Desain Agroforestri pada Lahan Kritis (Studi Kasus di Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar)

DESAIN AGROFORESTRI PADA LAHAN KRITIS
(Studi Kasus di Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar)

BUKHARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
Desain Agroforestri pada Lahan Kritis
(Studi Kasus di Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar)
adalah karya saya sendiri yang diarahkan oleh Komisi Pembimbing dan belum
pernah dipublikasikan oleh siapapun. Sumber data dan informasi yang dikutip
dalam tesis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini. Oleh karena itu, semua isi tesis ini dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.


Bogor, Desember
2008

Bukhari
NRP E051060461

ABSTRACT
BUKHARI. Design of Agroforestry in Critical Land (Case Study in Indrapuri
Subdistrict, Aceh Besar Regency). Under Academic Supervision of NURHENI
WIJAYANTO and BASUKI WASIS.
Design of agroforestry has the objectives of improving the system which
has been existing and providing directives for agribusiness on the basis of
physical, economical, and socio-cultural condition. Design of a system is
inevitably related with pre-diagnosis and diagnosis activities which are aimed at
discovering the existing constraints and problems inside the system, followed by
technological intervention for system improvement and determining the best
agroforestry system in critical land condition. Method used in this study was
identifying the existing agroforestry system, followed by evaluation of land
suitability, financial analysis and community social analysis. This study found
three agroforestry systems based on the existing components, namely

agrisilviculture, silvopasture, and agrisilvopasture. Evaluation of land suitability
showed that in general, land suitability ratings for woody crops and perennial
crops were categorized as moderately suitable (S2), while those for annual crops
/ non rice food crops were categorized as marginally suitable (S3). Results of
financial analysis showed that all existing agroforestry system are feasible to be
practiced, with highest benefit cost ratio 2.7 was found in agrisilvopasture
system. On the basis of landscape consideration, species of Non-MPTS were
more adapted if they were planted in hill ridge, while that of species of MPTs and
perennial crops in slope and valley, and that of annual crops in valley.
Keywords: Agroforestry, Land Suitability, Critical Land, Design.

RINGKASAN
BUKHARI. Desain agroforestri pada lahan kritis (Studi kasus di Kecamatan
Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar). Di bawah bimbingan NURHENI WIJAYANTO
dan BASUKI WASIS.
Usaha-usaha pertanian tradisional yang dilakukan dengan mengkonversi
lahan hutan menjadi lahan pertanian, sering menjadi penyebab terjadinya lahan
kritis. Di Indonesia praktek-praktek usaha tani dan pemanfaatan lahan yang tidak
atau kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air
menyebabkan timbulnya lahan kritis, erosi, bencana kekeringan, serta penurunan

kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Kabupaten Aceh Besar sebagian besar
lahannya terdiri dari lahan kritis. Luas lahan kritis Kabupaten Aceh Besar
mencapai 31.319 ha. Tindakan yang bijak diperlukan dalam merehabilitasi lahan
kritis sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan juga dapat menciptakan
penggunaan lahan menjadi berkelanjutan.
Agroforestri adalah suatu tindakan konservasi tanah dan air melalui
pengelolaan tanaman (crop management) atau metoda vegetatif untuk
mengendalikan erosi dan aliran air permukaan melalui struktur tajuk berlapis,
serta mempengaruhi permeabilitas dan pembentukan agregat tanah. Akumulasi
serasah yang dihasilkan sistem agroforestri cukup tinggi, dan menunjang
perkembangan mikro organisme tanah yang dibutuhkan untuk memelihara
kesuburan tanah, pengendalian erosi, pemulihan lahan kritis. Pemanfaatan lahan
kritis secara optimal dan berkelanjutan merupakan hal penting bagi petani dan
masyarakat. Dari permasalahan tersebut, muncul pemikiran untuk menerapkan
sistim pemanfaatan lahan secara optimal secara spatial, yang memadukan
tanaman pertanian dan tanaman berkayu, menjadi bentuk sistem agroforestri
untuk pengelolaan lahan kritis, dan dapat mengatasi kerusakan lingkungan serta
meningkatkan produktivitas pertanian yang pada akhirnya meningkatkan
pendapatan petani.
Di dalam sistem agroforestri terdapat perpaduan antara berbagai jenis

tanaman, untuk itu diperlukan suatu desain yang merupakan proses
merumuskan, secara spasial dan temporal penggunaan lahan dan melihat
kemungkinan terbaik dari segi ekonomi, lingkungan dan sosial.
Penelitian bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi sistem agroforestri pada
lahan kritis (2) Mengkaji kelas kesesuaian lahan untuk berbagai sistem
agroforestri sebagai alternatif rehabilitasi lahan kritis (3) Menyusun suatu desain
agroforestri yang merupakan sistem penggunaan lahan secara optimal dari segi
ekonomi, ekologi dan sosial.
Metode yang digunakan adalah mengidentifikasi sistem agroforestri yang
ada kemudian dilakukan evaluasi kesesuaian lahan, analisis finansial dan sosial
masyarakat. Dari hasil evaluasi lahan, analisis finansial dan analisis sosial, maka
dilakukan desain agroforestri pada lahan kritis.
Berdasarkan komponen penyusunnya terdapat tiga sistem agroforestri
yang dilakukan oleh masyarakat pada lahan-lahan kritis, yaitu berbentuk
agrisilvikultur, silvopastura dan agrosilvopastura, dimana sistem agroforestri yang
ada merupakan sistem agroforestri tradisional yang dikelola menurut kondisi dan
pengetahuan lokal.
Lahan di lokasi penelitian tergolong kritis, dan berdasarkan evaluasi
kesesuaian lahan terhadap jenis tanaman yang ada di kebun, diperoleh tingkat
kesesuaian untuk komponen tanaman berkayu dan tanaman tahunan tergolong


cukup sesuai (S2) dan komponen tanaman semusim tergolong sesuai marginal
(S3).
Hasil analisis finansial sistem agroforestri di Kecamatan Indrapuri,
diperoleh nilai IRR≥nilai discount rate (i), nilai NPV > 0 (positif), dan B/C Ratio ≥ 1
untuk semua bentuk penggunaan lahan. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa
semua sistem agroforestri berdasarkan sistem penyusunnya baik itu berbentuk
agrisilvikultur, silvopastura dan agrosilvopastura layak untuk dilaksanakan,
dengan benefit cost ratio tertinggi 2,7 dijumpai pada sistem agrosilvopastura,
sedangkan untuk sistem agrisilvikultur 2,2 dan sistem silvopastura 1,5.
Desain agroforestri pada lahan kritis menurut landscape, yang
direkomendasikan yaitu untuk tanaman berkayu seperti jati dan mahoni akan
lebih baik ditanam pada daerah punggung bukit, karena sifatnya yang pionir dan
lebih adopted pada kondisi lahan yang ekstrim. Secara temporal pada punggung
bukit dilakukan perpaduan dengan jenis tanaman MPTs, yang bertujuan sebagai
pengganti apabila jenis-jenis tanaman berkayu seperti jati dan mahoni nantinya
ditebang, sehingga dapat mengantisipasi lahan terbuka dan menjadi kritis lagi.
Tanaman MPTs, tanaman tahunan dan pakan ternak lebih baik ditanam
pada bagian lereng dan lembah, dengan asumsi bahwa tingkat kesuburannya
lebih baik daripada di bagian punggung bukit. Perpaduan jenis tanaman sendiri

harus diperhitungkan agar tidak terjadi interaksi negatif antara tanaman berkayu
dan tanaman tahunan. Penanaman tanaman semusim dilakukan pada bagian
lembah yang mendapat cukup matahari, karena umumya tanaman semusim
membutuhkan matahari yang cukup banyak di dalam pertumbuhannya.
Penanaman di daerah lereng dilakukan harus memperhatikan kaidah
konservasi, yang didukung oleh bangunan konservasi seperti teras atau guludan
dan penanaman dilakukan searah kontur untuk memperkecil tingkat erosi.
Selanjutnya diketahui bahwa air menjadi permasalahan tersendiri bagi petani,
disarankan agar pada bagian lembah dari kebun dilakukan pembuatan sumur
atau kolam penampungan air, agar pada musim panas ketersediaan air
mencukupi untuk kebutuhan usahatani.
Pada kondisi lahan yang relatif datar desain yang dilakukan lebih ditujukan
pada pengaturan letak dan jarak tanam dari berbagai komponen dengan
mempertimbangan interaksi antar komponen. Pengaturan tata letak berbagai
komponen diharapkan dapat meminimalkan interaksi negatif dan meningkatkan
interaksi positif.

Kata kunci: Agroforestri, Kesesuaian Lahan, Lahan Kritis, Desain

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

DESAIN AGROFORESTRI PADA LAHAN KRITIS
(Studi Kasus di Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar)

BUKHARI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc

Judul Penelitian

:

Desain Agroforestri pada Lahan Kritis
(Studi Kasus di Kecamatan Indrapuri, Kabupaten
Aceh Besar)

Nama

:

Bukhari


NRP

:

E051060461

Program Studi

:

Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK)

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Basuki Wasis, M.S
Anggota

Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S

Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S

Tanggal Ujian : 24 Desember 2008

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga penulisan Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tulisan yang berjudul ”Desain Agroforestri pada Lahan Kritis (Studi Kasus di
Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar)”, merupakan hasil penelitian yang
penulis lakukan di Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk membuat
suatu desain sistem agroforestri pada lahan kritis. Penelitian ini diharapkan dapat
memberi informasi tentang sistem agroforestri yang dapat diaplikasikan pada
lahan-lahan kritis untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas lahan,
serta memberi rekomendasi dalam menentukan kebijakan perencanaan
rehabilitasi lahan kritis dengan sistem agroforestri.
Pada kesempatan ini,
Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS

penulis mengucapkan terima
selaku

Ketua Komisi

kasih kepada

Pembimbing

dan

Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak
membantu, mengarahkan dalam penulisan tesis ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Desember 2008

Bukhari

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
pada tanggal 30 Juni 1973 dari Bapak Drs. Arifin dan Ibu Rosmani. Penulis
merupakan putra kedua dari lima bersaudara.
Pendidikan dimulai di TK Dharma Pertiwi Tapak Tuan, Kabupaten Aceh
Selatan. Kemudian pada SDN Jorong Hulu Tapak Tuan, SMP Negeri 1 Tapak
Tuan, dan SMA Negeri 1 Tapak Tuan, tamat tahun 1991. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan S1 pada Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK)
Banda Aceh tamat tahun 1999.
Pada tahun 2006 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan
S2 pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Jawa Barat.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL… ………………………………………………….......................

iv

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….......................

v

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………................

vi

PENDAHULUAN ……………………………………………………………………
Latar Belakang…………………………………………………………………
Perumusan Masalah………………………………………………………….
Kerangka Pemikiran…………………………………………………………..
Tujuan Penelitian………………………………………………………………
Manfaat Penelitian..………………………………………………………….

1
1
3
4
5
6

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Kritis …………..……………………………………….………………
Definisi lahan kritis..………………………….………………………
Kriteria lahan kritis..……………………………………………………
Agroforestri ……...……………………………………………………………
Definisi agroforestri..……………………………………..……………
Ruang lingkup agroforestri..………………………….………………
Lahan dan Pengelolaan Lahan……………………………………………...

8
8
9
11
11
13
15

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat …………..…………………………………………........
Bahan dan Alat ……………………………………………………………….
Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel dan Responden…………….….
Prosedur Penelitian…………..…………………………………………........
Analisa Data dan Penyajian Hasil………………..……………………........

17
17
17
18
20

KEADAAN LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan ……………………........
Kondisi Iklim ………………………………………………………………….
Topografi ………………………………………………………………….….
Jenis Tanah …………..…………..……………………………………........
Kependudukan ………………..…………………………………..……........
Mata Pencaharian…………..…………………………………..……….......
Pendidikan dan Tingkat Pendidikan…………………………..……….......
Penguasaan Lahan………..…………………………………..……….......

26
26
26
27
27
27
29
29

Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lahan Kritis ………………………………………….………………
Sistem Agroforestri pada Lahan Kritis………………………………………
Agrisilvikultur………..……………………………………..……………
Silvopastura………………....………………………….………………
Agrisilvopastura………………....………………………….……………
Subsistem lahan……………....………………………….……………
Subsistem tenaga kerja ……....……………………….…….………
Subsistem dana …………....…………………………….……………
Subsistem produksi makanan ……….....……………….……………
Subsistem kebijakan pembangunan dan infrastruktur .……………
Evaluasi Kesesuaian Lahan Agroforestri……………………………………
Analisis Finansial………………………………………………………………
Pendapat Masyarakat terhadap Sistem Agroforestri …….……………...
Karakteristik masyarakat………………………………. .……………
Pendapat masyarakat terhadap rehabilitasi lahan kritis dengan
sistem agroforestri…………………………………………………….
Desain Sistem Agroforestri pada Lahan Kritis……………………………..
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………….

30
31
32
35
36
39
40
40
41
41
43
49
51
51
52
54
64

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 66
LAMPIRAN…………………………………………………………………………..

68

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis data serta metode pengumpulan data biofisik dan sistem
agroforestri ………………………………………………………………….

19

2. Analisis data dan metode……………………………..…………………….

21

3. Tingkat kekritisan lahan pada berbagai kawasan (Dirjen
RRL,1998)……………………………………………………….………….

22

4. Jumlah penduduk di Kecamatan Indrapuri tahun 2006………………….

28

5. Hasil pengamatan tingkat kekritisan lahan berdasarkan kriteria Dirjen
RRL No. 041/Kpts/V/1998 Departemen Kehutanan tahun
1998………………………………………………………………………….

30

6. Jenis tanaman yang dominan dalam kebun berbentuk agrisilvikultur
menurut landscape………………………………………………………….
34
7. Komponen penyusun kebun sistem agrosilvopastura menurut
landscape…………………………………………………………………….
38
8. Tingkat kesesuaian lahan berbagai jenis tanaman pada sistem
agrisilvikultur…………………………………………………………………
45
9. Tingkat kesesuaian lahan berbagai jenis tanaman pada sistem
silvopastura………………………………………………………………….
46
10. Tingkat kesesuaian lahan berbagai jenis tanaman pada sistem
agrosilvopastura…………………………………………………………….
48
11. Hasil analisis finansial sistem agroforestri di Kecamatan Indrapuri……

49

12. Karakteristik responden di tiga desa di Kecamatan Indrapuri………….

52

13. Pendapat masyarakat terhadap rehabilitasi lahan kritis dengan sistem
agroforestri di tiga desa di Kecamatan Indrapuri………………………..
53
14. Kendala dan alternatif input teknologi………………………………….

55

DAFTAR GAMBAR
Halaman
7

1

Diagram alir kerangka pemikiran….…………………………………..

2

Kondisi lahan di Kecamatan Indrapuri………………………………….

30

3

Kondisi batuan pada lahan lokasi penelitian…………………………

31

4

Kebun berbentuk agrisilvikultur di lokasi penelitian…………………

35

5

Sistem silvopastura di lokasi penelitian………………………………

37

6

Sistem agrosilvopastura yang ada di lokasi penelitian………………..

39

7

Sarana jalan ke kebun dan pasar………………………………………

43

8

Profil sistem agroforestri pada lahan kritis menurut landscape……

58

9

Desain agroforestri pada lahan kritis menurut landscape ………….

59

10 Desain agroforestri pada lahan kritis untuk kondisi lahan datar……

63

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data curah hujan ……………………………….…………………………

68

2. Data suhu udara ………………………….………………………………

69

3. Data kelembaban nisbi …………………..….………………………………

70

4. Hasil analisis tanah………………………………………………………….

71

5. Data hasil analisis untuk kesesuaian lahan…………………………………. 72
6. Kriteria kesesuaian lahan untuk sistem agrisilvikultur……………………...

73

7. Kriteria kesesuaian lahan untuk sistem silvopastura………………………

77

8. Kriteria kesesuaian lahan untuk sistem agrosilvopastura………………….

80

9. Asumsi untuk analisis finansial……………………………………………..

83

10. Analisis finansial sistem agrisilvikultur…………………………………….

88

11. Analisis finansial sistem silvopastura……………………………………..

89

12. Analisis finansial sistem agrosilvopastura…………………………………

90

13. Peta lokasi penelitian…………………………………………………………

91

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Sumberdaya alam hutan, tanah dan air merupakan sumber dan penunjang
kebutuhan hidup manusia serta menjadi modal dasar pembangunan nasional.
Sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, kebutuhan akan lahan
untuk penggunaan non pertanian seperti pemukiman, perkantoran, pergudangan,
sekolah dan jalan semakin meningkat, yang umumnya menggunakan lahan
pertanian yang produktif, sehingga lahan pertanian semakin menyempit. Dilain
pihak kebutuhan akan bahan makanan menjadi semakin meningkat, sebagai
akibat semakin meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya kualitas
hidup. Keadaan tersebut telah mendorong terjadinya penggunaan lahan secara
berlebihan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukungnya. Sejalan
dengan itu, semakin dituntut adanya usaha-usaha yang mengarah pada
pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien, efektif dan bijaksana. Dengan
kata lain pemanfaatan sumberdaya alam untuk pembangunan dan berbagai
aktifitas lainnya harus memperhatikan aspek keberlanjutannya (Departemen
Pertanian 1991).
Usaha-usaha pertanian tradisional yang dilakukan dengan mengkonversi
lahan hutan menjadi lahan pertanian, sering menjadi penyebab terjadinya lahan
kritis. Di Indonesia praktek-praktek usaha tani dan pemanfaatan lahan yang tidak
atau

kurang

memperhatikan

kaidah-kaidah

konservasi

tanah

dan

air,

menyebabkan timbulnya lahan kritis, erosi, bencana kekeringan, serta penurunan
kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Meningkatnya intensifikasi pertanian akan
mengubah kondisi tanah suatu agroekosistem sehingga menyebabkan hilangnya
biodiversitas organisme tanah. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penurunan
jumlah dan diversitas masukan organik ke dalam rantai makanannya, dan
adanya penggunaan bahan kimia serta modifikasi iklim mikro (Van Noordwijk dan
Hairiah 2006). Rendahnya produktivitas lahan mengakibatkan para petani
mencari lahan baru yang subur dan mereka kembali menebas hutan, bahkan
lahan yang terjal juga dibuka untuk usahatani ladang. Jika lahan tersebut sudah
tidak subur, mereka membiarkan lahan-lahan menjadi terlantar dan menjadi
semak belukar, yang pada akhirnya menjadi lahan kritis.

2

Menurut Sitorus (2003) lahan kritis adalah lahan yang pada saat ini tidak
atau

kurang

produktif

ditinjau

dari

penggunaan

pertanian,

karena

penggunaannya tidak atau kurang memperhatikan kaidah konservasi tanah.
Pada lahan kritis ini terdapat satu atau lebih faktor yang menghambat
pemanfaatannya.
Menurut hasil inventarisasi pada lahan kawasan dan lahan budidaya
pertanian yang dilakukan Departemen Kehutanan dan Perkebunan (2002), luas
lahan kritis Indonesia mencapai 21.944.595,70 ha, yang dibagi ke dalam 4
kriteria lahan kritis, digolongkan ke dalam sangat kritis, kritis, agak kritis, dan
potensial kritis. Luas lahan kritis untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
mencapai 860.659,93 ha, dimana digolongkan sangat kritis 5.777 ha, kritis
320.248 ha, agak kritis 96.738,29 ha, dan potensial kritis 437.896,51 ha.
Peningkatkan produktivitas lahan membutuhkan upaya perbaikan sifat fisik
tanah (lapisan atas) yang paling penting dan dibutuhkan untuk menunjang
pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan pepohonan. Perbaikan sifat fisik tanah
meliputi perbaikan struktur dan porositas tanah, sehingga mampu meningkatkan
kemampuan menahan air dan laju infiltrasi. Lapisan atas tanah merupakan
tempat yang mewadahi berbagai proses dan kegiatan kimia, fisik dan biologi
yakni organisme makro dan mikro termasuk perakaran tanaman dan pepohonan.
Dalam rangka menunjang berlangsungnya proses-proses kimia, fisik dan biologi
yang cepat maka diperlukan air dan udara yang tersedia pada saat yang tepat
dan dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu tanah harus memiliki sifat fisik
yang bisa mendukung terjadinya sirkulasi udara dan air yang baik. Sistem
agroforestri dapat mempertahankan sifat-sifat fisik lapisan tanah atas yang
diperlukan untuk menunjang pertumbuhan tanaman (Widianto et al. 2003).
Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologiteknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit
lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem,
bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan,
yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk
interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada (Lundgren
dan Raintree 1982).
Beberapa

hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

sistem

agroforestri

merupakan solusi yang paling praktis untuk mengatasi masalah-masalah

3

kerusakan lahan dan lingkungan karena sistem ini sudah dilakukan oleh petani
dan masyarakat sejak dulu dan merupakan salah satu praktek pertanian
konservasi

produktif

dalam

mencapai

tujuan

pengunaan

lahan

yang

berkelanjutan. Sebagai contoh, sistem agroforestri yang diterapkan di Krui
Lampung dimana mereka telah menerapkan Agroforest Damar. Contoh lain di
Sumatera Barat terkenal dengan Parak, Kalimantan Barat dengan Kebun Durian,
di Sumatera Selatan dan Jambi dengan Kebun Karet Campuran, Pelak di Kerinci
Jambi, dan lain-lain (De Foresta et al. 2000).
Di dalam sistem agroforestri terdapat perpaduan antara berbagai jenis
tanaman, sehingga perlu diketahui potensi lahan atau kelas/kemampuan lahan
untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu
(Harjowigeno dan Widiatmaka 2001). Selain itu diperlukan desain yang
merupakan proses merumuskan, secara spasial dan temporal penggunaan lahan
dan melihat kemungkinan terbaik dari segi ekonomi, lingkungan dan sosial.
Berdasarkan

permasalahan

tersebut

diatas,

perlu

dilakukan

suatu

penelitian yang bertujuan untuk menyusun suatu desain agroforestri pada lahan
kritis berdasarkan potensi kesesuaian lahan, sistem agroforestri, jenis tanaman
dan aspek sosial ekonominya. Desain agroforestri pada lahan kritis bertujuan
untuk memperbaiki sistem yang ada dan menentukan pola

perpaduan yang

optimal secara ekologi dan ekonomi antara komponen yang ada didalamnya,
dalam rangka merehabilitasi lahan kritis sehingga sumberdaya alam dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan dan meningkatkan produktifitas lahan.

Perumusan Masalah
Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan
banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan
fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini
bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal
hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain (Widianto et al. 2003).
Kabupaten Aceh Besar sebagian besar lahannya terdiri dari lahan kritis,
yang meliputi semak belukar, padang rumput dan padang alang-alang. Luas
lahan kritis Kabupaten Aceh Besar mencapai 31.319 ha (BPS Kabupaten Aceh
Besar 2006).

4

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan untuk memperoleh data jenis-jenis
tanaman kehutanan maupun tanaman budidaya yang sesuai untuk lahan kritis
yang ada di Kabupaten Aceh Besar. Data kesesuaian lahan sangat mendukung
untuk keberhasilan kegiatan rehabilitasi lahan. Kegiatan rehabilitasi lahan akan
meningkatkan produktivitas lahan selain itu juga dapat menciptakan penggunaan
lahan menjadi berkelanjutan.
Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin
dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna
lahan tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan.
Agroforestri diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk
penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki
kebutuhan hidup masyarakat.
Dari uraian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1.

Belum teridentifikasinya upaya-upaya agroforestri yang saat ini ada atau
alternatif sistem lain untuk mengatasi masalah lahan kritis

2.

Belum tersedianya data kesesuaian lahan untuk pengembangan sistem
agroforestri di lahan kritis.

3.

Belum dilakukannya analisis ekonomi, ekologis dan sosial terhadap
bentuk kegiatan agroforestri yang melibatkan masyarakat setempat
sebagai alternatif peningkatan pendapatan petani.

Kerangka Pemikiran

Peningkatan

jumlah penduduk yang sangat besar menyebabkan

dibutuhkannya jumlah pangan dan lahan pertanian yang cukup besar. Selain itu,
perkembangan pembangunan juga menyebabkan terjadinya penggunaan lahan
yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kemampuan dan kesesuaian lahan.
Hal ini dapat mengakibatkan erosi dan sedimentasi yang tinggi dan tanah tidak
mampu lagi menyerap air sehingga fluktuasi debit air sangat besar dan pada
musim hujan menyebabkan banjir dan pada akhirnya mengakibatkan lahan
menjadi kritis.
Degradasi sumberdaya lahan dan lingkungan akibat kegiatan usahatani
yang dilakukan tanpa penerapan teknik-teknik konservasi tanah dan air

5

menyebabkan produktivitas dan pendapatan usahatani menurun sangat nyata
dan menurunkan kwalitas sumberdaya lingkungan. Agroforestri adalah suatu
tindakan konservasi tanah dan air melalui pengelolaan tanaman (crop
management) atau metoda vegetatif untuk mengendalikan erosi dan aliran
permukaan melalui struktur tajuk berlapis, serta mempengaruhi permeabilitas
dan pembentukan agregat tanah. Akumulasi serasah yang dihasilkan sistem
agroforestri cukup tinggi, dan menunjang perkembangan mikro organisme tanah
yang dibutuhkan untuk memelihara kesuburan tanah, pengendalian erosi,
pemulihan

lahan

kritis.

Pemanfaatan

lahan

kritis

secara

optimal

dan

berkelanjutan merupakan hal penting bagi petani dan masyarakat. Dari
permasalahan

tersebut,

muncul

pemikiran

untuk

menerapkan

sistim

pemanfaatan lahan yang optimal secara spatial, dengan memadukan tanaman
pertanian dan tanaman berkayu, menjadi bentuk sistem agroforestri untuk
pengelolaan lahan kritis. Penerapan sistem agroforestri pada lahan kritis dapat
mengatasi kerusakan lingkungan serta meningkatkan produktivitas pertanian
yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani.
Evaluasi kesesuaian lahan adalah metode yang dapat membantu melihat
kesesuaian lahan yang optimal dari berbagai jenis yang menjadi penyusun
komponen agroforestri. Fungsi Diagnosis tools ICRAF merupakan perangkat
untuk melihat bentuk dan hambatan di dalam pengelolaan lahan. Sementara
analisis finansial merupakan cara untuk mengetahui kelayakan

kegiatan

agroforestri dengan menggunakan asumsi-asumsi yang dibangun dari data yang
ada. Hasil dari berbagai metode ilmiah

yang dilakukan kemudian dilakukan

desain agroforestri pada lahan kritis yang optimal baik secara fisik, ekologi
maupun ekonomi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari kerangka pemikiran
pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
1. Mengidentifikasi sistem agroforestri pada lahan kritis yang ada di Kecamatan
Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Mengkaji kelas kesesuaian lahan untuk berbagai sistem agroforestri sebagai
alternatif rehabilitasi lahan kritis di Kabupaten Aceh Besar.
3. Menyusun suatu desain agroforestri yang merupakan sistem penggunaan
lahan secara optimal dari segi ekonomi, ekologi dan sosial.

6

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi bagi para
petani dan penentu kebijakan dalam menetapkan pola usaha tani yang dapat
meningkatkan pendapatan petani dan produktivitas pertanian, selain itu juga
sebagai masukan dalam menentukan kebijakan perencanaaan pengelolaan
lahan kritis dengan menerapkan sistem agroforestri.

Gambar. 1. Diagram alir kerangka pemikiran

7

8

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Kritis
Definisi lahan kritis
Definisi lahan kritis berbeda-beda pada setiap departemen atau
instansi pemerintah. Perbedaan pengertian ini perlu diseragamkan untuk
memperkecil perbedaan dalam mendelineasi lahan kritis. Hal ini sangat
penting

agar

penyusunan

konsep

dasar,

strategi

rehabilitasi

dan

pencegahan, serta pengolahan lahan kritis dapat berhasil baik. Kerancuan
pengertian ini timbul karena setiap departemen menggunakan dasar
pengelompokan penamaan yang berbeda disesuaikan dengan keperluan
tugasnya.
Departemen Kehutanan yang sering menangani masalah lahan kritis
menitikberatkan dari segi sifat hidrologi lahan tanpa melihat kondisi tanah.
Dalam menentuan apakah suatu lahan dalam keadaan kritis atau tidak,
dasar yang digunakan adalah tingkat penutupan lahan oleh vegetasi dan
kemiringan lahan. Departemen Kehutanan mendefinisikan lahan kritis adalah
lahan yang keadaan penutupan vegetasinya < 25%, topografi dengan
kemiringan lereng lebih 15% dan ditandai dengan adanya gejala erosi
seperti erosi lembar (sheet erosion) dan erosi parit (gully erosion).
Departemen Pertanian (1991) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan
yang pada saat ini tidak/kurang produktif dari segi pertanian, karena
pengelolaannya dan penggunaanya tidak atau kurang memperhatikan
persyaratan konservasi tanah. Pada lahan ini terdapat satu atau lebih
unsur penghambat yang kurang mendukung dalam usaha pemanfaatan untuk
pertanian.
Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang karena penggunaannya
tidak sesuai dengan kemampuannya sehingga mengalami kerusakan fisik,
kimia dan biologi, yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis,
produksi

pertanian,

pemukiman

dan

kondisi

sosial

ekonomi.

BALITBANGTANAK (2003) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang
telah mengalami kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan
vegetasi dan adanya gejala erosi yang akhirnya membahayakan fungsi
hidrologi dan daerah lingkungannya.

9

Pengertian lahan kritis dapat mencakup berbagai aspek yang cukup
luas daripada lahannya itu sendiri. Misalnya, lahan yang ditutupi alang-alang
atau berupa padang alang-alang, karena tidak produktif dan tidak disenangi,
kadang-kadang digolongkan sebagai lahan kritis. Diperkirakan ada seluas 16
juta hektar padang alang-alang dan belukar di luar Jawa, terutama di
Sumatera, Kalimantan dan Sulawasi. Luas lahan tersebut diperkirakan
meningkat 1- 2% setiap tahunnya (Sitorus 2003)
Ciri utama lahan kritis adalah gundul, berkesan gersang, dan bahkan
muncul batu-batuan di permukaan tanah. Topografi lahan pada umumnya
berbukit atau berlereng curam. Tingkat produktivitas rendah yang ditandai
dengan tingginya tingkat kemasaman tanah. Keadaan hara P, K, C. N dan
Mg tergolong rendah. Selain itu rendahnya Kapasits Tukar Kation (KTK),
kejenuhan basa dan kandungan bahan organik, sebaliknya kadar Al dan Mn
yang tinggi, dapat meracuni tanaman. Selanjutnya keadaan lahan kritis
ditandai dengan vegetasi alang-alang yang mendominasi dengan sifat-sifat
antara lain : memiliki pH tanah relatif rendah yaitu 4,8 - 5,2, mengalami
pencucian tanah tinggi, ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang
menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman. Terdapat reaksi zat
alelopati dari akar rimpang alang-alang yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan tanaman budidaya pada lahan tersebut (Hakim 1991, diacu
dalam Yunita 2005).
Kriteria lahan kritis
Berdasarkan tingkat kekritisannya lahan kritis dapat dibagi menjadi
empat kelas, yaitu potensial kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis
(Suwardjo 1996, diacu dalam Yunita 2005). Lahan Potensial kritis adalah
lahan yang masih produktif tetapi kurang tertutup vegetasi, atau mulai terjadi
erosi ringan, sehingga lahan akan rusak dan menjadi kritis. Lahan yang
termasuk dalam kelas potensial kritis mempunyai ciri-ciri antara lain :
1. Lahan masih mempunyai fungsi produksi, hidrologi sedang, tetapi bahaya
untuk menjadi kritis sangat besar bila tidak dilakukan usaha konservasi.
2. Lahan masih tertutup vegetasi, tetapi karena kondisi topografi atau
keadaan lereng sedemikian curam (>45%), sangat tertoreh dan kondisi
tanah atau batuan yang mudah longsor, atau peka erosi, sehingga bila
vegetasi dibuka akan terjadi erosi berat.

10

3. Lahan yang produktivitasnya masih baik, tetapi penggunaannya tidak
sesuai dengan kemampuannya dan belum dilakukan usaha konservasi,
misalnya hutan yang baru dibuka.
Lahan semi-kritis merupakan lahan yang kurang/tidak produktif,
mempunyai ciri-ciri antara lain:
1. Lahan telah mengalami erosi ringan sampai sedang (horisan A