BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAIASHIGARU - Fungsi Dan Tugas Ashigaru Dalam Situasi Perang Pada Zaman Kamakura Hingga Zaman Edo

  

BAB II

GAMBARAN UMUM MENGENAIASHIGARU

2.1KonsepAshigaru

  Ashigaru merupakan usaha awal yang dilakukan oleh penguasa Jepang untuk mengendalikan dan mensistematiskan pasukan militer yang dimilikinya. Hingga akhirnya Kaisar Tenmu (masa pemerintahan 673-686) memperkirakan pasukan militer yang dimilikinya terlalu banyak diisi oleh pasukan wajib militer pejalan kaki(Ashigaru), tetapipada akhirnya, program wajib militer tersebut terpaksa dihentikan karena banyak dari wajib militer tersebut yang melarikan diri.

  Pada abad ke-10, pemerintah Jepang mulai mengandalkan jasa militer yang disediakan oleh para pemilik tanah dan menjamin posisi ‘perwira’ dari para wajib militer. Mereka ini lah yang nantinya disebut samurai yang pertama, yang dibantu oleh pasukan dari kelas bawah yang pada saat itu merupakan pasukan yang diisi oleh para petani. Beberapa pejuang pejalan kaki yang memiliki kelas rumpun yang tertentu akan bertanggung jawab dalam merawat dan mengontrol para Genin ( pembantu militer).

  Para Genin ini yang bertugas untuk membawa peralatan perang dan merawat kuda, dan juga beberapa dari mereka memerankan peran yang cukup penting yang ditugaskan untuk tujuan tertentu yang merupakan arahan dari para pemiliknya. Para Genin akan ikut berperang jika dibutuhkan, khususnya ketika hidup para samurai dalam bahaya, tetapi kebanyakan pertarungan para samurai merupakan pertarungan yang sangat pribadi, yang membuat para Genin hanya bersifat pendukung kecil. Jika jasa mereka diakui dan dihargai, para Genin memperoleh kesempatan untuk mendapatkan promosi dan diangkat statusnya menjadi samurai.

  Khususnya dalam pasukan, mereka yang terikat kewajiban secara social atau tidak memiliki jasa apapun ditempatkan selayaknya pasukan pejalan kaki. Mereka direkrut secara terburu-buru, tidak ditraining dengan layak dan merupakan prajurit yang sangat buruk. Dalam serangkaian cerita peperangan luar biasa para samurai, selalu ada orang-orang hebat yang tak diketaui namanya, dan itu hanya akan diketahui jika semua teks tentang peperangan yang ada ditelaah dengan teliti. Anehnya, catatan tentang para pejuang pejalan-kaki yang disia-siakan itu tidak banyak ditemukan dalam catatan sejarah yang tersirat dalam lukisan atau gulungan catatan tentang sejarah yang bertahan hingga masa kini.

  Dalam Heiji monogatari Emaki dan beberapa sampul yang menggambarkan para pejuang yang bertarung dengan berjalan kaki. Para pelukis telah membuat lukisan yang membuat perbedaan antara para pejuang pejalan-kaki dan para samurai yang memakai pelinduung tubuh yang kuat dan terlihat gagah, dalam tampilan fisik juga digambarkan para pejuang pejalan-kaki tersebut terlihat sangat kasar, karakter yang jelek, wajah berewokan dan tampilan yang menunjukkan kurangnya dedikasi dbandingkan pasukan kelas yang lain. Contoh lain menunjukkan perbedaan antara para samurai dan pejuang pejalan-kaki dalam fungsi yang mereka kerjakan pada saat itu. Para samurai yang menunjukkan kekuatan yang sangat luarbiasa dalam memanah sementara para pejuang pejalan-kaki hanya membabibuta menghancurkan bangunan- bangunan.

  Pada perang Gempei (1180-1185) keluarga Minamoto memperoleh kemenangan atas lawannya Taira dan shogun yang pertama. Pada saat itu juga diktator militer yang kekuatan perangnya menurun diangkat oleh kaisar. Tetapi perang masih berlanjut dengan para pejuang pejalan kaki yang kadang-kadang muncul sebagai petarung dan korban. Sebagai contoh dalam sejarah azuma kagami pada tahun 1221 kami membaca “tentara barat sudah memenuhi Negara tetangga dan mencari para pejuang pejalan kaki yang sudah meninggalkan medan peperangan. Kepala berlepasan, pisau menyambar-nyambar, lagi dan lagi.”

  Pada tahun 1274 dan 1281 para elite samurai yang didukung oleh para pejuang pejalan kaki memukul mundur dua serangan pasukan Mongolia. Selama bertahun- tahun jepang menikmati masa damai sampai kurangnya keyakinan untuk usaha memperbaiki kekaisaran mengarah pada perang Nanbokucho yang melibatkan dua kaisar besar yang berseteru dan bertahan hingga abad ke-14.

  Kebanyakan aksi dari peperangan ini dilaksanakan melalui posisi bertahan didaerah pegunungan hingga cara baru dalam penggunaan pemanah memasuki tahap perkembangan. Pada saat ini tidak lagi digambarkan para samurai yang menembakkan satu persatu busurnya melainkan busur dalam jumlah yang sangat besar ditembakkan oleh pasukan sekelas pasukan pejalan kaki. Ini merupakan teknik yang digunakan pasukan Mongol untuk melawan pasukan Jepang. Taiheiki menyebutkan julukan dari pemanah kelas bawah sebagai Shashu no ashigaru (Ashigaru sang pemanah). Disini merupakan ungkapan Ashigaru pertama sekali diucapkan dalam sejarah Jepang. Lebih dari 2000 prajurit yang berjuang untuk Shasaki dalam peperangan Shiijo Nawate pada tahun 1348-1800 adalah para pemanah kelas bawah ini.

  Satu abad kemudian kata Ashigaru muncul lagi dalam konteks yang berbeda dan membawa malapetaka pada perang Onin, pada tahun 1467-1477 khususnya perang kebiadaban yang terjadi secara rutin disekitar Kyoto yang merupakan ibukota dari Jepang yang pada saat itu merupakan pusat kebobrokan yang diisi penuh oleh para pencuri, para pembakaran rumah dan pemerasan.

  Kyoto merupakan tempat kedudukan para Shogun tetapi kekuatan nya menurun seiring pertumbuhan Daimyo. Para jenderal yang licik membutuhkan para pejagal untuk keamanan dari para petani yang tidak memiliki lahan dan terpuruk oleh kurangnya rasa keadilan yang pada saat itu merupakan pusat pasar. Kata Ashigaru menunjukkan kurangnya pakaian perang, alas kaki bahkan alat perang sampai akhirnya mereka mencuri dari pasukan musuh yang mereka kalahkan. Beberapa orang terlihat sangat mudah menyesuaikan dirinya bersama para pejuang samurai dan mereka berjuang bersama menjarah, dan akhirnya pergi.

  Pada saat itu Daimyo yang sangat ambisius berhasil meningkatkan jumlah pasukan pejalan kakinya hingga sepuluh kali lipat dari tambahan seperti pencuri dan para pemberontak. Sayangnya mereka yang sudah direkrut lebih sering melarikan diri dan menghilang untuk membalikkan keadaan dan menambah pasukan lawan.

  Para petani yang tidak terlatih yang hanya direkrut karena kebutuhan personal bukan kandidat yang tepat untuk pertarungan yang terorganisir oleh grup dan memegang persenjataan yang jauh lebih pengalaman. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah tindak lanjut untuk meningkatkan kemampuan dan pelatihan berulang – ulang yang pada dasarnya sudah diharapkan dari penguasa daimyo. Kedua pengembangan ini terus berlanjut pada masa peperangan antara Negara, peperangan dan pengepungan dimana-mana.

  Keputusan akhir adalah pengakuan bahwa, walaupun pada dasarnya ashigaru berbeda dengan para elit samurai, kemampuan berperang mereka sangat melengkapi.

  Sangat perlu diketahui bahwa kata ashigaru bukan hanya mengindikasikan prajurit yang diambil dari para petani. Pada awal peperangan antar kota, status yang membedakan antara para samurai dan petani yang kaya sangat tidak jelas kesamaannya, tetapi diantara mereka terdapat samar-samar kehadiran orang-orang yang dinamakan ji-samurai. Kebanyakan ji-samurai mengambil posisi dalam samurai sebagau kerja tambahan dan terkadang mereka bekerja sebagai petani paruh waktu, dan tanah pinjaman yang mereka gunakan jelasdalam bahaya yang kebanyakan dating dari Daimyoo. Hal iini yang pada akhirnya membuat para ji-samurai gamang untuk mengambil keputusan apakah harus tetap menjadi petani atau harus ikut dalam pasukan Daimyo. Tetapi banyak juga yang lebih memilih untuk meninggalkan tanahnya dan hidup dalam barak perlindungan dan ada juga yang lebih memilih untuk menjadi ashigaru.

  Sejarah paling cemerlang dalam kesatuan ashigaru yang merangkak naik jabatan adalah Toyotomi Hideyoshi (1536-1598), orang yang dijuluki sebagai Napoleon-nya Jepang. Ayahnya adalah seorang Ashigaru pada masa pemerintahan Oda Nobuhide yang merupakan ayah dari Oda Nobunaga.

  Selama peperangan ia terkena tembakan pada bagian kaki dan harus mengambil keputusan untuk berhenti dari tugas pertempuran. Dan hasil dari keputusannya untuk berhenti ia kehilangan hubungannya dengan keluarga Oda dan kembali kepertanian. Anaknya, mendapat kepercayaan dari keluarga Oda dan perlahan-lahan merangkak naik jabatan. Setelah kematian Nobunaga, hideyoshi memimpin sejumlah peperangan dan berhasil mendapatkan tampuk kekuasaan diseluruh jepang. Pada tahun 1588, ketika kemenangannya atas seluruh negeri hampis selesai, ia mengeluarkan perintah untuk melucuti setiap senjata yang ada pada seluruh kaum petani. Itu merupakan sebuah keputusan pemimpin yang sangan berani yang bahkan belum ada pemerintahan sebelumnya yang berani melaksanakan perintah itu, tetapi kekuatan hideyoshi sangat besar dan perintah ini sangat berhasil.

  Setelah pelucutan senjata, kebutuhan akan para ashigaru pada akhirnya hilang, memaksa seluruh Daimyo di jepang untuk mengandalkan orang-orang mereka sendiri untuk menjadi prajurit, dan pada than 1591, ketika seluruh Daimyo sudah sadar akan kekuatan yang dimiliki pemerintahnya, hideyoshi mengeluarkan mandat untuk membekukan seluruh kehormatan yang diberikan oleh Daimyo. Yaitu, melarang perubahan status apapun baik dari seorang samurai menjadi petani atau sebaliknya, dan perubahan status dalam bentuk apapun. Berikut adalah kutipan dari maklumat yang dikeluarkan Hideyoshi:

  “jika ada diantara para penduduk yang sebelumnya berasal dari kemiliteran dan memilih untuk hidup sebagai petani dari mulai bulan ketujuh pada tahun lalu, dengan surat perintah daerah Mutsu, kalian ditugaskan untuk memantau dan mengasingkan mereka”

  “jika ada petani yang meninggalkan ladangnya, atau berganti profesi menjadi pedagang atau mempekerjakan buruh, bukan hanya dia yang mendapat hukuman, tetapi seluruh penghuni desanya akan mendapat hukuman”

  “tidak ada pembantu militer yang meninggalkan tuannya tanpa izin dan mendapat pekerjaan ditempat lain.” Para Ashigaru yang diambil dari pasukan Daimyo yang telah kalah dilarang kembali ke pertanian. Dari mulai tahun 1591, terjadi situasi yang sangat berbeda dari situasi sebelumnya. Petani yang memenuhi posisi militer hanya akan berubah menjadi buruh, dan jika ada ashigaru yang bertugas sebagai pengangkut peluru dapat bersyukur dirinya beruntung tidak mendapat status yang lebih rendah, dan hanya satu tingkat dibawah status samurai.

  Penerapan setiap maklumat mengambil waktu yang cukup panjang, dan hanya bisa dilaksanakan oleh pengganti hideyoshi yaitu Tokugawa leyasu (1542-1616).

  Ashigaru dikenal dengan sebagai pasukan yang berbeda dari kesatuan militer jepang, tanpa mendapat jaminan apapun. Dengan pendirian kekuasaan dari Tokugawa membuat pemisahan status dalam kehidupan social di jepang menjadi sangat keras. Samurai menempati posisi paling atas sementara ashigaru berada diantara mereka, dan menghilangkan jabatan apapun dibawah para samurai.

  Buku yang dikeluarkan pemimpin jepang pada masa itu yang berjudul Zohyo

  

Monogatari yang berarti kisah para prajurit yang ditulis pada tahun 1649 oleh samurai

  yag bertugas sebagai pemimpin para ashigaru yang diharapkan dapat diwariskan sampai anak cucunya dan bagaimana cara mendapatkan yang terbaik dari mereka.

  Penulisnya adalah Matsudaira Nobuoki, merupakan anak dari matsudaira nobutsuna yang mengepalai pasukan shogun selama masa pemberontakkan shimabara pada tahun 1638, yang merupakan aksi terakhir dari pasukan samurai untuk menyerang sebagaimana pemberontakkan shimabara yang dirancang oleh seorang samurai Kristen yang murtad dan para petani yang kecewa, Matsudaira Nobuoki telah mendapatkan beberapa pelajaran dalam memantau dengan gigih kemampuan bertarung musuhnya.

  Tujuan yang sebenarnya zohyo monogatari adalah fakta yang telah tertulis dengan sebenarnya. Perang pada abad 12 yang menghasilkan catatan-catatan sejarah yang hanya berkonsentrasi pada kehebatan samurai . zohyo monogatari adalah buku pegangan untuk pemimpin ashigaru.

2.2 Perekrutan Ashigaru

  Sejarah tentang perekrutan ashigaru adalah pergerakkan dari prajurit biasa yang sangat kurang pelatihan menuju keorganisasi yang profesional dengan pengabdian yang terus menerus dan tidak ada ilustrasi yang lebih baik untuk mengambarkannya selain metode perekrutan.

  Kebiasaan alami dari kegiatan ashigaru selama perang onin(1467-1477) dipastikan jumlah rata-rata prajurit yang melarikan diri adalah sama dengan prajurit yang mendaftar dan dalam beberapa kesempatan, pasukan itu dapat bertambah oleh kelompok ashigaru yang oportunis tanpa pemerintah komandannya. Beberapa orang yang mencari kesempatan merupakan kaki tangan dari kampanye gelap dan tidak dapat dibedakan dengan perampok petani yang berkeliaran pada malam hari, membunuh para samurai yang terluka dan mencuri semua persediaan.

  Sebagai tambahan cara perekrutan yang kurang jelas ini, daimyo menambahkan pasukannya dari orang-orang yang berkerja ditanahnya baik para petani atau para samurainya.

  Sebagaimana tahun-tahun berlalu dan sebagian wilayah daimyo menjadi semakin luas, itu membuat perekrutan ashigaru menjadi lebih teratur dan sistematis.

  Akhir dari evolusi ini adalah perubahan dari ashigaru menjadi orang yang benar benar ikut dalam peperangan atau tentara sepenuh waktu.

  Sampai sekitar tahun 1580 tekanan dan sumber yang didapat oleh daimyo dari ashigaru membuatnya menempatkan ashigaru dalam dua posisi yaitu prajurit dan petani, dan itu hanya terjadi ketika durasi peperangan menjadi lebih lama untuk mengatasi masalah dalam sistemnya. Hal itu membuat para pemilik tanah yang kaya menyiapkan para petarungnya dan benar benar berhati-hati melindungi hasil produksinya, hingga mereka berkembang dari segi ekonomi dan militer.

  Ekonomi dan militer yang sukses pasti berbuah kesuksesan, karena daimyo akan menarik perhatian pengikutnya dari kedua tujuan tersebut dan itu mempermudahnya untuk mengatur divisi tenaga kerjanya. Jumlah yang signifikan datang dari ashigaru yang oportunis yang berhenti menjadi prajurit dan memutuskan untuk tinggal dan sebagian berhasil melarikan diri dari daimyo yang kurang menjanjikan dan mencari tuan yang lebih menjanjikan.

  Dalam beberapa kasus terdapat jual beli kesetiaan ketika musuh yang telah kalah tenggelam dalam kekuasaan sang pemenang. Dalam hal yang sebaliknya,peperangan antar samurai lebih sering mengarah kepada hara-kiri. Daimyo yang telah dikalahkan lebih sering menyerahkan wilayahnya termasuk lahan pertanian dan para pejuangnya dalam harapan diberikan investasi dalam bentuk lain dan di anggap sebagai aliansi.

2.3 Perlengkapan Ashigaru A.Jubah

  Bukti bahwa meningkatnya peran penting dari ashigaru ditemukan dari banyaknya baju-baju perang yang dibuat untuk mereka diketahui sebagai okashi gusoku(jubah pinjaman), jubah ashigaru merupakan jubah yang sangat sederhana, terdapat lebih sedikit pelindung pada bagian tubuh daripada do (pelindung tubuh pada jubah yang umum) dengan sedikit tambahan pada pinggiran jubah.

  Hal tersebut menjelaskan bahwa Daimyo , yang menyediakan jubah itu mulai lebih menghargai kinerja dan kontribusi yang diberikan oleh ashigaru dan mulai memperhatikan keselamatan pasa pejuangnya. Hampir seluruh pejuang osaki gosujo memiliki lencana dari daimyo didepan pelindung tubuh mereka. Sebuah benda sederhana juga terkadang ditambahkan oleh para ashigaru di sashimoni (bendera) yang mereka kaitkan di jubah perang mereka.

  Beberapa pasukan, khusisnya klan Li dari hikone memberikan warna tambahan yang seragam pada jubah perangnya. Kombinasi-kombinasi yang ditambahkan itu bertujuan untuk mengubah jubah Ashigaru menjadi terliha lebih ke- militeran.

  Perubahan penempatan persenjataan perang membuat status militer ashigaru meningkat. Selama masa jayanya pada perang Gempei(1180-1185) senjata utama para samurai adalah busur, jelas keahlian pemanah pada samurai tidak lagi sebuah hal yang meragukan. Tetapi sekitar tahun 1530 ashigaru masih digunakan sebagai senjata paling depan sementara para samurai yang hebat itu berperang menggunakan tombak bukan menggunakan busur.

  Memulai tahun 1550 kedepannya, busur Ashigaru diganti dengan menggunakan senjata api, tetapi untuk mengefektifkan senjata yang telah digunakan, para ashigaru ditempatkan pada posisi paling depann di kesatuan peperangan, posisi yang merupakan suatu hal yang menjadi status martabat paling tinggi dan secara tradisional merupakan posisi yang menunjukkan loyalitas seorang samurai yang luar biasa. Kehormatan yang sangat luar biasa jika berada pada posisi yang paling depan untuk menghadapi musuh. Penempatan prajurit kelas rendah pada posisi itu memberikan tantangan pada martabat para samurai, walau taktik menyeluruh seperti itu hanya untuk menjatuhkan mental lawan hingga akhirnya para samurai menyerang dengan kekuatan penuh, ketika para samurai bergantian menyerang, para ashigaru perlahan-lahan bergerak mundur. Hingga pada tahun 1590 posisi serupa menjadi strategi yang sangat umum, menunjukkan perbedaan sifat militer yang sangat kental.

  Walau tidak semua orang menyetujuinya dan banyak yang memberikan komentar yang cukup jelek pada akhir sejarah yang mengatakan sedikitnya sekitar 10 sampai 20 pengendara kuda meninggal secara singkat merupakan strategi yang membuat pasukan dengan rank yang lebih tinggi menjjadi korban, lama kelamaan ini menjadi strategi atau cara berperang ashigaru.

  B. Tombak

  Ashigaru mempergunakan tombak sekitar tahun 1530. Nagae-yari (tombak panjang yang runcing. Penombak merupakan tulang punggung pasukan Jepang sejak abad ke 15, tapi memerlukan waktu untuk berkembang. Inovasi besar dalam taktik perang tidak hanya timbul dengan kemunculan senjata baru. Tradisi dan kebiasaan lama menghalangi perubahan kebiasaan bertempur.

  Saat tombak menjadi andalan dalam pasukan Jepang ukurannya menjadi bertambah, sehingga , misalnya, tombak sepanjang 5,5 meter menjadi hal yang umum,. Oda Nobunaga memanjangkan tombaknya menjadi 8,2 meter,yang memberikan keuntungan pasukan infanteri nya dalam medan pertempuran.

  C. Perlengkapan Tambahan Ashigaru

  Ada banyak perlengkapan Ashigaru belum diuraikan diatas, contohnya saja botol air yang terbuat dari bambu, Haori atau jaket yg berbentuk seperti rompi biasa,peralatan kerja seperti parang, pisau, dan alat yg berbentuk seperti arit, ada juga keranjang anyaman untuk barang pribadi, kasur tidur yang terbuat dari jerami, dan ada juga senjata lain berupa busur dan anak panah.

  Perlengkapan yang berbeda dapat dilihat pada Ashigaru penembak Harquebus atau bedil, seorang Ashigaru penembak dilukiskan mengenakan baju zirah sederhana , dan diperlengkapi dengan baik untuk menembakkan senjatanya.

  Para Ashigaru penembak membawa kantung peluru yang terbuat dari kulit yang halus, tas peluru yang di buat dari kulit juga, mereka juga membawa botol untuk menyimpan bubuk mesiu agar tetap kering, ada juga kotak penyimpanan peluru, gulungan sumbu,serta botol bubuk mesiu yang berbeda yang dipernis dan memiliki sumbat pengukur.

  Banyaknya perlengkapan yang diperlukan untuk menggunakan senjata api, membuat sejumlah Ashigaru tetap memilih busur hingga decade akhir abad ke 16.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BRONKOSKOPI 2.1.1. SEJARAH BRONKOSKOPI - Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker 2.1.1 Pengertian - Resiliensi dan Mekanisme Koping Orangtua Anak Penderita Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 18

SK Dirjen Pendis Nomor 5161 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MI (Madrasah Ibtidaiyah) - Berkas Edukasi

1 3 81

SK Dirjen Pendis Nomor 5162 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MTs (Madrasah Tsanawiyah) - Berkas Edukasi

1 3 88

SK Dirjen Pendis Nomor 3751 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MA (Madrasah Aliyah) - Berkas Edukasi

0 6 86

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI(PKLM) A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia - Pelaksanaan Surat Teguran Dalam Upaya Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak Negara Di Kantor Pelayanan P

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri - Pelaksanaan Surat Teguran Dalam Upaya Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak Negara Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kanker Payudara - Karakteristik Penderita Kanker Payudara Yang Dirawat Inap Di Rsu Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011-2013

0 0 34

Penggunaan Pati Jagung Gelatinasi Sebagai Bahan Pengikat Pada Formulasi Tablet Allopurinol

0 1 44