ANALISIS WACANA SISTEM EKSKRESI PADA BUKU PELAJARAN IPA TERPADU SMP DAN BUKU PELAJARAN BIOLOGI SMA.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN

ABSTRAK ……….. i

KATA PENGANTAR ……… ii

DAFTAR ISI ……….. v

DAFTAR TABEL ……….. viii

DAFTAR GAMBAR ……….. ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah ……… 9

C. Pembatasan Masalah ……… 10

D. Tujuan Penelitian ……… 11

E. Manfaat penelitian ……… 11

F. Penjelasan Istilah ……… 12

BAB II ANALISIS WACANA DAN GAMBAR MATERI SISTEM EKSKRESI A. Buku Pelajaran sebagai Sumber Belajar ………... 14


(2)

B. Analisis Wacana dan Gambar Materi Sistem Ekskresi ……… 17

C. Penerapan Model Argumentasi Toulmin dalam Argumentasi Ilmiah ……….. 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ……… 29

B. Sumber Data ……… 29

C. Analisis Data ……… 30

D. Alur Penelitian ……….. 36

BAB IV ANALISIS, TEMUAN, DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan Sumber Data ………...………. 37

B. Analisis Struktur Makro Sistem Ekskresi SMP dan SMA ………… 43

C. Tinjauan Kesesuaian dengan Silabus SMP dan SMA ……….. 49

D. Analisis Gambar ……….. 54

E. Penerapan Model Argumentasi Toulmin ……… 59

F. Temuan dan Pembahasan ……… 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 68

B. Saran ……… 70


(3)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

………

77

A. Proses Penghalusan Wacana Sistem Ekskresi Pada Buku IPA Terpadu SMP … 77 B. Penyusunan Proposisi dari Wacana Sistem Ekskresi Pada Buku IPA Terpadu

SMP ……… 113 C. Struktur Makro dari Wacana Sistem Ekskresi Pada Buku IPA Terpadu SMP …. 127 D. Analisis Gambar dari Wacana Sistem Ekskresi Pada Buku IPA Terpadu SMP .. 131 E. Proses Penghalusan Wacana Sistem Ekskresi Pada Buku Biologi SMA …….… 134 F. Penyusunan Proposisi dari Wacana Sistem Ekskresi Pada Buku Biologi SMA .. 162 G. Struktur Makro dari Wacana Sistem Ekskresi Pada Buku Biologi SMA …..….. 172 H. Analisis Gambar dari Wacana Sistem Ekskresi Pada Buku Biologi SMA …….. 174


(4)

DAFTAR TABEL

4.1 Contoh proses penghalusan teks asli menjadi teks dasar pada wacana

Sistem Ekskresi SMP ……… 38 4.2 Contoh penurunan proposisi dengan melakukan penghapusan ………… 39 4.3 Contoh penurunan proposisi dengan melakukan abstraksi ………... 40 4.4 Contoh penurunan proposisi dengan melakukan konstruksi ……… 40 4.5 Perbandingan dimensi elaborasi materi subyek SMP dan SMA ………. 44 4.6 Perbandingan struktur global silabus materi sistem ekskresi tingkatSMP

dengan tingkat SMA ………. 50

4.7 Perbandingan indikator pada silabus materi sistem ekskresi dengan

struktur makro untuk tingkat SMP ……….. 51 4.8 Perbandingan indikator pada silabus materi sistem ekskresi dengan

struktur makro untuk tingkat SMA ……… 52 4.9 Contoh analisis gambar ……….. 55


(5)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Interaksi komponen-komponen PBM ………... 18

2.2 Model representasi teks ……….……….... 21

2.3 Bentuk dasar Model Argumentasi Toulmin ………. 26

2.4 Bentuk wacana Model Argumentasi Toulmin ……….. 27

4.1 Pemetaan proposisi global materi sistem ekskresi pada buku SMP dan SMA ………. 43

4.2 Grafik hasil analisis gambar materi sistem ekskresi pada buku SMP dan SMA ………. 56

4.3 Model trilogi hasil tindakan wacana dan tindakan pedagogi gambar …... 59

4.4 Penerapan argumentasi Toulmin terhadap materi sistem ekskresi pada buku pelajaran SMP ……… 61

4.5 Penerapan argumentasi Toulmin terhadap materi sistem ekskresi pada buku pelajaran SMA ………. 62


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu disiasati dari berbagai aspek, seperti meningkatkan kualitas tenaga pengajar dan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan termasuk keberadaan buku sebagai salah satu sumber belajar. Buku memegang peranan yang sangat penting dalam bidang pendidikan karena buku sangat menunjang kegiatan belajar mengajar. Sampai saat ini, buku pelajaran masih merupakan sumber pelajaran yang sangat penting bagi para peserta didik, meskipun masih banyak yang tidak memilikinya, terutama bagi sekolah-sekolah yang berada di luar kota, di pedesaan, dan di daerah-daerah terpencil (Darmadi, 2010). Konsep-konsep yang dikemukakan dalam suatu buku harus disesuaikan dengan perkembangan intelektual pembaca sehingga isi yang diinformasikan oleh buku tersebut mudah dipahami.

Menurut Supriadi (2000), buku yang dipergunakan di sekolah-sekolah dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: (1) buku pelajaran atau buku teks (sering disebut buku paket), (2) buku bacaan, (3) buku sumber, dan (4) buku pegangan guru yang biasanya mendampingi buku teks. Buku pelajaran atau buku teks dianjurkan oleh guru untuk dibaca siswa sebab buku tersebut mengacu kepada tuntutan kurikulum. Sebelum diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Departemen Pendidikan Nasional telah menerbitkan buku paket untuk setiap jenjang sekolah sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Buku


(7)

pelajaran adalah buku yang dirancang untuk penggunaan di kelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para ahli dalam bidang itu dan diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi (Bacon dalam Tarigan, 1986).

Saat ini tidak dikenal lagi adanya buku paket atau buku pelajaran yang bersifat wajib. Sekolah diperbolehkan menggunakan buku yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Dampaknya, penerbit seolah-olah berlomba untuk menerbitkan buku-buku pelajaran dengan menonjolkan berbagai keunggulan baik dari segi konten materi subyek maupun kualitas cetak. Akibat langsung yang dirasakan masyarakat dari kebijakan ini adalah mahalnya harga buku-buku tersebut.

Dalam rangka memfasilitasi ketersediaan bahan ajar yang bermutu, mudah, dan murah, Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007 dan 2008 telah membeli hak cipta buku teks pelajaran dari penulis/penerbit sebanyak 598 judul buku (Pusbuk, 2009), dan sampai saat ini jumlah telah mencapai 1.334 judul buku yang terdiri dari buku pelajaran SD, SMP, SMA, dan SMK (Puskurbuk, 2011). Buku Sekolah Elektronik (BSE) versi cetak, dengan nama Program Buku Pelajaran Murah (BPM), masyarakat baik orang perseorangan, kelompok orang, maupun badan hukum dapat memanfaatkan dan/atau menyebarluaskan BPM dengan cara menggandakan, mencetak, memfotocopy dan/atau memperdagangkan tanpa melalui prosedur perizinan dan bebas biaya royalti. Buku Sekolah Elektronik (BSE) pertama kali di lounching


(8)

selanjutnya dilakukan sosialisasi lewat media cetak dan elektronik serta Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional.

Kurikulum yang berlaku sekarang adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang tidak dibuat oleh pemerintah. Departemen Pendidikan Nasional hanya membuat Standar Isi yang tercermin dalam Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, serta Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sesuai yang diamanatkan dalam Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 (BSNP, 2006). Dengan demikian buku yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi siswa di sekolah masing-masing berdasarkan pada pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa.

Dalam struktur kurikulum SMP, pelajaran fisika, kimia, dan biologi diintegrasikan dalam pelajaran IPA Terpadu. Namun BSE IPA Terpadu untuk mendukung pembelajaran IPA Terpadu yang dimaksud sebenarnya tidak sesuai dengan yang diharapkan baik oleh pemerintah maupun dunia pendidikan. Tujuan pembelajaran IPA terpadu adalah: meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi, serta beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus (Depdiknas, 2009). Dengan demikian penyampaian satu materi IPA hendaknya ditinjau dan dibahas dari sisi ilmu fisika, kimia, dan biologi secara terpadu. Namun kenyataannya dalam hal ini hanya menyatukan materi-materi fisika, kimia, dan biologi dalam satu buku, termasuk pada BSE IPA Terpadu yang menjadi subyek penelitian ini.

Menurut temuan di lapangan, pada buku pelajaran banyak yang menggunakan istilah-istilah baru yang belum tepat dan bahasa yang rancu


(9)

sehingga menyulitkan pembaca untuk memahami isi buku tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Wilardjo (1990) yang menyebutkan bahwa masih banyak buku pelajaran yang menggunakan istilah yang tidak tepat dan bahasa yang rancu sehingga menyulitkan pembaca memahaminya. Untuk itu perlu ada evaluasi untuk meninjau kembali buku-buku yang digunakan sebelum diberikan kepada siswa untuk mengetahui kekurangan yang perlu diperbaiki.

Keberhasilan buku dalam menunjang keberhasilan penguasaan materi subyek berkaitan dengan kemudahan wacana tersebut untuk dipahami. Keterpahaman wacana ditentukan oleh seberapa jauh penampilan struktur semantik (makna kata) dalam wacana berakomodasi dengan struktur kognitif pembaca (siswa). Bila fungsi akomodatif rendah maka mengarah pada miskonsepsi atau rekonstruksi (Siregar, Hidayat, dan Rustaman, 1994:27). Jika pembaca (siswa) dapat menemukan struktur teks, mencari bagian-bagiannya, dan menghubung-hubungkannya, maka ia dapat menangkap intisari wacana.

Keberhasilan pembaca untuk menangkap isi suatu wacana juga ditentukan oleh bagaimana pembaca bisa menangkap argumentasi dari penulis. Karena argumentasi merupakan salah satu bentuk komunikasi yang penting (Gilbert, 1991 dalam Chambliss, 1995). Berdasarkan Toulmin Model of Argument

ada tiga tahapan yang dipakai pembaca yang kompeten menangkap intisari dari suatu wacana yang panjang.

Tahap pertama yaitu tahapan pengenalan argumen (recognizing the argument stage). Pada tahap ini pembaca segera memperhatikan klaim yang belum dikenal (claim unfamiliar), data yang sudah dikenal (evidence familiar),


(10)

dan penjamin (warrant) yang sudah dikenal (warrant familiar) dari wacana. Pembaca mengidentifikasi dengan menggunakan skema argumen. Perhatian pembaca tertuju pada isyarat teks seperti urutan waktu, kata signal, atau judul.

Tahap kedua adalah tahap identifikasi klaim dan data (identifying the claim and evidence stage). Pada tahap ini pembaca mengidentifikasi ada tidaknya klaim dan data pada wacana. Apakah fakta-fakta dan contoh-contoh yang disajikan mendukung klaim atau tidak. Klaim mungkin analog dengan kalimat tema dalam satu paragraf.

Tahap ketiga adalah tahapan konstruksi representasi argumen (constructing an argument representation stage). Pada tahap ini pembaca di dalam struktur kognitifnya menyusun argumen yang disajikan oleh penulis, apakah data, klaim, dan warrant yang diajukan penulis saling berkaitan atau tidak.

Di dalam buku pelajaran Biologi khususnya, setiap materi selalu disertai dengan gambar-gambar. Sebagai media pembelajaran, gambar berfungsi untuk memperjelas materi subyek sehingga lebih dipahami siswa. Gambar yang baik akan mampu menjelaskan teks yang sulit. Demikian juga teks yang sulit akan lebih mudah dipahami bila direpresentasikan dengan baik oleh gambar. Jadi teks dan gambar merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu wacana.

Dalam wacana sistem ekskresi, gambar diupayakan membantu siswa dalam membangun pengetahuan mereka tentang sistem ekskresi. Gambar bertujuan untuk mengkonkritkan hal-hal abstrak yang tak bisa diamati langsung obyeknya. Namun tujuan tersebut belum tentu tercapai atau bahkan malah semakin membuat siswa bingung karena penulis menganggap gambar-gambar


(11)

yang disajikan telah familiar bagi siswa, padahal siswa baru melihat gambar-gambar tersebut. Padahal, hakekat dari proses pembelajaran adalah komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan melalui media tertentu (Mustofa, 2001). Salah satu media yang dimaksud adalah gambar. Penggunaan gambar sebagai media pembelajaran tidak sekedar pelengkap, tetapi dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip teknologi pembelajaran (Azwar, 2002).

Sebenarnya pekerjaan awal guru sebelum mengajar adalah mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan menganalisis wacana termasuk gambar yang ada di dalamnya sebagai media interaksi dan bisa membuat perbedaan antara struktur permukaan wacana dengan struktur dalam materi subyek. Dengan demikian guru akan dapat memilih buku mana yang paling baik digunakan atau bahkan guru dapat menulis sendiri bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa, karena kemampuan siswa memahami buku yang dibacanya sangat dipengaruhi oleh pengetahuan awal siswa. Penelitian Konstantinidou (2009) membuktikan bahwa pengetahuan yang didapat siswa pada jenjang pendidikan sebelumnya sangat berpengaruh terhadap cara berpikir siswa pada jenjang pendidikan berikutnya.

Menurut Siregar (2000), selama ini guru megajarkan konsep-konsep yang diketahui oleh ilmuwan penulis buku tanpa memperhatikan keterampilan intelektual siswa. Hal ini menyebabkan pembelajaran berdasarkan pengetahuan praktis dan bukan berdasarkan pengetahuan awal siswa.


(12)

Hakikat tujuan pendidikan IPA adalah untuk menghantarkan siswa menguasai konsep-konsep IPA dan keterkaitannya untuk dapat memecahkan masalah terkait dalam kehidupan sehari-hari. Kata menguasai artinya bahwa pendidikan IPA harus menjadikan siswa tidak sekedar tahu (knowing) dan hafal (memorizing), tentang konsep-konsep IPA, melainkan harus menjadikan siswa mengerti dan memahami (understand) konsep-konsep IPA dan menghubungkan keterkaitan suatu konsep dengan konsep yang lain (Wahyudi, 2002).

Setiap anak yang bersekolah pada jenjang pendidikan yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda pula, sehingga materi yang dibahas pada setiap jenjang pendidikan pun akan berbeda. Dengan demikian analisis wacana yang terdapat pada buku paket sangat diperlukan. Menurut Siregar (2000), analisis wacana dalam hal ini merupakan instrumen konseptual untuk memadukan pandangan-pandangan psikologi, pedagogi, dan logika disiplin keilmuan yang secara terpisah memusatkan diri pada pembelajar, pengajar, dan materi subyek.

Menurut Hikmat (2001), telah terjadi pergeseran paradigma dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), dimana fenomena PBM bukan sekedar fenomena psikologi, tetapi fenomena materi subyek dan wacana membangun pengetahuan. Sehingga PBM, pengajar, pembelajar (siswa), dan materi subyek harus dilihat sebagai hubungan ketergantungan dalam membangun pengetahuan.

Dari pernyataan-pernyataan di atas, penulisan buku pelajaran khususnya buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan Biologi SMA harus memperhatikan tingkat perkembangan intelektual siswa dan keterbacaan oleh siswa. Kedalaman dan keluasan materi yang ada pada buku pelajaran untuk SMP dan SMA berbeda.


(13)

Untuk bisa mengetahui kedalaman dan keluasan materi suatu buku pelajaran Biologi, maka harus dilakukan analisis wacana pada setiap materi yang disajikan, seperti yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian yang telah dilakukan misalnya analisis wacana materi sel oleh Imam Tafsir (2000), analisis wacana materi saraf oleh Jajat Sudrajat (2002), dan analisis teks dan gambar pada materi sel oleh Robin Ginting (2005).

Berdasarkan temuan di lapangan, materi-materi yang berkaitan dengan fisiologi dianggap sulit oleh siswa SMP maupun SMA. Salah satu materi yang berkaitan dengan fisiologi tersebut adalah Sistem Ekskresi. Bahkan tak sedikit guru mengalami kesulitan dalam pembelajaran sistem ekskresi karena obyek asli tidak bisa dihadirkan untuk mempelajarinya, sehingga hasil belajar siswa tidak sesuai dengan harapan (mencapai nilai KKM). Untuk mengatasi hal tersebut keberadaan gambar sangat membantu. Oleh karena itu wacana dan gambar pada materi sistem ekskresi perlu dianalisis untuk menunjang keberhasilan belajar siswa.

Selama ini guru-guru SMA jarang membandingkan materi yang ada di SMP dengan yang ada di SMA, sehingga guru SMA tidak mengetahui sampai dimana pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa. Hal yang sama juga terjadi dengan penulis buku, apalagi tim penulis yang berbeda antara jenjang SMP dan SMA. Padahal merupakan hal yang penting mengetahui kedalaman dan keluasan materi pada jenjang sekolah sebelumnya untuk bisa menentukan kedalaman dan keluasan materi pada jenjang sekolah selanjutnya.


(14)

Berdasarkan latar belakang di atas, wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA perlu dianalisis berdasarkan pandangan pedagogi materi subyek.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini terfokus pada: “Bagaimana progresi dan elaborasi wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dibandingkan dengan progresi dan elaborasi wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran Biologi SMA, serta bagaimana gambar yang merupakan materi subyek sejalan dengan wacana Sistem Ekskresi yang terdapat pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan Biologi SMA?”

Rumusan masalah tersebut dapat dikembangkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Seberapa banyak proposisi dapat diungkap dari wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA?

2. Bagaimana perbandingan struktur makro dari wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA?

3. Bagaimana kesesuaian media gambar sebagai data yang saling mendukung dengan uraian wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA?

4. Bagaimana kesesuaian struktur global Standar Isi (SK dan KD) tentang sistem ekskresi untuk SMP dan SMA dengan struktur global dari wacana Sistem


(15)

Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA?

C. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan banyaknya buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku Biologi yang beredar di pasaran dan beragamnya buku terkait yang digunakan, maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Buku Sekolah Elektronik (BSE) IPA Terpadu SMP dan Buku Sekolah Elektronik (BSE) Biologi SMA, dengan alasan kedua buku ini telah lolos tahapan penilaian buku teks pelajaran yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kemendiknas, dan banyak digunakan di sekolah-sekolah berdasarkan survey yang telah dilakukan.

2. Analisis struktur teks dikerjakan sebagaimana yang dijelaskan Siregar (1998) dengan mengorganisasikan makro-mikro yang merupakan unit analisis diturunkan berdasarkan kriteria Frederiksen (1987) dan Kintsch&van Dijk (1987). Kriteria tersebut mensyaratkan kejelasan antar hubungan unit-unit teks dan ketepatan struktur pengetahuan pada berbagai tingkat. Kriteria pertama dicapai melalui pentahapan wacana menurut dimensi progresi, sedangkan kriteria kedua melalui pengembangan materi subyek menurut dimensi elaborasi.

3. Wacana dan gambar sebagai materi subyek yang dianalisis adalah keseluruhan materi mengenai sistem ekskresi sesuai dengan standar isi KTSP.


(16)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang:

1. Jumlah proposisi yang diungkap dari wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA.

2. Perbedaan progresi dan elaborasi wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA.

3. Perbandingan struktur makro wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA.

4. Kesesuaian media gambar yang terdapat pada wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA.

5. Kesesuaian struktur global Standar Isi (SK dan KD) tentang Sistem Ekskresi untuk SMP dan SMA dengan struktur global dari wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat pada berbagai pihak yang terkait yaitu guru, siswa, penulis buku, dan pengembang kurikulum.

1. Bagi guru, hasil penelitian ini bisa bermanfaat untuk mempermudah pembelajaran materi sistem ekskresi, dan digunakan sebagai bekal untuk memilih buku-buku yang tepat untuk dijadikan sebagai salah satu sumber belajar bagi siswa.

2. Bagi siswa, hasil penelitian ini membantu mengkonstruksi pengetahuan tentang sistem ekskresi sebagai upaya membangun pengetahuan siswa. Siswa


(17)

juga bisa mengaitkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dengan pengetahuan yang baru didapatkannya.

3. Bagi penulis buku, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan masukan untuk penulisan buku terutama materi sistem ekskresi, atau untuk merevisi buku pada edisi-edisi selanjutnya.

4. Bagi pengembang kurikulum (pemegang kebijakan/pemerintah), hasil penelitian ini bisa menjadi gambaran ada atau tidaknya kesinambungan materi dari jenjang pendidikan rendah ke jenjang pendidikan selanjutnya.

F. Penjelasan Istilah

1. Analisis wacana adalah kegiatan berpikir dalam mempelajari bagian-bagian dari keseluruhan wacana untuk mengidentifikasi hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam keseluruhan yang padu.

2. Buku pelajaran adalah buku yang dirancang untuk penggunaan di kelas, dengan cermat disusun dan diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi (Bacon dalam Tarigan, 1986).

3. Materi subyek merupakan media interaksi antara guru dengan pembelajar yang memiliki aspek konten, substansi, dan sintaktikal (Siregar, 1998).

4. Proposisi mikro adalah unit dasar informasi dalam sistem pemrosesan informasi manusia atau gagasan yang utuh, terdiri dari hubungan argumen berupa kalimat yang dihasilkan dari satuan teks (Dahar, 1996).


(18)

5. Proposisi makro yaitu gagasan yang lebih umum, terdiri dari hubungan argumen berupa kalimat yang dihasilkan dari proposisi-proposisi mikro melalui aturan pembentukan proposisi mikro (Siregar, 2000).

6. Dimensi progresi dan elaborasi adalah organisasi proposisi makro-mikro yang merupakan unit analisis diturunkan berdasarkan kriteria Frederiksen (1987) dan Kintsch & van Dijk (1987) (Siregar 1998). Progresi berasal dari kata

progression yang berarti gerak maju (deret) (Kamus Inggris-Indonesia, 2012), atau menurut definisi kata berarti bertingkat-tingkat naik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012). Sedangkan elaborasi berasal dari kata elaboration

yang berarti perluasan (Kamus Inggris-Indonesia, 2012), atau menurut definisi kata progresi mengandung arti penggarapan secara tekun dan cermat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012). Dalam pembahasan tentang struktur makro wacana, dimensi progresi (vertikal) menyangkut kedalaman materi subyek, sedangkan, sedangkan dimensi elaborasi (horizontal) menyangkut keluasan materi subyek.

7. Argumentasi Toulmin adalah argumentasi dua arah dengan adanya data dan

warrant (penjamin) untuk membuktikan klaim (Dahar, 1996). Data dan klaim merupakan aspek substansif dan warrant (penjamin) merupakan aspek sintaktikal. Hubungan ketiganya akan memberikan eksplanasi pedagogi berdasarkan wacana argumentatif (Siregar, 1999).


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan suatu situasi/keadaan secara sistematis, faktual, dan cermat. Dalam hal ini, situasi yang dimaksud adalah wacana sistem ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA sehingga diharapkan diperoleh gambaran jelas tentang penyampaian materi ini di jenjang sekolah yang berbeda.

Siregar (Dijk dan Kentsel, 1985) mengemukakan, secara umum langkah-langkah yang dilakukan adalah penghapusan, generalisasi, dan konstruksi menurut aturan makro tehadap teks dan gambar sehingga didapatkan proposisi mikro dan makro. Langkah selanjutnya adalah membandingkan struktur teks berupa progresi dan elaborasi antara wacana pada buku pelajaran SMP dan SMA. Langkah terakhir adalah membuat hubungan argumentasi Toulmin antara teks dan gambar sehingga diperoleh wacana argumentatif.

B. Sumber Data

Materi subyek Sistem Ekskresi diambil dari buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA yang banyak dipakai di SMP dan SMA di Kabupaten Sumedang berdasarkan hasil survey sebelumnya. Buku yang digunakan adalah Buku Sekolah Elektronik (BSE) IPA Terpadu SMP dan MTs


(20)

untuk kelas IX Semester 1 yang ditulis oleh Diana Puspita dkk., dan Buku Sekolah Elektronik (BSE) Biologi SMA dan MA untuk kelas XI yang ditulis oleh Suwarno, keduanya diterbitkan Pusat Perbukuan Depdiknas.

Dalam buku pelajaran IPA Terpadu SMP, materi Sistem Ekskresi terdapat pada bab satu semester satu, sedangkan pada buku pelajaran Biologi SMA materi ini terdapat pada bab delapan yang merupakan materi semester dua. Seperti materi-materi tentang fisiologi lainnya, sistem ekskresi merupakan materi yang dianggap cukup sulit dalam penyampaian oleh guru maupun pemahaman siswa.

Keberadaan buku pelajaran memang membantu sebagai salah satu sumber belajar bagi siswa, namun tak jarang pula menimbulkan miskonsepsi apabila siswa salah menginterpretasikannya. Tak banyak pula guru yang memperhatikan progresi dan elaborasi materi subyek yang telah diperoleh siswa di jenjang sekolah sebelumnya sehingga hal ini menjadi bekal mempelajari materi subyek yang sama di jenjang sekolah berikutnya.

C. Analisis Data

1. Membuat Teks Dasar

Teks dasar dibuat dari teks asli yaitu wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi SMA melalui tahap penghalusan. Penghalusan dilakukan menurut kriteria ketepatan dan kejelasan. Ketepatan merujuk pada peristilahan yang tidak melebihi atau mengurangi makna teks dalam mengukuhkan atau menyangkal suatu kebenaran fenomena. Kejelasan


(21)

merujuk pada penggunaan tindakan verbal sehubungan dengan predikat utama yang mengendalikan suatu proposisi (Siregar, 1998).

Penerapan kedua kriteria tersebut dilakukan melalui penghapusan dan/atau penyisipan kata atau frase. Penghapusan dilakukan terhadap kata atau frase yang berlebihan dan tidak mendukung proposisi tertentu, juga terhadap kata yang memiliki makna yang sama dengan kata sebelumnya. Penghapusan ini bertujuan untuk menghindari pemborosan kata/kalimat dan meminimalisir kemungkinan salah interpretasi oleh pembaca. Penyisipan kata atau frase juga dapat dilakukan tanpa penghapusan terlebih dahulu untuk meningkatkan ketepatan materi subyek.

2. Menyusun Proposisi Mikro dan Makro

Proposisi adalah konsep dasar atau gagasan utama nilai kebenaran dari suatu kalimat. Proposisi dapat dibedakan menjadi proposisi mikro dan proposisi makro. Proposisi mikro merupakan proposisi yang diturunkan langsung dari teks dasar. Dengan mengikuti aturan makro, proposisi mikro ini diabstraksi menjadi proposisi makro 3, proposisi makro 3 diabstraksi menjadi propoosisi makro 2, dan proposisi makro 2 diabsraksi lagi sampai diperoleh proposisi makro 1. Aturan makro terdiri dari penghapusan, generalisasi, dan konstruksi (Dijk dan Kentsel, 1987 dalam Siregar 1998).

Penghapusan dilakukan untuk menghilangkan kata-kata yang tidak diperlukan atau menghilangkan kata-kata yang mengurangi makna kalimat sehingga kalimat menjadi sulit dipahami. Pada pembentukan proposisi makro, penghapusan dilakukan apabila terdapat proposisi yang tidak diperlukan dalam


(22)

mengabstraksi proposisi mikro, sehingga mungkin ada beberapa proposisi mikro yang tidak dilibatkan dalam pembentukan proposisi makro.

Dalam tahap generalisasi, dari beberapa proposisi dapat diturunkan menjadi satu proposisi lain melalui generalisasi sebagai acuannya. Proposisi makro 3 diabstraksi dari proposisi mikro, proposisi makro 2 diabstraksi dari proposisi makro 3, dan proposisi makro 1 diabstraksi dati proposisi makro 2.

Dalam tahap konstruksi, beberapa proposisi secara bertahap dapat dikonstruksi menjadi sebuah proposisi baru, yaitu roposisi makro dibangun dari beberapa proposisi mikro.

3. Memetakan Struktur Teks

Proposisi makro dan proposisi mikro yang telah dihasilkan disusun dalam bentuk struktur teks dengan menggunakan bagan representasi teks seperti tertera dalam gambar 2.2. Pemetaan ini dimulai dengan menulis topik wacana. Topik diuraikan menjadi proposisi makro 1 (P-I), (P-II), (P-III), dan (P-IV), proposisi ini mempunyai tingkat abstraksi tertinggi. Proposisi P-I diuraikan menjadi proposisi makro 2 S-1, proposisi P-II diuraikan menjadi proposisi makro 2 S-2, S-3, S-4, proposisi P-III diuraikan menjadi proposisi makro 2 S-5, S-6, dan S-9, proposisi P-IV diuraikan menjadi proposisi makro 2 S-10, S-11, dan S-12. Sedangkan proposisi makro 2 S-5 diraikan menjadi proposisi makro 3 S-7 dan S-8. Tingkat abstraksi proposisi S lebih rendah daripada proposisi P. Proposisi makro dengan tingkat abstraksi terendah merupakan konstruksi dari proposisi-proposisi mikro S.

Struktur makro dibentuk dengan menggunakan dasar dimensi progresi dan dimensi elaborasi. Dimensi progresi (vertikal) menyangkut tindakan makro


(23)

yang diterapkan dalam rangka mewujudkan tujuan dari suatu wacana atau membentuk suatu struktur wacana atau kedalaman materi subyek. Dimensi elaborasi (horizontal) menyangkut tindakan makro menurut organisasi tema dari suatu wacana, sehingga membentuk struktur materi subyek atau keluasan materi subyek.

4. Menganalisis Proposisi dari Gambar

Untuk mengetahui letak proposisi sebuah gambar, harus diperhatikan detail gambar dan maksud utama dari pencantuman gambar tersebut dan memperhatikan keterangan gambar tersebut. Gambar yang ada selalu dikaitkan dengan teks yang menyertainya dan keterangan yang ada pada gambar. Hal ini sejalan dengan pendapat Prastowo (2011) bahwa salah satu syarat buku pelajaran yang baik adalah penyajiannya menarik dan dilengkapi dengan gambar beserta keterangan-keterangannya yang komplit.

Jika teks jelas dipetakan dalam struktur teks maka gambar dapat diletakkan pada tempat yang sesuai dengan proposisi tersebut. Bila ide sebuah teks dapat diketahui melalui proposisi-proposisi yang diturunkan maka demikian juga sebaiknya dengan sebuah gambar. Gambar dapat diposisikan lebih umum atau lebih khusus sesuai dengan teks yang menyertainya. Dengan demikian kesulitan memahami teks akan terbantu dengan keberadaan gambar, sebaliknya kesulitan memahami gambar juga akan terbantu oleh teks yang menyertainya.

Langkah selanjutnya adalah membandingkan level organisasi makro-mikro antara representasi teks dan gambar. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kesesuaian level progresi dan elaborasi antara teks dengan


(24)

gambar. Model representasi teks yang telah diturunkan kemudian dibandingkan dengan model representasi gambar. Pada tahap ini, analisis proposisi teks dan analisis proposisi gambar dilakukan terpisah.

Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menganalisis gambar yang menyertai wacana ilmiah, seperti yang dilakukan Ginting (2005). Kriteria pertama merujuk pada bentuk gambar pada wacana yang dimaksud apakah dalam bentuk model, foto, atau diagram. Kriteria kedua merujuk pada sifat gambar, apakah mendeskripsikan sebuah struktur atau menerangkan sebuah proses. Kriteria ketiga berdasarkan fungsi gambar, apakah mendukung sebuah teks atau sebagai data untuk dikeluarkan proposisinya. Gambar berperan sebagai pendukung jika di dalam materi subyek kandungan substansi yang dimaksud terdapat di dalam teks dan gambar digunakan untuk mendukung substansi tersebut, sehingga teks dapat dimengerti walaupun tidak disertai gambar. Gambar berperan sebagai sebagai data ketika substansi yang dimaksud terdapat di dalam gambar, sehingga materi subyek tidak dapat dimengerti jika hanya membaca teks tanpa gambar.

Keberadaan gambar dalam wacana ilmiah, dalam hal ini wacana materi Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP dan buku pelajaran Biologi sangatlah penting. Gambar harus bisa berperan untuk membangun pengetahuan siswa dalam memahami materi Sistem Ekskresi, bukan hanya sebagai pelengkap atau hiasan belaka. Dengan demikian gambar yang baik dalam suatu wacana ilmiah adalah gambar yang berperan sebagai data.


(25)

5. Menerapkan Model Argumentasi Toulmin

Komponen argumentasi Toulmin berupa data (D), klaim (K), dan warrant (W) atau penjamin. Penjamin merupakan pernyataan yang membenarkan alur pemikiran dari data ke klaim. Sifat utama dari model argumentasi Toulmin adalah sifat dasar dari penjamin yang khas menurut disiplin ilmu untuk memvalidasi teori.

Penerapan argumentasi Toulmin terhadap wacana materi Sistem Ekskresi adalah dapat diidentifikasinya data (D), klaim (K), dan warrant (W) atau penjamin.

Untuk mengetahui gambar yang ada telah memenuhi kriteria teachable, dilakukan dengan mencocokkan letak proposisi gambar dengan letak proposisi teks yang menyertainya pada argumentasi Toulmin. Sebuah gambar diambil beserta dengan cuplikan proposisi yang menyertainya, kemudian dianalisis hubungan antara keduanya membentuk argumentasi atau tidak. Pada tahap ini dilihat posisi gambar dan teks pada model argumentasi Toulmin.

6. Membandingkan Hasil Analisis Wacana Pada Buku SMP dan SMA Pemetaan struktur makro masing-masing untuk dua wacana yaitu wacana Sistem Ekskresi untuk jenjang SMP dan SMA akan memperlihatkan stuktur global wacana tersebut. Pemetaan proposisi global penting dilakukan untuk membandingkan struktur global kedua wacana tersebut, yang merupakan langkah pertama pada tahapan ini. Struktur global wacana ini kemudian dibandingkan dengan struktur global Silabus. Langkah selanjutnya adalah membandingkan struktur makro keduanya, termasuk proposisi-proposisi yang diwakili oleh


(26)

gambar. Dengan demikian akan terlihat persamaan dan/atau perbedaan progresi dan elaborasi kedua wacana yang dianalisis.

D. Alur Penelitian

Penentuan Topik (studi literatur)

Pemilihan buku teks (survey pendahuluan)

Membuat teks dasar buku SMP Membuat teks dasar buku SMA

Memisahkan gambar sistem ekskresi Memisahkan gambar sistem ekskresi

Menyusun proposisi mikro dan makro dari teks dan gambar

Menyusun proposisi mikro dan makro dari teks dan gambar

Memetakan struktur global Memetakan struktur global

Analisis kesesuaian dengan Silabus

Perbandingan struktur makro SMP dan SMA

Analisis kesesuaian teks dan gambar pada buku SMP dan SMA


(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut. Analisis struktur teks dikerjakan dengan mengorganisasikan makro-mikro yang merupakan unit analisis diturunkan berdasarkan dua kriteria, yakni kejelasan antar hubungan unit-unit teks dan ketepatan struktur pengetahuan pada berbagai tingkat. Kriteria pertama dicapai melalui pentahapan wacana menurut dimensi progresi (P), sedangkan kriteria kedua dicapai melalui pengembangan materi subyek menurut dimensi elaborasi (S).

Pada wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP yang telah dianalisis terdapat 59 proposisi yang terdiri dari 7 P dan 52 S , sedangkan pada wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran Biologi SMA yang telah dianalisis terdapat 44 proposisi yang terdiri dari 7 P dan 37 S. Dimensi progresi, walaupun jumlahnya sama, namun untuk SMP dan SMA berbeda bunyi proposisinya. Hal ini memenuhi kriteria pertama yaitu kejelasan antar hubungan unit-unit teks dicapai melalui pentahapan wacana menurut dimensi progresi (P), juga memenuhi kriteria kedua yaitu ketepatan struktur pengetahuan pada berbagai tingkat dicapai melalui pengembangan materi subyek menurut dimensi elaborasi (S).

Terdapat 22 proposisi pada wacana untuk SMA yang juga terdapat pada wacana untuk SMP tetapi hal ini diperlukan sebagai bentuk pengulangan dan


(28)

penguatan. Terdapat 11 proposisi yang merupakan dimensi progresi pada wacana untuk SMA yang tidak terdapat pada wacana SMP, dan terdapat lebih banyak proposisi dalam pembahasan kelainan pada sistem ekskresi pada wacana untuk SMP dibandingkan untuk SMA. Dalam hal ini dimensi progresi wacana untuk SMP terlalu luas karena sudah berkaitan dengan salingtemas, sedangkan dimensi progresi wacana untuk SMA terlalu sempit karena tidak mengaitkannya dengan salingtemas. Dengan demikian jumlah proposisi ini menggambarkan dimensi progresi dan atau elaborasi masing-masing wacana.

Perbandingan struktur makro dari dimensi progresi wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran Biologi SMA yang telah dianalisis lebih terlihat kedalaman materi subyeknya dibandingkan wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP yang telah dianalisis. Namun bila dilihat dari dimensi elaborasi, beberapa bagian wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP yang telah dianalisis ternyata lebih tampak keluasan materi subyeknya daripada wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran Biologi SMA yang telah dianalisis.

Kesesuaian gambar yang diharapkan adalah gambar berfungsi sebagai data dan saling mendukung dengan wacana Sistem Ekskresi sehingga gambar pun dapat dikeluarkan proposisinya bersamaan dengan teks yang menyertainya. Pencapaian kesesuaian gambar ini baik pada wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP yang telah dianalisis maupun pada wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran Biologi SMA yang telah dianalisis, belum mencapai 100%. Pada wacana Sistem Ekskresi pada buku IPA Terpadu SMP yang telah


(29)

dianalisis, ada enam gambar, dua gambar sebagai pendukung (33%) dan empat gambar sebagai data (67%). Pada wacana materi Sistem Ekskresi pada buku Biologi SMA yang dianalisis ada enam buah gambar yang menyertai wacana ini, 3 gambar sebagai pendukung (50%) dan tiga gambar lainnya sebagai data (50%).

Dilihat dari kesesuaian dengan struktur global Standar Isi (SK dan KD) SMP, struktur makro wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran IPA Terpadu SMP yang telah dianalisis telah sesuai, sedangkan struktur makro wacana Sistem Ekskresi pada buku pelajaran Biologi SMA yang telah dianalisis kurang sesuai dengan struktur global Standar Isi (SK dan KD) SMA yakni tidak ditemukan proposisi tentang uji kandungan urin dan tentang teknologi yang digunakan untuk mengatasi gangguan/penyakit pada sistem ekskresi, namun hal ini menjadi bahan pengayaan dan guru dituntut memiliki buku pegangan guru yang memadai, serta guru mampu mengembangkan pendekatan, metode, model, dan media yang mendukung sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (salingtemas).

B. Saran

Berdasarkan temuan, pembahasan, dan kesimpulan, maka selanjutnya peneliti memberikan saran sebagai bahan masukan untuk penyusunan atau perbaikan bahan ajar materi Sistem Ekskresi untuk tingkat SMP dan SMA.

1. Bagi guru, sangat penting untuk:

a. Menjaring pengetahuan awal siswa sebelum mempelajari materi subyek ini, sehingga dimensi progresi dan elaborasi yang tertuang dalam struktur global silabus untuk tingkat SMP dan SMA akan berbeda.


(30)

b. Menggunakan buku pegangan guru yang memadai untuk menghindari miskonsepsi, menyesuaikan materi subyek dengan struktur global silabus, memberikan pengayaan pada siswa baik materi subyek maupun gambar-gambar yang sesuai.

c. Memperhatikan gambar sebagai bagian dari materi subyek Sistem Ekskresi sehingga mampu membuat materi Sistem Ekskresi menjadi lebih mudah dipelajari.

2. Bagi penulis buku, perlu kiranya:

a. Memperhatikan dan menerapkan Materi 17 Sosialisasi KTSP Depdiknas (2009) tentang Pembelajaran IPA Terpadu SMP dalam penulisan buku pelajaran SMP, sehingga setiap materi yang disajikan hendaknya ditinjau dan dibahas secara terpadu (integrated) dari sisi ilmu fisika, kimia, dan biologi, termasuk mengembangkan pendidikan nilai/karakter.

b. Memperhatikan kesesuaian struktur global Standar Isi (SK dan KD) sehingga progresi dan elaborasi wacana untuk jenjang SMP dan SMA jelas perbedaannya serta memperhatikan kesinambungan materi SMP dan SMA.

c. Memperhatikan eksplanasi materi subyek untuk menghindari kesalahan konsep dengan melibatkan judgment atau editing dari tim ahli.

d. Melihat pentingnya hubungan antara gambar dengan teks di dalam sebuah materi subyek, maka perlu diperhatikan kesesuaian gambar dalam sebuah wacana. Hal-hal yang abstrak dalam materi Sistem Ekskresi seperti struktur organ-organ ekskresi dan proses ekskresi hendaknya


(31)

direpresentasikan dalam gambar sehingga materi subyek dapat menjadi lebih nyata dan mudah dipelajari.

3. Bagi penerbit, perlu memperhatikan:

Proses penilaian terhadap buku pelajaran yang akan diterbitkan hendaknya berlapis atau berulang-ulang dan melibatkan pihak-pihak yang berkompeten untuk menghindari kesalahan konsep, ketidaksesuaian gambar dalam wacana ilmiah tersebut, maupun kaidah penulisan wacana ilmiah.

4. Bagi pemegang kebijakan atau pihak pemerintah, hendaknya:

a. Membuat panduan penulisan wacana ilmiah yang akan dimuat dalam buku teks pelajaran sehingga para penulis memiliki standar yang sama dalam pola penulisan.

b. Lebih selektif dalam membeli hak cipta buku dalam Program Buku Pelajaran Murah (BPM) sehingga walaupun berlabel buku murah, kualitas buku sebagai kumpulan wacana ilmiah tetap terjaga. Hal ini sangat penting dalam menjaga kualitas generasi muda yang akan datang.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. (2002). Analisis Stimulus dan Fungsi Gambar dalam Buku Teks IPS dan IPA Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan. 9, 192-281.

BSNP. (2006). Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

. (2006). Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. . (2006). Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

. (2006). Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Campbell, N. A. & Reece, J. B. (2008). Biology 8th ed. San Fransisco: Benjamin Cummings.

Chambliss, M. J. (1995). Reading Research Querterly. Text cues and strategy succesfull readers use to construct the gist of lengthy written arguments.

(4).30:778-807.

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Bandung: Erlangga.

Darmadi, H. (2010). Kemampuan Dasar Mengajar. Bandung: Penerbit Alfabeta. Depdiknas. (2009). Materi 17 Sosialisasi KTSP Pembelajaran IPA Terpadu SMP.

Tersedia: http://www.slideshare.net/smpbudiagung/pembelajaran-ipa-terpadu-smp [15 Mei 2012].

Gagne, R. M. (1985). The Conditions of Learning and Theory of Instruction. Fourth Edition. Japan: Holt-Sounders International

Ginting, R. (2005). Anlisis Representasi Teks dan Gambar Topik Sel Di Buku SMA dan Biologi Umum. Tesis. Program Pascasarjana UPI.

Hikmat. (2001). Model Reresentasi Mengajar Fisika Sekolah Menengah Umum Berdasarkan Pedagogi Materi Subyek Untuk Menghemat Fungsi-Fungsi Kognitif Proses Belajar Mengajar Dalam Mewujudkan Tugas Bersama membangun Pengetahuan. Hibah Penelitian Dalam Rangka Implementasi Due-Like di UPI, Bandung.


(33)

Jones, B. F. (1985). Reading and Thinking. Dalam Costa et. al. (ed) Developing Minds : A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ACD.

Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online. (2012). Cari definisi kata. Tersedia:

http://kamusbahasaindonesia.org/ [13 Maret 2012].

Kamus Inggris - Indonesia. Terjemahan dari Inggris ke Indonesia. (2012). Tersedia: http://kamusbahasainggris.com [13 Maret 2012].

Konstantinidou, A., et al. (2009). Argumentation and Scientific Reasoning: The “Double Hierarchy” Argument. Contemporary Science Education Research: International Perspectives. 3, 99-108.

Lorenzo, M. G., et al. (2009). Teachers Discursive Practices In A First Organic Chemistry Course. Contemporary Science Education Research: International Perspectives. 5, 13-22.

Lubis, H. H., (1994). Analisis Wacana Paradigmatik. Bandung: Angkasa.

Margono, T. (1999). Efektivitas Pembelajaran dengan Animasi dalam Menggali Informasi Iptek. Jurnal Cakrawala Pendidikan. 18 (4): 157-160.

Mustofa, H. (2001). Pemanfaatan Media Cetak dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan. 8 (4): 328-333.

Nasution, S. (1986). Didaktik Asas-asas Mengajar. Bandung: Jemmars.

Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.

Pusbuk. (2009). Survey/Pendataan Buku Sekolah Eletronik (BSE) versi Cetak (Buku Pelajaran Murah) di Sekolah. Tersedia:

http://www.pusbuk.or.id/files/forms/Instrumen.pdf [24 Agustus 2011]. Puskurbuk. (2011). Buku Sekolah Elektronik (BSE). Tersedia:

http://puskurbuk.net/web/bse.html [15 Mei 2012].

Puspita, D., dkk. (2009). Alam Sekitar IPA Terpadu : untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Redjeki, S. (1997). Telaah Perkembangan Konsep Biologi dalam Pendidikan di Indonesia 1945-1994. Disertasi. PPs IKIP Bandung.

Rustaman, N.Y., dkk. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.


(34)

Siregar, N. (1998). Penelitian Kelas: Teori, Metodologi, dan Analisis. Bandung: IKIP Bandung Press.

Siregar, N. (1999). Pedagogi Materi Subyek: Dasar-dasar Pengembangan PBM. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana IKIP Bandung.

Siregar, N. (2000). PBM Sebagai Wacana Membangun Pengetahuan: Acuan Lapangan untuk Pengembangan Kurikulum. FPMIPA UPI: Pusat Studi Pedagogi Pengajaran Sains.

Siregar, N., dkk. (1994). Buku Panduan Analisis dan Penulisan Buku Teks MIPA

untuk Pengembangan Keterampilan Intelektual Mahasiswa. Bandung: Tim

Penelitian dan Pengembangan Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Penegtahuan Alam IKIP Bandung.

Sudrajat, J. (2002). Analisis Wacana Tentang Saraf Pada Buku Paket Biologi 2 Untuk SLTP dan SMU. Tesis. Program Pascasarjana UPI.

Supriadi, D. (2000). Anatomi Buku Sekolah di Indonesia. Yogyakarta: Adi Cita. Susanna. (1999). Kemampuan dan Cara Siswa Memahami Isi Buku Teks Bidang

Studi Fisika. Tesis. PPs IKIP Bandung.

Suwarno.(2009). Panduan Pembelajaran Biologi : Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tafsir, I. (2000). Analisis Wacana Topik Sel Pada Buku Paket Biologi 3 untuk

Sekolah Menengah Umum kelas 3 Program Ilmu Pengetauan Alam. Tesis.

SPs UPI.

Tarigan, D. & Tarigan, H. G. (1986). Telaah Buku Teks SMTA. Jakarta: Karunika Universitas Terbuka.

Tarigan, H. G. & Tarigan, D. (1986). Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.

Toulmin, S.E. 2003. The Uses of Argument (Updated edition). Cambridge: Cambridge University Press.

Wahyudi. (2002). Tinjauan Aspek Budaya pada Pembelajaran IPA: Pentingnya

Kurikulum IPA Berbasis Kebudayaan Lokal. Tersedia:


(35)

Wiegant, F., et. al. (2011). “An Undergraduate Course to Bridge the Gap between Textbooks and Scientific Research”. CBE-Life Science Education. 10, 83-94.

Wilardjo. (1990). Realita dan Dessiderata. Jogjakarta: Duta Wacana University. Tersedia http://imet.csus.edu/imet9/281/docs/ivie_1998.pdf [13 April 2011].


(1)

b. Menggunakan buku pegangan guru yang memadai untuk menghindari miskonsepsi, menyesuaikan materi subyek dengan struktur global silabus, memberikan pengayaan pada siswa baik materi subyek maupun gambar-gambar yang sesuai.

c. Memperhatikan gambar sebagai bagian dari materi subyek Sistem Ekskresi sehingga mampu membuat materi Sistem Ekskresi menjadi lebih mudah dipelajari.

2. Bagi penulis buku, perlu kiranya:

a. Memperhatikan dan menerapkan Materi 17 Sosialisasi KTSP Depdiknas (2009) tentang Pembelajaran IPA Terpadu SMP dalam penulisan buku pelajaran SMP, sehingga setiap materi yang disajikan hendaknya ditinjau dan dibahas secara terpadu (integrated) dari sisi ilmu fisika, kimia, dan biologi, termasuk mengembangkan pendidikan nilai/karakter.

b. Memperhatikan kesesuaian struktur global Standar Isi (SK dan KD) sehingga progresi dan elaborasi wacana untuk jenjang SMP dan SMA jelas perbedaannya serta memperhatikan kesinambungan materi SMP dan SMA.

c. Memperhatikan eksplanasi materi subyek untuk menghindari kesalahan konsep dengan melibatkan judgment atau editing dari tim ahli.

d. Melihat pentingnya hubungan antara gambar dengan teks di dalam sebuah materi subyek, maka perlu diperhatikan kesesuaian gambar dalam sebuah wacana. Hal-hal yang abstrak dalam materi Sistem Ekskresi seperti struktur organ-organ ekskresi dan proses ekskresi hendaknya


(2)

direpresentasikan dalam gambar sehingga materi subyek dapat menjadi lebih nyata dan mudah dipelajari.

3. Bagi penerbit, perlu memperhatikan:

Proses penilaian terhadap buku pelajaran yang akan diterbitkan hendaknya berlapis atau berulang-ulang dan melibatkan pihak-pihak yang berkompeten untuk menghindari kesalahan konsep, ketidaksesuaian gambar dalam wacana ilmiah tersebut, maupun kaidah penulisan wacana ilmiah.

4. Bagi pemegang kebijakan atau pihak pemerintah, hendaknya:

a. Membuat panduan penulisan wacana ilmiah yang akan dimuat dalam buku teks pelajaran sehingga para penulis memiliki standar yang sama dalam pola penulisan.

b. Lebih selektif dalam membeli hak cipta buku dalam Program Buku Pelajaran Murah (BPM) sehingga walaupun berlabel buku murah, kualitas buku sebagai kumpulan wacana ilmiah tetap terjaga. Hal ini sangat penting dalam menjaga kualitas generasi muda yang akan datang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. (2002). Analisis Stimulus dan Fungsi Gambar dalam Buku Teks IPS dan IPA Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan. 9, 192-281.

BSNP. (2006). Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk

Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

. (2006). Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

. (2006). Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:

Depdiknas.

. (2006). Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan

Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Campbell, N. A. & Reece, J. B. (2008). Biology 8th ed. San Fransisco: Benjamin Cummings.

Chambliss, M. J. (1995). Reading Research Querterly. Text cues and strategy succesfull readers use to construct the gist of lengthy written arguments.

(4).30:778-807.

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Bandung: Erlangga.

Darmadi, H. (2010). Kemampuan Dasar Mengajar. Bandung: Penerbit Alfabeta. Depdiknas. (2009). Materi 17 Sosialisasi KTSP Pembelajaran IPA Terpadu SMP.

Tersedia: http://www.slideshare.net/smpbudiagung/pembelajaran-ipa-terpadu-smp [15 Mei 2012].

Gagne, R. M. (1985). The Conditions of Learning and Theory of Instruction. Fourth Edition. Japan: Holt-Sounders International

Ginting, R. (2005). Anlisis Representasi Teks dan Gambar Topik Sel Di Buku

SMA dan Biologi Umum. Tesis. Program Pascasarjana UPI.

Hikmat. (2001). Model Reresentasi Mengajar Fisika Sekolah Menengah Umum Berdasarkan Pedagogi Materi Subyek Untuk Menghemat Fungsi-Fungsi Kognitif Proses Belajar Mengajar Dalam Mewujudkan Tugas Bersama

membangun Pengetahuan. Hibah Penelitian Dalam Rangka Implementasi


(4)

Jones, B. F. (1985). Reading and Thinking. Dalam Costa et. al. (ed) Developing

Minds : A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ACD.

Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online. (2012). Cari definisi kata. Tersedia:

http://kamusbahasaindonesia.org/ [13 Maret 2012].

Kamus Inggris - Indonesia. Terjemahan dari Inggris ke Indonesia. (2012). Tersedia: http://kamusbahasainggris.com [13 Maret 2012].

Konstantinidou, A., et al. (2009). Argumentation and Scientific Reasoning: The “Double Hierarchy” Argument. Contemporary Science Education Research: International Perspectives. 3, 99-108.

Lorenzo, M. G., et al. (2009). Teachers Discursive Practices In A First Organic Chemistry Course. Contemporary Science Education Research: International Perspectives. 5, 13-22.

Lubis, H. H., (1994). Analisis Wacana Paradigmatik. Bandung: Angkasa.

Margono, T. (1999). Efektivitas Pembelajaran dengan Animasi dalam Menggali Informasi Iptek. Jurnal Cakrawala Pendidikan. 18 (4): 157-160.

Mustofa, H. (2001). Pemanfaatan Media Cetak dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan. 8 (4): 328-333.

Nasution, S. (1986). Didaktik Asas-asas Mengajar. Bandung: Jemmars.

Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.

Pusbuk. (2009). Survey/Pendataan Buku Sekolah Eletronik (BSE) versi Cetak

(Buku Pelajaran Murah) di Sekolah. Tersedia:

http://www.pusbuk.or.id/files/forms/Instrumen.pdf [24 Agustus 2011]. Puskurbuk. (2011). Buku Sekolah Elektronik (BSE). Tersedia:

http://puskurbuk.net/web/bse.html [15 Mei 2012].

Puspita, D., dkk. (2009). Alam Sekitar IPA Terpadu : untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Redjeki, S. (1997). Telaah Perkembangan Konsep Biologi dalam Pendidikan di

Indonesia 1945-1994. Disertasi. PPs IKIP Bandung.

Rustaman, N.Y., dkk. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.


(5)

Siregar, N. (1998). Penelitian Kelas: Teori, Metodologi, dan Analisis. Bandung: IKIP Bandung Press.

Siregar, N. (1999). Pedagogi Materi Subyek: Dasar-dasar Pengembangan PBM. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana IKIP Bandung.

Siregar, N. (2000). PBM Sebagai Wacana Membangun Pengetahuan: Acuan

Lapangan untuk Pengembangan Kurikulum. FPMIPA UPI: Pusat Studi

Pedagogi Pengajaran Sains.

Siregar, N., dkk. (1994). Buku Panduan Analisis dan Penulisan Buku Teks MIPA

untuk Pengembangan Keterampilan Intelektual Mahasiswa. Bandung: Tim

Penelitian dan Pengembangan Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Penegtahuan Alam IKIP Bandung.

Sudrajat, J. (2002). Analisis Wacana Tentang Saraf Pada Buku Paket Biologi 2

Untuk SLTP dan SMU. Tesis. Program Pascasarjana UPI.

Supriadi, D. (2000). Anatomi Buku Sekolah di Indonesia. Yogyakarta: Adi Cita. Susanna. (1999). Kemampuan dan Cara Siswa Memahami Isi Buku Teks Bidang

Studi Fisika. Tesis. PPs IKIP Bandung.

Suwarno.(2009). Panduan Pembelajaran Biologi : Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tafsir, I. (2000). Analisis Wacana Topik Sel Pada Buku Paket Biologi 3 untuk

Sekolah Menengah Umum kelas 3 Program Ilmu Pengetauan Alam. Tesis.

SPs UPI.

Tarigan, D. & Tarigan, H. G. (1986). Telaah Buku Teks SMTA. Jakarta: Karunika Universitas Terbuka.

Tarigan, H. G. & Tarigan, D. (1986). Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.

Toulmin, S.E. 2003. The Uses of Argument (Updated edition). Cambridge: Cambridge University Press.

Wahyudi. (2002). Tinjauan Aspek Budaya pada Pembelajaran IPA: Pentingnya

Kurikulum IPA Berbasis Kebudayaan Lokal. Tersedia:


(6)

Wiegant, F., et. al. (2011). “An Undergraduate Course to Bridge the Gap between Textbooks and Scientific Research”. CBE-Life Science Education. 10, 83-94.

Wilardjo. (1990). Realita dan Dessiderata. Jogjakarta: Duta Wacana University. Tersedia http://imet.csus.edu/imet9/281/docs/ivie_1998.pdf [13 April 2011].