Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial terhadap Keberlangsungan Usaha Pedagang Burjo di Salatiga T1 352009006 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam kaitanya dengan keberlangsungan usaha pedagang Burjo tentu sangat di pengaruhi
dengan tata nilai yang di bangun melalui kepercayaan dalam menjalankan usahanya. Bekal
kepercayaan dan juga sistem nilai yang di bangun maka tidak heran keberadaan Burjo di Salatiga
sangat berkembang pesat dari tahun ke tahun. Karena mereka memahami betul bahwa modal tidak
hanya berwujud alat-alat produksi, seperti tanah, usaha yang besar, alat-alat canggih, akan tetapi juga
berupa human capital, hal ini jugalah yang akan di jumpai di dalam modal social yang di dalamnya
mengandalkan kepercayaan, dari kepercayaan yang akan menciptakan jejaring, dan untuk menata
jejaring tersebut maka di butuhkan apa yang di sebut sebagai norma. Konsep yang mengarah kepada
modal social terhadap keberlangsungan usaha para pedagang Burjo, maka penulis menggunakan
beberapa konsep di antaranya;
2.1

Modal Sosial
Pengertian modal sosial pertama kali dikemukakan oleh Lyda Judson Hanifan pada tahun 1916

dalam meng- gambarkan pusat-pusat komunitas sekolah di pedalaman (Fukuyama, 2000). Selanjutnya
Hanifan menjelaskan bahwa modal sosial meliputi: rasa bersahabat, kemauan baik, saling simpati,
serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu
kelompok sosial.

Penggunaan istilah yang lebih luas dari modal sosial oleh James Coleman seorang ahli sosiologi
dan Robert Putman ilmuwan politik sebetulnya berasal dari konsep yang dikemukakan oleh Bourdieu
tahun 1970-an. Bourdieu dalam tulisannya

The For

of Capital

membedakan pengertian modal

terdiri dari: modal ekonomi (economic capital); modal kebudayaan (cultural capital ) dan modal sosial
(social capital). Modal ekonomi adalah modal yang secara cepat dapat dikonversikan dengan uang dan
dapat dilembagakan dalam bentuk kepemilikan. Modal ekonomi merupakan dasar dari berbagai jenis
modal yang ada, karena dapat dikombinasikan dengan sumber daya yang lain sehingga da-pat
memproduksi barang atau kesejahteraan. Sedangkan modal kebudayaan menunjuk kepada
pencapaian akademis individu yang dapat menghasilkan kesejahteraan, dengan diberikan contoh

bahwa lulusan perguruan tinggi bagi individu akan berdampak dalam kesejahteraan bila dibandingkan
dengan lulusan sekolah dasar.
Definisi modal sosial diberikan oleh Coleman (1988: 16): “o ial apital is defi ed y its

function. It is not a single entity but a variety of different entities with two elements in common; they
all consist of some aspect of sosial structures, and they facilitate certain actions of actors – whether
persons or corporate actors – withi the stru ture . Modal sosial didefinisikan oleh fungsi-nya bukan
sebagai wujud yang tunggal etapi berbagai macam wujud yang ber-beda dengan dua elemen umum;
(1) me-reka terdiri dari beberapa aspek struktur sosial dan (2) mereka memfasilitasi tindakan-tindakan
tertentu baik per-orangan ataupun aktor korporasi di da-lam struktur tersebut. Aspek struktur sosial
yang menjadi konsep modal sosial adalah unsur-unsur: kewajiban (obligation), harapan (expectation),
kepercaya-an (trustworthiness), saluran informasi (information channel), norma-norma dan sanksisanksi.
Fukuyama (2000) memberikan definisi modal sosial: so ial apital a

e defi ed si ply as a

instantiated set of informal values or norms shared among members of a group that permits them to
orporate with o e a other . Modal sosial secara sederhana didefinisikan sebagai kumpulan nilai-nilai
atau norma-norma informal secara spontan yang terbagi di antara para anggota suatu kelompok yang
memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Fukuyama mengemukakan bahwa mereka
harus mengarah kepada kerjasama dalam kelompok dan berkaitan dengan kebajikan-kebajikan
tradisional seperti: kejujuran; memegang komitmen; ber-tanggung jawab terhadap pekerjaan dan
norma saling timbal balik. Selanjutnya dijelaskan oleh Fukuyama bahwa dalam kondisi tertentu modal
sosial dapat mem-fasilitasi tinggnya derajat inovasi masyarakat dan daya adaptasi masyarakat.

Jones (2005) menyatakan bahwa modal sosial dibedakan menjadi dua dimensi yaitu kognitif
dan struktural. Dimensi kognitif meliputi nilai, tingkah laku, norma, dan kepercayaan. Dengan kata lain
dimensi ini memiliki persepsi perilaku motivasi atau dorongan, timbal balik, berbagi dan saling percaya.
Menurut Liu et.al (2014) modal sosial kognitif merupakan mediator yang menghubungkan antara
manfaat ekonomi dan penduduk yang berperilaku pro lingkungan. Sedangkan modal sosial dalam
dimensi struktural meliputi komposisi, praktek, kelembagaan formal dan informal yang membantu

memfasilitasi saling memanfaatkan dalam tindakan kolektif. Baik dari segi kognitif maupun struktural
modal sosial secara positif berhubungan dengan aktifitas dan lingkungan masyarakat (Jones, 2010).
Penelitian Pretty dan Smith (2003) menunjukan bahwa hubungan antara kepercayaan, timbal balik
dan pertukaran, peraturan biasa, norma dan sanksi dan keterkaitan tindakan individual agar secara
positif menghasilkan outcome yang baik. Tridico (2013) menyatakan bahwa modal sosial dibagi
menjadi beberapa nilai yaitu kepercayaan, kerjasama, masyarakat sipil yang melibatkan diri dalam
urusan publik, kesadaran dalam peraturan, jaringan sosial, reputasi, dan norma sosial anti korupsi.
Putnam (dalam Tridico, 2013) menyatakan bahwa modal sosial meruapakan fitur organisasi sosial
seperti jaringan, norma, dan kepercayaan sosial yang dapat memfasilitasi koordinasi dan kerja sama
untuk manfaat bersama. Dengan demikian atribut pokok modal sosial terdiri dari norma (norm),
kepercayaan (trust), jaringan (networking). Menurut Frick et.al (2012) modal sosial dilihat dengan
masyarakat semuanya merupakan hal penting untuk mencegah adanya sebagai penghubung dalam
menciptakan norma dan kepercayaan dalam struktur jaringan.

Konsep modal sosial menurut peneliti lebih relevan dipakai karena unsur-unsur yang dijelaskan
dalam definisi konsep modal sosial ini lebih sesuai dengan latar belakang sosial dan
keberanekaragaman kehidupan sosial dari pedagang Burjo yang ada di Salatiga, bisa dijelaskan serta
dilihat secara lebih terfokus, daripada konsep-konsep dan unsur-unsur modal sosial yang lain yang
telah dikemukakan. Adapun unsur-unsur pokok modal sosial yang dipakai dalam penelitian ini secara
lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
2.1.1. Norma
Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota
masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Menurut Hasbullah (2006) aturan-aturan kolektif
tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat dan menentukan pola
tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Menurut Fukuyama (2000), norma
merupakan bagian dari modal sosial yang terbentuknya tidak diciptakan oleh birokrat atau
pemerintah. Norma terbentuk melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang membangun sesuatu
tata cara perilaku seseorang atau sesuatu kelompok masyarakat, didalamnya kemudian akan timbul

modal sosial secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang dapat mengatur
kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Menurut Liu et. al (2014) tingkah laku modal sosial
penduduk secara langsung digambarkan melalui norma, nilai dan aturan yang berlaku dalam
masyarakat tersebut.
2.1.2. Kepercayaan

Kepercayaan(trust) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan
sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang
diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling
tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 1995). Menurut
Fukuyama (2001), trust merupakan sikap saling mempercayai di masyarakat tersebut saling bersatu
dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Francois (2003)
memandang trust sebagai komponen ekonomi yang relevan melekat pada kultur yang ada pada
masyarakat yang akan membentuk kekayaan modal sosial. Menurut Setiawati dan Alam (2010)
kepercayaan

mampu

memfasilitasi

masyarakat

untuk

saling


bekerjasama

dan

tolong-

menolong.Menurut Pretty dan Ward (2000), Terdapat dua macam kepercayaan: kepercayaan
terhadap individu yang kita mengenalnya, dan kepercayaan terhadap orang yang kita tidak tahu,
namun akan meningkat karena kenyamanan kita dalam pengetahuan struktur sosial. Saling percaya
terhadap yang lain dalam sebuah komunitas memiliki harapan yang lebih untuk dapat berpartisipasi
dalam memecahkan permasalahan lingkungan (Liu et. Al (2014); Krisnhna dan Uphoff, (1999); Jones
(2005, 2010); Pretty dan Ward (2001).
2.1.3. Jaringan
Aspek ketiga dalam modal sosial adalah jaringan. Menurut J. Mawardi (2007) modal sosial tidak
dibangun hanya oleh satu individu, melainkan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu
kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Jaringan hubungan
sosial biasanya akan diwarnai oleh suatu tipologis khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi
kelompok. Pada kelompok sosial biasanya terbentuk secara tradisional atas dasar kesamaan garis
turun temurun (repeated sosial experiences) dan kesamaan kepercayaan pada dimensi kebutuhan


(religious beliefs) cenderung memiliki kohesif tinggi, tetapi rentang jaringan maupun trust yang
terbangun sangat sempit. Sebaliknya pada kelompok yang dibangun atas dasar kesamaan orientasi
dan tujuan serta dengan ciri pengelolaan organisasi yang lebih modern, akan memiliki tingkat
partisipasi anggota yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan yang lebih luas. Pada tipologi
kelompok yang disebut terakhir akan lebih banyak menghadirkan dampak positif bagi kelompok
maupun kontribusinya pada pembangunan masyarakat secara luas (Hasbullah, 2006).
Tinsley dan Lynch (2001) menyatakan bahwa kekuatan jaringan tergantung dari sudut apa
jaringan tersebut, yaitu pertimbangan asal dan berada pada tingkat mana jaringan tersebut. Jaringan
masyarakat paling kuat dan paling tebal pada tingkat tujuan dan berlanjut menjadi lemah ketika
melihat pada tingkatan daerah, nasional dan internasional. Menurut Tridico (2013) jaringan dan
koneksi baik dibangun pada grup kecil dan suku dominan di Rusia.
2.1.4. Francis Fukuyama
Modal sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai dan norma informal yang dimilki
bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjadinya
kerjasama diantara mereka (Francis Fukuyama, 2002: xii). Tiga unsur utama dalam modal sosial adalah
Kepercayaan Jaringan, dan norma. Trust (kepercayaan) dapat mendorong seseorang untuk
bekerjasama dengan orang lain untuk memunculkan aktivitas ataupun tindakan bersama yang
produktif. Trust merupakan produk dari norma-norma sosial kooperation yang sangat penting yang
kemudian menunculkan modal sosial. Fukuyama (2002), menyebutkan trust sebagai harapan-harapan
terhadap keteraturan, kejujuran, perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang

didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama anggota komunitas-komunitas itu. Trust
bermanfaat bagi pencipta ekonomi tunggal karena bisa diandalkan untuk mengurangi biaya (cost), hal
ini melihat dimana dengan adanya trust tercipta kesediaan seseorang untuk menempatkan
kepentingan kelompok diatas kepentingan individu. Adanya high-trust akan terlahir solidaritas kuat
yang mampu membuat masing-masing individu bersedia mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat
rasa kebersamaan. Bagi masyarakat low-trust dianggap lebih inferior dalam perilaku ekonomi
kolektifnya. Jika low-trust terjadi dalam suatu masyarakat, maka campur tangan negara perlu
dilakukan guna memberikan bimbingan (Fukuyama, 2002: xiii).

2.1.5. Robert D. Putnam

Robert Putnam seorang ahli Ilmu Politik asal Amerika mendefinisikan modal sosial sebagai:
Sesuatu karakteristik yang ada di dalam organisasi sosial, semisal kepercayaan, norma, dan jejaring
yang bisa memperbaiki efisiensi masyarakat melalui memfasilitasi aksi-aksi yang terkoordinasikan
(Putnam 2008, hal. 42).
Organisasi besar kuat dan terus berjaya, apabila bisa membangun tiga hal, yaitu kepercayaan,
norma, dan jejaring yang kuat ketiganya harus berlaku dan ditaati bersama. Ide utama dari teori modal
sosial adalah sangat sederhana: tentang jejaring sosial. Jejaring memiliki nilai. Putnam menjelaskan
bahwa jejaring sosial dan norma-norma yang terkait, saling merespon sebagai modal sosial, karena
seperti modal fisik dan modal manusia (peralatan dan trainning, jejaring sosial menciptakan nilai bagi

dua pihak, individu dan kelompok, dan karena kita bisa melakukan investasi dalam jejaring. Jejaring
social adalah tidak hanya investasi barang semata, bagi mereka seringkali memberikan nilai konsumsi
langsung).

2.2

Keberlangsungan Usaha

Keberlangsungan (Sustainability) diartikan sebagai suatu bentuk kata kerja yang menerangkan
suatu keadaan atau kondisi yang sedang berlangsung terusmenerus danberlanjut, merupakan suatu
proses yang terjadi dan nantinya bermuara pada suatu eksistensi atau ketahanan suatu keadaan
(disarikan dari Kamus Lengkap Bahasa Indonesia). Berdasar definisi ini keberlangsungan usaha
(Business Sustainibility) merupakan suatu bentuk konsistensi dari kondisi suatu usaha, dimana
keberlangsungan ini merupakan suatu proses berlangsungnya usaha baik mencakup pertumbuhan,
perkembangan, strategi untuk menjaga kelangsungan usaha dan pengembangan usaha dimana semua
ini bermuara pada keberlangsungan dan eksistensi (ketahanan) usaha.
Dalam sumber lain keberlangsungan diartikan sebagai : Sustainability is using, developing
and protecting resources in a manner that enables people to meet current needs and provides that
future generationscan also meet future needs, from the joint perspective of environmental,
economic and community objectives.1


1 Sumber www.oregon.gov di unduh 13 agustus 2015

Ini diartikan bahwa keberlangsungan adalah sesuatu

yang dipergunakan untuk

mengembangkan dan melindungi sumber daya yang berada didalamnya, dimana memungkinkan
orang-orang untuk mendapatkan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan akan datang,
dari pandangan gabungan lingkungan, ekonomi dan pandangan masyarakat. Pernyataan-pernyataan
ini dapat dianolagkan dan dipakai sebagai definisi konsep dalam penelitian ini, bahwa
keberlangsungan usaha merupakan suatu keadaan atau kondisi usaha, dimana didalamnya terdapat
cara-cara untuk mempertahankan, mengembangkan dan melindungi sumber daya serta memenuhi
kebutuhan yang ada didalam suatu usaha (industri). Cara-cara yang dipergunakan ini bersumber dari
pengalaman sendiri, orang lain, serta berlandaskan pada kondisi atau keadaan ekonomi yang sedang
terjadi di dalam dunia usaha orang lain, serta berlandaskan pada kondisi atau keadaan ekonomi yang
sedang terjadi di dalam dunia usaha (Business).

2.3.


Penelitian Sebelumnya
Guna mengetahui keaslian akan penelitian ini, maka perlu disajikan hasil kajian atau penelitian

terdahulu yang terkait dengan focus penelitian ini. Beberapa penelitian itu adalah sebagai berikut:
Pertama, Studi Modal Sosial Pedagang Kaki Lima Untuk Mempertahankan Usaha, (Japrizal,
2009), kajian tentang sector informal pedagang kaki lima, ini mengambil setting modal social di kota
baru berkembang yaitu kota Ranai, Kabupaten Natuna. Unit analis dari kajian ini adalah individu
pedagang kaki lima yang mewakili jenis usaha. Dalam penelitian ini diperoleh gambaran tentang modal
so ial ya g erke

a g dikala ga PKL di kota Ra ai ya g

e iliki

odel kerja kola orasi a tar

sesama PKL, komunitas PKL di kota Ranai memilik jaringan (networking) bersifat internal dan
eksternal, aspek modal social lain yang juga terjadi dalam hubungan sesama PKL yang terjadi di kota
Ranai adalah adanya kelembagaan, dan hubungan kekerabatan berupa pinjan meminjam dan arisan.
Factor penyebab eksisnya PKL dalam menghadapi krisis disebabkan PKL umumnya memiliki tenaga
kerja lokal dan padat karya dengan pola manejemen keluarga.
Kedua, Studi Modal Sosial Pedagang Dalam Meningkatkan Daya Saing Pasar (Fatimah, 2012).
Kajian tentang upaya pedagang yang tergabung dalam .forum Silatuhrahmi Paguyuban Pedagang
Pasar Tradisional (FSP3Y) dalam meningkatkan daya saing pasar tradisional. Dalam penelitian tersebut
terdapat pemanfaatan dimensi modal social, factor-faktor pertumbuhan modal social dalam

penyelesaian permasalahan bersama dan meraih kepentingan bersama para pedagang tradisional.
Dalam peneltian tersebut juga menunjukan inovasi kegiatan yang dilakukan oleh FSP3Y mampu
memperbaiki eksistensi kerberadaan pedagang tradisional.
Ketiga, studi Modal Sosial Dalam peningkatan Ekonomi Lokal Masyarakat (Listiyananingrum,
2012). Kajian tentang peningkatan ekonomi lokal di Dusun Karangasem, unit analisisnya adalah
pengrajin wayang kulit. Dalam penelitian tersebut, peningkatan ekonomi lokal terjadi karena adanya
peran modal social yaitu peran modal social jaringan social yang mana dapat menarik relas-relasi
untuk bekerja sama dengan para pengrajin wayang kulit. Dalam penelitian tersebut juga disebutkan
bahwa tampa kepercayaan, kerjasama tidak akan berjalan dengan baik sehingga keduanya sangat
melengkapi supaya tidak terjadi gesekan-gesekan sesama pengrajin wayang kulit, maka terdapat satu
norma yaitu norma tidak tertulis dengan cara memperkuat rasa kekeluargaan di antara mereka
(pengrajin wayang kulit).
Dari penelusuran sejumlah penelitian tentang Modal social tersebut diatas belum ada yang
fokus pada masalah keberlangsungan usaha pedagang Burjo di kota Salatiga Jawa Tengah. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa ada kesamaan dalam melihat tentang masalah modal sosial. Akan tetapi,
penelitian lebih fokus pada analisis tentang keberlangsungan usaha pada pedagang Burjo, dengan
menggunakan modal social. Dengan demikian menurut penulis belum ada yang meneliti tentang
peran modal social terhadap keberlangsungan usaha pedagang Burjo di kota Salatiga.

2.4

Kerangka Pikir

Modal Sosial

`

Pedagang
Burjo

Transaksi

Pembeli

Keberlangsungan
Usaha

Survive

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial terhadap Keberlangsungan Usaha Pedagang Burjo di Salatiga

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial terhadap Keberlangsungan Usaha Pedagang Burjo di Salatiga T1 352009006 BAB I

0 1 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial terhadap Keberlangsungan Usaha Pedagang Burjo di Salatiga T1 352009006 BAB IV

0 1 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial terhadap Keberlangsungan Usaha Pedagang Burjo di Salatiga T1 352009006 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial terhadap Keberlangsungan Usaha Pedagang Burjo di Salatiga

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rentenir dan Ibu Rumah Tangga Pedagang di Pancuran Salatiga T1 222010026 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Modal Sosial Mahasiswa Asrama Mansinam Salatiga T2 752016002 BAB II

0 0 22

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gerakan Perlawanan terhadap Indomart: Studi Gerakan Sosial Pedagang Pasar Tradisional Cengek Kelurahan Tingkir Lor Kota Salatiga T1 BAB II

0 1 15

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB II

0 0 12

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial pada Buruh Gendong dengan Pedagang dan Pembeli di Sub Terminal Agribisnis Jetis Bandungan T1 BAB II

0 0 18