Hubungan Antara Bushi dan Nōmin Pada Zaman Edo

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah Jepang, zaman feodal dibagi menjadi 2 bagian.

Paruh pertama abad pertengahan (chūsei) dari zaman kamakura hingga
zaman muromachi, sementara paruh kedua disebut abad modern (kinsei)
dari zaman azuchi–momoyama hingga zaman edo.
Zaman feodal di Jepang berlangsung dari abad ke–12 hingga abad
ke–19, ditandai oleh pemerintahan daerah yang diperintah oleh keluargakeluarga daimyo dibawah kendali pemerintahan militer keshogunan.
Kaisar hanya berperan sebagai kepala negara de jure sementara kekuasaan
berada ditangan shogun.
Martin (1990 : 165-166) mengatakan bahwa masyarakat feodal
adalah masyarakat yang militeristik yang hidup “di atas” tanah yang
terpecah belah. Hal ini terjadi karena lahirnya banyak penguasa feodal
yang memberikan perlindungan atas produksi, terutama tanah, kepada
petani.
Inti sistem feodal adalah muatan dua hubungan pribadi yaitu antara
raja dengan tuan – tuan tanah dan antara tuan – tuan tanah dengan para

petani. Karena itu dapat dikatakan bahwa ciri utama sistem feodal adalah
adanya penyerahan diri seseorang ke tangan orang lain sekedar untuk
memperoleh perlindungan atau pemeliharaan. Hubungan tersebut berupa
hubungan tuan dengan petani sebagai hamba. Bentuk ikatan – ikatan dari
1
Universitas Sumatera Utara

rangkaian sistem feodal ini bersifat pribadi, khas dan tersebar. Itulah
sebabnya ada perbedaan sistem feodal di suatu negara dengan sistem
feodal di negara lain.
Sebelum zaman edo, Tokugawa berkedudukan sebagai daimyo di
daerah Mikawa, dan pada tahun 1603 berhasil menjadi shogun, yang
secara struktural merupakan penguasa feodal tertinggi di Jepang di atas
jabatan daimyo. Jabatan ini direbutnya dengan cara menaklukan
keshogunan Toyotomi pada perang Sekigahara pada tahun 1600.
Watsuji (1977:211) mengatakan bahwa mampunya daimyo
Tokugawa mengalahkan keshogunan Toyotomi dalam perang Sekigahara
adalah karena kesetiaan pengabdian diri anak buahnya. Dengan demikian,
shogun Tokugawa berada diluar sistem peringkat kesucian dengan para
daimyo lain. Karena itu, supaya kekuasaannya diakui oleh para daimyo

lain, khususnya para daimyo yang menjadi musuh Tokugawa dalam
perang Sekigahara, Tokugawa harus mengadopsi suatu moralitas baru
dalam pemantapan hubungan penguasa dengan yang dikuasai, yaitu antara
para daimyo dengan shogun, di samping terhadap kaisar.
Dalam menghadapi para daimyo juga, Tokugawa harus berusaha
memperkecil nilai kesucian daimyo pada pandangan anak buahnya ,
sekaligus mengurangi fungsi politik dan kedaulatan yang digengam oleh
para daimyo di wilayahnya masing – masing. Apabila fungsi kedaulatan
dan politik semakin besar pada para daimyo maka keshogunan Tokugawa

2
Universitas Sumatera Utara

akan semakin lemah. Sebaliknya, apabila fungsi tersebut semakin besar
digenggam, maka shogun Tokugawa akan semakin kuat dan berwibawa.
Menyadari

pemikiran

tesebut,


para

pemikir

pemerintahan

keshogunan Tokugawa berusaha membuat suatu konsep pengabdian diri
golongan militer seluruh Jepang pada waktu itu, yang dituangkan dalam
Shido (bushido baru) yang berpijak pada pemikiran konfusionis.Usaha
tesebut dibantu oleh Yamaga Soko, seorang pemikir minkan gakusha
(pemikir dari kalangan swasta). Dalam konsep shido yang diajarkan Soko
menitik beratkan penjelasan akangorin (etika konfusionis) dengan
perhatian utama adalah penjelasan jalan hidup tuan dan jalan hidup anak
buah secara mendetail. Konsep – konsep yang dikemukan Yamaga Soko
ini meupakan usaha pemantapan feodalisme zaman edo. Menurut Watsuji
(1977 – 189), konsep Yamaga Soko sesuai dengan pemikiran yang
berhubungan dengan pandangan negara dalam konsep plato.
Keshogunan Tokugawa yang bermarkas di edo (sekarang Tokyo)
memimpin para daimyo di masing – masing daerah otonom yang disebut

Domain (Han) disinilah zaman edo dimulai.Pada zaman edo pemerintahan
otonomi daerah berada ditangan lebih dari 200 penjabat daimyo. Sebagai
klan terkuat, pemimpin klan Tokugawa dari generasi ke generasi menjabat
sebagai Shogun (Seii–Taishogun).
Pada zaman edo (1603 – 1867) terdapat sistem stratifikasi sosial
(mibun seido) yang membagi masyarakat Jepang dalam empat tingkatan,
yang disebut Shi–Nō–Kō–Shō. Shi merupakan singkatan dari bushi (kaum

3
Universitas Sumatera Utara

samurai atau prajurit), nō dari nōmin (petani), ko dari kosakunin
(pengrajin), dan shō dari shōnin (pedagang). Berdasarkan sistem tersebut,
kaum samurai (bushi) menduduki posisi paling tinggi karena memegang
tampuk kekuasaan.Kaum petani (nōmin) ditempatkan setelah bushikarena
mereka bekerja sepanjang tahun dan mencurahkan segenap tenaganya
untuk menghasilkan sesuatu bagi kepentingan atau untuk dikonsumsi
kaum penguasa.
Sebelum zaman feodal, sistem pemerintahan dikenal dengan sistem
ritsuryo yang berlaku sampai zaman heian (abad 7 sampai abad

12).Feodalisme atau budaya feodal di Jepang telah mengalami transisi
pada zaman edo sehingga ada perbedaan feodalisme awal dan feodalisme
edo yang disebut sebagai feodalisme akhir. Menurut Hamzon dalam
Sagara (1984:73-74) mengatakan bahwa dari awal masa feodal di Jepang
yang ditandai dengan munculnya kekuasaan keshogunan pada zaman
kamakura (1185) hingga awal zaman edo (1600) tidak lagi ideologi baru.
Feodalisme awal tersebut berpusat pada kesetiaan pengabdian diri pada
tuan. Untuk memantapkan kekuasaannya, demikian Watsuji (1977:211214), pemerintah Tokugawa mengajarkan shido sebagai ideologi baru bagi
para bushi di Jepang yang bercirikan kesetiaan terhadap keshogunan.
Pada awalnya, bushi hanyalah petani yang dipersenjatai.Mereka
terbentuk karena adanya persaingan antara kelompok – kelompok dozoku,
kelompok yang dibentuk bedasarkan shinzoku (ikatan hubungan darah atau
hubungan karena pernikahan).Sebelumnya, dalam sistem ritsuryoku,
serdadu diambil dari masyarakat umum dengan persenjataan yang hanya
4
Universitas Sumatera Utara

boleh dimiliki oleh pemerintah ritsuryoku.Tetapi kemudian, karena para
kizoku yaitu keluarga bangsawan yang bertugas didaerah sebagai
administrasi ritsuryo dan ada juga yang bertugas sebagai penjaga kuil juga

membentuk sedadu, maka terbentuklah dimana – mana sistem pertahanan
dengan sistem bushi ini.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwasannya kelas bushi memiliki
tingkatan tertinggi dari kelas masyarakat yang lain. Perbedaan antara kelas bushi
dan nōmin menimbulkan interaksi sosial. Dimana dalam hal ini interaksi sosial
yang terjadi antara bushi dan nōmin yaitu dalam hal pemungutan pajak, dimana
kaum bushi ditugaskan oleh daimyo untuk memungut pajak kepada kaum petani.
Pajak yang dikutip oleh bushi terhadap nōmin berupa bahan pokok yaitu beras,
dimana pajak tersebut diserahkan oleh bushi kepada daimyo.
Berdasarkan dari uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas tentang
hubungan interaksi sosial antara bushi dan nōmin yang tejadi pada zaman edo dan
mencoba menuangkannya dalam skripsi yang diberi judul “Hubungan Antara
Bushi dan Nōmin Pada Zaman Edo”.
1.2

Perumusan Masalah
Russel (1988:3) menjelaskan bahwa dalam masyarakat feodal, raja diakui

sebagai wakil dan penyampai titah dewa ke bumi, demikian pula raja diakui
sebagai penguasa fungsi pemerintahan. Tetapi di berbagai negara terdapat

pemisahan antara kesucian dengan kekuasaan pemerintah ini. Kekuasaan
pemerintah digenggam oleh para panglima militer, hal sepeti ini menurutnya
dapat ditemukan di Cina dan di Jepang pada masa feodal.

5
Universitas Sumatera Utara

Dalam sistem feodal edo, atau sistem “king-god” seperti yang diutarakan
dalam teori Russel (1988), peran kaisar sebagai wakil dan penyampai titah dewa
ke bumi masih diakui, tetapi fungsi politik dan hak kedaulatan sudah tidak
dimilikinya lagi. Dipihak lain, kaum feodal di daerah,

yang disebut dengan

daimyo, diakui juga sebagai orang suci yang berperan sebagai penyampai titah
para dewa keluarga (ujigami) dan sekaligus sebagai penguasa politik dan
kedaulatan di wilayahnya.
Bushi bawahan (Kashin buke), dikatakan juga sebagai buke ippan (bushi
kebanyakan), adalah bushi yang hidup di kedaimyoan. Hubungan mereka dengan
tuannya adalah hubungan shuju kenkei (pengikut dengan tuan) yang diikat dengan

pola ie. Mereka memperoleh tugas sebagai pengawas para petani dan juga
ditugaskan untuk mengutip pajak kepada para petani.
Dalam zaman edo, para petani hidup tergantung pada kaum feodalis di
daerah. Tekanan pajak yang semakin berat mengakibatkan mereka semakin lemah.
Ditambah dengan larangan pemilikan senjata, mengakibatkan mereka pasrah
menerima nasib mereka.
Berdasarkan hal tersebut, penulis merumuskan masalah berdasarkan uraian
latar belakang sebagai berikut :
1.

Bagaimana hubungan bushi dannōmin dalam sistem feodalisme
zaman edo.

2.

Bagaimana dampak yang timbul dari hubungan antara bushi dan
nōmin dalam sistem feodalisme zaman edo.

1.3


Ruang Lingkup Pembahasan

6
Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini penulis merasa perlu adanya pembatasan ruang lingkup
pembahasan sehingga masalah yang akan dibahas akan lebih terarah dan
memudahkan pembaca sehingga dapat memahami dan menganalisa topik
permasalahan nantinya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya membatasi ruang lingkup
pembahasan yang akan difokuskan pada hubungan antara bushi dan nōmin dalam
sistem feodalisme zaman edo. Untuk mendukung pembahasan pada Bab III maka
pada Bab II penulis akan menjelaskan mengenai feodalisme zaman edo, lahirnya
bushi, sistem feodalisme, kebijakan – kebijakan pemerintahan Tokugawa, kondisi
masyarakat Jepang pada zaman edo dan sebagainya.
1.4

Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.


Tinjauan Pustaka

Dalam memulai analisis deskriptif penulisan tentang dominasi kelas
samurai, khususnya zaman era rezim Tokugawa agar tidak terjadi pengulangan
riset penelitian yang berujung pada keadaan tumpang tindih hasil riset
pengumpulan data, maka penulis menyertakan sebuah kajian pustaka. Dalam
kajian pustaka ini penulis melakukan penghimpunan kembali hasil –hasil
penelitian yang sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh peneliti – peneliti
terlebih dahulu, baik itu berkaitan tentang feodalisme di Jepang, sejarah bushi,
dan sistem kepemerintahan Tokugawa.
Penelitian tentang zaman edo pernah dilakukan sebelumnya oleh
mahasiswi Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Indonesia dalam
skripsinya yang berjudul “Sistem Stratifikasi Sosial Pada Zaman Edo” (Nina

7
Universitas Sumatera Utara

Iskandariati, 1988). Skripsi tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana
sistem statifikasi masyarakat pada zaman edo.Dalam penelitian tersebut kemudian
dipaparkan pembahagian kelas masyarakat oleh pemerintah Tokugawa serta

tujuan dibentuknya kelas masyarakat tersebut.
Terkait dengan feodalisme dan kepemimpinan oleh sistem keshogunan
yang terjadi secara khusus di negara Jepang, banyak peneliti – peneliti yang
mencoba menganalisis secara rinci ciri dari zaman ataupun era perkembangan
negara Jepang secara terpisah – pisah, terutama peralihan – peralihan kekuasaan
era keshogunan yang terjadi pada zaman feodalisme Jepang mulai zaman nara,
zaman obunaga, hideyoshi, tokugawa, restorasi Meiji sampai zaman Jepang
sekarang ini. Maka dengan adanya hal ini, , penulis lebih memfokuskan penelitian
tentang konsep feodalisme dan juga hubungan antara bushi dan nōmin yang
terjadi pada zaman rezim Tokugawa.
2.

Kerangka Teori

Dalam mengerjakan penelitian, penulis menggunakan pendekatan penelitian
sosiologis, karena pembahasan dalam pendekatan ini mencakup golongan sosial yang
berperan, jenis hubungan sosial, konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial,
peran dan status sosial, dan sebagainya (Abdurrahman, 1991 : 11).
Penulis juga menggunakan pendekatan

penelitian historis (Historical

Research ), yaitu kajian logik terhadap peristiwa – peristiwa setelah peristiwa itu
terjadi. Menurut Sumadi (1983 : 16) tujuan penelitian ini adalah untuk membuat
rekontruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif, dengan cara mengumpulkan,
mengevaluasi, memverifikasikan, serta mensistesiskan bukti – bukti yang
menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan kuat. Penulis menggunakan

8
Universitas Sumatera Utara

pendekatan ini oleh karena penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

bushi dan nōmin dalam sistem feodalisme zaman edo. Keseluruhan peristiwanya
sudah terjadi (historis).

1.5

Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan pokok permasalahannya
seperti yang telah dikemukakan sebelumnya adalah sebagai berikut :
1.

Untuk mendeskripsikan hubungan bushi dan nōmin dalam
sistem feodalisme zaman edo.

2.

Untuk mengetahui dampak yang timbul dari hubungan antara
bushi dan nōmin dalam sistem feodalisme zaman edo.

2.

Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian ini, hasilnya diharapkan

memberikan manfaat dari pihak – pihak tertentu antara lain :
1.

Bagi penulis dan pembaca, dapat mengetahui hubungan
antarabushi dan nōmin dalam sistem feodalisme zaman edo.

2.

Bagi penulis dan pembaca, dapat mengetahui dampak yang
timbul dari interaksi antara bushi dan nōmin dalam sistem
feodalisme zaman edo.

3.

Bagi pembaca dapat menambah bahan referensi untuk
menambah pengetahuan dan untuk melakukan penelitian
selanjutnya.

9
Universitas Sumatera Utara

1.6

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut

Nazir (1983 : 63) Metode deskripif adalahsuatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun
suatu peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif mempelajari masalah –
masalah dalam masyarakat serta situasi – situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan, kegiatan – kegiatan, sikap – sikap, pandangan – pandangan, serta
proses – proses yang sedang berlangsung dan pengaruh – pengaruh dari suatu
fenomena.
Data yang dikumpulkan semata – mata bersifat deskriptif, sehingga tidak
bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi, maupun
mempelajari implikasi.Tujuan dari penelitian deskiptif ini adalah membuat
deskripsi, gambaran atau faktual dan akurat tentang fakta – fakta, sifat – sifat serta
hubungan antar fenomena yang diteliti.
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data menggunakan metode
penelitian kepustakaan (Library Research). Metode kepustakaan adalah
pengumpulan data dengan membaca referensi yang berkaitan dengan topik yang
dibahas.

10
Universitas Sumatera Utara