Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

BAB II
Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Konsumen
A. Pengertian Konsumen dan Perlindungan Konsumen

Sebagai suatu konsep, “konsumen” telah diperkenalkan beberapa
puluhtahun yang lalu di berbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan
negaramemiliki undang-undang atau peraturan khusus tentang perlindungan
konsumentermasuk

penyediaan

sarana

peradilannya.

Sesuai

dengan

perkembangan itu,berbagai negara telah menetapkan hak-hak konsumen yang
digunakan sebagailandasan pengaturan perlindungan konsumen.13

Istilah

konsumen

berasal

dari

kata

consumer

(Inggris-Amerika),

atauconsument/konsument (Belanda). Secara harafiah, arti kata consumer
adalahlawan dari arti kata produsen, yaitu “setiap orang yang menggunakan
barang”.Tujuan dari penggunaan barang atau jasa yang akan menentukan
termasukkonsumen kelompok mana pengguna tersebut. Dalam Kamus Bahasa
Inggris-Indonesia, kata consumer diartikan sebagai “pemakai atau konsumen”.14
Black’s Law Dictionary mendefinisikan konsumen sebagai “A person

whobuy goods or service for personal, family, or household use, with no intention
or resale, a natural person who use products for personal rather than business
purpose”.15Textbook on Consumer Law menyatakan “Consumer is one who
purchase

goods

or

service”.

Kamus

Umum

Bahasa

Indonesia

Nurmadjito, makalah “Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan

tentang Perlindungan Konsumen dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas” dalam buku Celina
Tri Siwi Kristiyanti, hal 22
14
Az. Nasution, Op. Cit., hal. 3.
15
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minnesota : West Publishing,
2004), hal. 335.
13

Universitas Sumatera Utara

mendefinisikan“Konsumen sebagai lawan produsen, yakni pemakai barangbarang hasil industri,bahan makanan, dan sebagainya”.16
Dari definisi tersebut dihendaki bahwa konsumen adalah “setiap orangatau
individu

yang harus dilindungi

selama

tidak memiliki


kapasitas dan

bertindaksebagai produsen, pelaku usaha dan/atau pebisnis”.17
Hukum positif Indonesia yang ada sampai pada tahun 1999, belum
mengenal istilah konsumen. Akan tetapi, hukum positif Indonesia berusaha untuk
menggunakan beberapa istilah yang pengertiannya berkaitan dengan konsumen.
Berbagai penggunaan istilah yang berkaitan dengan konsumen tersebut
mengacu kepada perlindungan konsumen, walaupun belum memiliki ketegasan
dankepastian tentang hak-hak konsumen.18Hal ini dapat dilihat dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang menggunakan istilah
“setiap orang” untuk pemakai,pengguna dan/atau pemanfaat jasa kesehatan dalam
konteks konsumen. Istilah inidisebutkan dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5 dan Pasal 46.Istilah“masyarakat” yang disebutkan dalam Pasal 9, Pasal 10,
dan Pasal 21 juga mengacu kepada konsumen.19
Berbagai pengertian tentang “konsumen” dikemukakan agar dapat
mempermudah pembahasan tentang perlindungan konsumen. Pengertian tersebut
dapat

ditemukan


dalam

Rancangan

Undang-Undang

Perlindungan

16

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1976), hal. 521.
17
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Kencana, 2013), hal. 15.
18
Ibid., hal. 14
19
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Konsumen,sebagai upaya ke arah terbentuknya Undang-Undang Perlindungan
Konsumen maupun dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.20
Pengertian konsumen dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yaitu
:“Konsumen

adalah

pemakai

barang

atau

jasa

yang

tersedia


dalam

masyarakat,bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang
tidak untuk diperdagangkan kembali”.21
Pengertian konsumen dalam naskah final Rancangan Akademik UndangUndang Perlindungan Konsumen, yang disusun oleh Fakultas Hukum
UniversitasIndonesia bersama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan
PerdaganganDepartemen Perdagangan RI, yaitu : “Konsumen adalah setiap orang
atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk
diperdagangkan”.22
Di

Belanda,

oleh

Hondius

disimpulkan


bahwa

arti

konsumen

adalah“pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa”23, sedangkan di
Spanyol,pengertian konsumen didefinisikan secara lebih luas, yaitu “konsumen
bukanhanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli
atau pemakai akhir”.24

20

Ahmadi Miru, Op. Cit., hal. 19.
Ibid., hal. 20.
22
Ibid.
23
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Grasindo, 2000), hal. 3.
24

Ibid., hal. 4.
21

Universitas Sumatera Utara

Mariam Darus Badrul Zaman mendefinisikan konsumen dengan mengambil
pengertian yang dipergunakan oleh kepustakaan Belanda yaitu“Semua individu
yang menggunakan barang dan jasa secara konkret dan riil”.
Sementara itu, Anderson dan Krumpt menyatakan kesulitannya untuk
merumuskan definisi konsumen. Akan tetapi, para ahli hukum pada umumnya
sepakat bahwa arti konsumen adalah “Pemakai akhir dari benda dan/atau jasayang
diserahkan kepada mereka oleh pengusaha”.25
Terdapat tiga pengertian konsumen yang ingin mendapat perlindungan,
yaitu :26
a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau
pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.
b. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang
dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang/jasa lain atau
untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial.
Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha.

c. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang
dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri,
keluarga atau rumah tangganya, dan tidak untuk diperdagangkan
kembali.
Konsumen akhir inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya
dalamUndang-Undang Perlindungan Konsumen.27 Pengertian konsumen menurut

25

Zulham, Op. Cit., hal. 16.
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen,
(Bogor : Gahlia Indonesia, 2008), hal. 10.
26

Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal
1angka 2 yang menyatakan : “Konsumen adalah setiap orang pemakai
barangdan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri,keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan”.28
Unsur-unsur definisi konsumen yaitu :29
a. Setiap Orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang
yangberstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. 30Dalam UndangUndang ini, yang dimaksudkan “orang” merupakan orang alami dan
bukan badan hukum. Sebab yang dapat menggunakan
dan/ataumemanfaatkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi
kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan, hanyalah orang alami atau manusia.31
b. Pemakai
Sesuai dengan Penjelasan Pasal 1 angka 2 UndangUndangPerlindungan Konsumen, kata pemakai merujuk pada
konsumen akhir(ultimate consumer). Dalam hal ini penggunaan istilah
“pemakai”menunjukkan barang dan/atau jasa yang dipakai tidak sertamerta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, konsumen tidak selalu harus
memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk
memperoleh barang dan/atau jasa itu. Konsumen memang tidak sekadar
pembeli (buyer) tetapi semua orang (perorangan atau badanu saha) yang
mengonsumsi jasa dan/atau barang. Jadi, yang paling penting dalam
terjadinya suatu transaksi konsumen berupa peralihan barang dan/atau
jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.
c. Barang dan/atau Jasa
Saat ini, kata “produk” sudah berkonotasi barang atau jasa. UndangUndang Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai
setiapbenda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupuntidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat
dihabiskan,yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan,
atau dimanfaatkan oleh konsumen. Undang-Undang Perlindungan
Konsumen
tidak
menjelaskan
perbedaan
istilah-istilah
27

Ibid.
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 2
29
Shidarta, Op. Cit., hal. 4-9.
30
Ibid., hal. 27.
31
Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 10-11.
28

Universitas Sumatera Utara

“dipakai,dipergunakan, atau dimanfaatkan”. Sementara itu, jasa
diartikansebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi
yangdisediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
d. Yang Tersedia dalam Masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah
harustersedia di pasaran. Hal ini tercantum juga dalam UndangUndangPerlindungan Konsumen Pasal 9 ayat 1 huruf e. Namun dalamp
erkembangan perdagangan yang makin kompleks saat ini, syarat itu
tidak mutlak lagi dituntut oleh konsumen. Misalnya, perusahaan
pengembang (developer) perumahan sudah biasa mengadakan
transaksi terlebih dulu sebelum bangunannya jadi.
e. Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup
Lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri,keluarga,
orang lain, dan makhluk hidup lain. Kepentingan ini tidaksekadar
ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barangdan/atau
jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri
dankeluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan
tumbuhan.
f. Barang dan/atau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
mempertegas hanya kepada konsumen akhir. Penegasan ini sudah biasa
dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengenal istilah konsumen
atau consument.32Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan
beberapa

istilah

yang

berkaitan

dengan

konsumen

yaitu

pembeli

(koper)diaturdalam pasal 1457–1540 KUH Perdata, penyewa (hurder) diatur
dalamPasal 1548–1600 KUH Perdata, penitip barang (bewarrgever) diatur
dalamPasal 1694–1739KUH Perdata, peminjam (verbruiklener) diatur dalam
Pasal 1754– 1769 KUHPerdata, dan sebagainya. Sementara itu dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang ditemukan istilah tertanggung (verzekerde)
diatur

dalam

Pasal

246–308Buku

I

KUH

Dagang

dan

penumpang

(opvarende)diatur dalam Pasal 341– 394 Buku II KUH Dagang.33

32
33

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 62.
Zulham, Op. Cit., hal. 14.

Universitas Sumatera Utara

Selain istilah-istilah yang telah dibahas sebelumnya, terdapat lagi istilahlain
seperti hukum perlindungan konsumen. Di dalam Undang-UndangPerlindungan
Konsumen tidak dijelaskan pengertian tentang hukum perlindungankonsumen,
tetapi hanya dijelaskan pengertian tentang perlindungan konsumen itusendiri.
Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka
1disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamina danya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen”34
Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah
sangat sering terdengar. Hukum (perlindungan) konsumen merupakan salah satu
bidang dari ilmu hukum. Hukum konsumen hanya ranting kecil dari pohon
hukum, yaitu merupakan bagian dari jangkauan dari hukum dagang yang tercakup
dalam bagian III dari hukum dagang dengan cabang besarnya hukum dagang.35
Secara umum, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan
konsumen itu seperti yang dinyatakan oleh Lowe yakni : “… rules of law which
recognize the bargaining weakness of the individual consumer and which ensure
that weakness is not unfairly exploited”.36

34

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 1.
35
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 22.
36
67R. Lowe, Commercial Law, (London : Sweet & Maxwell, 1983), hal. 23 dalam
Shidarta, Op. Cit., hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

Ada sarjana yang berpendapat hukum perlindungan konsumen merupakan
bagian dari hukum konsumen yang lebih luas itu. Misalnya, Az. Nasution
berpendapat bahwa: 37
“Hukum konsumen memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat
mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen. Hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa
konsumen, di dalam pergaulan hidup”.
Adapun pengertian hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan
asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsum
endalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa
konsumen.38
Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang
hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Pada dasarnya, hukum
konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang
sama,yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Dimana materi pembahasan
nyameliputi bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum
sertabagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat. Dengan
demikian,hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan
sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajibankewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi
kebutuhannya. 39

37

Az. Nasution, Op. Cit., hal. 23.
Janus Sidabalok, Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya
Bakti : 2010), hal. 46.
39
Ibid.
38

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segal
upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai
wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen
adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya
perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. 40
B. Pengaturan Perlindungan Konsumen di Indonesia
Dalam membahas hukum konsumen di Indonesia, tidaklah lengkap apabila
tidak

membahas

terlebih

dahulu

sejarah

perlindungan

konsumen

dan

pengaturannya, perlindungan konsumen merupakan suatu hal yang cukup baru di
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Perkembangan perekonomian dan perdagangan yang sangat pesat telah
mendorong tumbuhnya sistem perlindungan konsumen, dengan kemajuan
teknologi telekomunikasi dan informasi, arus transaksi barang dan jasa semakin
luas melintasi batas-batas wilayah suatu negara, yang pada akhirnya konsumen
menghadapi berbagai jenis barang dan jasa yang beraneka ragam baik yang
berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.41
Jenis barang dan jasa yang beraneka ragam itu memang memberikan
kemudahan bagi konsumen dalam memilih, namun disisi lain memberikan
dampak

negatif

bagi

penggunanya

apabila

produk

tersebut

mengakibatkankerugian bagi sipengguna.
Tumbuhnya perlindungan konsumen bermula dari adanya gerakan-gerakan
konsumen (consumers movement) diawal abad ke 19. Diikuti dengan
dibentuknyaLiga Konsumen yang pertama kali di New York pada tahun
40
41

Ibid., hal. 47.
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.Cit, hal. 1

Universitas Sumatera Utara

1891.42Pada tahun 1960 berdiri sebuah organisasi konsumen bertarafInternasional
bernama Internasional Organization of Consumer Union (IOCU)yang di wakili
dari berbagai Negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Australia dan
Belgia.43 Di era tahun 1960-an Negara-negara lain mulai membentuk Undangundang Perlindungan Konsumen. Di Amerika Serikat banyak peraturan yang telah
berhasil diundangkan dan putusan-putusan hakim yang dijadikan acuan dalam
memperkuat perlindungan konsumen.44
Pada tahun 1962 Presiden AS John F Kennedy menyampaikan consumer
message yang terkenal dengan empat hak konsumen yaitu:45
1. Hak untuk mendapatkan keamanan
2. Hak untuk mendapatkan informasi
3. Hak untuk memilih
4. Hak untuk didengar
Di Indonesia sendiri, masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar
pada tahun 1970-an yang ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI). Lembaga ini lahir karena pesatnya investasi diIndonesia, baik
dilakukan secara joint venture maupun melalui investasi dalam negeri.46YLKI
pada awalnya hanya memperhatikan promosi untuk memperlancar barang-barang
dalam negeri, sampai akhirnya YLKI mengimbangi dengan langkah-langkah
pengawasan agar masyarakat tidak merasa dirugikan oleh pelaku usaha dan
produk yang dibeli kualitasnya terjamin.
42

Ibid., hal. 12.
N.H.T Siahaan, Pelindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, (Jakarta :
Pantai Rei, 2005), hal. 292
44
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2000),
hal.29
45
N.H.T Siahaan, Op.Cit, hal. 295
46
Ibid., hal. 301.
43

Universitas Sumatera Utara

Setelah Indonesia merdeka hingga tahun 1999, undang-undang di Indonesia
belum mengenal istilah perlindungan konsumen. Namun bebera paperaturan
perundang-undangan di Indonesia telah berusaha untuk memenuhi unsur-unsur
perlindungan konsumen namun tetap saja peraturan tersebut belum memiliki
ketegasan dan kepastian hukum tentang hak-hak konsumen.47
YLKI

bersama

dengan

Badan

Pembinaan

Hukum

(BPHN)membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan

Nasional
Konsumen.

Namun Rancangan Undang-Undang ini ternyata belum dapat memberi hasil,
sebab

pemerintah

UndangPerlindungan

mengkhawatirkan
Konsumen

akan

bahwa

dengan

menghambat

lahirnya
laju

Undang-

pertumbuhan

ekonomi.Setelah dua puluh tahun diperjuangkan, DPR akhirnya melalui
sidangparipurna pada tanggal 30 Maret 1999 menyepakati Rancangan UndangUndang(RUU) tentang perlindungan konsumen. Atas keaktifan YLKI dalam
melindungi konsumen baik secara nasional maupun internasional dan desakan
masyarakat Indonesia akhirnya dapat menghasilkan sebuah Undang-undang
mengenaiperlindungan konsumen yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen.
Sesuai dengan Pasal 1 Angka 1 UUPK “Perlindungan Konsumen
adalahsegala

upaya

yang

menjamin

adanya

kepastian

hukum

untuk

memberiperlindungan kepada konsumen. Perlindungan terhadap konsumen
dipandangsecara materil maupun formil semakin terasa sangat penting.”

47

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2013), hal.
33

Universitas Sumatera Utara

Mengingat semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
merupakan

bagian

terpenting

Semakinberkembangnya

untuk

produktifitas

kemajuan

jual

beli

kehidupan
semakin

manusia.

banyak

pula

permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen. Mengingat konsumen
sering berada diposisi yang lemah. Upaya-upaya untuk memberikan perlindungan
kepada konsumen merupakan suatu hal penting yang harus segera dicari
solusinya. Untuk itu pemerintah tentu harus memberikan perhatian dan
perlindungan besar kepada konsumen berupa peraturan perundang-undangan.
Adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak
dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Undang-undang
perlindungan konsumen justru mendorong iklim usaha yang sehat serta
mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persainganyang
ada dengan menyediakan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
adalah payung hukum (Umbrella Act) bagi perlindungan konsumen. UUPK
sendiri di dalam penjelasannya menyebutkan sejumlah Undang-undang yangdapat
dikategorikan sebagai peraturan hukum sektoral.
Peraturan

perundang-undangan

yang

bertujuan

untuk

memberikan

perlindungan keamanan, keselamatan, dan kesehatan kepada masyarakat
Indonesia saat ini dapat dijumpai dalam berbagai Undang-Undang, Peraturan

Universitas Sumatera Utara

Pemerintah, dan berbagai Peraturan atau Keputusan Menteri dari berbagai
departemen, antara lain seperti:48
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 202, 203,204,
205, 263, 364, 266, 382 bis, 383, 388 dsb.
Pasal-pasal tersebut mengatur pemidanaan dari perbuatan-perbuatan:
a. Memasukkan bahan berbahaya ke dalam sumber air minum umum
b. Menjual, menawarkan, menerimakan atau membagikanbarang yang
dapat membahayakan jiwa atau kesehatanorang
c. Memalsukan surat
d. Melakukan persaingan curang
e. Melaukan penipuan terhadap pembeli
f. Menjual, menawarkan, atau menyerahkan makanan,minuman dan
obat-obat palsu.
2. Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1473-1512
dan Pasal 1320-1338.
Pasal-pasal tersebut mengatur perbuatan yang berkaitan dengan
perlindungan kepada pembeli dan perlindungan kepada pihak pihak
yang terkait dalam perjanjian.
3. Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya Tahun 1949
Ordonansi yang menetukan larangan untuk setiap pemasukan,
pembuatan, pengangkutan, persediaan, penjualan, penyerahan,
penggunaan dan pemakaian bahan berbahaya yang bersifat racun atau
berposisi racun terhadap kesehatan manusia.
4. Undang-undang tentang Obat Keras Tahun 1949
Undang-undang
ini
memberikan
kewenangan
pengawasan
olehpememrintah
terhadap
pemasukan,
pengeluaran,
pengangkutanbahan-bahan obat keras yang akan diproduksi atau
diedarkan.
5. Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Undang-undang ini memberikan kewenangan pengawasan pemerintah
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. Undang-undang ini
merupakan landasan untuk mengatur hal-halseperti pengawasan
produksi obat, pendaftaran makanan,minuman, dan obat, penandaan,
cara berproduksi yang baik danlain sebagainya. Undang-undang ini
sebagai pengganti berbagaiundang-undang yang mengatur hal-hal yang
berkaitan dengankesehatan manusia.
6. Undang-undang No. 10 Tahun 1961 Tentang Barang
Undang-undang ini merupakan landasan untuk mengatur hal-halyang
berkaitan dengan standar barang. Salah satu pelaksanaa nundangundang ini adalah terbitnya Peraturan Pemerintah tentangStandar
Nasional Indonesia (SNI).
7. Undang-undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

48

Erman Rajagukguk,dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung : Mandar
Maju,2000), hal. 8-10

Universitas Sumatera Utara

Untuk memberikan gambaran pengaturan hukum perlindungan konsumen secara
komprehensif dalam hukum positif Indonesia, maka peraturan tersebut
dikelompokkan menjadi aspek hukum keperdataan, hukum pidana, Hukum
Administrasi Negara dan Hukum Internasional.49
1. Hukum Keperdataan
Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat yaitu
segalahukum

pokok

yang

mengatur

kepentingan-kepentingan

perseorangan.50 Dalamarti yang lebih sempit dikatakan hukum perdata
sebagai lawan hukum dagang. 51Kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia barang
dan/atau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing termuat
di dalam:52
a. KUHPerdata, terutama dalam Buku kedua, ketiga dan keempat
b. KUHD, Buku kesatu dan Buku kedua
c. Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidahkaidah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum,
hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang atau
penyelenggara jasa tertentu dan konsumen.
Hak-hak dan kewajiban konsumen berkaitan dengan aspek keperdataan,
salah satunya adalah hal-hal yang berkaitan dengan perikatan. Hubungan
hukumantara konsumen dengan pelaku usaha umumnya dimulai melalui suatu

49

Ibid., hal. 98.
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 2001), hal.9.
51
Ibid.
52
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2009), hal.69
50

Universitas Sumatera Utara

perikatan.53Dalam

perikatan

karena

perjanjian,

para

pihak

bersepakat

untukmengikatkan diri dan melaksanakan kewajiban masing-masing. Perjanjian
itu punbiasanya diisi dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak.
Biasanyadalam bentuk syarat baku atau tidak baku yang dibuat secara tertulis
maupun tidaktertulis. Dalam perjanjian tersebut dimuat pula ketentuan ganti rugi
apabila salahsatu pihak melakukan wanprestasi. Sehingga pihak yang merasa
dirugikan dapatmenuntut pemenuhannya berdasarkan perjanjian tersebut.
Kata konsumen tidak ada diatur dalam KUHPerdata, namun kata-kata
seperti pembeli, penyewa dan siberutang digunakan di dalam KUHPerdata.
Berikut beberapa pasal di dalam KUHPerdata yang menyangkut dengan
hukum konsumen:54
1. Pasal 1235 (Jo. Pasal-pasal 1033, 1157, 1236, 1365, 1444, 1445,1473,
1474, 1550, 1560, 1706, 1744)
Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termasuk
kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang
bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang
baik sampai pada saat penyerahan.
2. Pasal 1236 (Jo. Pasal-pasal 1235, 1243, 1264, 1275, 1391, 1444,1480)
Si berutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi, dan bunga
kepada si berpiutang, jika ia membawa dirinya dalam keadaan tak
mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau tidak merawatnya
sepatutnya guna menyelamatkannya.
3. Pasal 1504 (Jo. Pasal-pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504 s.d1511)
Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada
barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk
pemakaian yang dimaksudkan itu, sehingga seandainya pembeli
mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli barangnya,
atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang.

53

AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Yogyakarta:
Diadit Media, 2002), hal.72.
54
Shidarta, Op.Cit, hal. 99-100

Universitas Sumatera Utara

Dengan adanya Undang-undang perlindungan konsumen, maka kelemahan
kelemahan yang dulu ada pada hukum perdata sudah dapat diatasi.Diantaranya
perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha sepert ipemberian informasi
yang benar dan jujur, memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan/atau
jasa tertentu yang rusak atau cacat.55
2. Hukum Pidana
Hukum pidana termasuk ranah hukum publik. Dalam Kitab Undang
Undang Hukum Pidana tidak ada disebut kata konsumen. Namun secara implisit
ada bebarapa pasal yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen,
yaitu:56
a. Pasal 204: Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau
membagi-bagikan barang, yang diketahui bahwa membahayakan nyawa
atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak diberitahukan,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Jika
perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah dikenakan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu
paling lama dua puluh tahun.
b. Pasal 359: Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya
orang lain, dianvam dengan pidana penjara palinng lama lima tahun
atau kurungan paling lama satu tahun.
c. Pasal 383: Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli:
(1) karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk
untuk dibeli, (2) mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang
diserahkan dengan menggunakan tipu muslihat.
Diluar
sekaliketentuan

Kitab

Undang-undang

pidana

yang

Hukum

beraspekkan

Pidana

terdapat

perlindungan

banyak

konsumen.

Lapanganpengaturan yang paling luas kaitannya dengan hukum perlindungan

55
56

AZ. Nasution, Op.Cit, hal.108
Shidarta, Op.Cit, hal. 112-113

Universitas Sumatera Utara

konsumenterdapat pada bidang kesehatan dan pengaturan hak-hak atas kekayaan
intelektual.57
3. Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara merupakan instrumen hukum publik yang
penting dalam perlindungan konsumen. Karena, sanksi-sanksi hukum perdata dan
pidana seringkali kurang efektif jika tidak disertai sanksi administratif. Sanksi
administratif ditujukan kepada pelaku usaha, baik produsen maupun pelaku usaha
lain yang mendistribusikan produknya. 58
Didalam UUPK penerapan sanksi adminstratif berupa penetapan ganti
rugicenderung menonjol, mengingat dengan adanya Pasal 60 UUPK yang
mengaturtentang kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
yang notabene bukan Pemerintah yang telah menerbitkan izin tersebut.59
Pencabutan

izinhanya

bertujuan

menghentikan

proses

produksi

dari

produsen/penyalur. Dengan demikian, dampaknya secara tidak langsung berarti
melindungi konsumen danmencegah jatuhnya lebih banyak korban. Campur
tangan administratif Negaraharus dilatarbelakangi iktikad baik untuk melindungi
masyarakat dari bahaya.60
Sanksi administratif dianggap lebih efektif dibanding dengan sanksipidana
atau perdata. Hal ini didukung dengan bebarapa alasan yaitu:61

57

Celina Tri Siwi, Op.Cit, hal. 82
Shidarta, Op.Cit, hal.117
59
Ibid., hal. 118
60
Ibid.
61
Ibid., hal.119
58

Universitas Sumatera Utara

a. Sanksi administratif dapat diterapkan secara langsung dan sepihak,
dengan demikian para penguasa sebagai pihak pemberi izin tidak perlu
meminta persetujuan terlebih dahulu dari pihak manapun. Sanksi
administratif juga tidak perlu melalui proses pengadilan.
b. Sanksi perdata atau pidana seringkali tidak memberikan efek jera bagi
pelakunya. Ganti rugi yang dijatuhkan mungkin tidak sebarapa
dibandingkan dengan keuntungan yang diraih dari perbuatan negatif
produsen. Belum lagi dengan mekanisme penjatuhan putusan yang
berbelit-belit dan membutuhkan proses yang lama
C. Asas – Asas Perlindungan Konsumen
Dalam setiap Undang - Undang yang dibuat oleh pembentuk Undang Undang biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari
diterbitkannya Undang - Undang itu. Asas - asas hukum merupakan pondasi suatu
Undang - Undang itu dan segenap peraturan pelaksananya. Mertokusumo
memberikan ulasan sebagai berikut :
“... bahwa asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan
merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar
belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap
sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang - undangan dan
putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan
mencari sifat - sifat atau ciri - ciri yang umum dalam peraturan konkrit
tersebut .”62
Didalam Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen dikatakan
bahwa “ Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum ”. Memperhatikan
substansi Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen demikian pula
62

Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, cet 1, (
Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002) hal 25

Universitas Sumatera Utara

penjelasannya, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 ( lima ) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar - besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku
usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangn
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti
materiil dan spritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum. 63
D. Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh
hukum atau suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum baik pribadi maupun
umum. Maka dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak
diterima.
Sebelum

membahas

mengenai

hak

konsumen,

ada

baiknya

dikemukakan dulu apa pengertian hak itu. Sudikno Martokusumo dalam bukunya
Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, menyatakan bahwa “dalam pengertian
hukum, hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan
itu sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga dapat

63

Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999,
LN No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 3

Universitas Sumatera Utara

dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh
hukum”.64
Menurut Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan
Konsumen di Indonesia menyebutkan ada tiga macam hak berdasarkan sumber
pemenuhannya, yakni ;
1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita
lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak
boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin
pemenuhannya.
2. Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara
kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum.
3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada
perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain.65
Menurut Consumers Internasional (CI) menyebutkan ada tiga macam hak
berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni ;
1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita
lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak
boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin
pemenuhannya.
2. Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara
kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum.
Contohnya hak untuk memberi suara dalam Pemilu.
3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada
perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang
lain.Contohnya pada peristiwa jual beli. Hak pembeli adalah menerima
barang. Sedangkan hak penjual adalah menerima uang. 66
Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Hak Konsumen diatur didalam Pasal 4, yakni ;
1. Hak atas kenyamanan, keamanan,
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

dan

keselamatan

dalam

64

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta :
Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2003) hal 50
65
Janus Sidabalok,Op Cit, hal 21
66
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op Cit, hal 91

Universitas Sumatera Utara

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.67
Hak tersebut di atas pada intinya adalah untuk meraih kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen. Sebab masalah tersebut merupakan hal
yang paling utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang
penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, tidak aman atau membahayakan
keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Juga
untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa yang dikehendakinya
berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur.
Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk di
dengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi
sampai ganti rugi. Hak-hak konsumen yang tersebut di atas berguna untuk
melindungi kepentingan konsumen, sebagaimana tercantum dalam tujuan dari
perlindungan konsumen yaitu mengangkat harkat hidup dan martabat konsumen.
Sehingga diharapkan konsumen menyadari akan hak-haknya dan pelaku usaha
diharuskan untuk memerhatikan apa saja perbuatan-perbuatan usaha yang dilarang

67

Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999,
LN No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 61

Universitas Sumatera Utara

menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen sehingga tidak ada lagi
pelanggaran hak-hak konsumen.68
Selain ada hak, konsumen juga memiliki beberapa kewajiban. Kewajiban
adalah “ suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual”. Frederic M. Hart
dan Nathalie Martin mengemukakan kewajiban konsumen sebagai berikut :
“... obligation can arise from a large variety of transactions. If personal
property is sold,leased,licensed,assigned,or otherwise disposed of, the obligation
to pay is an account. If service have been rendered or are to be rendered, the
obligation to pay for them is an account. ...”69
Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan.
Kewajiban konsumen dalam Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian;
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa konsumen secara patut.70
Kewajiban ini dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh hasil

yang optimum atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya. 71

68

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op Cit, hal 91
Frederic M. Hart dan Nathalie Martin, Secured Transaction (United States of
America: Aspen Publisher, 2007), hal 29
70
Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999,
LN No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 5
71
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op Cit, hal 30
69

Universitas Sumatera Utara