HUBUNGAN SISTEM PEMBINAAN PROFESIONAL GURU DENGAN KINERJA GURU SD DI KECAMATAN BANJARAN KABUPATEN BANDUNG.
HUBUNGAN SISTEM PEMBINAAN PROFESIONAL GURU
DENGAN KINERJA GURU SD
Dl KECAMATAN BANJARAN KABUPATEN BANDUNG
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
41&
Oleh:
H. MOHAMAD NANANG ROFI'U
NIM 009774
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2003
DISETUJUI DAN DISAHKAN
PEMBIMBING
I
PROF. DR. H. BAMBANG SUWARNO, M.A.
PEMBIMBING
/'••
II
/- V
DR. DANNY MEIRAWAN, M.Pd.
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2003
DISETUJUI DAN DISAHKAN
OLEH
SEKRETARIS PROGRAM STUDI
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROF.DR. H. DJAM'AN SATORI, M. A.
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2003
ABSTRACT
Elementary School (SD) constituted strategic education ladder in
national education system because constituted education early which giving
based knowledge, skill and ability which desirable to efficacy of education
quality at herein after level. In Nurhattati research (1995) expressed that
causes of which result to lower quality ofElementary School graduated are:
teacher lowering ofquality ofprofessionalism where teacher less mastering
of instruction method and items, less adequate appliance assisted
instruction, and weaken system him development ofteacherprofessionalism.
This thesis entitled "The Relation of Teacher's Professionalism
System ofConstruction with Teacher's Performance" with a purpose to
obtain: get system picture construction of professional learn and its
performance and also how the relation both. This research conducted toward
teacher of SD in district of Banjaran sub-province of Bandung with sample
counted 70 people.
Teacher's professionalism constructions system measured through
planning aspect, evaluation and activating toward system construction of
academic, construction of personnel and construction of administration,
whereas teacher performance measured through knowledge aspect,
motivation and ability toward law and regulation, organizational ofprofession,
colleagues, student, workplace, job andheadmaster.
Pursuant to the result of this research were known that: a.
Professionalism constructions system conducted by headmaster toward
teacher,of SD in district ofBanjaran sub-province ofBandung assessedwell
enough b. Elementary Teacher's performance in district of Banjaran subprovince of Bandung assessed have good enough c. There is significant
influence between Teacher's professionalism constructions system with its
performance in district of Banjaran sub-province of Bandung which
contribution 15,1%.
Implication from result ofthis research are: teacher's professionalism
constructions system have to become mainstream program development of
teacher quality, teacher's performance showed by professionalism have to
become main destiny and collaboration between teacher's professionalism
construction program and improvement ofteacher's performance have to be
done sophisticatedly. Suggestions of this research are: Headmaster
expected to more improving his task in provide construction ofprofessional to
educator staff where he lead and teacher expected continue to maintain and
farther improve its profession performance as educator.
xn
ABSTRAK
Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan strategis dalam
sistem pendidikan nasional karena merupakan pendidikan awal yang
memberi dasar pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang
dibutuhkan bagi keberhasilan mutu pendidikan pada tingkat selanjutnya.
Dalam hasil penelitian Nurhattati (1995) dinyatakan bahwa masalah-masalah
yang mengakibatkan rendahnya mutu lulusan Sekolah Dasar diantaranya
adalah: rendahnya kualitas profesionalisme guru dimana guru kurang
menguasai materi dan metode pengajaran, kurang memadainya alat bantu
pengajaran, dan lemahnya sistem pengembangan profesional guru.
Tesis ini berjudul "Hubungan Sistem Pembinaan Profesional Guru
dengan Kinerja Guru SD" dengan tujuan memperoleh gambaran sistem
pembinaan profesional guru dan kinerjanya serta bagaimana hubungan
keduanya. Penelitian ini dilakukan terhadap guru SD di kecamatan Banjaran
kabupaten Bandung dengan sampel sebanyak 70 orang.
Sistem pembinaan profesional guru diukur
melalui
aspek
perencana'an, pelaksanaan dan evaluasi terhadap sistem pembinaan
akademik, pembinaan personil dan pembinaan administrasi, sementara
kinerja guru diukur melalui aspek pengetahuan, kemampuan dan motivasi
terhadap peraturan perundang-undangan, organisasi profesi, rekan
seprofesi, anak didik, tempat kerja, pimpinan dan pekerjaan.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa: a. Sistem
pembinaan profesional yang dilakukan Kepala Sekolah terhadap guru SD di
Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung sudah cukup baik; b. Kinerja guru
SD di kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung dinilai sudah cukup baik;
c. Terdapat pengaruh signifikan antara seluruh komponen sistem pembinaan
profesional guru terhadap kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung dengan kontribusi pengaruh sebesar 15,1%.
Implikasi dari hasil penelitian ini adalah: sistem pembinaan profesional
guru hams menjadi mainstream program pengembangan kualitas guru SD,
kinerja guru yang ditunjukkan oleh profesionalisme hams menjadi tujuan
utama para pendidik dan kolaborasi antara program-program pembinaan
profesional dan peningkatan kinerja guru hams dijalankan secara sinergis.
Saran-saran dari penelitian ini adalah: Kepala Sekolah diharapkan lebih
meningkatkan tanggungjawabnya dalam memberikan pembinaan profesional
kepada staf pendidik di sekolah yang dipimpinnya dan guru diharapkan dapat
terus mempertahankan dan lebih jauhnya meningkatkan kinerja profesinya
sebagai tenaga pendidik.
XI
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR
'
UCAPAN TERIMA KASIH
'V
DAFTAR ISI
Vl
DAFTAR TABEL
IX
DAFTAR GAMBAR
x
ABSTRAK
Xl
ABSTRACT
XH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Identifikasi Masalah
8
C. Pembatasan Masalah
8
D. Perumusan Masalah
9
E.
F.
G.
H.
BAB II
Tujuan Penelitian
Anggapan Dasar
Hipotesis Penelitian
Paradigma Penelitian
10
10
11
12
LANDASAN TEORITIS
A. Sistem Pembinaan Profesional
1. Pengertian Sistem dalam Pendidikan
19
19
2. Pembinaan Profesional Guru dalam Kontek Administrasi
Pendidikan
21
3. Pengertian Profesi dan Profesional
35
4. Profesional Guru
42
5. Ciri-ciri Keprofesian di Bidang Kependidikan
45
6. Pendekatan Tentang Profesionalisme dan Edukasi
Sosial Seorang Guru
7. Pengembangan Sikap Profesional Guru
VI
47
49
Vll
B. Pembinaan Program Pengajaran
1.
2.
3.
4.
Tugas dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah
Fungsi Kepala Sekolah
Tugas Kepala Sekolah
Tugas Kepala Sekolah Sebagai Pembina
5. Peran dan Kinerja Kepala Sekolah
C. Program Pengajaran pada Pendidikan Dasar
D. Tugas Guru
E. Kinerja Guru
49
51
56
60
65
67
70
73
77
1. Pengertian Kinerja
2. Pengertian Guru
77
85
F. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Pembinaan Profesional
- Terhadap Kinerja
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
91
B. Populasi dan Sampel Penelitian
92
1. Populasi
2. Sampel Penelitian
92
93
C. Teknik Pengumpulan dan Sumber Data
94
D. Pelaksanaan Pengumpulan Data
97
E. Teknik Pengolahan Data
BAB IV
86
102
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Jawaban Responden
1. Deskripsi Sistem Pembinaan Profesional Guru SD
2. Deskripsi Kinerja Guru SD
106
108
111
B. Korelasi antara Sistem Pembinaan Profesional dengan
Kinerja Guru SD di Kecamatan Banjaran Bandung
115
Vlll
1. Korelasi antara Sistem Pembinaan Akademik dengan
Kinerja Guru SDdi Kecamatan Banjaran Bandung
119
2. Korelasi antara Sistem Pembinaan Personil dengan
Kinerja Guru SDdi Kecamatan Banjaran Bandung
122
3. Korelasi antara Sistem Pembinaan Administrasi dengan
Kinerja Guru SDdi Kecamatan Banjaran Bandung
124
C. Analisis Regresi Linier Berganda Antara Variabel Sistem
Pembinaan Profesional (X) terhadap Kinerja Guru SD (Y)
128
1. Uji Normalitas
2. Uji Linieritas
D. Pembahasan
129
129
132
1. Gambaran Sistem Pembinaan Profesional
134
2. Gambaran Kinerja Guru SD
136
3. Hubungan Sistem Pembinaan Profesional dengan Kinerja
Guru SD di Kecamatan Banjaran Bandung
140
4. Hubungan Sistem Pembinaan Akademik dengan Kinerja
Guru SDdi Kecamatan Banjaran Bandung
142
5. Hubungan Sistem Pembinaan Personil dengan Kinerja
Guru SD di Kecamatan Banjaran Bandung
142
6. Hubungan Sistem Pembinaan Adminsitrasi dengan Kinerja
Guru SDdi Kecamatan Banjaran Bandung
144
7. Kinerja antara Komponen Sistem Pembinaan Profesonal
terhadap Kinerja Guru SD
146
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
154
B. Implikasi
157
C. Saran
158
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 4.1 DataSkor Jawaban Responden
1°7
Tabel 4. 2 Prosentase Skor Jawaban Sistem Pembinaan Akademik
109
Tabel 4. 3 Prosentase Skor Jawaban Sistem Pembinaan Personel
110
Tabel 4.4 Prosentase Skor Jawaban Sistem Pembinaan Administratif
111
Tabel 4. 5 Prosentase Skor Total Sistem Pembinaan Profesional
112
Tabel 4. 6 Prosentase SkorJawaban Kinerja Guru
113
Tabel 4.7 Prosentase Skor Jawaban Kinerja Guru
113
Tabel 4.8 Korelasi antara Sistem Pembinaan Profesional dengan Kinerja
Guru SD dan Uji Signifikasinya
117
Tabel 4.9 Korelasi antara Sistem Pembinaan Akademik dengan Kinerja Guru
SDdan Uji Signifikasinya
118
Tabel 4.10 Korelasi antara Sistem Pembinaan Personil dengan Kinerja Guru
SDdan Uji Signifikasinya
122
Tabel 4.11 Korelasi antara Sistem Pembinaan Administrasi dengan Kinerja
Guru SDdan Uji Signifikasinya
IX
125
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1: Kerangka Berpikir
16
Gambar 2: Wilayah Kerja Administrasi Pendidikan Menurut
Engkoswara
Gambar 3: Hubungan Antara Variabel Penelitian
24
119
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan adanya wajib belajar pendidikan dasar (Wajar
Dikdas) 9 tahun, semua lulusan SD didorong untuk melanjutkan ke SLTP,
maka terjadi perubahan fungsi SD, yaitu dari fungsi terminal menjadi
fungsi transisional untuk melanjutkan ke jenjang SLTP atau sederajat.
Disamping
itu
lulusan
SD tidak semata-mata
mengembangkan
kemampuan baca, tulis dan berhitung tetapi memungkinkan murid
memiliki kesiapan intelektual pribadi dan sosial, dan siap untuk
melanjutkan pendidikan ke tingkat SLTP atau sederajat. SD merupakan
jenjang pendidikan yang strategis di dalam sistem pendidikan nasioanal.
Pertama tujuan SD sebagai program pendidikan dasar awal adalah
memberikan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang
diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Kedua, kurikulum pendidikan
dasar jenjang SD menentukan bagi keberhasilan mutu lulusan (SLTP,
SLTA, PT), secara berkesinambungan. Kemudian dari segi administratif,
SD juga dipandang strategis, dikarenakan program ini menjadi syarat
dapatnya seseorang melanjutkan pendidikan pada jenjang lebih tinggi.
Di samping kompleksitas permasalahan pendidikan SD sebagai
sistem itu sendiri, juga disebabkan oleh belum baku dan pastinya konsep
mutu itu sendiri, karena kerangka berpikir atau sudut logika yang berbeda.
Bruce Fuller (1985) mengatakan "Konsep kualitas pendidikan tampak
berbeda bagi masing-masing orang". Mutu pendidikan menyangkut
masalah mutu pengelolaan, mutu siswa, mutu guru, mutu PBM dan mutu
hasil belajar/kemampuan belajar. Selain rendahnya mutu pendidikan SD
yang berkaitan dengan lulusannya, ditemukan pula rendahnya mutu
proses belajar mengajar (PBM) yang diakibatkan oleh rendahnya mutu
guru itu sendiri serta sistem manajerialnya. Masalah-masalah yang
mengakibatkan rendahnya mutu lulusan SD diantaranya: mutu guru yang
kurang profesional, dimana guru kurang menguasai materi dan metoda
pengajaran, kurang memadainya alat bantu pengajaran, lemahnya sistem
pengembangan profesional guru. (Nurhati, 1995).
Memperhatikan hal tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam
sistem pendidikan atau secara lebih sempit dalam sistem pengajaran,
guru merupakan faktor sangat strategis dalam pencapaian tujuan
pendidikan/pengajaran, karena posisi yang diperankannya. UUSPN
Nomor ll/1989Bab VII Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 mengartikan: Guru
adalah sebutan bagi tenaga pengajar pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Berdasarkan konseptual tentang peran guru tersebut dapat
dirumuskan beberapa alasan dasar mengapa guru dipandang faktor
strategis dalam pendidikan yaitu sebagai berikut:
a). Dilihat dari sudut administratif, guru adalah pelaku yang resmi,
sah, untuk melakukan dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan. Guru,
dalam sekolah khususnya, merupakan pelaku yang "paling" berhak untuk
mengelola, mengatur atau melibatkan diri dalam aktifitas kependidikan;
b). Dilihat dari segi kewajiban, guru adalah orang yang dituntut
untuk
melaksanakan
kewajiban
mengajar,
mengalihkan
ilmu
pengetahuan, keterampilan atau membina sikap masayarakat;
c). Dilihat dari proses belajar mengajar dalam kelas, guru adalah
seorang perencana, pengelola dan sekaligus penilai kegiatan belajar
murid. Guru adalah orang yang merencanakan, memilih dan menentukan
materi apa yang akan diajarkan
pendekatah/metoda
pengajaran
serta apa dan bagaimana
efektif
yang
dipergunakannya,
menciptakan situasi belajar mengajar sesuai yang direncanakan, serta
melakukan penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa.
Dengan demikian guru merupakan faktor utama yang dapat
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Joan Dean (1983:71)
menyebutkan peran guru sebagai "the most important and expensive
resources in any classroom".
Menyadari kestrategisan peran guru yang demikian dalam sistem
pendidikan pada umumnya dan dalam PBM khususnya di satu pihak dan
tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya guru profesional yang
mampu menjalankan perannya secara efektif di pihak lain, menjadikan
lahirnya tuntutan untuk melakukan pembinaan profesional para guru.
Guru profesional yang dituntut oleh masyarakat diantaranya adalah
sosok guru yang mampu menjalankan tugas pokoknya sebagai pendidik
dan pengajar. Tugas tersebut antara lain menyangkut tugas makro yaitu
mengupayakan peningkatan kualitatif hidup manusia secara umum dan
tugas mikro sebagai manager pengajaran di kelas pada khususnya.
Kenyataan-kenyataan inilah dapat dijadikan sebagai indikator yang
menunjukan secara faktual belum terdapatnya kualifikasi guru profesional
yang diharapkan. Karena itulah, pembinaan atau peningkatan kualitatif
profesional mutu guru merupakan hal yang krusial dan perlu yang hams
dilakukan jika menghendaki mutu pendidikan yang memadai.
Menurut
Soetjipto dan Raflis K. (1999) dinyatakan bahwa sistem pembinaan
profesional guru dilakukan melalui pembinaan akademik guru, sistem
pembinaan personil serta sistem pembinaan adminsitrasi. Ketiganya
diberikan oleh Kepala Sekolah melalui tahapan-tahap yang meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi atau kontroling.
Dalam rangka peningkatan mutu guru SD telah banyak dilakukan
pemerintah berbagai upaya pengembangan profesional guru yang lebih
menekankan pada peningkatan kualitas mengajar guru yang dilakukan
melalui berbagai sistem. Telah banyak sistem pembinaan profesional guru
yang telah disodorkan dengan disertai petunjuk pelaksanaannya atau
perangkat lainnya oleh pemerintah, namun pada kenyataannya terdapat
keragaman atau perbedaan pembinaan baik secara kuantitatif maupun
secara kualitatif. Dan terdapatnya berbagai perbedaan, misalnya dalam
jenis, frekwensi, maupun pendekatan pembinaan pada masing-masing
daerah (wilayah), yang pada gilirannya melahirkan hasil pembinaan yang
beragam pula. Untuk itu suatu penelitian tentang pengaruh sistem
pembinaan profesional guru SD di masing-masing wilayah diperlukan.
Melihat pentingnya kedudukan guru dalam proses pendidikan
umumnya dan dalam PBM khususnya, maka kualitas guru perlu
dikembangkan secara terus menerus sehingga mampu mengemban
tugasnya secara memadai. Peran guru sebagai pendidik dalam arti yang
luas atau sebagai manajer pembelajaran dalam arti lebih khusus secara
kualitatif dituntut untuk memiliki kemampuan profesional. Dimana seorang
guru tidak semata hams memiliki pribadi edukatif dan kompetensi
mengajar yang memadai, tetapi juga dituntut memiliki kompetensi
manajerial yang handal. Apa yang hams dimiliki guru sebagai seorang
profesional adalah adanya komitmen dan tanggung jawab yang tinggi atas
perkembangan atau kemajuan kualitas pendidikan/pengajaran. Selain itu,
guru sebagai profesional perlu memiliki wadah pembinaan sebagai media
peningkatan kualitas profesional guru. Maka guru merupakan faktor
sangat penting dalam PBM. Guru menduduki peran strategis yang
menentukan kualitas PBM. " A good teaching depends on a good
teacher". (Dahama dan Bhatnagar, 1990:157-158).
Pembinaan profesional sebagai upaya pengembangan guru
profesional dapat ditempuh melalui beberapa pendekatan. Di antara
pendekatan pembinaan adalah pembinaan yang bersifat pre-service dan
in-service. Pembinaan pre-service yaitu pembinaan yang dilakukan
sebelum guru melaksanakan tugas profesiya. Pembinaan in-service
merupakan
upaya pembinaan yang dilakukan pada saat guru
sedang/sudah aktif melaksanakan tugas profesi sebenarnya.
Pembinaan guru dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah maupun
Pengawas.
peningkatan
Pembinaan
kualitas
profesionalisme
guru
profesionalisme guru
merupakan
dalam
upaya
melaksanakan
profesinya sebagai seorang tenaga pendidik yang dilakukan melalui
tahapan-tahapan: perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi. (Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Dasar
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994).
Sistem pembinaan profesional guru memiliki tiga sasaran pokok
yaitu: pembinaan akademik, pembinaan personil serta pembinaan
administratif. Sistem pembinaan akademik meliputi: pembinaan tentang
pengenalan tujuan pendidikan dasar untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional, pengenalan fungsi sekolah dan prinsip-prinsip psikologi
pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam PBM, penguasaan bahan
pengajaran kurikulum
pendidikan dasar
dan
penguasaan
bahan
pengayaan, penetapan pembelajaran, pemilihan dan pengembangan
bahan pembelajaran, pemilihan dan pengembangan strategi belajar
mengajar, pemilihan dan pemanfaatan sumber belajar dan pemilihan dan
pengembangan media pengajaran yang sesuai, menciptakan iklim belajar
yang tepat, pengaturan ruang belajar dan pengelolaan interaksi belajar
mengajar, penilaian hasil prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
dan penilaian PBM yang telah dilaksanakan, bimbingan siswa yang
mengalami kesulitan belajar, bimbingan murid yang berkelainan dan
berbakat khusus serta pembinaan wawasan murid untuk menghargai
berbagai pekerjaan di masyarakat, serta pengkajian konsep dasar
penelitian ilmiah dan pelaksanaan penelitian sederhana.
Sistem pembinaan personil meliputi: ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, peran guru dalam masyarakat sebagai warga negara
yang berjiwa Pancasila dan pengembangan sifat-sifat terpuji yang
dipersyaratkan bagi jabatan guru, serta interaksi dengan teman sejawat
untuk meningkatkan kemampuan profesional dan interaksi dengan
masyarakat untuk melaksanakan misi pendidikan, adapun
sistem
pembinaan administratif merupakan pembinaan yang dilakukan dalam
rangka pengenalan pengadministrasian kegiatan sekolah/kelas serta
pelaksanaan administrasi sekolah. (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah Direktorat Pendidikan Dasar Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1994).
Kinerja guru SD merupakan faktor penting dalam pendidikan
karena akan berdampak terhadap kualitas pendidikan sekolah dasar.
Menurut Soetjipto dan Raflis K (1999) dinyatakan bahwa profesionalisme
guru ditunjukkan dengan kinerja baik guru terhadap peraturan perundangundangan yang ditetapkan pemerintah, kinerja baik terhadap organisasi
profesi guru, kinerja baik guru terhadap teman sejawat atau sesama guru,
kinerja baik guru terhadap anak didik, kinerja baik guru di tempat kerja,
it
kinerja baik guru terhadap pimpinan (Kepala Sekolah) se^Ja|(,^^u^' B
guru terhadap pekerjaannya.
Dalam lingkungan intern sekolah pembinaan guru merupakan
kewajiban
Kepala
Sekolah.
Dalam upaya
meningkatkan
kualitas
pendidikan maka kualitas tenaga pendidik juga hams ditingkatkan pula.
Kualitas guru dapat ditunjukkan melalui kinerjanya terhadap profesinya
sebagai guru. Namun dalam prakteknya sistem pembinaan jarang sekali
dilakukan sehingga kinerja guru juga tidak dapat diketahui kualitasnya.
Dengan demikian yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana hubungan sistem pembinaan guru SD yang diberikan Kepala
Sekolah dengan kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah: Bagaimana hubungan antara sistem
pembinaan guru dengan kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini ditetapkan beberapa batasan agar penelitian
yang dilakukan lebih mendalam. Pembatasan yang dimaksud adalah
sistem pembinaan profesional yang dipilih adalah sistem pembinaan guru
yang meliputi tiga aspek pembinaan yaitu pembinaan akademik, personil
serta administrasi, dimana peran Kepala Sekolah dilihat dari tahap-tahap
perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi atau kontroling. Adapun kinerja
guru yang diukur adalah kinerja guru terhadap peraturan perundang-
undangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja,
pemimpin serta pekerjaan yang dilihat dari aspek kemampuan yang terdiri
dari faktor pengetahuan dan keahlian serta aspek motivasi guru dalam
memberikan kinerja terbaiknya.
D. Rumusan Masalah
Bertolak dari permasalahan di atas, dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana gambaran sistem pembinaan profesional guru SD di
Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung?
b. Bagaimana gambaran kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung dalam melaksakan tugasnya?
c. Bagaimana hubungan antara sistem pembinaan profesional secara
umum dengan kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung?
d. Bagaimana hubungan antara masing-masing aspek sistem
pembinaan profesional yang meliputi pembinaan akademik,
pembinaan personil dan pembinaan administrasi terhadap kinerja
guru SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung?
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperol*
serta mengkaji bagaimana hubungan sistem pembinaan profesional guru
SD dengan kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung
yang diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap peningkatan kualitas
pendidikan dasar.
Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan:
1. Mendapatkan gambaran sistem pembinaan profesional guru SD di
Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
2. Mendapatkan gambaran kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung dalam melaksanakan tugasnya.
3. Mengetahui gambaran hubungan sistem pembinaan profesional
terhadap kinerja guru SD di kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung.
4. Mengetahui gambaran hubungan masing-masing aspek sistem
pembinaan
profesional yang meliputi
pembinaan
akademik,
pembinaan personil dan pembinaan administrasi terhadap kinerja
guru SD di kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
F. ANGGAPAN DASAR
Yang
di maksud dengan anggapan dasar adalah titik tolak
pemikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti sebagaimana
dikemukakan oleh Winarno Surahmad yang dikutip oleh Suharsimi
(1992:55) yaitu: "anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang
kebenarannya dapat diterima oleh penyelidik."
Adapun yang menjadi angapan dasar dari penelitian ini adalah:
1) Sistem pembinaan profesional guru merupakan salah satu upaya baik
oleh lembaga atau individu untuk meningkatkan kinerja guru.
2) Berhasil atau tidaknya sistem pembinaan profesional guru tergantung
dari beberapa faktor pendukung diantaranya semua instansi yang
terkait dan sarana penunjang lainnya.
3) Sistem pembinaan profesional guru adalah suatu strategi pembinaan
personil ke arah kinerja guru dalam rangka peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
G. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini penulis
merumuskan hipotesis sebagai berikut:
1). Terdapat hubungan siginifikan antara sistem pembinaan profesional
guru (X) terhadap kinerja guru Sekolah Dasar (Y) di lingkungan Dinas
Pendidikan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
2). Terdapat hubungan siginifikan antara sistem pembinaan akademik
guru (X1) terhadap kinerja guru Sekolah Dasar (Y) di lingkungan
Dinas Pendidikan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
3). Terdapat hubungan siginifikan antara sistem pembinaan personil guru
(X2) terhadap kinerja guru Sekolah Dasar (Y) di lingkungan Dinas
Pendidikan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
4). Terdapat hubungan siginifikan antara sistem pembinaan administrasi
guru (X3) terhadap kinerja guru Sekolah Dasar (Y) di lingkungan
Dinas Pendidikan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung
H. PARADIGMA PENELITIAN
Menurut pendapat Zainuddin Sardar (1986 : 339), menyatakan
bahwa paradigma digunakan untuk menunjukkan konsepsi dasar
seseorang mengenai satu aspek realitas tertentu.
Paradigma diperlukan dalam suatu penelitian, menurut Stuart, A
Schlegel, (1986 : 6) dalam suatu "grounded research" diperlukan
paradigma, karena semua analisis hams berdasarkan berbagai ide yang
ditetapkan sebelumnya.
Untuk menilai suatu kinerja personil dibutuhkan indikator-indikator
kinerja, untuk itu dikemukakan pendapat : "Indikator kinerja adalah
pernyataan yang bersifat kuantitatif ataupun kualitatif, yang menunjukkan
kualitas mutu pencapaian tujuan " (S. Pramutadi, 1995 : 6).
Menurut Sutermeister (dalam Indrawan dan Joesron 1997 : 68)
menyatakan bahwa: Kinerja pegawai dibentuk oleh dua faktor yaitu faktor
kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). (Job performance are
considered to result from ability and motivation).
Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari dua
faktor yaitu faktor pengetahuan (/Q) dan faktor keahlian (skill). Dengan
kata lain seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan yang baik dan
terampil dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dipandang akan
mampu menghasilkan kinerja guru yang diharapkan.
Faktor pengetahuan (knowledge) seseorang dapat diperoleh melalui
latar belakang pendidikan yang dimiliki, diklat-diklat yang diikuti, bidang
minat yang terus dikaji serta pengalaman kerja. Sementara faktor keahlian
(skill) seseorang dapat diperoleh melalui keterampilan-keterampilan kerja
yang dimiliki serta kepribadian atau sikap mental yang baik.
Istilah " Motivasi" berasal dari kata Latin movere yang mengandung
makna "gerakan" (Steers, 1983:3). Bernard Berelson dan Gary A. Steiner
(dalam Ravianto, 1985 : 109) mendefinisikan motivasi sebagai:" All those
inner striving conditions variously described as wishes. Desires, needs,
drives and the like ". Winardi (1986:237) mendefinisikan motivasi sebagai
keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya
untuk melakukan tindakan-tindakan.
Senada dengan itu Wexley dan Yuki (1997:75) mendefinisikan
motivasi sebagai "the process by which behavior is organized and
directed", sedangkan John P. Campbell dalam Gibson and Hunt (1987:87)
pada definisinya memasukan aspek arah perilaku, kekuatan respon dan
keteguhan mempertahankan perilaku sebagai indikator motivasi.
Soetjipto dan Raflis K (1999:43) menyatakan bahwa sikap
profesionalisme guru memiliki tujuh sasaran yaitu: Peraturan perundangundangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja,
pemimpin dan pekerjaan.
Sasaran profesionalisme guru terhadap peraturan pemndangundangan berarti guru harus melaksanakan segala kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan (PGRI, 1973). Dalam hal ini
kebijaksanaan pendidikan negara dipegang oleh Departemen Pendidikan
Nasional.
DIKNAS mengeluarkan ketentuan dan peraturan yang
merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya yang
meliputi: pembangunan gedung pendidikan, pemerataan kesempatan
belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dan
Iain-Iain. Dari ketentuan-ketentuan ini selanjutnya akan dijabarkan dalam
program-program
umum
kebijaksanaan-kebijaksanaan
pendidikan.
Guru
mutlak
pemerintah dalam bidang
mengetahui
pendidikan
sehingga dapat melaksanakan program tersebut.
Sasaran profesionalisme guru terhadap organisasi profesi berarti
guru secara
bersama-sama memelihara dan
meningkatkan
mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Guru harus
ikut berpartisipasi dalam mewujudkan cita-cita organisasi dan secara
pribadi ataupun bersama dengan rekan-rekan yang lain berusaha
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Sasaran profesionalisme guru terhadap teman sejawat sesama
guru
berarti
guru
memelihara
hubungan
seprofesi,
semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial atau guru hendaknya
menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan
kerjanya dan guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan
kerjanya.
Sasaran profesionalisme guru terhadap anak didik berarti berbakti
membimbing
peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Guru jupa harus memahami dan
menjalankan tugasnya sehari-hari yang meliputi tujuan pendidikan
nasional, prinsip membimbing dan prinsip membentuk manusia Indonesia
seutuhnya. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus
memeperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik
jasmani, rohani, sosial maupun yang lain sesuai dengan hakikat
pendidikan.
Sasaran profesionalisme guru terhadap tempat kerja berarti guru
harus menciptakan suasana sekolah yang baik, yang akan menunjang
keberhasilan proses belajar mengajar. Guru juga harus menciptakan
suasana harmonis baik secara pribadi maupun dalam hubungannya
dengan orang tua anak didik dan masyarakat sekitar.
Sasaran profesionalisme guru terhadap pemimpin berarti guru
dituntut berusaha untuk bekerjasama dengan pimpinan, mematuhi serta
melaksanakan program-program yang ditetapkan dalam mensukseskan
tujuan pendidikan.
Sasaran profesionalisme guru terhadap pekerjaan berarti guru
secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan
mutu pendidikan dan martabat profesinya. Guru harus memiliki komitmen
terhadap profesi keguruannya, melayani masyarakat dengan memuaskan
serta meningkatkan kemampuan dan martabat profesinya.
Sementara menurut Fakry Gaffar (1987 :159), disebutkan bahwa:
"Kinerja guru terbagi ke dalam tiga bidang besar, yaitu: (1) content
knowledge, (2) behavioral skills, (3) human relations skilf. Dalam hal ini,
Content knowledge berkaitan dengan penguasaan materi pengetahuan
yang akan diajarkan kepada peserta didik. Kedua mengenai behaviour
skills,
berupa
keterampilan
perilaku
yang
harus
dimiliki
oleh
pendidik/pengajar yang berkaitan dengan penguasaan dian metodologis
pengajaran arah apakah pendidikan yang bersifat pedagogis untuk
pendidikan anak maupun andragogis untuk pendidikan orang dewasa.
Ketiga, human relation skills, adalah kemampuan manusiawi untuk dapat
menjalin hubungan yang baik dengan unsur manusia yang terlibat dalam
proses pendidikan yakni peserta didik, pengajar, dan pimpinan lembaga
pendidikan.
Agar dimilikinya profesionalisme yang tinggi pada guru memerlukan
upaya pendidikan yang berkelanjutan. Makna pendidikan berkelanjutan
mengindikasikan bahwa peningkatan profesionalisme pada guru-guru
tidak hanya mengandalkan pada latar belakang pendidikan formal saja,
atau dengan kata lain tidak cukup dengan persyaratan pre-service
training, tetapi harus didukung oleh berbagai upaya setelah ia memangku
jabatan guru, yakni dalam bentuk in-service training.
Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah, bahwa kinerja
adalah perilaku guru yang ditampilkan dalam melaksanakan tugasnya
sebagai seorang pendidik. Perilaku itu ditunjukkan oleh kemampuannya
untuk mencapai hasil yang optimal. Perilaku dalam kaitannya dengan
kinerja di sini ditunjukkan oleh kemampuan guru dalam melaksanakan
pendidikan yang mencakup pengajaran, pembimbingan dan pelatihan
secara optimal. Dimana hasil yang dicapai hari ini harus lebih baik dari
hari kemarin dan begitu juga selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disusun kerangka pemikiran
sebagai berikut:
KERANGKA PEMIKIRAN
KINERJA GURU (Y)
SISTEM PEMBINAAN
PROFESIONAL GURU (X)
SISTEM PEMBINAAN
AKADEMIK (X1)
PERATURAN
PERUNDANG - UNDANGAN
ORGANISASI PROFESI
TEMAN SEJAWAT
SISTEM PEMBINAAN
PERSONIL (X2)
SISTEM PEMBINAAN
ADMINISTRATIF (X3)
ANAK DIDIK
TEMPAT KERJA
PEMIMPIN
PEKERJAAN
BAB III
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk
mengumpulkan, menyusun dan menganalisis serta menginterprestasikan
dalam bentuk deskriptif melalui wawancara, angket dan observasi
mengenai data dan informasi yang diteliti. Winarno Surakhmad (1985 : 31)
mengungkapkan :
Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis
dengan mempergunakan teknik serta alat tertentu. Cara utama itu
dipergunakan setelah penyelidikan memperhitungkan kewajibannya
ditinjau dari tujuan penyelidikan serta situasi penyelidikan".
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis yang
didukung oleh hasil pengolahan data kuantitatif. Penggunaan metode dan
pendekatan ini berangkat dari tujuan pokok penelitian yaitu, untuk
mendeskripsikan dan menganalisis pola sistem pembinaan profesional
guru SD yang telah dilaksanakan dan pengaruh pembinaan profesional
guru SD.
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung
Jawa Barat. Penetapan lokasi didasarkan pada beberapa asumsi dan
alasan yang menguntungkan. Pertama, berdasarkan informasi bahwa
Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung adalah daerah transisi dan
91
mutu lulusan SD kurang baik serta banyak guru yang belum layak untuk
mengajar dan untuk meningkatkan mutu serta meningkatkan profesional
guru tersebut sangat perlu adanya pembinaan profesional guru. Kedua
Kondisi kuantitatif sekolah dasar di Kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung relatif beragam. Ketiga keragaman kondisi kualitas SD tersebut
berimplikasi terdapatnya permasalahan yang beragam dalam
pembinaannya. Terakhir, studi tentang pengaruh pembinaan profesional
guru SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung nampak belum
pernah dilakukan secara intensif. Di Kecamatan Banjaran terdapat 70 SD
sebagian dijadikan sampel penelitian berdasarkan klasifikasi sekolah.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Secara teoritis, populasi penelitian adalah wilayah penelitian yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneiti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 1994).
Pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Winarno
Surakhmad (1975 : 84), bahwa populasi adalah sekelompok subyek
pendidikan, baik manusia, gejala-gejala, benda atau peristiwa yang ada
hubungannya dengan suatu penelitian.
Pendapat lain, seperti yang dikemukakan oleh Nana Sudjana (1986
: 5) bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang merupakan hasil
perhitungan atau pengukuran yang kuantitatif dari karakteristik tersebut
mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, yang akan menjadi
populasi penelitian ini adalah seluruh Pengawas, Kepala Sekolah dan
guru Sekolah Dasar di Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
2. Sampel penelitian
Karena luasnya penelitian, penulis akan menarik sampel atau
contoh
yang
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
atau
mencerminkan karakteristik umum populasi.
Mengenai sampel, Sugiyono (1994 : 40) berpendapat bahwa
sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.
Selanjutnya menurut Sutrisno Hadi (1977:37) sampel atau contoh
adalah: sebagian individu yang diselidiki dari keseluruhan individu
penelitian. Supaya lebih obyektif, istilah individu diganti dengan istilah
subyek dan obyek. Sampel yang baik adalah sampel yang mewakili
populasi secara maksimal. Walaupun demikian, sampel bukanlah
merupakan duplikat dari populasi.
Untuk mendapatkan sampel yang representatif dan dapat
dipertanggungjawabkan, harus ditempuh metode-metode yang benar
dalam setiap langkah sehingga kesimpulan yang akan diambil tidak keliru.
Teknik penarikan sampling dalam penelitian ini adalah teknik
proporsional sampling, yaitu teknik sampel untuk tujuan tertentu, seperti
yang dikemukakan oleh Cholid Narbuko dan Achmad (1991) bahwa:
"Teknik sampling proporsional menghendaki pengambilan sampel dari tiap
populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya populasi sehingga
dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi"
Berdasarkan data yang ada SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung berjumlah 70 buah. Dari populasi ini akan diambil sampel yang
diharapkan dapat menggambarkan keadaan umum populasi.
Terhadap guru yang juga akan menjadi sasaran penelitian ini akan
mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian.
Untuk itu,
penulis akan menggunakan DP3 sebagai salah satu alat
memahami kinerja guru, di samping angket dan pengamatan
kualitatif/naturalistik.
Cara penarikan sampel dilakukan dengan cara acak menurut
jumlah sekolah, dengan demikian, semua sekolah mendapat peluang
untuk menjadi sampel dalam penelitian ini.
C Teknik Pengumpulan dan Sumber Data
Data
kuantitatif
sifatnya
numerikal,
maknanya
belum
menggambarkan apa adanya sebelum dilakukan pengolahan dan analisis
lebih lanjut. Salah satu cara untuk mengolah dan menganalisis data
kuantitatif adalah statistika. Salah satu cara untuk mengolah dan
menganalisis data dibedakan dua macam statistika, yakni statistika
deskriftif dan statistika inferensial. Statistika deskriftif digunakan untuk
mendeskripsikan variabel penelitian yang diperoleh melalui hasil-hasil
pengukuran. Sedangkan statistika inferensial digunakan untuk menguji
hipotesis dan membuat generalisasi. Teknik statistika yang biasa
digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian antara lain persen,
kuartil ranking kecenderungan memusat (rata-rata, median, modus),
variansi, simpangan baku, visualisasi data seperti bagan, tabel, grafik, dan
Iain-Iain. (Nana Sudjana, 1989 :126). Sumber data dalam penelitian ini
adalah pengawas TK/SD, Kepala Sekolah, para pembina serta guru yang
berada di lokasi penelitian.
Sesuai dengan karakteristik penelitian kuantitatif, sumber data
dalam penelitian ini menggunakan kuisioner, maka akan menghasilkan
data nominal dan ordinal sehingga dapat menggunakan teknik persen,
ranking, modus dan proporsi lainnya seperti kuartil. Dengan demikian
jumlah sumber data ditentukan sebelumnya secara pasti, atau informasi
yang sesuai dengan permasalahan penelitian.
Di samping kuisioner juga dilakukan wawancara terhadap
responden (pengawas TK/SD, kepala sekolah, guru dan pembina lainnya)
dibantu dengan pedoman wawancara. Pedoman ini dipersiapkan peneliti
dengan maksud membantu peneliti memfokuskan atau mengarahkan
proses wawancara agar sesuai tujuan pengumpulan data atau masalah
yang diteliti.
Data yang digali/dikumpulkan melalui observasi meliputi:
a. Pelaksanaan sistem pembinaan profesional guru, melalui kegiatan
penataran baik tingkat propinsi, kabupaten maupun kecamatan;
b. Kegiatan pembinaan yang dilaksanakan oleh pengawas dan kepala
sekolah, yang meliputi kunjungan kelas, pertemuan antar pribadi,
rapat sekolah, dan diskusi sekolah;
c. Kegiatan KKG di PKG.maupun di SD inti;
d. Proses belajar mengajar di kelas.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data melalui studi dokumentasi,
Sartono
Kartodirdjo,
seperti
dikutip
Djam'an
Satori
(1989:143)
mensyaratkan perlunya melihat: 1) apakah dokumen itu otentik atau palsu,
2) apakan isinya diterima sebagai kenyataan, dan 3) apakah data itu
cocok untuk menambah pengertian tentang gejala yang diteliti.
Adapun dokumen yang diteliti dalam penelitian ini antara lain
menyangkut:
a. Buku catatan pembinaan (catatan Pengawas, Kepala sekolah dan
pembina lainnya);
b. Program pembinaan guru SD baik pada Subdin Pendidikan Dasar,
Seksi Pendidikan Dasar, Pengawas, Kepala Sekolah;
c. Keputusan yang berkaitan dengan pengembangan profesional guru
SD;
d. Bahan tertulis yang berkaitan dengan produk kualitas guru sebagai
manajer pembelajaran;
e. Foto-foto proses pembinaan yang berkaitan den|
kegiatan pembinaan.
Adapun stratifikasi sampling penulis menggunak?
prestasi yang dibagi tiga bagian yaitu:
(1). Sekolah yang mempunyai prestasi kriteria tinggi;
(2). Sekolah yang mempunyai prestasi kriteria menengah;
(3). Sekolah yang mempunyai prestasi kriteria rendah.
D. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan menempuh tiga
tahap kegiatan, yaitu tahap uji coba angket, penyebaran angket, dan
pengumpulan angket. Masing-masing tahap dapat dijelaskan berikut ini:
1. Uji coba (Try Out) Angket
Sebelum instrumen penelitian yang akan digunakan (kuesioner)
diberikan kepada responden untuk mengukur karakteristik variabel
penelitian terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengukur validitas dan
reliabilitas kuesioner tersebut. Sugiyono (2001:110) menjelaskan bahwa:
"dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam
pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid
dan reliabel".
Uji coba angket merupakan tahap awal yang sangat menentukan
Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas
angket yang akan digunakan untuk menjaring data di lapangan, sehingga
dapat diketahui kelemahan dari angket tersebut dan dapat dilakukan
perbaikan / penyempurnaan sebelum pelaksanaan pegumpulan data yang
sesungguhnya.
Uji coba angket ini merupakan langkah yang sangat penting untuk
dilaksanakan seperti yang dikemukakan oleh Husen Umar (1996:77)
bahwa: "Angket yang telah selesai disusun jangan disebarkan sebelum
dilakukan uji coba teriebih dahulu untuk menilai keterbatasan serta
kemungkinan keterbatasan angket tersebut"
Hal sama juga dikemukakan oleh Sanipah Faisal (1981:38) bahwa:
"Setelah angket disusun, lazimnya tidak langsung disebarkan untuk
penggunaan
yang
sesungguhnya.
Sebelum
pemakaian
yang
sesungguhnya sangat mutlak diperlukan uji coba terhadap isi maupun
bahasan angket telah disusun."
Berdasarkan pendapat di atas, penulis telah melakukan uji coba
angket terhadap 15 orang responden yaitu guru Sekolah Dasar di
kecamatan Banjaran kabupaten Bandung.
Angket yang telah diuji coba perlu dianalisis apakah memenuhi
syarat untuk digunakan. Analisis terhadap hasil uji coba angket dilakukan
dengan menempuh langkah-langkah berikut ini:
a. Menguji Validitas Angket.
Di dalam "Encyclopedia of Educational Evaluation" yang ditulis oleh
Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan disebutkan: " A test is valid if it
measure what it purpose to measure" (Test dikatakan valid jika tes
tersebut mengukur apa yang hendak diukur). (Arikunto.S, 1986:57).
Instrumen penelitian yang mempunyai validitas eksternal yang tinggi akan
mengakibatkan hasil penelitian mempunyai validitas yang tinggi pula.
Penelitian mempunyai validitas eksternal apabila hasil penelitian dapat
digeneralisasikan atau diterapkan pada sampel lain dalam populasi.
Uji validitas angket atau alat ukur yang akan digunakan dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui derajat ketepatan alat ukur
yang digunakan. Apakah angket tersebut benar-benar dapat menjaring
data yang diperlukan.
Instrumen yang telah dikonstruksi mengenai aspek-aspek yang
akan diukur dilakukan dengan berpedoman kepada landasan teori yang
telah disusun pada Bab II.
Untuk mengukur validitas dari instrumen dipergunakan korelasi
product-moment sebagai berikut:
Misalkan x adalah skor butirdan y skor total, korelasi product moment
antara x dan y adalah:
'='
r*=-
( "
Y «
\
v*=i
A '=1
J
f
,
Vi=i
n
/ n
A2 I I
Vi=i
y
) Vi=i
n
( n
^
i=i
Vi=i
J
2) Melakukan uji signifikasi dengan hipotesis Ho: r = 0 (Tidak ada
hubungan signifikan antara kedua variabel) vs H1: r * 0 (Ada
hubungan signifikan antara kedua variabel), dengan kriteria tolak Ho
jika t-hitung > t-tabel atau p-value (sig) < alpha (5 %) dengan
, . . rVn^2
t - hit =
.
3) Menafsirkan
makna
koefisien
korelasi
yang
didapat
dengan
menggunakan tolak ukur seperti yang dikemukakan oleh
Subino
(1982:66-67) sebagai berikut:
Kurang dari 0,20
= hubungan dianggap tidak ada
Antara 0,20 - 0,40 = hubungan ada tetapi rendah
Antara 0,41 - 0,70 = hubungan cukup
Antara 0,71 - 0,90 = hubungan tinggi
Antara 0,91 -1,00 = hubungan sangat tinggi
4) Mengitung prosentase derajat pengaruh variabel sistem pembinaan
profesional dengan variabel kinerja guru, dengan perhitungan
koefisien
determinasi
seperti
(1982:73-74) sebagai berikut:
yang
dikemukakan
oleh Subino
Derajat Hubungan (KD) = r2 x 100%
Karena Sistem Pembinaan Profesional (X) merupakan suatu sistem
yang terdiri dari beberapa sub-variabel (faktor) saling terikat yaitu: Sistem
Pembinaan Akademik (X1), S
DENGAN KINERJA GURU SD
Dl KECAMATAN BANJARAN KABUPATEN BANDUNG
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
41&
Oleh:
H. MOHAMAD NANANG ROFI'U
NIM 009774
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2003
DISETUJUI DAN DISAHKAN
PEMBIMBING
I
PROF. DR. H. BAMBANG SUWARNO, M.A.
PEMBIMBING
/'••
II
/- V
DR. DANNY MEIRAWAN, M.Pd.
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2003
DISETUJUI DAN DISAHKAN
OLEH
SEKRETARIS PROGRAM STUDI
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROF.DR. H. DJAM'AN SATORI, M. A.
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2003
ABSTRACT
Elementary School (SD) constituted strategic education ladder in
national education system because constituted education early which giving
based knowledge, skill and ability which desirable to efficacy of education
quality at herein after level. In Nurhattati research (1995) expressed that
causes of which result to lower quality ofElementary School graduated are:
teacher lowering ofquality ofprofessionalism where teacher less mastering
of instruction method and items, less adequate appliance assisted
instruction, and weaken system him development ofteacherprofessionalism.
This thesis entitled "The Relation of Teacher's Professionalism
System ofConstruction with Teacher's Performance" with a purpose to
obtain: get system picture construction of professional learn and its
performance and also how the relation both. This research conducted toward
teacher of SD in district of Banjaran sub-province of Bandung with sample
counted 70 people.
Teacher's professionalism constructions system measured through
planning aspect, evaluation and activating toward system construction of
academic, construction of personnel and construction of administration,
whereas teacher performance measured through knowledge aspect,
motivation and ability toward law and regulation, organizational ofprofession,
colleagues, student, workplace, job andheadmaster.
Pursuant to the result of this research were known that: a.
Professionalism constructions system conducted by headmaster toward
teacher,of SD in district ofBanjaran sub-province ofBandung assessedwell
enough b. Elementary Teacher's performance in district of Banjaran subprovince of Bandung assessed have good enough c. There is significant
influence between Teacher's professionalism constructions system with its
performance in district of Banjaran sub-province of Bandung which
contribution 15,1%.
Implication from result ofthis research are: teacher's professionalism
constructions system have to become mainstream program development of
teacher quality, teacher's performance showed by professionalism have to
become main destiny and collaboration between teacher's professionalism
construction program and improvement ofteacher's performance have to be
done sophisticatedly. Suggestions of this research are: Headmaster
expected to more improving his task in provide construction ofprofessional to
educator staff where he lead and teacher expected continue to maintain and
farther improve its profession performance as educator.
xn
ABSTRAK
Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan strategis dalam
sistem pendidikan nasional karena merupakan pendidikan awal yang
memberi dasar pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang
dibutuhkan bagi keberhasilan mutu pendidikan pada tingkat selanjutnya.
Dalam hasil penelitian Nurhattati (1995) dinyatakan bahwa masalah-masalah
yang mengakibatkan rendahnya mutu lulusan Sekolah Dasar diantaranya
adalah: rendahnya kualitas profesionalisme guru dimana guru kurang
menguasai materi dan metode pengajaran, kurang memadainya alat bantu
pengajaran, dan lemahnya sistem pengembangan profesional guru.
Tesis ini berjudul "Hubungan Sistem Pembinaan Profesional Guru
dengan Kinerja Guru SD" dengan tujuan memperoleh gambaran sistem
pembinaan profesional guru dan kinerjanya serta bagaimana hubungan
keduanya. Penelitian ini dilakukan terhadap guru SD di kecamatan Banjaran
kabupaten Bandung dengan sampel sebanyak 70 orang.
Sistem pembinaan profesional guru diukur
melalui
aspek
perencana'an, pelaksanaan dan evaluasi terhadap sistem pembinaan
akademik, pembinaan personil dan pembinaan administrasi, sementara
kinerja guru diukur melalui aspek pengetahuan, kemampuan dan motivasi
terhadap peraturan perundang-undangan, organisasi profesi, rekan
seprofesi, anak didik, tempat kerja, pimpinan dan pekerjaan.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa: a. Sistem
pembinaan profesional yang dilakukan Kepala Sekolah terhadap guru SD di
Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung sudah cukup baik; b. Kinerja guru
SD di kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung dinilai sudah cukup baik;
c. Terdapat pengaruh signifikan antara seluruh komponen sistem pembinaan
profesional guru terhadap kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung dengan kontribusi pengaruh sebesar 15,1%.
Implikasi dari hasil penelitian ini adalah: sistem pembinaan profesional
guru hams menjadi mainstream program pengembangan kualitas guru SD,
kinerja guru yang ditunjukkan oleh profesionalisme hams menjadi tujuan
utama para pendidik dan kolaborasi antara program-program pembinaan
profesional dan peningkatan kinerja guru hams dijalankan secara sinergis.
Saran-saran dari penelitian ini adalah: Kepala Sekolah diharapkan lebih
meningkatkan tanggungjawabnya dalam memberikan pembinaan profesional
kepada staf pendidik di sekolah yang dipimpinnya dan guru diharapkan dapat
terus mempertahankan dan lebih jauhnya meningkatkan kinerja profesinya
sebagai tenaga pendidik.
XI
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR
'
UCAPAN TERIMA KASIH
'V
DAFTAR ISI
Vl
DAFTAR TABEL
IX
DAFTAR GAMBAR
x
ABSTRAK
Xl
ABSTRACT
XH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Identifikasi Masalah
8
C. Pembatasan Masalah
8
D. Perumusan Masalah
9
E.
F.
G.
H.
BAB II
Tujuan Penelitian
Anggapan Dasar
Hipotesis Penelitian
Paradigma Penelitian
10
10
11
12
LANDASAN TEORITIS
A. Sistem Pembinaan Profesional
1. Pengertian Sistem dalam Pendidikan
19
19
2. Pembinaan Profesional Guru dalam Kontek Administrasi
Pendidikan
21
3. Pengertian Profesi dan Profesional
35
4. Profesional Guru
42
5. Ciri-ciri Keprofesian di Bidang Kependidikan
45
6. Pendekatan Tentang Profesionalisme dan Edukasi
Sosial Seorang Guru
7. Pengembangan Sikap Profesional Guru
VI
47
49
Vll
B. Pembinaan Program Pengajaran
1.
2.
3.
4.
Tugas dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah
Fungsi Kepala Sekolah
Tugas Kepala Sekolah
Tugas Kepala Sekolah Sebagai Pembina
5. Peran dan Kinerja Kepala Sekolah
C. Program Pengajaran pada Pendidikan Dasar
D. Tugas Guru
E. Kinerja Guru
49
51
56
60
65
67
70
73
77
1. Pengertian Kinerja
2. Pengertian Guru
77
85
F. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Pembinaan Profesional
- Terhadap Kinerja
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
91
B. Populasi dan Sampel Penelitian
92
1. Populasi
2. Sampel Penelitian
92
93
C. Teknik Pengumpulan dan Sumber Data
94
D. Pelaksanaan Pengumpulan Data
97
E. Teknik Pengolahan Data
BAB IV
86
102
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Jawaban Responden
1. Deskripsi Sistem Pembinaan Profesional Guru SD
2. Deskripsi Kinerja Guru SD
106
108
111
B. Korelasi antara Sistem Pembinaan Profesional dengan
Kinerja Guru SD di Kecamatan Banjaran Bandung
115
Vlll
1. Korelasi antara Sistem Pembinaan Akademik dengan
Kinerja Guru SDdi Kecamatan Banjaran Bandung
119
2. Korelasi antara Sistem Pembinaan Personil dengan
Kinerja Guru SDdi Kecamatan Banjaran Bandung
122
3. Korelasi antara Sistem Pembinaan Administrasi dengan
Kinerja Guru SDdi Kecamatan Banjaran Bandung
124
C. Analisis Regresi Linier Berganda Antara Variabel Sistem
Pembinaan Profesional (X) terhadap Kinerja Guru SD (Y)
128
1. Uji Normalitas
2. Uji Linieritas
D. Pembahasan
129
129
132
1. Gambaran Sistem Pembinaan Profesional
134
2. Gambaran Kinerja Guru SD
136
3. Hubungan Sistem Pembinaan Profesional dengan Kinerja
Guru SD di Kecamatan Banjaran Bandung
140
4. Hubungan Sistem Pembinaan Akademik dengan Kinerja
Guru SDdi Kecamatan Banjaran Bandung
142
5. Hubungan Sistem Pembinaan Personil dengan Kinerja
Guru SD di Kecamatan Banjaran Bandung
142
6. Hubungan Sistem Pembinaan Adminsitrasi dengan Kinerja
Guru SDdi Kecamatan Banjaran Bandung
144
7. Kinerja antara Komponen Sistem Pembinaan Profesonal
terhadap Kinerja Guru SD
146
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
154
B. Implikasi
157
C. Saran
158
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 4.1 DataSkor Jawaban Responden
1°7
Tabel 4. 2 Prosentase Skor Jawaban Sistem Pembinaan Akademik
109
Tabel 4. 3 Prosentase Skor Jawaban Sistem Pembinaan Personel
110
Tabel 4.4 Prosentase Skor Jawaban Sistem Pembinaan Administratif
111
Tabel 4. 5 Prosentase Skor Total Sistem Pembinaan Profesional
112
Tabel 4. 6 Prosentase SkorJawaban Kinerja Guru
113
Tabel 4.7 Prosentase Skor Jawaban Kinerja Guru
113
Tabel 4.8 Korelasi antara Sistem Pembinaan Profesional dengan Kinerja
Guru SD dan Uji Signifikasinya
117
Tabel 4.9 Korelasi antara Sistem Pembinaan Akademik dengan Kinerja Guru
SDdan Uji Signifikasinya
118
Tabel 4.10 Korelasi antara Sistem Pembinaan Personil dengan Kinerja Guru
SDdan Uji Signifikasinya
122
Tabel 4.11 Korelasi antara Sistem Pembinaan Administrasi dengan Kinerja
Guru SDdan Uji Signifikasinya
IX
125
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1: Kerangka Berpikir
16
Gambar 2: Wilayah Kerja Administrasi Pendidikan Menurut
Engkoswara
Gambar 3: Hubungan Antara Variabel Penelitian
24
119
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan adanya wajib belajar pendidikan dasar (Wajar
Dikdas) 9 tahun, semua lulusan SD didorong untuk melanjutkan ke SLTP,
maka terjadi perubahan fungsi SD, yaitu dari fungsi terminal menjadi
fungsi transisional untuk melanjutkan ke jenjang SLTP atau sederajat.
Disamping
itu
lulusan
SD tidak semata-mata
mengembangkan
kemampuan baca, tulis dan berhitung tetapi memungkinkan murid
memiliki kesiapan intelektual pribadi dan sosial, dan siap untuk
melanjutkan pendidikan ke tingkat SLTP atau sederajat. SD merupakan
jenjang pendidikan yang strategis di dalam sistem pendidikan nasioanal.
Pertama tujuan SD sebagai program pendidikan dasar awal adalah
memberikan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang
diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Kedua, kurikulum pendidikan
dasar jenjang SD menentukan bagi keberhasilan mutu lulusan (SLTP,
SLTA, PT), secara berkesinambungan. Kemudian dari segi administratif,
SD juga dipandang strategis, dikarenakan program ini menjadi syarat
dapatnya seseorang melanjutkan pendidikan pada jenjang lebih tinggi.
Di samping kompleksitas permasalahan pendidikan SD sebagai
sistem itu sendiri, juga disebabkan oleh belum baku dan pastinya konsep
mutu itu sendiri, karena kerangka berpikir atau sudut logika yang berbeda.
Bruce Fuller (1985) mengatakan "Konsep kualitas pendidikan tampak
berbeda bagi masing-masing orang". Mutu pendidikan menyangkut
masalah mutu pengelolaan, mutu siswa, mutu guru, mutu PBM dan mutu
hasil belajar/kemampuan belajar. Selain rendahnya mutu pendidikan SD
yang berkaitan dengan lulusannya, ditemukan pula rendahnya mutu
proses belajar mengajar (PBM) yang diakibatkan oleh rendahnya mutu
guru itu sendiri serta sistem manajerialnya. Masalah-masalah yang
mengakibatkan rendahnya mutu lulusan SD diantaranya: mutu guru yang
kurang profesional, dimana guru kurang menguasai materi dan metoda
pengajaran, kurang memadainya alat bantu pengajaran, lemahnya sistem
pengembangan profesional guru. (Nurhati, 1995).
Memperhatikan hal tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam
sistem pendidikan atau secara lebih sempit dalam sistem pengajaran,
guru merupakan faktor sangat strategis dalam pencapaian tujuan
pendidikan/pengajaran, karena posisi yang diperankannya. UUSPN
Nomor ll/1989Bab VII Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 mengartikan: Guru
adalah sebutan bagi tenaga pengajar pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Berdasarkan konseptual tentang peran guru tersebut dapat
dirumuskan beberapa alasan dasar mengapa guru dipandang faktor
strategis dalam pendidikan yaitu sebagai berikut:
a). Dilihat dari sudut administratif, guru adalah pelaku yang resmi,
sah, untuk melakukan dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan. Guru,
dalam sekolah khususnya, merupakan pelaku yang "paling" berhak untuk
mengelola, mengatur atau melibatkan diri dalam aktifitas kependidikan;
b). Dilihat dari segi kewajiban, guru adalah orang yang dituntut
untuk
melaksanakan
kewajiban
mengajar,
mengalihkan
ilmu
pengetahuan, keterampilan atau membina sikap masayarakat;
c). Dilihat dari proses belajar mengajar dalam kelas, guru adalah
seorang perencana, pengelola dan sekaligus penilai kegiatan belajar
murid. Guru adalah orang yang merencanakan, memilih dan menentukan
materi apa yang akan diajarkan
pendekatah/metoda
pengajaran
serta apa dan bagaimana
efektif
yang
dipergunakannya,
menciptakan situasi belajar mengajar sesuai yang direncanakan, serta
melakukan penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa.
Dengan demikian guru merupakan faktor utama yang dapat
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Joan Dean (1983:71)
menyebutkan peran guru sebagai "the most important and expensive
resources in any classroom".
Menyadari kestrategisan peran guru yang demikian dalam sistem
pendidikan pada umumnya dan dalam PBM khususnya di satu pihak dan
tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya guru profesional yang
mampu menjalankan perannya secara efektif di pihak lain, menjadikan
lahirnya tuntutan untuk melakukan pembinaan profesional para guru.
Guru profesional yang dituntut oleh masyarakat diantaranya adalah
sosok guru yang mampu menjalankan tugas pokoknya sebagai pendidik
dan pengajar. Tugas tersebut antara lain menyangkut tugas makro yaitu
mengupayakan peningkatan kualitatif hidup manusia secara umum dan
tugas mikro sebagai manager pengajaran di kelas pada khususnya.
Kenyataan-kenyataan inilah dapat dijadikan sebagai indikator yang
menunjukan secara faktual belum terdapatnya kualifikasi guru profesional
yang diharapkan. Karena itulah, pembinaan atau peningkatan kualitatif
profesional mutu guru merupakan hal yang krusial dan perlu yang hams
dilakukan jika menghendaki mutu pendidikan yang memadai.
Menurut
Soetjipto dan Raflis K. (1999) dinyatakan bahwa sistem pembinaan
profesional guru dilakukan melalui pembinaan akademik guru, sistem
pembinaan personil serta sistem pembinaan adminsitrasi. Ketiganya
diberikan oleh Kepala Sekolah melalui tahapan-tahap yang meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi atau kontroling.
Dalam rangka peningkatan mutu guru SD telah banyak dilakukan
pemerintah berbagai upaya pengembangan profesional guru yang lebih
menekankan pada peningkatan kualitas mengajar guru yang dilakukan
melalui berbagai sistem. Telah banyak sistem pembinaan profesional guru
yang telah disodorkan dengan disertai petunjuk pelaksanaannya atau
perangkat lainnya oleh pemerintah, namun pada kenyataannya terdapat
keragaman atau perbedaan pembinaan baik secara kuantitatif maupun
secara kualitatif. Dan terdapatnya berbagai perbedaan, misalnya dalam
jenis, frekwensi, maupun pendekatan pembinaan pada masing-masing
daerah (wilayah), yang pada gilirannya melahirkan hasil pembinaan yang
beragam pula. Untuk itu suatu penelitian tentang pengaruh sistem
pembinaan profesional guru SD di masing-masing wilayah diperlukan.
Melihat pentingnya kedudukan guru dalam proses pendidikan
umumnya dan dalam PBM khususnya, maka kualitas guru perlu
dikembangkan secara terus menerus sehingga mampu mengemban
tugasnya secara memadai. Peran guru sebagai pendidik dalam arti yang
luas atau sebagai manajer pembelajaran dalam arti lebih khusus secara
kualitatif dituntut untuk memiliki kemampuan profesional. Dimana seorang
guru tidak semata hams memiliki pribadi edukatif dan kompetensi
mengajar yang memadai, tetapi juga dituntut memiliki kompetensi
manajerial yang handal. Apa yang hams dimiliki guru sebagai seorang
profesional adalah adanya komitmen dan tanggung jawab yang tinggi atas
perkembangan atau kemajuan kualitas pendidikan/pengajaran. Selain itu,
guru sebagai profesional perlu memiliki wadah pembinaan sebagai media
peningkatan kualitas profesional guru. Maka guru merupakan faktor
sangat penting dalam PBM. Guru menduduki peran strategis yang
menentukan kualitas PBM. " A good teaching depends on a good
teacher". (Dahama dan Bhatnagar, 1990:157-158).
Pembinaan profesional sebagai upaya pengembangan guru
profesional dapat ditempuh melalui beberapa pendekatan. Di antara
pendekatan pembinaan adalah pembinaan yang bersifat pre-service dan
in-service. Pembinaan pre-service yaitu pembinaan yang dilakukan
sebelum guru melaksanakan tugas profesiya. Pembinaan in-service
merupakan
upaya pembinaan yang dilakukan pada saat guru
sedang/sudah aktif melaksanakan tugas profesi sebenarnya.
Pembinaan guru dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah maupun
Pengawas.
peningkatan
Pembinaan
kualitas
profesionalisme
guru
profesionalisme guru
merupakan
dalam
upaya
melaksanakan
profesinya sebagai seorang tenaga pendidik yang dilakukan melalui
tahapan-tahapan: perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi. (Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Dasar
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994).
Sistem pembinaan profesional guru memiliki tiga sasaran pokok
yaitu: pembinaan akademik, pembinaan personil serta pembinaan
administratif. Sistem pembinaan akademik meliputi: pembinaan tentang
pengenalan tujuan pendidikan dasar untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional, pengenalan fungsi sekolah dan prinsip-prinsip psikologi
pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam PBM, penguasaan bahan
pengajaran kurikulum
pendidikan dasar
dan
penguasaan
bahan
pengayaan, penetapan pembelajaran, pemilihan dan pengembangan
bahan pembelajaran, pemilihan dan pengembangan strategi belajar
mengajar, pemilihan dan pemanfaatan sumber belajar dan pemilihan dan
pengembangan media pengajaran yang sesuai, menciptakan iklim belajar
yang tepat, pengaturan ruang belajar dan pengelolaan interaksi belajar
mengajar, penilaian hasil prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
dan penilaian PBM yang telah dilaksanakan, bimbingan siswa yang
mengalami kesulitan belajar, bimbingan murid yang berkelainan dan
berbakat khusus serta pembinaan wawasan murid untuk menghargai
berbagai pekerjaan di masyarakat, serta pengkajian konsep dasar
penelitian ilmiah dan pelaksanaan penelitian sederhana.
Sistem pembinaan personil meliputi: ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, peran guru dalam masyarakat sebagai warga negara
yang berjiwa Pancasila dan pengembangan sifat-sifat terpuji yang
dipersyaratkan bagi jabatan guru, serta interaksi dengan teman sejawat
untuk meningkatkan kemampuan profesional dan interaksi dengan
masyarakat untuk melaksanakan misi pendidikan, adapun
sistem
pembinaan administratif merupakan pembinaan yang dilakukan dalam
rangka pengenalan pengadministrasian kegiatan sekolah/kelas serta
pelaksanaan administrasi sekolah. (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah Direktorat Pendidikan Dasar Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1994).
Kinerja guru SD merupakan faktor penting dalam pendidikan
karena akan berdampak terhadap kualitas pendidikan sekolah dasar.
Menurut Soetjipto dan Raflis K (1999) dinyatakan bahwa profesionalisme
guru ditunjukkan dengan kinerja baik guru terhadap peraturan perundangundangan yang ditetapkan pemerintah, kinerja baik terhadap organisasi
profesi guru, kinerja baik guru terhadap teman sejawat atau sesama guru,
kinerja baik guru terhadap anak didik, kinerja baik guru di tempat kerja,
it
kinerja baik guru terhadap pimpinan (Kepala Sekolah) se^Ja|(,^^u^' B
guru terhadap pekerjaannya.
Dalam lingkungan intern sekolah pembinaan guru merupakan
kewajiban
Kepala
Sekolah.
Dalam upaya
meningkatkan
kualitas
pendidikan maka kualitas tenaga pendidik juga hams ditingkatkan pula.
Kualitas guru dapat ditunjukkan melalui kinerjanya terhadap profesinya
sebagai guru. Namun dalam prakteknya sistem pembinaan jarang sekali
dilakukan sehingga kinerja guru juga tidak dapat diketahui kualitasnya.
Dengan demikian yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana hubungan sistem pembinaan guru SD yang diberikan Kepala
Sekolah dengan kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah: Bagaimana hubungan antara sistem
pembinaan guru dengan kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini ditetapkan beberapa batasan agar penelitian
yang dilakukan lebih mendalam. Pembatasan yang dimaksud adalah
sistem pembinaan profesional yang dipilih adalah sistem pembinaan guru
yang meliputi tiga aspek pembinaan yaitu pembinaan akademik, personil
serta administrasi, dimana peran Kepala Sekolah dilihat dari tahap-tahap
perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi atau kontroling. Adapun kinerja
guru yang diukur adalah kinerja guru terhadap peraturan perundang-
undangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja,
pemimpin serta pekerjaan yang dilihat dari aspek kemampuan yang terdiri
dari faktor pengetahuan dan keahlian serta aspek motivasi guru dalam
memberikan kinerja terbaiknya.
D. Rumusan Masalah
Bertolak dari permasalahan di atas, dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana gambaran sistem pembinaan profesional guru SD di
Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung?
b. Bagaimana gambaran kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung dalam melaksakan tugasnya?
c. Bagaimana hubungan antara sistem pembinaan profesional secara
umum dengan kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung?
d. Bagaimana hubungan antara masing-masing aspek sistem
pembinaan profesional yang meliputi pembinaan akademik,
pembinaan personil dan pembinaan administrasi terhadap kinerja
guru SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung?
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperol*
serta mengkaji bagaimana hubungan sistem pembinaan profesional guru
SD dengan kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung
yang diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap peningkatan kualitas
pendidikan dasar.
Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan:
1. Mendapatkan gambaran sistem pembinaan profesional guru SD di
Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
2. Mendapatkan gambaran kinerja guru SD di Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung dalam melaksanakan tugasnya.
3. Mengetahui gambaran hubungan sistem pembinaan profesional
terhadap kinerja guru SD di kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung.
4. Mengetahui gambaran hubungan masing-masing aspek sistem
pembinaan
profesional yang meliputi
pembinaan
akademik,
pembinaan personil dan pembinaan administrasi terhadap kinerja
guru SD di kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
F. ANGGAPAN DASAR
Yang
di maksud dengan anggapan dasar adalah titik tolak
pemikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti sebagaimana
dikemukakan oleh Winarno Surahmad yang dikutip oleh Suharsimi
(1992:55) yaitu: "anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang
kebenarannya dapat diterima oleh penyelidik."
Adapun yang menjadi angapan dasar dari penelitian ini adalah:
1) Sistem pembinaan profesional guru merupakan salah satu upaya baik
oleh lembaga atau individu untuk meningkatkan kinerja guru.
2) Berhasil atau tidaknya sistem pembinaan profesional guru tergantung
dari beberapa faktor pendukung diantaranya semua instansi yang
terkait dan sarana penunjang lainnya.
3) Sistem pembinaan profesional guru adalah suatu strategi pembinaan
personil ke arah kinerja guru dalam rangka peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
G. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini penulis
merumuskan hipotesis sebagai berikut:
1). Terdapat hubungan siginifikan antara sistem pembinaan profesional
guru (X) terhadap kinerja guru Sekolah Dasar (Y) di lingkungan Dinas
Pendidikan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
2). Terdapat hubungan siginifikan antara sistem pembinaan akademik
guru (X1) terhadap kinerja guru Sekolah Dasar (Y) di lingkungan
Dinas Pendidikan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
3). Terdapat hubungan siginifikan antara sistem pembinaan personil guru
(X2) terhadap kinerja guru Sekolah Dasar (Y) di lingkungan Dinas
Pendidikan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
4). Terdapat hubungan siginifikan antara sistem pembinaan administrasi
guru (X3) terhadap kinerja guru Sekolah Dasar (Y) di lingkungan
Dinas Pendidikan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung
H. PARADIGMA PENELITIAN
Menurut pendapat Zainuddin Sardar (1986 : 339), menyatakan
bahwa paradigma digunakan untuk menunjukkan konsepsi dasar
seseorang mengenai satu aspek realitas tertentu.
Paradigma diperlukan dalam suatu penelitian, menurut Stuart, A
Schlegel, (1986 : 6) dalam suatu "grounded research" diperlukan
paradigma, karena semua analisis hams berdasarkan berbagai ide yang
ditetapkan sebelumnya.
Untuk menilai suatu kinerja personil dibutuhkan indikator-indikator
kinerja, untuk itu dikemukakan pendapat : "Indikator kinerja adalah
pernyataan yang bersifat kuantitatif ataupun kualitatif, yang menunjukkan
kualitas mutu pencapaian tujuan " (S. Pramutadi, 1995 : 6).
Menurut Sutermeister (dalam Indrawan dan Joesron 1997 : 68)
menyatakan bahwa: Kinerja pegawai dibentuk oleh dua faktor yaitu faktor
kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). (Job performance are
considered to result from ability and motivation).
Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari dua
faktor yaitu faktor pengetahuan (/Q) dan faktor keahlian (skill). Dengan
kata lain seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan yang baik dan
terampil dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dipandang akan
mampu menghasilkan kinerja guru yang diharapkan.
Faktor pengetahuan (knowledge) seseorang dapat diperoleh melalui
latar belakang pendidikan yang dimiliki, diklat-diklat yang diikuti, bidang
minat yang terus dikaji serta pengalaman kerja. Sementara faktor keahlian
(skill) seseorang dapat diperoleh melalui keterampilan-keterampilan kerja
yang dimiliki serta kepribadian atau sikap mental yang baik.
Istilah " Motivasi" berasal dari kata Latin movere yang mengandung
makna "gerakan" (Steers, 1983:3). Bernard Berelson dan Gary A. Steiner
(dalam Ravianto, 1985 : 109) mendefinisikan motivasi sebagai:" All those
inner striving conditions variously described as wishes. Desires, needs,
drives and the like ". Winardi (1986:237) mendefinisikan motivasi sebagai
keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya
untuk melakukan tindakan-tindakan.
Senada dengan itu Wexley dan Yuki (1997:75) mendefinisikan
motivasi sebagai "the process by which behavior is organized and
directed", sedangkan John P. Campbell dalam Gibson and Hunt (1987:87)
pada definisinya memasukan aspek arah perilaku, kekuatan respon dan
keteguhan mempertahankan perilaku sebagai indikator motivasi.
Soetjipto dan Raflis K (1999:43) menyatakan bahwa sikap
profesionalisme guru memiliki tujuh sasaran yaitu: Peraturan perundangundangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja,
pemimpin dan pekerjaan.
Sasaran profesionalisme guru terhadap peraturan pemndangundangan berarti guru harus melaksanakan segala kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan (PGRI, 1973). Dalam hal ini
kebijaksanaan pendidikan negara dipegang oleh Departemen Pendidikan
Nasional.
DIKNAS mengeluarkan ketentuan dan peraturan yang
merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya yang
meliputi: pembangunan gedung pendidikan, pemerataan kesempatan
belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dan
Iain-Iain. Dari ketentuan-ketentuan ini selanjutnya akan dijabarkan dalam
program-program
umum
kebijaksanaan-kebijaksanaan
pendidikan.
Guru
mutlak
pemerintah dalam bidang
mengetahui
pendidikan
sehingga dapat melaksanakan program tersebut.
Sasaran profesionalisme guru terhadap organisasi profesi berarti
guru secara
bersama-sama memelihara dan
meningkatkan
mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Guru harus
ikut berpartisipasi dalam mewujudkan cita-cita organisasi dan secara
pribadi ataupun bersama dengan rekan-rekan yang lain berusaha
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Sasaran profesionalisme guru terhadap teman sejawat sesama
guru
berarti
guru
memelihara
hubungan
seprofesi,
semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial atau guru hendaknya
menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan
kerjanya dan guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan
kerjanya.
Sasaran profesionalisme guru terhadap anak didik berarti berbakti
membimbing
peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Guru jupa harus memahami dan
menjalankan tugasnya sehari-hari yang meliputi tujuan pendidikan
nasional, prinsip membimbing dan prinsip membentuk manusia Indonesia
seutuhnya. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus
memeperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik
jasmani, rohani, sosial maupun yang lain sesuai dengan hakikat
pendidikan.
Sasaran profesionalisme guru terhadap tempat kerja berarti guru
harus menciptakan suasana sekolah yang baik, yang akan menunjang
keberhasilan proses belajar mengajar. Guru juga harus menciptakan
suasana harmonis baik secara pribadi maupun dalam hubungannya
dengan orang tua anak didik dan masyarakat sekitar.
Sasaran profesionalisme guru terhadap pemimpin berarti guru
dituntut berusaha untuk bekerjasama dengan pimpinan, mematuhi serta
melaksanakan program-program yang ditetapkan dalam mensukseskan
tujuan pendidikan.
Sasaran profesionalisme guru terhadap pekerjaan berarti guru
secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan
mutu pendidikan dan martabat profesinya. Guru harus memiliki komitmen
terhadap profesi keguruannya, melayani masyarakat dengan memuaskan
serta meningkatkan kemampuan dan martabat profesinya.
Sementara menurut Fakry Gaffar (1987 :159), disebutkan bahwa:
"Kinerja guru terbagi ke dalam tiga bidang besar, yaitu: (1) content
knowledge, (2) behavioral skills, (3) human relations skilf. Dalam hal ini,
Content knowledge berkaitan dengan penguasaan materi pengetahuan
yang akan diajarkan kepada peserta didik. Kedua mengenai behaviour
skills,
berupa
keterampilan
perilaku
yang
harus
dimiliki
oleh
pendidik/pengajar yang berkaitan dengan penguasaan dian metodologis
pengajaran arah apakah pendidikan yang bersifat pedagogis untuk
pendidikan anak maupun andragogis untuk pendidikan orang dewasa.
Ketiga, human relation skills, adalah kemampuan manusiawi untuk dapat
menjalin hubungan yang baik dengan unsur manusia yang terlibat dalam
proses pendidikan yakni peserta didik, pengajar, dan pimpinan lembaga
pendidikan.
Agar dimilikinya profesionalisme yang tinggi pada guru memerlukan
upaya pendidikan yang berkelanjutan. Makna pendidikan berkelanjutan
mengindikasikan bahwa peningkatan profesionalisme pada guru-guru
tidak hanya mengandalkan pada latar belakang pendidikan formal saja,
atau dengan kata lain tidak cukup dengan persyaratan pre-service
training, tetapi harus didukung oleh berbagai upaya setelah ia memangku
jabatan guru, yakni dalam bentuk in-service training.
Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah, bahwa kinerja
adalah perilaku guru yang ditampilkan dalam melaksanakan tugasnya
sebagai seorang pendidik. Perilaku itu ditunjukkan oleh kemampuannya
untuk mencapai hasil yang optimal. Perilaku dalam kaitannya dengan
kinerja di sini ditunjukkan oleh kemampuan guru dalam melaksanakan
pendidikan yang mencakup pengajaran, pembimbingan dan pelatihan
secara optimal. Dimana hasil yang dicapai hari ini harus lebih baik dari
hari kemarin dan begitu juga selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disusun kerangka pemikiran
sebagai berikut:
KERANGKA PEMIKIRAN
KINERJA GURU (Y)
SISTEM PEMBINAAN
PROFESIONAL GURU (X)
SISTEM PEMBINAAN
AKADEMIK (X1)
PERATURAN
PERUNDANG - UNDANGAN
ORGANISASI PROFESI
TEMAN SEJAWAT
SISTEM PEMBINAAN
PERSONIL (X2)
SISTEM PEMBINAAN
ADMINISTRATIF (X3)
ANAK DIDIK
TEMPAT KERJA
PEMIMPIN
PEKERJAAN
BAB III
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk
mengumpulkan, menyusun dan menganalisis serta menginterprestasikan
dalam bentuk deskriptif melalui wawancara, angket dan observasi
mengenai data dan informasi yang diteliti. Winarno Surakhmad (1985 : 31)
mengungkapkan :
Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis
dengan mempergunakan teknik serta alat tertentu. Cara utama itu
dipergunakan setelah penyelidikan memperhitungkan kewajibannya
ditinjau dari tujuan penyelidikan serta situasi penyelidikan".
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis yang
didukung oleh hasil pengolahan data kuantitatif. Penggunaan metode dan
pendekatan ini berangkat dari tujuan pokok penelitian yaitu, untuk
mendeskripsikan dan menganalisis pola sistem pembinaan profesional
guru SD yang telah dilaksanakan dan pengaruh pembinaan profesional
guru SD.
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung
Jawa Barat. Penetapan lokasi didasarkan pada beberapa asumsi dan
alasan yang menguntungkan. Pertama, berdasarkan informasi bahwa
Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung adalah daerah transisi dan
91
mutu lulusan SD kurang baik serta banyak guru yang belum layak untuk
mengajar dan untuk meningkatkan mutu serta meningkatkan profesional
guru tersebut sangat perlu adanya pembinaan profesional guru. Kedua
Kondisi kuantitatif sekolah dasar di Kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung relatif beragam. Ketiga keragaman kondisi kualitas SD tersebut
berimplikasi terdapatnya permasalahan yang beragam dalam
pembinaannya. Terakhir, studi tentang pengaruh pembinaan profesional
guru SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung nampak belum
pernah dilakukan secara intensif. Di Kecamatan Banjaran terdapat 70 SD
sebagian dijadikan sampel penelitian berdasarkan klasifikasi sekolah.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Secara teoritis, populasi penelitian adalah wilayah penelitian yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneiti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 1994).
Pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Winarno
Surakhmad (1975 : 84), bahwa populasi adalah sekelompok subyek
pendidikan, baik manusia, gejala-gejala, benda atau peristiwa yang ada
hubungannya dengan suatu penelitian.
Pendapat lain, seperti yang dikemukakan oleh Nana Sudjana (1986
: 5) bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang merupakan hasil
perhitungan atau pengukuran yang kuantitatif dari karakteristik tersebut
mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, yang akan menjadi
populasi penelitian ini adalah seluruh Pengawas, Kepala Sekolah dan
guru Sekolah Dasar di Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung.
2. Sampel penelitian
Karena luasnya penelitian, penulis akan menarik sampel atau
contoh
yang
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
atau
mencerminkan karakteristik umum populasi.
Mengenai sampel, Sugiyono (1994 : 40) berpendapat bahwa
sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.
Selanjutnya menurut Sutrisno Hadi (1977:37) sampel atau contoh
adalah: sebagian individu yang diselidiki dari keseluruhan individu
penelitian. Supaya lebih obyektif, istilah individu diganti dengan istilah
subyek dan obyek. Sampel yang baik adalah sampel yang mewakili
populasi secara maksimal. Walaupun demikian, sampel bukanlah
merupakan duplikat dari populasi.
Untuk mendapatkan sampel yang representatif dan dapat
dipertanggungjawabkan, harus ditempuh metode-metode yang benar
dalam setiap langkah sehingga kesimpulan yang akan diambil tidak keliru.
Teknik penarikan sampling dalam penelitian ini adalah teknik
proporsional sampling, yaitu teknik sampel untuk tujuan tertentu, seperti
yang dikemukakan oleh Cholid Narbuko dan Achmad (1991) bahwa:
"Teknik sampling proporsional menghendaki pengambilan sampel dari tiap
populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya populasi sehingga
dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi"
Berdasarkan data yang ada SD di Kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung berjumlah 70 buah. Dari populasi ini akan diambil sampel yang
diharapkan dapat menggambarkan keadaan umum populasi.
Terhadap guru yang juga akan menjadi sasaran penelitian ini akan
mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian.
Untuk itu,
penulis akan menggunakan DP3 sebagai salah satu alat
memahami kinerja guru, di samping angket dan pengamatan
kualitatif/naturalistik.
Cara penarikan sampel dilakukan dengan cara acak menurut
jumlah sekolah, dengan demikian, semua sekolah mendapat peluang
untuk menjadi sampel dalam penelitian ini.
C Teknik Pengumpulan dan Sumber Data
Data
kuantitatif
sifatnya
numerikal,
maknanya
belum
menggambarkan apa adanya sebelum dilakukan pengolahan dan analisis
lebih lanjut. Salah satu cara untuk mengolah dan menganalisis data
kuantitatif adalah statistika. Salah satu cara untuk mengolah dan
menganalisis data dibedakan dua macam statistika, yakni statistika
deskriftif dan statistika inferensial. Statistika deskriftif digunakan untuk
mendeskripsikan variabel penelitian yang diperoleh melalui hasil-hasil
pengukuran. Sedangkan statistika inferensial digunakan untuk menguji
hipotesis dan membuat generalisasi. Teknik statistika yang biasa
digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian antara lain persen,
kuartil ranking kecenderungan memusat (rata-rata, median, modus),
variansi, simpangan baku, visualisasi data seperti bagan, tabel, grafik, dan
Iain-Iain. (Nana Sudjana, 1989 :126). Sumber data dalam penelitian ini
adalah pengawas TK/SD, Kepala Sekolah, para pembina serta guru yang
berada di lokasi penelitian.
Sesuai dengan karakteristik penelitian kuantitatif, sumber data
dalam penelitian ini menggunakan kuisioner, maka akan menghasilkan
data nominal dan ordinal sehingga dapat menggunakan teknik persen,
ranking, modus dan proporsi lainnya seperti kuartil. Dengan demikian
jumlah sumber data ditentukan sebelumnya secara pasti, atau informasi
yang sesuai dengan permasalahan penelitian.
Di samping kuisioner juga dilakukan wawancara terhadap
responden (pengawas TK/SD, kepala sekolah, guru dan pembina lainnya)
dibantu dengan pedoman wawancara. Pedoman ini dipersiapkan peneliti
dengan maksud membantu peneliti memfokuskan atau mengarahkan
proses wawancara agar sesuai tujuan pengumpulan data atau masalah
yang diteliti.
Data yang digali/dikumpulkan melalui observasi meliputi:
a. Pelaksanaan sistem pembinaan profesional guru, melalui kegiatan
penataran baik tingkat propinsi, kabupaten maupun kecamatan;
b. Kegiatan pembinaan yang dilaksanakan oleh pengawas dan kepala
sekolah, yang meliputi kunjungan kelas, pertemuan antar pribadi,
rapat sekolah, dan diskusi sekolah;
c. Kegiatan KKG di PKG.maupun di SD inti;
d. Proses belajar mengajar di kelas.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data melalui studi dokumentasi,
Sartono
Kartodirdjo,
seperti
dikutip
Djam'an
Satori
(1989:143)
mensyaratkan perlunya melihat: 1) apakah dokumen itu otentik atau palsu,
2) apakan isinya diterima sebagai kenyataan, dan 3) apakah data itu
cocok untuk menambah pengertian tentang gejala yang diteliti.
Adapun dokumen yang diteliti dalam penelitian ini antara lain
menyangkut:
a. Buku catatan pembinaan (catatan Pengawas, Kepala sekolah dan
pembina lainnya);
b. Program pembinaan guru SD baik pada Subdin Pendidikan Dasar,
Seksi Pendidikan Dasar, Pengawas, Kepala Sekolah;
c. Keputusan yang berkaitan dengan pengembangan profesional guru
SD;
d. Bahan tertulis yang berkaitan dengan produk kualitas guru sebagai
manajer pembelajaran;
e. Foto-foto proses pembinaan yang berkaitan den|
kegiatan pembinaan.
Adapun stratifikasi sampling penulis menggunak?
prestasi yang dibagi tiga bagian yaitu:
(1). Sekolah yang mempunyai prestasi kriteria tinggi;
(2). Sekolah yang mempunyai prestasi kriteria menengah;
(3). Sekolah yang mempunyai prestasi kriteria rendah.
D. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan menempuh tiga
tahap kegiatan, yaitu tahap uji coba angket, penyebaran angket, dan
pengumpulan angket. Masing-masing tahap dapat dijelaskan berikut ini:
1. Uji coba (Try Out) Angket
Sebelum instrumen penelitian yang akan digunakan (kuesioner)
diberikan kepada responden untuk mengukur karakteristik variabel
penelitian terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengukur validitas dan
reliabilitas kuesioner tersebut. Sugiyono (2001:110) menjelaskan bahwa:
"dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam
pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid
dan reliabel".
Uji coba angket merupakan tahap awal yang sangat menentukan
Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas
angket yang akan digunakan untuk menjaring data di lapangan, sehingga
dapat diketahui kelemahan dari angket tersebut dan dapat dilakukan
perbaikan / penyempurnaan sebelum pelaksanaan pegumpulan data yang
sesungguhnya.
Uji coba angket ini merupakan langkah yang sangat penting untuk
dilaksanakan seperti yang dikemukakan oleh Husen Umar (1996:77)
bahwa: "Angket yang telah selesai disusun jangan disebarkan sebelum
dilakukan uji coba teriebih dahulu untuk menilai keterbatasan serta
kemungkinan keterbatasan angket tersebut"
Hal sama juga dikemukakan oleh Sanipah Faisal (1981:38) bahwa:
"Setelah angket disusun, lazimnya tidak langsung disebarkan untuk
penggunaan
yang
sesungguhnya.
Sebelum
pemakaian
yang
sesungguhnya sangat mutlak diperlukan uji coba terhadap isi maupun
bahasan angket telah disusun."
Berdasarkan pendapat di atas, penulis telah melakukan uji coba
angket terhadap 15 orang responden yaitu guru Sekolah Dasar di
kecamatan Banjaran kabupaten Bandung.
Angket yang telah diuji coba perlu dianalisis apakah memenuhi
syarat untuk digunakan. Analisis terhadap hasil uji coba angket dilakukan
dengan menempuh langkah-langkah berikut ini:
a. Menguji Validitas Angket.
Di dalam "Encyclopedia of Educational Evaluation" yang ditulis oleh
Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan disebutkan: " A test is valid if it
measure what it purpose to measure" (Test dikatakan valid jika tes
tersebut mengukur apa yang hendak diukur). (Arikunto.S, 1986:57).
Instrumen penelitian yang mempunyai validitas eksternal yang tinggi akan
mengakibatkan hasil penelitian mempunyai validitas yang tinggi pula.
Penelitian mempunyai validitas eksternal apabila hasil penelitian dapat
digeneralisasikan atau diterapkan pada sampel lain dalam populasi.
Uji validitas angket atau alat ukur yang akan digunakan dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui derajat ketepatan alat ukur
yang digunakan. Apakah angket tersebut benar-benar dapat menjaring
data yang diperlukan.
Instrumen yang telah dikonstruksi mengenai aspek-aspek yang
akan diukur dilakukan dengan berpedoman kepada landasan teori yang
telah disusun pada Bab II.
Untuk mengukur validitas dari instrumen dipergunakan korelasi
product-moment sebagai berikut:
Misalkan x adalah skor butirdan y skor total, korelasi product moment
antara x dan y adalah:
'='
r*=-
( "
Y «
\
v*=i
A '=1
J
f
,
Vi=i
n
/ n
A2 I I
Vi=i
y
) Vi=i
n
( n
^
i=i
Vi=i
J
2) Melakukan uji signifikasi dengan hipotesis Ho: r = 0 (Tidak ada
hubungan signifikan antara kedua variabel) vs H1: r * 0 (Ada
hubungan signifikan antara kedua variabel), dengan kriteria tolak Ho
jika t-hitung > t-tabel atau p-value (sig) < alpha (5 %) dengan
, . . rVn^2
t - hit =
.
3) Menafsirkan
makna
koefisien
korelasi
yang
didapat
dengan
menggunakan tolak ukur seperti yang dikemukakan oleh
Subino
(1982:66-67) sebagai berikut:
Kurang dari 0,20
= hubungan dianggap tidak ada
Antara 0,20 - 0,40 = hubungan ada tetapi rendah
Antara 0,41 - 0,70 = hubungan cukup
Antara 0,71 - 0,90 = hubungan tinggi
Antara 0,91 -1,00 = hubungan sangat tinggi
4) Mengitung prosentase derajat pengaruh variabel sistem pembinaan
profesional dengan variabel kinerja guru, dengan perhitungan
koefisien
determinasi
seperti
(1982:73-74) sebagai berikut:
yang
dikemukakan
oleh Subino
Derajat Hubungan (KD) = r2 x 100%
Karena Sistem Pembinaan Profesional (X) merupakan suatu sistem
yang terdiri dari beberapa sub-variabel (faktor) saling terikat yaitu: Sistem
Pembinaan Akademik (X1), S