir dan bertindak, dengan mengidentifikasi dan menganalisis keterampilan berpikir spesifik dan kekurangan keterampilan bertindak yang menimbulkan masalah individu, selanjutnya mentransformasikannya menjadi tujuan konseling.

Pendekatan yang digunakan kognitif-perilaku yang berfokus pada wawasan perubahan pikiran dan tindakan secara efektif, dengan strategi lebih menekankan pada keterampilan berpikir kreatif dengan kerangka tentang pemahaman peristiwa yang memicu- keyakinan yang mendasari peristiwa tersebut - konsekwensi prilaku yang ditentukan oleh pikiran atau keyakinan (”Situation-Toughts-Consequence”). Adapun metode yang disarankan untuk digunakan yaitu metode menceriterakan (Tell), menunjukkan (Show), dan melakukan (Do) disingkat 3 M atau TSD. Metode menceriterakan yaitu memberi instruksi kepada konseli yang jelas terkait dengan keterampilan dan prilaku yang ingin dikembangkan, metode menunjukkan berarti mendemontrasikan dalam mengimplementasikan keterampilan, dan metode melakukan berarti memandu konseli untuk melakukan aktivitas dan tugas rumah yang terstruktur.

Prosedur pelaksanaan model bimbingan dan konseling kecakapan hidup ini meliputi tahapan lima tahapan besar yaitu sebagai berikut: (1) mengembangkan hubungan, identifikasi dan klarifikasi masalah; (2) menilai masalah dan mendefifisikan kembali masalah pokok mahasiswa; (3) merumuskan tujuan dan merencanakan intervensi; (4) memberikan perlakuan atau intervensi untuk mengembangkan keterampilan pada mahasiswa untuk membantu dirinya sendiri; dan tahap (5) melakukan konsolidasi keterampilan dan mengakhiri kegiatan bimbingan dan konseling. Prosedur layanan bimbingan dan konseling kecakapan hidup yang telah dipaparkan di atas merupakan acuan bagi konselor dalam memfasilitasi perkembangan penyesuaian diri mahasiswa baik secara individual maupun kelompok pada layanan dasar, layanan responsif, serta layanan perencanaan individual.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Mohamad. (2010). Metodologi dan aplikasi riset pendidikan. Bandung: Pustaka Cendekia Utama

... (1992). Strategi penelitian pendidikan. Bandung: Angkasa.

...(1983) Guru dalam proses belajara mengajar. Bandung Sinar Baru Algensindo.

Azhar. (2011). Paradigma meningkatkan mutu pendidikan pada LPTK. Jurnal

Tabularasa, Universitas Medan, 8 (01).

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi (edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

---(2012) Reliabilitas dan validitas, edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Atkinson dkk(1983) Intoduction to psychology.Eiight edition.Alih bahasa

Nurdjanah Taufik.Jakarta:Penerbit Erlangga,PT Gelora Aksara Pratama. Borg. W.R & Gall, M.D. (2003). Educational research; an introduction. London:

Longman, Inc.

BSNP. (2010). Paradigma pendidikan nasional abad xxi. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan Versi 1.0.

Calhoun,J. dan Accocella,J. (1990). Psychology of adjusment and human

relationship. (Alih Bahasa: Satmoko, R.S). New York: Mc Graw-Hill, inc.

Christa K Schmidt and Anne C. Welsh. (2010). College adjusment and subjective well-being when coping with a family members illness. The American

Counseling Associatiuon, All right reserved: Journal of Counceling & Development, 88.

Ciarrochi Josep, dkk. (2009). Interplay between problem orientation and adolescent well being. Journal of Counseling Psychology, 56 (3).

Cresswell, John W. (2010). Ressearch design pendekatan kualitatif, kuantitatif,

dan mixed (penterjemah Ahmad Fawaid) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Corey, Gerald. (2009). Theory anf practice of counseling and psychotherapy. (Alih Bahasa: Koswara, E). Bandung: PT Refika Aditama.

Covey.R.Stephen. (1997). The 7 habits of higly effective people (edisi revisi

cetakan pertama). (Alih Bahasa Budijanto, Lyndon Saputra). Jakarta:


(2)

Covey.R Stephen. (2001). Living the 7 habits (Menerapkan 7 kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari). (Alih Bahasa: Arvin Saputra., Lyndon Saputra). Jakarta: Binarupa Aksara.

Dahlan.M.D. (1982). Ciri-ciri kepribadian siswa spg negri di jawa barat

dikaitkan dengan sikapnya terhadap jabatan guru. (Disertasi). Program

Pascasarjana, IKIP, Bandung.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan pendidikan profesional

konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Jendral Pedidikan Tinggi. (2005). Tanya jawab seputar unit

pengembangan materi dan proses pembelajaran di perguruan tinggi.

Jakarta: Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan.

Diener, ED dan Lucas. (2000). Subyektiv well-being the science of happinnes and profosal for a national index. American Psycchological Association, Inc, 55 (1), hlm. 34-43.

Dirjen PMTK Depdiknas (2007) Rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal. Jakarta.

Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi. (2001). Reformasi pendidikan dalam konteks

otonomi daerah.Yogyakarta, Bappenas-Depdiknas: Adicita Karya Nusa.

John W. Travis at.al (2004) Wellness Well "Adapted, with permission, from _Wellness Workbook_,3rd edition, Celestial Arts, Berkeley, CA. © 1981, 1988, http// www.wellnessworkbook.com

Furqon. (2008). Statistika terapan untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Hawari, Dadang. (2005). Dimensi reiligi dalam praktek psikiatri dan psikologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia.

Helen Cheng and Adrian Furham. (2001). Attributional style and pesrsonality as predictors of happiness and mental health. Journal of Happiness Studies 2, hlm. 307-327.

Hey, T. William, et.al. (2006). Use of body-mind-spirit dimensions for the development of a wellness behavior and characteristic inventory for college students. Jurnal Sage Health Promotion Practice, 7 (1), hlm. 125-133.

Hurlock, Elizabeth. (1980). Developmental psychology. (Alih Bahasa: Istiwidayanti, dkk). Jakarta: Erlangga.


(3)

Iriandi, F dan Septianto, Luthfi. (2008). Al-qur’an tajwid 12 warna dan terjemah. Jakarta: PT.Suara Agung.

Ito, A. (2011). Enhancing school connectedness in japan: the role of homeroom teachers in establishing a positive classroom climate. Asian Journal of

Counseling, 18 (1 & 2), 41-62.

Indrawati E. (2006). Hubungan antara kematangan beragama dengan kecenderungan strategi coping. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 3 (2).

John W. Travis at.al. (2004). Wellness well adapted, with permission, from _Wellness Workbook_,3rd edition, Celestial Arts, Berkeley, CA. © 1981, 1988, http// www.wellnessworkbook.com.

Jonathan D.Brown dan Shelley E.Taylor. (1988). Illusion and well- being: a social psychological persepective on mentalt health. American Psyckologycal

Association, inc: Psychological Bulletin, 103 (2), hlm. 193-120.

J Melvin Witmer and Thamas J. Sweeney. (1992). A holistic model for wellness and prevention over the life span. Of Journal Counseling and

Deveelopment, 71 (2).

Kaplan Louis. (1971). Educational and mental healt. New-York, Evanston, and London: Harper and Row publisher.

Kartadinata, Sunaryo. (2009). Arah dan tantangan bimbingan dan konseling

profesional: Proposisi historik-futuristik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

---(2009). Kerangka kerja bimbingan dan konseling dalam pendidikan.

pendekatan ekologis sebagai suatu alternatif. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia.

---(2009). Terapi dan pemulihan pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

---(1983). Kontribusi iklim kehidupan keluarga dan sekolah terhadap adekuasi

penyesuaian diri. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Institut Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Bandung.

Katono, Kartini. (2005). Teori kepribadian. Bandung: Mandar Maju.

Ketetapan Senat Akademik Universitas Pendidikan Indonesia. (2010). Re desain

pendidikan profesional guru.Univertsitas Pendidikan Indonesia, Bandung:


(4)

Lan Sy.F, Lee. Ay Queenie, Tin-Yan NG.H. (2011). Teacher wellness: An important issue in fostering school connectedness life skills development among student. The Hong Kong Profesional Counselling Association:

Asian of Jurnal Conselling, 1 (2), hlm. 149-169.

Mansur, Yusuf. (2011). Membumikan rahmat allah: Sebuah refleksi untuk

kebangkitan negeri. Jakarta Timur: Zikrul Hakim.

Mappiare, Andi. (2010). Pengantar konseling dan psikoterapi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Maduwita Aprius G dan Kawuryan Fajar. (2011). Prilaku agresi pada mahasiswa ditinjau dari kematangan emosi. Jurnal Psikologi Pitutur, 1 (2).

Myers, J. E., Mobley, K., & Booth, C. S. (2003). Wellness of counseling students: practicing what we preach. The American Counseling Association:

Counselor Education & Supervision, 42 (4), hlm. 264- 274.

Myrick.D.Robert. (2003). Developmental guidance and counseling: A practical

approach (fourth edition). United States of America: Educational Media

Corporation.

Natawidjaya, Rochman dkk. (2007). Ilmu pendidikan. rujukan filsafat, teori, dan

praktis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.

...(2009). Konseling kelompok.konsep dasar & pendekatan. Bandung: Rizky Press.

Nelson R-Jones. (2005). Practical counselling and helping skill.text and activities

for the lifeskill counseling model. Fifth edition. London.Thousand

Oaks.New Delhi: Sage Publication.

Nurihsan, A Juntika. (2003) Landasan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Bandung: Refika Aditama.

Palmer, Stephen. (2011). Introduction to counselling and psychotherapy. (Alih Bahasa: Setiaji, Haris). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Indonesia.

Prastihastari Intan.W, dan Titi Niken P. (2012). Efikasi diri akademik, dukungan sosial orangtua dan penyesuaian diri mahasiswa dalam perkuliahan. Jurnal

Psikologi Persona, 1 (1).

Rakhmat, C & Solehuddin M. (2006). Pengukuran dan penilaian hasil belajar. Bandung: CV Andira.


(5)

Riduan., Rusyana.A, Enas. (2011). Cara mudah belajar spss 17.0 dan aplikasi

statistik penelitian. Bandung: Alfabeta.

Atkinson, Rita L, dkk. (1983). Introduction to psychology (eight edition). (Alih Bahasa: Nurdjanah Taufiq). Jakarta: Erlangga, PT Gelora Aksara Pratama. Santrock, J.W. (2003). Adolesence (perkembangan remaja) edisi kedua (Alih

Bahasa: Tri Wibowo B. S). Jakarta: Kencana

Sanusi, A dan Hasan,.S. (2008). Peran LPTK swasta dalam membentuk guru

profesional. Jakarta: Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Swasta Indonesia (ALPTKSI).

Schneiders A.A. (1964). Personal adjusment and mental health. New York.

Shaughnessy, J. Zechmeister, E. Dan Zechmeister, J. (2006). Research method in

psychology. (Alih Bahasa: Prajitno, Helly dan Sucipto, Sri). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Srikala.B dan Kishore K. (2010). Empowering adolescents with life skills education in schools – School mental health program: does it work?

Indian Journal Psychiatry, 52 (4), hlm. 344–349.

Subino. (1987). Konstruksi dan analisis tes suatu pengantar kepada teori tes dan

pengukuran. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat

Jendarl Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Sugiono. (2006). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supriadi, Dedi dan Jalal Fasli. (2004). Reformasi pendidikan dalam konteks

otonomi daerah. Yogyakarta, Bappenas-Depdiknas: Adicita Karya Nusa.

Supriatna, Mamat. (2010). Model konseling aktualisasi diri untuk mengembangkan kecakapan pribadi mahasiswa. (Disertasi). Sekolah

Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sukartini, S.P. (2003). Pendekatan konseling keterampilan hidup inovasi dalam bidang bimbingan dan penyuluhan. Jurnal Pendidikan Mimbar

Pendidikan, No. 4 Tahun XXII 2003. Bandung: University Press UPI.

---(2003). Model konseling keterampilan hidup untuk mengembangkan dimensi

kendali pribadi yang tegar. (Disertasi). Program Pascasarjana, Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sukardi. (2009). Metodologi penelitian pendidikan: Kompetensi dan praktiknya.


(6)

Sundayana, W. (2012). Pengembangan kurikulum FKIP universitas galuh

berbasis KKNI. Disampaikan pada kegiatan seminar di Lingkungan FKIP

Universitas Galuh. 27 Juli tahun 2012.

Surya, Mohamad. (2009). Psikologi konseling. Bandung: Maestro.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman penulisan karya ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wilks Leigh. (2009), The stability of personality over time as a function of personality trait dominanc. Personality and Individual Differences School

of Psychology: Journal Psychology, 1.

Wiriamihardja Sutarjo.A. (2007) Pengantar psikologi abnormal. Bandung: Refika Aditama.

---(2007) Pengantar psikologi abnormal. Bandung: Refika Aditama.

Winarsunu Tulus (2009), Statistik dalam psikologi pendidikan Malang: UMM Press.

Yusuf, Syamsu. (2009). Mental hygiene terapi psikospiritual untuk hidup sehat

berkualitas. Bandung: Maestro.

---(2009). Program bimbingan dan konseling di sekolah. Bandung: Rizqi Press.

……(2008). Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu. dan Nurihsan, Juntika. (2007). Teori kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yusliza M.Yusof. (2010). International students’ adjustment in higher education between social suppport, self efficacy, and social-culture, adjustment.

Australian Journal of Business and Management Research (AJBMR), 1

(1).

Yoo Jin Jang1, et al. (2011) Measurement and Evaluation in Counseling and

Development:Factorial Invariance and Latent Mean Differences for the Five Factor Wellness Inventory With Korean and American Counselors.