Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Modal Sosial Mahasiswa Asrama Mansinam Salatiga T2 752016002 BAB II

BAB II
LANDASAN KONSEPTUAL
Membahas tentang Modal Sosial, tentu saja, ada banyak sekali definisi yang
berbeda yang dikembangkan oleh para ahli. Definisi konsep Modal Sosial yang dibahas
oleh para ahli akan dipaparkan dalam sub bab ini, namun yang terpenting dalam memahami
Modal Sosial adalah bagaimana memahami norma yang melandasi tindakan sosial
seseorang maupun komunitas,

norma tersebut berhasil membentuk kepercayaan dan

jejaring yang efektif akan menghasilkan hasil maksimal dalam pencapaian-pencapaian
tujuan baik individu maupun kelompok.
2.1.

Konsep Modal Sosial
Field mengatakan dengan jelas demikian: teori Modal Sosial, tesis sentralnya

dapat diringkas dalam dua kata, soal hubungan. Dengan membangun hubungan dengan
sesama, dan menjaganya agar terus berlangsung sepanjang waktu, orang mampu bekerja
bersama-sama untuk mencapai berbagai hal yang tidak dapat mereka lakukan sendirian,
atau yang dapat mereka capai tetapi dengan susah payah.1

Dalam konteks ekonomi, konsep Modal Sosial oleh para ahli ekonomi pada
abad 19 yang lalu2. Dalam literatur sosiologi, konsep Modal Sosial telah dibahas oleh tiga
tokoh utama sosiologi yaitu Durkheim, Marx dan Weber. Durkheim membahas tentang

1

John, Social Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana Yogyakarta

2011), 1

Catignilone, Dario., et.al, Social Capital‟s Fortune: An Introduction: The Handbook of Social
Capital, (Oxford University Press, New York, 2008), 2
2

16

Modal Sosial dalam refleksinya atas transisi jangka panjang dari yang digambarkannya
sebagai solidaritas mekanik dunia feodal menuju solidaritas organic.3
Sebagai kajian keilmuan yang serius, istilah Modal Sosial baru pertama kali
muncul pada tahun 1916 ketika Lyda Hudson Hanifan menulis tentang The Rural School

Community Center.4 Kajian ini mengemuka karena para ahli menyadari bahwa dalam

menggerakan aktivitas-aktivitas yang bersifat ekonomi tidak semata hanya dengan modalmodal seperti modal fisik, modal manusia (pengetahuan dan ketrampilan), namun ada
pelumas lain dalam melancarkan aktivitas itu, yang oleh Putnam disebut sebagai kehendak
untuk melakukan kerjasama demi mencapai tujuan-tujuan bersama.5
Sangat banyak definisi yang disampaikan oleh para ahli tentang Modal Sosial.
Definisi ini juga merujuk pada obyek riset mereka terkait konsep Modal Sosial ini. Putnam
misalnya memfokuskan kajiannya pada tradisi politik Italia dan Amerika, sementara
Bourdieu memfokuskan kajiannya pada kelas sosial serta ketidakadilan sosial pada

masyarakat Perancis.Fukuyama berfokus pada tradisi kultural masyarakat Asia dalam
konteks korporasi.Hampir serupa dengan Bourdieu, Coleman lebih melirik pada kelas
sosial individu dalam masyarakat, dengan kajian pada kehendak untuk berprestasi. Ragam
definisi tentang modal sosial ini, maka tak heran Lin, Fu, Sung berujar:
without clear conceptualization, social capital maybe soon become a catch-all
term broadly used in reference to anything that is “social”6.

3

John Field, Social Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana Yogyakarta


2011), 1
4

Eko Handoyo, Eksistensi Pedagang Kaki Lima: Studi Tentang Kontribusi Modal Sosial Terhadap
Resistensi PKL di Semarang, Disertasi (Tisara Grafika, Salatiga, 2012), 63.
5
Field, Social Capital Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana
Yogyakarta 2011), 20
6
Julia Hauberer, Social Capital Theory: Towards a Methodological Foundation, 1 st Ed., (VS Verlag
fur Sozialwissenschaften, Germany, 2011), 35

17

Putnam7, teoritisi politik asal Amerika dalam meneliti tradisi politik di Italia,
memberikan definisi pertama kali tentang Modal Sosial yaitu
features of social organization, such as trust, norms and networks, than can
improve the efficiency of society by facilitating coordinate actions.


Tahun 1996 Putnam8 lebih mempertegas definisinya tentang konsep Modal
Sosial dengan berujar demikian:
social capital I mean features of social life networks – norm – and trust – that
enable participants to act together more effectively to pursue shared objectives.
Definsi Putnam tentang Modal Sosial sedikit berubah dari tahun 1990-an. Pada
tahun 1996, ia menyatakan bahwa:
yang saya maksud dengan Modal Sosial adalah bagian dari kehidupan Sosial –
Jaringan, Norma, dan Kepercayaan – yang mendorong partisipan bertindak bersama secara
lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama9.
Tiga ramuan utama dalam pembahasan ini belum berubah sejak tahun 1993;
yang baru adalah identifikasi partisipan ketimbang masyarakat sebagai penerima manfaat
dari Modal Sosial. Selanjutnya, dalam buku terkenalnya, Putnam berargumen bahwa:
Gagasan inti dari modal sosial adalah bahwa jaringan sosial memiliki
nilai…kontak sosial mempengaruhi produktivitas individu dan kelompok10.
Istilah itu sendiri didefinisikannya merujuk pada:
Hubungan antar individu – jaringan sosial dan norma resiprositas dan
keterpercayaan yang tumbuh dari hubungan-hubungan tersebut11.
Sebagai seorang Marxis, Pierre Bourdieu menekankan Konsep Modal Sosial
dalam kerangka pembagian kelas dan ketidakadilan struktural. Bourdieu, dalam memetakan
konsepnya, mengalami perubahan skala, dimana pada era 70 - 80an, Bourdieu membangun

konsep Modal Sosial dengan menenkankan lebih kepada kapasitas individu, dengan
ujarannya tentang Modal Sosial adalah berikut:

7

John Field, Social, 35
Robert Putnam, Democracies in Flux: The Evolution of Social Capital in Contemporary Society,
(Oxford University Press, Inc, New York, USA, 2002), 22.
9
Idem, Who Kill Civic America, Prospect, 7. 24, 66 - 72
10
Idem, Bowling Alone, The Collapse and Revival of American Community (Simon and Chuster,
New York, 2000), 18 – 19.
11
Idem, Bowling Alone, The Collapse and Revival of American Community (Simon and Chuster,
New York, 2000), 20
8

18


Social capital is capital social of relationship which will provide, if necessary
useful supports: a capital of honorability and respectability which its often indispensable in
one desire to attract client in social important position, and which may serve a currency,
for instance in a political career 12.

Sementara, di era 80-an, Bourdieu13 membuat definisi tentang Modal Sosial dan
menyebutnya sebagai atribut individu dalam konteks sosial:
Social capital is an attribute of an individual in social context. One can acquire
social capital through purposeful actions and can transform that capital into conventional
economics gain. The ability to do so, however, depends on the nature of social obligations,
connections, and networks available to you.
Selanjutnya, pada era 90-an, Bourdieu memberikan definisi konsep yang lebih
menyeluruh tentang Modal Sosial dengan menjelaskan konsep Modal Sosial menurutnya
sebagai berikut:
Social capital is the resources, actual or virtual, that accrue to an individual or
group by virtue of possessing a durable network of more or less institutionalized
relationships of mutual acquaintance and recognition 14.

Untuk memahami pemikiran Bourdieu tentang Modal Sosial, perlu kita ingat
bahwa pokok perhatiannya dahulu dan sekarang adalah pemahaman atas hierarki sosial.

Dalam banyak hal, ia membahas gagasan yang banyak dipengaruhi oleh sosiologi Marxis.
Menurutnya, modal ekonomi adalah akar dari semua jenis modal lain dan ia tertarik pada
bagaimana hal ini dapat dikombinasikan dengan bentuk modal lain untuk menciptakan dan
mereproduksi ketimpangan. Bagi Bourdieu, ketimpangan harus dijelaskan oleh produksi
dan reproduksi modal. Ia mengingatkan pembaca bahwa modal adalah akumulasi kerja
yang perlu waktu untuk diakumulasikan. Namun, melihat modal semata-mata dari aspek
ekonomi tidaklah cukup.Jelas bahwa pertukaran ekonomi digerakkan untuk mencari laba,
dan dengan demikian diarahkan untuk mengejar kepentingan diri.Namun Bourdieu

12

John Field, Social, 17
Rhonda Phillip and Robert H. Pittman, an Introduction to Community Development, (Routledge,
Canada USA, 2009), 50.
14
John, Field, Social, 17
13

19


menentang padangan konvensional bahwa pertukaran immaterialjagat seni, atau cinta dan
perkawinankarena alasan yang tidak diketahui dipandang sebagai sesuatu yang memiliki
daya tarik. Modal budaya dan Modal Sosial harus diperlakukan sebagai asset, yang
merepresentasikan produk akumulasi kerja.
Bourdieu berargumen, mustahil memahami dunia sosial tanpa mengetahui

peran modal dalam segala bentuknya dan tidak sekedar dalam satu bentuk yang diakui oleh
teori ekonomi.15 Pada awalnya ia mengadopsi modal budaya untuk menjelaskan
timpangnya prestasi akademik anak-anak dari kelas sosial yang berlainan dan dari
kelompok yang berbeda dalam kelas sosial. Dengan menjalankan strategi investasi budaya
di dalam keluarga, beberapa kelompok sosial mampu memastikan anak-anak mereka akan
mendapatkan hasil optimal dari pendidikan. Dalam beberapa hal, ia berargumen bahwa
transmisi modal budaya merepresentasikan bentuk paling efektif transmisi modal budaya
melalui warisan, karena sebagian besar hal tersembunyi dan dengan demikian tidak kurang
siap dikendalikan, sementara itu warisan kekayaan ekonomi dapat dikendalikan melalui
kebijakan pajak.
Bourdieu memasukkan beberapa pendekatan umum yang sama pada

pemaparannya tentang Modal Sosial. Dalam catatan-catatan sementara yang ditulisnya,
Bourdieu menyatakan bahwa istilah Modal Sosial adalah satu-satunya cara utnuk


menjabarkan prinsip-prinsip asset sosial yang menjadi kentara manakala Individu yang
berlainan memperoleh hasil yang sangat tidak setara dari modal yang kurang lebih
ekuivalen (ekonomi atau budaya) menurut sejauh mana mereka mampu memobilisasi

15

Bourdieu, P. The Form of Capital: Handbook Theory and Research in Sociology Foundation, J. G.
(edt). West (Port: Greenwood Press, 1992), 422

20

sekuat tenaga modal dari suatu kelompok (keluarga, mantan siswa sekolah elite, klub
pilihan, kebangsawanan, dan lain sebagainya).16
Jadi, dengan cara yang khas Modal Sosial mereproduksi ketimpangan, namun
hal ini dilakukan secara independen dari modal ekonomi atau modal budaya, yang menjadi
bagian tak terlepaskan darinya. Sejauh bentuk-bentuk modal yang berlainan tidak diubah,
atau lebih tepatnya tidak dapat direduksi menjadi modal ekonomi, itu semua karena
perbedaan mereka dalam mengungkapkan aspek ekonomi.Semakin transparan nilai
ekonomi, semakin besar konvertibilitasnya, namun makin rendah kesahihannya yang

menjadi sumber diferensiasi sosial.17 Daripada konveritibilitas Bourdieu lebih tertarik pada
bagaimana jenis-jenis modal yang berlainan secara bersama-sama membedakan kelas-kelas
utama berdasarkan kondisi eksistensi; dan dalam masing-masing kelas tersebut,
meningkatkan perbedaan-perbedan sekunder pada basis dari perbedaan distribusi modal
secara keseluruhan mereka antara jenis modal yang berlainan.18
Fukuyama menjelaskan Modal Sosial sebagai kemampuan individu dalam

beraktivitas secara tepat untuk mencapai tujuan bersama di dalam komunitas atau
organisasi.19Kata modal manusia banyak digunakan dikalangan ekonom zaman sekarang
modal tidak selalu identik dengan tanah, peralatan, mesin, akan tetapi manusia karena
memiliki pengetahuan dan ketrampilan adalah termasuk di dalamnya maka Modal Sosial
ataupun kemampuan untuk beraktivitas dalam bagian saling terkait dengan orang lain

16

Idem, Arena Produksi Kultural Sebuah Kajian Sosiologi Budaya (Kreasi Wacana, Yogyakarta,

2011), 2
17


Bourdieu, P, The Form 253-254.
Bourdieu, P, The Form, 114.
19
Francis Fukuyama, Social Capital and Civil Society, IMF Working Paper, WP/00/74, April 2000,3
18

21

adalah ketrampilan terpenting manusia. Hal ini tidak akan berhasil jika tidak terdapat
kepercayaan diantara mereka.
Dalam ujarannya, Fukuyama20 mengatakan demikian:
While social capital has been given of different definitions, most of them refer
to manifestation of social capital rather than to social capital itself. The definition I use in
this paper is social capital is an instantiated informal norms that promotes cooperation
between two or more individuals. The norms that constitute social capital can range from a
norm of reciprocity between two friends, al the way to complex and elaborately articulated
doctrines like Christianity of Confusianism. These norms most be instantiated in an actual
human relationship: the norm of reciprocity exist in potential in my dealing with people,
but is actualized in my dealing with friends, at al epiphenomenal, arising because of social
capital but not constituting social capital itself..

2.2.

Fungsi Modal Sosial dalam Kehidupan Kelompok
Sebagaimana Modal lainnya (fisik, finansial, dan manusia), Modal Sosial juga

merupakan sumber daya yang ada dalam suatu komunitas, yang dapat dimanfaatkan oleh
individu atau komunitas itu, untuk tujuan-tujuan yang spesifik. Meskipun begitu, para ahli
Modal Sosial, tidak serta-merta sepakat bahwa Modal Sosial itu dapat dimanfaatkan secara
maksimal oleh semua pihak, baik itu individu ataupun komunitas.Bourdieu, memandang
Modal Sosial hanya dapat diakses dan dimanfaatkan secara penuh oleh mereka yang
memiliki modal budaya yang kuat. Dengan kata lain, Modal Sosial hanya yang ada dalam
komunitas, hanya dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh individu ataupun komunitas yang
memiliki modal budaya yang kuat untuk melanggengkan kekuasaannya. Dalam bahasa
Bourdieu,Modal Sosial adalah sebuah arena pertarungan pertukaran modal-modal simbolik

para aktor yang memiliki modal kultural yang dapat mendominasi individu, komunitas
bahkan massa. Berkebalikan dengan Bourdieu, Coleman justru melihat dari sisi optimistik

20

Francis Fukuyama, Social Capital and Civil Society, IMF Working Paper, WP/00/74, April 2000, 4

22

kekuatan Modal Sosial. Menurut Coleman, Modal Sosial adalah kekuatan yang ada – akses
yang dapat dimanfaatkan bahkan oleh mereka yang memiliki modal yang lemah atau
kurang beruntung. Putnam, dalam meminjam catatannya de Tocqueville, memandang
bahwa Modal Sosial justru menjadi pilar bangkitnya demokrasi di Amerika melalui asosiasi
terbuka, meskipun kepercayaan (trust) tidak menjadi penekanannya, karena yang utama
ialah bagaimana kepentingan-kepentingan per individu dalam komunitas itu diakomodir,
dan selanjutnya diatur dalam konstitusi sebagai kepentingan umum. Dalam asosiasi
terbuka, pada akhirnya setiap orang diperlakukan setara, dan yang terutama ialah
penekanan pada rasionalitas tentang kepentingan bersama itu. Fukuyama melihat Modal
Sosial dalam fungsi sebagai upaya untuk mempertahankan kepemilikan, berbasis klan.
Dalam tesis Fukuyama, upaya untuk membangun imperium bisnis berbasis keluarga, maka
trust (kepercayaan) perlu dipelihara sebagai sebuah tradisi dalam keluarga. Sebagai

wujudnya, maka akses seluas-luasnya (trust) diberikan kepada setiap anggota untuk dapat
membangun korporasi.21
Fungsi yang berbeda-beda tentang modal sosial yang demikian, dalam
perspektif masing-masing ahli, kemudian membuat Woolcook, memetakan berbagai
pemikiran tentang Modal Sosial dan merangkum fungsi Modal Sosial dari berbagai
pemikiran itu dalam tiga fungsi utama, yaitu.22
a) Modal Sosial yang mengikat (bounding), berarti ikatan antara orang dalam
situasi yang sama, seperti keluarga dekat, teman akrab dan rukun tetangga

21

Bandingkan John Field, Sosial Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi
Wacana Yogyakarta 2011), 1-126
22
Woolcook, M,2001 “The Place of Social Capital in Understanding Social and Economics
Outcomes,” 11-17

23

b) Modal Sosial yang menjembatani (bridging), yaitu mencakup ikatan yang
lebih longgar dari beberapa orang, seperti teman jauh dan rekan sekerja dan
c) Modal Sosial yang menghubungkan (linking), yang menjangkau orangorang yang berada pada situasi yang berbeda, seperti mereka yang sepenuhnya
ada diluar komunitas, sehingga mendorong anggotanya memanfaatkan banyak
sumber daya.
2.3.

Proses Pembentukan Modal Sosial
Bertanya tentang bagaimana proses pembentukan Modal Sosial, sama dengan

pertanyaan bagaimana komunitas terbentuk, atau dalam skala yang lebih besar, bagaimana
masyarakat itu terbentuk? Dasar pemikiran pembentukan Modal Sosial adalah kesadaran
bahwa tujuan baik itu tujuan yang bersifat individu maupun akhirnya tujuan-tujuan bersama
komunitas tidak dapat dicapai jika hanya dilakukan seorang diri.
Dalam Studinya tentang suku-suku di Aljazair selama tahun 1960-an, Bourdieu
menggambarkan perkembangan dinamis struktur nilai dan cara berpikir yang membentuk
apa yang disebutnya dengan „habitus‟, yang menjadi jembatan antara agensi subyektif
dengan posisi obyektif. Ketika mengembangkan gagasannya tentang habitus, Bourdieu
menengaskan bahwa kelompok yang mampu menggunakan simbol-simbol budaya sebagai
tanda pembeda, yang menandai dan membangun posisi mereka dalam struktrur sosial.Ia
memperkuat pandangannya dengan menggunakan metafora „modal budaya‟, yang
menunjuk pada cara kelompok memanfaatkan fakta bahwa beberapa jenis selera budaya
menikmati lebih banyak status daripada jenis selera budaya yang lain. Kemampuan untuk
menikmati Bach, misalnya, bukanlah tanda superioritas intrinsik melainkan koin dalam
mata uang budaya yang digunakan oleh kelompok sosial tertentu untuk mempertahankan
24

superioritas atas kelompok lain. Lebih jauh lagi, Bourdieu berulang kali menengaskan,
modal budaya yang dimiliki bukan sekedar mencerminkan sumber daya modal finansial
mereka.Dibangun oleh kondisi keluarga dan pendidikan di sekolah, modal budaya pada
batas-batas tertentu dapat beroperasi secara independen dari tekanan uang, dan bahkan
dapat memberikan kompensasi bagi kekurangan uang sebagai bagian dari strategi individu
atau kelompok untuk meraih kekuasaan.23
James Coleman, seorang sosiolog penting Amerika yang banyak memberikan

pengaruh pada studi pendidikan, sejauh ini memiliki pengaruh yang lebih besar
dibandingkan Bourdieu. Dalam serangkaian penelitian tentang prestasi pendidikan di
lingkungan kumuh Amerika, Coleman mampu menunjukkan bahwa Modal Sosial tidak
terbatas pada mereka yang kuat, namun juga mencakup manfaat riil bagi orang miskin dan
komunitas yang terpinggirkan. Modal Sosial menurut Coleman, merepresentasikan sumber
daya karena hal ini melibatkan harapan akan resiprositas, dan melampaui individu manapun
sehingga melibatkan jaringan yang lebih luas yang hubungan-hubungannya diatur oleh
tingginya tingkat kepercayaan dan nilai-nilai bersama.24
Lebih umum lagi, Coleman berusaha mengembangkan ilmu sosial interdisipliner yang bisa berasal dari ilmu ekonomi dan sosiologi.Coleman banyak dipengaruhi
oleh karya Gary Becker, yang sebagaimana dirinya, bekerja di Universitas Chicago. Karya
Becker tentang Modal manusia, yang menerapkan prinsip-prinsip ekonomi pada studi

pendidikan, keluarga, kesehatan dan diskriminasi, menggunakan kerangka kerja teori

23

Field, John, Sosial Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana
Yogyakarta 2011), 20-22
24
Field, John, Sosial Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana
Yogyakarta 2011), 23

25

pilihan rasional, dan dalam kerangka kerja intelektual inilah ia berusaha menempatkan
konsepsinya tentang Modal Sosial. Teori pilihan rasional (atau tindakan rasional) memiliki
keyakinan dengan ekonomi klasik bahwa semua perilaku berasal dari individu yang
berusaha mengejar kepentingan mereka sendiri dengan demikian interaksi sosial dipandang
sebagai bentuk pertukaran. Dari teori pilihan rasional Coleman berkembang pandangan
yang luas tentang masyarakat sebagai sekumpulan sistim sosial perilaku individu. Untuk
menguraikan prinsip-prinsip tatanan sosial, Coleman mengusulkan agar perilaku pada level
sistim harus dipilah-pilah lagi menjadi pemahaman atas preferensi individu dan tindakantindakan mereka.25
Sosiologi pilihan rasional memiliki model perilaku individu yang sangat
individualistik, dengan setiap orang yang secara otomatis melakukan hal-hal yang akan
melayani kepentingan mereka sendiri, tanpa memperhitungkan nasib orang lain. Bagi
Coleman, konsep Modal Sosial adalah sarana untuk menjelaskan bagaimana orang

berusaha bekerja sama. Satu contoh dari bagaimana hal ini bekerja, yang banyak dipilih
oleh teoritisi pilihan rasional, berasal dari teori permainan.
Coleman mengelaborasi definisi Modal Sosial ini dalam satu makalah yang

banyak dikutip, yang keyakinan sentralnya – hubungan antara Modal Sosial dengan modal
manusiamerefleksikan
ekonomi.Argumennya

perhatiannya
terpusat

pada

terhadap
identifikasi

sintesis

antara

kontribusi

sosiologi

Modal

Sosial

dan
bagi

pembangunan modal manusia.Coleman lebih sedikit memberikan perhatian pada evaluasi
kelebihan relatif Modal Sosial dan modal manusia sebagai konsep ketimbang membedakan

25

Field, John, Sosial Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana
Yogyakarta 2011), 24

26

keduanya dan mengeksplorasi kesalingterkaitannya. Seperti ditemukan kemudian daripada
menjadi konsep yang saling bersaing, keduanya menunjuk pada fenomena yang saling
terkait namun terpisah yang diyakininya seringkali bersifat saling melengkapi.26
Sejak diterbitkannya studi penting yang dilakukannya, yaitu Bowling Alone
pada tahun 2000, Robert Putnam terkenal sebagai pendukung Modal Sosial yang paling
banyak dikenal khalayak. Kalau Bourdieu dan Coleman dikenal dalam dunia sosiologi dan
teori sosial pada cakupan terbatas, kontribusi Putnam melampaui batas-batas bidang
profesionalnya, yaitu ilmu politik, dan menjangkau publik yang lebih luas.27
Bertolak belakang dengan sosiolog Coleman dan Bourdieu,Putnam berlatar
belakang ilmu politik.Setelah di bawah arahan Ron Inglehart meneliti hubungan nilai sosial
dengan sikap politik, studi utama Putnam pertama mengulas peran keterlibatan warga
dalam membangun stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi, yang didasarkan atas
penelitian lapangan di Italia.Selanjutnya, dengan cepat Putnam mengalihkan perhatiannya
ke Amerika Serikat, dan menerbitkan serangkaian makalah yang mengklaim telah
menunjukkan bahwa telah terjadi kemerosotan besar Modal Sosial sejak tahun 1940-an,
yang menjelaskan tidak terkendalikannya banyak kawasan urban diAmerika.Sebagaimana
tampak pada komentarnya tentang ketenaran yang diraihnya, tesis ini berbicara tradisi
panjang dan kepedulian terhadap kondisi demokrasi dan komunitas di Amerika
Serikat.Kepedulian ini dapat dilacak kembali pada pertama abad ke-19, dan terutama pada

26

Coleman, J. 1994. Social Capital in The Creation of Human Capital, Suplement, (American
Journal Sociology, 1994), 304.
27
Field, John, Social Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana
Yogyakarta 2011), 25

27

diterimanya tulisan-tulisan Alexis de Tocqueville, seorang penulis Perancis pada abad ke-19
di Amerika, yang tetap mewarnai analisis politik Amerika Utara sampai dengan hari ini.28
Bercermin pada perjalanannya ke seluruh Amerika Serikat pada tahun 1831,
pada awalanya de Tocqueville sedikit terkejut dengan apa yang dilihatnya sebagai
demokrasi besar pertama di dunia yang mendekati anarki. Berpandangan konservatif, de
Tocqueville percaya bahwa kesetaraan formal di hadapan hukum pasti cenderung

menghasilkan masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang teratomisasikan, yang
kemudian akan mengarah pada despotisme. Namun, ketika melakukan perjalanan, ia
mengubah pandangannya, ketika menemukan arena pembelajaran warga yang tidak selaras
di dalam kehidupan asosiasional Amerika.
Dalam asosiasi-asosiasi politik, bangsa Amerika, dengan segala kondisi,
pikiran, dan usia, sehari-hari merasakan nikmat umum dari asosiasi dan semakin terbiasa
dengan penggunaan hal ini. Disana mereka berkumpul dalam jumlah banyak, mereka
berbicara, mereka mendengar satu sama lain, dan secara timbal balik mereka tergerak untuk
berbuat. Pada akhirnya mereka memasukkan ke dalam kehidupan warga pemahamanpemahaman yang telah mereka peroleh dan menjadikannya melayani seribu tujuan.29
Bagi de Tocqueville, kehidupan asosiasional merupakan landasan penting
tatanan sosial dan satu sistim yang relatif terbuka, dan jelas-jelas pasca artistokratis.
Tingginya tingkat keterlibatan warga yang jauh dari mengajak ke arah despotisme,
mengajarkan orang bagaimana bekerjasama dalam kehidupan bermasyarakat; ini adalah

28

Field, John, Social Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana
Yogyakarta 2011), 26
29
Tocqueville, de, Alexis, Revolusi, Demokrasi dan Masyarakat, Terj (Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
1993), VII

28

tempat bagi tumbuhnya masyarakat demokrasi. Pesan Putnam mendapatkan banyak
audiens karena ia menyatakan bahwa batu landasan Tocquevillian bagi demokrasiAmerika

mulai rusak.30
Selanjutnya teori Modal Sosial yang dikemukakan Putnam menunjukkan
kesamaan menonjol dengan pandangan Durkhemian tentang solidaritas. Penggunaan kata
seperti produktivitas dan secara efektif berarti bahwa ia melihat Modal Sosial sebagai
sesuatu yang fungsional, namun konteksnya menjelaskan bahwa ia tidak sedang
menjelaskan aktor individu teori pilihan rasional yang melakukan kalkulasi.31
Dalam bukunya yang berjudul Guncangan Besar Kodrat Manusia dan Tata
Sosial Baru, Fukuyama menemukan adanya kemunduran hierarki birokratis dalam bidang
politik dan ekonomi seiring dengan berkembangnya teknologi informasiProduksi berbasis
industri pun mengalami transisi kearah bentuk produksi berbasis informasi. Sistim
kepemimpinan hierarkis mengalami erosi dan model jaringan yang bertandakan hubungan
informal dan persekutuan antar organisasi, sebagaimana dapat disaksikan pada sistim
keiretsu Jepang, persekutuan perusahan Italia, dan hubungan Boeing dengan pemasoknya,
dan menutup kelemahan dari sistim hierarki.32
Pertukaran dalam model jaringan, menurut Fukuyama, bersifat timbal balik,
tidak semata-mata berdasarkan prinsip untung rugi33. Hal ini terjadi karena pertukaran
dalam jaringan berbasis norma bersama bersifat informal, tidak mengharapkan balasan
langsung, tetapi mendambakan manfaat jangka panjang. Jaringan ini merupakan bagian
30

Field, John, Social Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana
Yogyakarta 2011), 27
31
Field, John, Social Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana
Yogyakarta 2011), 29
32
Francis Fukuyama, Social Capital and Civil Society, IMF Working Paper, WP/00/74, April 2000, 8
33
Francis Fukuyama, Social Capital and Civil Society, IMF Working Paper, WP/00/74, April 2000,9

29

penting dari Modal Sosial. Jaringan atau Jejaring Sosial, dalam pandangan Christakis dan
Flowermemuat dua aspekpenting, yaitu: (1) ada hubungan yakni siapa yang tersambung
dengan siapa; (2) penularan (contagnion), yang merujuk pada apa saja yang mengalir
sepanjang ikatan.34
Pada level individu, anggota jaringan akan memperoleh keuntungan, misalnya
meningkatkan akses pada pertukaran informasi, penegakan kontrak dan fokus pada visi dan
tujuan kolektif. Dalam konteks demikian, Modal Sosial dipahami sebagai norma timbal
balik dan jaringan atau asosiasi yang dapat mempromosikan tindakan kerjasama dan yang
dapat digunakan sebagai sumber daya sosial untuk manfaat yang saling menguntungkan.35
Pentingnya kepercayaan dalam mencapai kesejahteraan ekonomi merupakan
sorotan utama dalam kajian yang dilakukan Francis Fukuyama. Dalam karyanya Trust: The
Social Virtues and the Creation of Prosperity,Fukuyama, seorang pakar sosiologi Amerika

keturunan Jepang kelahiran Chicago yang terkenal ini, mengatakan, konsolidasi
kesejahteraan dan demokrasi serta daya saing suatu masyarakat ditentukan oleh tingkat
kepercayaan antar sesam warga. Bertolak dari karya pakar sebelumnya, terutama James
Coleman, Fukuyama menggunakan konsep kepercayaan untuk mengukur tingkat Modal

Sosial.Ia berpendapat bahwa Modal Sosial akan menjadi semakin kuat apabila dalam suatu
masyarakat berlaku norma saling balas membantu (resiprositas) dan kerjasama yang
kompak melalui suatu ikatan jaringan hubungan kelembagaan sosial. Fukuyama
menganggap kepercayaan itu sangat berkaitan dengan akar budaya, terutama yang
berkaitan dengan etika dan moral yang berlaku. Karena itu, ia berkesimpulan bahwa tingkat
34

Christakis, N. A., & Flower, J, Connected. Dahsyatnya Kekuatan Jejaring Sosial Mengubah Hidup
Kita.(Jakarta: Kompas Media, 2001), 134.
35
Woolcook, The Place of Social Capital, 11-17.

30

saling percaya dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang dimiliki
masyarakat yang bersangkutan. Berdasarkan penelitiannya di beberapa negara Asia, seperti
Cina, Jepang dan Korea Selatan, Fukuyama menemukan bahwa untuk mencapai
keberhasilan ekonomi diperlukan adanya organisasi-organisasi ekonomi berskala besar dan
koorporasi yang demokratis. Namun, menurut pendapatnya, kelembagaan itu dapat
berfungsi secara baik apabila terdapat cukup perhatian terhadap pentingnya peranan
kebiasaan-kebiasaan dalam budaya tradisional.Peraturan, kontrak, dan rasionalitas ekonomi
semata

tidak

cukup

menjamin

stabilitas

dan

kesejahteraan

masyarakat

secara

merata.Diperlukan adanya nilai-nilai resiprositas, tanggungjawab moral, kewajiban
terhadap masyarakat dan kepercayaan yang lebih didasarkan pada adat kebiasaan daridapa
perhitungan rasional.36
Selanjutnya, masih dalam bukunya tersebut, Fukuyama mengatakan bahwa
kepercayaan muncul apabila masyarakat bersama-sama memiliki seperangkat nilai-nilai
moral yang memadai untuk menumbuhkan perilaku jujur pada warga masyarakat.
Kelangsungan hidup organisasi dan kelembagaan besar ekonomi juga ditentukan oleh
masyarakat sipil (civil society) yang sehat dan dinamis, yang pada gilirannya tergantung
pula pada adat kebiasaan dan etika, sebagai hal-hal yang bisa terbentuk secara tidak
langsung dengan adanya kemauan baik untuk itu, serta adanya kesadaran yang semakin
besar dan penghargaan terhadap budaya.
Bertitik tolak dari keyakinan bahwa nilai-nilai budaya yang berkaitan dengan
kepercayaan suatu bangsa merupakan faktor penentu perkembangan ekonomi negara
bersangkutan, akhirnya Fukuyama
36

sampai pada pembedaan bangsa-bangsa dalam dua

Syahra, R “Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi” Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol 5 No 1, 2003, 1-22.

31

kategori.Kategori pertama adalah bangsa-bangsa yang memiliki tingkat kepercayaan yang
rendah (low-trust society) dalam nilai budayanya. Masyarakat seperti ini sulit untuk dapat
mengembangkan usaha-usaha berskala besar karena dalam nilai budayanya tingkat
kepercayaan terbatas pada lingkungan keluarga atau familistik. Di luar lingkungan keluarga
itu, kepercayaan sulit ditumbuhkan.Fukuyama menyebut Cina, Perancis dan Korea sebagai
contoh-contoh masyarakat yagn memiliki nilai budaya kepercyaan rendah. Sebaliknya,
bangsa-bangsa telah lebih dahulu berhasil membangun kekuatan ekonomi dunia, seperti
Amerika Serikat, Jepang dan Jerman, menurut Fukuyama adalah berkat masyarakatnya
memiliki nilai budaya kepercayaan yang tinggi.37
2.4.

Unsur-Unsur Modal Sosial
Modal Sosial memiliki unsur-unsur yang jika semuanya berfungsi akan

memiliki manfaat besar dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial. Unsur-unsur modal
sosial meliputi kepercayaan (trust), norma (norm), dan jaringan (network), Kepercayaan
(trust) bisa sebagai kata benda dan kata kerja.38 Sebagai kata benda, trust berarti
kepercayaan, keyakinan, atau rasa percaya; sedangkan sebagai kata kerja, trust berarti
proses mempercayai sesuatu yang jelas sasarannya. Kepercayaan antara manusia memiliki
tiga memiliki tiga komponen penting, yaitu (1) hubungan sosial antara dua orang atau
lebih(2) harapan yang terkandung dalam hubungan tersebut, yang jika direalisasikan tidak

37

Syahra, R “Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi” Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol 5 No 1, 2003,

23
38

Lawang, Robert. M.Z., Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologi: Suatu Penganta,(Depok: FISIP
UI Press, 2005), 45

32

akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak(3) interaksi sosial yang memungkinkan
hubungan dan harapan tersebut terwujud.39
Hubungan sosial berlangsung melalui struktur sosial, mulai dari yang paling
kecil (mikro) hingga yang paling besar (makro). Dalam hubungan sosial ini, harapan yang
ada pada seseorang bisa berupa yang kurang mengharapkan dan sangat mengharapkan atau
bisa berupa rumusan hipotetik, semakin kuat dan baik hubungan sosial, semakin tinggi
harapan yang ingin diperoleh.Harapan pada sesuatu yang masih akan terjadi di masa yang
akan datang, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.40
Bagi seseorang, harapan berkaitan dengan sesuatu yang menjadi cita-cita untuk
diwujudkan. A percaya kepada B dengan harapan ia akan memperoleh sesuatu yagn
berguna abgi dirinya dan mungkin juga bagi B. Jika harapan tersebut hanya berguna bagi A
saja, harapa tersebut bersifat unilateral. Contoh yang dapat diutarakan, misalnya, orangtua
(A) berharap agar anaknya (B) bisa menjadi orang yang berhasil ketika telah bertumbuh
menjadi dewasa.Apabila anaknya (B) mengetahui dan bersikap serta bertindak sesuai
dengan harapan orangtua, maka harapan tersebut berubah sifatnya menjadi bilateral atau
saling mengharapkan.41
2.4.1 Kepercayaan (Trust)
Kepercayaan adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang
berperilaku normal, jujur dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama,
demi kepentingan anggota yang lain dari komunitas itu. Saputro mengatakan bahwa trust
39

Lawang, Robert. M.Z., Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologi: Suatu Pengantar,(Depok: FISIP
UI Press, 2005, 45-46
40
Lawang, Robert. M.Z., Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologi: Suatu Pengantar,(Depok: FISIP
UI Press, 2005,),46
41
Eko, Handoyo. Eksistensi Pedagang Kaki Lima, 76

33

sebagai bagian dari Modal Sosial merupakan bagian tak terpisahkan yang menjadi
“roh”Modal Sosial.
Dalam kepercayaan, terdapat dua pihak, yaitu pihak yang mempercayai atau
trustor , dan pihak yang dipercayai atau trustee.Keduanya memiliki tujuan untuk memenuhi

kepentingan mereka.42Seorang pemberi kepercayaan (trustor ) harus memutuskan apakah ia
akan menaruh kepercayaan atau tidak dan juga trustee memiliki pilihan apakah akan
menjaga kepercayaan atau akan mengkhianati kepercayaan yang diberikan. Seorang
pemberi kepercayaan (trustor ) umumnya adalah agen rasional. Biasanya ia akan
memberikan kepercayaan kepada penerima kepercayaan (trustee) ketika rasio peluang
perolehan dengan peluang kekalahannya lebih besar daripada rasio jumlah potensi kerugian
dengan jumlah potensi keuntungan.43
Trustee yang menerima kepercayaan akan mengubah relasi asimetris menjadi

relasi simetris, ketika ia merasakan ada keuntungan timbal balik yang diperoleh dan
diharapkan dari si trustor. Ketika penerima kepercayaan (trustee) melakukan tindakan yang
jauh lebih menguntungkan dari sekedar membalas kewajiban, maka penerima kepercayaan
(trustee) telah menunaikan kewajiban sekaligus menciptakan kewajiban bagi pemberi
kepercayaan (trustor ).Kewajiban ini tercipta jika balasan kewajiban tersebut tidak hanya
bernilai dan menguntungkan si pemberi kepercayaan (trustor), tetapi juga menuntut
pengorbanan dari si penerima kepercayaan (trustee) melebihi nilai kebaikan awal yang
diterimanya44.

42

Eko, Handoyo. Eksistensi Pedagang Kaki Lima, 77
Eko, Handoyo. Eksistensi Pedagang Kaki Lima, 78
44
Eko, Handoyo. Eksistensi Pedagang Kaki Lima, 79

43

34

Kepercayaan memiliki tiga aras yaitu: (a) pada aras individu, dimana
kepercayaan merupakan bagian dari moralitas yang selalu melekat pada karakter setiap
individu. Kepercayaan pada aras ini terbentuk apabila seorang dapat memenuhi harapa
orang lain sesui janji (keeping promise) sesuai yang telah disepakati; (b) kepercayaan pada
aras kelompok atau lembaga, yang menjadi karakter moral kelompok dan institusi.
Kepercayaan pada aras ini termasuk kepercayaan pada regulasi dan beragam bentuk
institutional agreement yang digunakan dalam rangka menjaga amanah di tingkat

kelompok sosial secara efektif; dan (c) kepercayaan pada sistim yang abstrak seperti
ideologi dan religi yang membantu setiap individu dalam mengopreasionalisasikan
kepercayan dalam hubungan bermasyarakat.45
2.4.2 Jaringan
Saputro mengatakan bahwa jaringan sosial merupakan sebuah hubungan sosial
yang terpola atau disebut juga sebagai pengorganisasian sosial.Jaringan sosial juga
menggambarkan hubungan antar perkumpulan orang yang saling terkait baik langsung
maupun tidak langsung46.Calcoun menjelaskan bahwa jaringan sosial terbentuk tidak lepas
dari komunikasi yang dibangun dan terjalin antar individu. Komunikasi yang intensif ini
difokuskan pada pertukaran informasi dalam maksud untuk mencapai tujuan bersama,
kesepakatan bersama dan pengertian bersama.47

45

Lendesang, Yager. 2014. Analisis Modal Sosial Pada Komunitas Anak Jalanan di Pasar Pagi Kota
Samarinda Kalimantan Timur, ( Fisip UNMUL, 2014), 44.
46
Lendesang, Yager. 2014. Analisis Modal Sosial Pada Komunitas Anak Jalanan di Pasar Pagi Kota
Samarinda Kalimantan Timur, ( Fisip UNMUL, 2014), 45.
47
Lendesang, Yager. 2014. Analisis Modal Sosial Pada Komunitas Anak Jalanan di Pasar Pagi Kota
Samarinda Kalimantan Timur, ( Fisip UNMUL, 2014), 46.

35

2.4.3 Norma
Saputro menjelaskan bahwa norma merupakan elemen penting untuk menjaga
agar hubungan sosial (jejaring) dalam suatu sistim sosial (masyarakat) dapat terlaksana
sesuai dengan apa yang diharapkan. Gagasan tentang norma sosial sebagai salah satu
komponen dalam modal sosial di kemukakan oleh Homans dan Nee yang menyebutkan
bahwa norma sosial merupakan pertanda moral, khsususnya sebuah pertana dalam
mendukung keberadaan trust. Modal Sosial dibentuk dari norma-norma informal berupa
aturan-aturan yang sengaja dibuat untuk mendukung terjadinya kerjasama diantara dua atau
lebih individu.Norma yang membentuk modal sosial dapat bervariasi dari hubungan timbal
balik antara dua teman sampai pada hubungan kompleks dan kemudian terelaborasi
menjadi doktrin.Selain terbentuk oleh aturan-aturan tertulis, dalam sebuah interaksi sosial,
interaksi itu juga bisa bersandar pada norma-norma atau nilai-nilai yang mengakar dalam
kehidupan masyarakat, yang biasanya bentuknya lebih banyak tidak tertulis.Nilai-nilai yang
dimaksud misalnya adalah kejujuran, sikap menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban, dan
ikatan timbal balik lainnya.
2.5.

Kelompok Modal Sosial
Bourdieu, yang dalam pandangan beberapa ahli lebih melihat pada sisi suram

modal sosial, memandang bahwa Modal Sosial merupakan tindakan sengaja yang
diproduksi melalui budaya atau dalam bahasa Bourdieu modal simbolik, dengan tujuan
untuk mempertahankan status maupun posisi kelas sang produser itu. Sebagai seorang
penganut Marxis, Bourdieu percaya pada nilai komoditas produk, termasuk produk

36

budaya48 yang menjadi preferensi khalayak. Dengan memproduksi simbol-simbol tertentu,
massa digerakkan atau dimobilisasi untuk menggunakan preferensi “gaya hidup” kelompok
kelas tertentu.
Dalam konteks penelitian ini, ada dugaan bahwa Modal Sosial yang dimiliki
oleh penghuni Asrama Mansinam dengan cara terintegrasi lewat nilai-nilai keluarga yang
mendorong tentang saling membantu yang lain. Selain itu, ada dugaan kuat bahwa nilai lain
yang mendorong adalah kepentingan-kepentingan yang terkalkulasi menggunakan
terminologi Coleman, ada tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh para penghuni Asrama
Mansinam. Dalam rangka itu, membangun kepercayaan lewat hubungan resiprokal (timbalbalik) dengan sesama penghuni Asrama Mansinam penting untuk dilakukan.
Disamping itu, ada dugaan bahwa tawaran nilai ekonomis untuk tinggal di
Asrama Mansinam membuat mereka harus terus menjadi penghuni demi kepentingan untuk
dapat melanjutkan studi, dan karena itu, maka untuk dapat terus menjadi penghuni Asrama
Mansinam dibentuklah suatu ikatan antara mereka yang didasarkan pada kepentingankepentingan bersama, yakni kepentingan mendapatkan harga ekonomis ini.

48

Ritzer, G dan Goodman, D., Teori Sosiologi Modern.Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah.(Jakarta:
Pustaka Kecana, 2006), 223.

37