Perancangan Modul Pelatihan untuk Meningkatkan Pengetahuan Guru TK "X" mengenai Kecerdasan Bahasa Anak.
iv
Maria Yuni Megarini Cahyono
0332007
Judul : Perancangan Modul Pelatihan Untuk Meningkatkan Pengetahuan Guru
TK “X” Mengenai Kecerdasan Bahasa Anak
Dalam penelitian ini dirancang suatu modul pelatihan yang akan
diberikan pada guru TK “X” Bandung. Modul pelatihan dirancang untuk dapat
meningkatkan pengetahuan guru mengenai kecerdasan bahasa anak. Dengan
pengetahuan tersebut guru TK ”X” akan dapat menstimulasi kecerdasan bahasa anak
melalui teknik/metode yang digunakan saat kegiatan belajar mengajar. Pelatihan
diadakan selama 1 hari.
Adapun yang menjadi sampel penelitian adalah guru TK “X” baik yang
memegang TK A atau TK B. Dalam pelaksanaannya menggunakan metode
Pre-test
dan
Post-test
untuk mengetahui peningkatan pengetahuan mengenai kemampuan
bahasa anak secara umum dan peningkatan pengetahuan mengenai kecerdasan bahasa
anak, melalui uji statistic Wilcoxon. Metode yang digunakan untuk mengevaluasi
program pelatihan adalah kriteria dari Kirkpatrick (1998) pada tahap reaksi dan
pembelajaran.
Berdasarkan hasil pengumpulan data, terdapat peningkatan berupa
bertambahnya pengetahuan guru TK “X” mengenai kecerdasan bahasa anak dengan
sebesar 0,007. Namun tidak terdapat peningkatan pengetahuan guru terhadap
kemampuan bahasa anak secara umum dengan sebesar, 0,185. Evaluasi setelah 2
minggu pelatihan menunjukkan adanya peningkatan pemahaman guru terhadap
teknik atau metode yang telah biasa digunakan dalam kegiatan belajar mengajar
untuk menstimulasi kecerdasan bahasa anak.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah rancangan program pelatihan secara
umum menghasilkan reaksi yang positif peserta ditinjau dari segi materi, trainer dan
waktu pelaksanaan. Peserta mengalami peningkatan pengetahuan yang paling tinggi
pada aspek
explaining, teaching and learning.
Peserta kurang mengalami
peningkatan pada aspek
remembering
. Sedangkan teknik permainan konstruktif dan
media kreativitas, merupakan teknik yang dipahami peserta paling dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai kecerdasan bahasa anak. Sedangkan teknik
menceritakan pengalaman dirasakan peserta kurang dapat meningkatkan pengetahuan
mengenai kecerdasan bahasa. Peserta lebih memahami materi apabila metode
pelatihan yang digunakan adalah
role play
, simulasi visual, demonstrasi dan diskusi.
Saran yang diajukan adalah penyampaian materi diberikan banyak contoh
perilaku dan melakukan simulasi. Bagi penelitian lebih lanjut, pelatihan
meningkatkan pengetahuan guru mengenai kecerdasan bahasa anak sebaiknya
dilakukan pada peserta dengan karakteristik yang berbeda.
(2)
1
1.1 Latar Belakang Masalah
Masa anak merupakan salah satu masa yang sangat penting dalam rentang
kehidupan seorang individu, pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan
dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat (Berk, 2000:18). Proses
pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak harus
memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak. Para
ahli psikologi perkembangan memandang bahwa masa ini merupakan masa yang
sangat penting (
golden age)
yang datang hanya satu kali dan tidak dapat diulang.
Anak-anak pada masa ini sangat peka terhadap pengaruh dan perubahan yang berasal
dari lingkungan sekitarnya. Menurut Bloom, perkembangan aspek intelektual anak
dibandingkan dengan aspek perkembangan yang lain, terjadi sangat pesat pada
tahun-tahun awal kehidupannya. Stimulasi belajar pada masa ini memberikan pengalaman
yang sangat berharga untuk perkembangan berikutnya.
Kemampuan kognitif merupakan salah satu aspek perkembangan yang
mendapat perhatian utama dalam usaha peningkatannya, karena dengan kemampuan
intelektual yang baik, diyakini oleh sebagian orang tua dan guru bahwa anak tersebut
akan dapat lebih berhasil dalam kehidupannya. Selain itu juga tingkat kecerdasan
yang dimiliki seseorang pada umumnya akan menentukan penghargaan orang
(3)
lain terhadap dirinya. Menjadi hal yang sudah terjadi, semakin cerdas seseorang,
maka akan semakin dikagumi dan diperlakukan istimewa oleh masyarakat sekitarnya.
Di kalangan para pendidik sudah ada kesepakatan bahwa anak bukanlah orang
dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus diperlakukan sesuai dengan
tahap-tahap perkembangannya, namun sayangnya dalam praktek pendidikan
sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan betapa
para orangtua dan masyarakat pada umumnya memperlakukan anak Taman
Kanak-Kanak (TK) tidak sesuai dengan tahap perkembangannya. Banyak anak kehilangan
kegembiraannya sebagai anak karena harus menanggung target pendidikan yang
tinggi, seperti harus telah menguasai ketrampilan membaca, menulis dan berhitung.
Situasi menjadi lebih parah lagi, ketika para orangtua juga menuntut sekolah, agar
memberikan lebih banyak tugas kepada anak-anak mereka dengan harapan anak
dapat menjadi cepat pandai dan melebihi teman-teman sebayanya.
Sebagian besar orangtua dan guru belum memahami potensi yang dimiliki
anak dan lebih mengutamakan pada keberhasilan akademik saja.
(http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2009/0205/11/1104.htm). Orangtua akan bangga jika anaknya
yang baru berumur 3 – 4 tahun sudah menguasai ketrampilan membaca dan menulis
atau dapat mengerjakan soal-soal berhitung. Pada umumnya anak-anak ini justru
disebut sebagai anak yang cerdas. (www.alitkids.com) Masyarakat menuntut bahwa
saat masuk Sekolah Dasar, anak harus telah dapat membaca dan menulis dengan
lancar, karena jika tidak maka dikhawatirkan mereka tidak dapat mengikuti pelajaran
dengan baik. Dengan demikian sekolah berlomba-lomba untuk dapat membuat anak
(4)
didiknya menguasai kemampuan itu secepatnya. Hal ini juga diungkapkan oleh
Kepala Sekolah TK “X”, bahwa mengajarkan membaca dan menulis tidak termasuk
dalam kurikulum Taman Kanak-kanak, namun sekolah terpaksa mengajarkannya
karena harapan dan penilaian orangtua tentang kualitas dan mutu sebuah sekolah TK
yang bagus, yaitu sekolah yang dapat mengajarkan anak didiknya membaca dan
menulis dengan lancar sebelum masuk Sekolah Dasar. Dan anak tersebut disebut
sebagai anak yang cerdas.
Dr. Howard Gardner, (1993) profesor bidang pendidikan di Harvard
University, Amerika Serikat mengembangkan suatu kriteria untuk mengukur apakah
suatu potensi yang dimiliki seseorang benar-benar suatu kecerdasan. Gardner
mendefinisikan kecerdasan sebagai sebuah penilaian yang melihat secara deskriptif
bagaimana seorang individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan
masalah dan menghasilkan sesuatu. Bagi Gardner, semua anak memiliki potensi yang
berbeda dan membawa sejumlah potensi yang diwariskan dari generasi sebelumnya.
Agar dapat berkembang secara optimal, potensi bawaan perlu ditumbuh kembangkan
melalui berbagai stimulasi dan upaya-upaya lingkungan. Anak yang dipandang
sebagai individu yang utuh dan unik memerlukan penanganan dari berbagai pihak
seperti keluarga, sekolah maupun lingkungan tempat tinggal.
Sekolah yang merupakan lingkungan formal yang telah tersrtuktur dan
memiliki kurikulum, sejumlah kegiatan atau program yang terencana diharapkan
dapat menjadi lingkungan pembelajaran yang mengoptimalkan kemampuan dan
potensi anak. Sekolah diharapkan memiliki guru yang memiliki kualifikasi akademik
(5)
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran. Kompetensi tersebut adalah guru dapat
menguasai kurikulum yang berorientasi pada perkembangan anak, menguasai strategi
pendekatan kepada anak, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar,
pengelolaan pembelajaran yang bervariasi dan system penilaian yang kreatif. (UU
Sistem Pendidikan Nasional).
Untuk kecerdasan berbahasa sebagai salah satu dari kecerdasan yang dimiliki
individu, Gardner berpendapat bahwa bahasa merupakan sebuah contoh yang mudah
terlihat dari hasil kecerdasan seorang individu. Ia memperhatikan pentingnya aspek
restoris bahasa atau kemampuan untuk meyakinkan orang lain agar mau melakukan
suatu tindakan, kemampuan menggunakan kata-kata untuk mengingat dan
menceritakan suatu kegiatan atau proses, kapasitas bahasa untuk menjelaskan suatu
konsep serta kegunaan bahasa untuk menggambarkan bahasa itu sendiri atau
melakukan analisa metalinguistik. (Campbell, 1991).
Dalam bukunya,
Frames of Mind : The Theory of Multiple Intelligence
(1983), Gardner mengusulkan suatu cara untuk memetakan semua kemampuan yang
dimiliki oleh manusia yaitu dengan mengelompokkan kemampuan-kemampuan
tersebut menjadi delapan kategori kecerdasan.
Kecerdasan bahasa yang dimaksudkan dalam teori
multiple intelligence
adalah mencakup kemampuan untuk berpikir lancar melalui kata-kata,
mengekspresikan ide yang kompleks melalui kata-kata dan memahami arti dan urutan
kata. (Stefanakis, 2002). Berkaitan dengan pengertian dasar dari
Multiple
Intelligence,
dengan demikian kecerdasan bahasa anak dapat diartikan sebagai
(6)
kemampuan seorang anak untuk dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga mereka
dapat memahami orang lain, mengungkapkan pendapat atau perasaannya kepada
lingkungan baik secara lisan maupun tertulis dan kemampuan berpikir untuk
menyelesaikan masalah. Ketrampilan berkomunikasi tersebut membutuhkan
pemahaman konsep dan penggunaan kosa kata secara tepat. Hal yang masih sering
terjadi adalah anak TK sudah dapat membaca atau menulis namun mereka kurang
memahami secara tepat arti dari kata tersebut dan tidak dapat menggunakan kata
tersebut secara tepat dalam susunan kalimat yang digunakannya
Lazear (1994) mengembangkan kedelapan kecerdasan tersebut dalam
masing-masing aspeknya. Kecerdasan bahasa dibagi menjadi 6 aspek, aspek pertama
Analyzing Own Use of Language,
yaitu kemampuan dalam memahami bahasa yang
digunakannya. Pada anak TK, kemampuan ini dapat terlihat antara lain, saat anak
dapat memperbaiki kesalahan bahasa yang dilakukannya atau yang dilakukan oleh
lingkungan. Aspek kedua
Remembering,
yaitu kemampuan untuk menceritakan
kembali informasi yang pernah diterima. Anak TK yang mempunyai kemampuan
remembering
akan dapat mengulang kembali suatu cerita atau pengalamannya.
Aspek ketiga yaitu
Using Humor,
kemampuan untuk memahami dan menggunakan
humor pada saat berkomunikasi. Dengan kemampuan
using humor
anak TK dapat
bercanda dan tertawa saat menemukan kata yang terbalik atau tidak tepat
penggunaannya.
Aspek ke empat yaitu
Explaining, Teaching and Learning,
yaitu kemampuan
untuk mengajarkan kembali pada orang lain mengenai hal yang sudah diketahuinya
(7)
dan mempelajari sesuatu yang baru. Pada anak TK, kemampuan ini dapat terlihat
antara lain, anak dapat menjelaskan suatu informasi pada orang lain dan orang
tersebut dapat memahami serta menjelaskan kembali. Aspek kelima yaitu
Understanding Syntax and Meaning of Words,
yaitu kemampuan untuk memahami
sintaksis dan memahami arti
kata – kata dalam kalimat. Kemampuan ini terlihat saat
anak TK dapat memahami arti kata-kata dari lagu atau syair dan menggunakannya
pada kalimat yang lainnya. Aspek ke enam yaitu
Convincing Someone To Do
Something,
kemampuan meyakinkan orang lain untuk melakukan sesuatu. Dengan
kemampuan ini, anak dapat menjelaskan pendapat atau idenya dan orang tersebut
menyetujuinya.
Kecerdasan bahasa bukan hanya komunikasi yang searah saja, melainkan juga
ketrampilan untuk mengungkapkan pikiran, keinginan dan pendapatnya kepada orang
lain. Kecerdasan ini merupakan dasar yang sangat mendukung seorang anak untuk
dapat berkomunikasi dengan lingkungan pada tatanan intelektual yang makin tinggi
dan sosial yang makin beragam. Kecerdasan bahasa juga sangat penting dalam
mempersiapkan anak untuk dapat menguasai kemampuan dasar akademik (calistung)
dan membuka pintu untuk menguasai berbagai pelajaran di Sekolah Dasar. Seorang
anak dengan kecerdasan bahasa yang baik akan lebih mudah saat mempelajari pola
huruf, bunyi dari kata-kata yang tertulis, yang pada akhirnya juga akan dapat
mendukung proses komunikasi baik lisan maupun tertulis. Bahkan ketika orang yang
sedang berkomunikasi dengannya tidak dapat dilihat atau didengar suaranya. Selain
itu lingkungan yang dapat mengembangkan kecerdasan bahasa secara tepat akan
(8)
dapat meletakkan dasar bagi anak agar kelak anak dapat memahami suatu konsep dan
kemudian menjelaskannya kembali, berdebat, berdiskusi, membuat laporan dan
melaksanakan berbagai tugas akademik lain. Lingkungan yang memberikan stimulasi
secara intensif, terencana dan terstruktur akan membantu pengoptimalan kemampuan
berbicara anak, sehingga anak dapat memiliki kemampuan bahasa yang baik dan
bahkan cerdas dalam berbahasa.
Pada saat anak mulai dapat berbicara dan didorong dengan rasa ingin tahu
yang tinggi, biasanya membuat anak berminat untuk menanyakan berbagai hal yang
tidak diketahuinya dan mengungkapkan apa saja yang melintas dalam pikirannya.
Anak yang tidak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapat atau
keinginannya biasanya akan menjadi pasif. Hal ini cenderung dapat terbawa sampai
anak tersebut duduk di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pemilihan kata yang
tepat dengan lafal dan artikulasi yang benar hanya dapat diperoleh anak jika
lingkungan sekitar memberikan teladan dan kesempatan untuk melakukannya. Guru
TK sebagai figur pertama dan utama di sekolah diharapkan dapat memberikan
kesempatan dan teladan yang tepat dalam proses pengembangan kemampuan bahasa
dan kecerdasan bahasa anak TK. Masih banyak guru TK yang masih belum
menyadari dan mengetahui mengenai pentingnya melatih dan mengembangkan
kecerdasan bahasa anak sejak duduk di TK. Seperti guru-guru TK ”X” ini bayak
memberikan lembaran latihan menulis dan membaca untuk anak, bahkan anak-anak
diberikan semacam ’UTS’ atau ’UAS’ pada setiap semesternya.
(9)
Taman Kanak-kanak (TK) pada dasarnya adalah suatu lembaga pendidikan,
yaitu suatu lembaga yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia pra
sekolah atau anak usia 3 - 6 tahun. Berbeda dengan pendidikan di SD atau yang lebih
tinggi, program pendidikan di TK bukan sekedar mengajarkan hal-hal yang sudah
tertera dalam kurikulum. Para guru harus aktif melakukan upaya peningkatan
kemampuan tiap aspek perkembangan anak melalui berbagai metode/teknik yang
digunakan di TK. Seluruh aspek perkembangan anak dapat distimulasi dengan
metode/teknik tersebut, dengan pengetahuan dan ketrampilan guru maka satu
metode/teknik dapat menstimulasi beberapa aspek perkembangan. Tujuan ini dapat
tercapai bila guru secara aktif dan kreatif mengaitkan metode dengan aspek
perkembangan yang ingin dikembangkan.
Selain itu selama kegiatan belajar mengajar, pada umumnya guru masih
menyampaikan materi pelajaran secara searah dan kurang memberikan kesempatan
kepada anak untuk mengungkapkan pendapat atau bertanya mengenai sesuatu hal.
Dalam hal ini anak cenderung bersikap pasif dan memposisikan dirinya sebagai
pribadi yang hanya siap menerima informasi namun mengalami kesulitan dalam
memproduksi informasi, sebagai hasil pengolahan dari pemahamannya terhadap
informasi yang diterimanya tersebut. Guru sebagai pribadi yang berperan dalam
kegiatan belajar mengajar di TK seringkali kurang memahami penggunaan berbagai
teknik/metode pengajaran di TK secara kreatif untuk mengembangkan aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan bahasa. Seperti, kegiatan
bercakap-cakap, membaca puisi, bermain peran, bermain lego, balok, bercerita, bernyanyi,
(10)
mewarna dan lain-lain. Keadaan tersebut di atas juga terjadi seperti yang terjadi di
TK “X”, guru masih membatasi kegiatan pengajaran di TK pada satu aspek
perkembangan saja, seperti bermain lego, hanya pada aspek kreativitas saja. Anak
kurang diberikan kesempatan untuk menceritakan tentang ”bangunan” lego yang
sudah dibangunnya, misalnya dengan menstimulasi anak untuk menceritakan
karyanya, dengan menceritakan guru atau orangtua akan dapat membantu anak untuk
dapat mengungkapkan ide pada lingkungan melalui pemilihan kata yang tepat, hal ini
akan dapat menstimulasi kecerdasan bahasanya..
Proses pembelajaran yang cenderung hanya menekankan kemampuan
akademik, monoton dan kaku yaitu dimana anak kurang diberikan kesempatan untuk
bertanya atau bercerita, kurang melatih anak untuk mampu menyimak dan
mendengarkan suatu informasi dengan cermat. Sekalipun anak mempunyai potensi
intelektual yang baik, namun bila anak tidak mampu untuk mengungkapkannya maka
prestasi yang dicapainya pun tidak akan sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Dengan kecerdasan berbahasa yang berkembang, akan sangat membantu seorang
anak dalam meningkatkan kemampuannya dalam menjalin relasi di lingkungannya
dan menyelesaikan masalah apabila muncul perbedaan pendapat. Kecerdasan
berbahasa ini juga akan menjadi suatu landasan yang kuat saat anak mempelajari
informasi atau ilmu lain di sekolah yang lebih tinggi tingkatannya.
Perkembangan bahasa sebagai pendukung dasar dari kecerdasan bahasa
merupakan salah satu aspek perkembangan yang harus dikembangkan di TK.
Kompetensi dasar yang berkaitan dengan perkembangan bahasa adalah kemampuan
(11)
mendengarkan, berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan bahasa dan
mengenal simbol. Hasil belajar yang diharapkan dari kompetensi dasar tersebut
adalah : (1) Dapat mendengarkan dan membedakan bunyi suara, bunyi bahasa dan
mengucapkannya dengan lafal yang benar. (2) Dapat mendengarkan dan memahami
kalimat sederhana serta mengkomunikasikannya. (3) Dapat berkomunikasi/berbicara
lancar secara lisan dengan lafal yang benar. (4) Memiliki perbendaharaan kata yang
diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari dan (5) Memahami bahwa ada hubungan
antara bahasa lisan dengan tulisan/pra membaca. (Matrik Kurikulum TK 2004,
Standar Kompetensi Taman Kanak-Kanak). Seiring dengan diluncurkannya
kurikulum 2004, salah satu prioritas penting yang ingin diwujudkan adalah adanya
perubahan pola pikir dan pola tindak di kalangan peserta didik yang selama ini pasif
dan statis agar menjadi lebih aktif, dinamis dan kreatif.
Berdasarkan wawancara kepada para guru TK ”X” dan observasi (
participant
observation
)
yang dilakukan di TK ”X”, didapatkan bahwa para guru lebih banyak
melakukan pengajaran searah sehingga anak menjadi pasif dan para guru lebih
mementingkan hasil belajar anak berupa ketrampilan akademik seperti tulisan,
membaca, berhitung, menghafal lagu, ketrampilan tangan atau ketrampilan motorik
kasar. Guru mempunyai anggapan bahwa kemampuan bahasa anak terlihat pada
kemampuan anak didiknya yang dapat membaca, menulis, hafal lagu atau sajak. Guru
masih belum memahami bahwa kemampuan bahasa dapat distimulasi melalui
berbagai metode/teknik yang biasa digunakan sehingga kecerdasan bahasa anak dapat
ditingkatkan. Selama ini guru memisahkan metode/teknik tertentu hanya untuk
(12)
mengembangakan aspek perkembangan tertentu saja. Misalnya kegiatan menggambar
hanya untuk aspek motorik, anak-anak diminta untuk menyebutkan gambar yang
dibuat, namun tidak diminta untuk menceritakan gambar yang telah mereka buat.
Pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung di kelas, guru selalu memberikan
kesempatan untuk bertanya jawab mengenai tema atau materi yang diberikan, namun
guru hanya memperhatikan anak yang ditanya dan kurang memberikan tanggapan
pada jawaban lain yang serupa atau pertanyaan dari anak lain. Selain itu, saat
anak-anak di kelas kurang memperhatikan materi yang disampaikan sehingga terkesan
gaduh atau ada anak yang berebutan buku, guru hanya memakai isyarat non verbal
(mengangkat telunjuk) sambil mengatakan “Hayo…”,”Awas ya…”,“Cepat-cepat
jangan berisik, nanti yang belum selesai ga boleh makan”, “Diam anak-anak, ibu guru
sedang bicara”. Pada saat menyanyikan lagu atau melafalkan sajak-sajak yang sudah
dihafalkan, sebagian besar anak tersebut belum memahami arti dari kata-kata dalam
lagu atau sajak tersebut.
Diharapkan dengan pengetahuan guru mengenai kecerdasan bahasa anak,
guru akan dapat memberikan stimulai melalui berbagai metode/teknik yang telah
biasa digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di TK, maka seorang anak sejak
usia dini telah dapat memahami dan mengolah suatu informasi dengan baik dan dapat
mengungkapkannya melalui susunan kalimat secara tepat. Berdasarkan hal tersebut di
atas, peneliti tertarik untuk menyusun suatu program pelatihan untuk meningkatkan
pengetahuan guru mengenai kecerdasan bahasa Anak TK.
(13)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi masalah utama dalam penelitian ini
adalah perlunya meningkatkan pengetahuan guru mengenai kecerdasan bahasa Anak.
Dengan pengetahuan tersebut guru TK ”X” mampu menstimulasi kecerdasan bahasa
anak melalui teknik/metode yang digunakan saat kegiatan belajar mengajar. Untuk itu
perlu diberikan suatu intervensi kepada para guru dengan merancang suatu program
pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan guru mengenai kecerdasan bahasa Anak.
Beranjak dari hal tersebut, maka permasalahan yang ingin dijawab oleh
penelitian ini adalah “Program pelatihan seperti apa yang dapat meningkatkan
pengetahuan guru mengenai kecerdasan bahasa Anak?”
1.3 Maksud, Tujuan, dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan guru
TK ”X” mengenai kecerdasan berbahasa anak, menyusun suatu program pelatihan
untuk meningkatkan pengetahuan guru mengenai kecerdasan berbahasa anak. Dengan
pengetahuan tersebut guru TK ”X” akan dapat menstimulasi kecerdasan bahasa anak
melalui teknik/metode yang digunakan saat kegiatan belajar mengajar. Kemudian
juga untuk mengetahui gambaran pengetahuan guru mengenai kecerdasan berbahasa
anak setelah mengikuti pelatihan.
(14)
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengukur pengaruh program pelatihan bagi guru
TK ”X” terhadap peningkatan pengetahuan guru mengenai kecerdasan berbahasa
Anak TK. Dengan pengetahuan tersebut guru TK ”X” akan dapat menstimulasi
kecerdasan bahasa anak melalui teknik/metode yang digunakan saat kegiatan belajar
mengajar.
1.3.3 Kegunaan Penelitian
Program pelatihan ini diharapkan dapat digunakan oleh guru TK secara umum
sebagai sumber untuk mengetahui aspek-aspek kecerdasan berbahasa yang dimiliki
anak. Dengan pengetahuan tersebut guru TK ”X” akan dapat menstimulasi
kecerdasan bahasa anak melalui teknik/metode yang digunakan saat kegiatan belajar
mengajar. Paket program pelatihan ini dapat diberikan kepada guru TK sebagai
materi pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan guru mengenai aspek-aspek
kecerdasan bahasa anak. Dengan pengetahuan tersebut guru TK ”X” akan dapat
menstimulasi kecerdasan bahasa anak melalui teknik/metode yang digunakan saat
kegiatan belajar mengajar.
1.4. Metodologi
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental pada satu
kelompok. Rancangan penelitian yang digunakan adalah
single-group,
pretest-posttest study.
Alat ukur yang pertama adalah kuesioner untuk mengetahui
(15)
pengetahuan guru TK “X” mengenai kemampuan bahasa anak secara umum yang
meliputi perkembangan bahasa anak, kecerdasan bahasa termasuk dalam
perkembangan bahasa dan peran guru dalam menstimulasi kecerdasan bahasa. Alat
ukur ini berupa kuesioner mengenai perkembangan bahasa secara umum yang
disusun berdaarkan teori perkembangan anak dari Laura Berk dan teori
Multiple
Intelligence
dari Howard Gardner. Alat ukur kedua adalah kuesioner mengenai
aspek-aspek kecerdasan bahasa yang disusun berdasarkan pengembangan
Linguistic
Intelligence
oleh David Lazear (1991) dari teori
Multiple Intelligence
dari Howard
Gardner.
Alat ukur ini digunakan sebagai
pre-test
(pengukuran yang dilakukan
sebelum penelitian) sekaligus sebagai
post-test
(pengukuran yang dilakukan sesudah
penelitian). Perlakuan dalam penelitian ini adalah suatu paket program pelatihan
“Meningkatkan Pengetahuan Guru Mengenai Kecerdasan Berbahasa Anak”. Sampel
dalam penelitian ini adalah guru-guru di TK “X” Bandung. Guna mengetahui
pengaruh yang diberikan oleh pelatihan, data yang diperoleh melalui kuesioner
tersebut diuji secara statistik. Berdasarkan pertimbangan bahwa data tidak
berdistribusi normal dan berasal dari 10 subyek, maka uji statistik yang dipergunakan
adalah uji statistik non-parametrik Wilcoxon
T test.
(16)
113
5.1. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data terhadap
10 responden, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.
Rancangan program pelatihan telah sesuai diterapkan untuk guru TK “X”
karena dapat meningkatkan pengetahuan guru tentang kecerdasan bahasa anak.
2.
Rancangan program pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan guru
mengenai kecerdasan bahasa anak secara umum menghasilkan reaksi yang
positif dari guru ditinjau dari segi materi, trainer dan fasilitator.
3.
Aspek
analyzing own use of language,
aspek
understanding syntax and
meaning of words
dan aspek convincing someone to do something
merupakan
aspek yang dirasakan meningkat oleh guru.
4.
Aspek
explaining, teaching and learning
dan aspek
remembering
merupakan
aspek yang dirasakan tidak mengalami peningkatan, namun melalui ulasan
teknik/metode yang biasa digunakan, untuk aspek
explaining, teaching and
learning guru mengalami peningkatan pengetahuan.
5.
Metode dengan permainan konstruktif dan media kreativitas merupakan teknik
yang paling efektif dalam meningkatkan aspek-aspek kecerdasan bahasa anak.
(17)
114
6.
Metode dengan permainan konstruktif dan media kreativitas, membaca syair,
dramatisasi, bercakap-cakap dan bereksplorasi merupakan teknik yang dapat
meningkatkan aspek kecerdasan yang berbeda-beda pada seluruh responden.
7.
Metode bernyanyi merupakan metode yang paling sering dan banyak
digunakan oleh guru TK “X”.
5.2.
SARAN
1.
Program pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan guru mengenai
kecerdasan bahasa dapat dilakukan dengan memperbanyak role play, group
discussion dan simulasion.
2.
Pelatihan ini dapat diperkenalkan juga pada guru TK lain sehingga akan
dapat meningkatkan kecerdasan bahasa anak didiknya.
(18)
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, T. 1987.
In Their Own Way : Discovering and Encouraging Your Child’s
Personal Learning Style.
Terjemahan Rina Buntaran.
Jakarta. 2005 : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Armstrong, T. 2000.
Multiple Intelligence in The Classroom.
Terjemahan Yudhi
Murtanto. Bandung. 2002 : Kaifa.
Berk, Laura E. 2000.
Child Psychology : A Contemporary Viewpoint 6
th ed,
Hetherington/ Parke/ Gauvain/ Locke
Campbell, Linda, Bruce Campbell & Dee Dickinson. 1991.
Teaching and Learning
Trough Multiple Intelligence.
Catron, Carol.E dan Jan Allen. 1999.
Early Childhood Curriculum
:
A Creative Play
Model,2
Edition. NewJersey : Merill Publ.
Christensen, L. B. 2001.
Experimental Methodology (8
thEd).
Boston : Allyn and
Bacon
Gage, N. L. & Berliner, D.C. 1984.
Educational Psychology 3
rdEdition.
Chicago :
Rand McNally College Publishing Company.
Gardner, Howard. 1983.
Frames of Mind : The Theory of Multiple Intelligence.
New
York : Basic Book.
Gardner, Howard. 1993.
Multiple Intelligence: The Teory in Practice A Reader.
USA:
Basic Book.
Gardner, Howard. 1999.
Intelligence Reframed: Multiple Intelligence for 21
thCentury,
USA: Basic Book.
Hartono, Bambang.1992.
Anak Anda Di TK
? : P.T. BPK Gunung Mulia, Jakarta
Kirkpatrick, Donald L. 1988.
Evaluation Training Program, the Four Level 2
ndEd.
San Fransisco : Berrett-Koehler Publisher, Inc.
Lazear, David. 1994.
Multiple Intelligence Approches to Assessment : Solving The
Assessment Conundrum.
Australia : Hawker Browlow Education.
Lazear, David. 2000.
Pathways of Learning : Teaching Students and Parents about
(19)
Mar’at, Samsunuwiyati. 2005.
Psikolinguistik
. Bandung : PT. Refika Aditama.
Moeslichatoen. 2004.
Metode Pengajaran di Taman Kanak - Kanak.
Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Newstrom, J.W & Davis K. 1993.
Organizational Behavior.
Mc Graw Hill series in
Management.
Nicholson-Nelson, K. 1998.
Developing Student’s Multiple Intelligences.
New York :
Scholastic Professional Books.
Parmonodewo, S. 2003.
Pendidikan Anak Prasekolah.
Jakarta : P.T. Rineka Cipta
Ross, D. Parke and Virginia Otis, Locke. 2003.
Child Psychology ( A Contemporary
Viewpoint )
. New York : Mc Graw-Hill.
Siegel, Sidney. 1988.
Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta : P.T
Gramedia
Stefanakis, Evangeline Harris. 2002.
Multiple Intelligence and Portofolios:A Window
Into The Learner’s Mind.
Portsmouth, NH : Heinemann.
Sujiono, Yuliani Nurani. 2009.
Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
PT.
Indeks Jakarta.
Walter, Gordon A. & Marks, Stephen E. 1981.
Experiential Learning and Change.
(20)
DAFTAR RUJUKAN
Arief Rahman. 2004.
Pendidikan Di Indonesia Masih Berpusat Pada Guru.
Kompas,
Kolom Humaniora, Senin 13 Januari 2004.
Dewey, John. 1994.
Play and Work in The Curriculum.
Melalui http;//www.ilt.
Columbia.edu/publications/Projects/digitexts.
Kolb, David A. & Smith, M. K. 2001.
On Experiential Learning : The Encyclopedia
of Informal Education.
Melalui http;//www.infed.org/b.explrn.htm.
Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional ( UU RI 20 Tahun 2003 ) dan
Peraturan Pelaksanaannya.Jakarta:Dirjen Dikdasmen, Direktorat TK-SD 2003
Weight, Albert. 1970.
Participative Education and The Inevitable Revolution in
(1)
pengetahuan guru TK “X” mengenai kemampuan bahasa anak secara umum yang meliputi perkembangan bahasa anak, kecerdasan bahasa termasuk dalam perkembangan bahasa dan peran guru dalam menstimulasi kecerdasan bahasa. Alat ukur ini berupa kuesioner mengenai perkembangan bahasa secara umum yang disusun berdaarkan teori perkembangan anak dari Laura Berk dan teori Multiple Intelligence dari Howard Gardner. Alat ukur kedua adalah kuesioner mengenai aspek-aspek kecerdasan bahasa yang disusun berdasarkan pengembangan Linguistic Intelligence oleh David Lazear (1991) dari teori Multiple Intelligence dari Howard Gardner. Alat ukur ini digunakan sebagai pre-test (pengukuran yang dilakukan sebelum penelitian) sekaligus sebagai post-test (pengukuran yang dilakukan sesudah penelitian). Perlakuan dalam penelitian ini adalah suatu paket program pelatihan “Meningkatkan Pengetahuan Guru Mengenai Kecerdasan Berbahasa Anak”. Sampel dalam penelitian ini adalah guru-guru di TK “X” Bandung. Guna mengetahui pengaruh yang diberikan oleh pelatihan, data yang diperoleh melalui kuesioner tersebut diuji secara statistik. Berdasarkan pertimbangan bahwa data tidak berdistribusi normal dan berasal dari 10 subyek, maka uji statistik yang dipergunakan adalah uji statistik non-parametrik Wilcoxon T test.
(2)
113 5.1. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data terhadap 10 responden, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Rancangan program pelatihan telah sesuai diterapkan untuk guru TK “X” karena dapat meningkatkan pengetahuan guru tentang kecerdasan bahasa anak. 2. Rancangan program pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan guru
mengenai kecerdasan bahasa anak secara umum menghasilkan reaksi yang positif dari guru ditinjau dari segi materi, trainer dan fasilitator.
3. Aspek analyzing own use of language, aspek understanding syntax and meaning of words dan aspek convincing someone to do something merupakan aspek yang dirasakan meningkat oleh guru.
4. Aspek explaining, teaching and learning dan aspek remembering merupakan aspek yang dirasakan tidak mengalami peningkatan, namun melalui ulasan teknik/metode yang biasa digunakan, untuk aspek explaining, teaching and learning guru mengalami peningkatan pengetahuan.
5. Metode dengan permainan konstruktif dan media kreativitas merupakan teknik yang paling efektif dalam meningkatkan aspek-aspek kecerdasan bahasa anak.
(3)
114
6. Metode dengan permainan konstruktif dan media kreativitas, membaca syair, dramatisasi, bercakap-cakap dan bereksplorasi merupakan teknik yang dapat meningkatkan aspek kecerdasan yang berbeda-beda pada seluruh responden. 7. Metode bernyanyi merupakan metode yang paling sering dan banyak
digunakan oleh guru TK “X”.
5.2. SARAN
1. Program pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan guru mengenai kecerdasan bahasa dapat dilakukan dengan memperbanyak role play, group discussion dan simulasion.
2. Pelatihan ini dapat diperkenalkan juga pada guru TK lain sehingga akan dapat meningkatkan kecerdasan bahasa anak didiknya.
(4)
Armstrong, T. 1987. In Their Own Way : Discovering and Encouraging Your Child’s
Personal Learning Style. Terjemahan Rina Buntaran. Jakarta. 2005 : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Armstrong, T. 2000. Multiple Intelligence in The Classroom. Terjemahan Yudhi
Murtanto. Bandung. 2002 : Kaifa.
Berk, Laura E. 2000. Child Psychology : A Contemporary Viewpoint 6th ed,
Hetherington/ Parke/ Gauvain/ Locke
Campbell, Linda, Bruce Campbell & Dee Dickinson. 1991. Teaching and Learning
Trough Multiple Intelligence.
Catron, Carol.E dan Jan Allen. 1999. Early Childhood Curriculum : A Creative Play
Model,2 Edition. NewJersey : Merill Publ.
Christensen, L. B. 2001. Experimental Methodology (8thEd). Boston : Allyn and
Bacon
Gage, N. L. & Berliner, D.C. 1984. Educational Psychology 3rd Edition. Chicago :
Rand McNally College Publishing Company.
Gardner, Howard. 1983. Frames of Mind : The Theory of Multiple Intelligence. New
York : Basic Book.
Gardner, Howard. 1993. Multiple Intelligence: The Teory in Practice A Reader.USA:
Basic Book.
Gardner, Howard. 1999. Intelligence Reframed: Multiple Intelligence for 21th
Century, USA: Basic Book.
Hartono, Bambang.1992. Anak Anda Di TK ? : P.T. BPK Gunung Mulia, Jakarta
Kirkpatrick, Donald L. 1988. Evaluation Training Program, the Four Level 2ndEd.
San Fransisco : Berrett-Koehler Publisher, Inc.
Lazear, David. 1994. Multiple Intelligence Approches to Assessment : Solving The
Assessment Conundrum. Australia : Hawker Browlow Education.
Lazear, David. 2000. Pathways of Learning : Teaching Students and Parents about
(5)
Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik. Bandung : PT. Refika Aditama.
Moeslichatoen. 2004. Metode Pengajaran di Taman Kanak - Kanak. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Newstrom, J.W & Davis K. 1993. Organizational Behavior. Mc Graw Hill series in
Management.
Nicholson-Nelson, K. 1998. Developing Student’s Multiple Intelligences. New York :
Scholastic Professional Books.
Parmonodewo, S. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : P.T. Rineka Cipta
Ross, D. Parke and Virginia Otis, Locke. 2003. Child Psychology ( A Contemporary
Viewpoint ). New York : Mc Graw-Hill.
Siegel, Sidney. 1988. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : P.T
Gramedia
Stefanakis, Evangeline Harris. 2002. Multiple Intelligence and Portofolios:A Window
Into The Learner’s Mind. Portsmouth, NH : Heinemann.
Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. PT.
Indeks Jakarta.
Walter, Gordon A. & Marks, Stephen E. 1981. Experiential Learning and Change.
(6)
Arief Rahman. 2004. Pendidikan Di Indonesia Masih Berpusat Pada Guru. Kompas,
Kolom Humaniora, Senin 13 Januari 2004.
Dewey, John. 1994. Play and Work in The Curriculum. Melalui http;//www.ilt.
Columbia.edu/publications/Projects/digitexts.
Kolb, David A. & Smith, M. K. 2001. On Experiential Learning : The Encyclopedia
of Informal Education. Melalui http;//www.infed.org/b.explrn.htm.
Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional ( UU RI 20 Tahun 2003 ) dan Peraturan Pelaksanaannya.Jakarta:Dirjen Dikdasmen, Direktorat TK-SD 2003
Weight, Albert. 1970. Participative Education and The Inevitable Revolution in