Project Ilmu Negara Memahami Negara Huku

Project
Ilmu Negara
MEMAHAMI NEGARA HUKUM
1. Bahan berikut merupakan essay bagi kelas dalam mata

kuliah Ilmu Negara
2. Terdapat naskah berkaitan dengan negara hukum setiap
perserta perkuliahan baca dan pahami secara mendalam
3. Dibaca dengan cermat dan lakukan segala perintah yang
terdapat dalam halaman terakhir dalam artikel
sebagaimana terlampir
4. Selamat Membaca!

1

MEMAHAMI KONSEP NEGARA HUKUM
*Ibnu Sina Chandranegara1

Meskipun negara hukum adalah tujuan universal, namun
seperti yang dikatakan Andrei Marmor, secara konseptual
gagasan negara hukum sangat rumit dan membingungkan.2

Sampai saat ini para sarjana hukum belum menemukan kata
sepakat terkait prinsip-prinsip umum yang terkandung di
dalamnya. Bagi Gary Goodpaster, hal ini menjadi sesuatu yang
lumrah mengingat berbicara tentang negara hukum maka akan
mempunyai korelasi yang erat dengan karakteristik di setiap
negara.3 Bagi Indonesia, terma negara hukum sesungguhnya
tidak ditemukan dalam naskah asli UUD 1945, akan tetapi
ditemukan dalam penjelasan UUD 1945, yaitu istilah rechtsstaat
yang dilawankan dengan istilah machtsstaat (negara kekuasaan).
Namun, setelah perubahan UUD 1945 dalam Pasal 1 ayat (3),
secara tegas disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara
hukum . Rumusan seperti ini juga terdapat dalam Konstitusi RIS
1949 dan UUDS 1950.4
Apabila merujuk kepada doktrin, maka terma negara
hukum mempunyai makna yang berbeda-beda meskipun
berujung kepada makna yang sama. Djokosoetono menyebutnya
dengan istilah negara hukum yang demokratis , namun
sebagian kalangan menganggap bahwa sesungguhnya istilah ini
adalah tidak tepat, sebab jika dikaitkan dengan istilah
democratische rechtsstaat , maka yang dimaksud adalah sekedar

rechtsstaat .5 Muhammad Yamin menggunakan kata negara
1

Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta
Andrei Marmor, The Ideal of the Rule of Law, (USC Legal Studies Research
Paper Series, 2008), hlm. 1-2
2

3

Gary Goodpaster, The Rule of Law: Economic Development and Indonesia ,
dalam Timothy Lindsey, Indonesia : Law and Society, (Sidney; The Federation Press,
1999), hlm. 11-12
4

Jimly Assiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat ,
(Jakarta : Pusat Studi HTN dan HAN Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hlm. 3
5

Padmo Wahyono, Guru Pinandita , (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, 1984), hlm. 67.

2

hukum sama dengan rechtsstaat atau government of law ,
lebih jelasnya mengatakan bahwa: Republik Indonesia ialah
negara hukum (rechtsstaat, government of law) ..., bukanlah
negara
kekuasaan,
...(Machstaat) .6
Notohamidjojo
menggunakan istilah negara hukum atau rechtsstaat 7,
sementara Sunaryati Hartono, menggunakan istilah negara
hukum sama dengan rule of law, dalam kata-kata: ...agar supaya
tercipta suatu negara hukum yang membawa keadilan bagi
seluruh rakyat ... penegakan the rule of law itu harus dalam arti
materiil .8 Sudargo Gautama, menyatakan bahwa …dalam suatu
negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap
perseorangan.... di Inggris dikenal dengan rule of law .9 Ismail
Suny, menggunakan istilah rule of law dalam pengertian negara

hukum.10 Sementara itu, istilah government of law, but not man
menurut A. Hamid Attamimi dipakai di Amerika Serikat sebagai
penjelasan dari rule of law.11 Sedangkan Sumrah melihat bahwa
istilah rule of law sebagai isi dan konsepsi dari pada rechtsstaat
atau etat de droit , yang diartikan negara atau pemerintah
berdasarkan atas hukum.12
Selain pandangan di atas, menurut Crince Le Roy istilah
negara hukum bermakna sama dengan konsep rule of law.13
Demikian pula halnya istilah rechtstaats sebagaimana dijelaskan
Mauro Capelletti bahwa … it has since come to be considered by
6

Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi, (Jakarta: Djambatan 1966) hlm

11-12
7

Notohamidjojo, Makna Negara Hukum Bagi Pembaharuan Negara Dan Wibawa
Hukum Bagi Pembaharuan Masjarakat di Indonesia , (Jakarta: Badan Penerbit Kristen
,1970), hlm. 27

8

Sunaryati Hartono, Apakah the Rule of Law, (Bandung, Alumni, 1976), hlm. 35.

9

Sudargo Gautama, Pengertian Negara Hukum, (Bandung, Alumni, 1983), hlm. 3.

10

Ismail Suny, Mencari Keadilan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 123.

11

A. Hamid S.Attamimi, Teori Perundang-undangan di Indonesia , (Pidato
Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum pada FH UI, Jakarta, 25 April 1992) hlm. 8
Sumrah, “Penegakan Hak Asasi Manusia Ditinjau dari Pelaksanaan the Rule of
Law”, dalam Eddy Damian (ed.), Rule of Law dan Praktek Penahanan di Indonesia,
(Bandung: Alumni, 1968), hlm. 33-3
12


13

R.Crince Le Roy, De Vierde Macht, (Surabaya: Departemen Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum Unair, 1976), hlm. 17; dalam kalimat: “Dalam suatu negara hukum
– suatu negara yang dikuasai oleh asas “rule of law”

3

many as essential to the rule of law rechtsstaat anywhere. 14
Pandangan tersebut menujukkan rechtsstaat bermakna sama
dengan the rule of law . Sebagai rentang gagasan, Tahir Azhari
mengungkapkan bahwa pemikiran tentang negara hukum,
sesungguhnya sudah ada dan di mahsyurkan oleh Plato dalam
karyanya nomoi , dan kemudian berkembang menjadi beragam
konsep seperti rechtsstaat, rule of law, socialist legality, negara
hukum Pancasila, dan nomokrasi Islam.15
Apabila dilacak lebih dalam, konsep rechtsstaat mulai
dikenal di Eropa pada abad ke-19.16 Dalam sistem hukum Eropa
kontinental, rechtsstaat juga populer dengan sebutan concept of

legality atau etat de droit.17 Sementara itu penggunaan konsep
rule of law menjadi populer setelah A.V. Dicey menerbitkan
Introduction to Study of the Law of the Constitution.18 Secara
historis, konsep rechtsstaat dan rule of law dilahirkan oleh latar
belakang sistem hukum yang berbeda.19 Konsep rechtsstaat lahir
sebagai reaksi dalam menentang absolutisme kekuasaan, karena
itu sifatnya revolusioner dan bertumpu pada sistem hukum civil
law. Berbeda halnya konsep rule of law, perkembangannya terjadi
secara evolusioner dan bertumpu pada paham atau sistem
hukum common law. Namun demikian dalam perkembangannya,
perbedaan latar belakang itu tidak dipertentangkan lagi,
disebabkan kedua konsep ini menuju pada sasaran yang sama,
yaitu bertujuan untuk mewujudkan perlindungan terhadap

14

Mauro Capelletti, Judicial Review in the Contemporary World , (New York, The
Balbs-Merrill Company, Inc., 1971), hlm. 42.
15


Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum, Negara Hukum: Suatu Studi tentang
Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara
Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Prenada Kencana, 2007), hlm. 87-88
16

Phillipus M. Hadjon, Pemerintahan Menurut Hukum (Bestuursbevoegheid) ,
(Surabaya: Yuridika, 1993), hlm. 158.
17

Allan R. Brewer-Carías, Judicial Review in Comparative Law, (Columbia:
Columbia Law Review Vol. 90, No. 5, 1990) hlm 1449-1450
18

Plilipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,
(Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm. 72.
19

Ibid

4


kesewenang-wenangan kekuasaan pemerintah dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia.20
Selain paham rechtsstaat dan rule of law, dikenal pula
konsep socialist legality, yang berbeda dengan dua konsep
terdahulu. Ciri utamanya adalah bersumber pada paham
komunis yang menempatkan hukum sebagai alat untuk
mewujudkan sosialisme dengan mengabaikan hak-hak individu.
Hak-hak individu melebur dalam tujuan sosialisme yang
mengutamakan kolektivisme di atas kepentingan individu. 21 Oleh
karena itu, selain istilah rechtsstaat atau rule of law, di negaranegara yang menganut paham ideologi komunis, maka populer
dianutnya principle of socialist legality,22 atau sering juga
disingkat saja dengan socialist legality . Meskipun terdapat
perbedaan latar belakang paham antara socialist legality dengan
rechtsstaat dan rule of law, namun tidak dapat dibantah bahwa
kehadiran istilah negara hukum tidak terlepas dari pengaruh
kedua paham tersebut.23
Doktrin negara hukum dalam perkembangannya disebar
dalam berbagai karakteristik. Immanuel Kant memaparkan
konsep negara hukum formil, J. Stahl mengemukakan pandangan

negara hukum materiil, dan A.V. Dicey dengan konsep rule of
law.24 Konsep rule of law, dapat dipahami dengan mengacu
kepada pendekatan A.V Dicey, dalam usahanya membahas
konsep negara hukum di Inggris.25 A.V Dicey mendefinisikan rule
20

Brian Z. Tamanaha, On The Rule of Law, (Cambridge: Cambridge University
Press, 2011), hlm. 109-110
21

Secara konsepsional terdapat lima konsep negara hukum yaitu; Rechtsstaat, Rule
of Law, Socialist Legality, Nomokrasi Islam, dan Negara Hukum Pancasila. Kelima prinsip
negara hukum tersebut masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri. [Muhammad
Tahir Azhary, Negara Hukum................., Op.Cit, hlm.84]
22

Rene David and John E.C. Brierley, Major Legal System in the World Today: an
Introduction to the Comparative Study of Law, (London, Stevens & Sons, 1985), hlm. 208.
23


Ibid

24

Charles Howard Mcllwain, Constitutionalism: Ancient and Modern , (New York:
The Lawbook Exchange, 1940), hlm. 19-21
Sesuai dengan yang diungkapkan Brewer-Carias, yaitu “… , Dicey did not
invent dinotion of the rule of law although he was the first writer to systematize and analyse
the principle”. [Allan R. Brewer-Carías, Judicial Review in Comparative……Op. Cit, hlm
1453-1454]
25

5

of law dengan mengemukakan tiga hal, yaitu: (i) the absolute
predominance of the law; (ii) equality before the law; dan (iii) the
concept according to which the Constitution is the result of the
recognition of individual rights by judges. 26 A.V. Dicey
menjelaskan, bahwa perlu adanya supremasi regular law yang
dimaksudkan untuk menentang pengaruh dari kekuasaan
sewenang-wenang dan meniadakan adanya kesewenangwenangan prerogatif, ataupun wewenang diskresi yang luas pada
pihak pemerintah.27 Equality before the law dimaksudkan bahwa
semua warga negara sama kedudukannya dihadapan hukum,
penundukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary
law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court . Selain
itu, berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum,
baik pejabat pemerintahan negara maupun warganegara biasa,
berkewajiban untuk mentaati hukum yang sama.28 Rule of law
dalam pengertian ini diartikan bahwa para pejabat negara tidak
bebas dari kewajiban untuk mentaati hukum yang mengatur
warganegara atau bahkan melalui putusan peradilan.29
Berdasarkan konsep rule of law, konstitusi bukanlah sumber
tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang
dirumuskan dan ditegaskan oleh pengadilan. Konsep rule of law,
dianggap oleh Allan R. Brewer-Carías sebagai pandangan murni
dan sempit, oleh karena ketiga pengertian dasar rule of law,
intinya adalah meletakkan common law sebagai dasar
perlindungan kebebasan individu terhadap kesewenangwenangan penguasa.30
Perlindungan common law hanya dapat meluas kepada
kebebasan pribadi tertentu seperti kebebasan berbicara, tetapi
26

Ibid, hlm. 1457

AV. Dicey mengemukakan, “The absolute supremacy or predominance of
regular law as opposed to the influence of the arbitrary power and excludes the existence of
arbitrariness of prerogative, or even wide discretionary authority on the part of the
government.” [Ibid] Brewer-Carias pada catatan kaki no. 46, memberikan catatan bahwa
“in this concept, regular law is understood to mean statute law and common law, but the
former has supremacy over the latter”. [Ibid]
27

28
29

Philipus M.Hadjon, Perlindungan hukum………, Op. Cit, hlm. 80
Allan R. Brewer-Carías, Judicial Review in Comparative……Op. Cit,

1460-1461
30

Ibid, hlm 1462

6

hlm

tidak dapat assure the citizen’s economic or social well being
(menjamin kesejahteraan ekonomi atau sosial warga negara)
seperti perlindungan fisik yang baik, memiliki rumah yang layak,
pendidikan, pemberian jaminan sosial atau lingkungan yang
layak; kesemuanya itu membutuhkan pengaturan yang
kompleks.31 Dalam perkembangan selanjutnya, konsep rule of
law, mengalami perluasan pengertian dengan analisis yang lebih
mendalam. H.W.R. Wade mengidentifikasi lima aspek rule of
law, yaitu: 32 (1) semua tindakan pemerintah harus menurut
hukum; (2) pemerintah harus berprilaku di dalam suatu bingkai
yang diakui peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip
yang membatasi kekuasaan diskresi; (3) sengketa mengenai
keabsahan (legality) tindakan pemerintah akan diputuskan oleh
pengadilan yang murni independen dari eksekutif; (4) harus
seimbang (even-handed) antara pemerintah dan warganegara;
dan (5) tidak seorangpun dapat dihukum kecuali atas kejahatan
yang ditegaskan menurut undang-undang.33 Terhadap
pandangan yang diungkapkan Wade di atas, oleh Joseph Raz
mengemukakan pandangan yang lebih deskriptis, dengan
mengajukan beberapa asas sebagai tambahan, yaitu: 34 (1) semua
undang-undang harus prospektif, terbuka dan jelas; (2) undang31

Ibid

Wade mengungkapkan bahwa: “First, … all governmental action must be taken
according to the law, ….Second, that government should be conducted within a framework
of recognized rules and principles which restrict discretionary power, … . Third, that
disputes as to the legality of acts of government are to be decided upon by courts which are
wholly independent of the executive, ….Fourth, that the law should be even – handed
between government and citizen, …. And fifth, … that no one should be punished except for
legally defined crimes, …” [H.W.R. Wade, Administrative Law, (London: Oxford
University Press, 1984), hlm. 22-24]
32

33

Pandangan Wade dalam rule of law adalah mencegah penyalahgunaan
kekuasaan diskresi. Diskresi bukan sesuatu kewenangan yang tanpa batas, tetap dalam
bingkai hukum atau tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum. Pemerintah juga
dilarang menggunakan privilege yang tidak perlu atau bebas dari aturan hukum biasa. [Ibid]
Sebagaimana terpetik dalam Joseph Raz dijelaskan bahwa: “… all laws should
be prospective, open and clear; laws should be relatively stable; the making of particular
laws should be guided by open, stable, clear and general rules; the independence of the
judiciary must be guaranteed; the principles of natural justice must be observed; the courts
should have review powers over the implementation of those principles; the courts should
be easily accessible; and the discretion of the crime prevention agencies should not be
allowed to hinder the law”. [Joseph Raz, “The Rule of Law and its Virtue”, 93 La w
Quarterly Review, 1977, hlm. 198-202]
34

7

undang harus relatif stabil; (3) pembuatan undang-undang
tertentu harus dipedomani oleh aturan-aturan terbuka, stabil,
jelas dan umum; (4) kemerdekaan peradilan harus dijamin; (5)
prinsip-prinsip keadilan alami harus dipatuhi; (6) pengadilanpengadilan harus memiliki kekuasaan judicial review; (7)
pengadilan-pengadilan harus dengan mudah dapat diakses; dan
(8) diskresi dari petugas-petugas pencegahan kejahatan
janganlah diizinkan untuk merintangi hukum.
Lain dengan rule of law yang evolutif, konsep rechtsstaat
lahir dari suatu perjuangan terhadap absolutisme sehingga
perkembangannya bersifat revolusioner, yang bertumpu pada
civil law atau modern roman law.35 Rechtstaats dilukiskan sebagai
negara penjaga malam dan tugas pemerintah dibatasi pada
mempertahankan ketertiban umum dan keamanan (de openbare
orde en veiligheid).36 Immanuel Kant mengemukakan konsep
yang demikian itu merupakan negara hukum yang bercorak
liberal. Kebebasan menurut Kant adalah the free self assertion of
each limited only by the like liberty of all ,37 yakni suatu kondisi
yang memungkinkan pelaksanaan kehendak secara bebas.
Pembatasan kehendak bebas itu hanya dibatasi seperlunya untuk
memberi jaminan terhadap kehendak bebas individu dan
kehendak bebas yang lain. 38
Konsep Immanuel Kant ini disebut sebagai negara hukum
dalam pengertian yang sempit. Dikatakan dalam arti sempit,
karena menempatkan fungsi recht pada staat. Akibatnya hukum
35

Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum, Op. Cit, hlm. 72

36

Brian Z. Tamanaha. On The Rule of Law, Op. Cit, hlm. 118

37

Ibid,

Pemikiran Kant ini timbul sebagai reaksi terhadap paham „polizei staat” atau
negara polisi. Kaum borjuis pada era tersebut menginginkan agar hak-hak dan kebebasan
pribadi masing-masing tidak diganggu; yang diinginkan hanyalah kebebasan untuk
mengurus kepentingannya sendiri. Keinginan kaum borjuis agar negara hanya berfungsi
sebagai penjaga tata tertib dan keamanan (secharheit polizei). Sedangkan fungsi
perekonomian atau kemakmuran (wohfart polizei) diserahkan kepada mareka (borjuis).
Walaupun Kant menolak polizei staat, tetapi masih dapat menerimanya atas tindakan yang
baik dan didasarkan atas hukum. Oleh karena itu negara hukum dari hasil pemikirannya
dinamakan negara hukum liberal, atau sering juga disebut dengan istilah “klassiek liberale
en democratische rechtsstaat”, atau disingkat dengan “democratische rechtsstaat”.
[Gottfried Dietze, Two Concepts of Rule of Law, (Indianapolis, Liberty Fund Inc., 1973),
hlm. 22]
38

8

berfungsi sebagai alat perlindungan hak-hak individual. Dalam
konsep tersebut, kekuasaan negara dipahami secara pasif, yang
hanya bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan.39
Rechtstaats juga dipahami dengan adanya pemisahan kekuasaan
sebagai jaminan terhadap terciptanya kekuasaan kehakiman
yang merdeka terhadap kekuasaan lain. Hal ini juga dipahami
dengan lebih luas bahwa pemisahan kekuasaan dapat memberi
jaminan terhadap penegakan hukum. Kekuasaan membentuk
undang-undang yang dikaitkan dengan parlemen, dimaksudkan
untuk menjamin bahwa hukum yang dibuat sesuai dengan
kehendak rakyat. Berlakunya prinsip wetmatig bestuur dalam
rechtstaats dimaksudkan untuk mencegah kesewenangwenangan pemerintah, yang dapat melanggar hak-hak
kebebasan dan persamaan rakyat.40
Paham negara hukum formil yang dikemukakan oleh
Imanuel Kant, dalam perkembangannya terjadi penyempurnaan
atau perbaikan karena dianggap kurang memuaskan. Frederich
Julius Stahl mengetengahkan pandangannya mengenai negara
hukum materiil yang dimaksudkan untuk penyempurnaan
dengan unsur-unsurnya, yaitu: (1) mengakui dan melindungi
hak-hak asasi manusia; (2) pemisahan kekuasaan; (3) pemerintah
yang berdasarkan undang-undang (wetmatig bestuur); (4) adanya
pengadilan adminsitrasi.41 Dari pandangan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa negara hukum bertujuan untuk melindungi
hak-hak asasi dengan cara membatasi dan mengawasi
penyelenggaraan kekuasaan negara dengan undang-undang.
Negara
tidak
boleh
menyimpang
atau
memperluas
penyelenggaraan kekuasaan selain apa yang telah ditetapkan
undang-undang. Penyelenggaraan kekuasaan negara harus
wetmatig.42
Pembatasan
tersebut
dimaksudkan
untu
mempersempit ruang gerak pemerintah dalam menjalankan
kekuasaan negara. Kontelasi tersebut berarti setiap tindakan
39

Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum, Op. Cit, hlm. 73

40

Ibid, hlm 74

Padmo Wahjono, Pembangunan Hukum di Indonesia , (Jakarta: In – Hill Co.,
1989), hlm. 51.
41

42

Ibid, hlm. 52

9

yang tidak diatur undang-undang dianggap sebagai tindakan
onwetmatig, meskipun tindakan tersebut sangat bermanfaat
dalam mewujudkan kesejahteraan warganya. Titik lemah dari
konsepsi ini adalah wetmatigheid van bestuur belum dapat
menjamin akan tercapainya negara hukum yang dapat
memberikan kesejahteraan kepada warga negaranya.43
Konsep negara hukum abad ke 19 yang berkembang
sebagaimana di atas adalah konsep negara hukum liberal. Sifat
liberalnya bertumpu pada liberty (vrijheid) dan equality
(gelijkheid). Dari prinsip liberty ini, kemudian melahirkan prinsip
selanjutnya yaitu freedom from arbitrary and unreasonable
exersise of the power and authority .44 Sedangkan equality
melahirkan konsepsi demokrasi yang bermakna adanya korelasi
dan kepercayaan antara rakyat dan penguasa, sebagaimana
diungkapkan van der Pot-Donner, yaitu : De rechtsstaat is de
staat van het wederzijds vertrouwen, ... .45 Menurut S.W.
Couwenberg, terdapat 5 (lima) prinsip demokrasi yang melandasi
konsep negara hukum liberal, yaitu: (1) hak-hak politik; (2)
mayoritas; (3) perwakilan; (4) pertanggungjawaban; dan (5)
publik (openbaarheids-beginsel).46 Atas dasar itu kemudian van
der Pot-Donner mengemukakan karakter negara hukum abad ke
19, yaitu: Pertama, adanya konstitusi memuat ketentuan tentang
hubungan antara pemerintah dan rakyat; Kedua, konstitusi
menjamin adanya pemisahan kekuasaan, meliputi (1)kekuasaan
pembentukan undang-undang dalam lembaga perwakilan, (2)
adanya kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan (3) tindakan
pemerintah berdasarkan atas undang-undang; Ketiga, konstitusi
menjamin dan menguraikan dengan jelas dasar atau hak-hak
konstitusional warga negara.47

43

Ibid

44

Roscoe Pound, The Development of Constitutional Guarantees of Liberty, (New
Haven-London, Yale University Press, 1957), hlm. 1-2. Lihat juga dalam Perlindungan
Hukum, Op. Cit,. hlm. 74-75.
45

Phillipus M. Hadjon, Pemerintahan Menurut ……, Op. Cit, hlm. 159.

46

S.W. Couwenberg, Westers Staatsrecht als Emancipatie , (Samson, Alphen aan
den Rijn, 1977), hlm. 25, dalam Philipus M. Hadjon, Perlindungan ... , Op. Cit, hlm. 76
47

Ibid,

10

Menjelang memasuki abad ke 20, pemahaman negara
hukum mengalami perkembangan dengan meletakkan adanya
tugas pemerintahan untuk dapat mewujudkan kesejahteraan
sosial warga negaranya. Dalam perubahan ini negara tidak hanya
melakukan wewenang, tugas dan tanggung-jawab menjaga
keamanan dan ketertiban, tetapi memikul tanggung-jawab yang
lebih luas, yaitu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyatnya. Dalam pemahaman klasik, negara dalam
menjalankan kekuasaannya dituntut untuk bersikap pasif atau
diam (terughoudenheid en beperking van de overheid).48
Sementara itu, dalam pemahaman sosiale rechtsstaat berfokus
kepada hak-hak sosial. Sehingga dalam paham sosiale rechtsstaat
menghendaki penampilan negara yang aktif.49 Dalam paham
klasik, hak-hak individual warga negara diartikan dari sudut
pandang perlindungan terhadap organ-organ negara, dengan
menjamin kebebasan pribadi dalam hubungan negara.
Sedangkan hak sosial menyajikan suatu penambahan pada
kebebasan pribadi tersebut, yang bertujuan untuk menempatkan
kedudukan sosial warga negara.50 Kebebasan dan persamaan
dalam paham klasik bersifat formal yuridis, kemudian
berkembang dengan konsep sociale rechtsstaat yang dimaknai
secara riil negara yang aktif dalam kehidupan masyarakat. Hakhak sosial, ekonomi dan kultural mendapat perhatian utama.
Kepentingan umum, tidak lagi diartikan kepentingan negara
semata sebagai kekuasaan yang menjaga ketertiban atau
kepentingan golongan bourjuis. Dalam konsep ini, kepentingan
umum adalah kepentingan seluruh rakyat dalam segala sendisendinya.51 Watak undang-undang juga berubah dari undangundang yang sifat ratio scripta berubah menjadi alat atau
instrumen hukum untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.
Untuk itu diperlukan diperlukan pemerintah diberikan ermessen

48

Azhari, Negara Hukum Indonesia..........Op. Cit, hlm. 48

49

Ibid

50

Ibid, hlm. 51-51

51

Philipus M.Hadjon, Perlindungan hukum, Op. Cit, hlm. 78-79

11

untuk penyelenggaraan pemerintahan yang mewujudkan
kesejahteraan.52
Paul Scholten mengemukakan bahwa konsep negara
hukum perlu membedakan tingkatan antara asas dan konsep
mengenai negara hukum. Unsur yang dianggap penting
dinamakannya dengan asas, unsur yang merupakan turunannya
disebut konsep.53 Asas negara hukum menurut Scholten adalah
(a) dijaminnya hak asasi manusia. Hak ini yang mengandung dua
hal yakni: pertama, hak individu yang berada di luar wewenang
negara; kedua, pembatasan hak asasi hanya dengan ketentuan
undang-undang; dan (b) adanya pemisahan kekuasaan. Scholten,
dengan mengikuti Montesquieu mengemukakan tiga kekuasaan
negara yang harus dipisahkan satu sama lain, yaitu kekuasaan
pembentuk undang-undang, kekuasaan melaksanakan undangundang, dan kekuasaan mengadili. 54 Scheltema mengungkapkan
bahwa setiap negara hukum mempunyai empat asas utama, yaitu
het rechtszakerheids-beginsel (asas kepastian hukum), het
gelijkheidsbeginsel (asas persamaan), het democratischebeginsel
(asas demokrasi), dan het beginsel van de dienende overheid, (asas
bahwa pemerintah dibentuk untuk melakukan pelayanan kepada
masyarakat).55
Paham negara hukum pada abad ke 20 tersebut
merupakan sintesa dari paham negara hukum klasik abad ke 19.56
Perubahan terjadi dikarenakan perubahan konsepsi-konsepsi
tentang negara, dari nachtwakersstaat kepada konsepsi negara
52

Ibid

53

Azhari, Negara Hukum Indonesia , Op. Cit, hlm. 53

54

Scholten mengkritik pandangan Montesquieu, yang menganggap sebagai
pelaksana tunggal dalam penerapan undang-undang. 54 Menurutnya pandangan tersebut
sudah ditinggalkan, dengan memberi contoh sistem Amerika Serikat, sebagai negara yang
paling konsekuen dalam menerapkan konsep trias politica , yang menetapkan bahwa
Presiden sebagai pelaksana undang-undang. Selain itu, unsur khas Amerika Serikat, yaitu
Supreme Court, di samping tugasnya mengadili, juga mempunyai tugas pengawasan
terhadap undang-undang. [Paul Scholten, Verzamelde Geschriften, (Zwoll, W.E.J.Tjeenk
Willink, Deel I, 1949), hlm.383-384; dalam Azhari, Op. Cit, hlm. 48-49.]
55

Scheltema, De Rechtstaats Herdact, (Zwolle: W.E.F. Tjeenk Wilink, 1989),
hlm. 16-21 sebagaimana dikutip pula oleh Azhari, Negara Hukum Indonesia: Analisis
Yuridis-Normatif tentang Unsur-Unsurnya , (Jakarta: Badan Penerbit Universitas Indonesia,
1995), hlm. 50
56

Ibid, hlm. 55

12

kesejahteraan atau welvaartsstaat, yang kemudian juga dikenal
dengan nama verzorgingsstaat,57 atau juga dikenal istilah sociale
rechtsstaat yang bermakna sama dengan welvaartsstaat.58
Konsep ini dinyatakan bahwa negara moderen tidak hanya
negara hukum dalam pengertian abad ke 19, tetapi juga termasuk
dalam pengertian negara kesejahteraan (verzorgingsstaat) atau
negara hukum sosial (sociale rechtsstaat).59 Selain, konsep
negara hukum yang berbasiskan sistem hukum civil law dan
common law, maka konsep socialist legality di bawah naungan
sistem hukum komunis membawa pengaruh dalam
perkembangan gagasan konsep mengenai negara hukum. Konsep
socialist legality pertama sekali ditegaskan dan berkembang di
Uni Soviet selama masa New Economic Policy (1921-1928)60
Socialist legality mengandung prinsip-prinsip yang berbeda
dengan secara prinsipil dengan konsep rechtsstaat dan rule of
law. Socialist legality memiliki beberapa karakter yang
bersumber pada paham komunis yang menempatkan hukum
sebagai alat untuk mewujudkan sosialisme dengan mengabaikan
hak-hak individu. Tidak ada kesempatan bagi individu untuk
memperjuankan hak pribadinya, karena dianggap bertentangan
dengan hak masyarakat (socialist property). Hak-hak individu
harus melebur dalam tujuan sosialisme, yang mengutamakan
kepentingan kolektif di atas kepentingan individu. Socialist
legality selain bersifat sekuler juga bersifat atheis, konsep ini
adalah konsep yang anti terhadap nilai-nilai yang bersifat
trasedental.61 Oleh karena itu, sebutan socialist sebelum kata
legality , memberikan pembenaran yang sangat penting yang
menegaskan bahwa asas legalitas hanya berarti di dalam suatu
sistem sosialis. Hukum hanya memiliki nilai karena melayani
kepentingan negara socialist. Hukum itu penting dan sangat
57

Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum, Op. Cit, hlm. 77.

58

Phillipus M. Hadjon, Pemerintahan Menurut, Op. Cit, hlm. 41

59

Azhari, Negara Hukum..........Op.Cit., hlm 52-53

60

Tidak terdapatnya pengakuan terhadap asas legalitas di Soviet karena rasa takut
terhadap unsur-unsur kapitalis yang ada dalam masyarakat, berusaha untuk menggunakan
undang-undang untuk tujuan-tujuan individual atau kelompok, dan dengan demikian dapat
merugikan sosialisme. [Rene David & John E.C. Brierley, Op. Cit, hlm. 184 dan 210]
61

Mohammad Tahir Azhari, Op. Cit, hlm. 90

13

dibutuhkan, sebagai suprastruktur, dan wewenangnya hanya
dapat didasarkan pada infrastruktur yang sehat, dari suatu
paham sosialis.62 Dengan demikian sebutan
socialist
63
mengingatkan paham ini pada pemikiran marxist. Namun
demikian tidak berarti bahwa dalam konstitusi di negara-negara
komunis (socialist legality) tidak diatur tentang konsep negara
hukum pada umumnya. Di China, dalam Konstitusi 1982 diatur
cukup rinci mengenai hak-hak asasi manusia, misalnya tentang
persamaan kedudukan di hadapan hukum, jaminan terhadap
kebebasan
beragama,
berkumpul,
berbicara,
bahkan
64
berdemonstrasi dan lain-lain. Demikian juga dalam konstitusi
Uni Soviet juga diatur tentang hak-hak warga negara, misalnya
dalam Pasal 34 Konstitusi Uni Soviet diatur tentang persamaan
kedudukan didepan hukum.65 Akan tetapi, konsepsi negara
hukum sebagaimana dimaksud meletakkan hak asasi di bawah
kepentingan negara sosialis. Sehingga konsep yang berkembang
ini sesungguhnya meletakan hak asasi manusia sebagai ornamen
belaka dari supremasi kepentingan sosialis.
Apabila meninjau kembali sebagaimana di identifikasikan
oleh Andrei Marmor bahwa konsep negara hukum merupakan
gagasan yang membingungkan,66 maka hal tersebut nampak
dikarenakan, gagasan mengenai negara hukum tidak hanya
menyangkut substansi negara ide negara hukum tetapi juga
dalam penggunaan terminologi. Kondisi ini jelas mempunyai
alam pikir yang cara pengimplementasian yang berbeda. 67 Dalam
62

Ibid, hlm. 91

63

Ibid

64

Pasal 33-56, Constitution of the RRC , Chapter II: The Fundamental Rights and
Duties of Citizens,
65

Prajudi Atmosudirdjo, dkk., Konstitusi Soviet, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986.

66

Andrei Marmor, The Ideal of the Rule of Law, Op. Cit, hlm. 1-2

67

Namun demikian, terlepas dari perkembangan pengertian tersebut di atas,
menurut Pietro Costa dan Zolo konsepsi tentang Negara Hukum di kalangan kebanyakan
ahli hukum masih sering terpaku kepada unsur-unsur pengertian sebagaimana
dikembangkan pada abad ke-19 dan abad ke-20. Sebagai contoh, tatkala merinci unsurunsur pengertian Negara Hukum (Rechtsstaat), para ahli selalu saja mengemukakan empat
unsur „rechtsstaat ‟, dimana unsurnya yang keempat adalah adanya „administratieve
rechtspraak‟ atau peradilan tata usaha Negara sebagai ciri pokok Negara Hukum. Tidak ada
yang mengaitkan unsur pengertian Negara Hukum Modern itu dengan keharusan adanya
kelembagaan atau setidak-tidaknya fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga

14

memasuki abad ke 21, maka beragam pandangan mengenai
negara hukum memiliki berbagai versi. Tabel berikut
memperlihatkan berbagai pandangan mengenai prinsip negara
hukum oleh sejumlah sarjana dan lembaga internasional yang
berkembang pada abad ke 21:
Tabel 2
Perbandingan pandangan mengenai prinsip negara hukum oleh sejumlah
sarjana dan lembaga internasional
69

M.
68
Scheltema

Joseph Raz

Rachel
Kleinfeld
70
Belton

Brian Z.
71
Tamanaha

Jimly
72
Asshidiqqie

Pengakuan,
penghormatan
dan
perlindungan
Hak
Asasi
Manusia yang
berakar dalam
penghormatan
atas Martabat
Manusia
(Human
Dignity)
Kepastian

Semua
undangundang
harus
prospektif,
terbuka dan
jelas; hukum.

Pemerintah
yang terikat
pada
hukum

pemerintahan
yang dibatasi
oleh hukum

Supremasi
Hukum

undang-

persamaan

Legalitas

Persamaan di

The
International
Commission of
73
Jurist
Negara
Merupakan
Subjek Hukum

Indonesia
Legal
Roundtable

Pengadilan yang

legalitas

Pemerintahan
berdasar
hukum;

pengadilan tata Negara. Jawabannya ialah karena konsepsi Negara Hukum ( Rechtsstaat)
sebagaimana banyak dibahas oleh para ahli sampai sekarang adalah hasil inovasi intelektual
hukum pada abad ke 19 ketika Pengadilan Administrasi Negara itu sendiri pada mulanya
dikembangkan sedangkan Mahkamah Konstitusi baru dikembangkan sebagai lembaga
tersendiri di samping Mahkamah Agung atas jasa Hans Kelsen pada tahun 1919, dan baru
dibentuk pertama kali di Austria pada tahun 1920. Oleh karena itu, jika pengadilan tata
usaha Negara merupakan fenomena abad ke-19, maka pengadilan tata negara adalah
fenomena abad ke-20 yang belum dipertimbangkan menjadi salah satu ciri utama Negara
Hukum kontemporer. [Pietro Costa & Danilo Zolo, The Rule of Law; The History, Theory,
and Criticism, (New York: Springer, 2007), hlm. 7]
68

Scheltema, De Rechtstaats Herdact.....Op. Cit,. 16-21 sebagaimana dikutip pula
oleh Azhari, Negara Hukum Indonesia....Op Cit, hlm. 50
Joseph Raz, “The Rule of Law and its Virtue ”, (Law Quarterly Review Vol 97,
1977), hlm. 198-202
69

70

Rachel Klienfeld Belton, Competing Definition of The Rule of Law: Implication
for Practioners, (Carniege Papers, 2005), hlm. 2-3
71

Brian Z. Tamanaha. On The Rule of Law (Cambridge: Cambridge University
Press, 2011) hlm. 109-110
72

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, (Jakarta: Konpress, 2006)
hlm. 118-120
73

International Commision of Jurist: The Rule of Law and Human Right,
http://www/globalwebpost.com/genocide1971/h_rights/rol/10_guide.htm#athens, diakses 1
Januari 2017

15

Hukum

Persamaan
(Similia
Similius atau
equality
before
the
law)

Demokrasi

Pemerintah
dan
Pejabat
mengemban
amanat
sebagai
pelayan
masyarakat
dalam rangka
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat
sesuai engan
tujuan
bernegara
yang
bersangkutan

undang
harus relatif
stabil;
pembuatan
undangundang
tertentu
harus
dipedomani
oleh aturanaturan
terbuka,
stabil, jelas
dan umum;
kemerdekaan
peradilan
harus
dijamin;

di hadapan
hukum

Formal

depan hukum

Independen dan
Fair

Formal;

hukum dan
ketertiban

Diatur oleh
Hukum
bukan orang

Legalitas

Independensi
provesi Advokat

kekuasaan
kehakiman
yang merdeka;

keadilan
yang efisien
dan terukur

Pembatasan
Kekuasaan

Pengakuan dan
Penegakkan
Hukum
yang
efektif terhadap
hak-hak
individual

akses terhadap
keadilan

prinsipprinsip
keadilan
alami harus
dipatuhi;

tidak
adanya
kekerasan
terhadap
hak
asasi
manusia

Organ-organ
campuran
yang bersifat
independen

pengadilanpengadilan
harus
memiliki
kekuasaan
peninjauan
(hak
menguji)
terhadap
implementasi
prinsipprinsip
tersebut;
pengadilanpengadilan
harus dengan
mudah dapat
dicapai
(diakses);
dan
diskresi dari
petugaspetugas
pencegahan
kejahatan
janganlah
diizinkan
untuk
merintangi

Peradilan
yang
Bebas
dan
tidak
memihak

Pengadilan
Tata
Usaha
negara

Peradilan tata
negara

Perlindungan
Hak
Asasi
Manusia
Demokratis
berfungsi
sebagai

16

penghormatan,
perlindungan
dan
pemenuhan
hak
asasi
manusia.

sarana
mewujudkan
tujuan
negara;
Transparansi
dan kontrol
sosial
BerKetuhanan
yang
maha
Esa

17

Tugas
1. Buat essay yang tentang hasil bacaan saudara berkaitan
dengan negara hukum, essay tersebut harus memuat
analisis saudara mengenai
a. Mengapa konsep negara hukum dilahirkan
b. Apa sajakah konsep-konsep negara hukum apabila
dikaitkan dengan sistem hukum, dan apasaja unsurunsurnya
c. Mengapa konsep negara hukum penting
2. Essay harus memuat minimum 1000 kata, maksimum 1500
kata

18