PARTAI POLITIK TANDINGAN SEBAGAI REFLEKS (1)
Partai Politik Tandingan sebagai Refleksi Demokrasi Indonesia
Zulpandi
Mahasiswa S2 Jurusan Politik Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Email : [email protected]
(Dimuat dalam Opini Riau Pos, 1 Januari 2015)
Kemunculan partai politik tandingan pada tahun 2014 yang lalu menggambarkan kondisi
dilematis pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Dalam pesta kontestasi politik selama tahun 2014,
ada fenomena menarik yang mewarnai proses politik demokrasi di Indonesia. Beberapa partai
politik di Indonesia mengalami pergulatan konflik yang cukup kuat di internal partainya masingmasing. Dinamika hebat tersebut disebabkan oleh terpecahnya kekuatan elit-elit internal partai
politik dalam menentukan arah politik partainya. Kepentingan peta koalisi dalam pemilihan
presiden yang dilaksanakan pasca pemilu legislatif menjadi pemicu lahirnya perbedaan sikap
diantara para elit di internal partainya masing-masing.
Secara umum kita melihat hal ini dialami oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai
Golongan Karya (GOLKAR). PPP dan Partai Golkar saat ini mengalami dualisme intstitusi
kepartaian. Pasca pemilu 2014 yang lalu PPP memiliki dua kepengurusan. Masing-masing
kepengurusan mengklaim sebagai pihak yang paling sah. Kepengurusan pertama dipimpin ketua
umum versi muktamar di Surabaya, yakni Romahurmuziy. Sedangkan Djan Faridz selaku ketua
umum versi muktamar di Jakarta memimpin kepengurusan kedua. Kemudian akibat pergulatan
konflik antara elitnya partai Golkar juga mengalami perpecahan dengan kemunculan Partai
Golkar tandingan. Dalam Musyawarah Nasional IX Partai Golkar tandingan yang digelar
Presidium Penyelamat Golkar di Jakarta memutuskan kepenguruan Partai Golkar tandingan yang
diketuai oleh Agung Laksono. Sebelumnya juga telah dilaksanakan Musyawarah Nasional di
Bali yang memutuskan Aburizal Bakri terpilih kembali menjadi ketua umum.
Kondisi dualisme kepengurusan dalam internal partai politik ini mengkonfirmasi bahwa
mekanisme demokrasi tidak berjalan dalam partai politik selama ini. Padahal partai politik
merupakan salah satu lembaga politik penting yang dibutuhkan oleh proses demokrasi.
Setidaknya Robert Dahl menyebutkan ada enam lembaga politik yang dibutuhkan oleh
demokrasi, yaitu para pejabat yang dipilih, pemilihan umum yang bebas dan adil serta berkala,
kebebasan berpendapat, sumber informasi alternatif, otonomi asosiasional, dan hak
kewarganegaraan yang inklusif (Dahl, 1999;118). Partai politik Dditempatkan sebagai elemen
yang termasuk kedalam lembaga politik otonomi asosiasional. Sehingga dapat dibayangkan
bagaimana pentingnya posisi partai politik dalam menopang sistem demokrasi.
Partai politik merupakan ruh dari sistem demokrasi, karena keberadaan partai politik dan sistem
kepartaian yang di bangun merupakan barometer demokrasi atau tidaknya sebuah sistem politik
dalam sebuah negara (Koirudin, 2004). Oleh karena itu jika bangunan demokrasi dalam internal
partai politik sudah rusak, akan menjadi pertanyaan bagaimana partai politik mampu mendorong
proses demokratisasi di Indonesia.
Konflik internal dalam tubuh partai politik ini telah mengantarkan munculnya partai politik
tandingan. Parra elit partai politik yang berbeda pendapat dengan elit partai lainnya menghimpun
kekuatan baru untuk membentuk “Partai Politik Tandingan”. Hal ini digunakan sebagai bentuk
perlawanan untuk mempertahankan pendapatnya. Partai politik tandingan muncul sebagai titik
ekstrim dari kehidupan partai politik yang sudah keluar dari rel dasarnya sebagai lembaga politik
pendukung demokrasi.
Partai politik tandingan ancaman bagi demokrasi
Buramnya proses demokrasi dalam perjalanan partai politik Indonesia telah mengantarkan partai
politik kedalam ruang yang gelap dan merusak tatanan demokrasi yang ada dalam sistem
pemerintahan Indonesia. Lebih jauh, kehadiran partai politik tandingan kemudian dinilai sebagai
bentuk ancaman dari proses demokratisasi di Indonesia. Sehingga tidak heran jika sampai hari ini
banyak para pengamat yang memberi penilaian bahwa demokrasi yang terjadi di Indonesia masih
stagnan pada tataran demokrasi prosedural. Belum masuk pada bagian demokrasi substansial
yang menjadi idaman bagi setiap negara.
Ada beberapa alasan yang membuat partai politik tandingan menjadi ancaman baru terhadap
proses demokratisasi di Indonesia. Pertama, partai politik tandingan akan mempengaruhi kinerja
lembaga negara. Kinerja lembaga legislatif akan mendapat dampak buruk dari adanya partai
politik tandingan. Kedua, partai politik tandingan akan memicu pecahnya konflik dalam skala
luas. Partai politik tandingan akan memunculkan konflik antar sesama kader dan simpatisan
partai politik tersebut. Hal ini sangat berbahaya bagi stabilitas keamanan persatuan dan kesatuan
bangsa kedepan. Ketiga, partai politik tandingan akan semakin mengurangi tingkat kepercayaan
public terhadap partai politik. Berdasarkan hasil survei Political Communication Institute
(Polcomm Institute), mayoritas masyarakat tidak lagi mempercayai partai politik. Publik yang
tidak percaya parpol yaitu sebesar 58,2 persen. Kemudian yang menyatakan percaya 26,3 persen,
dan menyatakan tidak tahu sebesar 15,5 persen. Dengan kemunculan partai politik tandingan
tentu akan menambah persentase pandangan negatif masyarakat terhadap partai politik.
Transformasi partai politik sebagai pilihan kedepan
Melihatnya buruknya dampak partai politik tandingan terhadap pertumbuhan demokrasi di
Indonesia, maka perlu ada terobosan baru bagi partai politik di Indonesia kedepan. Momentum
pergantian tahun menuju 2015 ini diharapkan menjadi langkah baru bagi partai politik di
Indonesia melakukan refleksi internal dan beresolusi kedepan untuk perbaikan partai politik.
Partai politik di Indonesia harus melakukan transformasi menyeluruh mulai dari tingkat nasional
hingga tingkal lokal. Partai politik memiliki peran yang sangat sentral dalam proses demokrasi,
baik secara prosedural maupun secara substansial. Fungsi dan peran utama partai politik dalam
agregasi dan artikulasi kepentingan, pendidikan politik, sosialisasi politik maupun formulasi
agenda membawa pengaruh dalam proses demokrasi substansial. Sedangkan peran dalam seleksi
kandidat, mobilisasi dalam pemilihan umum member pengaruh dalam proses demokrasi
prosedural. Mengingat pentingnya keberadaan partai politik dalam demokrasi ini, maka
mengharuskan partai politik melakukan transformasi partai politik untuk melanjutkan agenda
reformasi yang mungkin telah dilakukan oleh beberapa partai politik di Indonesia, namun belum
memberikan hasil yang memuaskan.
Transformasi tidak hanya melakukan perbaikan sistem ataupun bagian-bagian dan aspek dari
partai politik yang rusak kemudian diperbaiki. Tetapi transformasi dilakukan untuk
mendekontruksi ulang partai politik yang rusak kemudian dibangun yang baru (Djojosoekarto,
Sulaksono dan Darumurti, 2008;51). Agenda transformasi lebih tepat untuk dijadikan sebagai
solusi atas problematika partai politik tandingan yang menjangkiti tubuh beberapa partai politik
di Indonesia saat ini.
Dengan agenda transformasi partai politik tersebut diharapakan proses demokratisasi internal
partai politik bisa berjalan dengan baik. Praktik oligarki partai politik bisa dihindari dan buadaya
patro-klien bisa ditinggalkan. Lebih jauh transformasi partai politik ini adalah solusi utama
dalam menjawab permasalahan hilangnya kepercayaan publik terhadap partai politik.
Partai politik harus melakukan perbaikan pelembagaan partai agar mampu menciptakan proses
musyawarah berjenjang. Musyawarah secara berjenjang di internal partai sangat berguna untuk
menciptakan fungsi-fungsi kepartaian yang solid secara organisasi dan sekaligus tetap
memberikan dampak yang maksimal tidak saja bagi internal partai bersangkutan tetapi bagi
kehidupan demokrasi dalam arti yang lebih luas. Sehingga kedepan diharapkan tidak ada lagi
gerakan-gerakan makar partai politik ketika terjadi perbedaan pendapat antar sesama kader
partai.***
REFERENSI
Dahl, Robert A. (1999). Perihal Demokrasi. Terjemahan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Yayasan Obor Indonesia
Djojosoekarto, A & Sandjaja, U (Eds). (2008). Transformasi Demokratis Partai Politik di
Indonesia : Model, Strategi dan Praktik. Jakarta. Kemitraan bagi Pembaruan Tata
Pemerintahan di Indonesia
Koirudin. (2004). Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Zulpandi
Mahasiswa S2 Jurusan Politik Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Email : [email protected]
(Dimuat dalam Opini Riau Pos, 1 Januari 2015)
Kemunculan partai politik tandingan pada tahun 2014 yang lalu menggambarkan kondisi
dilematis pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Dalam pesta kontestasi politik selama tahun 2014,
ada fenomena menarik yang mewarnai proses politik demokrasi di Indonesia. Beberapa partai
politik di Indonesia mengalami pergulatan konflik yang cukup kuat di internal partainya masingmasing. Dinamika hebat tersebut disebabkan oleh terpecahnya kekuatan elit-elit internal partai
politik dalam menentukan arah politik partainya. Kepentingan peta koalisi dalam pemilihan
presiden yang dilaksanakan pasca pemilu legislatif menjadi pemicu lahirnya perbedaan sikap
diantara para elit di internal partainya masing-masing.
Secara umum kita melihat hal ini dialami oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai
Golongan Karya (GOLKAR). PPP dan Partai Golkar saat ini mengalami dualisme intstitusi
kepartaian. Pasca pemilu 2014 yang lalu PPP memiliki dua kepengurusan. Masing-masing
kepengurusan mengklaim sebagai pihak yang paling sah. Kepengurusan pertama dipimpin ketua
umum versi muktamar di Surabaya, yakni Romahurmuziy. Sedangkan Djan Faridz selaku ketua
umum versi muktamar di Jakarta memimpin kepengurusan kedua. Kemudian akibat pergulatan
konflik antara elitnya partai Golkar juga mengalami perpecahan dengan kemunculan Partai
Golkar tandingan. Dalam Musyawarah Nasional IX Partai Golkar tandingan yang digelar
Presidium Penyelamat Golkar di Jakarta memutuskan kepenguruan Partai Golkar tandingan yang
diketuai oleh Agung Laksono. Sebelumnya juga telah dilaksanakan Musyawarah Nasional di
Bali yang memutuskan Aburizal Bakri terpilih kembali menjadi ketua umum.
Kondisi dualisme kepengurusan dalam internal partai politik ini mengkonfirmasi bahwa
mekanisme demokrasi tidak berjalan dalam partai politik selama ini. Padahal partai politik
merupakan salah satu lembaga politik penting yang dibutuhkan oleh proses demokrasi.
Setidaknya Robert Dahl menyebutkan ada enam lembaga politik yang dibutuhkan oleh
demokrasi, yaitu para pejabat yang dipilih, pemilihan umum yang bebas dan adil serta berkala,
kebebasan berpendapat, sumber informasi alternatif, otonomi asosiasional, dan hak
kewarganegaraan yang inklusif (Dahl, 1999;118). Partai politik Dditempatkan sebagai elemen
yang termasuk kedalam lembaga politik otonomi asosiasional. Sehingga dapat dibayangkan
bagaimana pentingnya posisi partai politik dalam menopang sistem demokrasi.
Partai politik merupakan ruh dari sistem demokrasi, karena keberadaan partai politik dan sistem
kepartaian yang di bangun merupakan barometer demokrasi atau tidaknya sebuah sistem politik
dalam sebuah negara (Koirudin, 2004). Oleh karena itu jika bangunan demokrasi dalam internal
partai politik sudah rusak, akan menjadi pertanyaan bagaimana partai politik mampu mendorong
proses demokratisasi di Indonesia.
Konflik internal dalam tubuh partai politik ini telah mengantarkan munculnya partai politik
tandingan. Parra elit partai politik yang berbeda pendapat dengan elit partai lainnya menghimpun
kekuatan baru untuk membentuk “Partai Politik Tandingan”. Hal ini digunakan sebagai bentuk
perlawanan untuk mempertahankan pendapatnya. Partai politik tandingan muncul sebagai titik
ekstrim dari kehidupan partai politik yang sudah keluar dari rel dasarnya sebagai lembaga politik
pendukung demokrasi.
Partai politik tandingan ancaman bagi demokrasi
Buramnya proses demokrasi dalam perjalanan partai politik Indonesia telah mengantarkan partai
politik kedalam ruang yang gelap dan merusak tatanan demokrasi yang ada dalam sistem
pemerintahan Indonesia. Lebih jauh, kehadiran partai politik tandingan kemudian dinilai sebagai
bentuk ancaman dari proses demokratisasi di Indonesia. Sehingga tidak heran jika sampai hari ini
banyak para pengamat yang memberi penilaian bahwa demokrasi yang terjadi di Indonesia masih
stagnan pada tataran demokrasi prosedural. Belum masuk pada bagian demokrasi substansial
yang menjadi idaman bagi setiap negara.
Ada beberapa alasan yang membuat partai politik tandingan menjadi ancaman baru terhadap
proses demokratisasi di Indonesia. Pertama, partai politik tandingan akan mempengaruhi kinerja
lembaga negara. Kinerja lembaga legislatif akan mendapat dampak buruk dari adanya partai
politik tandingan. Kedua, partai politik tandingan akan memicu pecahnya konflik dalam skala
luas. Partai politik tandingan akan memunculkan konflik antar sesama kader dan simpatisan
partai politik tersebut. Hal ini sangat berbahaya bagi stabilitas keamanan persatuan dan kesatuan
bangsa kedepan. Ketiga, partai politik tandingan akan semakin mengurangi tingkat kepercayaan
public terhadap partai politik. Berdasarkan hasil survei Political Communication Institute
(Polcomm Institute), mayoritas masyarakat tidak lagi mempercayai partai politik. Publik yang
tidak percaya parpol yaitu sebesar 58,2 persen. Kemudian yang menyatakan percaya 26,3 persen,
dan menyatakan tidak tahu sebesar 15,5 persen. Dengan kemunculan partai politik tandingan
tentu akan menambah persentase pandangan negatif masyarakat terhadap partai politik.
Transformasi partai politik sebagai pilihan kedepan
Melihatnya buruknya dampak partai politik tandingan terhadap pertumbuhan demokrasi di
Indonesia, maka perlu ada terobosan baru bagi partai politik di Indonesia kedepan. Momentum
pergantian tahun menuju 2015 ini diharapkan menjadi langkah baru bagi partai politik di
Indonesia melakukan refleksi internal dan beresolusi kedepan untuk perbaikan partai politik.
Partai politik di Indonesia harus melakukan transformasi menyeluruh mulai dari tingkat nasional
hingga tingkal lokal. Partai politik memiliki peran yang sangat sentral dalam proses demokrasi,
baik secara prosedural maupun secara substansial. Fungsi dan peran utama partai politik dalam
agregasi dan artikulasi kepentingan, pendidikan politik, sosialisasi politik maupun formulasi
agenda membawa pengaruh dalam proses demokrasi substansial. Sedangkan peran dalam seleksi
kandidat, mobilisasi dalam pemilihan umum member pengaruh dalam proses demokrasi
prosedural. Mengingat pentingnya keberadaan partai politik dalam demokrasi ini, maka
mengharuskan partai politik melakukan transformasi partai politik untuk melanjutkan agenda
reformasi yang mungkin telah dilakukan oleh beberapa partai politik di Indonesia, namun belum
memberikan hasil yang memuaskan.
Transformasi tidak hanya melakukan perbaikan sistem ataupun bagian-bagian dan aspek dari
partai politik yang rusak kemudian diperbaiki. Tetapi transformasi dilakukan untuk
mendekontruksi ulang partai politik yang rusak kemudian dibangun yang baru (Djojosoekarto,
Sulaksono dan Darumurti, 2008;51). Agenda transformasi lebih tepat untuk dijadikan sebagai
solusi atas problematika partai politik tandingan yang menjangkiti tubuh beberapa partai politik
di Indonesia saat ini.
Dengan agenda transformasi partai politik tersebut diharapakan proses demokratisasi internal
partai politik bisa berjalan dengan baik. Praktik oligarki partai politik bisa dihindari dan buadaya
patro-klien bisa ditinggalkan. Lebih jauh transformasi partai politik ini adalah solusi utama
dalam menjawab permasalahan hilangnya kepercayaan publik terhadap partai politik.
Partai politik harus melakukan perbaikan pelembagaan partai agar mampu menciptakan proses
musyawarah berjenjang. Musyawarah secara berjenjang di internal partai sangat berguna untuk
menciptakan fungsi-fungsi kepartaian yang solid secara organisasi dan sekaligus tetap
memberikan dampak yang maksimal tidak saja bagi internal partai bersangkutan tetapi bagi
kehidupan demokrasi dalam arti yang lebih luas. Sehingga kedepan diharapkan tidak ada lagi
gerakan-gerakan makar partai politik ketika terjadi perbedaan pendapat antar sesama kader
partai.***
REFERENSI
Dahl, Robert A. (1999). Perihal Demokrasi. Terjemahan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Yayasan Obor Indonesia
Djojosoekarto, A & Sandjaja, U (Eds). (2008). Transformasi Demokratis Partai Politik di
Indonesia : Model, Strategi dan Praktik. Jakarta. Kemitraan bagi Pembaruan Tata
Pemerintahan di Indonesia
Koirudin. (2004). Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar