Korelasi kemampuan akademik mahasiswa terhadap penyelesaian studi di program studi pendidikan fisika

(1)

KORELASI KEMAMPUAN AKADEMIK MAHASISWA

TERHADAP PENYELESAIAN STUDI DI PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN FISIKA

(Laporan Penelitian)

Oleh:

IWAN PERMANA SUWARNA NIP.197805042009011013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, merupakan salah satu lembaga penyelenggara tenaga kependidikan (LPTK), sekaligus berperan sebagai lembaga penyedia sumber daya pendidik dan kependidikan di tingkat dasar maupun menengah. Beban tersebut akan terasa berat, terlebih adanya tuntutan output yang dihasilkan harus berkualitas. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang bisa dikemukaan, seperti: sejauhmana FITK menghasilkan para lulusannya?; bagaimanakah profil para mahasiswa lulusan FITK; dimanakah letak keunggulan dan kelemahan mahasiswa lulusan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

Tuntutan terhadap perubahan kualitas pendidikan merupakan suatu keharusan. Perubahan tersebut haruslah dimulai dari perbaikan kualitas para calon tenaga pendidiknya. Statistik hasil penelitian tentang kualitas para tenaga pendidik di tingkat dasar sampai atas menunjukkan mutu yang rendah, masih jauh dari memadai. Persentase guru yang tidak layak dan belum layak mengajar: 60% untuk guru SD, 40% guru SLTP, 43% guru SMA, dan 34% guru SMK jika dilihat dari segi kualitasnya. Berdasarkan linieritas kompetensi pendidikan yang dimiliki, 17,2% (= 69.477) guru mengajar bukan pada bidang studi yang dikuasainya (kompas). Penelitian lain menunjukkan dari segi kualifikasinya: dari 1,2 juta guru SD yang ada saat ini hanya 8,3% yang telah berijasah sarjana. Menurut Mulyasa dalam seminar pendidikan pada mediaindonesia.com, salah satu indikator rendahnya kualitas guru di Indonesia adalah banyak guru yang tidak lulus ketika dites soal Ujian Nasional. Peneliti simpulkan hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan akademik dari para guru dalam memahami konten. Fakta lain seperti yang diungkapkan Surya


(3)

dalam media yang sama "Saya pernah menemukan ada guru matematika di Indonesia bagian timur yang tidak bisa menambahkan 0,5 dengan 0,75," Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Bagaimana kondisi anak didik yang akan dihasilkan jika para tenaga pendidiknya memiliki kemampuan seperti itu. Bagaimanakah kemampuan akademik mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai calon tenaga pengajar? Sebelum mereka menjadi tenaga pengajar, bagaimanakah kemampuan mereka dalam menyelesaikan studinya? Adakah korelasi antara kemampuan akademik dengan kemampuan menyelesaikan studi?

Latar belakang masalah di atas mengungang rasa ketertarikan saya untuk melakukan penelitian mengenai masalah tersebut. Adapun judul penelitiannya adalah: Korelasi Kemampuan Akademik Mahasiswa terhadap Penyelesaian Studi di Program Studi Pendidikan Fisika.

B. Identifikasi Masalah

Masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi, sebagai berikut: 1. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia salah satunya

disebabkan oleh rendahnya kualitas para tenaga pendidiknya.

2. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu lembaga kependidikan penyedia sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan.

C. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan seperti berikut: Apakah kemampuan akademik mahasiswa berkorelasi terhadap penyelesaian studi di Program Studi Pendidikan Fisika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?


(4)

1. Bagaimanakah kemampuan akademik mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika?

2. Bagaimanakah kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Fisika?

3. Apakah kemampuan akademik mahasiswa program studi pendidikan fisika berkorelasi terhadap kemampuan menyelesaikan studinya?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui profil kemampuan akademik mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika.

2. Mengetahui profil kemampuan menyelesaikan studi mahasiswa program studi pendidikan fisika.

3. Mengetahui korelasi kemampuan akademik mahasiswa program studi pendidikan fisika terhadap kemampuan menyelesaikan studi.

E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Manfaat dan kegunaan dari penelitian ini secara khusus, antara lain:

1. Dengan diketahuinya profil kemampuan akademik akademik mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA pada Program Studi Pendidikan Fisika, informasi ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur pencapaian penyelenggaran pendidikan khususnya di program studi pendidikan fisika dalam mempersiapkan calon tenaga pendidik, sekaligus dapat dijadikan sebagai cerminan kualitas mutu para calon pendidik.

2. Dengan diketahuinya profil kemampuan menyelesaikan studi mahasiswa program studi pendidikan fisika, informasi ini dapat dijadikan bahan evaluasi dan instrospreksi terhadap lembaga FITK, khususnya bagi program studi pendidikan fisika.


(5)

3. Dengan diketahuinya korelasi antara kemampuan akademik terhadap kemampuan menyelesaikan studi para mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika, informasi ini dapat memberikan analisis terhadap faktor-faktor yang menghambat dalam menyelesaikan studi mahasiswa di program studi pendidikan fisika, sekaligus dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan kurikulum prodi, perencanaan strategi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.


(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Akademik Mahasiswa

Untuk mendapatkan suatu prestasi dalam berbadai bidangn tidaklah semudah yang dibayangkan, karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui prestasi belajar siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.

Kemampuan akademik seorang mahasiswa adalah kemampuan seseorang dalam memahami/menguasai berbagai bidang akademik. Kemampuan akademik mahasiswa adalah kemampuan mahasiswa dalam memahami/ menguasai semua mata kuliah. Biasanya kemampuan ini terukur dalam bentuk nilai secara akademik. Nilai tersebut diperoleh dari hasil konversi skor akhir mahasiswa selama satu semester.

Sistem Pendidikan yang digunakan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah Sistem Kredit Semester (SKS). Yang dimaksud SKS adalah penyelenggaraan pendidikan yang menyatakan beban studi mahasiswa, beban kerja tenaga pengajar, dan beban penyelenggaraan suatu mata kuliah dan program selama 16 minggu kerja, dalam satuan kredit. Skor akhir mahasiswa di konversi kedalam bentuk huruf, yang memiliki nilai bobot. Kriteria penilaian yang digunakan adalah Penilaian Acuan Patokan (PAP). Berikut ini adalah kriteria PAP dalam mengkonversi nilai angka ke nilai huruf:

Tabel 2. 1 Tabel Konversi Nilai Angka ke Huruf

Nilai Angka Nilai Huruf Nilai Bobot

80 100 A 4

70 79 B 3

60 69 C 2


(7)

Nilai Angka Nilai Huruf Nilai Bobot

50 59 D 1

Sumber: Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hidayatullah Jakarta, 2010/2011.

Kemampuan akademik mahasiswa ini selanjutnya dinyatakan dalam indeks prestasi (IP). IP mahasiswa selama satu semester disebut indeks prestasi semester (IPS), sedangkan kumpulan indeks prestasi beberapa semester disebut indeks prestasi kumulatif (IPK). Baik IPS ataupun IPK biasanya dinyatakan dalam rentang angka 0 – 4. Skala tersebut terbagi menjadi tiga skala kepuasan yaitu:

Tabel 2. 2 Skala Kepuasan Indeks Prestasi Kumulatif

IPK Keterangan

3,50-4,00 Kumlaude / terpuji

2,75-3,49 Amat baik / sangat memuaskan 2,00-2,74 Baik/memuaskan

Sumber: Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hidayatullah Jakarta, 2010/2011.

Penentuan yudisium kelulusan ditetapkan berdasarkan buku pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjelaskan bahwa predikat kelulusan dinyatakan sebagai berikut:

1. Predikat kelulusan Cumlaude hanya diberikan kepada mahasiswa yang memiliki IPK 3,50 ke atas dan studinya tidak lebih dari 5 tahun, tidak pernah melakukan perbaikan nilai serta tanpa nilai D.

2. Sangat memuaskan, apabila tidak memenuhi syarat poin 1, tetapi mencapai IPK tidak kurang dari 3,00.

3. Memuaskan, apabila tidak memenuhi point 1 dan 2, namun mencapai IPK 2,50 –2,99.

4. Cukup, apabila tidak memenuhi point 1,2,dan 3 serta hanya mencapai IPK minimal 2,00.


(8)

Para alumnus program studi pendidikan fisika diharapkan memiliki kemampuan atau secara umum adalah sebagai berikut:

1. Beriman dan bertakwa kepada Allah S.W.T;

2. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai keilmuan (kefisikaan dan kependidikan), ke-Islaman, dan ke-Indonesiaan dalam melaksanakan tugasnya;

3. Memiliki wawasan yang luas tentang ilmu-ilmu kependidikan dan sains-fisika;

4. Mampu melaksanakan dan mengembangkan program kependidikan secara profesional;

5. Menguasai dasar-dasar kompetensi pedagogik, bersikap profesional, berkepribadian, dan ber empati, sebagai bekal menjadi guru sains-fisika;

6. Mampu melaksanakan penelitian yang terkait dengan pemecahan masalah-masalah kependidikan;

7. Mampu melaksanakan pengabdian kepada masyarakat terutama dalam bidang pendidikan.

Kompetensi lulusan program studi pendidikan fisika secara khusus, terbagi kedalam empat kompetensi besar, diantaranya: kependidikan/keguruan (mengajar), keilmuan (kefisikaan), penguasaan teknologi (untuk pembelajaran), dan kepribadian atau sikap (keislaman). Ke empat kompetensi tersebut adalah sebagai berikut:

Kompetensi kependidikan / keguruan (mengajar), terdiri dari: 1. Memiliki penguasaan bidang ilmu (Content Knowledge): Mengerti

konsep-konsep utama dalam pembelajaran fisika, metode metode penemuan, dan struktur keilmuan fisika. Mampu memberikan pengalaman belajar sehingga bidang ilmu yang diajarkan menjadi sangat berarti bagi peserta didik.


(9)

2. Memiliki kemampuan pengembangan pribadi dalam pembelajaran (Human Development and Learning): Mengetahui bagaimana individu tumbuh, berkembang, dan belajar serta menyediakan kesempatan belajar yang mendukung pengembangan intelektual, sosial, personal untuk semua peserta didik.

3. Memiliki kemampuan dalam memahami adanya keragaman (Diversity): Memahami bagaimana peserta didik berbeda dalam pendekatan pembelajarannya dan mampu menciptakan kesempatan belajar dan mengadaptasi perbedaan belajar tersebut.

4. Memiliki kemampuan dalam membuat perancanaan pembelajaran (Planning for Instruction): Memahami rencana pembelajaran dan desain pembelajaran berdasarkan disiplin ilmu, peserta didik, lingkungan dan tujuan kurikulum.

5. Memiliki kemampuan dalam menciptakan lingkungan belajar (Learning Environment): Memiliki pengetahuan tentang individu, kelompok dan sifat (kebiasaan) peserta didik untuk menciptakan lingkungan belajar yang memberi semangat positif interaksi sosial, peningkatan belajar aktif, dan motivasi diri.

6. Memiliki kreativitas dalam menciptakan pembelajaran (Instructional Delivery): Memahami dan menggunakan variasi strategi pembelajaran untuk usaha pengembangan siswa dalam berfikir kritis, penyelesaian masalah, dan keterampilan bekerja.

7. Memiliki kemampuan dalam berkomunikasi (Communication): memiliki pengetahuan dan teknik komunikasi menulis efektif, verbal, nonverbal, dan visual untuk melaksanakan metode penemuan, kolaborasi, komunikasi, dan dukungan interaksi di dalam kelas.

8. Memiliki kemampuan dalam melakukan penilaian (Assessment): Memahami variasi strategi penilaian formal dan informal dan menggunakannya untuk mendukung pengembangan berkelanjutan untuk semua siswa.


(10)

9. Memiliki kemampuan dalam memahami hubungan kolaboratif (Collaborative relationships): Memahami tata hubungan komunitas di dalam pendidikan dan mengembangkan serta memelihara hubungan kolaboratif antara kolega, orang tua, dan komunitas untuk mendukung proses pembelajaran dari peserta didik.

10.Memiliki kemampuan dalam melakukan refleksi dan pengembangan secara profesional (Reflection and Professional Growth): memiliki kemampuan dalam melakukan reflektif secara berkelanjutan dalam mengevaluasi bagaimana efek pilihan dan tindakan terhadap siswa, orang tua, dan profesional lainnya dalam komunitas belajar dan secara aktif mencari peluang untuk pengembangan profesionalitasnya.

11.Memiliki sikap profesional dan kepemimpinan (Professional Conduct and Leadership): Memahami pendidikan sebagai profesi, memelihara standar sikap prefesional, dan memelihara kepemimpinan untuk mengembangkan proses belajar siswa berjalan baik.

Kompetensi keilmuan (Fisika), terdiri dari: kemampuan dalam memahami konsep konsep fisika, prinsip prinsip, dan hukum hukum fisika diantaranya; menguasi secara menyeluruh pengetahuan esensial dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengajar fisika dan memahami aplikasi yang luas dari prinsip-prinsip fisika untuk situasi dunia nyata (

real world ).

Kompetensi penguasaan teknologi (untuk pembelajaran), terdiri dari:

1. Kemampuan memahami konsep konsep dan dasar-dasar

pengoperasian komputer/teknologi (Basic Computer/ Technology Operations and Concepts): Memiliki kemampuan dalam mengoperasikan sistem komputer untuk menjalankan software, mengakses, membuat dan memanipulasi data dan mempublikasikan hasilnya. Guru juga dapat mengevaluasi kinerja hardware dan komponen software dari


(11)

sistem komputer dan mengaplikasikan dasar-dasar strategi

troubleshooting jika diperlukan.

2. Memiliki kemampuan dalam penggunaan teknologi secara personal dan profesional (personal and professional use of technology): Memiliki kemampuan dalam menggunakan teknologi sebagai alat bantu peningkatan pengembangan personal/profesional dan produktivitas, menggunakan teknologi dalam komunikasi, kolaborasi, pelaksanaan riset, dan penyelesaian masalah, dan akan menanamkan aspek etik dan legalitas dalam penggunaan sumber-sumber teknologi.

3. Memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan teknologi dalam pembelajaran (Application of Technology in Instruction): Guru dapat menggunakan teknologi pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran diberbagai tingkat pendidikan dan materi ajar. Ia harus dapat merencanakan unit pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai jenis software, alat bantu belajar. Materi ajar yang dikembangkan dan penilaian harus efektif untuk berbagai karakteristik populasi peserta didik.

4. Mengetahui isu-isu sosial, etik, dan kemanusiaan ( Social, Ethical and Human Issues): memiliki kekmampuan dalam mengaplikasikan konsep dan ketrampilan dalam membuat keputusan yang terkait dengan isu-isu sosial, etika, dan kemanusiaan dengan teknologi/komputer. Guru dapat memahami perkembangan teknologi informasi, dan efeknya terhadap dunia kerja serta sosial, dan potensi pembelajaran sepanjang hidup dalam dunia kerja.

5. Memiliki kemampuan dalam menggunakan alat bantu produktivitas

(Productivity Tools): memiliki kemampuan dalam mengintegrasikan perlengkapan modern alat bantu pembelajaran berbasis teknologi untuk mendukung proses pembelajaran, peningkatan komunikasi di luar kelas, peningkatan menajamen kelas, alat bantu administrasi yang lebih efektif, dan mejandi ebih produktif dalam tugas-tugas harian.


(12)

6. Memiliki kemampuan dalam mengakses telekomunikasi dan informasi

(Telecommunications and Information Access): memiliki kemampuan dalam dapat menggunakan telekomunikasi dan mengakses sumber-sumber informasi untuk mendukung pembelajaran.

7. Memiliki kemampuan dalam melakukan riset, penyelesaian masalah, dan pengembangan produk (Research, Problem Solving, and Product Development): Memiliki kemampuan dalam menggungkan komputer dan macam-macam teknologi dalam riset, penyelesaian masalah, dan pengembangan hasil kerja. Guru dapat menguasi penggunaan maca-macam media, presentasi, dan merencanakan serta berpartisipasi dalam tim dan proyek berkolaborasi yang memerlukan analisis dan penilaian kritis, dan mampu menyajikan hasil pengembangan.

8. Memiliki ketrampilan melek informasi (Information Literacy Skills): Memiliki ketrampilan melek informasi untuk dapat mengakses, mengevaluasi dan menggunakan informasi untuk mengembangkan proses belajar mengajar.

Kompetensi kepribadian Islami, meliputi aspek: kehidupan pribadi, kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berorganisasi, beramal, berbisnis, berprofesi, berbangsa dan bernegara, melestarikan lingkungan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.

Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.

Untuk meraih prestasi belajar yang baik banyak sekali faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Suryabrata (1998) dan Shertzer dan


(13)

Stone (Winkle, 1997), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.:

a. Faktor internal

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

1). Faktor fisiologis

Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera

a). Kesehatan badan; Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.

b). Pancaindera; Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.


(14)

Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah :

a) Intelligensi; Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Binet (Winkle,1997) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya .

b) Sikap; Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Wirawan (1997) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap siswa yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.

c) Motivasi; Menurut Irwanto (1997) motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar. Sedangkan menurut Winkle (1997) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan


(15)

yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.

b. Faktor eksternal

Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :

1). Faktor lingkungan keluarga:

a). Sosial ekonomi keluarga; Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah

b). Pendidikan orang tua; Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.

c). Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga; Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.

2). Faktor lingkungan sekolah

a). Sarana dan prasarana; Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah; selain bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar

b). Kompetensi guru dan siswa; Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa


(16)

disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas, yang dapat memenuhi rasa ingintahuannya, hubungan dengan guru dan temantemannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.

c). Kurikulum dan metode mengajar; Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Wirawan (1994:122) mengatakan bahwa faktor yang paling penting adalah faktor guru. Jika guru mengajar dengan arif bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi belajar siswa akan cenderung tinggi, palingtidak siswa tersebut tidak bosan dalam mengikuti pelajaran.

3). Faktor lingkungan masyarakat

a). Sosial budaya; Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru/pengajar

b). Partisipasi terhadap pendidikan; Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan.


(17)

2. Menjadi Mahasiswa yang memiliki kemampuan akademik yang baik

Berikut ini ada beberapa cara untuk menjadi mahasiswa yang berkualitas dalam hal pengetahuan intelektual:

1. Ikutilah perkuliahan dengan semangat yang menggebu-gebu.

2. Banyak membaca buku-buku, baik di bidang yang kita tekuni ataupun bidang-bidang lainnya.

3. Mengikuti Keorganisasian, baik intra kampus ataupun ekstra kampus, sebagai pembelajaran kepemimpinan dan latihan bagi kita.

4. Aktif dalam sebuah komunitas hobbi dan juga kedaerahan. 5. Hidup sederhana tanpa gengsi yang terlalu tinggi.

6. Syukuri yang ada, jangan minder, tinggikan percaya diri.

7. Berkuliah dengan keras, berkuliah dengan cerdas, dan berkuliah dengan ikhlas.

B. Studi Mahasiswa

Studi adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan studi atau belajar di suatu tingkat/jenjang pendidikan tertentu. studi seorang anak di tingkat sekolah dasar adalah selama enam tahun. studi di tingkat sekolah menengah pertama adalah tiga tahun, sedangkan di tingkat menengah atas adalah tiga tahun, dan di jenjang perguruan tinggi khususnya program strata satu (S1) adalah empat tahun.

Seorang mahasiswa program S1 membutuhkan waktu empat setengah tahun sampai tujuh tahun. Batas maksimal mahasiswa dalam menyelesaikan studi dapat berbeda-beda untuk tiap perguruan tinggi, bergantung pada kebijakan dari perguruan tingginya. Mahasiswa yang melebihi studi yang telah ditentukan biasanya akan dikenakan sanksi

drop out (DO) oleh pihak perguruan tinggi.

Beban studi untuk menyelesaikan jenjang Strata 1 (S1) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah antara 144 160 SKS dengan rentang waktu penyelesaian studi antara 8 14 semester. Beban studi mahasiswa


(18)

program studi pendidikan fisika jurusan pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah 157 SKS.

C. Efective Learning 1. Motivasi

Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu kata movere yang berarti bergerak. Dalam konteks sekarang, motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses psikologi yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan. Pada tahun 1943, pakar psikologi motivasi (Abraham Maslow dalam Winkel, 1997) memaparkan teori hierarki kebutuhan dari motivasi yang sekarang menjadi terkenal. Moslow menyatakan bahwa psikologi motivasi adalah sebuah fungsi dari lima kebutuhan dasar, yaitu:

a. Psikologi: Kebutuhan dasar yang utama. Antara lain kebutuhan akan makanan, minum, udara untuk bertahan hidup.

b. Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.

c. Cinta: Keinginan untuk dicintai dan mencintai. Mengandung kebutuhan akan kasih sayang dan rasa memiliki.

d. Penghargaan: Kebutuhan akan reputasi, kebanggaan, dan pengakuan dari orang lain. Juga mengandung kebutuhan akan kepercayaan diri dan kekuatan.

e. Aktualisasi diri: Keinginan untuk menjadi apa yang ia ingin jadi. Untuk menjadi terbaik adalah kesanggupan dari menjadi apa.

Pakar psikologi motivasi yang lain, (Clayton Alderfer dalam Winkel, 1997) mengembangkan sebuah teori alternatif dari kebutuhan manusia pada akhir 1960an. Teori ini membedakan kebutuhan yang telah dikembangkan oleh Maslow menjadi tiga level dari yang terendah sampai tertinggi yaitu: kebutuhan-kebutuhan eksistensi (Existence Needs) yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologis dan keamanan,


(19)

kebutuhan-kebutuhan hubungan (Relatedness Needs) yang berfokus pada bagaimana individu berhubungan dengan lingkungan sosialnya, kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan (Growth Needs) yang meliputi kebutuhan akan tumbuh sebagai manusia pada umumnya dan menggunakan kemampuannya untuk mencapai potensi yang penuh.

Meskipun teori psikologi motivasi ERG mengasumsikan bahwa perilaku yang termotivasi mengikuti suatu hierarki yang agak serupa dengan hierarki yang dikemukakan oleh Maslow, terdapat perbedaan penting. Pertama, teori ERG menyatakan bahwa lebih dari satu level kebutuhan bisa menggerakkan motivasi pada saat yang bersamaan. Kedua, teori ERG memiliki apa yang dinamakan komponen frustasi-regresi (frustation-regresion aspect). Jadi, jika kebutuhan-kebutuhan tertentu tidak terpenuhi, individu akan menjadi frustasi, mundur ke level yang lebih rendah.

David McClelland, seorang pakar psikologi motivasi yang terkenal telah mempelajari hubungan antara kebutuhan dengan perilaku sejak tahun 1940an. Ia membagi kebutuhan menjadi tiga jenis, yaitu prestasi (achievement), kekuasaan (power), dan afilasi (affilation). Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. The Need for Achievement: Menyatakan bahwa motivasi dan kemampuan sangat mendorong untuk memperkuat lebih keras lagi mencapai prestasi (sukses) atau keinginan menyelesaikan suatu kesulitan.

b. The Need for Affiliation. Keinginan untuk menghabiskan waktu dalam aktivitas serta hubungan sosial.

c. The Need of Power. Merefleksikan keinginan individu untuk mempengaruhi, melatih, mengajar, atau mendorong seseorang untuk sukses.

Terence Mitchell, seorang peneliti terkenal mengenai perilaku organisasi, memperkenalkan model konseptual yang menjelaskan


(20)

bagaimana psikologi motivasi mempengaruhi perilaku dan kemampuan bekerja. Ia menerangkan bahwa individual inputs dan job context

merupakan dua kategori kunci dari faktor yang mempengaruhi motivasi. Kedua kategori ini saling mempengaruhi satu sama lain yang juga mempengaruhi motivational process yang nantinya akan membentuk

motivated behaviors. Ia juga menjelaskan bahwa motivated behaviors secara langsung dipengaruhi oleh individual's ability dan job knowledge (skills),

motivasi, dan suatu kombinasi yang membatasi job context factors.

Performance seseorang, pada akhirnya akan dipengaruhi oleh motivated behavior.

a. Pengertian Motivasi

Kata motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.

Tidak bisa dipungkiri, setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat). Untuk lebih memperjelas pembahasan tentang motivasi, berikut pengertian motivasi menurut beberapa para ahli manajemen sumber daya manusia, diantaranya yaitu: 1). Wexley & Yukl, motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif,

dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif.

2). Mitchell, motivasi adalah proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.

3). Gray, motivasi adalah sebagai sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.


(21)

4). Morgan, motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku, tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut, dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut. 5). McDonald, motivasi adalah perubahan tenaga di dalam diri

seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula.

6). Chung dan Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes, menerangkan bahwa pengertian motivasi adalah tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang yang mengejar suatu tujuan dan berkaitan dengan kepuasan kerja dan perfoman pekerjaan.

7). T. Hani Handoko mengemukakan bahwa motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

8). A. Anwar Prabu Mangkunegara, memberikan pengertian motivasi dengan kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara prilaku yang berubungan dengan lingkungan kerja. 9). H. Hadari Nawawi mendefinisikan motivasi sebagai suatu keadaan

yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar.

10). Henry Simamora, pengertian motivasi menurutnya adalah Sebuah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu akan menghasilkan tingkat kinerja yang pada gilirannya akan membuahkan imbalan atau hasil yang dikehendaki.


(22)

11). Soemanto secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkah laku mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang.

Dari pengertian-pengertian motivasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya.

b. Teori Motivasi

Untuk memahami tentang motivasi, akan dibahas beberapa teori tentang motivasi, teori-teori tersebut diantarnaya:

1). Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H.Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu: fisiologis, keamanan, keselamatan dan perlindungan, sosial, kasih sayang, rasa dimiliki; penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi; aktualisasi diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia menjadi.

Menurut maslow, jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, maka ia perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah posisi bawahan dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu.

2). Teori Motivasi X dan Y

Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menyatakan bahwa dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia, pada


(23)

dasarnya satu negatif (teori X) yang mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu, dan satu lagi positif (teori Y) bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu.

3). Teori Motivasi - Higiene

Dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat orang merasa tidak puas atau faktor-faktor motivator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas teori tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi: prestasi

(achievement), pengakuan (recognition), tanggung jawab (responsibility), - kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri (the work itself),

kemungkinan berkembang (the possibility of growth).

4). Teori Motivasi kebutuhan McClelland

teori ini dikemukakakn oleh McCelland. Teori ini dikenal dengan teori kebutuhan. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan, yaitu: prestasi (achievement), kekuasaan (power), afiliasi (pertalian).

5). Teori Motivasi Harapan - Victor Vroom

Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu, dan pada daya tarik dari keluaran bagi individu tersebut.

Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantarkan ke suatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus,


(24)

kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.

6). Teori Motivasi Keadilan

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan. Individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi.

7). Reinforcement theory

Teori motivasi ini tidak menggunakan konsep suatu motif atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan di masa yang akan datang dalam proses pembelajaran. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu, maka akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.

c. Menumbuhkan Motivasi bagi Pelajar

Dalam setiap bidang, motivasi selalu dibutuhkan, karena inilah yang menjadi pendorong atau tenaga untuk bergerak. Begitupun dengan pelajar. Motivasi pelajar dibutuhkan agar siswa lebih giat dalam belajar dan berinovasi menghasilkan karya yang positif.

Untuk memotivasi pelajar, ada beberapa cara. Diantaranya adalah:

1). Menetapkan visi

Setiap pelajar hendaknya memiliki visi yang jelas. Untuk apa dia belajar? Apa yang diharapkan begitu ia menyelesaikan studinya? Dengan demikian, ia tidak akan asal saja dalam menjalani proses studinya. Seorang Luiz Alvarez, peraih Nobel Fisika, selalu melaksanakan nasihat ayahnya untuk selalu duduk diam sambil memejamkan mata dan berusaha memikirkan persoalan baru, untuk kemudian diteliti dan


(25)

dipecahkan. Ia selalu bermimpi untuk menjadi The Most, The Best and The First dalam setiap bidang yang digelutinya. Kebiasaan baik Luiz ini bisa dijadikan motivasi pelajar, agar memiliki mental juara.

2). Belajar bukan karena paksaan

Jadikan belajar sebagai makanan, dimana Anda akan lapar jika tidak melakukannya. Buat bagaimana caranya agar belajar menjadi aktivitas yang menyenangkan, bukan suatu paksaan. Memang, awalnya ini seperti sebuah pengorbanan.

Namun jika Anda menjalaninya dengan ikhlas, maka lama kelamaan Anda akan bisa menikmati proses belajar, bahkan ketagihan. Leon Joseph, seorang seniman Prancis di abad 19 bisa memotivasi pelajar melalui nasihatnya: Kebahagiaan adalah mereka yang berani bermimpi dan berani berkorban demi mewujudkan mimpinya.

3). Fokus

Sebuah ungkapan yang sangat bagus untuk memotivasi pelajar adalah: "kehidupan tidak akan pernah menjadi luar biasa tanpa focus, dedikasi dan disiplin". Dengan fokus, maka akan membuat Anda lebih tajam dalam menentukan sasaran.

Ibaratnya, sinar matahari tidak akan bisa membakar kertas, akan tetapi jika sinar ini difokuskanlewat sebuah kaca pembesar, sinar ini mampu membakar tidak hanya kertas, tapi bahkan daging pun bisa matang terbakar.

4). Tidak ada kamus menyerah

Setiap orang pastinya pernah mengalami kegagalan. Mungkin Anda juga pernah mengalaminya. Bisa jadi Anda sudah bersusah payah, berjuang, belajar, namun Anda tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Kesuksesan akan mendatangi siapa saja yang tidak takut terhadap kegagalan. Begitulah ucapan Winston Churchill, tokoh terpenting sejarah Inggris Modern dan sejarah dunia, yang bisa memotivasi pelajar.


(26)

Kata-kata seorang Napoleon Hill mungkin bisa dijadikan motivasi pelajar: "kesabaran, keteguhan hati, dan kerja keras adalah kombinasi untuk sukses. Karenanya, jika Anda ingin sukses, maka Anda harus siap menjalani prosesnya.

Akan beda hasilnya jika Anda belajar ketika akan ujian saja, dengan mereka yang belajar secara rutin. Persiapan mendadak dalam ujian, bisa jadi akan mengacaukan semuanya. Ingatan yang tidak mengendap lama akan mudah hilang begitu saja. Tidak semua orang yang sukses memiliki prestasi yang bagus sejak kecil. Bahkan, tidak sedikit yang menemui masalah, seperti disleksia atau sukar mengeja kata-kata. Sebut saja dalam hal ini Bill Gates (pendiri dan CEO Microsoft) dan Lee Kuan Yew (mantan Perdaa Menteri Singapura, kemudian menjadi menteri Senior) adalah dua contoh penderita disleksia yang berhasil. Kunci mengatasi masalahnya tidak lain adalah memberikan pengulangan belajar dan memberikan dorongan pada anak tersebut. Itulah mengapa, motivasi pelajar ini memegang peran penting dalam mendukung kesuksesan seseorang.

Secara garis besar ada dua faktor yang membuat seseorang dapat termotivasi untuk belajar, yaitu: Pertama, motivasi belajar berasal dari faktor internal. Motivasi ini terbentuk karena kesadaran diri atas pemahaman betapa pentingnya belajar untuk mengembangkan dirinya dan bekal untuk menjalani kehidupan. Kedua, motivasi belajar dari faktor eksternal, yaitu dapat berupa rangsangan dari orang lain, atau lingkungan sekitarnya yang dapat memengaruhi psikologis orang yang bersangkutan. Motivasi belajar tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai keinginan, cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan pengkondisian tertentu, agar diri kita atau siapa pun juga yang menginginkan semangat untuk belajar dapat termotivasi.


(27)

Ada beberapa untuk meningkatkan motivasi belajar kita, diantaranya: Bergaul dengan orang-orang yang senang belajar dan berprestasi, akan membuat kita pun gemar belajar. Selain itu, coba cari orang atau komunitas yang mempunyai kebiasaan baik dalam belajar; Bertanyalah tentang pengalaman di berbagai tempat kepada orang-orang yang pernah atau sedang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, orang-orang yang mendapat beasiwa belajar di luar negeri, atau orang-orang yang mendapat penghargaan atas sebuah presrasi; Kebiasaan dan semangat mereka akan menular kepada kita. Seperti halnya analogi orang yang berteman dengan tukang pandai besi atau penjual minyak wangi. Jika kita bergaul dengan tukang pandai besi, maka kita pun turut terciprat bau bakaran besi, dan jika bergaul dengan penjual minyak wangi, kita pun akan terciprat harumnya minyak wangi; Belajar apapun, Pengertian belajar di sini dipahami secara luas, baik formal maupun nonformal. Kita bisa belajar tentang berbagai keterampilan seperti merakit komputer, belajar menulis, membuat film, berlajar berwirausaha, dan lain lain-lainnya; Belajar dari internet, Kita bisa memanfaatkan internet untuk bergabung dengan kumpulan orang-orang yang senang belajar. Salah satu milis dapat menjadi ajang kita bertukar pendapat, pikiran, dan memotivasi diri. Sebagai contoh, jika ingin termotivasi untuk belajar bahasa Inggris, kita bisa masuk ke milis Free-English-Course@yahoogroups.com.; Bergaulah dengan orang-orang yang optimis dan selalu berpikiran positif. Di dunia ini, ada orang yang selalu terlihat optimis meski masalah merudung. Kita akan tertular semangat, gairah, dan rasa optimis jika sering bersosialisasi dengan orang-orang atau berada dalam komunitas seperti itu, dan sebaliknya; Cari motivator. Kadangkala, seseorang butuh orang lain sebagai pemacu atau mentor dalam menjalani hidup. Misalnya: teman, pacar, ataupun pasangan hidup.

Anda pun bisa melakukan hal serupa dengan mencari


(28)

memotivasi Anda belajar dan meraih prestasi. Resep sukses menurut William A. Ward: Belajar ketika orang lain tidur, bekerja ketika orang lain bermalasan, dan bermimpi ketika orang lain berharap.

d. Faktor-faktor penyebab perbedaan motivasi belajar

Menurut Winkel, 1997, beberapa faktor di bawah ini sedikit banyak memberikan penjelasan mengapa terjadi perbedaaan motivasi belajar pada diri masing-masing orang, di antaranya: Perbedaan fisiologis (physiological needs), seperti rasa lapar, haus, dan hasrat seksual. Perbedaan rasa aman (safety needs), baik secara mental, fisik, dan intelektual. Perbedaan kasih sayang atau afeksi (love needs) yang diterimanya. Perbedaan harga diri (self esteem needs). Contohnya prestise memiliki mobil atau rumah mewah, jabatan, dan lain-lain. Perbedaan aktualisasi diri (self actualization), tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

2. Cara Menjadi Pembelajar Efektif

Setiap orang mungkin mendambakan kemampuan lebih dalam mengingat suatu hal, materi, peristiwa atau hal apapun secara akurat. Mengingat informasi yang sedang dipelajari, dan mampu mengaplikasaikannya kembali dalam berbagai macam situasi dengan baik secara efektif. Willis, J. (2008) mengungkapkan beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan pembelajar kearah yang lebih efektif, diantaranya dengan:

a. Meningkatkan kemampuan dasar dalam mengingat; Beberapa cara terbaik untuk meningkatkan daya ingat, adalah meningkatkan fokus, menghindari sesi menjemukan dan pengaturan waktu belajar;

b. Terus belajar dan berani mencoba dengan berlatih hal-hal yang baru. Salah satu cara untuk menjadi seorang pembelajar yang efektif adalah hanya dengan terus belajar;


(29)

c. Belajar dengan berbagai cara. Belajar tidak hanya terfokus pada satu cara saja, tetapi dengan melibatkan dan memfungsikan indera lain. Tidak hanya mendengarkan, tetapi dibantu dengan indera mata untuk melihat visualisasi, dan melatihnya secara verbal melalui indra mulut kita. Dengan cara seperti ini memudahkan otak untuk menyimpan data tentang subjek, interkoneksinya akan lebih cepat dan mudah; d. Mengajarkan apa yang telah dikuasai kepada orang lain;

e. Memanfaatkan kemampuan belajar sebelumnya dalam menggunakan kemampuan belajar baru. Banyak cara untuk menjadi pembelajar yang efektif diantaranya dengan menggunakan pembelajaran relasional, yang melibatkan interkonektivitas informasi baru untuk hal-hal yang sudah diketahui. Sebagai contoh, jika Anda belajar tentang Romeo dan Juliet, Anda mungkin mengasosiasikan apa yang Anda pelajari tentang permainan dengan pengetahuan sebelumnya yang Anda miliki tentang Shakespeare, seperti periode sejarah dan informasi yang relevan mengenai penulis dan kehidupannya dan lainnya;

f. Berlatih dari pengalaman.

Belajar biasanya akan melibatkan kemampuan membaca buku, menghadiri perkuliahan atau melakukan penelitian di perpustakaan atau dalam web. Ketika melihat-lihat buku bacaan dan menulis beberapa catatan yang dianggap penting, sebenarnya hal tersebut telah menerapkan kemampuan dalam memperoleh pengetahuan dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. Perlu latihan dan keteraturan seperti dalam berolah raga;

g. Lebih baik melihat jawaban dibanding berusaha keras untuk mengingat-ingat informasi. Tentu saja, belajar bukanlah proses yang sempurna. Kadang-kadang, kita melupakan rincian hal-hal yang telah kita pelajari. Jika Anda menemukan diri Anda berjuang untuk mengingat beberapa berita gembira informasi, penelitian menunjukkan bahwa Anda lebih baik menawarkan hanya mencari


(30)

jawaban yang benar. Satu studi menemukan bahwa semakin lama Anda menghabiskan mencoba mengingat jawabannya, semakin besar kemungkinan akan melupakan jawaban di kemudian hari. Mengapa? Karena upaya untuk mengingat informasi yang dipelajari sebelumnya benar-benar hasil dalam belajar "error state" bukan jawaban yang benar; h. Memahami gaya belajar terbaik yang dimiliki. Strategi lain yang

efisiensi dalam belajar adalah mengenali kebiasaan dan gaya belajar Anda. Ada sejumlah teori yang berbeda tentang gaya belajar, yang semua bisa membantu Anda mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana Anda belajar dengan baik.

i. Gunakan ujian untuk meningkatkan kemampuan belajar. Meskipun kelihatannya menghabiskan waktu belajar, namun ujian merupakan salah satu cara terbaik untuk memaksimalkan proses belajar, penelitian menunjukkan, mengambil tes sebenarnya membantu mengingat apa yang telah Anda pelajari. (Chan, J.C., et all, 2007). Penelitian mengungkapkan bahwa siswa yang belajar dan kemudian diuji sudah ingat jangka panjang yang lebih baik dari bahan, bahkan pada informasi yang tidak tercakup dalam tes. Siswa yang punya waktu ekstra untuk belajar tetapi tidak diuji memiliki signifikansi lebih rendah.

j. Tidak mengerjakan terlalu banyak tugas (multitasking), penelitian menunjukkan bahwa multitasking sebenarnya dapat membuat belajar kurang efektif. Dalam studi tersebut, peserta kehilangan sejumlah besar waktu mereka, dengan beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya, Anda akan belajar lebih lambat, menjadi kurang efisien dan membuat kesalahan lebih. Bagaimana Anda bisa menghindari bahaya multitasking? Mulailah dengan memusatkan perhatian Anda pada tugas di tangan dan terus bekerja dengan jumlah waktu yang telah ditentukan.


(31)

a. Prinsip Belajar

Prinsip atau konsep-konsep belajar disampaikan oleh Robert M.Gegne, (Muslam, dkk, 2004:28 ) meliputi:

1). Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidikan tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.

2). Pengalaman, adanya situasi dari respon secara berulang-ulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan tingkah laku yang dipraktikkan supaya belajar menjadi lebih sempurna dan lebih lama diingat.

3). Penguatan, adanya respon menyenangkan seperti hadiah bagi prestasi belajar tertentu

4). Motivasi positif, percaya diri dalam belajar

5). Tersedia materi pelajaran yang lengkap dan menyeluruh untuk memancing siswa

6). Ada upaya membangkitkan ketrampilan intelektual untuk belajar 7). Ada strategi yang tepat untuk membiasakan anak-anak dalam belajar 8). Aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam

pengajaran.

Menurut prinsip-prinsip yang disampaikan oleh Robert M.Gegne tersebut di atas, bahwa pengulangan merupakan sebagian dari prinsip atau konsep dasar dalam proses pembelajaran. Pengulangan ini menjadikan sebuah perilaku dapat dilakukan secara terus-menerus secara berkala dan menjadi sebuah kebiasaan. Artinya, bahwa pembiasaan merupakan sebagian dari proses belajar yang handal untuk diterapkan.

b. Proses Perbuatan Belajar

Sebagaimana dikutip oleh Sudjana dalam bukunya, Dasar-Dasar Belajar Mengajar (2009), Gagne berpendapat bahwa terdapat delapan tipe perbuatan yang diidentikkan sebagai perbuatan belajar. Delapan tipe tersebut adalah:


(32)

1). Belajar Signal, yang merupakan proses belajar yang paling sederhana yang melibatkan reaksi dan rangsangan saja.

2). Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu memberikan reaksi yang berulang-ulang ketika terjadi suatu penguatan rangsangan. Membiasakan reaksi secara berulang-ulang dan permanen.

3). Belajar membentuk rangkaian, yaitu belajar yang menghubungkan gejala/faktor /yang satu dengan lainnya sehingga membentuk sebuah rangkaian yang berarti.

4). Belajar asosiasi verbal, yaitu memberikan reaksi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, terhadap perangsang yang diterimanya

5). Belajar membedakan hal yang majemuk, yaitu memberikan reaksi yang berbeda terhadap perangsang yang hampir sama sifatnya.

6). Belajar konsep, yaitu menempatkan obyek menjadi satu klasifikasi tertentu di dalam pemikiran dan konsepsi tertentu.

7). Belajar kaedah, yaitu menghubungkan beberapa konsep.

8). Belajar memecahkan masalah dengan cara menggabungkan beberapa kaedah dalam rangka menyelesaikan masalah tertentu.

Dari kedelapan perbuatan belajar di atas memberikan gambaran bahwa yang termasuk dalam perbuatan proses belajar salah satunya adanya suatu kegiatan yang dibiasakan secara berulang-ulang dalam rangka merangkaikan beberapa stimulus, sehingga reaksi yang dihasilkan lebih cepat dan mudah terbentuk. Stimulus-stimulus diusahakan untuk dilakukan dalam proses tersebut, yang mana stimulus itu juga akan memberikan dampak signifikan di masa yang akan datang, bagi persepsi dan apresiasi individu terhadap sebuah tujuan belajar atau tugas perkembangan tertentu.

c. Teori Belajar

Banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Ada lima teori besar yang membahas tentang belajar, kelima teori tersebut


(33)

adalah: 1) teori behaviorisme; 2) teori belajar kognitif menurut Piaget; 3) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan 4) teori belajar gestalt.

1). Teori Behaviorisme

Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab II bahwa behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

a). Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

(1). Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

(2). Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

(3). Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.


(34)

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

(1). Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

(2). Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan

reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

c). Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

(1). Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

(2). Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.


(35)

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

2). Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap a) sensory motor; b) pre operational; c) concrete operational dan d) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan


(36)

lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

a). Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

b). Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

c). Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

d). Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. e). Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling

berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

3). Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, a) motivasi; b) pemahaman; c) pemerolehan; d) penyimpanan; e) ingatan kembali; f) generalisasi; g) perlakuan dan h) umpan balik.


(37)

4). Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti

sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah

bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

a). Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

b). Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

c). Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki. d). Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

e). Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

f). Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu: a). Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan

perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam


(38)

“Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar.

Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah

beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.

b). Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

c). Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.

d). Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

a). Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.


(39)

b). Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

c). Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

d). Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

e). Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh


(40)

karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Hipotesis alternatif (Ha) : Kemampuan akademik mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika berkorelasi dengan kemampuan menyelesaikan studi.

2. Hipotesis nihil (Ho) : Kemampuan akademik mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika tidak berkorelasi dengan kemampuan menyelesaikan studi.


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan, mulai bulan Mei sampai Bulan Oktober 2010. Tempat penelitian adalah Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara kemampuan akademik mahasiswa terhadap penyelesaikan studi di program studi pendidikan fisika.

C. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan:

a. Studi kepustakaan.

b. Pencarian data sekunder mengenai kemampuan akademik mahasiswa dan data mahasiswa yang telah menyelesaikan studinya. c. Pembuatan angket, untuk menganalisis permasalahan yang

dihadapi mahasiswa dalam menyelesaikan studinya. d. Pemilihan subyek penelitian sesuai dengan kriteria. 2. Pelaksanaan Penelitian

Penelaahan data sekunder kemampuan akademik mahasiswa dan data mahasiswa yang telah menyelesaikan studinya. Penyebaran angket kepada subyek penelitian.

3. Penyelesaian Penelitian


(42)

Penyelesaian penelitian dimulai dengan pengolahan dan analisa data yang telah didapatkan, selanjutnya dilakukan penyusunan dalam bentuk laporan penelitian.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan fisika. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposif sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang telah menempuh sidang skripsi dan dinyatakan lulus. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 53 orang mahasiswa.

E. Teknik Pengumpulan Data

Ada dua jenis data yang akan digunakan dalam penenlitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui angket, sedangkan data sekunder diperoleh dari data literatur (buku besar/data base nilai mahasiswa).

F. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, data siap diolah, teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan dua metode yaitu tabulasi dan statistik deskriptif frekuensi. Untuk menjawab pertanyaan penelitian:

1. Bagaimanakah kemampuan akademik mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika?

Untuk menjawab pertanyaan penelitian ini perlu dibuat peta kemampuan akademik mahasiswa berdasarkan buku besar / data base nilai mahasiswa. Peta kemampuan akademik akan dibuat dalam bentuk grafik. Grafik disajikan untuk melengkapi deskripsi berupa teks, sehingga data tampak lebih impresif dan komunikatif. Sehingga hasil perhitungan lebih mudah dipahami.


(43)

2. Bagaimanakah kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Fisika?

Pertanyaan ini dapaat dijawab dengan membuat peta durasi penyelesaian studi. Durasi penyelesaian studi didasarkan pada waktu mahasiswa dalam menyelesaikan studinya, seperti: yang selesai tepat waktu 4 tahun, yang lambat 5-6 tahun, dan yang lambat sekali 7-10 tahun berdasarkan data yang ada.

3. Apakah kemampuan akademik mahasiswa program studi pendidikan fisika berkorelasi terhadap kemampuan menyelesaikan studinya? Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan ini digunakan Metode Tabulasi Silang digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel dalam satu tabel. Untuk melihat hubungan-hubungan variabel-variabel yang diamati, dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Kendall Tau-b. Korelasi diukur dengan suatu koefisien (r) yang mengindikasikan seberapa banyak relasi antar dua variabel. Daerah nilai yang mungkin adalah +1.00 sampai -1.00. +1.00 menyatakan hubungan yang sangat erat, sedangkan -1.00 menyatakan hubungan negatif yang erat. Panduan untuk nilai korelasi tersebut:

+ atau - 0.80 hingga 1.00 korelasi sangat tinggi 0.60 hingga 0.79 korelasi tinggi

0.40 hingga 0.59 korelasi moderat 0.20 hingga 0.39 korelasi rendah

0.01 hingga 0.19 korelasi sangat rendah

Pengujian menggunakan tingkat singnifikasi pada taraf kepercayaan 0.05 dan 0.01. Untuk memudahkan pengolahan data digunakan program SPSS.


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diperoleh dari hasil analisis terhadap buku besar dari 53 orang responden dari tujuh angkatan wisuda. Adapun hasil penelitian ini meliputi: kemampuan akademik mahasiswa program studi pendidikan fisika, kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan studi di program studi pendidikan fisika, korelasi kemampuan akademik mahasiswa program studi pendidikan fisika terhadap kemampuan menyelesaikan studinya. Berikut ini akan dipaparkan satu persatu:

1. Kemampuan Akademik Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika

Kemampuan akademik mahasiswa dalam penelitian ini diperoleh dari buku besar/data base yang memuat nilai-nilai mahasiswa di program studi pendidikan fisika. Berikut ini adalah grafik kemampuan mahasiswa lulusan program studi pendidikan fisika pada beberapa angkatan wisuda, mulai dari wisudawan/ti yang pertama sampai terakhir.

Gambar. 4. 1 Kemampuan akademik mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika pada tiap angkatan wisuda

2.89 2.87

3.06

2.73

3.25

3.09

3.04

2.40 2.50 2.60 2.70 2.80 2.90 3.00 3.10 3.20 3.30

75 76 77 78 79 80 81

Rata-rata IPK

Angkatan Wisuda


(45)

Kemampuan mahasiswa program studi pendidikan fisika yang lulus pada wisuda angkatan 75, memiliki rerata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) adalah: 2,89. Rerata IPK mahasiswa angkatan 76: 2,87, angkatan 77: 3,06, angkatan 78: 2,73, angkatan 79: 3,25, angkatan 80: 3,09, dan angkatan 81: 3,04. Rerata IPK tertinggi terdapat pada angkatan 79 yaitu 3,25, sedangkan rerata IPK terendah terdapat pada angkatan 78 yaitu 2,73.

Gambar 4. 1 Kemampuan akademik mahasiswa program studi pendidikan fisika pada tiap angkatan

2.89

2.96

3.16

2.85 2.90 2.95 3.00 3.05 3.10 3.15 3.20

2002 2003 2004 2005

IPK

Angkatan Mahasiswa

Rerata kemampuan akademik mahasiswa 2003 adalah 2,89, mahasiswa angkatan 2004 adalah 2,96, dan mahasiswa angkatan 2005 adalah 3,16. berdasarkan grafik hubungan antara kemampuan akademik mahasiswa terhadap tahun angkatan mahasiswa masuk diperoleh grafik peningkatan mutu akademik. Kemampuan akademik mahasiswa dari angkatan 2003 sampai 2005 dapat terlihat dari tabel perhitungan satistik di bawah ini:

Tabel 4. 1 Statistic Calculation Kemampuan akademik mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika

Statistic calculation Rerata 3.04


(46)

Statistic calculation

SD 0.25

Max 3.64

Min 2.45

N 53

Rerata kemampuan akademik mahasiswa dari tujuh angkatan wisudawan/ti ini adalah: 3,04 dengan standar deviasi: 0,25. Nilai IPK maksimum atau tertinggi adalah: 3,64 kategori terpuji (cum laude), dan nilai IPK minimum atau terendah adalah: 2,45 pada kategori baik (memuaskan).

Berdasarkan buku Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hidayatullah Jakarta, 2010/2011 kemampuan akademik mahasiswa dari ketiga angkatan atau dari ketujuh angkatan wisuda adalah seperti yang terlihat pada gambar diagram pie di bawah ini:

Gambar 4. 2 Diagram Pie kemampuan akademik mahasiswa berdasarkan kategori tingkat kepuasan akademik

Jumlah mahasiswa yang memiliki kategori kepuasan akademik terpuji atau cumlaude sebanyak 4% atau paling sedikit, yang kedua sebanyak 13% atau kategori memuaskan, dan kemampuan akademik mahasiswa yang paling banyak atau mayoritas adalah sangat memuaskan sebanyak 83%.

Memuaskan, 13%

Sangat memuaskan,

83%


(47)

2. Kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Fisika.

Berikut ini adalah kemampuan mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika dalam menyelesaikan studinya, kemampuan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar. 4. 2 Kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan studi di program studi pendidikan fisika pada tiap angkatan wisuda

5.8

5.1

6.2

5.2

4.8 4.9

5.3

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00

75 76 77 78 79 80 81

Waktu Pennyelesian

(thn)

Angkatan Wisuda

Pada gambar di atas terlihat bahwa kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan studi berbeda-beda. Dari 53 sampel penelitian, sampel terbagi kedalam tujuh angkatan wisuda: mulai wisuda 75, 76, 77, 78, 79, 80, dan 81. Wisuda angkatan 75 rata-rata selesai dalam waktu 5,8 tahun; wisuda angkatan 76 rata-rata selesai dalam waktu 5,1 tahun; wisuda angkatan 77 rata-rata selesai dalam waktu 6,2 tahun; wisuda angkatan 78 rata-rata selesai dalam waktu 5,2 tahun; wisuda angkatan 79 rata-rata selesai dalam waktu 4,8 tahun; wisuda angkatan 80 rata-rata selesai dalam waktu 4,9 tahun; wisuda angkatan 81 rata-rata selesai dalam waktu 5,3 tahun.


(48)

Kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan studi di program studi pendidikan fisika pada tiap angkatan semakin baik, hal ini terlihat dapat pada gambar di bawah ini:

Gambar. 4. 3 Kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan studi di program studi pendidikan fisika pada tiap angkatan

Tahun

6.2

5.8

4.8

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0

2003 2004 2005

Angkatan

Kemampuan mahasiswa dari angkatan 2003 untuk menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Fisika membutuhkan waktu selama 6.2 tahun, angkatan 2004 butuh waktu selama 5,8 tahun, sedangkan angkatan 2005 membutuhkan waktu selama 4,8 tahun.

Hasil perhitungan statistik terhadap kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan studi di program studi pendidikan fisika dapat terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. 2 Statistic Calculation kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan studi di program studi pendidikan fisika

Statistic calculation Rerata 5.42

SD 0.67

Max 7.1

Min 4.5


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan.

(Online) (Tersedia: http://www.suara

pembaharuan.com/News/ 1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.

Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.

Chan, J.C., McDermott, K.B., & Roediger, H.L. 2007. Retrieval-induced facilitation. Journal of Experimental Psychology: General, 135(4), 553-571.

Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.

Degeng, N.S. 1999. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokrasi. Jurnal Getengkali Edisi 6 Tahun III 1999/2000. Hlm. 2-9.

Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets. Educational Technology Nopember-Desember 1999. Hlm. 14-22.

Gay, L.R. 1983. Educational Research Competencies for Analysis & Application 2nd Edition. Ohio: A Bell & Howell Company.

Irwanto. 1997. Psikologi Umum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice:

the PAT Journal. April/Mei 2001. (Online) (Tersedia: http://members.aol.com/PTRFWEB/journal1040.html, diakses 7 Juni 2001)

Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.

Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.

Mulyasa. 2010. Praktik Penelitian Tindakan Kelas.

N.N. 2009. Problematika Seputar Guru, Tersedia: http://pakguruonline. pendidikan.net/problematika_sptr_guru_22.html

Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramedia.


(2)

Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (Tersedia: http://www.suarapembaharuan.com/News/1998/ 08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.

NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains. Hlm. 59-70 Pikiran Rakyat, Kualitas Guru Di Indonesia Rendah, Thursday, 25 February

2010 11:22. Harian Pikiran Rakyat, Kamis 25 Februari 2010 Pantiwati, Y. 2001. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program

Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang. Hlm.1-12.

Persada. Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.

Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.

Satria, Dharma. Kualitas guru sebagai kunci utama dalam kurikulum berbasis kompetensi. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/ education/1635024-kualitas-guru-sebagai-kunci-utama/

Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science Teacher. September 1998. hlm. 46-49). Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No.

3-4/1996. Hlm. 9-11.

Sumadi, Suryabrata. (1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan-Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjana, Nana. 2009. Dasar-Dasar Belajar Mengajar: Jakarta: Bumi Aksara. Syah, Muhibin. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rosda Karya. Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam

Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.

Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or "We're Wired, Webbed, and Windowed, Now What"? Educational Technology may-June 1999. Hlm. 5-18.


(3)

UNDP.2009. Human Development Report 2009 – Indonesia tersedia: Tersedia:http://hdrstats.undp.org/en/countries/data_ sheets/ cty_ds_IDN.html. Diakses:

Wirawan, Sarlito. (1997). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Winkel, W.S. 1997. Psiokologi Pengajaran (Revisi). Jakarta: Grasindo.

Willis, J. (2008). Brain-based teaching strategies for improving students' memory, learning, and test-taking success.(Review of Research). Childhood Education, 83(5), 31-316.


(4)

LAMPIRAN PERHITUNGAN STATISTIK

1. UJI NORMALITAS DATA

Des criptive Statis tics

53 53 53

1.19 2.60 2.45 4.50 3.64 7.10 3.0358 5.4245 .24827 .67165 .062 .451 N

Range Minimum Max imum Mean

Std. Deviation V arianc e

IPK WA KTU V alid N (lis tw ise)

Tes ts of Nor m ality

.113 53 .087 .960 53 .076

.227 53 .000 .886 53 .000

IPK WA KTU

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Signif ic ance Correction a.

2. UJI KORELASI

Des criptive Statistics

3.0358 .24827 53

5.4245 .67165 53

IPK WAKTU

Mean Std. Deviation N

Cor relations

1 -.257 . .063 3.205 -2.232 .062 -.043

53 53

-.257 1

.063 .

-2.232 23.458 -.043 .451

53 53

Pears on Correlation Sig. (2-tailed) Sum of Squares and Cross -produc ts Covariance N

Pears on Correlation Sig. (2-tailed) Sum of Squares and Cross -produc ts Covariance N

IPK

WA KTU


(5)

Cor relations 1.000 -.238* . .018 53 53 -.238* 1.000 .018 . 53 53

Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed)

N

Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N IPK WAKTU Kendall's tau_b IPK WAKTU

Correlation is s ignif icant at the .05 lev el (2-tailed). *.

3. DESKRIPSI KEAMPUAN MAHASISWA BERDASARKAN ANGKATAN

Cas e Proce ss ing Sum m ary

8 100.0% 0 .0% 8 100.0% 22 100.0% 0 .0% 22 100.0% 23 100.0% 0 .0% 23 100.0% 8 100.0% 0 .0% 8 100.0% 22 100.0% 0 .0% 22 100.0% 23 100.0% 0 .0% 23 100.0% Tahun Masuk 2003 2004 2005 2003 2004 2005 Akademik Waktu

N Percent N Percent N Percent Valid Mis sing Total

Cases

Descriptives

Tahun

Masuk Statistic Std. Error

Akademik 2003 Mean 2.8850 .05958

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 2.7441 Upper Bound 3.0259

5% Trimmed Mean 2.8867

Median 2.9300

Variance .028

Std. Deviation .16852

Minimum 2.64

Maximum 3.10

Range .46

Interquartile Range .3100

Skewness -.341 .752

Kurtosis -1.545 1.481

2004 Mean 2.9614 .06116

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 2.8342 Upper Bound 3.0885

5% Trimmed Mean 2.9609

Median 3.0400

Variance .082

Std. Deviation .28684

Minimum 2.45

Maximum 3.50

Range 1.05

Interquartile Range .3850

Skewness -.391 .491

Kurtosis -.356 .953

2005 Mean 3.1596 .03507


(6)

Tahun

Masuk Statistic Std. Error

Upper Bound 3.2323

5% Trimmed Mean 3.1496

Median 3.1600

Variance .028

Std. Deviation .16818

Minimum 2.87

Maximum 3.64

Range .77

Interquartile Range .1800

Skewness .996 .481

Kurtosis 2.130 .935

Waktu 2003 Mean 6.2125 .18268

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 5.7805 Upper Bound 6.6445

5% Trimmed Mean 6.1861

Median 6.0500

Variance .267

Std. Deviation .51669

Minimum 5.80

Maximum 7.10

Range 1.30

Interquartile Range .9250

Skewness 1.081 .752

Kurtosis -.377 1.481

2004 Mean 5.7682 .10494

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 5.5499 Upper Bound 5.9864

5% Trimmed Mean 5.7924

Median 5.9000

Variance .242

Std. Deviation .49221

Minimum 4.90

Maximum 6.20

Range 1.30

Interquartile Range .7250

Skewness -.862 .491

Kurtosis -.653 .953

2005 Mean 4.8217 .03383

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 4.7516 Upper Bound 4.8919

5% Trimmed Mean 4.8249

Median 4.9000

Variance .026

Std. Deviation .16225

Minimum 4.50

Maximum 5.10

Range .60

Interquartile Range .2000

Skewness -.525 .481