Hubungan Antara Bushi dan Nōmin Pada Zaman Edo

BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP FEODALISME DAN KONDISI
MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN EDO
2.1

Konsep Feodalisme Pada Zaman Edo
Martin (1990 : 165-166) mengatakan bahwa masyarakat feodal

adalah masyarakat yang militeristik yang hidup “di atas” tanah yang
terpecah belah. Hal ini terjadi karena lahirnya banyak penguasa feodal
yang memberikan perlindungan atas produksi, terutama tanah, kepada
petani.
Masyarakat feodal ( 封建社会 ) lahir bersamaan dengan lahirnya
Shoenseido (sistem wilayah), yaitu wilayah pertanian yang berdiri sendiri
terpisah dari pemerintahan kaisar, wilayah tersebut dikelola oleh kizoku
(keluarga bangsawan).Keluarga bangsawan yang dimaksud adalah
keturunan kaisar yang tidak menjadi pewaris istana.Mereka menguasai
bagian lahan, dengan mempunyai petani sendiri. Sistem ini berjalan
sampai zaman kamakura tahun1185.
Dalam shoenseido ini, sering terjadi masalah batas wilayah antara
satu kizoku dengan kizoku lain, dan selain itu juga sering terjadi perebutan

air di daerah pertanian.Oleh karena itu kizoku – kizoku tersebut harus
membuat pertahanan sendiri, mempersenjatai sebagian petaninya.Dalam
hal seperti inilah lahirnya samurai di Jepang.

11
Universitas Sumatera Utara

Masalah feodalisme di Jepang erat kaitannya dengan masalah perbushian
(kemiliteran)

karena

lahirnya

feodalisme

tersebut

berhubungan


dengan

menguatnya kekuasaan bushi.
Inti sistem feodal pada masa ini adalah :shogun sebagai kepala
pemerintahan, menguasai seluruh wilayah Jepang. Dibawah kekuasaan
tersebut ada tuan – tuan tanah yang memiliki petani sendiri. Para tuan
tanah tersebut menerima pajak dari petani, dimana pajak tersebut
ditentukan oleh tuan tanahnya. Kemudian tuan tanah membayar pajak
kepada shogun, dan shogun juga membayar sebagian biaya hidup kaisar.
Karena itu dapat dikatakan bahwa ciri utama sistem feodal adalah adanya
penyerahan diri seseorang ke tangan orang lain sekedar untuk memperoleh
perlindungan dan pemeliharaan. Hubungan tersebut berupa hubungan
antara tuan tanah dengan petani yang biasanya berupa pinjaman sebidang
tanah. Penyerahan diri ini terjadi pada dua tingkatan: raja menerima
penyerahan diri dari para tuan tanah dan tuan tanah menerima penyerahan
diri dari para petani (Hutabarat dalam Martin, 1993 : 166).
Konsep feodalisme pada zaman edo berbeda dengan zaman sebelumnya,
dan konsep feudal ini disebut dengan konsep feodalisme akhir di Jepang.Isi
konsep feodalisme pada zaman edo adalah kekuasaan Jepang seluruhnya dipegang
oleh Tokugawa.Kaisar tidak mempunyai kekuasaan pemerintahan. Didaerah ada

sebanyak 165 kepala wilayah yang dibei otonomi oleh pemerintah pusat, tetapi
sisem feudal diatur sedemikian rupa sehingga harta terpusat ke tangan pedagang,
terutama pedagang wilayah edo, sehingga Tokugawa tidak mengalami kesulian
mengumpulkan dana jikalau diperlukan.
12
Universitas Sumatera Utara

Dijepang masa feodal berlangsung selama kira – kira tujuh ratus tahun.
Diawali dari jaman kamakura hingga jaman edo. Keberlangsungan feodalisme di
Jepang hampir sama di setiap jamannya, yaitu dipimpin oleh seorang Shogun
(penguasa pemerintahan tertinggi yang berasal dari golongan militer atau
pemerintahan

Buke). Sehingga pemerintahannya

berbentuk

pemerintahan

militer, namun memiliki sifat “feodal” yang tidak sama.

Pada masa Kamakura masih ada semacam perimbangan antara istana,
yang mewakili sisa-sisa pemerintahan kerajaan, dan Bakufu (幕府), lembaga yang
digunakan shogun untuk menjalankan kekuasaannya. Pada masa Muromachi,
meski raja dan shogun sama-sama tinggal di ibu kota, Jepang bergeser menuju
tipe pemerintahan dan masyarakat feodal sejati. Pada masa Edo mulai peralihan
ke negara modern, meski tuan tanah tetap menjadi kunci status sosial dan
kekuasaan. Ketiga tahap ini didahului dengan masa-masa perang saudara
( Hutabarat dalam W.G. Beasly, 2003:94).
2.1.1

Lahirnya Bushi
Sebelum zaman feodal, sistem pemerintahan dikenal dengan sistem

ritsuyo yang berlaku sampai

zaman Heian (abad 7 sampai abad 12).

Dalam sistem ritsuryo, Tenno (kaisar) adalah penguasa administrasi
pemerintahan tertinggi, dan para kizoku (disebut juga Kuge, keluarga
bangsawan keturunan Tennon dan keturunan Fujiwara), yang merupakan

kerabat Tenno, bertugas sebagai pelaksana administrasi pemerintahan
dipusat dan daerah.Kekuasaan kaisar dalam pemerintahan terpaut dengan

13
Universitas Sumatera Utara

kesuciannya yang diajarkan melalui cerita Kojiki (712) dan cerita
Nihonshoki (720).
Sistem pemilikan tanah pada masa itu dikenal dengan sistem kochi
komin (sistim pemilikan tanah umum oleh masyarakat umum). Pada masa
itu belum dikenal kepemilikan tanah secara pibadi ataupun swasta, tetapi
dalam perkembangannya kemudian, di daerah – daerah lahir sonraku
kyodo tai (lembaga kerjasama daerah, awal mula lahirnya sistem feodal di
Jepang), yaitu kelompok – kelompok petani dibawah pimpinan kizoku,
keluarga bangsawan yang bertugas didaerah. Pada waktu itu kaum kizoku
selain bertugas sebagai pekerja administrasi ritsuryo, juga ada yang
bertugas sebagai pemimpin kuil.
Administrasi

kelompok


sonraku

kyodo

tai

terpisah

dari

pemerintahan ritsuryo. Para petani kemudian banyak yang meninggalkan
kewajiban kochi komin dan masuk kedalam kelompok pertanian kizoku
karena kelompok pertanian kizoku memberikan keamanan kepada para
petani. Selain itu mereka juga diberi kebebasan unuk menguasai sendiri
bagian lahan pertanian yang disebut dengan kubunden sei (sistem
pembagian lahan pertanian), didalamnya para petani tersebut diakui pula
sebagai anggota ie (keluarga) kizoku tersebut.
Ada juga petani yang melarikan diri dari sistem kochi komin dan
menjadi petani tak bertuan yang disebut dengan ronin, tetapi kemudian

mereka dikumpulkan juga oleh keluarga kizoku. Dengan cara demikian
kekuatan kizoku makin bertambah guna memenuhi kebutuhan tenaga

14
Universitas Sumatera Utara

penggarap tanah pertanian. Tanah pertanian kizoku yang terpisah dari
administrasi ritsuryo tersebut dinamakan shoen.
Penggarapan

shoen

(wilayah

swasta

petanian

kizoku)


ini

melahirkan ie (rumah tangga) yang keanggotannya bukan terbatas hanya
pada hubungan darah saja. Didalam ie tersebut lahir hubungan atasan dan
bawahan yang disebut dengan mibunsei atau sistem jenjang kedudukan
antara tuan dengan pengikut didalam ie. Kelompok ie tersebut diikat
dengan pemujaa satu dewa yang sama, memakan makanan yang sama, dan
minum sake yang sama. Kelompok – kelompok ini dinamakan dozoku
(Situmorang dalam Nakamura, 1980: 1-6).
Persaingan antara kelompok – kelompok dozoku mengakibatkan
terjadinya perang.Untuk itulah mereka membentuk serdadu profesional
yang disebut denganbushi, yang sebelumnya hanyalah petani yang
dipersenjatai.
Pada awalnya, bushi adalah sekelompok petani, tetapi mereka
dipersenjatai untuk menagkal kekuatan para perampok atau para
penyerang dari wilayah lain. Bushi mengabdi pada tuannya yaitukizoku,
tetapi kemudian setelah mereka berhasil menjalankan perannya yang besar
dalam menjaga eksistensi dozoku tersebut, lama kelamaan mereka tidak
bergantung lagi pada kizoku. Justru sebaliknya, kizokulah yang akhirnya
bergantung pada bushi sehingga kelompok bushi tersebut menjadi

kelompok yang disegani, sama seperti kizoku.
Sejarah bushi identik dengan sejarah feodalisme di Jepang.Karena
bushi itu sendiri lahir dari fungsinya sebagai pengawas daerah

15
Universitas Sumatera Utara

pertanian.Pada mulanya, mereka belum dinamai bushi, mereka dinamai
“Sakimori” kemudian “Tsuwamono” dan kemudian “Samurai”.Pada
zaman edo (1603 – 1867) mereka dinamai “Bushi” adalah dalam
pengertian kelas masyarakat.Untuk membedakannya dari golongan petani,
golongan pedagang dan golonga tukang yang dikenal waktu itu sebagai
pengkelas – kelasan masyarakat.
Dari kalangan bushi bermunculan pemimpin – pemimpin yang
mempersatukan kekuatan – kekuatan bushi sehingga menjadi kekuatan
bushi yang besar yaitu bushi no toryo (penanggung jawab bushi) yang
dipimpin oleh bushi keturunan bangsawan (kizoku).Yang paling terkuat
dan tekenal diantaranya adalah Heishi (keluarga Taira) dan Genji
(keluarga Minamoto).
2.1.2


Sistem Feodalisme
Zaman edo (2603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah

oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman edo karena pada saat itu
pemerintahan Tokugawa berpusat di kota Edo (Tokyo). Lembaga
pemerintahan keshogunan ini disebut juga dengan bafuku.
Pemerintahan Tokugawa berlangsung selama kira – kira 264 tahun,
zaman ini merupakan zaman yang damai bagi Jepang karena tidak adanya
serangan dari para daimyo lain terhadap bafuku atau tidak adanya
keributan disebabkan perang antar daimyo. Berbeda dengan zaman feodal
sebelumnya yang ditandai dengan perang yang berkepanjangan di Jepang
yang disebut dengan sengoku jidai (masa perang seluruh negeri).

16
Universitas Sumatera Utara

Selama masa shogun Tokugawa, ada 15 orang keluarga Tokugawa
yang telah diangkat menjadi shogun, yaitu :
1.


Ieyasu Tokugawa (1543 – 1616) masa berkuasa 1605 – 1623.

2.

Iemitsu Tokugawa (1604 – 1651) masa berkuasa 1623 – 1651.

3.

Ietsuna Tokugawa (1641 - 1680) masa berkuasa 1651 – 1680.

4.

Tsunayoshi Tokugawa (1646 - 1709) masa berkuasa 1680 – 1709.

5.

Ienobu Tokugawa (1662 – 1712) masa berkuasa 1709 – 1712.

6.

Ietsogu Tokugawa (1709 – 1716) masa berkuasa 1713 – 1716.

7.

Yoshimune Tokugawa (1684 – 1751) masa berkuasa 1716 – 1745.

8.

Ieshige Tokugawa (1712 – 1786) masa berkuasa 1745 – 1760.

9.

Ieharu Tokugawa (1737 – 1786) masa berkuasa 1760 – 1786.

10.

Ienari Tokugawa (1739 – 1841) masa berkuasa 1787 – 1837.

11.

Ieyoshi Tokugawa (1739 – 1853) masa berkuasa 1837 – 1853.

12.

Iesada Tokugawa (1854 – 1858) masa berkuasa 1854 – 1858.

13.

Iemochi Tokugawa (1846 – 1866) masa berkuasa 1858 – 1866.

14.

Yoshinobu Tokugawa (1837 – 1913) masa berkuasa 1866 – 1868.

Shinzaburo,

membagi

periode

pemerintahan

Tokugawa

berdasarkan kemantapannya atas tiga periode :

17
Universitas Sumatera Utara

1.

Periode pertama tahun 1603 – 1632.

2.

Periode kedua tahun 1633 – 1854.

3.

Periode ketiga tahun 1855 – 1867.

Periode pertama yaitu tahun 1603 – 1605 adalah masa shogun Ieyashu
sampai masa shogun Hidetada (1605 – 1632). Pada masa kedua shogun ini,
diadopsi

sistem

administrasi

Toyotomi

Hideyoshi

untuk

menjalankan

pemerintahannya, dan mulai memerintah kangakusha (ahli Shushigaku, pemikir
pemerintahan) untuk mengajarkan konfusionis dikalangan bushi. Diawali dengan
perintah Tokugawa Ieyashu kepada keluarga Hayashi Razan untuk menyebarkan
ajaran konfusionis demi kepentingan politik. Pada masa itu ahli konfusionis yang
terkenal ialah Fujiwara Seika, dan Hayashi Razan adalah muridnya, mereka
beraliran Shusi gaku. Kemudian, keturunan Tokugawa juga menjadi guru
konfusionis.
Periode kedua adalah masa kemantapan keshogunan Tokugawa, yang
diperintah oleh sepuluh generasi Tokugawa, dari Iemitsu (1633 – 1651) sampai
shogun Ieyoshi (1837 – 1853).
Periode ketiga ialah masa kehancuran keshogunan Tokugawa hingga
menyerahkan kekuasaan kepada kekaisaran (1853 – 1867) diperintah oleh tiga
generasi Tokugawa, yaitu shogun Iesada sampai Yoshi nobu.
Dalam upaya mencapai tujuannya dalam mempertahankan kekuasaan
selama mungkin, pemerintah Tokugawa memantapkan sarana dalam budaya
Tokugawa.

Dari

sejarah

diketahui

bahwa

Ieyashu

Tokugawa

pendiri

18
Universitas Sumatera Utara

shogun(penguasa tertinggi pemerintah yang berasal dari golongan bushi) berasal
dari seorang daimyo didaerah Mikawa. Seperti yang dijelaskan dalam sejarah,
pada zaman kamakura dan zaman muromachi, seorang shogun berasal dari
keluarga sekkan (pemegang kekuasaan sessho dan kanpaku). Sessho adalah
pelaksana pemerintah pada masa ritsuryo apabila kaisar melakukan insei
(pertapaan dikuil), dan kanpaku adalah pelaksana pemerintah apabila kaisar masih
anak – anak. Yang menjadi pelaksana tugas sekkan tersebut adalah keluarga
Fujiwara dan kemudian juga keluarga Minamoto setelah berhasil mengadakan
pendekatan kekeluargaan dengan keluarga Fujiwara dengan cara perkawinan.
Pada zaman momoyama, terjadi keributan diseluruh negeri yang disebut
dengan senggoku jidai, keributan ini terjadi diakibatkan munculnya daimyo yang
kuat yang mampu mengalahkan keshogunan. Daimyo kuat tersebut ialah Oda
Nobuga dan Toyotomi Hideyashi, mereka bukanlah keturunan sekkan. Keributan
tersebut berlangsung selama 150 tahun yaitu dimulai oninnoran (perang onin,
1467). Perang itu disebut dengan Gekokujo ikki (gerakan bawah menghancurkan
atas).
Sebagai seorang daimyo yang menjadi shogun, Ieyashu Tokugawa melihat
pengalaman para shogun masa sengoku merasa khawatir jika suatu para daimyo
lain juga akan merebut keshogunan dari tangannya. Ieyashu menaruh kecurigaan
terhadap para daimyo, terutama kepada daimyo yang membantu Toyotomi sebagai
musuh Tokugawa dalam perang Sekigahara tahun 1600. Pada masa itu Ieyashu
menata dan mengkategorikan daimyo diseluruh Jepang menjadi tiga jenis, yaitu :

19
Universitas Sumatera Utara

1.

Daimyo Shimpan, yaitu daimyo yang masih merupakan keturunan
Tokugawa atau daimyo yang ada hubungan kekeluargaannya dengan
Tokugawa. Para daimyo jenis ini lebih dipecaya oleh keshogunan, maka dari
itu mereka ditempatkan disekitar edo atau dekat dengan edo.

2.

Daimyo Fudai, yaitu daimyo yang menjadi pendukung Tokugawa dalam
perang Sekigahara. Para daimyo ini ditempatkan diantara daimyo shimpan
dengan daimyo Tozama.

3.

Daimyo Tozama, yaitu para daimyo yang menjadi musuh Tokugawa dalam
perang Sekigahara yang membantu keluarga Toyotomi dalam perang
tersebut. Daimyo ini ditempat jauh dari edo.
Karena mendapat otonomi dari pemerintah keshogunan, maka sistem

administrasi dalam kedaimyoan diatur oleh daimyo itu sendiri. Tetapi dalam
penataan administrasi pemerintahannya, para daimyo meniru model pemerintahan
keshogunan.
Yang disebut dengan para daimyo ialah mereka para penguasa yang
berpenghasilan diatas 10.000 koku padi pertahunnya, sedangkan yang
berpenghasilan dibawah 10.000 koku disebut dengan Hatamoto.
2.2

Kebijakan Pemerintahan Tokugawa
Pada masa pemerintahan Tokugawa dalam usaha memantapkan

kekuasaannya, pemerintah Tokugawa menerapkan berbagai kebijakan,
yaitu :

20
Universitas Sumatera Utara

1.

Kinchunarabi Kuge Shohatto
Kebijakan yang mengatur kehidupan kekaisaran, hanya boleh aktif

di dunia sastra.Rakyat biasa tidak diperbolehkan bertemu dengan kaisar,
demikian juga daimyo atau kepala wilayah pun tidak dipebolehkan
bertemu dengan kaisar tanpa persetujuan shogun.Sedangkan biaya
kehidupan kekaisaran ditanggung oleh keshogunan.
2.

Buke Shohatto
Kebijakan ini mengatur kehidupan para bushi, didalamnya termasuk

mereka semua yang bekerja pada pemerintahan maupun didaerah dan
dipusat. Hal ini mengatur kehidupan para daimyo untuk tidak boleh
bersekuu dengan wilayah lain, maupun melalui perkawinan atau
perdagangan. Sehingga pekawinan antar kedaimyoan harus dapat
persetujuan dari shogun.Kemudian mengenai perdagangan antar wilayah
pun ditetapkan hanya di daerah Osaka, Kyoto, dan Edo (Tokyo).

3.

Sankin Koutai
Kebijakan yang mewajibkan para daimyo untuk tinggal di

edo.Kebijakan inilah yang memberatkan ekonomi wilayah.Karena biaya
hidup rombongan tuam mereka untuk tinggal di edo harus diantar oleh
anak buah mereka. Selain iu karena keluarga harus selalu ditinggal di edo,
maka sebagian anak buah harus selalu tinggal di edo unuk mengurusi
keluarga tuan mereka. Kewajiban pulang pergi bagi anak buah dari
wilayah masing – masing ke edo melahirkan berbagai bisnis di perjalanan
yang selalu dilintasi. Dan unuk menutupi biaya tersebut pemerintah tidak

21
Universitas Sumatera Utara

punya jalan lain selain dengan menaikkan pajak pertanian. Sehingga pada
waktu iu pajak tanah mencapai 60%.
4.

Sakoku
Kebijakan

untuk

menutup

wilayah

dari

dunia

luar.Pemicu

diterapkannya kebijakan sakoku ini adalah karena mulai masuknya budaya
Barat ke Jepang.Interaksi pertama Jepang dengan bangsa barat dimulai
pada tahun 1543 dimana ada sebuah kapal portugis yang bertujuan untuk
pergi ke Cina.Namun di tengah perjalanan kapal yang dibawa oleh
pedagang Portugis ini tenggelam.Para penumpang kapal terdampar di
daerah Tanegashima daerah selatan Kyushu.Kehadiran bangsa portugis
inilah yang menjadi titik mula interaksi bangsa Barat dengan jepang. Pada
masa ini ada pengembangan senjata api sehingga senjata api ini dipakai
oleh orang Jepang di dalam peperangan.
Pada abad ini juga Jepang sedang mengalami perang saudara
(Sengoku Jidai).Portugis kembali melanjutkan perjalanan mereka ke Cina
dan memberitahukan informasi tentang Jepang kepada relasinya.Beberapa
waktu kemudian pedagang Portugis kembali datang ke Jepang dan
melakukan perdangangan.Semakin berkembangnya kerjasama antar
Negara

ini

maka

pemikiran

pemikiran

barat

mulai

memasuki

Jepang.Daimyo di Jepang merasa dengan masuknya bangsa Barat ini dapat
menjadi sumber kemakmuran bagi kekuatan militer mereka.
Perdagangan luar negeri yang semakin maju menyebabkan adanya
perluasan agama yang dianut oleh para pedagang barat yaitu agama Kristen.
Semakin lama penganutnya pun semakin besar sehingga Iyeasu menyadari bahwa

22
Universitas Sumatera Utara

ini merupakan suatu ancaman yang sangat besar bagi bangsa Jepang. Tokugawa
pun mulai mengambil tindakan untuk menekan agama tersebut. Alasan dari
Tokugawa adalah karena penganut agama ini tidak menganut sistem mendewakan
kaisar sehingga agama ini pun dianggap dapat menggoyahkan kedudukan kaisar.
Sedangkan kalau dalam ajaran Shinto ada dianut penyembahan terhadap
keturunan dewa. Semakin lama pemimpin pemimpin bangsa Jepang mulai
menekan dan mengecam masuknya bangsa asing ke dalam Jepang.
Maka dibuatlah kebijakan sakoku yaitu kebijakan menutup diri dimana
warga negara Jepang dilarang keluar negeri dan orang dari luar negeri yang masuk
ke Jepang mengalami penjagaan yang sangat ketat dari pemerintahan Jepang.
Namun pada penerapan politik sakoku ini, tidak sepenuhmya tertutup dari negara
asing. Karena masih ada beberapa negara yang diperbolehkan berdagang di
Jepang, yaitu Cina, Korea dan Belanda yang dianggap membawa keuntungan
besar bagi Jepang. Namun hanya boleh berdagang di pelabuhan Nagasaki.
Buku-buku berbahasa asing juga dilarang beredar di seluruh Jepang.
Politik sakoku ini diterapkan dengan tujuan untuk menjaga persatuan dan nilai
nilai luhur bangsa Jepang. Nilai-nilai luhur ini juga yang selalu diterapkan bangsa
Jepang dan telah mengakar kuat serta menjadi karakter bangsa Jepang sampai saat
ini. Pada masa ini memang Jepang berhasil membangun identitas masyarakat
feodal yang kuat dan dari segi Kebudayaan juga Jepang mengalami kematangan
karena pada masa inilah identitas dan ciri khas bangsa Jepang sangat meningkat.
Namun dengan adanya kebijakan sakoku ini negara Jepang mengalami
ketertinggalan dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebijakan sakoku ini
berlangsung selama kurang lebih 2 abad.
23
Universitas Sumatera Utara

2.3

Kondisi Masyarakat Jepang pada Zaman Edo
Dilihat dari segi sosial, pada masa pemerintahan feodalnya

Tokugawa juga menerapkan perbedaan golongan masyarakat.Pembedaan
kelas masyarakat ini mempunyai tujuan untuk mempertahankan kekuasaan
shogun dan mencegah munculnya peperangan antar daimyo yang
sebelumnya pernah terjadi.Adapun golongan tersebut adalah golongan
militer (Bushi), golongan petani (Nomin), golongan pengrajin (Shokuin)
dan golongan pedagang (Shonin).
1.

Golongan militer (Bushi)
Golongan bushi merupakan golongan yang paling tinggi diantara golongan

masyarakat yang lainnya. Golongan bushi dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu:
• Shogun
Shogun mempunyai peran yang paling menentukan dalam setiap
kehidupan masyarakat Jepang baik itu kehidupan petani, daimyo (tuan
tanah) bahkan kaisar. shogunmenetapkan kebijakan dalam penentuan
pajak, pekerjaan dan tempat tinggal petani. Dalam kehidupan daimyo,
shogun memiliki peran yaitu menerapkan kebijakan kebijakan yang harus
dijalankan

oleh

para

daimyo.

Untuk

memperkecil

kemungkinan

pemberontakan yang dilakukan daimyo maka shogun menetapkan
kebijakan sakin kotai yang berisi kewajiban untuk melakukan tugas
ibukota bergantian setiap tahunnya .Disaat para daimyo bertugas di
ibukota, anak dan istrinya harus tinggal di Edo.Kebijakan yang berikutnya
adalah kebijakan melarang para Daimyo untuk memperkuat benteng,
memperluas wilayah dan memperkuat tentara di wilayah tempatnya

24
Universitas Sumatera Utara

bekerja.Daimyo diawasi sangat ketat untuk memperkecil kemungkinan
rencana menggulingkan pemerintahan pusat.
Shogun juga mempunyai peran dalam kehidupan kaisar dimana adanya
larangan bagi kaisar untuk masuk ke dalam dunia politik agar para Daimyo tidak
memiliki

celah

untuk

menggunakan

lembaga

kekaisaran

sebagai

alat

menggulingkan pemerintahan pusat. Kaisar hanya boleh ikut serta dalam kegiatan
seperti bidang kebudayaan dan kegiatan keagamaan.
• Tuan tanah (Daimyo)
Dalam hal stasus daimyo dibagi menjadi tiga yaitu daimyo kelas atas,
daimyo kelas menengah dan daimyo kelas bawah. Semuanya disesuaikan dengan
kekayaan yang mereka miliki. Yang mempunyai kekayaan paling banyak masuk
kedalam status daimyo kelas atas, dan seterusnya. Tuan tanah memiliki kekuasaan
yang terbatas, tokugawa menempatkan daimyo yang tidak memiliki ikatan erat
dengan keluarga Tokugawa di daerah yang jauh seperti Tohoku, Shikoku dan
Kyushu. Para daimyo juga diawasi sangat ketat oleh pemerintah pusat. Dan secara
mutlak daimyo harus mengabdi kepada shogun. Karena daimyo yang terlalu kaya
dianggap dapat mengancam pemerintahan pusat. Di dalam wilayah kekuasaan
daimyo diutus pegawai bafuku untuk memata matai setiap tindakan daimyo.

• Samurai
Samurai bekerja dan mengabdi kepada daimyo. Mereka sangat bergantung
terhadap upah atau gaji yang diberikan oleh daimyo. Ada samurai yang tugasnya
mendampingi atasannya baik di pusat maupun diwilayah kekuasaan atasan. Ada
juga samurai yang bertugas untuk membawa panji panji dalam kegiatan

25
Universitas Sumatera Utara

keupacaraan. Serta ada juga samurai yang bertugas sebagai pelayan rumah,
pengantar surat dan juru tulis. Kehidupan samurai diwarnai oleh jalan kesatria
dimana keharusan untuk setia kepada tuannya menjadikan kematian bukan
menjadi sesuatu yang menakutkan bagi mereka, apalagi jika membela apa yang
benar.
Para samurai ini rela mati demi kesetiaan dengan cara harakiri atau
seppuku. Latar belakang adanya samurai ini adalah karena para daimyo ingin
adanya penjagaan militer jikalau ada kaum petani (nomin) yang melakukan
serangan mendadak karena ketidakpuasan terhadap daimyo. Pada era keshogunan
Tokugawa, samurai sangat berperan penting di dalam pemerintahan. Namun
semenjak diterapkannya politik menutup diri (sakoku), Jepang aman dan tidak ada
terjadi perang sehingga kaum samurai tidak memiliki pekerjaan yang harus
dikerjakan. Kaum samurai ini menjadi pengangguran yang harus dibiayai oleh
golongan masyarakat yang ada dibawahnya. Pada masa ini menjadi banyak
samurai yang menjadi ronin (samurai) tak bertuan. Sebagin besar ada yang
menjadi petani dan ada juga yang merantau ke kota.
2.

Golongan petani (nomin)
Golongan petani berada dibawah bushi dan memiliki kedudukan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang. Mereka hidup dengan mengolah
tanah

milik

pemerintah

yang

dipinjamkan

kepada

daimyo.

Sehingga

mengakibatkan golongan petani ini sangat menderita karena dikenakan biaya
pajak yang sangat tinggi yang harus dibayarkan kepada daimyo. Hasil pertanian
digunakan oleh kalangan petani itu sendiri dan juga untuk pajak. Pajak yang harus
dibayar kepada pusat berjumlah sekitar 30-50% sedangkan kepada pemerintah
26
Universitas Sumatera Utara

mencapai 40%. Banyak dari golongan petani (nomin) yang mengeluh Karena
besarnya pajak yang harus dibayar karena menjadikan golongan petani banyak
yang miskin.
Hal ini menjadi pemicu golongan petani cenderung melakukan
pemberontakan. Namun pada masa ini petani merupakan tumpuan utama karena
kehidupan pemerintahan sangat bergantung pada hasil pertanian. Dan para petani
juga yang menjamin kehidupan golongan samurai.
3.

Golongan pengrajin (Shokuin)
Golongan ini berada dibawah golongan petani dan mereka bekerja secara

langsung terhadap pemerintah. Golongan shokuin ini bebas dalam menentukan
tempat tinggal. Tidak seperti petani yang harus bekerja di desa. Yang termasuk
kedalam golongan ini biasanya adalah para buruh. Kebanyakan kaum ini tinggal
di pusat pemerintahan di Edo. Oleh karena itu, kaum pengrajin ini merupakan
rakyat biasa yang paling dekat dengan pemerintah.
4.

Golongan pedagang (Shonin)
Meskipun berada dibawah tingkatan golongan petani, kaum pedagang ini

lebih kaya daripada kaum petani. Pada awalnya kaum ini dianggap sebagai kaum
yang tidak pernah menyumbangkan jasa terhadap bafuku dan dinilai kurang
menghasilkan karena hanya mencari keuntungan untuk diri sendiri saja. Akan
tetapi meskipun demikian kekayaan kaum ini bisa melebihi kekayaan yang
dimiliki oleh pada daimyo. Hal ini mendorong naiknya kedudukan golongan ini di
dalam masyarakat. Kaum ini dapat menentukan sendiri dimana mereka akan
tinggal.

27
Universitas Sumatera Utara

Dari semua golongan yang ada, ada juga golongan yang tidak termasuk ke
dalam golongan yang ditentukan dalam masyarakat Jepang. Golongan ini adalah
golongan senmin yang artinya tidak boleh disentuh. Golongan ini adalah golongan
dengan pekerjaan yang kotor. Golongan senmin dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
pengemis (hinin) dan kelompok penyamak kulit.
Shinokosho dapat diartikan sebagai pemisahan atau pembagian kerja.Tiaptiap kelas sosial memiliki pandangan yang harus direalisasikan dalamtindakan
yang sesuai dengan status sosial yang mereka miliki. Secara garisbesar,
penggolongan ini membedakan antara tindakan bushi dan tindakantiga kelas
lainnya dari segi moral feodal. Kelas no-ko-sho yang bergerak dalamkegiatan
ekonomis secara langsung dianggap berada di luar kehidupan moral,sedangkan
bushi dianggap berada pada posisi yang memberikan aturan moralkepada tiga
lapisan masyarakat lainnya.
Sistem penggolongan tersebut mengatur dengan ketat status dan peran
daritiap-tiap golongan. Seseorang yang telah dilahirkan dalam golongan
tertentutidak dapat naik ke kelas lain begitu saja, tiap-tiap kelas tersebut
dibedakanmenurut pekerjaan atau cara mereka untuk hidup.. Nilai pekerjaan
yangmenentukan status seseorang tersebut diukur menurut beban tanggungjawab
secara ekonomis dan pengorbanannya bagi kaum penguasa. Dengan demikian, hal
itu berarti menempatkan suatu kelas pada tingkat yang lebih tinggi jika ia bekerja
lebih keras atau lebih banyak berguna bagi kepentingan kaum penguasa dengan
keuntungan yang lebih kecil bagi dirinya sendiri.
Pemberontakan sering terjadi dikarenakan dalam pembagian kelas tidak
boleh terjadi perpindahan dari golongan yang satu ke golongan yang lainnya.

28
Universitas Sumatera Utara

Kebijakan ini tujuannya adalah untuk menjaga kemurnian setiap golongan dan
membatasi setiap gerak gerik rakyat Jepang. Setiap Perselisihan mengenai pajak
sering yang menjadi penyebab keributan antara petani dengan para samurai.
Bahkan

tidak

jarang

terjadinya

pemberontakan

yang

besar.

Namun

pemberontakan ini bisa segera diatasi. Karena pembagian kelas masyarakat ini
juga kehidupan golongan pedagang naik ke dalam status sosial yang lebih tinggi
karena pada masa ini kaum pedagang memiliki peranan yang sangat penting untuk
kemajuan perekonomian negara Jepang.

29
Universitas Sumatera Utara