TREND PRESTASI MATEMATIKA DAN IPA PADA T

(1)

TREND PRESTASI MATEMATIKA DAN IPA

PADA TIMSS

TAHUN 1999, 2003 DAN 2007

Suatu Analisis dengan Memperhitungkan

Faktor Psikologis Siswa

PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


(2)

TREND PRESTASI MATEMATIKA DAN IPA

PADA TIMSS

TAHUN 1999, 2003 DAN 2007

Suatu Analisis dengan Memperhitungkan

Faktor Psikologis Siswa

Tim Penyusun :

Jahja Umar

Ikhwan Lutfi

Miftahuddin

Editor :

Ainun Salim

PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

JAKARTA 2010


(3)

Hasil penilaian Trends in International Mathematics and Scienc Study (TIMSS) terhadap prestasi siswa Indonesia pada tahun 1999, 2003, dan 2007 menunjukkan kondisi yang memprihatinkan, tidak ada peningkatan prestasi dari tahun ke tahun secara signifikan.

Untuk dapat menemukan jawaban terhadap permasalahan ini, ada beberapa variabel yang terdapat pada data TIMSS yang menarik untuk dilihat pengaruhnya terhadap prestasi siswa. Dalam penelitian ini, faktor yang dianggap memiliki pengaruh terhadap prestasi siswa, baik di bidang Matematika maupun IPA diperoleh dari angket siswa, angket guru, dan angket sekolah. Dari angket siswa ada tiga variabel psikologis

yang dapat dianalisis, yaitu: attitude, self efficacy dan locus of control.

Untuk menyebarluaskan informasi tentang hasil studi ini, Pusat Penilaian Pendidikan menerbitkan Laporan Penelitian: ” Trend Prestasi Matematika dan IPA pada TIMSS tahun 1999, 2003, dan 2007 – Suatu Analisis dengan Memperhitungkan Faktor Psikologis Siswa”.

Semoga laporan ini berguna bagi perumusan kebijakan di bidang pendidikan, khususnya di bidang Matematika dan IPA, dalam upaya kita bersama untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Jakarta, Maret 2010

Dr. Nugaan YWS, M. Psi.


(4)

ii

Kata Pengantar ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. MODEL UNTUK PRESTASI BELAJAR... 7

2.1 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Siswa ... 7

2.2 Pendekatan Modeling Untuk Prestasi Belajar ... 7

BAB III. METODOLOGI ... 10

3.1 Sampel Penelitian ... 10

3.2 Instrumen Penelitian ... 10

3.3 Uji Validitas Konstruk Self Efficacy dan Attitude ... 14

3.4 Teknik Analisis Data ... 19

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 21

4.1 Gambaran Deskriptif ... 22

4.2 Model Prestasi Belajar ... 32

4.3 Trend Prestasi Belajar ... 38

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 44

Kesimpulan ... 44

Rekomendasi ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48   


(5)

iii

 

Tabel-1. Variabel dari kuesioner siswa ...   

Tabel-2. Variabel Kualitas Guru Dalam Kuesioner Tahun 1999, 2003, dan 2007 ....   

Tabel-3. Model Fit Untuk Self Efficacy dan Attitude ...   

Tabel-4a. Muatan Faktor Items Self Efficacy dan Attitude Tahun 1999 ...   

Tabel-4b. Muatan Faktor Items Self Efficacy dan AttitudeTahun 2003 ...   

Tabel-4c. Muatan Faktor Items Self Efficacy dan AttitudeTahun 2007 ...   

Tabel-5. Mean dan SD Self Efficacy Terhadap Matematika, Fisika, dan Biologi

Tahun 1999, 2003, dan 2007 . ...   

Tabel-6.   Mean dan SD Attitude Terhadap Matematika, Fisika, dan Biologi

Tahun 1999, 2003, dan 2007 ...   

Tabel-7.   Mean dan SD Prestasi Matematika, Fisika, dan Biologi  ...   

Tabel-8. Perbedaan Mean Variabel Laten (alpha) Matematika dan Self Efficacy ...   

Tabel-9. Perbedaan Mean Variabel Laten (alpha) Fisika dan Self Efficacy...   

Tabel-10. Perbedaan Mean Variabel Laten (alpha) Biologi dan Self Efficacy ...   

   


(6)

iv

Gambar-1. Model Prestasi Belajar ...   

Gambar-2. CFA Untuk Self Efficacy Terhadap Biologi Tahun 2007 ...   

Gambar-3. Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran

Matematika Tahun 1999 ...   

Gambar-4. Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran

Matematika Tahun 2003 ...   

Gambar-5. Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran

Matematika Tahun 2007 ...   

Gambar-6. Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran

Fisika Tahun 2003 ...   

Gambar-7. Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran

Fisika Tahun 2007 ...   

Gambar-8. Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran

Biologi Tahun 2003 ...   

Gambar-9. Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran

Biologi Tahun 2007 ...   

Gambar-10. Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran

Matematika Tahun 1999 ...   

Gambar-11. Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran

Matematika Tahun 2003 ...   

Gambar-12. Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran

Matematika Tahun 2007 ...   

Gambar-13. Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran

Fisika Tahun 2003 ...   

Gambar-14. Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran

Fisika Tahun 2007 ...   

Gambar-15 Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran


(7)

v

Gambar-17. Model Prestasi Matematika 1999 ...   

Gambar-18. Model Prestasi Matematika 2003 ...   

Gambar-19. Model Prestasi Matematika 2007 ...   

Gambar-20. Model Prestasi Fisika 2003 ...   

Gambar-21. Model Prestasi Fisika 2007 ...   

Gambar-22. Model Prestasi Biologi tahun 2003 ...   

Gambar-23. Model Prestasi Biologi tahun 2007 ...   

Gambar-24. Model Prestasi Matematika yang Berlaku Umum

Tahun 1999, 2003, dan 2007 ...   

Gambar-25. Model Prestasi Fisika Berlaku Umum

Tahun 2003, dan 2007 ...   

Gambar-26. Model Prestasi Biologi Berlaku Umum


(8)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) adalah

penelitian yang dilakukan dalam rangka membandingkan prestasi Matematika dan IPA

siswa kelas 8 (delapan) di beberapa negara. Secara umum TIMSS bertujuan untuk

memonitor hasil dari sistem pendidikan yang berkaitan dengan pencapaian belajar siswa kelas 4 (empat) dan 8 (delapan) dalam bidang Matematika dan IPA. TIMSS didesain untuk membantu pemerintah tidak hanya memahami tetapi juga meningkatkan efektivitas sistem pendidikan.

TIMSS melakukan monitoring prestasi matematika dan IPA secara rutin setiap 4 (empat) tahun sekali, dimulai pada tahun 1995, kemudian tahun 1999, 2003 dan 2007. Indonesia bergabung sebagai salah satu negara peserta TIMSS sejak pertama kali, dan melakukan monitoring khusus pada kelas 8 (umur 13 tahun). Namun Indonesia masuk dalam laporan TIMSS baru 3 (tiga) periode, yaitu tahun 1999, 2003 dan 2007.

Hasil penilaian TIMSS terhadap prestasi siswa Indonesia adalah sebagai berikut: prestasi bidang Matematika dari siswa Indonesia pada tahun 1999 berada pada peringkat 34 dari 38 negara. Tahun 2003, Indonesia berada pada peringkat 35 dari 46 peserta. Dan pada tahun 2007, Indonesia berada pada peringkat 36 dari 49 negara peserta. Sedangkan pada bidang IPA, pada tahun 1999 Indonesia berada pada peringkat 32 (dari 38 negara), pada tahun 2003 Indonesia berada pada peringkat 37 (dari 46 negara) dan pada tahun 2007 Indonesia berada pada peringkat 35 (dari 49 negara). Data peringkat ini menunjukkan bahwa prestasi Matematika dan IPA Indonesia cukup rendah dan berada pada kisaran peringkat 32 hingga 37 dari negara-negara anggota IEA yang jumlahnya sekarang lebih dari 50 negara. Hal ini akan lebih jelas bila acuan untuk melihat perkembangan Matematika dan IPA adalah skor literasi yang dicapai oleh Indonesia. Skor literasi IPA Indonesia berturut-turut dari tahun 1999, 2003 dan 2007 adalah: 435, 420 dan 433. Sedangkan skor matematika pada tahun 1999 adalah 403, tahun 2003 adalah 411 dan tahun 2007 adalah 405. Rata-rata skor dari semua negara peserta adalah 500 dengan simpangan baku 100.


(9)

Trend perkembangan skor, baik Matematika dan IPA siswa Indonesia tersebut menunjukkan kondisi yang memprihatinkan, tidak ada peningkatan prestasi dari tahun ke tahun secara signifikan. Prestasi Matematika dan IPA ternyata berjalan di tempat. Hal ini tentu menimbulkan berbagai pertanyaan bagi pihak-pihak yang terlibat dan peduli dengan dunia pendidikan di Indonesia. Apalagi bila mengingat anggaran pendidikan yang selalu meningkat, bahkan berlipat-lipat. Kondisi atau faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan prestasi siswa Indonesia di bidang Matematika dan IPA tidak mengalami kemajuan? Apa implikasinya bagi pembelajaran, kurikulum, guru dan lembaga sekolah serta pengambilan kebijakan berkaitan dengan pendidikan?

Di samping memberikan informasi tentang kemampuan Matematika dan IPA, data TIMSS juga memberikan informasi tambahan berkaitan dengan siswa, guru dan sekolah. Kuesioner untuk siswa meliputi latar belakang siswa (jenis kelamin, pendidikan orang tua, dll), fasilitas belajar yang dimiliki di rumah, aktivitas di waktu luang, pelajaran tambahan dan mengerjakan tugas sekolah, aspirasi siswa dalam

pendidikan, sikap siswa terhadap Matematika dan IPA, sikap terhadap sekolah, self

efficacy siswa, serta locuss of control. Kuesioner guru memberikan gambaran mengenai

kualitas guru (pengalaman mengajar, latar belakang pendidikan, tingkat pendidikan dan pengembangan diri guru). Sedangkan kuesioner sekolah memberikan gambaran mengenai lokasi dan keadaan sekolah.

Pada studi TIMSS yang dilaporkan adalah perbandingan skor prestasi Matematika dan IPA dari berbagai negara anggota IEA. Mean skor antar-negara dibandingkan untuk mendapatkan posisi/ ranking dari masing-masing Negara. Karena dilakukan secara berkala dengan siklus empat tahunan, maka trend dari kemajuan di masing-masing Negara maupun perbandingan trend tersebut secara antar negara juga dapat dilakukan. Studi internasional lain yang hampir sama adalah “Program for International Student Achievement (PISA)” yang dilakukan oleh negara-negara anggota OECD. Meskipun bukan anggota OECD, Indonesia juga ikut di dalamnya. Dengan membandingkan skor prestasi siswa dari tahun ke tahun, baik secara internal maupun antar Negara, atau antar studi yaitu TIMSS dan PISA, diharapkan Indonesia dapat memperoleh masukan berharga bagi pengambilan kebijakan pendidikan nasional yang paling tepat, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan.


(10)

Berbeda dengan banyak Negara maju, sampai saat ini Indonesia belum memanfaatkan secara optimal data dan informasi yang dihasilkan dari keikut-sertaannya dalam studi internasional seperti TIMSS dan PISA ini. Padahal beaya untuk keikut-sertaan itu cukup tinggi. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya analisis data yang lebih mendalam, yang bukan sekedar menampilkan secara deskriptif serta mempublikasikan tabel ranking dari skor antar Negara. Misalnya, analisis mengenai bagaimana dan mengapa skor Matematika dan IPA anak Indonesia tergolong sangat rendah di dunia. Kalaupun analisis seperti itu sudah dilakukan, tampaknya masih amat sedikit yang menyangkut proses tercapainya prestasi tersebut, baik pada Matematika maupun IPA. Analisis yang melibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi Matematika dan IPA perlu dilakukan agar dapat diketahui hal apa saja yang secara dominan mempengaruhi prestasi tersebut.

Ada beberapa variabel yang terdapat pada data TIMSS yang menarik untuk dilihat pengaruhnya terhadap prestasi. Variabel-variabel tersebut berkaitan dengan siswa, guru, sekolah dan orang tua (meskipun informasi tentang orang tua siswa

diperoleh melalui student questionnaire, pertanyaannya mengenai orang tua tapi

diajukan kepada siswa, misalnya pertanyaan yang berkaitan dengan pendidikan orang

tua). Sedangkan variable tentang guru diperoleh melalui teacher questionaire. Misalnya

yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan guru, tingkat pendidikan guru, lama mengajar/ pengalaman mengajar, rasa aman yang dimiliki guru, kepuasan kerja yang dirasakan, serta banyak hal yang berkenaan dengan metode/teknik yang digunakan guru dalam mengajar. Pada penelitian ini, metode/teknik mengajar guru tidak menjadi fokus. Alasan utamanya adalah, variabel guru (teknik/metode mengajar, dll.) sudah dibahas dan menjadi fokus penelitian oleh tim yang lain. Fokus penelitian ini lebih kepada trend prestasi siswa Indonesia pada studi TIMSS dari tahun 1999 sampai 2007, dikaitkan dengan beberapa variable psikologi siswa yang secara teoretis biasanya diyakini berpengaruh kepada tinggi-rendahnya (variasi) prestasi belajar.

Walaupun kuesioner siswa pada TIMSS telah mencantumkan variabel yang terkait dengan aspek/konstruk psikologis seperti sikap dan konsep diri, tetapi secara teoritis aspek/ konstruk yang dibuat tersebut tidaklah sepenuhnya sesuai dengan definisi yang sering digunakan di bidang ilmu psikologi. Artinya, apa yang dideklarasikan sebagai konstruk psikologi yang hendak diukur oleh item/ pertanyaan yang


(11)

bersangkutan ternyata kurang mewakili konstruk yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dilakukan pengelompokan ulang item-item yang terkait agar dapat ditentukan konstruk psikologis yang sesuai dengan item yang digunakan dalam angket siswa tersebut.

Seperti telah disebutkan dimuka, dalam penelitian ini akan dianalisis beberapa variable psikologis siswa yang terkait dengan Prestasi belajar. Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan ini. Pertama, secara teoritik, prestasi belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh kondisi internal (psikologis) siswa yang bersangkutan. Berdasarkan data yang tersedia dalam penelitian ini, kondisi psikologis tersebut antara

lain adalah self efficacy, attitude, aspiration, beliefs, self concept, values, dan locus of

control . Pertanyaannya, apakah ada suatu model teoretis tertentu (tentang struktur

hubungan antara kondisi psikologis tersebut dengan prestasi belajar) yang dapat digunakan untuk menjelaskan prestasi siswa dari tahun ke tahun? Dalam hal ini akan

dikaji keterkaitan antara student atributes tersebut dengan prestasi belajar, khususnya

pada bidang Matematika dan IPA.

Kedua, setelah suatu model ditemukan, apakah model tersebut dapat menjelaskan prestasi dengan sama baiknya jika digunakan pada waktu dan populasi yang berbeda? Bila benar ada satu model yang sama yang dapat digunakan, maka akan

dapat dilihat trend prestasi Matematika dan IPA pada tahun 1999, 2003 dan 2007 secara

lebih akurat dan obyektif. Artinya, adakah terjadi kenaikan atau penurunan prestasi jika perbandingan dilakukan dalam konstrain berlakunya suatu teori yang sama?.

Ketiga, seandainya teorinya sama , parameter dari teori tersebut (misalnya besarnya pengaruh suatu variable) dapat sama atau berbeda pada waktu dan kondisi yang berbeda. Perbandingan secara statistik baik yang bersifat cross sectional maupun longitudinal akan menjadi bias jika dampak dari model teoretis serta parameternya tesebut tidak dikontrol. Biasanya control terhadap dampak variable lain di luar yang dijadikan focus penelitian dapat dilakukan melalui disain eksperimen. Namun pada penelitian survey (non eksperimen) seperti TIMSS ini, control tersebut dapat dilakukan secara statistical. Misalnya, dalam keadaan restriktif/ equalitas baik dari segi model teori yang digunakan maupun parameternya, perbandingan yang lebih “murni” dapat dilakukan. Selanjutnya, mengingat bahwa pengukuran atribut psikologis hanya dapat dilakukan secara tidak langsung sehingga dampak buruk dari “measurement- error”


(12)

terhadap kesimpulan penelitian sering kali justru lebih serius daripada pengaruh “sampling error”, maka diperlukan teknik analisis yang dapat memperhitungkan hal tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian

Ada dua tujuan utama dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk menemukan suatu model teoretis tentang hubungan antar variabel yang

dapat digunakan untuk menjelaskan serta memprediksikan bervariasinya prestasi belajar matematika dan IPA. Model teoretis ini akan dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan/ strategi intervensi di bidang peningkatan mutu pendidikan.

2. Untuk mendapatkan hasil perbandingan antar tahun atau trend dari prestasi

belajar di bidang matematika dan IPA secara lebih akurat, yaitu dengan cara turut memperhitungkan pengaruh dari variabel lain dalam konteks berlakunya model teoretis tertentu, serta memperhitungkan pengaruh dari ”measurement error” di dalam teknik analisis yang dilakukan. Jadi tidak sekedar membuat perbandingan hanya berdasarkan ”mean” dan ”standar deviasi” dari prestasi belajar saja.

Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui model struktural tentang proses terjadinya prestasi matematika

dan IPA di tahun 1999, 2003 dan 2007.

2. Untuk mengetahui karakteristik dari model tentang proses terjadinya prestasi

matematika dan IPA di tahun 1999, 2003, dan 2007.

3. Untuk mengetahui perbandingan prestasi matematika dan IPA tahun 1999, 2003

dan 2007 jika perbedaan model teoritis serta karakteristiknya tersebut diperhitungkan di dalam analisis dan pengaruh ”measurement error” pun diperhitungkan.


(13)

Dalam bentuk pertanyaan penelitian, dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur model teoretis yang dapat menjelaskan prestasi siswa

dalam bidang Matematika dan IPA?

2. Apakah ada model yang sama untuk menjelaskan variasi dari prestasi belajar

dari tahun ke tahun?

3. Andaikan iya, apakah dampak dari masing-masing komponen teori tersebut

(nilai parameter nya) akan sama dari waktu ke waktu?

4. Dengan kondisi teori yang sama dan dampak yang sama pula, apakah ada

perubahan achievement dari tahun ke tahun?

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan/menambah informasi bagi kepentingan penyusunan kebijakan dalam rangka meningkatkan prestasi murid dibidang Matematika dan IPA. Selain itu juga bisa menjadi sumbangan bagi pengembangan model teoritis tentang prestasi belajar siswa di Indonesia.

Jika kita dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi siswa dalam Matematika dan IPA, maka kita dapat menyesuaikan kebijakan pendidikan baik dalam hal teknis pendidikan maupun aspek manajemen, seperti alokasi anggaran, sistem organisasi, dsb. Dari sisi teknis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat pula untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan kurikulum Matematika dan IPA di Indonesia.


(14)

BAB II

MODEL UNTUK PRESTASI BELAJAR

2.1 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Siswa

Prestasi yang ditunjukkan oleh siswa bukanlah hasil dari sebuah faktor, melainkan hasil dari berbagai faktor yang saling terkait satu sama lainnya. Secara umum prestasi siswa baik dalam bidang Matematika maupun IPA dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal siswa serta interaksi dari keduanya. Dalam penelitian ini, faktor yang dianggap memiliki pengaruh terhadap prestasi siswa baik di bidang Matematika maupun IPA ditetapkan berdasarkan data yang diperoleh dari angket siswa, angket guru dan angket sekolah. Dari angket siswa diperoleh informasi mengenai

faktor internal yang diduga mempengaruhi prestasi siswa, yaitu self efficacy siswa,

locus of control, attitude siswa terhadap mata pelajaran, attitude siswa terhadap sekolah,

aspirasi siswa dalam bersekolah, aktivitas memanfaatkan waktu luang, aktivitas belajar di luar jam sekolah dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal yang didapatkan dari angket siswa adalah fasilitas pendidikan yang dimiliki di rumah dan latar belakang pendidikan orang tua. Dari angket guru, faktor eksternal yang diduga memberi pengaruh terhadap prestasi siswa adalah kualitas guru yang meliputi perasaan aman guru ketika di sekolah, kepuasan guru dalam bekerja, pengalaman guru dan latar belakang pendidikan guru. Sedangkan dari angket sekolah, faktor yang diduga memberikan pengaruh kepada prestasi siswa adalah lokasi sekolah.

2.2 Pendekatan Modeling Untuk Prestasi Belajar

Berdasarkan pada ketersediaan data, diteorikan bahwa ada sembilan variabel siswa, dua variabel guru dan satu variabel sekolah (seperti yang telah diidentifikasi dari kuesioner TIMSS di atas) yang mempunyai pengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi siswa, baik yang berupa pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Adapun model teoretis yang disusun berdasarkan ketersediaan data dan akan digunakan sebagai landasan bagi pengembangan model dalam penelitian ini adalah seperti pada Gambar-1 berikut ini:


(15)

Gambar-1 Model Prestasi Belajar

Tentu saja sangat banyak model yang dapat diteorikan berdasarkan pada variable-variabel pada Gambar-1 di atas, tetapi penulis akan memulai analisis dengan landasan teoretis ini. Deskripsi dari Gambar-1 adalah sebagai berikut. Prestasi

Matematika atau IPA (Ach) dipengaruhi secara langsung oleh dua variabel yaitu self

efficacy dan attitude siswa terhadap Matematika/IPA. Variabel-variabel yang lain juga

memiliki pengaruh terhadap prestasi Matematika dan IPA, tetapi tidak secara langsung,

yaitu melalui self efficacy dan attitude (sikap terhadap Matematika/IPA), locus of

control (LoC), dan sikap terhadap sekolah (Att school). Self efficacy dipengaruhi oleh

attitude, locus of control, dan beberapa variabel exogenous, yaitu tingkat pendidikan

orang tua, aktivitas belajar di luar jam sekolah (PR/Les), dan jenis kelamin. Sedangkan

attitude siswa terhadap Matematika/IPA dipengaruhi oleh locus of control dan sikap

terhadap sekolah, serta beberapa variabel eksogenous yaitu kualitas guru (T-quality),

aspirasi siswa terhadap pendidikan (aspir), PR/Les, cara penggunaan waktu luang

(Waktu luang), dan jenis kelamin. Selanjutnya, sikap terhadap sekolah dalam hal ini

dipengaruhi oleh lokasi sekolah (Lok-Sek), dan Locus of control dipengaruhi oleh


(16)

Secara lebih terurai, beberapa variabel exogenous dapat dijelaskan sebagai

berikut. Variabel tingkat pendidikan orang tua diukur dengan dua item, yang masing-masing menanyakan tingkat pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu. Variabel

PR/Les (aktivitas belajar di luar jam sekolah) diperoleh dari dua pertanyaan tentang

pelajaran tambahan (Les) dan mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Variabel pemanfaatan waktu luang diukur melalui dua pertanyaan, yaitu tentang berapa banyak

waktu yang digunakan untuk menonton televisi dan bermain game komputer/video

game.

Selanjutnya variabel kualitas guru diukur melalui enam indikator yaitu

perasaan aman berada di sekolah (safety feeling), kepuasan dalam bekerja sebagai guru

(job satisfaction), tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai, pengalaman mengajar, dan

training yang pernah diikuti sebelum mengajar. Variabel exogenous yang lain adalah

aspirasi siswa dalam pendidikan, yang hanya memiliki satu indikator saja, yaitu sejauh mana tingkat pendidikan yang diharapkan untuk dicapai/dicita-citakannya.

Dalam penyusunan model prestasi belajar ini, penulis lebih memfokuskan pada variabel psikologis siswa dengan alasan seperti telah dikemukakan

di bagian terdahulu. Dari questionaire siswa, ada tiga variabel psikologis yang dapat

dianalisis dalam penelitian ini, yaitu: atttitude, self efficacy dan locus of control. Ketiga

variabel ini disusun/dikonstruk dengan mengidentifikasi item yang sesuai. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada bagian metodologi.


(17)

BAB III METODOLOGI

3.1 Sampel Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa berusia 13 tahun yang bersekolah di SMP dan MTs, pada tahun 1999, 2003 dan 2007. Siswa tahun 1999 berjumlah 5848 orang, tahun 2003 berjumlah 5762 dan siswa tahun 2007 berjumlah 4203. Teknik dan prosedur penentuan sampel dan pengambilan data dapat dilihat pada laporan teknis TIMSS tahun yang bersangkutan, di mana teknik random sampling yang dilakukan amat kompleks, serta bersifat multi level, clustering, dan stratified. Hal tersebut dilakukan mengingat amat heterogennya negara peserta TIMSS baik dari segi jumlah penduduk, murid, dan sekolah, maupun variasi aspek lainnya seperti kurikulum dan sebagainya. Semua hal ini harus diperhitungkan agar perbandingan secara internasional dapat dilakukan secara obyektif. Pada saat dilakukan analisis multi grup, hanya variabel-variabel yang terdapat di semua siklus studi saja yang terpakai. Variabel yang datanya tidak tersedia di seluruh

grup dianggap sebagai missing data. Setelah dicocokkan secara list-wise, maka

diperoleh besaran sampel sebagai berikut: (1) Matematika, untuk tahun 1999 N=2710, tahun 2003 N= 1856 dan tahun 2007 N=2526; (2) Fisika, untuk tahun 1999 tidak ada data, tahun 2003 N=3905 dan tahun 2007 N=3239; (3) Biologi, untuk tahun 1999 tidak ada data, tahun 2003 N=3685 dan tahun 2007 N=3220.

3.2 Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data TIMSS terdiri dari dua bentuk umum, pertama adalah tes kemampuan (prestasi belajar) dan yang kedua adalah kuesioner. Pada setiap siklus studi, kerangka untuk tes prestasi/kemampuan secara umum tidak memiliki perbedaan yang berarti. Sedangkan pada kuesioner terdapat perbedaan kecil mengenai aspek yang ditanyakan pada tahun yang berbeda.

3.2.1 Tes kemampuan

Tes prestasi ini untuk mengukur kemampuan Matematika dan kemampuan IPA. Dalam hal ini, kemampuan Matematika meliputi Aljabar, Geometri, Data, dan Angka. Sedangkan IPA terdiri dari Biologi, Geografi, dan Fisika. Pada kemampuan


(18)

Matematika, digunakan berbagai macam format tes untuk mengukur aspek kognitif

knowing, applying, dan reasoning. Aspek knowing terdiri dari kemampuan melakukan

recall, recognize, compute, retrieve, measure, dan classify/order. Aspek applying terdiri

dari kemampuan melakukan select, represent, model, implement, dan solve routine

problem. Sedangkan aspek reasoning meliputi kemampuan melakukan analyze,

generalize, sinthesize/integrate, justify, dan solve non-routine problem.

Sedangkan pada mata pelajaran IPA aspek kognitif yang diukur adalah

meliputi factual knowledge, understanding concepts, reasoning, dan analysis. Tes

kemampuan/prestasi pada setiap siklus studi dihubungkan oleh sehimpunan kecil item

(anchor items) sehingga hasil tes pada setiap siklus dapat dikonversi ke skala yang sama

dan dapat langsung diperbandingkan. Jadi para pengguna hasil tes tidak perlu lagi

melakukan equating terhadap skor tes.

3.2.2 Angket/Kuesioner

Angket/Kuesioner bertujuan untuk mengumpulkan data dari variabel yang terkait dengan prestasi belajar, baik itu tentang siswa dan keluarganya, guru, kepala sekolah, maupun keadaan sekolah. Ada tiga macam kuesioner yaitu:

a. Kuesioner Siswa

Secara umum angket/kuesioner yang diisi oleh siswa dapat dikelompokkan ke dalam beberapa hal atau konstrak:

Self efficacy:

Attitude/sikap siswa: (1) Terhadap mata pelajaran, (2) Terhadap

sekolah

Locus of Control

 Aspirasi siswa dalam pendidikan

 Aktivitas mengerjakan PR dan Les (pelajaran tambahan)

 Fasilitas yang dimiliki: (1) Jumlah buku, (2) Komputer, (3) Akses

internet

 Pemanfaatan waktu luang: (1) Nonton TV, (2) Main game dan


(19)

 Jenis kelamin

 Pendidikan orang tua: pendidikan bapak dan ibu

Tabel-1 menunjukkan item-item yang berkenaan dengan variabel-variabel di atas. Untuk kuesioner sekolah hanya diambil satu variabel yang akan diteliti pengaruhnya, yaitu lokasi sekolah.

Tabel-1. Variabel dari kuesioner siswa

Variabel Indikator Siklus/tahun

Prestasi siswa Skor dan isi pernyataan 1999 2003 2007

Self efficacy

1. Usually do well

2. More diffcult

3. Do not understand

4. Not my strenght

5. Learn quickly

6. Not talented

7. Easy subject

1, 2, 4, 6 Data hanya ada untuk Math

1, 2, 3,

4, 5, 6 1,2,3,4,5

Attitude terhadap

mata pelajaran

1. Like

2. Would like to take

more

3. Enjoy study

4. math/science is

boring

5. want job involving it

6. want more

1, 2, 3, 4, 5 Data hanya ada untuk Math

3, 5, 6 1, 2, 3, 4

LoC (Locuss of control)

1. Need natural talent

2. Need good luck

3. Need hard work

v x x

Attitude toward school

Like being at school v v v

Aspirasi siswa Level pendidikan

yang diharapkan v v v

PR dan Les 1. Mengerjakan PR

diluar jam sekolah

2. Ikut les tambahan

v v v

Fasilitas yang

dimiliki di rumah 1.2. Jumlah buku Kepemilikan

komputer

v v v

Pemanfaatan waktu

luang 1.2. Nonton TV Bermain Game v v v

Gender murid Jenis kelamin v v v

Level pendidikan

orang tua 1.2. Pendidikan ayah Pendidikan ibu v v v


(20)

b.Kuesioner guru

Dalam kuesioner guru, banyak sekali item yang berkenaan dengan metode mengajar guru atau aktivitas di kelas, tetapi hal ini tidak termasuk yang akan dianalisis dalam penelitian ini. Yang akan dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah variabel Kualitas Guru yang indikatornya terdiri dari (Tabel-2):

Tabel-2. Variabel Kualitas Guru Dalam Kuesioner Tahun 1999, 2003, dan 2007

Variabel Indikator 1999 2003 2007

Kualitas Guru 1. Perasaan aman

2. Kepuasan kerja

3. Level pendidikan

4. Latar belakang

pendidikan

5. Pengalaman mengajar

v v v v v v v v v v v v v v v

c. Kuesioner Kepala sekolah

Dalam kuesioner yang diberikan kepada kepala sekolah, item yang digunakan dalam analisis ini hanya 1 item saja, yaitu item tentang lokasi sekolah baik pada siklus 1999, 2003, dan 2007.

Dalam penelitian ini, hanya sebagian kecil saja dari variabel melalui kuesioner yang akan dianalisis. Penulis memilih item pertanyaan yang ada pada kuesioner (baik siswa, guru maupun kepala sekolah) yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Item-item yang terpilih tersebut kemudian dikelompokkan sesuai dengan konstruknya. Sebenarnya, di dalam laporan TIMSS sudah ditentukan konstruk psikologis yang

hendak diukur, yaitu self efficacy, attitude, aspirasi siswa dalam bersekolah/pendidikan,

sikap terhadap sekolah, dan pemanfaatan waktu luang. Selain itu, ada konstruk psikologi lain yang penting pengaruhnya terhadap prestasi belajar yaitu ”locus of control”. Namun sayangnya butir yang mengukur hal tersebut hanya terdapat pada kuesioner siswa tahun 1999. Oleh sebab itu, yang dianalisis dalam penelitian ini

hanyalah self efficacy dan attitude saja. Untuk kedua variable ini, terlebih dahulu akan


(21)

3.3 Uji Validitas Konstruk Self Efficacy dan Attitude

Pengujian validitas konstruk dilakukan dengan cara menguji hipotesis yang menyatakan bahwa semua item mengukur satu hal saja yaitu konstruk psikologi yang

didefinisikan. Dalam hal ini, metode statistika yang dikenal sebagai Confirmatory

Factor Analysis (CFA) dapat digunakan. Ada dua langkah yang perlu dilakukan dalam

rangka analisis ini: (1) menguji hipotesis apakah suatu model uni-dimensional (semua item merupakan indikator bagi satu faktor yang hendak diukur) sesuai (fit) dengan data yang dihasilkan, dan (2) jika terbukti memang model uni-dimensional yang fit dengan data, maka dilakukan uji hipotesis apakah masing-masing item signifikan dalam menghasilkan informasi tentang faktor yang diukur. Hipotesis yang pertama dapat diuji

dengan

2

test

apakah ada perbedaan yang signifikan antara model dan data,

sedangkan hipotesis yang kedua dapat diuji misalnya dengan

t

test

terhadap

masing-masing koefisien muatan faktor, apakah signifikan lebih besar dari nol.

Analisis faktor konfirmatorik (CFA) ini dilakukan terhadap butir-butir kuesioner

untuk mengukur (1) self efficacy dan (2) attitude terhadap Matematika, Fisika, dan

Biologi, pada siklus studi tahun 1999, 2003 dan 2007. Sebagai ilustrasi, gambar-2

adalah uji validitas konstruk (CFA) untuk item-item yang dimaksudkan mengukur self

efficacy terhadap Biologi pada kuesioner TIMSS 2007. Pada Gambar-2 terlihat bahwa

model yang menyatakan keempat item self efficacy (SEF-1 s/d SEF-4) merupakan

indikator yang valid dari satu dimensi yang dalam hal ini adalah self efficacy (model

uni-dimensional) ternyata tidak ditolak karena

(1)2

1.02

dengan

p

0.31 0.05

.

Ini berarti bahwa keempat item tersebut valid mengukur apa yang hendak diukur yaitu

self efficacy terhadap mata pelajaran Biologi. Adapun koefisien muatan faktornya

masing-masing adalah 0.65, 0.30, 0.13, dan 0.84 untuk item SEF-1 s/d SEF-4. Uji

t

test

terhadap koefisien-koefisien ini ternyata menunjukkan bahwa keempat item

tersebut signifikan dalam mengukur self efficacy. Dalam hal ini item SEF-4 adalah yang

terbaik, diikuti oleh item SEF-1, SEF-2 dan yang paling lemah adalah item SEF-3. Perlu dicatat dari Gambar-2 bahwa model uni-dimensional terbukti fit dengan data setelah satu parameter tambahan disertakan yaitu korelasi antara dua measurement error (pada


(22)

SEF-2 dan SEF-3). Hal ini direpresentasikan oleh garis lengkung dengan dua anak panah yang menghubungkan measurement error di kedua item tersebut.

Gambar-2. CFA Untuk Self Efficacy Terhadap Biologi Tahun 2007

Hasil lengkap dari uji validitas konstruk terhadap self efficacy dan attitude untuk mata pelajaran matematika, fisika, dan biologi, yang dilakukan untuk studi TIMSS tahun 1999, 2003, dan 2007 dirangkum dan disajikan pada Tabel-3.

Selanjutnya koefisien muatan faktor dari masing-masing item yang mengukur Self

Efficacy dan Attitude untuk tahun 1999, 2003, dan 2007 disajikan pada Tabel-4a,

Tabel-4b, dan Tabel-4c. Perlu dicatat bahwa baik pada Table-3 maupun Table-4 tidak tersedia data kuesioner untuk tahun 1999 kecuali untuk mata pelajaran Matematika.


(23)

Tabel-3. Model Fit Untuk Self Efficacy dan Attitude

Tahun

Self Efficacy Attitude

Math Fisika Biologi Math Fisika Biologi

1999 2 (1) 2.36 0.13 p   

--

--

2 (2) 1.65 0.44 p   

--

--

2003 2 (2) 1.74 0.42 p    2 (1) 2.73 0.10 p    2 (1) 6.98 0.01 p    2 (0) 0 1 p    2 (0) 0 1 p    2 (0) 0 1 p   

2007 (1)2 1.08

0.30 p    2 (1) 0.29 0.59 p    2 (1) 1.02 0.31 p    2 (1) 0.14 0.70 p    2 (1) 5.26 0.022 p    2 (1) 0.25 0.61 p   

Catatan: * Data Self Efficacy dan Attitude tak tersedia pada studi 1999 ** Attitude tahun 2003 hanya 3 items sehingga df=0 dan p=1.00 *** Self Efficacy Biologi 2003 dan Attitude 2007: p<0.05 tetapi

RMSEA<0.02

Tabel-4a. Muatan Faktor Items Self Efficacy dan Attitude Tahun 1999

Self Efficacy Attitude

Item Math Fisika Biologi Math Fisika Biologi

1 0.25 -- -- 0.08 -- --

2 -0.36 -- -- -0.75 -- --

3 -0.93 -- -- -0.78 -- --

4 -1.26 -- -- 0.53 -- --


(24)

Tabel-4b.

Muatan Faktor Items Self Efficacy dan AttitudeTahun 2003

Self Efficacy

Attitude

Item Math Fisika Biologi Math Fisika Biologi

1

0.18

0.17

0.16

0.50

0.60

0.65

2

-0.73 -0.97

-0.99

0.85

0.90

0.83

3

-0.35 -0.63

-0.65

0.51

0.59

0.61

4

-0.54

0.36

-0.35

--

--

--

5

0.38

-0.45

-0.45

--

--

--

Tabel-4c.

Muatan Faktor Items Self Efficacy dan AttitudeTahun 2007

Self Efficacy

Attitude

Item Math Fisika Biologi Math Fisika Biologi

1

0.08

0.39

0.65

0.60

0.93

0.85

2

-0.77

0.05

0.30

0.81

0.66

0.62

3

-0.39 -0.01

0.13

-0.51

0.81

84

4

0.16

1.63

0.84

0.84

0.45

0.47

5

--

--

--

--

--

--

Sebagai rangkuman dari uji validitas konstruk atas pengukuran self efficacy dan attitude, dapat disampaikan hal-hal berikut:


(25)

1. Kecuali pada pelajaran Biologi 2003, semua pengukuran self efficacy terbukti

bersifat uni-dimensional dengan nilai

2yang menghasilkan p>0.05. Begitu pula

halnya dengan semua pengukuran attitude kecuali untuk Fisika tahun 2007. Namun

demikian, kedua pengukuran yang tidak fit dengan kriteria

2ini tetap dapat

digunakan karena jika menggunakan kriteria RMSEA (Root Mean Square Error Adjusted) diperoleh nilai yang amat dekat dengan nol, yaitu kurang dari 0.02. Apalagi jika mengingat sampelnya sangat besar, yaitu lebih dari 3000 orang.

2. Karena pengukuran attitude pada tahun 2003 hanya terdiri dari tiga items, maka

Confirmatory Factor Analysis akan menghasilkan df=0, sehingga akan selalu fit dengan data

3. Item self efficacy terhadap matematika terbukti cukup konsisten untuk tahun 1999

dan 2003, tetapi pada tahun 2007 terjadi sedikit perubahan pada item nomor 1 dan 4 walaupun secara umum masih dapat diterima.

4. Item self efficacy terhadap fisika terdapat perbedaan cukup signifikan pada item 2

dan 3 di mana pada tahun 2007 tampaknya kedua item ini kurang berfungsi maksimal.

5. Item self efficacy terhadap biologi cukup konsisten antara tahun 2003 dan 2007, di

mana perubahan koefisien dari negatif menjadi positif pada item 2, 3, dan 4 pada tahun 2007 adalah karena pada skoring tahun 2007 telah dilakukan penyesuaian (reversed).

6. Semua pengukuran attitude tahun 2003 dan 2007 amat konsisten kecuali item 3

pada matematika 2007. Namun demikian pengukuran attitude terhadap matematika pada tahun 1999 menunjukkan bahwa hanya item nomor 4 yang konsisten dengan hal yang sama pada tahun 2003 dan 2007.

7. Jika dilihat dalam masing-masing tahun (2003 dan 2007), maka terlihat bahwa baik

pengukuran self efficacy maupun attitude terbukti cukup konsisten secara lintas mata pelajaran. Kalaupun pada self efficacy biologi 2007 terjadi perubahan tanda


(26)

yang menjadi positif, itu karena penyesuaian skoring seperti telah disebutkan pada butir 5 di atas.

8. Secara keseluruhan validitas konstruk dan kualitas item adalah cukup baik dan

dapat diterima. Namun hampir semua item tampaknya cenderung multidimensional dalam arti meskipun valid dan signifikan mengukur konstruk yang hendak diukur tetapi ia juga mengukur hal lain jika bersama-sama dengan item tertentu lainnya. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa model fit selalu diperoleh setelah beberapa ”measurement error” dibuat berkorelasi satu sama lain.

3.4 Teknik Analisis Data

Tujuan utama penelitian adalah untuk membandingkan prestasi belajar siswa Indonesia dari siklus studi tahun 1999 dengan 2003 dan selanjutnya 2007. Pada studi yang mungkin telah ada sebelumnya, teknik analisis data umumnya masih terbatas pada membandingkan secara langsung skor tes prestasi Matematika dan IPA tanpa memperhitungkan dampak variabel-variabel lain yang mempengaruhi prestasi tersebut. Di samping itu juga tidak diperhitungkan bahwa dampak variabel lain tersebut dapat berbeda pola maupun signifikansinya terhadap prestasi belajar dari satu siklus ke siklus berikutnya. Hal ini mengingat siswa dan sekolah yang dijadikan sampel berbeda, guru dan kepala sekolahnyapun berbeda dan kemungkinan telah ada perubahan-perubahan kebijakan dalam kurun waktu antar siklus tersebut.

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan memperhitungkan hal-hal di atas. Artinya, peneliti ingin membandingkan apakah ada perbedaan/kenaikan prestasi belajar dari siklus studi yang satu ke siklus studi berikutnya seandainya perbandingan

tersebut dilakukan dalam keadaan dimana pengaruh variabel-variabel lain se-equal

mungkin. Dalam hal ini, teknik analisis data yang dilakukan adalah dengan constraint

sebagai berikut:

1. Bahwa model teoritis tentang pengaruh dari attitude, self efficacy, dan locus of

control terhadap prestasi belajar adalah sama dan berlaku pada ketiga siklus studi.

2. Bahwa besarnya pengaruh dari ketiga variabel ini (attitude, self efficacy, dan locus


(27)

3. Bahwa hanya item yang digunakan baik pada tahun 1999, 2003 dan 2007 saja yang akan diikutkan dalam analisis untuk membandingkan prestasi belajar pada ketiga siklus studi

4. Bahwa karena siswa yang menjadi sampel tahun 1999 berbeda dengan tahun 2003

dan 2007 maka dampak suatu variabel terhadap dirinya sendiri pada tahun berikutnya tak dapat diestimasi (misalnya apakah prestasi, self efficacy, dan attitude tahun 2007 ditentukan oleh prestasi, self efficacy, dan attitude tahun 2003?).

5. Bahwa validitas dan reliabilitas alat ukur ketiga variabel ini adalah sama pada

ketiga siklus studi (dampak kesalahan pengukuran dikonstankan, sekurang-kurangnya diperhitungkan secara statistikal).

Jika perbandingan prestasi antar siklus dilakukan dengan constraint (kondisi

yang disamakan) seperti tersebut di atas, maka akan diperoleh hasil perbandingan yang lebih murni. Selain itu, melalui teknik analisis ini dapat diungkapkan pula variabel mana yang sangat menentukan prestasi belajar siswa, terutama jika variabel tersebut dapat dipengaruhi melalui kebijakan. Adapun teknik analisis data yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan sekaligus memenuhi persyaratan (konstrain)

di atas adalah model persamaan struktural dengan latent variable yang bersifat

multi-group. Sedangkan perangkat lunak yang dapat digunakan dalam hal ini

diantaranya adalah Lisrel versi 8.8 (Joreskog danSorbom, 2006). Perangkat lunak lain yang memiliki kemampuan minimal sama dengan Lisrel adalah MPLUS (Muthen, 2009) dan EQS (Bentler, 2008). Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah Lisrel versi 8.8.


(28)

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan temuan-temuan yang didapat dalam penelitian

mengenai trend prestasi TIMSS pada siklus tahun 1999, 2003 dan 2007. Dari data

yang ada, ternyata variabel “Locus of control” hanya tersedia pada siklus tahun 1999,

dan tidak terdapat pada angket pada siklus 2003 dan 2007. Oleh sebab itu dalam perbandingan prestasi antara ketiga siklus, pengaruh dari variabel ini tidak dimasukkan pada model yang dianalisis. Selanjutnya, khusus untuk IPA (Biologi dan Fisika) pada

studi siklus tahun 1999 ternyata tidak diperoleh data mengenai variabel self efficacy,

attitude dan locus of control. Oleh sebab itu, perbandingan bidang studi IPA hanya

dilakukan antara siklus tahun 2003 dengan siklus tahun 2007.

Yang pertama akan disajikan adalah gambaran deskriptif tentang ketiga konstruk yang akan dianalisis dalam model prestasi belajar, yaitu self efficacy, attitude, dan prestasi pada setiap mata pelajaran untuk tahun 1999, 2003, dan 2007. Setelah itu akan disajikan hasil pengujian model prestasi belajar, yang dalam hal ini tidak selengkap model yang direncanakan seperti pada Gambar-1. Variabel kualitas guru, aspirasi siswa, pendidikan orang tua, banyaknya PR/les, penggunaan waktu luang, jenis kelamin, lokasi sekolah, locus of control, dan attitude toward school, terpaksa tak dapat dimasukkan ke dalam model karena satu atau beberapa alasan seperti (1) tak tersedia data lengkap untuk seluruh tahun, (2) banyak ”mising-data” pada variabel yang bersangkutan, (3) respons yang terlalu bias (misalnya social-desirability yang tinggi sehingga nyaris tanpa variasi), (4) respons yang tidak serius, (5) korelasi yang terlalu rendah terhadap semua variabel, dll. Dengan demikian, dalam menguji model prestasi belajar hanya ada dua konstruk utama yang dianalisis yaitu self efficacy dan attitude terhadap mata pelajaran.

Pada bagian terakhir disampaikan hasil pengujian perbedaan prestasi antar tahun dengan konstrain atau kondisi yang telah disampaikan pada bagian metodologi.


(29)

4.1 Gambaran Deskriptif

Berikut ini gambaran desriptif tentang variabel self efficacy dan attitude

tehadap Matematika, Fisika, dan Biologi pada tahun 1999, 2003 dan 2007, serta Mean dan Standar Deviasi Prestasi mata pelajaran yang bersangkutan pada tahun tersebut. 4.1.1Self Efficacy Matematika

Distribusi skor self efficacy terhadap mata pelajaran Matematika pada tahun

1999, 2003, dan 2007 disajikan pada Gambar-3, 4, dan 5 di bawah ini. Skor yang

dilaporkan di sini bukanlah merupakan penjumlahan dari skor item, melainkan true

scores (factor scores) yang diperoleh dari analisis faktor konfirmatorik dalam rangka uji

validitas konstruk terhadap self efficacy. Juga perlu dicatat bahwa ketiga gambar

tersebut tidak menggunakan skala yang komparabel karena hanya merupakan skor baku pada masing-masing sampel (single group analysis).

Gambar-3

Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran Matematika

Tahun 1999

-2.27 -1.55 -0.83 -0.11 0.62 1.34 2.06 2.78 3.50 0

62 124 186 248 310 372 434 496 558 620

Histogram

Fr

eque

nc

ie

s

SEFMAT99

Va r: SEFM AT99

N = 2710

M e a n = 0.034


(30)

Gambar-4.

Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran Matematika

Tahun 2003

-3.95 -3.50 -3.05 -2.60 -2.15 -1.70 -1.25 -0.80 -0.35

0 59 118 177 236 295 354 413 472 531 590 Histogram Fr equenc ie s SEFMAT03

Va r: SEFM AT03 N = 2732 M e a n = -2.294 S.D. = 0.604

Gambar-5.

Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran Matematika

Tahun 2007 

-3.60 -3.23 -2.85 -2.47 -2.09 -1.72 -1.34 -0.96 -0.58

0 77 154 231 308 385 462 539 616 693 770 Histogram Fr equ enc ies SEFMAT07

Va r: SEFM AT07 N = 2342 M e a n = -2.327 S.D. = 0.752

Pada gambar terlihat bahwa distribusi self efficacy terhadap mata pelajaran


(31)

distribusi self efficacy yang sama untuk tahun 2003 tidak terlalu jauh menyimpang dari

kurva normal meskipun memiliki dua puncak. Lain halnya dengan distribusi self

efficacy terhadap pelajaran Matematika pada tahun 2007 yang tersebar menjurus ke arah

distribusi yang uniform, meskipun sebenarnya sebagian besar frekuensi tetap berada di

tengah. Ada kemungkinan sebagian responden pada sampel tahun 2007 kurang serius

dalam menanggapi item-item self efficacy. Adapun analisis tentang perbandingan atau

trend self efficacy tahun 1999, 2003 dan 2007 akan disajikan di bagian lain dari laporan

ini yaitu pada analisis yang bersifat multy-group.

4.1.2 Self Efficacy Fisika

Distribusi skor self efficacy terhadap mata pelajaran Fisika pada tahun 2003,

dan 2007 disajikan pada Gambar-6 dan Gambar-7 di bawah ini. Di sinipun, skor yang

dilaporkan bukanlah merupakan penjumlahan dari skor item, melainkan true skor

(factor score) yang diperoleh dari analisis faktor konfirmatorik dalam rangka uji

validitas konstruk terhadap self efficacy, yang juga dilakukan dengan single group

analysis.

Gambar-6.

Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran Fisika tahun

2003

-4.86 -4.33 -3.81 -3.29 -2.77 -2.24 -1.72 -1.20 -0.68 0

140 280 420 560 700 840 980 1120 1260 1400

Histogram

Fr

equenc

ies

SEFFIS03

Va r: SEFFIS03

N = 3905

M e a n = -2.655


(32)

Gambar-7.

Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran Fisika

Tahun 2007

75.7 93.2 110.7 128.2 145.8 163.3 180.8 198.3 215.8

0 140 280 420 560 700 840 980 1120 1260 1400

Histogram

Fr

equ

enc

ies

SEFFIS07

Va r: SEFFIS07 N = 3435 M e a n = 146.174 S.D. = 19.667

4.1.3 Self Efficacy Biologi

Distribusi skor self efficacy terhadap mata pelajaran Biologi pada tahun 2003,

dan 2007 disajikan pada Gambar-8 dan Gambar-9 di bawah ini. Di sinipun, skor yang

dilaporkan bukanlah merupakan penjumlahan dari skor item, melainkan true skor

(factor score) yang diperoleh dari analisis faktor konfirmatorik dalam rangka uji

validitas konstruk terhadap self efficacy, yang juga dilakukan dengan single group

analysis.


(33)

Gambar-8.

Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran Biologi

tahun 2003 

-0.01 0.91 1.83 2.75 3.67 4.59 5.51 6.43 7.35 0 140 280 420 560 700 840 980 1120 1260 1400 Histogram Fr equ en ci es SEFBIO03

Va r: SEFBIO03 N = 3685 M e a n = 3.476 S.D. = 0.950

Gambar-9.

Distribusi Factor Score dari Self Efficacy terhadap Mata Pelajaran Biologi

tahun 2007 

0.20 0.83 1.45 2.07 2.70 3.32 3.94 4.57 5.19 0 150 300 450 600 750 900 1050 1200 1350 1500 Histogram F req ue nc ies SEFBIO07

Var: SEFBI O 07 N = 3356 M ean = 3. 266 S. D . = 0. 837

4.1.4 Attitude Terhadap Matematika

Distribusi skor attitude terhadap mata pelajaran Matematika pada tahun 1999,

2003, dan 2007 disajikan pada Gambar-10, Gambar11, dan Gambar-12 di bawah ini. Di sinipun, skor yang dilaporkan bukanlah merupakan penjumlahan dari skor item,

melainkan true skor (factor score) yang diperoleh dari analisis faktor konfirmatorik

dalam rangka uji validitas konstruk terhadap atitude, yang juga dilakukan dengan single


(34)

Gambar-10.

Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran Matematika

tahun 1999

-4.02 -3.66 -3.30 -2.94 -2.57 -2.21 -1.85 -1.49 -1.13 0 80 160 240 320 400 480 560 640 720 800 Histogram Fr equ en ci es ATTMAT99

Var: ATTM AT99 N = 2710 M e an = -3.101 S.D. = 0.427

Gambar-11.

Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran Matematika

Tahun 2003 

1.11 1.51 1.92 2.33 2.74 3.14 3.55 3.96 4.37 0 81 162 243 324 405 486 567 648 729 810 Histogram Fr eq uenc ies ATTMAT03

Var: ATTM AT03

N = 2732 M e a n = 3.144


(35)

Gambar-12.

Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran Matematika

tahun 2007

0.71 1.11 1.52 1.93 2.34 2.74 3.15 3.56 3.97

0 55 110 165 220 275 330 385 440 495 550

Histogram

Fr

eque

nc

ie

s

ATTMAT07

Va r: ATTM AT07 N = 2 342 M e a n = 2 .9 44 S.D. = 0.7 06

Seperti halnya pada self efficacy, pengukuran attitude terhadap matematika pada tahun 2007 menunjukkan distribusi frekuensi yang sangat berbeda dengan tahun 1999 dan 2003. Hal ini juga merupakan indikasi bahwa respons terhadap kuesioner tahun 2007 tidaklah sebaik yang dilakukan oleh reponden tahun 1999 dan 2003.

4.1.5 Attitude Terhadap Fisika

Distribusi skor attitude terhadap mata pelajaran Fiska pada tahun 2003, dan

2007 disajikan pada Gambar-13, dan Gambar-14 di bawah ini. Di sinipun, skor yang

dilaporkan bukanlah merupakan penjumlahan dari skor item, melainkan true skor

(factor score) yang diperoleh dari analisis faktor konfirmatorik dalam rangka uji


(36)

Gambar-13.

Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran Fisika

tahun 2003 

1.11 1.51 1.92 2.33 2.74 3.14 3.55 3.96 4.37

0 82 164 246 328 410 492 574 656 738 820 Histogram Fr equen ci es ATTFIS03

Va r: ATTFIS03 N = 3905 M e a n = 3.2 71 S.D. = 0.530

Gambar-14.

Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran Fisika

tahun 2007  

1.11 1.51 1.92 2.33 2.74 3.14 3.55 3.96 4.37

0 99 198 297 396 495 594 693 792 891 990 Histogram Fr equ en ci es ATTFIS07

Va r: ATTFIS07 N = 3435 M e a n = 3.321 S.D. = 0.743

4.1.6 Attitude Terhadap Biologi

Distribusi skor attitude terhadap mata pelajaran Biologi pada tahun 2003, dan

2007 disajikan pada Gambar-15, dan Gambar-16 di bawah ini. Di sinipun, skor yang


(37)

(factor score) yang diperoleh dari analisis faktor konfirmatorik dalam rangka uji

validitas konstruk terhadap atitude, yang juga dilakukan dengan single group analysis.

Gambar-15.

Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran Biologi

tahun 2003

1.11 1.51 1.92 2.33 2.74 3.14 3.55 3.96 4.37

0 78 156 234 312 390 468 546 624 702 780 Histogram Fr eq uenc ies ATTBIO03

Va r: ATTBIO03 N = 3685 M e a n = 3.273 S.D. = 0.530

Gambar-16.

Distribusi Factor Score dari Attitude terhadap Mata Pelajaran Biologi

tahun 2007  

0.82 1.24 1.66 2.07 2.49 2.91 3.33 3.75 4.17 0 88 176 264 352 440 528 616 704 792 880 His togram F req ue nc ie s ATTBIO07

Var : ATTBI O 07 N = 3356 M ean = 3. 429 S. D . = 0. 577


(38)

4.1.7 Mean dan Standard Deviasi

Berikut ini disajikan mean dan standar deviasi variabel self efficacy, attitude,

dan achievement pada bidang studi Matematika, Fisika, dan Biologi tahun 1999, 2003,

dan 2007. Khusus untuk variabel self efficacy danattitude pada Tabel-5 dan Tabel-6,

skala antar tahun tidak komparabel karena tidak dikalibrasi ke dalam scaled-scores yang sama.

Tabel-5.

Mean dan SD Self Efficacy Terhadap Matematika, Fisika, dan Biologi

Tahun 1999, 2003 dan 2007.

Matematika Fisika Biologi

Mean SD Mean SD Mean SD

1999 100,510 12,244 - - - -

2003 65,586 9,057 60,182 9,865 152,144 14,248

2007 65,082 11,276 146,220 19,668 148,997 12,549

Tabel-6.

Mean dan SD Attitude Terhadap Matematika, Fisika, dan Biologi pada siklus

tahun 1999, 2003 dan 2007.  

Matematika Fisika Biologi

Mean SD Mean SD Mean SD

1999 53,488 6,409 - - - -

2003 147,161 8,023 149,066 7,956 149,091 7,947


(39)

Tabel-7.

Mean dan SD Prestasi Matematika, Fisika dan Biologi

TAHUN MATEMATIKA FISIKA BIOLOGI

Mean SD N Mean SD N Mean SD N

1999 152,96 11,10 2710 - - - -

2003 151,23 10,16 1856 444,88 80,59 3905 438,26 71,69 3685

2007 151,21 10,10 2526 441,62 77,84 3239 437,61 80,10 3220

Catatan: untuk mata pelajaran matematika skor yang dianalisis adalah salah satu dari skor PV (Plausible Values) sehingga menggunakan skala yang lebih kecil dari pada Fisika dan Biologi.

4.2 Model Prestasi Belajar

Berikut ini adalah model yang fit dengan data, masing-masing: (1) Gambar-17, 18, dan 19 untuk prestasi Matematika tahun 1999, 2003, dan 2007; (2) Gambar-20 dan 21 untuk prestasi Fisika tahun 2003 dan 2007; serta (3) Gambar-22 dan 23 untuk

prestasi Biologi tahun 2003 dan 2007. Model fit dapat dilihat pada nilai

2di setiap

gambar.

Gambar-17. Model Prestasi Matematika 1999


(40)

Gambar-18. Model Prestasi Matematika 2003

Gambar-19. Model Prestasi Matematika 2007


(41)

Gambar-20. Model Prestasi Fisika 2003

Gambar-21. Model Prestasi Fisika 2007


(42)

Gambar-22. Model Prestasi Biologi tahun 2003


(43)

Dari gambar-gambar di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum terbukti adanya suatu model yang sama dan fit dengan data, yang berlaku untuk seluruh mata pelajaran dan seluruh tahun studi walaupun dengan nilai parameter yang berbeda-beda dan beberapa measurement error harus dibuat berkorelasi satu sama lain. Adanya korelasi ini menunjukkan sifat multidimensional dari butir-butir kuesioner yang digunakan untuk mengukur self efficacy dan attitude. Model yang sedikit berbeda di mana tak terdapat pengaruh langsung dari attitude terhadap prestasi adalah pada matematika tahun 1999 dan fisika tahun 2003. Adapun temuan secara umum dari bagian ini adalah:

1. Pengaruh self efficacy terhadap prestasi belajar adalah signifikan dan

ditemukan secara konsisten pada seluruh model yang diuji. Ini berarti bahwa self efficacy atau keyakinan bahwa dirinya akan mampu / berhasil dalam pelajaran matematika, fisika, dan biologi, sangat menentukan tinggi rendahnya prestasi di bidang tersebut.

2. Pengaruh attitude terhadap self efficacy adalah negatif pada studi matematika

tahun 1999 dan 2007, dan fisika tahun 2003; sedangkan pada studi matematika 2003, fisika 2007, biologi 2003 dan biologi 2007, pengaruh tersebut adalah positif. Perlu diperhatikan bahwa koefisien negatif tersebut seluruhnya terjadi pada model di mana tidak ada dampak langsung dari attitude terhadap prestasi (matematika tahun 1999 dan fisika 2003) atau pada model di mana koefisien tersebut tidak signifikan (matematika tahun 2007). Padahal, pada semua model lainnya, pengaruh langsung dari attitude terhadap prestasi itu negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa dampak dari attitude terhadap self efficacy adalah sebenarnya positif, namun menjadi negatif pada model di mana dampak langsung yang negatif dari attitude terhadap prestas itu tidak signifikan, karena mengakomodasi dampak langsung dari attitude yang negatif tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mereka yang mengaku menyenangi dan bersikap positif terhadap pelajaran matematika, fisika, dan biologi cenderung memiliki keyakinan akan berhasil dalam pelajaran tersebut.


(44)

3. Pengaruh langsung attitude terhadap prestasi tidak ada yang positif dan signifikan. Pada model matematika tahun 1999 dan 2007 serta fisika tahun 2003 ditemukan tak ada pengaruh, sedangkan pada seluruh model lainnya ditemukan pengaruh itu negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa pada lebih separuh dari studi yang ada, pengaruh tersebut negatif dan signifikan. Hal ini secara konsisten juga ditemukan dalam banyak studi, terutama di Amerika (misalnya studi oleh Nhuan Le, Lockwood, Stecher, Hamilton, dan Martinez, 2009), bahkan juga pada studi dengan data TIMSS (Hamilton dan Martinez, 2007). Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah bahwa sikap menyenangi suatu mata pelajaran memang tak dapat secara langsung mempengaruhi prestasi belajar, melainkan hanya secara tidak langsung, yaitu jika sikap menyenangi pelajaran tersebut dapat meningkatkan self efficacy. Oleh karenanya, kebijakan atau slogan ”belajar menyenangkan” perlu dipertimbangkan kembali dan sebaiknya diganti dengan kebijakan dalam rangka meningkatkan self efficacy siswa. Ini karena self efficacy selalu terbukti berdampak langsung dan positif terhadap prestasi, sedangkan sikap menyenangi hanya dapat berdampak tidak langsung yang dalam hal ini melalui self efficacy. Begitu pula halnya dengan kebijakan yang cenderung mengarahkan agar setiap kurikulum memiliki sifat ”entertaining” tampaknya lebih banyak merugikan. Sedangkan kebijakan yang lebih menanamkan keyakinan diri (efficacy) seperti ”belajar adalah perjuangan” atau ”berakit-rakit ke hulu - berenang-renang ketepian”, serta kurikulum yang lebih menuntut ”kerja keras” dan ”banyak berlatih untuk meningkatkan keyakinan diri”, kiranya akan lebih menjamin nasib dan masa depan bangsa ini. Pola hubungan antara Attitude, Self Efficacy, dan Prestasi ini adalah konsisten dan sesuai dengan teori-teori psikologi yang ada, misalnya jika dikaitkan dengan ”theory of planned behavior” (Ajzen and Fishbein, 1991) yang menyatakan bahwa motivasi pun hanya menimbulkan intensi, bukan behavior. Sedangkan attitude hanya membangkitkan motivasi.


(45)

4.3 Trend Prestasi Belajar

Seperti telah diuraikan di bagian metodologi, perbandingan Mean dari prestasi belajar dilakukan dengan konstrain bahwa model teori tentang terjadinya prestasi tersebut dikonstankan, dan nilai parameter model tersebut (koefisien path, muatan faktor, dan measurement error) dibuat sama dari tahun 1999, 2003, sampai 2007. Namun measurement error dibolehkan berkorelasi satu sama lain. Dalam kondisi seperti ini, model yang fit dengan data serta trend dari prestasi belajar, disajikan pada diagram dan tabel-tabel di bagian berikut, masing-masing untuk matematika, fisika, dan biologi.

4.3.1 Trend Prestasi Matematika

Model yang paling fit untuk prestasi matematika dan berlaku pada studi tahun 1999, 2003, dan 2007 (Model Generik) serta memenuhi persyaratan konstrain sebagai mana diuraikan sebelumnya, adalah seperti pada Gambar-24 di bawah. Memang model

ini tidak fit jika menggunakan kriteria

2 tetapi mengingat sampel yang amat besar

dan karena

2akan selalu tinggi pada penelitian dengan sampel besar seperti ini, maka

Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) akan lebih tepat untuk digunakan dalam menilai ”model fit” (du Toit and du Toit, 2001 hal. 407). Dalam hal ini, RMSEA cukup kecil yaitu 0.073.

Gambar-24. Model Prestasi Matematika yang Berlaku Umum Tahun 1999, 2003, dan 2007


(46)

Dalam hal nilai parameternya, ditemukan (1) dampak langsung yang positif (signifikan pada ts 1%) dari self efficacy terhadap prestasi matematika, (2) ada pengaruh yang positif dari perasaan senang atas matematika terhadap self efficacy, namun (3) ternyata untuk mata pelajaran matematika, murid yang mengaku senang kepada matematika justru menunjukkan tingkat prestasi yang rendah. Jadi sama dengan temuan yang telah diuraikan sebelumnya yaitu pada model dalam masing-masing tahun. Selanjutnya, karena pada pelajaran matematika tersedia data untuk 3 waktu, yaitu tahun 1999, 2003 dan 2007, maka prestasi matematika dibandingkan dengan cara menetapkan mean pada tahun 2003 sebagai titik nol, kemudian mean pada tahun 1999 dan 2007 diukur jaraknya dari tahun 2003. Hasil lengkap perbedaan mean prestasi matematika dengan menetapkan Mean tahun 2003 sebagai titik nol, dapat dilihat pada Tabel-7 di

bawah. Dalam hal ini, parameter  (alpha) adalah mean prestasi matematika sebagai

variabel laten (faktor).

Tabel-8. Perbedaan Mean Variabel Laten (alpha) Matematika dan Self Efficacy

1999 2003 2007

Prestasi

matematika Alpha 1,67 0 0.14

Std Error (0,07) 0 (0,08)

Nilai t 23.87 0 1.72

Self Efficacy

Thd matematika Alpha -0,01 0 -0,05

Std Error (0,04) 0 (0,04)

Nilai t -0.42 0 -1,45

Attitude

Thd Matematika Alpha 0.17 0 0.32

Std Error (0.03) 0 (0.02)

Nilai t 6.10 0 13.12

Aspirasi Alpha -0.12 0 -0.08

Std Error (0.03) 0 (0.03)


(47)

Dari Tabel-7 terlihat bahwa prestasi matematika menurun dari tahun 1999 ke tahun 2003 sebesar 1.67 point dan signifikan pada p<0.01 namun dari tahun 2003 ke

tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 0.14 point, tetapi tidak signifikan pada level

p<0.05. Selanjutnya, dari tahun 1999 ke tahun 2003 tidak terjadi perubahan yang signifikan dalam hal tingkat self efficacy murid terhadap mata pelajaran matematika. Namun terjadi penurunan yang tidak signifikan dalam hal self efficacy terhadap matematika pada tahun 2007. Meskipun tidak signifikan, hal ini memerlukan penelitian yang lebih mendalam mengapa disaat terjadi penurunan self efficacy tetapi tetap terjadi kenaikan prestasi belajar. Secara teoretis, tentu banyak hal lain yang lebih dominan dari pada self efficacy dalam mempengaruhi prestasi belajar, tetapi tidak tersedia datanya dalam analisis ini. Pada Tabel-7 juga terlihat bahwa terjadi penurunan yang signifikan atas sikap menyenangi matematika dari tahun 1999 ke 2003 tetapi diikuti kenaikan yang juga signifikan pada tahun 2007. Sedangkan aspirasi terhadap pendidikan mengalami kenaikan yang signifikan sejak tahun 1999 sampai dengan 2007.

4.3.2 Trend Prestasi Fisika

Selanjutnya mengenai mata pelajaran Fisika, model yang parameternya dikonstankan (berlaku umum) antar tahun dan fit dengan data adalah seperti pada Gambar-25. Sedangkan perbandingan mean antar tahun disajikan pada Tabel-8 di bawah ini.

Gambar-25. Model Prestasi Fisika Berlaku Umum Tahun 2003, dan 2007


(48)

Tabel-9. Perbedaan Mean Variabel Laten (alpha) Fisika dan Self Efficacy

2003 2007 Prestasi

Fisika Alpha Std Error 0 0 (2,04) 5,37

Nilai t 0 2,63

Self Efficacy

Thd Fisika Alpha Std Error 0 0 (0,40) 2,84

Nilai t 0 7,17

Attitude

Thd Fisika Std Error Alpha 0 0 (0.57) -3.79

Nilai t 0 -0.65

Aspirasi Alpha 0 -1.65

Std Error 0 (0.02)

Nilai t 0 -69.55

Seperti diketahui, untuk mata pelajaran fisika dan biologi data yang tersedia hanya untuk perbandingan antara tahun 2003 dan 2007. Dari Tabel-8 di atas, terlihat

bahwa terjadi kenaikan besar dan signifikan dalam hal prestasi di bidang fisika dari

2003 ke tahun 2007. Begitu pula halnya dengan self efficacy terhadap fisika. Namun yang menarik ialah terjadinya penurunan yang signifikan pada sikap menyenangi fisika (minat?), serta aspirasi terhadap pendidikan.

4.3.3 Trend Prestasi Biologi

Selanjutnya adalah trend dari mata pelajaran biologi, yang hasilnya disajikan pada Gambar-26 dan Tabel-9. Yang menarik di sini adalah bahwa pada pelajaran biologi justru terjadi penurunan prestasi dari tahun 2003 ke 2007, yaitu sebesar -0.58 dengan standard error sebesar 0.08, p<0.01. Padahal tingkat self efficacy justru terjadi kenaikan yang signifikan seperti halnya pada fisika. Tingkat menyenangi biologi juga naik secara signifikan. Kiranya perlu dilakukan penelitian lebih seksama, mengapa


(49)

disaat terjadi kenaikan tingkat keyakinan akan berhasil serta tingkat menyenangi biologi, justru terjadi penurunan prestasi secara signifikan. Salah satu kemungkinan penjelasannya adalah bahwa banyak hal lain yang lebih dominan dari pada self efficacy dalam mempengaruhi prestasi belajar namun datanya tak tersedia pada penelitian ini.

Gambar-26. Model Prestasi Biologi Berlaku Umum Tahun 2003, dan 2007

Tabel-10. Perbedaan Mean Variabel Laten (alpha) Biologi dan Self Efficacy

2003 2007 Prestasi

Biologi Alpha Std Error 0 0 (0.08) -0.58

Nilai t 0 -7.10

Self Efficacy

Thd Biologi Alpha Std Error 0 0 (0,03) 1.24

Nilai t 0 38.10


(50)

2003 2007

Thd Biologi Std Error 0 (0.02)

Nilai t 0 11.50

Aspirasi Alpha 0 0.20

Std Error 0 (0.02)


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, studi mengenai trend dalam hal prestasi matematika, fisika, dan biologi dengan menggunakan data TIMSS ini menghasilkan temuan sebagai berikut:

1. Pengaruh self efficacy terhadap prestasi belajar adalah bersifat langsung dan

signifikan, dan ditemukan secara konsisten pada seluruh model yang diuji.

2. Pengaruh attitude terhadap self efficacy adalah signifikan dan pada dasarnya

bersifat positif. Kalaupun pada beberapa model dampak tersebut ditemukan negatif, adalah karena mengakomodasi dampak dari attitude terhadap prestasi yang terkadang negatif. Ini terlihat dari fakta bahwa koefisien negatif tersebut seluruhnya terjadi pada model di mana tidak ada dampak langsung dari attitude terhadap prestasi atau pada model di mana koefisien tersebut tidak signifikan.

3. Pengaruh langsung attitude terhadap prestasi tidak ada yang positif dan

signifikan. Pada model matematika tahun 1999 dan 2007 serta fisika tahun 2003 ditemukan tak ada pengaruh, sedangkan pada seluruh model lainnya ditemukan pengaruh itu negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa pada lebih separuh dari model yang ada, pengaruh tersebut negatif dan signifikan. Kesimpulannya adalah bahwa sikap menyenangi suatu mata pelajaran memang tak dapat secara langsung mempengaruhi prestasi belajar, melainkan hanya secara tidak langsung, yaitu jika sikap menyenangi pelajaran tersebut dapat meningkatkan self efficacy.

4. Prestasi Matematika menurun dari tahun 1999 ke tahun 2003 tetapi naik

kembali pada kurun waktu tahun 2003 sampai tahun 2007 meskipun kenaikan tersebut tidak signifikan.

5. Prestasi Fisika mengalami kenaikan yang besar dan signifikan dalam kurun


(52)

6. Prestasi Biologi mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2003 ke

2007.

7. Tidak ada perubahan yang signifikan dalam hal self efficacy terhadap

Matematika sejak tahun 1999 sampai ke tahun 2007.

8. Self efficacy terhadap Fisika mengalami kenaikan besar dan signifikan dari

tahun 2003 ke tahun 2007.

9. Self efficacy terhadap Biologi juga mengalami kenaikan yang signifikan dari

tahun 2003 ke tahun 2007.

10. Terjadi penurunan yang signifikan pada tingkat rasa suka terhadap Matematika

dari tahun 1999 ke tahun 2003 tetapi kemudian diikuti dengan kenaikan yang juga signifikan dari tahun 2003 ke tahun 2007.

11. Pada mata pelajaran Fisika kenaikan prestasi dibarengi dengan kenaikan yang

sama kuatnya pada self efficacy tetapi disertai dengan menurunnya rasa suka

terhadap Fisika meskipun penurunan ini secara statistik tidak signifikan.

12. Pada mata pelajaran Biologi terjadi kenaikan self efficacy maupun rasa suka


(53)

Rekomendasi

Berdasarkan temuan dari penelitian ini, dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam menyusun kebijakan/intervensi di bidang pendidikan seyogyanya

mengutamakan perhatian pada variabel-variabel yang dampaknya terhadap hasil pendidikan adalah bersifat langsung. Sebagai contoh, dari penelitian

ini ditemukan bahwa self efficacy terhadap satu mata pelajaran

berpengaruh langsung terhadap prestasi belajar. Sedangkan sikap atau

perasaan menyukai mata pelajaran adalah mempengaruhi prestasi belajar

tetapi secara tidak langsung, yaitu melalui variabel self efficacy. Jika kebijakan difokuskan untuk meningkatkan rasa suka kepada mata pelajaran, maka hasilnya dapat positif tetapi dapat juga tidak berhasil. Karena seperti telah ditemukan dalam penelitian ini, rasa suka terhadap mata pelajaran mempengaruhi prestasi belajar hanya jika rasa suka tersebut dapat meningkatkan self efficacy. Oleh sebab itu, akan lebih terjamin hasilnya jika kebijakan difokuskan kepada peningkatan self efficacy siswa dari pada rasa suka terhadap mata pelajaran. Sebagai ilustrasi, kebijakan yang lebih menekankan kepada meningkatkan kerja keras, mementingkan daya juang, menumbuhkan rasa percaya diri untuk berhasil, tentulah akan lebih efektif dan berhasil dari pada kebijakan yang difokuskan untuk menumbuhkan rasa suka terhadap mata pelajaran. Misalnya, penggunaan slogan ”belajar harus menyenangkan”, ”kurikulum harus bersifat menghibur”, ”siswa tidak boleh dibebani dengan tugas yang berat karena belajar harus bersifat bermain”, dsb., seyogyanya diganti dengan slogan ”belajar adalah perjuangan”, ”belajar adalah berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”, ”kurikulum yang memberikan tantangan berat tetapi terjangkau”, ”selalu giat berlatih”, dsb., seyogyanya akan lebih tepat. Ringkasnya, belajar yang dikonsepkan sebagai penggemblengan diri dan


(54)

pribadi (karakter) seharusnya lebih dipilih dari pada pengkonsepan belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menghibur.

2. Karena prestasi belajar itu dipengaruhi oleh banyak variabel baik personal,

instruksional, maupun environmental, maka sebaiknya dilakukan penelitian yang mendalam dan komprehensif untuk menemukan model

yang dapat menjelaskan variabel apa yang paling dominan dan berdampak

langsung dalam menentukan prestasi belajar di bidang Matematika, Fisika

dan Biologi. Dalam hal ini disarankan agar dilakukan penelitian yang memang didesain untuk menemukan model belajar tersebut, jadi bukan sekedar usaha menemukan model dimaksud dengan memanfaatkan data yang sudah ada seperti TIMSS dan PISA. Dengan demikian, dapat ditemukan model yang khas dan berlaku pada sistem belajar mengajar di sekolah di Indonesia.

3. Dalam rangka benchmarking yang hasilnya dapat dijadikan acuan bagi

peningkatan sistem belajar-mengajar di Indonesia, maka diperlukan analisis yang memanfaatkan data studi internasional seperti TIMSS dimana penelitian tentang model prestasi belajar tersebut dibandingkan antar-negara yang dipilih. Artinya, model prestasi belajar yang fit dengan data di negara lain (peserta TIMSS) terutama yang prestasinya lebih tinggi dibandingkan Indonesia, dapat dipelajari untuk mengembangkan kebijakan pendidikan di Indonesia.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Bentler, P. M. 2009. EQS Version 6.1 User’s Guide. Multivariate Software Inc. USA.

du Toit M., and du Toit, S. 2001. Interactive LISREL: User’s Guide. Scientific Software International, Chicago, Il.

Joreskog, K.G. and Sorbom, D., 2008; LISREL Version 8.8 User’s Guide. Scientific Softwares International, Chicago.

Muthen. B. 2009; MPLUS Version 5.2 User’s Guide. Muthen and Muthen, Santa Monica.

Ottobre,F. M. (Ed.): The Role of Measurement and Evaluation in Educational Policy. UNESCO Publishing, Paris.

Plomp, T. 1999. Purposes and Challenges of International Comparative Assessments. In F.M. Ottobre (Ed.): The Role of Measurement and Evaluation in Educational Policy. UNESCO Publishing, Paris.

Wilkins, J.L., Zembilas, M., and Travers, K.J., 2002. Investigating Correlates of Mathematics and Science Literacy in the Final Year of Secondary School. In Robitaille, D. F. and Beaton, A. E., 2002. Secondary Analysis of The TIMSS Data. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht


(1)

2003 2007 Thd Biologi Std Error 0 (0.02)

Nilai t 0 11.50 Aspirasi Alpha 0 0.20

Std Error 0 (0.02) Nilai t 0 8.44


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, studi mengenai trend dalam hal prestasi matematika, fisika, dan biologi dengan menggunakan data TIMSS ini menghasilkan temuan sebagai berikut:

1. Pengaruh self efficacy terhadap prestasi belajar adalah bersifat langsung dan signifikan, dan ditemukan secara konsisten pada seluruh model yang diuji. 2. Pengaruh attitude terhadap self efficacy adalah signifikan dan pada dasarnya

bersifat positif. Kalaupun pada beberapa model dampak tersebut ditemukan negatif, adalah karena mengakomodasi dampak dari attitude terhadap prestasi yang terkadang negatif. Ini terlihat dari fakta bahwa koefisien negatif tersebut seluruhnya terjadi pada model di mana tidak ada dampak langsung dari attitude terhadap prestasi atau pada model di mana koefisien tersebut tidak signifikan. 3. Pengaruh langsung attitude terhadap prestasi tidak ada yang positif dan

signifikan. Pada model matematika tahun 1999 dan 2007 serta fisika tahun 2003 ditemukan tak ada pengaruh, sedangkan pada seluruh model lainnya ditemukan pengaruh itu negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa pada lebih separuh dari model yang ada, pengaruh tersebut negatif dan signifikan. Kesimpulannya adalah bahwa sikap menyenangi suatu mata pelajaran memang tak dapat secara langsung mempengaruhi prestasi belajar, melainkan hanya secara tidak langsung, yaitu jika sikap menyenangi pelajaran tersebut dapat meningkatkan self efficacy.

4. Prestasi Matematika menurun dari tahun 1999 ke tahun 2003 tetapi naik kembali pada kurun waktu tahun 2003 sampai tahun 2007 meskipun kenaikan tersebut tidak signifikan.

5. Prestasi Fisika mengalami kenaikan yang besar dan signifikan dalam kurun waktu tahun 2003 ke tahun 2007.


(3)

6. Prestasi Biologi mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2003 ke 2007.

7. Tidak ada perubahan yang signifikan dalam hal self efficacy terhadap Matematika sejak tahun 1999 sampai ke tahun 2007.

8. Self efficacy terhadap Fisika mengalami kenaikan besar dan signifikan dari tahun 2003 ke tahun 2007.

9. Self efficacy terhadap Biologi juga mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun 2003 ke tahun 2007.

10. Terjadi penurunan yang signifikan pada tingkat rasa suka terhadap Matematika dari tahun 1999 ke tahun 2003 tetapi kemudian diikuti dengan kenaikan yang juga signifikan dari tahun 2003 ke tahun 2007.

11. Pada mata pelajaran Fisika kenaikan prestasi dibarengi dengan kenaikan yang sama kuatnya pada self efficacy tetapi disertai dengan menurunnya rasa suka terhadap Fisika meskipun penurunan ini secara statistik tidak signifikan. 12. Pada mata pelajaran Biologi terjadi kenaikan self efficacy maupun rasa suka


(4)

Rekomendasi

Berdasarkan temuan dari penelitian ini, dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam menyusun kebijakan/intervensi di bidang pendidikan seyogyanya mengutamakan perhatian pada variabel-variabel yang dampaknya terhadap hasil pendidikan adalah bersifat langsung. Sebagai contoh, dari penelitian ini ditemukan bahwa self efficacy terhadap satu mata pelajaran berpengaruh langsung terhadap prestasi belajar. Sedangkan sikap atau perasaan menyukai mata pelajaran adalah mempengaruhi prestasi belajar tetapi secara tidak langsung, yaitu melalui variabel self efficacy. Jika kebijakan difokuskan untuk meningkatkan rasa suka kepada mata pelajaran, maka hasilnya dapat positif tetapi dapat juga tidak berhasil. Karena seperti telah ditemukan dalam penelitian ini, rasa suka terhadap mata pelajaran mempengaruhi prestasi belajar hanya jika rasa suka tersebut dapat meningkatkan self efficacy. Oleh sebab itu, akan lebih terjamin hasilnya jika kebijakan difokuskan kepada peningkatan self efficacy siswa dari pada rasa suka terhadap mata pelajaran. Sebagai ilustrasi, kebijakan yang lebih menekankan kepada meningkatkan kerja keras, mementingkan daya juang, menumbuhkan rasa percaya diri untuk berhasil, tentulah akan lebih efektif dan berhasil dari pada kebijakan yang difokuskan untuk menumbuhkan rasa suka terhadap mata pelajaran. Misalnya, penggunaan slogan ”belajar harus menyenangkan”, ”kurikulum harus bersifat menghibur”, ”siswa tidak boleh dibebani dengan tugas yang berat karena belajar harus bersifat bermain”, dsb., seyogyanya diganti dengan slogan ”belajar adalah perjuangan”, ”belajar adalah berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”, ”kurikulum yang memberikan tantangan berat tetapi terjangkau”, ”selalu giat berlatih”, dsb., seyogyanya akan lebih tepat. Ringkasnya, belajar yang dikonsepkan sebagai penggemblengan diri dan


(5)

pribadi (karakter) seharusnya lebih dipilih dari pada pengkonsepan belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menghibur.

2. Karena prestasi belajar itu dipengaruhi oleh banyak variabel baik personal, instruksional, maupun environmental, maka sebaiknya dilakukan penelitian yang mendalam dan komprehensif untuk menemukan model yang dapat menjelaskan variabel apa yang paling dominan dan berdampak

langsung dalam menentukan prestasi belajar di bidang Matematika, Fisika

dan Biologi. Dalam hal ini disarankan agar dilakukan penelitian yang memang didesain untuk menemukan model belajar tersebut, jadi bukan sekedar usaha menemukan model dimaksud dengan memanfaatkan data yang sudah ada seperti TIMSS dan PISA. Dengan demikian, dapat ditemukan model yang khas dan berlaku pada sistem belajar mengajar di sekolah di Indonesia.

3. Dalam rangka benchmarking yang hasilnya dapat dijadikan acuan bagi peningkatan sistem belajar-mengajar di Indonesia, maka diperlukan analisis yang memanfaatkan data studi internasional seperti TIMSS dimana penelitian tentang model prestasi belajar tersebut dibandingkan antar-negara yang dipilih. Artinya, model prestasi belajar yang fit dengan data di negara lain (peserta TIMSS) terutama yang prestasinya lebih tinggi dibandingkan Indonesia, dapat dipelajari untuk mengembangkan kebijakan pendidikan di Indonesia.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bentler, P. M. 2009. EQS Version 6.1 User’s Guide. Multivariate Software Inc. USA.

du Toit M., and du Toit, S. 2001. Interactive LISREL: User’s Guide. Scientific Software International, Chicago, Il.

Joreskog, K.G. and Sorbom, D., 2008; LISREL Version 8.8 User’s Guide. Scientific Softwares International, Chicago.

Muthen. B. 2009; MPLUS Version 5.2 User’s Guide. Muthen and Muthen, Santa Monica.

Ottobre,F. M. (Ed.): The Role of Measurement and Evaluation in Educational Policy. UNESCO Publishing, Paris.

Plomp, T. 1999. Purposes and Challenges of International Comparative Assessments. In F.M. Ottobre (Ed.): The Role of Measurement and Evaluation in Educational Policy. UNESCO Publishing, Paris.

Wilkins, J.L., Zembilas, M., and Travers, K.J., 2002. Investigating Correlates of Mathematics and Science Literacy in the Final Year of Secondary School. In Robitaille, D. F. and Beaton, A. E., 2002. Secondary Analysis of The TIMSS Data. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht