PEMBINAAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM: Studi Kasus di MTs. Persis 102 Dayeuhkolot kab.Bandung.

PEMBINAAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(Studi Kasus di MTs. Persis 102 Dayeuhkolot kab.Bandung)
Diajukan untuk memenuhi syarat penyelesaian studi
program magister (S2) studi Pendidikan Umum
Universitas Pendidikan Indonesia.

TESIS

oleh
Asep Kusmiadi, S.Pd.I
1005100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013

Asep Kusmiadi, 2013

Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si.

Pembimbing II,

Dr. Kama Abdul Hakam, M.Pd

Diketahui oleh
Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Umum,

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si.
NIP. 19620316 1988031003


Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pembinaan Karakter Melalui
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi Kasus di MTs. Persis 102 Dayeuhkolt Kab.
Bandung)” beserta seluruh isinya adalah benar-benar asli karya saya sendiri, dan bukan atau
bebas dari plagiarisme yang bertentangan dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
ilmiah. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sangsi yang dijatuhkan kepada saya
apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam tesis ini, atau
ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian tesis ini.

Bandung, Maret 2013
Yang membuat pernyataan,

Asep Kusmiadi

Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di MTs. Penelitian ini melibatkan beberapa responden
diantaranya satu orang wakil kepala sekolah urusan kurikulum, tiga orang guru PAI dan
enam orang siswa. Untuk memahami masalah tersebut digunakan teori Lickona yang
menjelaskan bahwa pendidikana karakter adalah pendidikan yang memadukan antara
pengetahuan moral, perasaan moral yang berupa kelembutan hati, dan perilaku moral.
Adapun pertanyaan penelitian yang digunakan yaitu: 1) Bagaimanakah Program
(Planing) Pembinaan karakter siswa melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam, 2)
Materi/ Nilai-nilai karakter apa saja yang ditanamkan dalam pembelajaran Pendidikan
Agama, 3) Bagaimana proses pelaksanaan pembinaan karakter siswa melalui
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, 4) Bagaimana evaluasi dan hasil pembinaan
karakter siswa melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam, 5) Apa saja kendalakendala dalam pembinaan karakter siswa melalui pembelajaran Pendidikan Agama
Islam.
Data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan di atas diklasifikasikan menjadi
data primer dari guru dan siswa dan data skunder dari dokumen resmi dan tidak resmi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan
metode deskriptif analitik dalam bentuk studi kasus, sedangkan tehnik pengumpulan

data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi
pustaka. Adapun instrumen penelitiannya adalah peneliti sendiri. Analisis data
dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu: mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang
dapat diceritakan kepada orang lain. Data berdasarkan hasil wawancara dan observasi
yang telah dituangkan ke dalam catatan lapangan, selanjutnya data tersebut diolah dan
dianalisa. Adapun pengolahan dan penganalisaan data merupakan upaya menata data
secara sistematis.
Hasil penelitian mengemukakan bahwa: 1) telah ada upaya sekolah dalam
pembinaan karakter siswa dalam bentuk kegiatan-kegiatan sekolah, 2) Proses
pelaksanaan pembinaan karakter siswa dilakukan dengan dua cara diantaranya: (a)
Pembinaan karakter siswa yang dilakukan di luar kelas; (b) Pembinaan karakter siswa
yang dilakukan di dalam kelas dengan mengembangkan program pembinaan karakter
siswa yang mengintegrasikannya dalam pembelajaran, 3) Nilai yang ditanamkan adalah
18 nilai karakter bangsa ditambah nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Hadits, 4) Evaluasi keberhasilan dilakukan dengan Tes lisan, tulisan dan praktek
dengan standar indikator pendidikan karakter, dan 5) Kendala yang dihadapi kurangnya
pemahaman dan inovatif guru, pengaruh negatif dari luar lingkungan sekolah, kurang
fasilitas dan kurang terjalin hubungan komunikasi dengan orang tua siswa.


i
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ii
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN

…………………………………………………....

i

LEMBAR PERNYATAAN


…………………………………………………...

ii

KATA PENGANTAR

……………………………………………………

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

…………………………………………………...

iv

ABSTRAK

…………………………………………………………………….


vii

DAFTAR ISI

…………………………………………………………………….

Viii

……………………………………………………………....

X

DAFTAR LAMPIRAN

……………………………………………………….

Xi

BAB I PENDAHULUAN


……………………………………………………….

1

…………………………………..

1

B. RUMUSAN MASALAH

………………………………………………

10

C. TUJUAN PENELITIAN

………………………………………………

11


……………………………………...

12

…………………………………….

12

DAFTAR TABEL

A. LATAR BELAKANG MASALAH

D. MANFAAT PENELITIAN
E. STRUKTUR ORGANISASI TESIS

BAB II PEMBINAAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN
…….……………………

13


………………………….

13

……………………………….

13

2. Tujuan Pendidikan Karakter

…………………

19

3. Makna dan Nilai-nilai Karakter

…………………

21


4. Strategi dan Metodologi Pembinaan Karakter

…………………

31

5. Faktor-faktor Tumbuhnya Karakter

……………………….

34

6. Pendidikan Karakter yang Efektif

……………………….

39

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. PEMBINAAN KARAKTER DI SEKOLAH
1. Hakikat Pendidikan Karakter

B. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER

48

………….…………….

48

….

51

3. Landasan Pendidikan Agama Islam

…………………………..

54

4. Tujuan Pendidikan Agama Islam

…….…………………….

55

5. Peran, Fungsi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam

……….

59

6. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

……….

68

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

2. Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum Pendidikan Nasional

Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

……….

73

……………………………………………...

75

……………………………………..

75

………….

82

……………………………...……………

82

……………………………...

89

5. Pendidikan Karakter sebagai Pendidikan Umum ………………………..

93

6. Pendidikan Agama Islam dalam Pendidikan Umum …………………..

94

7. Evaluasi Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

C. PENDIDIKAN UMUM

1. Pengertian Pendidikan Umum

2. Hakikat Pendidikan Umum dalam Pendidikan Nasional
3. Tujuan Pendidikan Umum

4. Kajian Kurikulum Pendidikan Umum

……….……………………………….

96

……………………………………………...

99

……………………….

99

1. Pendekatan Penelitian

………………………………………………...

99

2. Metode Penelitian

………………………………………………...

100

…………………………

101

…………………………………………

102

………………………………

103

D. HASIL STUDI TERDAHULU
BAB III METODE PENELITIAN
A.

METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN

3. Alasan Peneliti Memilih Metode Kualitatif
B.

INSTRUMEN PENELITIAN

C.

SAMPLING DAN SATUAN KAJIAN

D.

TEHNIK PENGUMPULAN DATA

………………………

105

E.

TAHAPAN-TAHAPAN PENELITIAN

………………………

111

F.

VALIDISASI DAN REALIBILITAS DATA

………………………

115

G.

DEFINISI KONSEPTUAL

…………………..……………………….

120

……………………….

124

……………………………

124

…………….....................…..

124

…………………………

125

…………………………………

171

……….……………………………..

193

A. KESIMPULAN UMUM

…………….……………………………….

193

B. KESIMPULAN KHUSUS

…..……………………………………........

195

…………..……………………………………………………

195

………………………………………………………

198

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A

HASIL PENELITIAN

1.

Deskripsi Lokasi Penelitian

2.

Deskripsi Hasil Penelitian

C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

C. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.

Nilai-nilai Karakter, Indikator Keberhasilan Sekolah dan Kelas
dalam Pengembangan Pendidikan Karakter…………………............

22

Tabel 2.2.

Jakauan Sikap, Perilaku dan Nilai-nilai Budi Pekerti …….……......

29

Tabel 4.12

Data Kualitatif Program Pembinaan Siswa

Tabel 4.13.

Nilai-nilai Karakter dan Indikator Kelas dalam Pembelajaran PAI … 136

Tabel 4.14.

Data Kualitatif Materi Nilai yangditanamka kepada Siswa ………

141

Tabel 4.15.

Data Kualitatif Proses Pembinaan Karakter siswa ……………….

153

Tabel 4.16.

Gambaran Format Penilaian Rumpun PAI MP Aqidah Akhlak …

155

Tabel 4.17.

Gambaran Format Penilaian Rumpun PAI Mata Pelajaran Fiqih …

156

Tabel 4.18.

Gambaran Format Penilaian Rumpun PAI MP Qur’an Hadits …

156

Tabel 4.19.

Gambaran Format Penilaian Rumpun PAI ………………………

157

Tabel 4.20.

Indikator Kelas Menggambarkan Keberhasilan Pembinaan Karakter

131

Siswa melalui Pembelajaran PAI di MTs. Persis 102 Dayeuhkolot… 158
Tabel 4.21.

Data Kualitatif Evaluasi Keberhasilan Pembinaan Karakter ……..

165

Tabel 4.22.

Data Kualitatif Kendala-kendala Pembinaan Siswa ………………

170

Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto-foto Kegiatan Penelitian ……………………………………

203

……………………………

216

Lampiran 2. SK Pengangkatan Pembimbing Tesis

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian kepada MTs. Persis 102 ……….. 218
Lampiran 4. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian di MTs. Persis 102 ……. 219
Lampiran 5. Format Wawancara ………………………………………………… 220
Lampiran 6. Data Hasil Wawancara ……………………………………………. 232
Lampiran 7. Silabus Pendidikan Agama Islam MTs. Persis 102 ……………….. 244
Lampiran 8. Tata Tertib MTs. Persis 102 Dayeuhkolot ........................................ 256
Lampiran 9. Riwayat Hidup ……………………………………………………… 257

Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang
hayat, tanpa pendidikan mustahil manusia dapat hidup dan berkembang sejalan
dengan fitrahnya. Aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah
terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri
maupun dalam suatu kelompok. Dengan demikian, tidak ada ruang dan waktu bagi
manusia untuk melepaskan dirinya dari kegiatan belajar dan mengajar. Rasyidin
(2007: 36) mengatakan bahwa pendidikan dimulai di keluarga atas anak (infant) yang
belum mandiri, dan diperluas di lingkungan tetangga/ komunitas sekitar (milieu),
lembaga pra-sekolah, persekolah formal dan lain-lain tempat anak-anak mulai dari
kelompok kecil sampai rombongan relatif besar (lingkup makro).
Pendidikan merupakan upaya-upaya untuk membentuk karakter manusia
menjadi lebih baik. “Mendidik ialah membimbing pertumbuhan anak, jasmani dan
rohani dengan sengaja, bukan saja untuk kepentingan pengajaran sekarang melainkan
utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan” (Rasyidin, 2007: 34).
Sedangkan dalam

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 3)

mendefinisikan pendidikan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasanan
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dilihat dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan
sebuah upaya untuk membentuk karakter peserta didik melalui belajar dan proses
1
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajaran. Pendidikan yang dilakukan dapat membentuk kepribadian dan karakter
peserta didik menjadi lebih baik dan memiliki nilai dalam kehidupannya.
Dalam proses pembelajaran, pengembangan potensi peserta didik yang positif
harus dilakukan secara integral dan terpadu. Menurut Joni (1996: 3) pembelajaran
terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara
individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta
konsep keilmuan secara holistik dan bermakna.
Pengembangan potensi peserta didik secara tidak seimbang pada akhirnya
akan menjadikan pendidikan cenderung pada pengembangan satu aspek kepribadian
tertentu saja, bahkan ada indikasi kuat akan hilangnya nilai-nilai luhur yang melekat
pada bangsa kita, seperti kejujuran, ketulusan, kesantunan, kerja keras, mandiri,
bersahabat dan kebersamaan serta karakter-karakter lainnya.
Padahal menurut Budimansyah (2010:152-153) tujuan Pendidikan Nasional
sangat sarat dengan nilai, yakni “...beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Hal ini sangat tegas dan jelas
tersirat dalam undang-undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 (2003: 3)
dikatakan bahwa:
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan demikian jelas bahwa pendidikan yang diselenggarakan terhadap
peserta didik semestinya membentuk keperibadian generasi bangsa yang berisikan
2
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

nilai-nilai keimanan dan ketakwaan, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri yang tercermin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang bertanggung
jawab dan demokratis.
Tetapi kenyataannya, tujuan membentuk karakter peserta didik tidak berhasil
dan kehilangan makna. Hal ini ditandai dengan banyaknya peserta didik yang
melakukan tindakan-tindakan menyimpang yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
karakter bangsa. Di antaranya sering terjadi tawuran antar pelajar, kasus seks bebas
dan mesum serta penayalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh para pelajar.
Menurut Wibowo

(2012: 8-9) mengatakan bahwa berdasarkan beberapa data,

diantaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2003) menyatakan
sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia
(Jakarta, Surabaya dan Bandung) pernah berhubungan seks.
Sumber lain yang lebih memilukan dan memalukan dilakukan oleh remaja
bahwa “hasil penelitian LSM Sahara Bandung antara tahun 2000-2002 saja terdapat,
remaja yang melakukan seks pra nikah, 72,9% hamil, dan 91,5% diantaranya
mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali” (Wibowo, 2012: 9). Kasus lain
adalah penggunaan Narkoba dikalangan pelajara dan mahasiswa yang terus
meningkat tiap tahunnya, menurut Wibowo (2012: 10) “berdasarkan data dari Badan
Narkotika Nasional (BNN) hingga tahun 2008 saja jumlah pengguna narkoba di
Indonesia mencapat 3,2 juta orang. Dari jumlah ini 32% nya adalah pelajar dan juga
mahasiswa”.
Terjadinya kasus-kasus tersebut seharusnya menjadi pertimbangan untuk
menjadikan nilai-nilai ketakwaan dan akhlakul karimah sebagai karakter generasi
3
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

muda bangsa. Salah satu upayanya melalui sistem pendidikan yang menitik beratkan
pada pendidikan karakter. Kemendiknas (2011: 2) menerangkan bahwa tujuan
pendidikan karakter adalah untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya
dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus
dilakukan secara berkesinambungan. Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan tidak hentinya melakukan bebagai upaya untuk
memperbaiki

kualitas

pendidikan

di

Indonesia,

terutama

pendidikan

yang

menghasilkan insan Indonesia yang berkarakter. Salah satu upaya untuk mewujudkan
pendidikan yang seperti di atas, maka para peserta didik harus dibekali dengan
pendidikan yang membawa misi pokok pembinaan karakter yang berakhlak mulia.
Di sinilah mata pelajaran pendidikan agama, khususnya Pendidikan Agama
Islam (PAI) menjadi sangat penting untuk menjadi pijakan dalam pembinaan karakter
peserta didik, mengingat tujuan akhir dari PAI tidak lain adalah terwujudnya akhlak
atau karakter mulia. Menurut Pusat Kurikulum Depdiknas 2004 mengemukakan bahwa
tujuan Pendidikan Agama Islam di Indonesia adalah bertujuan untuk menumbuhkan
dan meningkatkan keimanan, peserta didik melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama
Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketaqwaannya kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sementara itu, Nasih, A.M. (2009: 9) berpendapat bahwa “tujuan pendidikan
agama Islam lebih berorientasi kepada nilai-nilai luhur dari Allah SWT yang harus
diinternalisasikan ke dalam individu anak didik lewat proses pendidikan”. Hal ini
menggambarkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam mengamanatkan pembentukan
karakter peserta didik sesuai dengan nilai-nilai dari Allah SWT sebagai tuhan semesta
alam.
Tentu saja misi pembentukan karakter ini tidak hanya diemban oleh pendidikan
agama Islam saja, tetapi juga oleh pelajaran-pelajaran lain secara bersama-sama.
Meskipun demikian, pendidikan agama Islam dapat dijadikan basis yang langsung
berhubungan dengan pembinaan karakter peserta didik, sebab semua materi pendidikan
agama Islam sarat dengan nilai-nilai karakter.

Sekitar delapan dekade yang lalu, Gandhi (2009: 327) mengungkapkan bahwa
adanya ancaman yang mematikan dari tujuh dosa sosial, salah satunya adalah
pendidikan tanpa karakter. Pendidikan merupakan karakter suatu bangsa. Semakin baik
pendidikan suatu negara, semakin baik pula moral, ekonomi, dan budaya negara
tersebut.

Hal ini menunjukan bahwa pendidikan karakter sangat penting dalam proses
pendidikan, terutama pendidikan yang berbasis pendidikan agama Islam. Untuk
menjawab hal tersebut

Budimansyah (2010: 3) mengatakan bahwa perlu diawali

dengan melihat perjalanan sejarah bangsa kebelakang jauh sebelum Indonesia
mencapai kemerdekaanya. Modal sebagai bangsa yang ingin bernegara pada masa
prakemerdekaan sudah jelas adalah adanya tekad, semangat, keberanian, kesediaan
mengorbankan jiwa, raga, maupun harta demi merebut kemerdekaan. Hasilnya dengan

5
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tekad dan semangat yang dilandasi oleh karakter dan jati diri kebangsaan itulah para
pahlawan memiliki daya juang yang luar biasa di tengah-tengah tekanan kolonialisme.

Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa modal karakter bangsa untuk
mencapai kemerdekaan adalah tekad, semangat, keberanian, kesediaan mengorbankan
jiwa, raga, maupun harta. Artinya bahwa untuk menghadapai tantangan jaman yang
lebih berat daripada jaman sebelum kemerdekaan diperlukan karakter yang kuat dan
tangguh.

Pendidikan karakter dapat dimulai dari ranah pendidikan formal, non formal
ataupun informal mulai sejak usia dini. Hal ini berdasarkan Undang-undang (UU) no.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 ayat 1 menyebutkan
bahwa “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non-formal dan informal”.
Pendidikan formal merupakan pendidikan jalur sekolah, sekolah ini lah yang menjadi
basis terpenting dalam sistem pendidikan nasional dan menjadi salah satu media untuk
membina karakter peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.

Sekolah sebagai Pembina pendidikan karakter perlu dikembangakan secara
holistic, desain pendidikan karakter seharusnya tidak menitik beratkan pada unsur
penilaian kognitif saja, tetapi ranah afektif dan psikomotor harus memiliki porsi yang
lebih dalam proses pendidikan. Salah satu kegagalan pembentukan karakter saat ini
karena terlalu mengkognitifkan nilai-nilai dalam pembentukan karakter, termasuk
Pendidikan agama Islam yang dilakukan oleh para pendidiknya yang selama ini
cendrung menekankan aspek kognitif saja. Wibowo (2012: 55) mengatakan bahwa
“pendidikan agama, yang selama puluhan tahun dianggap salah satu media efektif

6
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penginternalisasian karakter luhur terhadap anak didik, kenyataannya

sekedar

mengajarkan dasar-dasar agama”.
Pendidikan agama seharusnya dapat meningkatkan potensi spriritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT dan akhlak mulia. Akhlak mulia yang mencakup etika, budi pekerti, dan
moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Lebih khusus lagi pendidikan agama
Islam (PAI) di sekolah, merupakan upaya untuk meningkatkan pemahaman,
penghayatan dan pengamalan agama dalam diri peserta didik. “Melalaui PAI, siswa
diharapkan mampu membudayakan diri dengan prilaku yang luhur dan mengamalkan
ilmu beserta keterampilannya sesuai dengan nilai Islam” (Daradjat, 1993: 96).

Berdasar definisi di atas tergambar jelas bahwa PAI merupakan sebuah proses
untuk menata dan merekontruksi pengetahuan yang merupakan aspek kognitif,
meluruskan pemahaman yang merupakan aspek afektif dan meningkatkan pengamalan
yang merupakan aspek psikomotor yang dicakupkan menjadi satu dalam jiwa peserta
didik. Pemahaman yang mendalam akan ajaran dan nilai-nilai agama Islam tersebut,
akan mampu menjiwai perilaku dan tindakan peserta didik dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dengan kata lain, nilai-nilai agama Islam dan ajarannya yang telah
ditanamkan melalui PAI, mampu direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara
nyata.

Sangat disayangkan, harapan dan tujuan dari PAI tersebut belum dapat
direalisasikan, “sebab kenyataannya PAI tidak dapat berperan secara optimal. Bahkan,
ia semakin kehilangan perannya sebagai media mengantarkan peserta didik untuk
memahami dan mengamalkan ajaran agamanya” (Wibowo, A. 2012: 56).
7
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sejatinya pendidikan karakter dalam pembelajaran PAI dapat membina para
peserta didik yang mampu menyikapi pilihan hidup dengan bijak. Dalam lingkungan
sekolah, pendidikan karakter harus dimulai dari guru. Guru bukan hanya mengajarkan
pelajaran karakter, tetapi guru harus mampu menempa dirinya agar berkarakter. Guru
harus menampilkan diri sebagai teladan yang memperlihatkan perilaku yang baik.

Pendidikan karakter harus mengedepankan contoh dan perilaku daripada slogan
dan harapan. Materi pendidikan karakter dipahamkan melalui kegiatan belajar mengajar
dengan metode yang lebih banyak menampilkan peran dan pelakonan yang bukan
hanya sekedar hapalan yang dibutuhkan untuk tes. Guru tidak lagi harus duduk di meja
sambil membaca buku atau menikmati tontonan presentasi siswa. Guru harus mampu
menjadi inspirator setiap siswa dalam belajar.

Demikian juga, mata pelajaran PAI adalah sarana yang menjembatani antara
guru dan peserta didik dalam berelasi. Guru tidak mungkin lepas dari materi pelajaran,
sedangkan guru juga harus mampu mengembangkan materinya sehingga mampu
melahirkan nilai-nilai karakter yang bermakna bagi kehidupan. Karakter dapat diolah
melalui aktivitas yang menampilkan sikap moral yang benar. Guru harus berupaya
meningkatkan pembinaan beragam karakter siswa di kelas dan di sekolah, termasuk
pembinaan emosi dan spritualnya.

Saluran emosi sangat penting dalam ranah pendidikan karakter, sebab emosi
merupakan salah satu ekspresi. Salah satu keuntungan ekspresi adalah mampu
menghargai perbedaan orang lain atau kultur lain tanpa harus terbebani. Melatih peserta
didik berpikir kritis sangat penting, sebab berpikir kritis akan menghasilkan sikap
keberpihakan. Hal ini dapat dilakukan dengan berdiskusi atau berdebat di kelas.
8
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berpikir kritis dengan model debat untuk melatih siswa mampu mendengarkan
argumen atau opini orang lain. Debat bukan melatih peserta didik asal berpendapat,
tetapi memberi kesempatan saling mencermati.

Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai mata pelajaran yang memiliki misi
mewariskan dan mengembangkan nilai peserta didik, maka mata pelajaran tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda dari mata pelajaran lainnya. Nilai moral, etika,
merupakan substansi yang terdapat di dalamnya dan itu semua harus menjadi komitmen
setiap pendidik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut.

Oleh karena itu, apabila dalam belajar PAI tidak memfasilitasi anak untuk
belajar menimbang dan memilih nilai secara kritis dan kreatif, yang menempatkan
peserta didik sebagai peserta pasif, maka pembinaan kedewasaan menjadi pribadi
muslim yang baik sulit diwujudkan.

Dengan demikian, Pembinaan Karakter melalui pembelajaran PAI perlu
dilakukan walaupun guru kesulitan memilih pendekatan dan strategi pembelajaran yang
digunakan.
Dari berbagai permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk menulis tesis
dengan judul “ Pembinaan Karakter melalui pembelajaran PAI” (Studi kasus di MTs
Persis 102 Dayeuhkolot Kab. Bandung).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
dapat dikemukakan sebagai berikut: “Bagaimanakah Pembinaan Karakter melalui

9
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah Persis 102
Dayeuhkolot Kabupaten Bandung?”.
Untuk memberikan arahan penelitian yang jelas, selanjutnya penelitian ini
diuraikan lagi dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Program (Planing) Pembinaan karakter siswa melalui pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di MTs Persis 102 Dayeuhkolot Kabupaten Bandung?
2. Materi/ Nilai-nilai karakter apa saja yang ditanamkan dalam

pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di MTs Persis 102 Dayeuhkolot Kabupaten Bandung?
3. Bagaimana proses pelaksanaan pembinaan karakter siswa melalui pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di MTs Persis 102 Dayeuh kolot Kabupaten Bandung?
4. Bagaimana evaluasi dan hasil pembinaan karakter siswa melalui pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di MTs Persis 102 Dayeuhkolot Kabupaten Bandung?
5. Apa saja kendala-kendala dalam pembinaan karakter siswa melalui pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di MTs Persis 102 Dayeuhkolot Kabupaten Bandung ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan bentuk
Pembinaan Karakter di lapangan melalui pembelajaran PAI di Madrasah Tsanawiyah
Persis 102 Dayeuhkolot kab. Bandung. Secara praktis, penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi dan deskripsi yang jelas dalam hal:
1.

Program (Planing) pembinaan karakter

yang dikembangkan untuk membina

peserta didik melalui pembelajaran PAI di MTs. Persis 102 Dayeuhkolot Bandung.
2.

Materi/ Nilai-nilai karakter dalam membina siswa melalui pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di MTs. Persis 102 Dayeuhkolot Kabupaten Bandung.

10
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.

Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam rangka Pembinaan Karakter
peserta didik.

4.

Keberhasilan Pembinaan Karakter siswa melalui pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di MTs. Persis 102 Dayeuhkolot Bandung.

5.

Kendala-kendala dalam pembinaan

karakter melalui pembelajaran Pendidikan

Agama Islam, yang dapat dijadikan cermin bagi pengembangan pendidikan dan
pendidikan karakter bangsa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan nilai tambah

bagi

pengembangan dan perluasan khajanah pengetahuan dalam upaya Pembinaan
karakter melalui pembelajaran PAI di MTs. Persis 102 Dayeuhkolot yaitu:

1. Manfaat segi teori
Penelitian ini dapat memberikan penjelasan tentang berbagai pengetahuan yang
berhubungan dengan Pembinaan karakter melalui pembelajaran PAI terutama
yang berkaitan dengan materi, metode, dan evaluasi pembinaan karakter
melalui pembelajaran PAI. Dengan demikian dapat membantu dalam
mengembangkan teori pendidikan karakter untuk melengkapi teori pendidikan
umum yang secara spesifik berkenaan dengan pendidikan nilai, moral, etika dan
akhlak.
2. Manfaat secara praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi praktisi pendidikan
baik kepala madrasah, guru, orang tua ustadz/ ustadzah, pengurus lembaga
sosial, majlis taklim, dan masyarakat sekitar yang berkepentinngan dalam upaya
11
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembinaan

karakter melalui Pendidikan Agama Islam, sehingga mampu

merencanakan, membimbing dan mengarahkan peserta didik, mahasiswa, warga
jama’ah dan masyarakat sekitar kepada kehidupan yang lebih berkarakter, lebih
baik dan lebih bernilai.

E. Struktur Organisasi Tesis
Urutan penulisan dalam penelitian yang peneliti rancang adalah sebagai
berikut: Bab I, Bab II, Bab III, Bab IV dan Bab V.
Bab I adalah bab pendahuluan dengan susunan terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur
organisasi tesis. Sedangkan bab II merupakan kajian teoretis terhadap masalah
yang diteliti yaitu ”Pembinaan Karakter Siswa Melalui Pendidikan Agama
Islam di Sekolah” dengan susunan terdiri dari pengertian pendidikan karakter,
pendidikan agama Islam dan pendidikan umum.
Sedangkan bab III adalah metode penelitian yang terdiri dari metode
penelitian, pendekatan penelitian, definisi oprasional, instrument penelitian,
sampling dan satu kajian, tehnik pengumpulan data, tahapan-tahapan penelitian,
validisasi dan realibilitas data. Adapun bab IV adalah hasil penelitian dan
pembahasan yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, temuan-temuan
hasil penelitian melalui wawancara, observasi dan kajian dokumntasi dan
pembahasan, kemudian yang terakhir adalah bab V yang terdiri dari kesimpulan
dan rekomendasi.

12
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

13
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III
METODE PENELITIAN
A. PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan kualitatif dipilih, karena dianggap sangat cocok dengan masalah
yang menjadi fokus penelitian. Selain itu, pendekatan ini juga memiliki karakteristik
tersendiri dibanding dengan jenis penelitian lainnya. Guba dan Lincoln dalam
Alwasilah (2009: 104-107) mengemukakan 14 karakteristik penelitian kualitatif
sebagai berikut: a) Latar alamiah; b) Manusia sebagai alat (instrument); c)
Pemanpaatan pengetahuan non-proporsional; d) Metode-metode kualitatif; e) Sampel
purposif; f) Analisis data secara induktif; g) Teori dilandskan pada data di lapangan;
h) Desain penelitian mencuat secara alamiah; i) Hasil penelitian berdasarkan
negosiasi; j) Cara pelaporan kasus; k) Interpretasi idiografik; l) Aplikasi tentatif; m)
Batas penelitian ditentukan fokus; n) Kepercayaan dengan kriteria khusus.

Berdasarkan pendapat tersebut dipahami bahwa semua karakteristik penelitian
kualitatif tersebut harus nampak dalam penelitian deskriptif analitik kualitatif.
Selanjutnya Guba dan Loncoln (Moleong, 2007: 8) mengemukakan 11 macam
karkteristik kualitatif yakni sebagai berikut: a) latar alamiah; b) manusia sebagai alat
(instrument); c) metode kualitatif; d) analisis data secara induktif; e) teori dari dasar
(grounded theory); f) deskriptif; g) lebih mementingkan proses dari pada hasil; h)
adanya batas yang ditentukan oleh fokus; i) adanya kriteria khusus untuk keabsahan
data; j) desain yang bersifat sementara; k) hasil penelitian dirundingkan dan
disepakati bersama.
99
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dari kedua pendekatan di atas, dalam penelitian ini penulis lebih cendrung
untuk mengikuti karekteristik yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode
deskriptik analitik kualitatif dengan tipe studi kasus. Sedangkan David William
(Maleong, 2007: 5) menyebutkan bahwa istilah kualitatif adalah pengumpulan data
pada satu latar ilmiah, dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh
orang atau peneliti yang tertarik secara ilmiah.
Metode deskriptif analitik kualitatif merupakan metode penelitian yang
menekankan kepada usaha untuk memperoleh informasi mengenai status atau gejala
pada saat penelitian, memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, dan lebih
jauh menerangkan hubungan, serta menarik makna dari suatu masalah yang
diinginkan. Kemudian dalam penelitian deskriptif analitik kualitatif, fenomenologilah
yang dijadikan landasan teoritis utama. Sedangkan yang lainnya dijadikan sebagai
tambahan untuk melatar belakangi teoritis penelitian kualitatif.
Dalam proses pelaksanaannya, metode-metode deskriptif tidak terbatas hanya
sampai kepada deskripsi dan penyusunan data, akan tetapi meliputi analisa dan
interpretasi tentang arti data itu. Sebab itulah, pada penelitian ini dilakukan penelitian
deskriptif analitik kualitatif.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Creswell (1998: 15) bahwa: ―Qualitative
research in an inquiry process of understanding based on distinct methodological
traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds of
informants, and conducts the study in a natural setting”.
100
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Adapun penelitian kualitatif menurut Denzim dan Lincoln (Maleong, 2007: 5)
adalah ―penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsikan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang
ada‖. Sedangkan Kirk dan Miller mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah
―tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung
dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun istilahnya‖
(Maleong, 2007: 4).
Dari penjelasan di atas, Saodih (2009: 147) menarik kesimpulan bahwa
―penelitian kualitatif adalah penelitian yang langsung dilakukan oleh seseorang
melalui pengamatan terhadap manusia dan lingkungan dengan melibatkan berbagai
metode penelitian untuk memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian‖.
Sesuai dengan karakternya, penelitian deskriptif analitik kualitatif biasanya
menggunakan pendekatan studi kasus yang dilakukan pada objek yang terbatas.
Sehingga persoalan pemilihan sampel yang menggunakan pendekatan tersebut tidak
sama dengan persoalan yang dihadapi oleh peneliti kuantitatif. Dan sebagai
implikasinya, hasilnya tidak dapat digenaralisasikan, dengan kata lain hanya berlaku
pada kasus itu saja.
Pada penelitian ini, peneliti membangun sebuah gambaran yang kompleks dan
menyeluruh, menganalisa kata-kata, laporan yang mendetail berdasarkan sudut
pandang informan, serta melakukan penelitian pada latar ilmiah (natural setting).
3. Alasan Memilih Metode Deskrptik Analitik Kualitatif
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti menggunakan metode deskriptik
analitik kualitatif dengan beberapa alasan sebagi berikut: a) Peneliti menggunakan
101
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

metode kualitatif melalui pengamatan (observasi), wawancara (intervieu), atau
penelaahan (studi) dokumen; b) penyesuaian metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan jamak yang kompleks; c) metode ini menyajikan
secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden; d) metode ini
lebih peka dan dapat menyesuaikan diri terhadap pola-pola nilai yang dihadapi; e)
menggunakan analisis induktif; f) proses induktif lebih dapat menemukan kenyataankenyataan jamak sebagaimana yang terdapat dalam data; g) analisis induktif lebih
membuat hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan
akuntabel; h) analisis lebih menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat
keputusn-keputusan tentang dapat-tidaknya pengalihan pada suatu latar lainnya; i)
analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam
hubungan-hubungan; j) analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara
eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik. Sedangkan alasan peneliti memilih
objek penelitian ini berdasarkan observasi dan data yang diterima bahwa karakterkarakter (akhlak) siswa MTs. Persis 102 Dayeuhkolot Bandung cukup positif
walaupun dalam kondisi dan situasi yang kurang mendukung.
B. INSTRUMEN PENELITIAN
Dalam penelitian deskriptif-kualitatif peneliti merupakan instrument utama yang
terjun langsung ke lapangan serta berusaha mengumpulkan data dan informasi melalui
pengamatan langsung (observasi), wawancara, maupun penelaahan dokumen.
Instrument penelitian yang dimaksud, bahwa peneliti langsung menjadi pengamat
dan pembaca situasi serta kondisi pendidikan yang berlangsung di MTs. Persis 102

102
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dayeuhkolot Kab. Bandung, serta bagaimana proses pembinaan karakter peserta didik
melalui Pendidikan Agama Islam itu.
Yang dimaksud peneliti sebagai pengamat adalah peneliti tidak sekedar melihat
peristiwa dalam situasi pendidikan, melainkan memberikan interpretasi terhadap situasi
tersebut. Sedangkan peneliti sebagai pembaca situasi adalah peneliti melakukan analisa
terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi tersebut, dan selanjutnya
menyimpulkan sehingga dapat digali maknanya.
Maleong (2007: 196-172) menjelaskan ciri-ciri manusia sebagai instrument yaitu:
Responsif, Dapat menyesuaikan diri, Menekankan kebutuhan, Mendasarkan diri atas
perluasan pengetahuan, Memproses data secepatnya, Memanfaatkan kesempatan untuk
mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan, Memanfaatkan kesempatan untuk mencari
respons yang tidak lazim dan idiosinkratik. Untuk memperlancar penelitian, peneliti
sebagai instrument harus memiliki ciri-ciri tersebut sebagai usaha untuk mempermudah
pelaksanaan penelitian.
C. SAMPLING DAN SATUAN KAJIAN
Teknik sampling dalam penelitian kualitatif jelas berbeda dengan penelitian
kauantitatif. Pada penelitian kuantitaif, sampel dipilih dari suatu populasi sehingga dapat
digunakan untuk mengadakan generalisasi. Jadi, sampel benar-benar mewakili ciri-ciri
suatu populasi.
Sedangkan dalam penelitian kualitatif sampling itu adalah pengambilan beberapa
sampel untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan
bangunannya (contructions).

103
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dengan demikian, tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaanperbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk
merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Selain dari itu maksud
sampling adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori
yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi
sampel bertujuan (purposive sample).
Menurut Moleong (2007: 224-225) sampel bertujuan dapat diketahui dari ciricirinya sebagai berikut:
1. Rancangan sample yang muncul, yaitu sampel tidak dapat ditentukan atau
ditarik terlebih dahulu.
2. Pemilihan sampel secara berurutan. Tujuan memperoleh variasi sebanyakbanyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan jika
satuannya sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis. Setiap sampel berikutnya
dapat dipilih untuk memperluas informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu
sehingga dapat dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan informasi yang
ditemui. Dari mana dan dari siapa ia mulai tidak menjadi persoalan, tetapi bila
hal itu sudah berjalan, pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan
peneliti. Teknik sampling bola salju bermanfaat dalam hal ini, yaitu mulai dari
satu menjadi makin lam makin banyak.
3. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya, setiap sampel dapat
sama kegunaannya. Namun, sesudah makin banyak informasi yang masuk dan
makin mengembangkan hipotesis kerja maka sampel akan dipilih atas dasar
fokus penelitian.
104
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Pada sampel bertujuan
seperti ini, jumlah sampel ditentukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan
informasi yang diperlukan. Jika maksudnya memperluas informasi yang dapat
dijaring, penarikan sampel pun sudah dapat diakhiri. Jadi, kuncinya disini
adalah jika sudah terjadi pengulangan informasi, penarikan sampel sudah harus
dihentikan.

Dengan demikian, satuan kajian biasanya ditetapkan juga rancangan penelitian
berupa sampel. Adapun keputusan tentang penentuan sampel, besarnya, dan strategi
sampling pada dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian. Kadang-kadang satuan
kajian itu bersifat perseorangan, seperti siswa, klien, atau pasien yang menjadi satuan
kajian.
Bila perseorangan itu sudah ditentukan sebagai satuan kajian maka pengumpulan
data dipusatkan disekitarnya. Hal yang dikumpulkan adalah apa yang terjadi dalam
kegiatannya, apa yang mempengaruhinya, bagaimana sikapnya, dan seterusnya. Dalam
konteks penelitian ini, satuan kajiannya adalah guru Pendidikan Agama Islam dan siswa
yang ada di MTs. Persis 102 Dayeuhkolot Kab. Bandung sedangkan sampelnya satu
orang wakil kepala urusan kurikulum, guru Pendidikan Agama Islam berjumlah tiga
orang dan siswa berjumlah enam orang.
D. TEHNIK PENGUMPULAN DATA
Peneliti menggunakan empat teknik dalam melakukan pengumpulan data yakni
observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.

105
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Tehnik Observasi
Melalui teknik ini, peneliti ikut berperan serta dalam pembelajaran di kelas
yang dilakukan atau diikuti oleh responden. Peneliti berpartisipasi dalam kegiatan
responden namun tidak sepenuhnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan antara kedudukan peneliti sebagai orang luar (pengamat) dan sebagai
orang yang ikut berpartisipasi dalam lingkungan responden. Selain sambil
berpartisipasi, observasipun dilakukan secara terbuka, artinya diketahui oleh
responden karena sebelumnya telah mengadakan survey terhadap responden.
Apa yang dilakukan peneliti di atas, relevan dengan yang diungkapkan
Moleong (2007: 163) bahwa ciri has penelitian kualitatif tidak bisa dipisahkan dari
pengamatan berperan serta, namun peran penelitilah yang menentukan keseluruh
sekenarionya.
Bogdan dalam Moleong (2007: 164) menjelaskan bahwa pengamatan
berperan serta sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial, yang memakan
waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan
selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematik dan
berlaku tanpa gangguan.
Agar hasil observasi dapat membantu menjawab tujuan penelitian yang sudah
digariskan, maka dalam penelitian ini peneliti memperhatikan apa yang diungkapkan
oleh Alwasilah, yakni dalam observasi harus ada lima unsur penting sebagai berikut:
1). Latar (setting); 2). Pelibat (participant); 3). Kegiatan dan interkasi (activity and
interaction); 4). Frekuensi dan durasi (frequency and duration); dan 5). Faktor substil
(subtle factors), Alwasilah (2009: 215-216).
106
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Guba dan Lincoln dalam Moleong (2007: 174-175) mengemukakan beberapa
alasan, mengapa dalam penelitian ini pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya.
Hal ini karena memberikan bantuan sebagai berikut: Pertama, teknik pengamatan ini
didasarkan atas pengalaman secara langsung. Pengalaman langsung merupakan alat
yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang
meyakinkan, biasanya peneliti ingin menanyakan kepada subjek, tetapi karena ia
hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data tersebut; jalan yang
ditempuhnya adalah mengamati sendiri

yang berarti mengalami langsung

peristiwanya. Kedua, teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati
sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada
keadaan sebenarnya. Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa
dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan
yang langsung diperoleh dari data. Keempat, sering terjadi ada keraguan pada
peneliti,

jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias.

Kemungkinan keliru itu terjadi karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil
wawacara, adanya jarak antara peneliti dan yang diwawancarai, ataupun karena reaksi
peneliti yang emosional pada suatu saat. Jalan yang terbaik untuk mengecek
kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan pengamatan. Kelima,
teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang
rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa
tingkah laku sekaligus. Jadi, pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk
situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks. Keenam, dalam kasus-

107
Asep Kusmiadi, 2013
Pembinaan Karakter Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan
dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Selama melakukan pengamatan, peneliti mencatat setiap fenomena yang
ditemukan. Dan sesampainya di rumah catatan yang dibuat pada saat di lapangan,
langsung ditranskif ke dalam catatan lapangan.
Dalam

rangka

mengkonfirmasi

dan

m